Oleh :
dr. Rosi Rahmadarti
Pendamping :
dr. RA Yenni Warningsih
MINI PROJECT
TINGKAT PERSONAL HYGINE DENGAN RISIKO PENULARAN
DERMATOFITOSIS PADA MASYARAKAT PESISIR DI KELURAHAN SUMUR
MELELEH KECAMATAN TELUK SEGARA KOTA BENGKULU
Laporan Mini Project ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas internsip di Puskemas
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan, karena hanya berkat dan
rahmatnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan mini proyek yang berjudul
“Tingkat personal hygiene dengan resiko penularan Dermatofitosis pada
masyarakat pesisir di Kelurahan Sumur Meleleh Kecamatan Teluk Segara
Kota Bengkulu”.
Peneliti menyadari bahwa keberhasilan penelitian ini tidak terlepas dari
bantuan, dukungan, doa dan kerjasama yang baik berbagai pihak. Maka pada
kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada:
1. dr. RA Yenni, selaku dokter pendamping peneliti selama menjalankan PIDI di
Puskesmas Pasar Ikan yang telah banyak memberikan semangat dan dukungan
moral untuk terus giat belajar dan menyelesaikan PIDI tepat waktu.
2. Rekan-rekan seperjuangan peserta PIDI Puskesmas Pasar Ikan khususnya dr.
Willujeng Fanny, dr. Mahesa Kurniati, dr. Mayasari Putri Yanna. Terima kasih
untuk dukungan dan bantuannya selama menjalankan PIDI di Puskesmas Pasar
Ikan.
3. Seluruh staf Puskesmas Pasar Ikan dan berbagai pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu peneliti dalam
menyelesaikan mini proyek ini.
Akhir kata, peneliti menyadari bahwa mini proyek ini masih terdapat
banyak keterbatasan. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari para pembaca. Semoga mini proyek ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi berkah bagi
peneliti maupun pembacanya.
Bengkulu, Juni 2023
Peneliti
3
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1. Latar Belakang.........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian.....................................................................................2
1.4. Manfaat Penelitian...................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4
2.1. Dermatofitosis.........................................................................................4
2.1.1. Definisi....................................................................................................4
2.1.2. Epidemiologi...........................................................................................4
2.1.3. Etiologi....................................................................................................5
2.1.4. Patogenesis..............................................................................................5
2.1.5. Klasifikasi................................................................................................6
2.1.6. Diagnosis.................................................................................................6
2.1.7. Penatalaksanaan.......................................................................................6
2.1.8. Prognosis.................................................................................................7
2.2. Personal Hygiene....................................................................................8
2.2.1. Definisi....................................................................................................8
2.2.2. Tujuan Personal Hygiene........................................................................8
2.2.3. Peran personal hygiene dalam memutus siklus penularan penyakit.......8
2.3. Karakteristik Wilayah Penelitian.............................................................9
2.4. Kerangka Pemikiran..............................................................................10
2.5. Kerangka Konsep..................................................................................11
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................12
3.1. Desain Penelitian...................................................................................12
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................12
3.3. Populasi dan Sampel..............................................................................12
3.3.1. Populasi Penelitian................................................................................12
4
3.3.2. Sampel Penelitian..................................................................................12
3.3.3. Kriteria Inklusi.......................................................................................13
3.3.4. Kriteria Eksklusi....................................................................................13
3.4. Definisi Operasional.............................................................................13
3.5. Instrumen Penelitian..............................................................................16
3.6. Metode Pengumpulan Data...................................................................17
BAB IV HASIL PENELITIAN..........................................................................18
4.1. Sebaran Karakteristik Subjek Penelitian...............................................18
4.2. Tingkat Personal Hygiene Pada Masyarakat Kelurahan Sumur Meleleh
19
BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN...........................................................21
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................24
6.1. Kesimpulan............................................................................................24
6.2. Saran......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
LAMPIRAN..........................................................................................................28
Lampiran 1. Formulir A.....................................................................................28
Lampiran 2. Formulir B......................................................................................29
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian.................................................................33
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
psikisnya (Laily, 2012). Personal hygiene yang buruk akan meningkatkan
kemungkinan perlekatan jamur pada jaringan tubuh (Richardson dan Edwart,
2000). Jamur yang melekat pada jaringan tubuh kemudian tumbuh dan
melakukan penetrasi hingga akhirnya menjadi infeksi Dermatofitosis (Brown
dan Nitea, 2007)
Berdasarkan letak geografis, Provinsi Bengkulu memiliki iklim tropis
basah dengan kelembaban 81-91%. Kelurahan Sumur Meleleh Kecamatan Teluk
Segara Kota Bengkulu memiliki jumlah penduduk sebanyak 3.415 jiwa.
Masyarakatnya hampir 90% berprofesi sebagai nelayan (Apriyanto, 2017).
Kelurahan Sumur Meleleh merupakan daerah yang terletak di pesisir pantai yang
memiliki suhu panas dan kelembaban yang tinggi, kehidupannya sehari-hari
berkecimpung dengan air kurang lebih 12 jam, serta tingkat personal hygiene
yang rendah (Hayati dan Handayani, 2014).
Penelitian mengenai hubungan antara personal hygiene dengan resiko
penularan Dermatofitosis di daerah provinsi Bengkulu masih sangat terbatas.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin mengadakan penelitian tentang
tingkat personal hygiene dengan resiko penularan Dermatofitosis pada masyarakat
pesisir di Kelurahan Sumur Meleleh Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu.
7
1. Mengetahui data karakteristik sosiodemografi responden yang telah
bersedia menjadi subjek penelitian.
2. Mengetahui tingkat personal hygiene dengan resiko penularan
dermatofitosis pada masyarakat pesisir di Kelurahan Sumur Meleleh
Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dermatofitosis
2.1.1. Definisi
Dermatofitosis merupakan suatu bentuk infeksi jamur dermatofita, non
dematofita dan yeast yang menyebabkan kelainan pada jaringan tubuh (Bramono
dan Budimulja, 2015). Tinea lainnya sesuai lokasi manifestasi jamur dermatofita
yaitu kulit kepala (Tinea kapitis), wajah (Tinea fasialis), kaki (Tinea pedis),
tungkai kaki dan tangan (Tinea korporis), jenggot (Tinea barbae), dan lipatan paha
(Tinea kruris) (Patel et al., 2006).
2.1.2. Epidemiologi
Insiden penyakit dermatofitosis dapat ditemukan hampir di seluruh daerah
Indonesia karena merupakan wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur
(Adiguna, 2004). Iklim dan kondisi geogafis di Indonesia memudahkan
pertumbuhan jamur sehingga menyebabkan banyaknya kasus dermatofitosis
(Bertus, 2015).
Berdasarkan data yang diperoleh dari studi berbasis rumah sakit dengan
total jumlah pasien yang terlibat dalam penelitian sebanyak 137.477 orang di 21
lokasi, didapatkan hasil bahwa prevalensi Dermatofitosis sangat tinggi yaitu
mencapai sekitar 11% pada tahun 2012, sedangkan prevalensi Dermatofitosis di
Asia mencapai 12,1% (Sigurgeirsson dan Baran, 2013). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Sharma dan Sharma (2012) kejadian Dermatofitosis di kota
Jaipur, India mencapai 18,9%. Penelitian di empat kota besar yang ada di
Indonesia yaitu Bandung, Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta menunjukkan
prevalensi kejadian Dermatofitosis sebesar 4,7% dari seluruh pasien dengan
penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur dan 0,5% diantara seluruh pasien
penyakit kulit (Bramono dan Budimulja, 2005).
Faktor predisposisi yang menyebabkan seseorang dapat terinfeksi oleh
jamur adalah suhu, kelembaban, trauma, keadaan sosial ekonomi rendah,
9
kurangnya kebersihan diri, pakaian ketat yang tidak menyerap keringat, kurang
gizi, penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan penyakit kronis (Kurniati dan
Rosita, 2008). Infeksi diperoleh melalui kontak terus-menerus dengan sumber
infeksi termasuk benda-benda yang mengandung elemen jamur yang dipakai
sehari-hari misalnya sisir, topi, pakaian, handuk, alas tidur, kursi, kaos kaki,
sepatu dan benda-benda lainnya (Schieke et al.,2012). Frekuensi dermafitosis
lebih besar pada masyarakat dengan status sosial ekonomi yang rendah. Pada
umumnya mereka hidup pada lingkungan yang padat penduduk dan
memungkinkan untuk kontak antara kulit dengan kulit, hidup berdekatan dengan
hewan dan kebersihan lingkungan yang kurang optimal (Havlickova et al., 2008).
2.1.3. Etiologi
Dermatofitosis sering disebabkan oleh Trichophyton rubrum,
Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton flocosum. Ketiga spesies
jamur ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia/ antropofilik, dari binatang ke
manusia/ zoofilik, atau dari tanah ke manusia/ geofilik (Price et al., 2005).
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur dermatofita, khususnya Trichophyton
rubrum, T. Mentagrophytes, Yeast terutama Candida sp., dan non-dermatofita
seperti Aspergillus sp. atau Scopulariopsis. Di Indonesia sendiri, penyebab
Dermatofitosis yang paling banyak adalah Candida sp. (Bramono dan Budimulja,
2005).
2.1.4. Patogenesis
Ada 3 cara penularan infeksi dermatofitosis yaitu: Zoofilik, Antropofilik,
dan Geofilik. Zoofilik adalah proses transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan
melalui kontak langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang
terinfeksi dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah/tempat
tidur hewan, tempat makanan dan minuman hewan. Sumber penularan utama
adalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit. Antropofilik adalah proses transmisi
dari manusia ke manusia. Proses transmisi dapat secara langsung maupun tidak
langsung. Cara tidak langsung dapat melalui lantai kolam renang dan udara sekitar
rumah sakit/klinik. Geofilik adalah proses transmisi dari tanah ke manusia. Secara
10
sporadis menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang (Ervianti et al.,
2002).
Terjadinya infeksi Dermatofitosis dapat melalui tiga langkah utama, yaitu:
perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta
pembentukan respon pejamu. Untuk dapat menginfeksi jamur harus mempunyai
kemampuan melekat pada mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus
jaringan pejamu, dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan
diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan
menimbulkan reaksi jaringan atau radang (Ervianti et al., 2002).
2.1.5. Klasifikasi
Klasifikasi dermatofitosis dapat dibagi berdasarkan lokasi antara lain:
tinea kapitis yaitu dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala; tinea barbae yang
merupakan dermatofitosis pada dagu dan jenggot; tinea kruris yaitu dermatofitosis
pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang sampai perut bagian
bawah; tinea pedis et manum yaitu dermatofitosis pada kaki dan tangan; tinea
unguium yaitu dermatofitosis pada kuku tangan dan kaki; dan tinea korporis yaitu
dermatofitosis di badan.(Iswanda Putri and Astari, 2013)
2.1.6. Diagnosis
Penegakan diagnosis dermatofitosis pada umumnya dilakukan
berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan mikroskopik, kultur dan pemeriksaan
dengan lampu wood pada spesies tertentu. Pemeriksaan dengan KOH 10-20%
tampak dermatofit yang memilki septa dan percabangan hifa. Pemeriksaan kultur
dilakukan untuk mengetahui spesies jamur penyebab dermatofitosis. (WHO,
2011) Medium yang paling baik untuk kultur jamur adalah medium Sabouraud
Dextrose Agar.(Gümral, Döğen and Ilkit, 2015)
2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dermatofitosis terbagi menjadi tiga cara, yaitu obat
topikal, obat sistemik dan terapi bedah.
2.1. Antifungal topikal
11
Pada umunya obat topikal membutuhkan waktu yang panjang, sehingga
sangat diperlukan ketekunan untuk mendapatkan hasil yang baik. Penggunaan
obat topikal masih menjadi pilihan untuk pengobatan dermatofitosis walaupun
memiliki keterbatasan karena tidak mempunyai resiko sistemik, relatif lebih
murah, mudah digunakan dan dapat dikombinasikan dengan obat oral untuk
memperpendek masa pengobatan.
2.2. Antifungal Sistemik
Obat sistemik yang dapat digunakan sebagai obat Dermatofitosis adalah
flukonazole, itrakonazole dan terbinafin yang merupakan obat sistemik
generasi baru. Beberapa kelebihan dan kekurangan obat tersebut telah
diketahui dalam berbagai penelitian yang sudah dilakukan. Derivat azole
memiliki spektrum antijamur luas dan bersifat fungistatik, sedangkan terbinafin
memiliki efektifitas terutama padadermatofita dan bersifat fungisidal.
a. Flukonazole
Hasil yang bervariasi didapatkan baik pada penggunaan dosis kontinyu 100
mg atau dosis mingguan 150 mg. Dosis mingguan mengharuskan
penggunaan sampai resolusi lengkap (6-12 bulan).
b. Itrakonazole
Hasil yang baik didapatkan untuk Dermatofitosis dengan dosis kontinyu 200
mg/hari selama 3 bulan atau dengan dosis denyut 400 mg/hari
selama seminggu tiap bulan dalam 2-3 bulan.
c. Terbinafin
Obat ini sangat efektif terhadap dermatofita. Hasil yang baik didapatkan
dengan dosis 250 mg/hari secara kontinyu selama 3 bulan pada
Dermatofitofitosis.
2.1.8. Prognosis
Meskipun menggunakan obat-obat baru dan dosis optimal, 1 dari 5 kasus
Dermatofitosis tidak memberikan respon yang baik. Diagnosis yang tidak akurat,
salah identifikasi penyebab, adanya penyakit kedua misalnya psoriasis merupakan
12
beberapa penyebab yang diduga sebagai penyebab kegagalan terapi
Dermatofitosis selain faktor predisposisi seperti imunokompromais, karakteristik
kuku tertentu seperti pertumbuhan lambat dan sangat tebal merupakan penyulit
dalam terapi. Menghindari sumber penularan perlu diperhatikan untuk mencegah
kekambuhan Dermatofisis (Putra, 2008).
13
4. Menunjukkan bagaimana kebersihan lingkungan melindungi air dari
kontaminasi oleh lingkungan yang terkontaminasi seperti tanah.
14
2.4. Kerangka Pemikiran
Penyebab :
- Epidermophyton
- Trichophyton
- Microsporum
Tinea Korporis Tinea Capitis Tinea unguium Tinea Pedis Tinea Kruris
Faktor predisposisi:
1) Pekerjaan
2) Personal
Hygiene Gejala Klinis:
3) Pendidikan 1) Gatal
4) Pengetahuan
tentang 2) Pedih
penyakit 3) Aktivitas
dermatofitosis
5) Lingkungan terganggu
fisik (udara 4) Nyeri
lembab,
sumber air),
zat kimia (obat
antibiotik
steroid) Penurunan Kualitas
Hidup
15
2.5. Kerangka Konsep
Kejadian
Personal Hygiene Dermatofitosis
16
BAB III
METODE PENELITIAN
17
Tabel Yount
Besarnya Populasi Besar Sampel
0-100 100%
101-1000 10%
1.001-5.000 5%
5.001-10.000 3%
>10.000 1%
Sumber: Yount (1999)
Sampel penelitian ini yaitu masyarakat Kelurahan Sumur Meleleh yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari tabel Yount dengan jumlah
populasi sebanyak 598 orang maka dapat ditentukan besarnya sampel yaitu
sebesar 59 orang. Berdasarkan hasil perhitungan rumus besar sampel di atas,
maka besar sampel penelitian minimal dalam penelitian ini digenapkan
menjadi 60 orang.
18
kebersihan kuku, kebersihan pakaian,
kebersihan handuk, kebersihan tempat tidur dan
seprai (Perry dan Potter, 2006)
b. Cara ukur : Pengisian kuesioner penelitian.
c. Alat ukur : Wawancara dan kuesioner.
d. Hasil ukur : 1 = Buruk, jika jumlah skor yang diperoleh
responden < 75% (nilai 0-12)
2 = Baik, jika jumlah skor yang diperoleh
responden > 75% (nilai 13-17)
e. Skala : Nominal.
2. Usia
a. Definisi : Satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan suatu benda atau makhluk, baik
yang hidup maupun yang mati.
b. Cara ukur : Mengurangi tahun sekarang dengan tahun
lahir.
c. Alat ukur : Wawancara atau dokumen lain yang
mendukung.
d. Hasil ukur : Dinyatakan dalam tahun.
Kategori usia menurut Depkes RI (2009):
1=18-25 tahun
2=26-45 tahun
3=45-65 tahun
e. Skala : Nominal (usia).
Ordinal (kategori usia).
3. Jenis kelamin
a. Definisi : Perbedaan antara perempuan dengan laki-laki
secara biologis sejak seseorang lahir.
b. Cara ukur : Pengisian lembar data subjek penelitian.
c. Alat ukur : Wawancara, Kartu Tanda Penduduk atau
dokumen lain yang mendukung.
d. Hasil ukur : 1=Laki-laki
19
2=Perempuan
e. Skala : Nominal.
4. Pendidikan
a. Definisi : Pendidikan terakhir yang ditempuh oleh
subjek saat wawancara dan pengisian
kuisioner
b. Cara ukur : Pengisian lembar data subjek penelitian.
c. Alat ukur : Wawancara, Kartu Tanda Penduduk atau
dokumen lain yang mendukung.
d. Hasil ukur : 1= Tidak sekolah
2= Tidak lulus SD
3= Lulus SD
4= Lulus SMP
5= Lulus SMA
6= S1,Diploma
7=S2, S2 keatas
e. Skala : Nominal.
5. Pekerjaan
a. Definisi : Profesi yang dilakukan oleh manusia.
b. Cara ukur : Pengisian lembar data subjek penelitian.
c. Alat ukur : Wawancara, Kartu Tanda Penduduk atau
dokumen lain yang mendukung.
d. Hasil ukur : 1= PNS
2= Wiraswasta
3= Petani
4= Nelayan
5= Buruh
6= Tidak Bekerja
7= Lainya
e. Skala : Nominal.
6. Penyakit
sistemik
20
a. Definisi : Penyakit yang mempengaruhi tubuh secara
umum seperti diabetes mellitus, penyakit
cushing.
10. Penyakit kronis yang menyebabkan penurunan daya imun
a. Definisi : Penyakit yang mempunyai karakterisitik yaitu
bertahap-tahap, perjalanan yang cukup lama
dan sering tidak dapat disembuhkan seperti
HIV/AIDS, TB.
11.Obat
kortikosteroid
a. Definisi : Senyawa-senyawa hasil sintesis yang struktur
kimianya menyerupai hormon steroid alami
seperti hidrokortison, deksametason, dan
betametason.
21
3.6. Metode Pengumpulan Data
Data diambil dari data primer yang diperoleh melalui observasi langsung ke
lapangan dan membagikan kuesioner mengenai tingkat personal hygine dengan
risiko penularan dermatofitosis di Kelurahan Sumur Meleleh Kelurahan Teluk
segara Kota Bengkulu Puskesmas.
22
BAB IV
HASIL PENELITIAN
23
Karakteristik
Jumlah (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki - Laki 20 39,4
Perempuan 40 60,6
Total 60 100%
Berdasarkan table 4.2 eesponden dalam penelitian ini berjumlah 60 orang yakni
responden laki-laki berjumlah 20 (39,4%) orang dan responden perempuan
berjumlah 40 (60,6%) orang.
24
S2 atau S2 keatas 0 0
Jumlah 60 100 %
25
4.4. Prosentase Tingkat Personal Hygine dengan Jenis Kelamin
Hasil penelitian berikut ini menunjukkan proporsi jenis kelamin terhadap
tingkat personal hygiene dapat di lihat dibawah ini.
Personal Hygiene
Jenis Kelamin Total
Baik Buruk
5 15 20
Laki-laki
25% 75% 100%
24 16 40
Perempuan
60% 40% 100%
29 31 60
Total
48% 52% 100%
Personal Hygiene
Usia Total
Baik Buruk
18 – 25 tahun 8 2 10
26
20%
80% 100%
8 22 30
26 – 45 tahun
27% 73% 100%
7 13 20
46 – 65 tahun
35% 65% 100%
23 37 60
Total
38% 62% 100%
27
25% 75% 100%
5 5 10
Lulus SMP
50% 50% 100%
15 3 18
Lulus SMA
83% 16,7% 100%
28 32 60
Total
46% 54% 100%
28
Ikan 75%
25% 100%
2 8 10
Nelayan
20% 80% 100%
3 3 6
Buruh
50% 50% 100%
4 11 15
IRT
27% 73% 100%
15 45 60
Total
25% 75% 100%
Prosentase responden penelitian terhadap tingkat personal hygiene
yang baik di dapatkan pada pekerjaan wiraswasta sebanyak 2 orang (33%),
pengelolah ikan sebanyak 3 orang (25%), nelayan sebanyak 2 orang
(20%), buruh 3 orang (50%) dan IRT 4 orang (27%). Sedangkan tingkat
personal hygiene yang buruk di dapatkan pada pekerjaan wiraswasta
sebanyak 4 orang (67%), pengelolah ikan sebanyak 13 orang (75%),
nelayan sebanyak 8 orang (80%), buruh 3 orang (50%) dan IRT 11 orang
(73%)
Dari hasil proporsi table di atas menunjukkan bahwa, responden
memiliki personal hygiene yang baik paling banyak pada pekerjaan Ibu
rumah tangga (IRT) sebanyak 10 orang (50%), sedangkan responden
memiliki personal hygiene yang buruk paling banyak pada pekerjaan
nelayan sebanyak 8 orang (80%).
29
30
Pendidikan Pekerjaan
Usia
31
Intervensi dapat diartikan sebagai cara atau strategi memberi bantuan kepada
individu, masyarakat dan komunitas. Dalam hal ini menunjukkan kondisi saat
membawa perubahan ke arah yang lebih baik sehingga tindakan sesuai dengan
untuk mendapatkan intervensi yang paling sesuai dan dapat dilakukan untuk
penilaian dan penentuan masalah dengan nilai terbaik akan menjadi prioritas
M x I xV
Prioritas ( P )=
C
32
NO Alternatif Efektifitas Efisiensi Skor Prioritas
M I V C
1 Penyuluhan 5 5 5 2 62,5 I
Kelompok
2 Pemberian 5 5 4 2 50 II
Konseling individu
boot
Dari beberapa akar masalah yang didapatkan, maka dilakukan intervensi yaitu
kurangnya pendapatan pada Masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat untuk
memperoleh Pendidikan dan kurangnya kepedulian Masyarakat dalam menjaga
personal hygiene. Berdasarkan hal tersebut kurangnya kepedulian Masyarakat
dalam menjaga personal hygiene menjadi skala prioritas untuk dilakukannya
intervensi. Hal tersebut dipilih karena Personal hygiene Masyarakat masih sangat
minim. Pertimbangan dilakukannya intervensi adalah proses intervensi yang
mudah dilakukan dan bersifat jangka pendek yang dapat dilakukan dengan
memberikan penyuluhan mengenai Dermatofitosis.
33
BAB V
PEMBAHASAN PENELITIAN
34
sehingga akan memunculkan seorang perempuan perilaku hidup sehat dan bersih.
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Nanang Gusmaya (2022) yang
dilakukan di Desa Balung, Provinsi Bali dimana personal hygine yang didapatkan
lebih banyak yang buruk pada laki-laki dibandingkan perempuan.
35
Menurut Suma’mur (2009), menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang
rendah menyebabkan minimnya pengetahuan tentang kesehatan, pola hidup bersih
dan sehat, serta pengetahuan tentang keselamatan kerja, sehingga mengakibatkan
orang dengan tingkat pendidikan yang rendah sangat rentan terhadap kejadian
infeksi jamur.
36
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, serta sesuai dengan tujuan penelitian
ini, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebagian besar subjek penelitian berjenis kelamin perempuan sebanyak 40
orang (60,6%), kelompok usia masa dewasa (26-45 tahun) sebanyak 30 orang
(50%), pendidikan sebagian besar adalah tamatan SD sebanyak 20 orang
(33,4%), pekerjaan subjek penelitian sebagai pengolah ikan sebanyak 16 orang
(26,6%).
2. Subjek penelitian sebagian besar memiliki personal hygiene yang buruk
(61,6%).
3. Berdasarkan data karakteristik terhadap personal hygine yang buruk
didapatkan pada jenis kelamin laki-laki 15 orang (75%), kelompok usia dewasa
26-45 tahun 22 orang (73%), tingkat pendidikan tidak sekolah 2 orang (100%)
dan tidak lulus SD 8 orang (80%), pekerjaan nelayan 8 orang (80%) dan
pengolah ikan 13 orang (75%)
6.2. Saran
1. Bagi warga masyarakat pesisir di Kelurahan Sumur Meleleh agar lebih
meningkatkan kesadaran akan mejaga personal hyegene yang baik agar
terhindar dari penyakit kulit seperti dermatofitosis.
2. Bagi Aparat setempat dapat bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat
dalam melakukan penyuluhan tentang pentingnya menjaga personal hygiene,
sehingga warga kelurahan memiliki kesadaran yang lebih tinggi dalam
menjaga personal hygiene.
37
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI., 2009. Klasifikasi Umur Menurut Kategori. Jakarta: Ditjen Yankes.
English, J.S.C., 2007. An Atlas of Diagnosis and Management. General
Dermatology. Oxford: Atlas Medical Publishing Ltd, pp. 106-107.
Ervianti, E., Martodiharjo, S., Murtiastutik, D., Etiologi dan Patogenesis
Dermatomikosis Superfisialis. Simposium Penatalaksanaan
Dermatomikosis Superfisialis Masa Kini; 11 Mei 2002; Surabaya,
Indonesia.
Fauzi, Y., Suwarsono., dan Rizal, J., 2014. Penataan Ruang Wilayah Pesisir
Berbasis Mitigasi Bencana Sebagai Upaya Meminimalisir Dampak Resiko
Bencana Tsunami Bagi Masyarakat Kota Bengkulu.
http://repository.unib.ac.id/7324/ [Accessed 27 Juli 2017].
Gusmaya, Nanang. 2022. Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Pedagang Makanan
Dalam Penerapan personal Hygiene Penjamah Makanan di Desa Dalung.
Skripsi. Denpasar.
38
Harahap, M., 2000. Ilmu Penyakt Kulit. Jakarta: Hipokrates.
Havlickova, B., Czaika, V.A. dan Friedrich, M., 2008. Epidmiological Trends in
Skin Mycoses Worldwide. Mycoses., 51(4), pp.2-15.
Hayati, I. dan Handayani, Z.P., 2014. Identifikasi Jamur Malassezia furfur pada
Nelayan Penderita Penyakit Kulit di RT 09 Kelurahan Sumur Meleleh
Kota Bengkulu. Skripsi. Bengkulu.
Kurniati, R.C., 2008. Etiopatogenesis dermatofitosis. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin, 20(318), pp. 243-250.
Kumar, V., Tilak, R., Prakash, P. dan Nigam, C., 2011. Tinea Pedis, an Update.
Asian Journal of Medical Sciences, 2(2), pp. 134-138.
Laily .,2012. Personal Hygiene. Yogyakarta: Graha ilmu.
Legesse, W. dan Ambelu, A., 2004. Personal Hygiene For Health Extension
Workers. United States Agency International Development, [online].
[Accessed 7May 2018].
Murray P.R., Baron J.H., Pfaller M.A., Jorgensen J.H. and Yolken R.H., 2003.
Manual of clinical microbiology. 8th Ed. American Society for
Microbiology. Washington, D.C.
39
Richardson, M.D. dan Warnock D.W., 2000. Model System for the study of
Dermatophyte and Non-dermatophyte Invasion of Human Keratine.
Revista Iberoamericana de Micologia.
Sastroasmoro., Sudigdo., dan Ismael, S., 2010. Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Klinis Edisi Ketiga. In: Pemilihan Subjek Penelitian dan Desain
Penelitian. Jakarta: Sagung Seto, pp. 78-100.
Schieke, S.M., dan Garg, A., 2012. Superficial fungal infection. In: Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchesrt BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff Klaus.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Ed. New York:
McGraw-Hill Companies Inc. pp. 22,77-97.
Sehgal,. V.N., 2011. Textbook of Clinical Dermatology. 5th Edition. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, pp. 59-63.
Sharma, M. dan Sharma, R., 2012. Profile of Dermatophytic and Other Fungal
Infections in Jaipur. Indian J Microbiol, 52 (2), pp. 270-274.
Sigurgeirsson, B. dan Baran, R., 2013. The Prevalence of Onychomycosis in the
Global Population – A Literature Study. J Eur Acad Dermatol Venereol,
pp: 1-12.
Siregar, R.A., 2005. Atlas berwarna : Saripati Penyakit Kulit. 2nd ed Jakarta :
EGC.
Soebono, H., 2001. Dermatomikosis Superfisialis Pedoman untuk Dokter dan
Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Rodgers, P. dan Bassler, M., 2001. Treating Onychomycosis: Am Fam Physician,
63 (4), pp. 663-672.
Verma, S., dan Heffernan, M.P., 2008. Superficial Fungal Infection:
Dermatophytosis, Onichomicosis, Tinea Nigra, Pidera. In: Wolff, K.,
Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., dan Leffel, D.J.,
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York:
McGraw-Hill.
40
LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir A
Bengkulu ,……………….….2023
Mengetahui Menyetujui
Peneliti, Subjek penelitian,
41
Lampiran 2. Formulir B
Tanggal Survei :
Nomor :
A. DATA IDENTITAS DAN KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN
1. Nama :
2. Tempat/ Tanggal Lahir :
3. Alamat (RT) :
4. No. Telp/HP :
B. DATA KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN*
Jenis Kelamin
[ ] Laki-laki [ ] Perempuan
Usia : tahun
[ ] 18-25 tahun [ ] 26-45 tahun [ ] 46-65 tahun
Pendidikan
[ ] Tidak sekolah [ ] Tidak lulus SD [ ] Lulus SD [ ] Lulus SMP
[ ] Lulus SMA [ ] S1, Diploma [ ] S2, S2 keatas
Pekerjaan
[ ] PNS [ ] Wiraswasta [ ] Petani
[ ] Nelayan [ ] Buruh [ ] Tidak kerja [ ] Lainnya
Penyakit yang pernah diderita
[ ] Diabetes Mellitus [ ] TB Paru [ ] HIV/AIDS
[ ] Lainnya
42
Mengonsumsi obat steroid dalam jangka waktu lama lebih dari 2-4 minggu
penggunaan dan tergantung jenis kortikosteroid yang digunakan.
[ ] Ya [ ] Tidak
C. PERSONAL HYGIENE
Lingkari pada pilihan yang sesuai
No Pertanyaan dan jawaban
1 Berapa kali anda mandi dalam sehari?
a. 2 kali (1)
b. 1 kali (0)
43
b. Tidak (0)
9 Apakah anda mengeringkan kaki anda dengan handuk/ lap setelah anda
mencucinya?
a. Ya (1)
b. Tidak (0)
44
a. 2 minggu sekali (1)
b. Lebih dari 2 minggu (0)
45
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
46
47