Anda di halaman 1dari 77

MINI PROJECT

APLIKASI 4M PADA WARGA RT08 RW05


KELURAHAN TEGAL ALUR UNTUK
MENGURANGI ANGKA KEJADIAN DEMAM
BERDARAH

Pembimbing:
dr. Rismauli Veronika P. Aruan

Disusun oleh:
dr. Djati Herlambang

PUSKESMAS KELURAHAN TEGAL ALUR II


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 6 FEBRUARI 2019 – 6 JUNI 201
LEMBAR PENGESAHAN
PORTOFOLIO

APLIKASI 4M PADA WARGA RT08 RW05 KELURAHAN TEGAL


ALUR UNTUK MENGURANGI ANGKA KEJADIAN DEMAM
BERDARAH

Disusun oleh:

dr. Djati Herlambang

Telah disetujui dan disahkan oleh:


Dokter Pendamping

dr. Rismauli Veronika P. Aruan

i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mini-project untuk
memenuhi tugas dokter internship mengenai pengaplikasian 4M (menutup, menguras,
mendaur ulang dan memantau jentik) pada warga Tegal Alur. Penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak pihak yang telah membantu penyusunan mini-
project ini, yaitu dr. Rismauli Veronika Panjaitan Aruan selaku dokter pembimbing yang
telah memberikan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan serta kerjasamanya
untuk melancarkan kegiatan mini project ini, ibu Suti selaku keua RT08 RW05 Kelurahan
Tegal Alur, ibu Lasmi selaku kader Jumantik RT08 RW05 Kelurahan Tegal Alur dan
pihak pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Dengan adanya kegiatan mini project yang telah dilaksanakan dapat memberikan
kepedulian dari warga Kelurahan Tegal Alur terkait kebersihan lingkungannya dan
kemandirian untuk menjaganya. Penulis masih sadar bahwa mini project ini masih
memliki kekurangan, maka dari itu penulis ingin mengucapkan minta maaf apabila ada
kesalahan-kesalahan. Penulis mengrharapkan adanya kritik dan saran untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan di mini project ini di kesempatan yang lainnya.

Jakarta, 30 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan............................................................................................................. i
Kata Pengantar .................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah .................................................................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 4
1.4. Manfaat Penulisan ................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Vektor .................................................................................................................... 6
2.1.1 Vektor Penyakit Demam berdarah ............................................................. 6
2.1.2 Pencegahan dan Pengendalian Vektor ........................................................ 10
2.1.3 Pemeriksaan Jetik Berkala ........................................................................... 12
2.2. Penyakit Demam Berdarah (DBD) ........................................................................ 13
2.2.1 Definisi Penyakit ......................................................................................... 13
2.2.2 Etiologi ......................................................................................................... 13
2.2.3 Epidemiologi ............................................................................................... 14
2.2.4 Patofisiologi.................................................................................................. 16
2.2.5 Tanda dan Gejala .......................................................................................... 21
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 26
2.2.7 Klasifiksai ..................................................................................................... 27
2.2.8 Kriteria Diagnosa ........................................................................................ 28
2.2.9 Tatalaksana ................................................................................................... 29
BAB III METODOLOGI
3.1. Desain Penelitian ................................................................................................... 35
3.2. Tempat dan Waktu ................................................................................................ 35
3.3. Populasi dan Sampel.............................................................................................. 35

iii
3.4. Kriteria Responden ................................................................................................ 35
3.5. Instrumen Penelitian .............................................................................................. 36
3.6. Metode dan Pengumpulan Data............................................................................. 36
3.7. Alur Mini Project ................................................................................................... 37
3.8. Wilayah Kerja ........................................................................................................ 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Penyuluhan DBD dan pemaparan program ........................................................... 41
4.2. Pelaksanaan Program (4M+ dan Aplikasi Tanaman Serai) ................................... 44
4.3 Observasi Lingkungan dan Penduduk .................................................................... 46
4.4 Analisis Data Kunjungan I dan Kunjungan II ........................................................ 47
4.5 Diskusi dan Pemaparan Hasil Kepada Stakeholder ................................................ 51
4.6 Penyulit Penelitian .................................................................................................. 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ............................................................................................................ 53
5.2. Saran ...................................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 56
LAMPIRAN……….............................................................................................................. 59

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan utama di 100 negara-
negara tropis dan subtropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika Tengah,
dan Amerika Selatan. 1 Kira-kira 50 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia
setiap tahunnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan
penyebaran kasus dengue ini sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk,
urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkontrol, tidak adanya kontrol
terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan peningkatan sarana
transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi dengue dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain status imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk,
transmisi virus dengue, faktor keganasan virus, dan kondisi geografis setempat
(Yusoff & Suardamana, 2018)
Demam Berdarah Dengue masih menjadi permasalahan kesehatan baik di
wilayah perkotaan maupun wilayah semi-perkotaan. Perilaku vektor dan
hubungannya dengan lingkungan, seperti iklim, pengendalian vektor,
urbanisasi, dan lain sebagainya mempengaruhi terjadinya wabah demam
berdarah di daerah perkotaan. Belum ada prediksi yang tepat untuk
menunjukkan kehadiran dan kepadatan vektor (terutama Aedes Aegypti di
lingkungan perkotaan dan semi perkotaan). Penyebaran dengue dipengaruhi
faktor iklim seperti curah hujan, suhu dan kelembaban. Kelangsungan hidup
nyamuk akan lebih lama bila tingkat kelembaban tinggi, seperti selama musim
hujan (Suryani, 2018)
Kelembaban yang tinggi dengan suhu berkisar antara 28-320C membantu
nyamuk Aedes bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Pola penyakit di
Indonesia sangat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

1
Tingginya angka kejadian DBD juga dapat dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk. Peningkatan jumlah kasus DBD dapat terjadi bila kepadatan
penduduk meningkat. Semakin banyak manusia maka peluang tergigit oleh
nyamuk Aedes aegypti juga akan lebih tinggi. (Suryani, 2018)
Setiap tahun, kejadian penyakit demam berdarah dengue (DBD) di
Indonesia cenderung meningkat pada pertengahan musim penghujan sekitar
bulan Januari, dan cenderung turun pada bulan Februari hingga ke penghujung
tahun. Sepanjang Januari 2016 Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor
dan Zoonosis Kementerian Kesehatan mencatat 3.298 kasus DBD dengan
jumlah kematian sebanyak 50 kasus dari total penduduk Indonesia sebanyak
255 juta (Yatim, 2007)
DBD merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) di Indonesia. Salah satu lokasi yang sering mengalami KLB
adalah DKI (Daerah Khusus Ibu Kota) Jakarta. DKI Jakarta, yang merupakan
ibu kota Indonesia dengan penduduk yang sangat padat. Hal ini sangat
mendukung Jakarta menjadi daerah endemic DBD. Dimana, penduduk yang
banyak, lingkungan yang padat dan arus urbanisasi yang tinggi menjadikan
Jakarta kota memiliki permasalahan lingkungan. (Ernawati, Bratajaya, &
Martina, 2018)
DBD merupakan masalah kesehatan yang masih sulit ditanggulangi di
Jakarta. DKI Jakarta selalu menduduki angka insiden DBD tertinggi pada kurun
2005-2009. Terdapat 12.254 kasus DBD dengan 7 di antaranya meninggal
dunia. Jakarta Timur merupakan area yang memiliki insiden tertinggi DBD.
Angka insiden DBD di wilayah Jakarta Timur adalah 134 per 100.000
penduduk, dengan angka mortilitas tertinggi yaitu 0, 08% dan kematian 3 orang.
(Ernawati et al., 2018)
Cakupan program pemberantasan DBD meliputi 11 provinsi, dan salah
satunya adalah DKI Jakarta Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
merupakan program yang dilakukan secara rutin oleh pemerintah daerah DKI
Jakarta. PSN melibatkan para kader kesehatan yang disebut sebagai Kader
Jumantik (Juru Pemantau Jentik) yang ada di RT dan RW. Walaupun program

2
ini merupakan program di bawah pembinaan pihak Puskesmas setempat, namun
keaktifan peran serta masyarakat untuk membasmi DBD sangatlah penting.
Untuk menurunkan insiden DBD di DKI Jakarta membutuhkan usaha lebih
dari pemerintah DKI Jakarta, mengingat sudah ada program kader jumantik.
Perlu kajian lebih lannjut untuk mengetahui apa saja praktik pencegahan
demam berdarah yang telah dilakukan oleh masyarakat DKI Jakarta. Untuk
pelaksanaan program yang sudah berjalan seperti pemberantasan sarang
nyamuk membutuhkan ketekunan, motivasi, partisipasi dan kemandirian dari
masyarakat agar mencapai keberhasilan. Maka dari itu perlu dicari terobosan
terbaru untuk memberikan masyarakat tentang gambaran perilaku hidup sehat
untuk mencegah DBD pada masyarkat dengan tingkat insiden DBD yang tinggi
(Ernawati, 2018).
Berdasaran data surveilans di Kelurahan Tegal Alur 2 pada awal tahun 2019
ditemukan kasus demam berdarah dengue sebanyak 200 kasus di kecamatan
kalideres. Dengan jumlah kasus terbanyak dari kelurahan Tegal Alur sebanyak
65 kasus. dari total 20 rw yang ada di kelurahan tegal alur, 16 rw telah terjangkit
Demam Berdarah. Kasus terbanyak berasal dari RW 05 yaitu 21 kasus. dari 21
kasus tersebut 7 kasus berasal dari RT08.
Karena presentasi kasus tertnggi berasal dari rt08 rw 05 kelurahan tegal alur
kecamatan Kalideres, peneliti memilih lokasi tersebut sebagai lokasi dilakukan
penelitian penerapan jumantik mandiri untuk mendampingi program PSN
(pemberantasan sarang nyamuk) dan Jumantik (juru pematau jentik) sekolah
yang telah terlaksana terlebih dahulu. Warga rt08rw05 sebagai subjek
penelitian. Dengan berlangsungnya program yang akan peneliti laksanakan dan
seluruh partisipasi dari tokoh masyarkat dan seluruh warga dari rt 08 rw 05
kelurahan tegal alur, peneliti mengharapkan adanya penurunan kasus demam
berdarah yang cukup signifikan pada rt08 rw05 kelurahan tegal alur, kecamata
Kalirderes.

3
1.2 Rumusan Masalah
“Apakah terdapat penurunan angka kejadian DBD setelah program
pelaksanaaan 4M+ dan aplikasi tanaman serai di RT 08 RW 05 Kelurahan
Tegal Alur?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Program ini bertujuan untuk mengurangi angka kejadian DBD dengan cara
meningkatkan kesadaran akan kebersihan lingkungan dari warga RT 08 RW
05 kelurahan Tegal Alur, dengan memberikan kartu kendali Demam Berdarah
untuk menurnkan angka kejadian DBD di RT 08 RW 05 Kelurahan Tegal Alur
1.3.2 Tujuan Khusus
- Mengetahui demografi warga RT 08 RW 05 Kelurahan Tegal Alur
- Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran warga RT08 RW05
Kelurahan Tegal Alur tentang penyakit demam berdarah
- Meningkatkan kesadaran masyarakat RT08 RW 05 Kelurahan Tegal
Alur tentang pentingnya kebersihan lingkungan sekitar
- Menjadikan masyarakat RT08 RW05 Kelurahan Tegal Alur menjadi
jumantik mandiri dalam program pemberantasan sarang nyamuk di
lingkungan rumahnya
- Mengetahui kepatuhan warga dalam mengisi kartu kendali demam
berdarah yang sudah diberikan
- Mengetahui efektivitas dari penyuluhan terhadap kebersihan lingkungan
RT 08 RW 05 Kelurahan Tegal Alur

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Aplikatif
1. Untuk Puskesmas Kelurahan Tegal Alur 2, program ini diharapkan
dapat membantu menurunkan angka kejadian DBD
2. Meningkatkan kesadaran akan kebersihan lingkungan untuk
masyarakat RT 08 RW 05 Kelurahan Tegal Alur 2

4
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang cara mencegah
penyakit DBD
4. Untuk pemerintah daerah Kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres
program ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dalam
pengambilan kebijakan program kedepannya untuk mencegah kejadian
DBD dan menurunkan angka kejadian DBD
1.4.2 Manfaat Bagi Penulis
1. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan
penelitian yang berkaitan dengan masyarakat
2. Menjadi pengalaman untuk bisa mengaplikasikan ilmu yang telah
didapat sebelumnya agar bisa langsung berguna untuk masyarakat
3. Mengetahui seluk beluk permasalahan dalam penatalaksanaan
pemberantasan kasus demam berdarah dari bidang upaya kesehatan
masyarakat
4. Mendapatkan pengalaman dan umpan balik dalam melaksanakan mini
project
5. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat dan
tokoh masyarakat terkait
6. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vektor
2.1.1 Vektor Penyakit Demam Berdarah
Terdapat dua vektor utama dengue adalah Aedes (Stegomyia) aegypti
(Ae.aegypti) dan Aedes (Stegomyia) albopictus (Ae.albopictus). Virus dengue
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes dengan efisiensi penularan yang
berbeda-beda. Nyamuk Aedes telah beradaptasi dengan baik pada lingkungan
hidup manusia. Seringkali nyamuk ini berkembang biak pada air bersih yang
tergenang pada ban bekas atau pada bejana atau wadah (container) buatan
manusia, misalnya tempayan yang terbuat dari gerabah, misalnya gentong
tempat menyimpan cadangan air minum di dapur. Manusia adalah hospes yang
disukai olah nyamuk ini, yang sering menggigit leher bagian belakang dan
daerah sekitar mata kaki (Soedarto, 2008)
Sebaran geografis Aedes aegypti di Asia Tenggara meliputi kawasan tropis
dan subtropis, terletak di antara 40oLU dan 40oLS yang sesuai dengan isoterm
20oC. Nyamuk ini terutama hidup di daerah urban (perkotaan) dan terkait
dengan pembangunan penyediaan air dan meningkatnya sistem transportasi. Di
daerah urban dimana penduduk selalu menyediakan tandon air atau bejana
(container) untuk menyimpan air cadangan populasi nyamuk ini selalu tinggi.
Di negara-negara dengan curah hujan lebih dari 200 cm per tahunnya, misalnya
Myanmar dan Thailand, kepadatan populasi Aedes aegypti di daerah semi-
urban lebih tinggi dari pada di daerah urban (Soedarto, 2008).

6
Morfologi nyamuk Aedes Aegyptii
Nyamuk Aedes berasal dari Brazil dan Ethiopia, stadium dewasa berukuran
lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lainnya. Kedua spesies
nyamuk tersebut termasuk ke dalam Genus Aedes dari Famili Culicidae. Secara
morfologis keduanya sangat mirip, namun dapat dibedakan dari strip putih
yang terdapat pada bagian skutumnya. Skutum Ae. aegypti berwarna hitam
dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis
lengkung berwarna putih. Sedangkan skutum Ae. albopictus yang juga
berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya. Nyamuk
Ae. Aegypti mempunyai dua subspesies yaitu Ae. aegypti queenslandensis dan
Ae. aegypti formosus. Subspesies pertama hidup bebas di Afrika, sedangkan
subspecies kedua hidup di daerah tropis yang dikenal efektif menularkan virus
DBD. Subspesies kedua lebih berbahaya dibandingkan subspecies pertama
(Palgunadi, 2011)
Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegyptii
1. Telur
Nyamuk betina Aedes aegypti bertelur sebanyak 50-120 butir telur pada
bejana yang mengandung sedikit air,misalnya pada vas bunga, gentong
penyimpan air, bak air di kamar mandi, dan bejana penyimpan air yang ada
di dalam rumah (indoors). Selain itu ban bekas, gelas plastik, dan wadah-
wadah yang terisi air hujan di luar rumah (outdoors) dapat menjadi tempat
berkembang biak nyamuk ini. Telur diletakkan pada permukaan yang
lembab dari wadah, sedikit di atas garis batas atau permukaan air. Pada satu
siklus gonotropik, seekor nyamuk betina umumnya meletakkan telurnya di
beberapa tempat bertelur. Pada lingkungan yang memiliki suhu hangat dan
lembab perkembangan embrio telah lengkap dalam waktu 48 jam dan dapat
menetas jika tersiram air. Dalam keadaan kering telur nyamuk dapat
bertahan hidup sampai satu tahun lamanya, tetapi akan segera mati jika
didinginkan kurang dari 10o C. Tidak semua telur menetas dalam waktu
bersamaan, tergantung pada keadaan lingkungan dan iklim saat itu
(Soedarto. 2008).

7
2. Larva
Telur menetas menjadi larva atau sering disebut dengan jentik. Larva
nyamuk memiliki kepala yang cukup besar serta toraks dan abdomen yang
cukup jelas. Untuk mendapatkan oksigen dari udara, larva nyamuk Aedes
aegypti biasanya menggantungkan tubuhnya agak tegak lurus dengan
permukaan air. Kebanyakan larva nyamuk menyaring mikroorganisme dan
partikel-partikel lainnya dalam air. Larva biasanya melakukan pergantian
kulit sebanyak empat kali dan berpupasi sesudah 7 hari (Sembel, 2009)
3. Pupa
Setelah mengalami pergantian kulit keempat, maka terjadi pupasi. Pupa
berbentuk agak pendek, tidak makan, tetapi tetap aktif bergerak dalam
air terutama bila diganggu. Bila perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu
sesudah 2 atau 3 hari, maka kulit pupa pecah dan nyamuk dewasa keluar dan
terbang (Sembel, 2009).
4. Nyamuk dewasa
Segera sesudah nyamuk dewasa keluar dari dalam pupa, nyamuk akan
segera mengadakan kopulasi dengan nyamuk betina. Dalam waktu 24-36
jam sesudah kopulasi, nyamuk betina akan mengisap darah yang menjadi
sumber protein esential untuk pematangan telurnya. Untuk melengkapi satu
siklus gonotropik, seekor nyamuk betina Aedes aegypti dapat melakukan
lebih dari satu kali mengisap darah (Soedarto, 2008)

8
Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes aegyptii betina dan jantan. Pada
nyamuk jantan (kanan) rambut antenna lebih panjang dan lebih lebat dari
pada yang betina (kiri) (Soedarto, 2008)

Gambar 2.2 Siklus hidup nyamuk Aedes aegyptii (Sembel, 2009)

Kebiasaan Makan Nyamuk Aedes aegyptii

Kebiasaan makan (feeding behaviour) nyamuk Aedes aegypti termasuk


sangat antropofilik (menyukai darah manusia), meskipun nyamuk ini juga
menghisap darah hewan mamalia berdarah panas lainnya. Sebagai spesies
diurnal, nyamuk ini aktif mencari makan (biting activity), yaitu pagi hari
beberapa jam sesudah matahari terbit, dan sore hari beberapa jam sebelum

9
matahari terbenam. Puncak waktu biting activity dapat berbeda-beda
tergantung pada tempat dan iklim (Soedarto, 2008).
Nyamuk ini termasuk nervous feeder yang mengisap darah lebih dari satu
orang korban. Sifat-sifat ini akan meningkatkan jumlah kontak antara manusia
dan nyamuk yang penting dalam epidemiologi penularan dengue dan penyakit
arbovirus lainnya, karena meningkatkan efisiensi penularan penyakit. Karena
itu dapat terjadi infeksi dengue dialami oleh orang serumah dengan gejala
awalnya terjadi kurang dari 24 jam perbedaannya antara satu penderita dengan
penderita lainnya (Soedarto, 2008).
2.1.2 Pencegahan dan Pengendalian Vektor

Hinga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara


utama yang dilakukan untuk memberantas DBD karena vaksin untuk
mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Program yang
dapat dilakukan adalah gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara
masssal atau nasional. PSN dilakukan dengan menerapkan 4M plus. Kegiatan
ini dilakukan seminggu sekali, gerakan ini dilakukan tiap hari jumat pagi oleh
kader jumantik (Juru Pemantau Jentik) (Widoyono, 2008).
Pencegahan demam dilakukan dengan kegiatan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan cara 4M Plus. 4M terdiri dari:
 Menguras tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan,
ember, vas bunga, tempat makan burung, dispenser, tempat
penampungan air kulkas.
 Menutup rapat semua penampungan air agar nyamuk tidak dapat
bertelur.
 Mengubur atau memusnahkan semua barang bekas dan sampah
yang dapat menampung air hujan seperti ban bekas, kaleng bekas,
bungkus makanan, plastic, pecahan botol agar tidak menjadi sarang
nyamuk.
 Memantau wadah air yang dapat menjadi sarang nyamuk.
Kegiatan PSN DBD selain dilakukan dengan cara 4 M,

10
Departemen Kesehatan Republik Indonesia juga mencanangkan 4 M plus yaitu
4 M ditambah dengan:
a. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat
lainnya yang sejenis seminggu sekali
b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak
c. Menutup lubang-lubang atau potongan bambu/pohon dengan tanah
atau yang lain
d. Menaburkan bubuk larvasida misalnya di tempat-tempat yang sulit
dikuras
e. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau bak penampungan air
f. Memasang kawat kasa
g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar
h. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
i. Menggunakan kelambu
j. Memakai obat nyamuk yang dapat mencegah dari gigitan nyamuk

2.1.3 Pemeriksaan Jentik Berkala


A. Survei Nyamuk
Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk dengan
umpan manusia di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama 20 menit
per rumah dan penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah
yang sama. Penangkapan nyamuk biasanya menggunakan alat yang bernama
aspirator. Setelah nyamuk ditangkap dan terkumpul, kemudian nyamuk
dihitung dengan menggunakan indeks biting/landing rate dan resting per
rumah. Apabila ingin diketahui rata-rata umur nyamuk di suatu wilayah,
dilakukan pembedahan perut nyamuk yang ditangkap untuk memeriksa
keadaan ovariumnya dengan menggunakan mikroskop (Sembel, 2009)

11
B. Survei Jentik (Pemeriksaan Jentik)
Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut (Sembel, 2009):
1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata
telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
2. Jika memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar
seperti bak mandi, tempayan, drum dan bak penampungan air
lainnya, jika pandangan pertama tidak menemukan jentik maka
harus ditunggu selama ½-1 menit untuk memastikan bahwa benar
jentik tidak ada.
3. Jika memeriksa tempat penampungan air yang berukuran kecil
seperti vas bunga, pot tanaman dan botol yang airnya keruh, maka
airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.
4. Ketika memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya
keruh, maka digunakan senter.
Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik
nyamuk Aedes aegypti adalah:
a. Angka Bebas Jentik (ABJ)
Jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik
ABJ = x 100%
Jumlah rumah yang diperiksa

b. House Index (HI)


Jumlah rumah yang ditemukan jentik
HI = x 100%
Jumlah rumah yang diperiksa

c. Container Index (CI)


Jumlah container yang ditemukan jentik
CI = x 100%
Jumlah container yang diperiksa

d. Breteau Index (BI)


Breteau Index (BI) adalah jumlah container dengan jentik dalam
100 rumah atau bangunan.

12
C. Survei Perangkap Telur (ovitrap)
Survei ini dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana
misalnya potongan bambu, kaleng (seperti kaleng susu atau gelas plastik) yang
dinding bagian dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya.
Masukkan padel berupa potongan bambu atau kain yang tenunannya kasar
dan berwarna gelap sebagai tempat meletakkan telur nyamuk. Ovitrap
diletakkan di dalam dan di luar rumah di tempat yang gelap dan lembab.
Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada tidaknya telur nyamuk di padel
(Depkes, 2010).

2.1 Demam Berdarah (DBD)


2.2.1 Definisi Penyakit
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 atau DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi
oleh virus dengue dari penderita DBD (Ginanjar, 2008).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage
Fever (DHF) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus
dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan
demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa
petechie, purpura, lebam (echymosis), epistaksis, perdarahan gusi, muntah
darah (hematemesis), melena, pembesaran hati (hepatomegali),
trombositopeni, dan jika disertai kesadaran menurun atau renjatan disebut
Dengue Shock Shyndrome (DSS) (Soedarmo (2008).

2.2.2 Etiologi

Nyamuk demam berdarah akan terinfeksi virus dengue saat menghisap


darah dari penderita demam berdarah. Virus dengue termasuk famili
Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali, yaitu 35-45 nm. Terdapat 4 jenis
virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan penyakit demam berdarah.
Keempat virus tersebut adalah DEN1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Jenis virus

13
yang sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh
yang terbentuk. Namun karena jenis serotipe dari virus dengue ini ada 4,
sehingga seseorang bisa kena 4 kali demam berdarah. Virus dengue ini dapat
tetap hidup di alam ini melalui dua mekanisme, yaitu transmisi vertikal dalam
tubuh nyamuk dan transmisi virus dari nyamuk ke tubuh makhluk seperti
manusia (Anies, 2006).

Virus dengue ditemukan di daerah tropk dan sub tropic kebanyakn di


wilayah perkotaan dan pinggiran kota di dunia ini. Utuk Indonesia dengan
iklum yang sangat cocok untuk pertumbuhan hewan ataupun teumbuhan serta
baik bagi tempat berkembangnya beragam penyakit terutama penyakit yang
dibawa oleh vekktor, yakni organisme penyebar agen pathogen dari inang ke
inang, seperti nyamuk yang banyak menularkan penyakit. Demam berdarah
dengue (DBD) atau Demam Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu
penyakit yang disebabkann oleh nyamuk spesies aedes aegyptii dan aedes
albopictus (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Sebagai vector
primer, serta aedes polynesiensis, aedes scutellaris serta Ae (finlaya) niveus
sebagai vector sekunder. Biasanya juga terjadi penularan trans seksual dari
nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui pperkawinan (World Health
Organization, 2009). serta penularan trans ovarial dari induk nyamuk ke
keturunannya (Joshi & Sharma, 2001)

2.2.3 Epidemiologi

Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama
di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan
bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang
yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya
dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun;
diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di
daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui
gigitan nyamuk setempat (Knowlton, Solomon, Rotkin-Ellman, Miriam, &
Council, 2009)

14
Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan
peningkatan ekspansi geografis ke negara- negara baru dan, dalam dekade ini,
dari kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar
wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah,
Amerika dan Karibia (Aryu Candra, 2010).
Negara Negara di kawasan ini telah dibagi menadi empat zona iklim
dengan potensi penuaran dengue yan berbeda. Epidemic dengue adalah
masalah kesehatan utama untuk masyarakat di Indonesia, Myanmar, Sri-Lanka,
Thailand, dan Timor Leste yang dimana berada pada kawasan hutan hujan
tropis dan zona ekuator yang merupakan lokasi persebaran dari Aedes aegyptii
baik di daerah daerah perkotaan dan pedesaan yang dimana menjadi temat
serotype virus bertambah menjadi penyebab utama rawat inap dan kematian
pada anak anak. Epidemic siklik yang selalu meninkat secara frekuensi dan
ekspansi secara geografi yang terjadi di Bangladesh, India, dan
Maladewameruapakan Negara dengan zona iklim kerang dan basah dengan
serotype virus yang selalu bermultiplikasi. Dalam empat tahun terakhir,
aktivitas epidemic dari dengue telah menyebar di Bhutan dan Nepal di kaki
perbukitan Himalaya (World Health Organization, 2009)
Pada tahun 2017 jumlah kasus DBD yang dilapporkan sebanyak 68.407
kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 493 orang dan IR 26.12% per
100.000 penduduk dibandingkan tahun 2016 dengan kasus sebanyak 204.171
serta IR 78.85 per 100.000 penduduk terjadi penurunan kasus pada tahun 2017
dari grafik di bawah selama kurun waktu 10 tahun terakhir mulai tahun 2008
cenderung tinggi sampai tahun 2010 kemudia mengalami penurunan drastic di
tahu 2011 sebesar 27.67 per 100.000 penduduk yang dilanjutkan dengan tren
kecenderungan meningkat sampai tahun 2016 sebesar 78.85 per
100.000penduduk namun kembali mengalami penurunan drastic pada tahun
2017 dengan angka kesakitan atau incidence rate 26.12 per 100.000 penduduk
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018)
Tahun 2017 terdapat 30 provinsi dengan angka kesakitan kurang dari 49
per 100.000 penduduk yang mengalami peningkatan jumlahnya jika

15
dibandingkan tahun 2016 terdapat 10 provinsi dengan angka kesakitan kurang
dari 49 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan angka kesakitan DBD yaitu
Bali sebesar 105.95 per 100.000 penduduk lalu selanjutnya kaliantan timur
sebesar 65.27 per 100.000 penduduk dan disusul oleh Kalimantan barat dengan
angka kesakitan sebesar 52.61 per 100.000. dki Jakarta sendiri menempati
peringkat ke 13 dalam kasus dengan angka kesakitan dbd tertinggi dengan
angka 32.29 per 100.000 penduduk (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018)
2.2.4 Patofisiologi

Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada
saat menggigit dan menghisap darah(World Health Organization, 2009).
Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus de-ngue akan menuju organ
sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus,
sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit
dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel
dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan
membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah
komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel (Soegijanto, 2002).
Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus
tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya
(Koraka, 2001).
Dbd terjadi pada sebagian kecil pasien dengue. Walaupun dbd mungkin
terjadi pada pasien yang mengalami infeksi virus dengue pada pertama kalinya.
Kebanyakna kasus dbd terjadi pada infeksi sekunder. Hubungan antara
kejadian DBD/DSS dan infeksi dengue sekunder melibatkan system imun pada
pathogenesis DBD. Kedua imunitas bawaan seperti system komplemen dan sel
NK, serta imunitas adaptif termasuk humoral dan sel imunitas terlibat teribat
dalam proses ini. Peningkatan aktivasi imun, khususnya, selama infeksi
sekunder, menyababkan reaksi sitokin yang berlebihan yang menyebabkan
perubahan dalam permeabilitas vaskuler. Selain itu produk viral seperti NS1

16
dapat berperan dalam mengatur komplemen dan permeabilitas vascular (WHO,
2011).
Ciri khas DBD adalah peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan kebocoran plasma, volume intravaskuler yang berkontraksi, dan
syok pada kasus berat, kebocoran yang terjadi cukup unik karena ada
kebocoran selektif plasma dalam rongga pleura dan peritoneum dan kebocoran
daram periode yang pendek (24-48jam). Pemulihan yang cepat dari syok tanpa
adanya sekuel dan tidak adanya inflamasi di pleura dan peritoneum
menunjukkan perubhana fungsi di integritas vascular daripada kerusakan
vascular sebagai mekanisme yang mendasarinya (WHO, 2011).
Berbagai sitokin dengan efek meningkatkan efek permeabilitas telah
terlibat dalam pathogenesis DBD. Namun, kepentingan relative dari sitokin
dala DBD masih belum diketahui. Stuji menujukkan bahwa pada pole dari
respon sitokin mungkin berhubungan dengan pola pengenalan silang dari sel T
spesifik dengue. Sel T reaktif silang tampaknya deficit secara fungsional di
dalam aktivitas sitolitik namun mengekspresikan produksi sitokin termasuk
TNF-a, IFN-g dan kemokin (Mongkolsapaya, 2006). Dari catatan TNF-a telah
terlibat dalam manifestasi parh termasuk perdarahan pada beberapa hewan
coba (Yen, 2008). Peningkatan permeabilitas vaskuler juga dapat dimediasi
dengan aktivasi system komplemen. Peningkatan level dari fragmen
komplemen telah terjadi dalam kasus DBD (Avirutnan, 2008). Beberapa
fragmen komplemen seperti C3a dan C5a diketahui memiliki efek peningkatan
permeabilitas. Dalam beberapa studi terakhir, NS1 antigen dari virus dengue
telah terbukto dapat meregulasi aktivasi komplemen dan mungkin berperan
dalam pathogenesis DBD (Avirutnan, 2010).
Tingkat viral load yang lebih tinggi dari pasien DBD dibandingkan dengan
pasien D telah diperlihatkan dalam banyak studi (Vaughn, 2000). Tingkat dari
protein virus, NS1 juga lebih tinggi pada kasus DBD (Libraty, 2002). Tingkat
viral load berkoerlasi dengan pengukuran keparahan penyakit seperti jumlah
panduan komprehensif untuk pencegahan dan kontrol dari dengue dan demam

17
berdarah, efusi pleura dan trombositopenia, memberikesan bahwa viral load
bisa menjadi penentu utama dalam keparahan penyakit (WHO, 2011).

Patogenesis terjadinya perdarahan

Infeksi virus dengue menyebabkan terbentuknya kompleks antigen-


antibodi yang mengaktivasi sistem komplemen, menyebabkan agregrasi
trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan endotel
pembuluh darah. Pelekatan kompleks antigen-antibodi pada membran
trombosit merangsang pengeluaran adenosin diphosphat (ADP) yang
menyebabkan sel-sel trombosit saling melekat. Oleh sistem retikuloendotel
(reticuloendothelial system - RES) kelompok trombosit dihancurkan, sehingga
mengakibatkan terjadi trombositopeni (Soedarto, 2008).

Agregasi trombosit akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III


penyebab terjadinya koagulopati konsumtif atau koagulasi intravaskuler
diseminata (KID) sehingga terjadi peningkatan FDP(fibrinogen degradation
products) yang berakibat turunnya faktor pembekuan (Soedarto, 2008).

18
Gambar 2.3 Patogenesis terjadinya Perdarahan pada DBD (Soedarto, 2008)

Agregasi trombosit menimbulkan gangguan fungsi trombosit. Meskipun


jumlah trombosit normal tetapi tidak baik cara kerjanya. Aktivasi koagulasi
mengaktifkan faktor Hageman yang mengaktifkan sistem kinin yang
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga syok capat terjadi. Jadi penyebab
perdarahan masif pada DBD adalah:

 Trombositopeni
 KID yang menyebabkan penurunan faktor pembekuan
 Kelainan fungsi trombosit
 Kerusakan dinding endotel kapiler
Perdarahan masif akan memperberat syok yang terjadi.

19
Patogenesis terjadinya syok

Pada teori ADE, terjadi proses yang meningkatkan infeksi dan replikasi
virus dengue di dalam sel mononuklir. Dengan terjadinya infeksi virus dengue,
terbentuk mediator vasoaktif yang menyebabkan terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Akibatnya terjadi hipovolemia dan syok
(Soedarto, 2008).

Syok juga terjadi pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotipe yang
berbeda dari serotipe virus yang menginfeksi pertama kali. Respons antibodi
yang terjadi menyebabkan terjadinya proliferasi dan transformasi limfosit yang
menimbulkan antibodi IgG anti dengue yang tinggi titernya. Selain itu, terjadi
replikasi virus di dalam limfosit yang mengalami transformasi yang juga
menghasilkan peningkatan jumlah virus. Akibat terbentuknya kompleks virus-
antibodi (virus antibody complex) yang memicu terjadinya aktivasi sistem
komplemen C3 dan C5. Hal ini menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh
darah meningkat sehingga terjadi perembesan plasma ke ruang ekstravaskuler.
Pada keadaan syok berat, dalam waktu 24-48 jam volume plasma dapat
berkurang lebih dar 30%. Tanda-tanda perembesan plasma dapat diketahui
dengan adanya peningkatan hematokrit, penurunan kadar natrium dan
terjadinya efusi pleura serta asites (Soedarto, 2008).

Pada hipotesis kedua, akibat tekanan pada waktu virus mengadakan


replikasi di dalam tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk, virus
mengalami perubahan genetik. Ekpresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus menyebabkan meningkatnya replikasi virus dan viremia serta
meningkatnya virulensi virus. Akibatnya potensi virus untuk menimbulkan
wabah juga meningkat (Soedarto, 2008).

20
Gambar 2.4 Patogenesis terjadinya syok pada DBD
(Soedarto,2008)
2.2.5 Tanda dan Gejala
Infeksi virus dengue dapat asimtomatik atau dapat menyebabkan penyakit
yang tdiak berdiferensiasi, demam berdarah (DB) atah demam berdarah dengue
(DBD), bahkan dapat menyebabkan sindrom syok dengue (DSS). Infeksi
dengan satu serotype demam berdarah memberi kekebalan seumur hidup
terhadap serotype tersebut, namun haya ada perlindungan silang jangka pendek
untuk serotype lainnya, manifestasi klinis yang dihasilkan tergantung dari jenis

21
virus dan faktor dari inang seperti umur, status imunitas dan lain lain (WHO,
2011).

Gambar2.5 Manifestasi klinis demam berdarah, WHO 2011

Undifferentiated fever

Bayi, anak anak dan dewasa yang telah terinfeksi dengan virus dengue,
terutama yang terinfeksi unuk pertama kalinya, bisa menimbulkan demam
sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan infeksi virus lainnya (WHO,
2011).

Demam Dengue

Demam dengue adalah demam yang paling umum yang terjadi pada anak
anak yang sudah tumbuh, remaja dan dewasa. Umumnya terjadi demam akut
dan terkadang demam bifasik dengan nyeri kepala yang sangat, nyeri otot,
nyeri sendi, ruam, leukopenia, dan trombositopenia dapat ditemukan.
Walaupun demam dengue dapat bersifat ringan, bisa saja menjadi penyakit
yang berbahaya dan menimbulkan nyeri kepala yang sangat, nyeri otot dan
sendi serta tulang (Break bone fever), terutama pada orang dewasa. Biasaya
perdarahan yang tidak biasa seperti perdarahan gastrointestinal,
hipermenorrhea dan epistaksis massif dapat terjadi (WHO, 2011).

22
Gambar 2.6 Gejala pada demam dengue (WHO, 2011)

Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue (DBD) lebih sering terjadi pada naka di bawah
15 tahun di daerah hiperendemis, terkait infeksi dengue berulang. namun,
kejadian dari demam berdarah dengue pada orang dewasa telah meningkat.
DBD ditandai dengan onset akut dari demam tinggi dan berhubungan dengan

23
gejala seperti demam dengue pada fase demam awal. Ada perdarahan umum
seperti tes tourniquet positif, petechiae, mudah memar dan/atau tedapat
perdarahan gastrointestinal pada beberapa kasus. pada akhir fase demam, ada
kecenderungan untuk mengalami syok hipovolemi (sindrom syok dengue)
karena kebocoran plasma (WHO, 2011).
Adanya tanda tanda peringatan seperti terus menerus muntah, nyeri perut,
lesu atau gelisah, mood iritabel dan oliguria penting sebagai tanda untuk
mencegah syok. Hemostasis yang abnormal dan kebocoran plasma adalah ciri
utama patofisiologi DBD. Trombositopenia dan peningkatan
hematocrit/hemokonsentrasi adalah temuam konstan sebelum terjadi turunnya
demam atau timbulnya syok. DBD sering terjadi pada anak anak dengan infeksi
sekunder (WHO, 2011).

Gejala pada Demam Berdarah Dengue Menurut WHO, 2011

1. Onset akut dari demam selama dua sampai tujuh hari


2. Manifestasi perdarahan, ditunjukkan dari :
- Tes tourniquet positif
- Petechiae
- Ekimosis atau purpura
- Perdarahan dari mukosa
- Perdarahan gastroinstetinal
- Jumlah platelet <100.000 sel/mm3
3. Bukti kebocoran plasa karena peningkatan permeabilitas vaskuler
yang ditunjukkan oleh : peningkatan hematocrit/hemokonsentrasi
>20% dari nilai dasar, efusi pleura, asites, albuminemia

Gejala pada sindrom syok dengue menurut WHO, 2011

Gejala seperti demam berdarah dengue diikuti oleh gejala sebagai berikut :

1. Takikardi, ekstremitias dingin, perlambatan waktu pengisian ulang


kapiler, nadi lemah, letargi, yang menunjukkan berkurangnya perfusi
otak

24
2. Pulse pressure <20mmHg dengan peningkatan tekanan diastolic,
contoh : 100/80 mmHg
3. Hipotensi yang ditentukan oleh umur, tekanan sistolik <80 mmHg
untuk usia <5 tahun atau 80 hingga 90 mmHg pada anak anak dan
dewasa

Gambar2.7. Gejala Nonspesifik pada kasus demam berdarah (WHO,


2011)

25
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Tes Hematologi

Parameter hematologis standar seperti jumlah platelert dan hematocrit


adalah penting dan menjadi bagian dari diagnosis biologis dari infeksi dengue.
Karena itu, mereka harus dimonitot secara ketat. Trombositiopenia, penurunan
jumalh platelet hingga di bawah 100.000 μl kadang dapat diamati pada demam
dengue namun selalu muncul pada kasus demam berdarah dengue.
Trombositopenia biasanya ditemukan di antara hari ke tiga dan delapan saat
sakit, sering sebelum atau bersamaan dengan perubahan hematocrit.
Hemokonsentrasi dengan peningkatan 20% atau lebih (untuk pasien yang sama
atau pasien dengan umur yang sama dan jenis kelamin yang sama) dianggap
sebagai bukti definitive dari peningkatan permeabilitas vaskuler dan kebocoran
plasma (WHO, 2011).

Rasio IgM/IgG

Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi


dengue sekunder. Infeksi virus didefinisikan sebagai primer apabila rasio hasil
IgM/IgG lebih besar dari 1.2, atau sebagai sekunder jika rasionya kurang dari
1.2. Baru baru ini menunjukkan bahwa rasio bervariasi tergantung pada pasien
apakah dia memiliki infeksi serologis non-klasik atau infeksi dengue klasik,
dan rasio telah didefinisikan ulang dengan mempertimbangkan empat
subgroup dari infeksi klasik dari demam berdarah (WHO, 2011)

Deteksi Antigen Virus

Produk gen NS1 adalah glikoprotein yang diproduksi oleh semua


flavivirus dan penting untuk replikasi dan viabilitas virus. Protein ini di
sekresikan oleh sel mamalia namun tidak oleh sel serangga. Antigen NS1
muncul saat hari pertama setelah onset demam dan menurun hingga level tak
terdeteksi pada hari ke lima sampai hari ke 6. Oleh karena itu tes berdasarkan
antigen ini hanya bisa dilakukan pada diagnosis awal. Antigen NS1 muncul
dalam konsentrasi tinggi pada serum dengue pasien yang terinfeksi virus

26
selama fase awal penyakit dan dapat dideteksi pada pasien dengan infeksi
dengue primer maupun sekunder hingga enam hari setelah onset (WHO, 2011).

2.2.7 Klasifikasi
Klasifikasi Demam Dengue menurut Hadinegoro, 2012
1. Demam dengue
- Probable
 Demam akut dengan dua atau lebih manifestasi: Nyeri
kepala, nyeri retro orbital, myalgia, arthralgia, ruam dan
leukopenia
 Hasil serologi yang positif
- Confirmed
 Temuan virus yang sudah diisolasi
 Temuan empat kali perubahan meningkat pada titer
IgG/IgM pada satu atau lebih antigen virus
 Penemuan antigen virus pada jaringan, serum, cairan
serebrospinal dari hasi imunohistokimia atau ELISA
 Peneuman gen vires pada jaringanm serum, cairan
serebrospinal pada polymerase chain reaction (PCR)
2. DHF
Kasus harus memiliki empat kriteria di bawah ini
- Demam atau riwayat demam selama dua sampi tujuh hari yang
memiliki pola bifasik
- Tanda tanda perdarahan yang ditunjukkan satu dari tes berikut
: tes tourniquet positif, petekiae, ekimosis ata purpura,
perdarahan dari mukosa atau gastrointestinal atau
hematemesis atau melena
- Trombositopenia
- Tanda kebocoran plasma : peningkatan hematocrit >20%
diatas normal untuk usia, jenis kelamin dan ras, efusi pleura,
asites, albuminemia

27
3. DSS
Empat kriteria DHF ditambah kegagalan sirkulasi seperti
- Nadi cepat dan lemah
- Selisih tekanan sistol dan diastole yang rendah <20mmHg
- Hipotensi disesuaikan dengan umur
- Dingin, kegelisaihan

2.2.8 Kriteria Diagnosis


Kriteria diagnosis menurt WHO, 2011
Klinis
1. Demam : onset akut, tinggi dan berkelanjutan, bisa bertahan selama
dua hingga tujuh hari
2. Muncul gejala perdarahan berikut : tes tourniquet positif, petekiae,
purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan mukosa, hematemesis
atau melena
3. Hepatomegaly bisa ditemukan pada 90-98% pada kasus anak
4. Syok, ditandai dengan takikardi, kurangnya perfusi jaringan
dengan nadi yang lemah serta kecilnya selisih antara sistol dan
diastole (<20mmHg) atau hipotensi dengan munculnya menggigil,
kulit kering dan kegelisahan

Penemuan Lab

1. Trombositopenia (<100.000 sel per mm3)


2. Hemokonsentrasi; peningkatan hematocrit >20% dari nilai dasar
pasien

Dua kriteria klinis awal ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi


atau peningkatan hematocrit, sudah cukup untuk menegakkan diagnosis klinis

28
dari DBD. Munculnya hepatomegaly sebagai tambahan dari dua kriteria klinis
dari DHF menunjukkan gejala sebelum terjadinya kebocoran plasma

Munculnya efusi pleura (X-ray thorax atau USG) menunjukkan bukti


paling objektif dari kebocoran plasma yang dapat diperkuat dengan adanya
hipoalbuminemia. Hal tersebut sangat membantu diagnosis dari DBD dari
pasien dengan kondisi berikut :

1. Anemia
2. Perdarahan parah
3. Tidak ada nilai dasar dari hematocrit
4. Peingkatan hematocrit <20% karena pemberian cairan intravena
awal

Apabila ditemukan warning sign dalam kasus demam dengue maupun


demam berdarah dengue sudah dapat dikatakan dengue yang cukup parah.
Warning sign tersebut adalah

1. Nyeri abdomen
2. Muntah yang berkelanjutan
3. Penumpukan cairan klinis
4. Perdarahan mukosa
5. Lemas atau gelisah
6. Pembesaran liver >2cm
7. Peningkatan hematocrit diikuti dengan penurunan trombosit yang
drastic (Yussofi, 2018)
2.2.9 Tatalaksana
Manajemen pemberian cairan pada kasus DBD
Berikut adalah indikasi pemberian cairan menggunakan intravena menurut
WHO, 2011:
1. Saat pasien tidak dapat memenuhi asupan cairan oral atau sedang
muntah muntah

29
2. Saat hematocrit terus menerus meningkat 10%-20% walauppun
terjadi dehidrasi oral
3. Syok yang akan segera tiba

Prinsip secara umum pemberian terapi cairan pada kasus DBD menurut WHO,
2011 adalah:

- Cairan kritaloid isotonic harus diberikan selama periode kritis


kecuali pada bayi dengan usia <6 bulan
- Solusio koloid hiperonkotik seperti dexran 40 dapat digunakan
pada pasien dengan kebocoran plasma secara massif, dan pada
pasien yang tidak merespon pemberin volume minimum dari
kristalod.
- Volume untuk cairan rumatan+5% dehidrasi harus diberikan untuk
menjaga kecukupan volume dan sirkulasi intravascular
- Durasi pemberian cairan terapi tidak boleh melebihi 24-48 jam
untuk kondisi syok. Namun, bagi pasien yang tidak mengalami
syok, durasai pemberian cairan intravena bisa lebih lama namun
tidak lebih dari 12-72 jam. Ini karena pasien sudah memasuki
periode kebocoran plasma sementara pasien syok telah mengalami
durasi kebocoran plasma lebih lama sebelum terapi intravena
dimulai
Manajemen DBD grade 1 dan 2
Pada umumnya pemberian cairan (Oral+intravena) adalah cairan rumatan
(untuk satu hari) dan +5% deficit (oral dan cairan IV bersama sama) untuk
diberikan selama 48 jam. Tingkat penggantian IV harus disesuaikan dengan
tingkat kehilangan plasma yang dipandu oleh kondisi klinis, tanda tanda vital,
penegeluaran urin dan kadar hematocrit (WHO, 2011)
Contohnya, pada anak dengan bobot 20 kg, kekurangan cairan dari 5%
(5% dalam hitungan liter) adalah 50ml/kg x 20kg = 1000 ml. cairan rumatan
yang dibutuhkan dalam satu hari adalah 1500. Maka dari itu total dari
M(rumatan) + 5% adalah: 1500ml + 1000ml = 2500 ml. jumlah cairan tersebut

30
harus diberikan dalam waktu 48 jam pada kasus pasien non-syok (WHO,
2011).

Gambar 2.8 kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan (WHO,


2011)

Gambar 2.9 kecepatan cairan intravena pada dewasa dan anak (WHO,
2011)

31
Gambar 2.10 tatalaksana cairan dbd grade 1 dan 2 (IDAI, 2009)

Manajemen syok: DBD grade 3


DSS adalah syok hipvolemi yang disebabkan karena kebocoran plasma
dan memilki karakteristik dengan peningkatan tahan vaskuler sistemik, yang
ditandai dengan menyempitnya selisih antara sistol dan diastole. Saat hipotensi

32
terjadi, harus diwaspadai adanya perdarahan yang berat dan sering
menunjukkan perdarahan gastrointestinal, yang juga muncul saat kebocoran
plasma. Harus dicatat bahwa resusitasi carian pada DSS berbeda dengan tipe
syok lainnya. Pada mayotitas kasus DSS merespon dengan pemberian 10ml/kg
pada anak anak atau 300-500ml pada dewasa dalam 1 jam atau pemberian
bolus, apabila diperlukan. Namun, sebelum menurunkan tingkat penggantian
cairan IV, kondisi klnis, tanda tanda vital, pengeluaran urin dan tingkat
hematocrit harus diperiksa untuk memastikan perbaikan secara klinis (WHO,
2011)
Penting untuk menurunkan laju cairan IV ketika perfusi perifer membaik,
tetapi harus dilanjutkan dalam durasi minimum 24 jam dan dihentikan 36
hingga 48 jam. Cairan berlebih akan menyebabkan efusi masih Karena
peningkatan permeabilitas kapiler (WHO, 2011)

Manajemen syok yang berkepanjangan : DBD grade 4

Resusitasi cairan awal pada DBD grade 4 lebih kuat untuk mengembalikan
tekanan darah lebih cepat dan pemeriksaan laboratiriumm harus segera
diperiksa. Bahkan hipotensi ringan harus ditangani secara agresif. 10ml/kg
cairan secara bolus harus diberikan secepat mungkin, idealnya 10-15 menit.
Saat tekanan darah sudah dipulihkan, pemberian cairan intravena lebih lanjut
dapat diberikan seperti pada grade 3. Jika syok tidak reversible setelah
pemberian 10ml/kg pertama, ulangi bolus dari 10ml/kg dan kejar hasl
laboratorium dan segera koreksi secepat mungkin. Transfuse darah secara
mendesak dapat dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah
meninjau preresusitasi HCT) dan dilanjutkan dengan monitoring (WHO,
2011).

Mengembalikan tekanan darah sangat penting untu keselamatan dan


apabila ini tidak segera tercapai dengan cepat maka prognosisnya akan sangat
buruk. Inotrope dapat diberikan untuk mendukung tekanan darah, apabila
penggantian volume sudah dianggap cukup seperti pada tekanan vena sentral
tinggi, atau kardiomegali, atau pada kontraktilitas jantung yang buruk. Apabila

33
tekanan darah kembali setelah resusitasi cairan dengan atau tanpa transfuse
darah, dan kerusakan organ muncul, oasien harus dimanajemen dengan terapi
suportif yang tepat. Apabila akses intravena tidak bisa diperoleh dengan segera,
cobalah laurtan elektrolit jika pasien masih sadar atau rute intraoseus jika
sebaliknya. Akses intraoseus dapat menyelamatkan jiwa dan harus dicoba
setelah percobaan selama 2-5 menit ata kegagalan setelah dua percobaan akses
vena perifer atau setelah rute oral gagal (WHO, 2011)

Gambar 2.11 Pemberian cairan pada pasien DSS

34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah


eksperimental dimana dilakukan perbandingan data pada saat sebelum dan
setelah perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah kunjungan rumah sebagai
metode evaluasi penerapan 4M yang sudah di edukasi sebelumnya serta
pemanfaatan tanaman serai pada kelompok sampel kemudian diikuti untuk
pengambilan data selanjunya.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

a. Lokasi : RT:08 RW:05 , Kelurahan Tegal Alur,


Kecamatan Kalideres.

b. Waktu Penelitian : 27 Februari 2019 – 7 Mei 2019

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitain ini adalah seluruh warga RT08 RW05 Kelurahan
Tegal Alur, Kecamatan Kalideres. Sedangkan sampel pada penelitian ini
adalah warga dari RT08 RW05 Kelurahan Tegal Alur yang sedang berada di
kediamannya dan bisa dikunjungi oleh peneliti pada tanggal 5 Maret 2019
hingga 28 Maret 2019 yaitu sebanyak 136 orang.

3.4 Kriteria Responden

a. Kriteria inklusi : Semua warga RT08 RW05 Kelurahan Tegal Alur,


Kecamatan Kalideres

b. Kriteria eksklusi : Warga RT08 RW05 Kelurahan Tegal Alur yang


tidak berada di kediaman pada saat kunjungan I dan
warga yang ada di kediaman namun tidak dapat
dikunjungi

35
3.5 Instrumen Penelitian

Penyuluhan :

- Media audio visual berupa laptop dan proyektor sebagai media presentasi
materi DBD dan PSN

Kunjungan rumah :

- Kartu kendali yang berisikan identitas dasar subyek, data ketertiban


kegiatan 4M plus serta pemanfaatan tanaman serai, materi singkat 4M
plus.

- Tanaman serai dalam wadah pot gelas

- Alat tulis untuk pencatatan

3.6 Metode dan Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer yaitu
data yang diambil dari responden langsung pada saat kunjungan rumah dan
melalui kartu kendali yang diperiksa setiap dilakukan kunjungan rumah.

3.7 Alur Mini Project

Penyuluhan

Penyakit DBD Pemaparan program

Pengambilan data 1

Kegiatan 4M plus + pemberian tanaman serai

Evaluasi dan Pengambilan data 2

Hasil dan Kesimpulan

36
3.8 Wilayah Kerja
a. Data Umum
Kelurahan Tegal Alur terletak di bagian barat Provinsi DKI Jakarta
di bawah Kota Administrasi Jakarta Barat, dengan ketinggian
dataran antara 0,5 – 1 meter diatas permukaan laut dengan wilayah
seluas 496,69 Ha. Kelurahan Tegal Alur memiliki batas wilayah
sebagai berikut :

Utara : Kel. Kamal Muara (Jakarta Utara)


Timur : Kel. Cengkareng Barat
Barat : Kel. Kamal
Selatan : Kel. Pegadungan

Gambar 3.1 Peta wilayah Kelurahan Tegal Alur

37
b. Jumlah Penduduk
 Pertumbuhan Penduduk
No. Tahun Jumlah Penduduk
1. 2014 87.928 Jiwa
2. 2015 88.242 Jiwa
3. 2016 89.019 Jiwa
4. 2017 95.984 Jiwa
5. 2018 93.640 jiwa

 Jumlah Penduduk Tahun 2018 Berdasarkan Usia

Usia Jumlah
0–4 5.718

5–9 5.683

10 – 14 6.120

15 – 19 6.300

20 – 24 7.293

25 – 29 7.292

30 – 34 6.852

35 – 39 6.915

40 – 44 6.893

45 – 49 7.134

50 – 54 6.772

55 – 59 7.068

60 – 64 3.883

65 – 69 3.704

70 – 74 3.094

38
Usia Jumlah

> 75 2.919

Jumlah 93.640

 Jumlah RT/RW di Kelurahan Tegal Alur


RW RT
1 11
2 11
3 15
4 8
5 10
6 12
7 13
8 8
9 15
10 9
11 11
12 13
13 6
14 6
15 11
16 6

 Kepadatan Penduduk : 19.551 jiwa/km2


 Pertumbuhan Penduduk : 3,06 jiwa/km2

39
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penyuluhan DBD dan pemaparan program


Penyuluhan ini laksanakan pada tanggal 1 Maret 2019 bertempat di
Mushalla RW05 Tegal Alur dengan target sasarannya adalah seluruh warga
RT08 RW05 Kelurahan Tegal Alur. Kegiatan penyuluhan ini dibagi
menjadi 2 sesi:
 Sesi I: Materi DBD
 Sesi II: Pemaparan program pencegahan DBD
a. Sesi I
Kegiatan ini diikuti oleh 36 peserta yang sebagian besarnya adalah
ibu rumah tangga. Kegiatan ini dimulai tidak tepat waktu karena jumlah
warga yang hadir masih sangat sedikit sehingga kader dan ibu RT
menyarakan untuk memanggil kembali warga untuk segera hadir. Materi
yang disampaikan dalam penyuluhan ini mencakup definisi, tanda dan
gejala, tatalaksana, serta pencegahan DBD dengan 4M plus, serta
pemaparan terkait tanaman serai yang menurut beberapa penelitian dapat
mengusir dan membunuh vektor DBD. Penyuluhan ini menggunakan
metode kuliah dengan powerpoint sebagai medianya lalu diikuti oleh sesi
tanya jawab. Sebelum pemberian materi, pemateri mencoba melontarkan
beberapa pertanyaan untuk mengetahui tingkat pengetahuan warga terkait
DBD, hasilnya masih banyak warga yang tidak memiliki pengetahuan yang
cukup terkait DBD walaupun penyuluhan tentang DBD sudah beberapa kali
dilakukan di RT08 RW05 Kelurahan Tegal Alur. Pada saat penyuluhan,
peserta tampak antusias dan interaktif dilihat dari banyaknya pertanyaan
yang diajukan terkait DBD. Di akhir sesi penyuluhan, pemateri mencoba
mengevaluasi tingkat pengetahuan warga terkait DBD melalui beberapa
pertanyaan dan sebagian besar warga sudah dapat menjawab pertanyaan
dari pemateri dengan benar.

40
b. Sesi II
Setelah sesi I berupa penyuluhan dan tanya jawab selesai, acara
dilanjutkan ke sesi II berupa pemaparan program untuk mengurangi angka
kejadian DBD di RT08 RW05 Kelurahan Tegal Alur. Warga dipaparkan
dengan program dari pemateri yang akan dilaksanakan 1 minggu setelah
penyuluhan dengan durasi kurang lebih 6 minggu dimana setiap rumahnya
akan dikunjungi sebanyak 2 kali. Program yang dilaksanakan adalah
evaluasi 4M mandiri dan aplikasi tanaman serai melalui kunjungan ke setiap
rumah yang ada di RT08 RW05 Kelurahan Tegal Alur. Evaluasi dilakukan
menggunakan kartu kendali yang diberikan kepada setiap rumah. Kartu ini
berisi data dasar berupa : nama, usia, jumlah penghuni rumah, pendidikan
terakhir serta data kegiatan 4M (Menguras, menutup, mendaur ulang,
memantau jentik), perawatan tanaman serai, jumlah jentik, serta angka
kejadian DBD di rumah tersebut. Pada kartu ini juga dicantumkan panduan
4M sehingga warga dapat mengetahui apa yang harus dikerjakan, juga
dicantumkan angka kematian DBD setiap tahunnya di Indonesia, hal ini
diharapkan mampu meningkatkan kewaspadaan warga akan berbahayanya
penyakit tersebut

Gambar 3.1 Penyuluhan dan Pemaparan Program

41
Berikut ini data masyarakat yang hadir pada penyuluhan dan pemaparan program
DBD :

No Nama No Nama
1 ny sanah 19 ny marni
2 ny jarulah 20 ny jirah
3 ny sudiyati 21 ny mia
4 ny maryamah 22 ny nurhayati
5 ny saen 23 ny janah
6 ny jamih 24 ny daimah
7 ny kas 25 ny evi
8 ny marwati 26 tn mumin
9 ny minaroh 27 tn daman
10 ny ridah 28 tn mamat
11 ny erna 29 ny darmii
12 ny emi 30 ny tasmini
13 ny rasmawati 31 ny ela
14 ny siti 32 ny indah
15 ny tika 33 tn mamat
16 ny lutfiah 34 tn jamin
17 ny nimah 35 ny diah
18 ny lastri 36 ny minah

Tabel 3.1 Absensi penyuluhan dan pemaparan program di Musholla RT08 RW05
Kelurahan Tegal Alur

42
4.2 Pelaksanaan Program (4M+ dan aplikasi tanaman serai)
 Kunjungan I
Persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan program adalah
menanam bibit serai dalam pot plastik yang akan berikan untuk semua
warga yang memenuhi kriteria program. Kunjungan rumah dimulai pada
tanggal 5 Maret 2019. Kunjungan setiap rumahnya dilakukan dengan
mempertimbangkan cuaca pada hari tersebut. Rumah yang dikunjungi
adalah 12-18 rumah setiap sesi kunjungan sesuai dengan kriteria inklusi
dan eksklusi. Pada kunjungan pertama, setiap rumah akan ditanyakan
terlebih dahulu data dasar untuk dicantumkan pada kartu kendali dan
disimpan sebagai data mini project. Setelah itu, akan ditanyakan dan
dievaluasi secara langsung mengenai pelaksanaan 4M mandiri, juga
dilakukan pemeriksaan jentik dan pemberian tanaman serai. Penghuni
rumah juga diedukasi kembali terkait pelaksanaan 4M dan aplikasi
tanaman serai serta mengingatkan kembali bahwa akan dilakukan evaluasi
kunjungan ke 2 kurang lebih 3 minggu setelah kunjungan pertama.
Kunjungan pertama berakhir pada tanggal 28 Maret 2019. Pada kunjungan
I didapatkan 136 rumah sebagai subjek peneltian.

43
Gambar 3.2 Kunjungan I
Persentase pelaksanaan 4M+ pada warga RT08 RW05 Kelurahan Tegal Alur
Menguras 120
x 100 = 88.24 %
136

Menutup 133
x 100 = 97.9%
136

Mendaur Ulang Sampah 44


x 100 = 32.35%
136

Memantau Jentik 51
x 100 = 37.5%
136

Angka Bebas Jentik 109


x 100 = 80.15%
136

Kasus DBD 12
x 100 = 8.82%
136

 Kunjungan II
Setelah setiap rumah yang memenuhi kriteria program mendapat
kunjungan I, rumah-rumah tersebut akan dilakukan kunjungan II.
Apabila ada rumah yang tidak dapat dikunjungi, rumah tersebut akan

44
dilewati. Kunjungan II dimulai pada tanggal 4 April 2019 hingga 19
April 2019. Pada kunjungan II warga akan ditanyakan dan dievaluasi
secara langsung terkait kepemilikan kartu kendali sekaligus
pelaksanaan 4M+, perawatan tanaman serai, kasus kejadian DBD
terbaru, pemeriksaan jentik nyamuk, serta himbauan agar warga
secara mandiri tetap melaksanakan program ini secara
berkesinambungan. Pada kunjungan II dari 136 rumah sebagai subjek
hanya terdapat 111 rumah yang dapat dikunjungi kembali dan ada 44
rumah yang kehilangan kartu kendali yang sudah diberikan
sebelumnya pada kunjungan I

Gambar 3.3 Kunjungan II

45
Menguras 95
x 100 = 85.6%
111

Menutup 109
x 100 = 98.2%
111

Mendaur Ulang Sampah 66


x 100 = 59.5%
111

Memantau Jentik 68
x 100 = 61.3%
111

Angka Bebas Jentik 99


x 100 = 89.2%
111

Perawatan Serai 80
x 100 = 72.1%
111

Kasus DBD 0
x 100 = 0%
111

Kartu Hilang 44
136
x 100 = 32.4%

Absen Kedatangan 25
x 100 = 18.4%
136

4.3 Observasi Lingkungan dan Penduduk

Pada saat proses penelitian ada beberapa hal yang menurut peneliti
dapat menjadi faktor penyebab tingginya angka kejadian DBD di RT 08 RW
05. Salah satu faktor yang diamati oleh peneliti adalah potensi
perkembangbiakan jentik lebih tinggi pada lingkungan ini jika dibandingkan
dengan lingkungan lain dalam RW yang sama. Tingginya jumlah jentik
pada lingkungan ini dapat dipengaruhi oleh kelembaban yang lebih tinggi
pada sebagian besar rumah warga yang mendapatkan sinar matahari dengan
jumlah sedikit. Selain itu, curah hujan yang tinggi pada bulan januari-maret
dapat membuat jumlah genangan air lebih banyak khususnya pada RT 08.
Menurut pengamatan peneliti, RT 08 lebih rentan terjadi banjir
dibandingkan dengan RT lain pada RW yang sama, hal ini beberapa kali
mempengaruhi rencanana kunjungan peneliti akibat banjir.

46
Menurut pegamatan peneliti, kepadatan penduduk di lingkungan RT
08 RW 05 cukup padat jika dibandingkan dengan RT lainnya. Hal ini dapat
dinilai dari jumlah kepala keluarga kurang lebih 180 dengan rata-rata tiap
gang nya terdapat 5-10 rumah yang dimana tidak terdapat jarak antar rumah.
Pada beberapa tempat terlihat tumpukan sampah di sekitar rumah warga
yang seharusnya lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk hal lainnya
namun warga terbiasa membuang sampah di lahan tersebut. Sebagian besar
rumah di RT 08 RW 05 terdiri dari satu lantai dengan ukuran kurang lebih
25-50 m2 dan minimnya sekat antar ruangan dalam rumah tersebut. Rata-
rata setiap rumah memiliki satu tempat sampah sehingga sampah basah dan
kering tidak dipisah. Setiap rumah juga memilki tempat penampungan air
masing masing, sebagian besar terdiri dari satu tempayan dan penampungan
air dengan jumlah yang bervariatif dari 5-7 untuk mandi dan mencuci. Pada
umumnya tempayan terbuat dari plastic dan sudah ditutup rapat.
Penampungan air dapat berupa bak yang terbuat dari semen dan ada yang
berupa ember plastik. Dari data yang dikumpulkan oleh peneliti, setiap
rumahnya dihuni kurang lebih lima orang dengan sebagian besar berlatar
pendidikan SD dan SMP.

4.4 Analisis data kunjungan I dan kunjungan II

Data diambil pada 2 kali kunjungan dimana antara kunjungan I dan


II terdapat perlakuan yang diberikan kepada subjek berupa intervensi
edukasi yang dilakukan terus menerus, perubahan perilaku, serta
penggunaan metode baru untuk memberantas sarang nyamuk yang
berdampak pada menurun atau tidaknya angka kejadian DBD pada populasi
sampel.

Pada kunjungan I dilakukan 136 kunjungan rumah yang ditetapkan


sebagai populasi sampel, sedangkan pada kunjungan II hanya terdapat 111
kunjungan rumah dari total populasi sampel sebelumnya. Dengan demikian,
terdapat penurunan 25 sampel untuk kunjungan II.

47
Jumlah sampel

Kunjungan I Kunjungan II

136 111

Dari 136 warga yang dikunjungi pada kunjungan I, terdapat 120


warga yang sudah menguras tempat penampungan air secara rutin,
sedangkan pada kunjungan II terdapat 95 warga yang sudah menguras
tempat penampungan air secara rutin dari total 111 warga yang dikunjungi.
Dari hasil tersebut, terdapat penurunan persentase perilaku menguras
tempat penampungan air sebesar 2,65%.

Menguras

Kunjungan I Kunjungan II

88.24 85.59

Dari 136 warga yang dikunjungi pada kunjungan I, terdapat 133


warga yang menutup tempat penampungan air secara rutin, sedangkan pada
kunjungan II terdapat 109 warga yang menguras tempat penampungan air
secara rutin dari total 111 warga yang dikunjungi. Dari hasil tersebut,
terdapat kenaikan persentase perilaku menutup tempat penampungan air
sebesar 0,41%.

Menutup

Kunjungan I Kunjungan II
97.79 98.20

48
Dari 136 warga yang dikunjungi pada kunjungan I, terdapat 44
warga yang mendaur ulang/menyingkirkan sampah/barang bekas yang
berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk, sedangkan pada
kunjungan II terdapat 66 warga yang mendaur ulang/menyingkirkan
sampah/barang bekas yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan
nyamuk dari total 111 warga yang dikunjungi. Dari hasil tersebut, terdapat
kenaikan perilaku mendaur ulang/menyingkirkan sampah/barang bekas
yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk sebesar 27,11
%.

Daur Ulang

Kunjungan I Kunjungan II
32.35 59.46

Dari 136 warga yang dikunjungi pada kunjungan I, terdapat 51


warga yang rutin memanatau jentik nyamuk secara mandiri pada
penampungan air, sedangkan pada kunjungan II terdapat 68 warga yang
rutin memantau jentik nyamuk secara mandiri pada tempat penampungan
air dari total 111 warga yang dikunjungi. Dari hasil tersebut, terdapat
kenaikan perilaku memantau jentik nyamuk pada tempat penampungan air
sebesar 23,76 %.

Pantau Jentik

Kunjungan I Kunjungan II

37.5 61.26

Pada kunjungan I, 136 warga yang dikunjungi semuanya diberikan


contoh tanaman serai untuk memotivasi penanaman tanaman serai secara
mandiri. Pada kunjungan II, dari 111 warga yang dikunjungi hanya terdapat

49
80 warga yang tanaman serainya masih hidup. Sehingga persentase
perawatan tanama serai hanya sebesar 72.07% .

Perawatan Tanaman Serai

Kunjungan I Kunjungan II

100.00 72.07

Ada beberapa indikator untuk jentik nyamuk Ae.aegypti salah


satunya adalah Angka Bebas Jentik (ABJ). Angka Bebas Jentik (ABJ)
adalah persentase antara rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
terhadap seluruh rumah/bangunan yang diperiksa. Dari 136 rumah yang
dikunjungi pada kunjungan I, 27 rumah diantaranya terdapat jentik nyamuk
pada tempat penampungan air, sedangkan pada kunjungan II ditemukan 12
rumah yang terdapat jentik nyamuk pada tempat penampungan air dari total
111 rumah yang dikunjungi. Dari hasil tersebut, terdapat kenaikan ABJ
sebesar 9,04 %. Walaupun pada kunjungan II ABJ naik, namun angka
tersebut masih di bawah ABJ ideal yaitu sebesar 95%.

Angka Bebas Jentik

Kunjungan I Kunjungan II
80.15 89.19

Pada kunjungan I, dari 136 warga yang dikunjungi terdapat 12 kasus


Demam Berdarah yang berkisar dari bulan Januari – Maret 2019. Pada
kunjungan II, dari 111 warga yang dikunjungi sudah tidak ditemukan lagi
kasus demam berdarah baru yang berkisar dari bulan Maret 2019 - April

50
2019. Dari hasil tersebut didapatkan penurunan persentase kasus demam
berdarah sebesar 8.82%

Kasus DBD

Kunjungan I Kunjungan II
8.82 0

Pada kunjungan I dari total 136 warga yang dikunjungi semuanya


diberikan kartu kendali untuk memantau kegiatan 4M+ mandiri dan aplikasi
tanaman serai serta panduan singkatnya. Pada kunjungan II dari total 111
warga yang dikunjungi terdapat 36 warga yang kehilangan kartu kendali
namun hal ini tidak menghambat pengambilan data.

Kartu Hilang

44 kartu 32.4%

4.5 Diskusi dan Pemaparan Hasil Kepada Stakeholder


Setelah seluruh kegiatan program sudah selesai dilaksanakan,
dilakukan pertemuan dengan stakeholder setempat, pertemuan tersebut
dihadiri oleh Ibu Lasmi selaku kader jumantik (juru pemantau jentik) dan
Ibu Sutik selaku ibu ketua RT 08 RW 05. Pertemuan tersebut membahas
hasil pelaksanaan kegiatan pada kunjungan I dan kunjungan II. Hasil
pelaksanaan kegiatan yang disampaikan peneliti sesuai dengan apa yang
disampaikan Ibu Lasmi yang pada saat menjalankan tugasnya sebagai kader
jumantik merasakan perubahan perilaku dari sejumlah warga menjadi lebih
baik dalam hal pencegahan DBD. Menurut keterangan dari Ibu Sutik juga
dirasakan terdapat perubahan perilaku warga terkait pencegahan DBD hal

51
ini terlihat dari pekarangan warga yang mulai dipenuhi tanaman-tanaman
sehingga tampak lebih asri.
Selain memaparkan hasil kegiatan, pada sesi ini peneliti juga
menghimbau agar para stakeholder seperti pengurus RT dan kader dapat
membantu program ini agar tetap berjalan secara berkesinambungan. Para
stakeholder bersedia membantu kelanjutan progam ini, namun mereka
memberi masukan agar program tersebut tetap dipantau oleh dokter atau
petugas yang bertugas selanjutnya meskipun intesitas pemantauan tidak
sama dengan kegiatan sebelumnya, hal ini dikarenakan para stakeholder
khawatir jika nantinya warga akan meninggalkan program tersebut secara
keseluruhan.

Gambar 4.4 Diskusi bersama stakeholde

4.6 Penyulit penelitian

- Keterbatasan sumber daya manusia, instrumen, dan waktu penelitian


- Perubahan jumlah warga yang cukup fluktuatif karena banyaknya
kontrakan dan kos kosan
- Banyaknya warga yang bekerja dan bepergian pada saat kunjungan I dan
kunjungan II
- Keterbatasan ketersediaan data : jumlah warga, tingkat kepadatan rumah
warga, kelembaban lingkungan, jumlah sinar matahari yang masuk
rumah, jumlah kontainer setiap rumah, jumlah tempat sampah setiap
rumah, sehingga data yang tersaji berdasarkan subjektifitas peneliti.
- Adanya program lain yang dilakukan oleh pihak pihak selain peneliti
pada watu yang bersamaaan yang menjadi faktor perancu sehingga
dapat mempengaruhi hasil akhir penelitia

52
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kegiatan pelaksanaan 4M+ dan aplikasi tanaman serai di lingkungan


RT 08 RW 05 Kelurahan Tegal Alur sudah berjalan dengan cukup baik.
Walau ada beberapa warga yang tidak dapat dikunjungi dan kehilangan
kartu kendali pada kunjungan II, sebagian besar warga yang dapat
dikunjungi sudah melaksanakan kegiatan 4M+ dan perawatan tanaman serai
secara rutin, hal ini dapat dilihat dari peningkatan persentase pelaksanaan
4M+ dari kunjungan I ke kunjungan II.

Berdasarkan hasil kunjungan I sebenarnya dari sebagian kegiatan


pelaksanaan 4M+ berupa menutup dan menguras sudah cukup baik dengan
persentase di atas 85% namun untuk pelaksanaan mendaur ulang dan
memantau jentik masih cukup rendah dengan persentase di bawah 50%.
Pada kunjungan II secara garis besar pelaksanaan 4M+ terjadi peningkatan
kecuali pada pelaksanaan menguras yang mengalami sedikit penurunan
persentase. Meskipun pada saat penyuluhan diawal program sudah
diberikan informasi mengenai tanaman serai, pada kunjungan I sebagian
besar warga belum mengetahui manfaat tanaman serai sebagai tanaman
pengusir nyamuk sehingga jumlah warga yang menanam serai masih sangat
sedikit. Setelah pemberian contoh tanaman serai, warga tampak antusias
untuk mencoba menanam tanaman serai tambahan di setiap rumahnya. Hal
ini dapat dinilai pada saat kunjungan II, selain merawat tanaman serai yang
diberikan pada kunjungan I, warga juga menanam tanaman serai dengan
jumlah yang lebih banyak di rumahnya. Dari perbandingan data kunjungan
I dan II dapat disimpulkan terdapat perubahan perilaku warga RT08 RW05
Kelurahan Tegal Alur dalam usaha pencegahan DBD. Perubahan perilaku
ini berdampak pada peningkatan ABJ yaitu dari 80,15% menjadi 89,19% ,

53
hal ini sejalan dengan tujuan awal kegiatan program yaitu menurunkan
angka kejadian DBD hingga 0% kasus.

Penulis harap dengan diadakan program tersebut, pengetahuan warga


tentang DBD khususnya dalam hal pencegahan semakin meningkat
sehingga hal ini dapat meningkatkan semangat dan kesadaran warga akan
pentingnya pencegahan penyakit demam berdarah dengue dan warga dapat
melaksanakan kegiatan tersebut secara mandiri dan berkesinambungan
sehingga diharapkan kasus terjangkit demam berdarah dengue dapat di
cegah dan berkurang setiap tahunnya.

5.2 Saran

5.2.1 Untuk Puskesmas

Meskipun diharapkan warga dapat menjalankan program ini secara


mandiri, namun alangkah lebih baik jika pihak puskesmas kedepannya
mampu mendampingi kelanjutan program 4M+ dan aplikasi tanaman serai
pada warga yang sudah mendapat program tersebut dan diharapkan pihak
puskesmas dapat menerapkan program tersebut pada RT RW lainnya. Selain
itu perlu direncanakan anggaran dana untuk program ini kedepannya.
Anggaran dana dapat dialokasikan untuk kegiatan penanaman serai massal
sehingga setiap rumah memiliki tanaman serainya sendiri dengan jumlah
yang lebih banyak.

5.2.2 Untuk Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan program 4M+ dan


aplikasi tanaman serai yang lebih baik dan efektif sehingga di dapatkan
peningkatan ABJ yang lebih baik dari sebelumnya. Peneliti selanjutnya
diharapkan agar bisa menemukan cara yang lebih efektif untuk menjadikan
semua warga sebagai sampel pada penelitian serupa. Peneliti selanjutnya
juga diharapkan dapat melaksanakan program ini di lokasi lain sehingga
semakin banyak warga kelurahan Tegal Alur yang mendapatkan manfaat
dari program tersebut. Selain itu, Peneliti selanjutnya juga diharapkan

54
mampu memberikan inovasi baru pada program yang dijalankannya
sehingga dapat dibandingkan hasil mana yang lebih efisien dalam
menurunkan angka kejadian DBD.

55
Daftar Pustaka

Anies.2006, Manajemen Berbasis Lingkungan: Solusi Mencegah dan


Menanggulangi Penyakit Menular, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Aryu Candra. (2010). Demam Berdarah Dengue : Epidemiologi , Patogenesis , dan


Faktor Risiko Penularan Dengue Hemorrhagic Fever : Epidemiology ,
Pathogenesis , and Its Transmission Risk Factors. Demam Berdarah Dengue:
Epidemiologi, Patogenesis, Dan Faktor Risiko Penularan, 2(2), 110–119.

Avirutnan P. et al. Antagonism of the complement component C4 by flavivirus


nonstructural protein NS1. J Exp Med. 2010; 207(4): 793–806.

Avirutnan PE, Mehlhop and M.S. Diamond, Complement and its role in protection
and pathogenesis of flavivirus infections. Vaccine. 2008. 26 Suppl 8: p. 100–
107.

Depkes RI. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 2010.

Ernawati, Bratajaya, C. N., & Martina, S. E. (2018). Gambaran Praktik Pencegahan


Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Wilayah Endemik Dbd. Jurnal
Keperawatan, 9(1), 17–24. Retrieved from
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/issue/view

Hadinegoro, Sri RS. (2012). The revised WHO dengue case classification: does the
system need to be modified. Paediatrics and International Child Health. vol32
No S1

IDAI. Pedoman Pelayanan Medis Demam Berdarah Dengue. 2009.

Joshi, V., & Sharma, R. C. (2001). Impact of Vertically-transmitted Dengue Virus


on Viability of Eggs of Virus-Inoculated Aedes aegypti. 25(5), 103–106.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). InfoDatin Situasi Demam


Berdarah Dengue 2017.

Koraka P, Suharti C, Setiati CE, Mairuhu AT, Van Gorp E, Hack CE, et al. Kinetics

56
of Dengue Virus-specific Immunoglobulin Classes and Subclasses Correlate
with Clinical Outcome of Infection. J

Knowlton, K., Solomon, G., Rotkin-Ellman, Miriam, & Council, N. R. D. (2009).


Fever pitch: mosquito-borne dengue fever threat spreading in the Americas.
NRDC Issue Paper, July(July), 1–16.

Libraty DH, Young PR, Pickering D. et al. High circulating le,xvels of the dengue
virus nonstructural protein NS1 early in dengue illness correlate with the
development of dengue haemorrhagic fever. Journal of Infectious Diseases.
2002 Oct. 15; 186(8): 1165–8.

Mongkolsapaya J, Duangchinda T, Dejnirattisai W. et al. T cell responses in dengue


hemorrhagic fever: are cross-reactive T cells suboptimal? J Immunol. 2006
March 15; 176(6): 3821–9.

Palgunadi BU, Rahayu A. Aedes Aegypti sebagai Vektor Penyakit Demam


Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya

Sembel DT. 2009. Entomologi Kedokteran. Penerbit Andi Yogyakarta.

Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue.


www.pediatrikcom/buletin/20060220- 8ma2gi-buletindoc; 2002 [cited 2019];
Available from: www.pediatrikcom/ buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc.

Suryani, E. T. (2018). Gambaran Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Blitar


Tahun 2015-2017. Jurnal Berkala Epidemiologi, 6(3), 260–267.
https://doi.org/10.20473/jbe.v6i3.2018.260-267

Vaughn DW, Green S, Kalayanarooj S. et al. Dengue viremia titer, antibody


response pattern, and virus serotype correlate with disease severity. Journal of
Infectious Diseases. 2000 Jan.; 181(1): 2–9.

WHO. (2011). Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and
dengue haemorrhagic fever.World Health Organization. Regional office for

57
South-East Asia.

Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; 2008

World Health Organization. (2009). Preventive and control of dengue hemmorhagic


fever. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control,
160. https://doi.org/10.1590/S0074-02761992000700024

Yen YT. et al. Enhancement by tumor necrosis factor alpha of dengue virus-induced
endothelial cell production of reactive nitrogen and oxygen species is key to
hemorrhage development. J Virol. 2008. 82(24): 12312–24.

Yusoff, N., & Suardamana, K. (2018). Demam berdarah dengue. Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana, (1102005225).

58
Lampiran

1. Kartu Kendali
Tampak Depan

59
Tampak Belakang

60
2. Data Dasar Sampel

No Nama Usia Penghuni DBD Pendidikan

1 Nanang Milah 44 46 3 0 smp sd


2 Bokon Marhati 43 36 9 1 smp smk
3 Sifan Engkas 65 49 2 0 0 0
4 Adenansih Nurhayati 31 30 8 0 smk smk
5 Anton Nurita 33 32 5 0 sd smp
6 Subandi Jami 43 38 4 0 sd 0
7 Jaja Sumarno Bariyah 46 46 6 0 smp sd
8 Sudianto Rosida 66 50 3 0 sd sd
9 Jumaid Ahyani 82 75 13 1 0 0
10 Darti 45 3 0 smea
11 Agus Aisah 39 39 5 0 smp s1
12 Budi Triono Siti Komariyah 42 40 4 0 smk smk
13 Suharno Ismi Wardah 70 57 7 0 sd 0
14 Minah 60 4 0 0
15 Junaedi Aas 40 40 3 0 sd sd
16 Rosmiati 43 4 1 smp
17 Madi Munarah 55 53 5 0 sd sd
18 Arfat Maemunah 49 48 4 0 smp sd
19 Yatmo Mia 33 32 4 0 smp smp
20 Herman Iis 39 37 3 0 sma sma
21 Yatmo Kanti 40 38 4 0 sd smp
22 Barita Rosdiana 53 52 7 1 sd sd
23 Ana Isnawati 30 26 3 0 sd sd
24 Kacep Ayi 42 38 4 0 smp sd
25 Candra Nur Asiah 41 41 3 0 stm sd
26 Saaadi Daimah 72 68 3 0 sr sr
27 Lambungsari Warti 43 52 6 0 0 0
28 Basir Elisa 46 38 5 0 smp smp
29 Agus Kaina 47 44 6 0 sma smp
30 Sudaryanto Epi 42 30 4 0 smp smp
31 Irwan Nunung 71 40 3 0 smk 0
32 Gindo Sinaga Darmiona 54 50 4 0 smk smk
33 Husin Muna 43 53 4 0 0 0
34 Abdullah Jannah 42 40 4 0 smp 0
35 Sabni Ita 37 34 2 0 S1 sd
36 Said Jamaludin Suti 55 54 4 0 stm sma

61
37 Abdullah Leha 40 3 0 sd sd
38 Jamin Samah 70 69 2 0 0 0
39 Sodikin Winda 25 21 3 1 smp smp
40 Andi Amel 25 25 5 0 smp sd
41 Jamadong Risma 56 54 10 1 sma sma
42 Krisnadi Sukeri 30 30 3 0 sma sma
43 Karjaya Nuhanah 43 42 14 0 sma sma
44 Triagus Sunarti 43 43 3 0 sd smp
45 Mukmin Isah 45 44 4 0 sd sd
46 Alinafiah Sulastri 54 48 4 0 stm smp
47 Mukhtar Gustina 35 33 4 0 stm smp
48 Sanah 80 2 0 0
49 Hasanuri Erna 36 34 4 0 smp smp
50 Sarman Nurhadi 54 52 6 0 0 smp
51 Saman Muinah 70 70 2 0 0 0
52 M Nasir Amsah 45 35 6 0 smp sd
53 Dodo Fitri 36 29 4 2 sma smp
54 Andres Luthfiah 21 20 3 0 smp smp
55 Bayu Sadiah 27 23 3 1 smk smp
56 Sani 50 2 0 sd
57 Namosnin Maniai 50 53 6 0 sma s1
58 Nanang Demitriana 50 51 3 0 sd smp
59 Otong Alijah 44 43 5 1 sma sma
60 Nifan Ida 65 50 5 0 0 0
61 Agus Epi 26 26 4 0 sd sd
62 Marwito Kaswati 62 52 3 0 sma d3
63 Saripah 70 1 0 0
64 Mustika Darmawati 40 32 4 0 smp sd
65 Cecep Nuraini 28 28 3 0 sma sma
66 Romla 60 2 0 0 0
67 Supriadi Yani 32 28 3 0 sma sma
68 Isa 70 3 0 0
69 Jamila 58 2 0 sd
70 Sugeng Indah 52 42 15 0 sma sd
71 Didi Iin 30 29 3 0 smp smp
72 Iwan Misah 56 52 4 0 sd 0
73 Apas Suryani 40 38 4 0 sd sd
74 Piin Suwarni 58 54 3 0 sd 0
75 Suwandi Yuyun 37 35 5 0 sma sd

62
76 sanah 57 1 0 0
77 Enjen Dian 40 38 5 0 smp smk
78 Adon Siti 28 30 5 0 sd smp
79 Sarjiman Tika 36 34 4 0 sma sma
80 Asep Murianti 28 26 4 0 smp sma
81 Tukugusmae Rosma 22 22 3 0 sd sd
82 Damanhuri Marina 45 44 4 0 smp smp
83 Firman Pujadiningsih 45 32 7 0 smp sd
84 Uri Mulyani 49 39 5 0 smp smp
85 Feri Suwani 41 40 4 0 smk sma
86 Leyad Saidi Minaroh 40 35 5 0 sma smp
87 Kotib Marwati 35 32 4 0 sma smp
88 Emi 59 1 0 sd
89 Saudi Indah 40 36 4 0 sma stm
90 Arwani Sani 40 37 4 0 sd sd
91 Saklan Rina 32 30 6 0 sd sd
92 Nasir Ana 45 36 4 0 sd smp
93 Sanip Maisaroh 35 34 5 0 sd sd
94 Adi Unah 51 46 5 0 sd sd
95 Mijan Novi 42 32 5 0 smp sma
96 Suhandi Analisa 34 32 5 0 sd sma
97 Karyono Ita 40 35 3 0 sd sd
98 Latif Ratih 51 47 6 0 sd sd
99 Amsin Ismi 53 48 6 0 sd sd
100 Pendi Siti 45 41 4 0 smp smp
101 Ali Ariati 54 63 2 0 sd sd
102 Mamat Nica 58 60 2 0 0 0
103 Didi Maryam 41 40 6 0 sd sd
104 Saiman Anis 34 26 3 0 smp smp
105 Sani 70 2 0 0 0
106 Saman Sutiah 48 40 8 0 0 0
107 Rohman Sumartini 40 40 11 0 sma sma
108 Karsono Ridha 38 33 4 0 sma sma
109 Napyar Maryamah 55 50 4 0 sd sd
110 Aji Heni 26 27 4 0 smp smp
111 Andri Asnawati 35 25 4 0 sd smp
112 Teguh Raitun 35 45 2 0 sd smp
113 Sanwani Nurfa 38 35 3 0 sma sma
114 Erot 46 5 0 sd

63
115 Bambang Siti Jamilah 37 32 4 0 smp smp
116 Sudianto Tika 35 30 4 0 sma sma
117 Asep Mimin 39 33 4 0 sd sd
118 Yohanes Salimah 46 44 3 0 sma sd
119 Mahmud Yanti 50 48 3 0 0 0
120 Husni Mely 36 30 4 0 smp smp
121 Kurnia Ayuliana 36 36 6 0 smp sma
122 Ade Suparman Sudiati 46 45 10 2 smp smp
123 Hajanafsiah 68 5 0 0 smp
124 Yanto Kokom 60 50 4 1 sd sd
125 Musa Defi 47 37 5 0 sma sma
126 Jamiat Hamidah 38 34 5 1 sma sma
127 Denis 28 2 0 smk
128 Acang Unah 65 50 4 0 sd sd
129 Amsiah 60 5 0 0
130 Masan Maemunah 57 50 10 0 sd sd
131 Ifan Risma 33 31 4 1 sma sma
132 Maman Ayanah 82 50 2 0 0 sd
133 Fauzi Warni 39 36 5 0 sd sd
134 Dede Tati 55 55 15 0 smp sd
135 Ramli Maesaroh 50 45 3 0 smp smp
136 Awi Sulis 32 28 2 0 sma sma

64
3. Dummy Table

4M
Daur Serai DBD
No Nama
Menguras Menutup ulang Pantau Jentik
1 2 1 2 1 2 1 jml 2 jml 1 2 1 2
1 Milah 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0
2 Marhati 1 1 1 1 0 0 1 3 1 0 1 1 1 0
3 Engkas 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0
4 Nurhayati 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0
5 Nurita 1 1 1 1 0 1 1 15 1 0 1 0 0 0
6 Jami 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0
7 Bariyah 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0
8 Rosida 1 1 0 1 1 1 0 0
9 Ahyani 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0
10 Darti 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0
11 Aisah 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0
12 Siti Komariyah 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0
13 Ismi Wardah 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0
14 Minah 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
15 Aas 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0
16 Rosmiati 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0
17 Munarah 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0
18 Maemunah 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0
19 Mia 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0
20 Iis 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0
21 Kanti 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0
22 Rosdiana 1 1 1 1 0 1 1 0 0 3 1 0 1 0
23 Isnawati 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0
24 Ayi 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0
25 Nur Asiah 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0
26 Daimah 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0
27 Warti 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0
28 Elisa 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0
29 Kaina 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0
30 Epi 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0
31 Nunung 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0
32 Darmiona 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0
33 Muna 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0
34 Jannah 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0

65
35 Ita 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0
36 Suti 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0
37 Leha 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0
38 Samah 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0
39 Winda 1 1 0 1 2 1 1 0
40 Amel 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0
41 Risma 0 1 1 1 0 1 0 5 1 0 1 1 1 0
42 Sukeri 1 1 0 0 0 1 0 0
43 Nuhanah 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0
44 Sunarti 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0
45 Isah 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0
46 Sulastri 1 1 0 0 0 0 1 0 0
47 Gustina 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0
48 Sanah 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0
49 Erna 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0
50 Nurhadi 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0
51 Muinah 1 1 1 0 0 1 0 0
52 Amsah 0 1 1 1 0 0 1 2 0 1 1 1 0 0
53 Fitri 1 1 1 1 0 1 0 3 1 0 1 1 2 0
54 Luthfiah 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0
55 Sadiah 0 1 1 1 0 0 0 5 0 0 1 1 1 0
56 Sani 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0
57 Maniai 1 1 0 0 0 1 0 0
58 Demitriana 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0
59 Alijah 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0
60 Ida 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0
61 Epi 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0
62 Kaswati 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0
63 Saripah 1 1 1 1 1 0 0 3 0 0 1 0 0 0
64 Darmawati 1 1 1 1 1 1 1 2 1 0 1 0 0 0
65 Nuraini 1 1 0 0 0 1 0 0
66 Romla 0 0 0 0 0 1 0 0
67 Yani 1 1 0 0 0 1 0 0
68 Isa 1 1 1 1 1 0 0 4 1 0 1 1 0 0
69 Jamila 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0
70 Indah 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0
71 Iin 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0
72 Misah 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0
73 Suryani 1 1 0 0 0 1 0 0

66
74 Suwarni 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0
75 Yuyun 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0
76 sanah 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0
77 Dian 1 1 0 0 0 1 0 0
78 Siti 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0
79 Tika 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0
80 Murianti 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0
81 Rosma 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0
82 Marina 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0
83 Pujadiningsih 1 1 1 1 0 0 0 2 0 3 1 0 0 0
84 Mulyani 1 1 0 0 0 1 0
85 Suwani 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0
86 Minaroh 1 1 1 1 1 1 0 0 1 2 1 0 0 0
87 Marwati 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0
88 Emi 1 1 1 1 1 1 1 0 1 3 1 1 0 0
89 Indah 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0
90 Sani 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0
91 Rina 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0
92 Ana 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0
93 Maisaroh 0 1 1 1 0 1 0 5 0 0 1 1 0 0
94 Unah 0 1 1 1 0 1 0 3 1 0 1 0 0 0
95 Novi 1 1 0 1 0 1 0
96 Analisa 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0
97 Ita 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0
98 Ratih 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0
99 Ismi 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0
100 Siti 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0
101 Ariati 1 1 0 0 0 1 0
102 Nica 1 1 0 0 0 1 0
103 Maryam 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0
104 Anis 1 1 0 0 0 1 0
105 Sani 0 0 1 1 1 1 0 2 0 0 1 1 0 0
106 Sutiah 1 1 0 1 0 1 0
107 Sumartini 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0
108 Ridha 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0
109 Maryamah 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0
110 Heni 1 1 0 1 0 1 0
111 Asnawati 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0
112 Raitun 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0

67
113 Nurfa 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0
114 Erot 1 1 0 0 0 1 0
115 Siti Jamilah 1 1 0 1 0 1 0
116 Tika 1 1 0 0 0 1 0
117 Mimin 1 1 0 1 0 1 0
118 Salimah 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0
119 Yanti 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0
120 Mely 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0
121 Ayuliana 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0
122 Sudiati 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0
123 Hajanafsiah 1 0 1 1 1 1 0 2 0 1 1 1 0 0
124 Kokom 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0
125 Defi 1 1 1 1 1 1 0
126 Hamidah 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0
127 Denis 1 1 1 0 0 1 0
128 Unah 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0
129 Amsiah 1 1 1 1 0 0 3 0 0 1 1 0 0
130 Maemunah 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0
131 Risma 1 1 0 1 0 1 1
132 Ayanah 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0
133 Warni 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0
134 Tati 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0
135 Maesaroh 1 1 0 0 10 1 0
136 Sulis 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0
jumlah 120 95 133 109 44 66 51 0.6 68 0.16 136 80 12 0

68
4. Data kehilangan dan Absen kedatangan

Absen
Kartu
No Nama Kunjungan
Hilang
2
1 Milah
2 Marhati
3 Engkas
4 Nurhayati 1
5 Nurita 1
6 Jami 1
7 Bariyah
8 Rosida 1
9 Ahyani
10 Darti
11 Aisah 1
12 Siti Komariyah
13 Ismi Wardah
14 Minah 1
15 Aas
16 Rosmiati
17 Munarah 1
18 Maemunah
19 Mia
20 Iis
21 Kanti
22 Rosdiana
23 Isnawati
24 Ayi 1
25 Nur Asiah
26 Daimah
27 Warti
28 Elisa
29 Kaina 1
30 Epi
31 Nunung 1
32 Darmiona 1
33 Muna
34 Jannah 1
35 Ita 1

69
36 Suti
37 Leha
38 Samah
39 Winda 1
40 Amel
41 Risma
42 Sukeri 1
43 Nuhanah 1
44 Sunarti
45 Isah
46 Sulastri 1
47 Gustina
48 Sanah
49 Erna
50 Nurhadi
51 Muinah 1
52 Amsah 1
53 Fitri 1
54 Luthfiah
55 Sadiah 1
56 Sani 1
57 Maniai
58 Demitriana 1
59 Alijah 1
60 Ida 1
61 Epi 1
62 Kaswati
63 Saripah 1
64 Darmawati
65 Nuraini 1
66 Romla 1
67 Yani 1
68 Isa 1
69 Jamila
70 Indah
71 Iin 1
72 Misah 1
73 Suryani 1
74 Suwarni

70
75 Yuyun
76 sanah
77 Dian 1
78 Siti
79 Tika
80 Murianti 1
81 Rosma 1
82 Marina
83 Pujadiningsih 1
84 Mulyani 1
85 Suwani
86 Minaroh
87 Marwati
88 Emi 1
89 Indah 1
90 Sani
91 Rina 1
92 Ana
93 Maisaroh
94 Unah
95 Novi 1
96 Analisa
97 Ita
98 Ratih
99 Ismi
100 Siti 1
101 Ariati 1
102 Nica 1
103 Maryam 1
104 Anis 1
105 Sani 1
106 Sutiah 1
107 Sumartini
108 Ridha
109 Maryamah 1
110 Heni 1
111 Asnawati 1
112 Raitun
113 Nurfa

71
114 Erot 1
115 Siti Jamilah 1
116 Tika 1
117 Mimin 1
118 Salimah
119 Yanti
120 Mely
121 Ayuliana
122 Sudiati
123 Hajanafsiah 1
124 Kokom
125 Defi 1
126 Hamidah 1
127 Denis 1
128 Unah 1
129 Amsiah 1
130 Maemunah 1
131 Risma 1
132 Ayanah 1
133 Warni 1
134 Tati
135 Maesaroh 1
136 Sulis 1
jumlah 44 25

72

Anda mungkin juga menyukai