Anda di halaman 1dari 47

MINI PROJECT

TINGKAT PERSONAL HYGINE DENGAN RISIKO PENULARAN


DERMATOFITOSIS PADA MASYARAKAT PESISIR DI KELURAHAN SUMUR
MELELEH KECAMATAN TELUK SEGARA KOTA BENGKULU

Disusun Sebagai Mini Project Program Internsip Dokter Indonesia

Oleh :
dr. Rosi Rahmadarti

Pendamping :
dr. RA Yenni Warningsih

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PROGRAM DOKTER INTERNSIP
PUSKESMAS PASAR IKAN
PERIODE 12 FEBRUARI – 11 AGUSTUS 2023
LEMBAR PENGESAHAN

MINI PROJECT
TINGKAT PERSONAL HYGINE DENGAN RISIKO PENULARAN
DERMATOFITOSIS PADA MASYARAKAT PESISIR DI KELURAHAN SUMUR
MELELEH KECAMATAN TELUK SEGARA KOTA BENGKULU

Laporan Mini Project ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas internsip di Puskemas

Bengkulu, Juli 2023

Pendamping Internsip Peserta Internship

(dr. RA Yenni Warningsih) (dr. Rosi Rahmadarti)

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan, karena hanya berkat dan
rahmatnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan mini proyek yang berjudul
“Tingkat personal hygiene dengan resiko penularan Dermatofitosis pada
masyarakat pesisir di Kelurahan Sumur Meleleh Kecamatan Teluk Segara
Kota Bengkulu”.
Peneliti menyadari bahwa keberhasilan penelitian ini tidak terlepas dari
bantuan, dukungan, doa dan kerjasama yang baik berbagai pihak. Maka pada
kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada:
1. dr. RA Yenni, selaku dokter pendamping peneliti selama menjalankan PIDI di
Puskesmas Pasar Ikan yang telah banyak memberikan semangat dan dukungan
moral untuk terus giat belajar dan menyelesaikan PIDI tepat waktu.
2. Rekan-rekan seperjuangan peserta PIDI Puskesmas Pasar Ikan khususnya dr.
Willujeng Fanny, dr. Mahesa Kurniati, dr. Mayasari Putri Yanna. Terima kasih
untuk dukungan dan bantuannya selama menjalankan PIDI di Puskesmas Pasar
Ikan.
3. Seluruh staf Puskesmas Pasar Ikan dan berbagai pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu peneliti dalam
menyelesaikan mini proyek ini.

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa mini proyek ini masih terdapat
banyak keterbatasan. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari para pembaca. Semoga mini proyek ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi berkah bagi
peneliti maupun pembacanya.
Bengkulu, Juni 2023

Peneliti

3
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1. Latar Belakang.........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian.....................................................................................2
1.4. Manfaat Penelitian...................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4
2.1. Dermatofitosis.........................................................................................4
2.1.1. Definisi....................................................................................................4
2.1.2. Epidemiologi...........................................................................................4
2.1.3. Etiologi....................................................................................................5
2.1.4. Patogenesis..............................................................................................5
2.1.5. Klasifikasi................................................................................................6
2.1.6. Diagnosis.................................................................................................6
2.1.7. Penatalaksanaan.......................................................................................6
2.1.8. Prognosis.................................................................................................7
2.2. Personal Hygiene....................................................................................8
2.2.1. Definisi....................................................................................................8
2.2.2. Tujuan Personal Hygiene........................................................................8
2.2.3. Peran personal hygiene dalam memutus siklus penularan penyakit.......8
2.3. Karakteristik Wilayah Penelitian.............................................................9
2.4. Kerangka Pemikiran..............................................................................10
2.5. Kerangka Konsep..................................................................................11
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................12
3.1. Desain Penelitian...................................................................................12
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................12
3.3. Populasi dan Sampel..............................................................................12
3.3.1. Populasi Penelitian................................................................................12

4
3.3.2. Sampel Penelitian..................................................................................12
3.3.3. Kriteria Inklusi.......................................................................................13
3.3.4. Kriteria Eksklusi....................................................................................13
3.4. Definisi Operasional.............................................................................13
3.5. Instrumen Penelitian..............................................................................16
3.6. Metode Pengumpulan Data...................................................................17
BAB IV HASIL PENELITIAN..........................................................................18
4.1. Sebaran Karakteristik Subjek Penelitian...............................................18
4.2. Tingkat Personal Hygiene Pada Masyarakat Kelurahan Sumur Meleleh
19
BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN...........................................................21
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................24
6.1. Kesimpulan............................................................................................24
6.2. Saran......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
LAMPIRAN..........................................................................................................28
Lampiran 1. Formulir A.....................................................................................28
Lampiran 2. Formulir B......................................................................................29
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian.................................................................33

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada pada garis
khatulistiwa dan beriklim tropis, sehingga memungkinkan untuk berkembangnya
penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur (Hayati dan Handayani, 2014).
Terdapat dua bentuk infeksi jamur pada manusia, yaitu dermatofitosis dan
nondermatofitosis. Dermatofitosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh kolonisai jamur dermatofit yang menyerang jaringan tubuh manusia dan
hewan yang mengandung keratin, seperti stratum korneum kulit, rambut, dan
kuku (Verma dan Hefferman, 2008). Dermatofitosis bersifat kronik dan sering
berulang, serta tingkat resistensi terhadap obat anti jamur cukup tinggi, sehingga
penyakit ini dapat menurunkan kualitas hidup dan menyebabkan gangguan
kenyamanan bagi penderita (Soebono, 2001).
Kasus dermatofitosis meningkat secara signifikan di berbagai negara,
yaitu lebih dari 20-25% populasi yang mengalami infeksi jamur superfisial di
seluruh dunia, sedangkan prevalensi dermatofitosis di Asia dilaporkan sebesar
35,6% (Havlickova, Czakia dan Friedrich, 2008; Kumar et al., 2011).
Berdasarkan data yang diperoleh dari studi berbasis rumah sakit dengan total
jumlah pasien yang terlibat dalam penelitian sebanyak 137.477 orang di 21
lokasi, didapatkan hasil bahwa prevalensi dermatofitosis sangat tinggi yaitu
mencapai sekitar 11% pada tahun 2012, sedangkan prevalensi dermatofitosis di
Asia mencapai 12,1% (Sigurgeirsson dan Baran, 2013). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Sharma dan Sharma (2012) kejadian dermatofitosis di kota
Jaipur, India mencapai 18,9%. Penelitian di empat kota besar yang ada di
Indonesia yaitu Bandung, Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta menunjukkan
prevalensi kejadian dermatofitosis sebesar 4,7% dari seluruh pasien dengan
penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur dan 0,5% diantara seluruh pasien
penyakit kulit (Bramono dan Budimulja, 2005).
Personal hygiene adalah suatu perilaku untuk menjaga dan memelihara
kebersihan diri sendiri yang berguna untuk kesejateraan, baik fisik maupun

6
psikisnya (Laily, 2012). Personal hygiene yang buruk akan meningkatkan
kemungkinan perlekatan jamur pada jaringan tubuh (Richardson dan Edwart,
2000). Jamur yang melekat pada jaringan tubuh kemudian tumbuh dan
melakukan penetrasi hingga akhirnya menjadi infeksi Dermatofitosis (Brown
dan Nitea, 2007)
Berdasarkan letak geografis, Provinsi Bengkulu memiliki iklim tropis
basah dengan kelembaban 81-91%. Kelurahan Sumur Meleleh Kecamatan Teluk
Segara Kota Bengkulu memiliki jumlah penduduk sebanyak 3.415 jiwa.
Masyarakatnya hampir 90% berprofesi sebagai nelayan (Apriyanto, 2017).
Kelurahan Sumur Meleleh merupakan daerah yang terletak di pesisir pantai yang
memiliki suhu panas dan kelembaban yang tinggi, kehidupannya sehari-hari
berkecimpung dengan air kurang lebih 12 jam, serta tingkat personal hygiene
yang rendah (Hayati dan Handayani, 2014).
Penelitian mengenai hubungan antara personal hygiene dengan resiko
penularan Dermatofitosis di daerah provinsi Bengkulu masih sangat terbatas.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin mengadakan penelitian tentang
tingkat personal hygiene dengan resiko penularan Dermatofitosis pada masyarakat
pesisir di Kelurahan Sumur Meleleh Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana tingkat personal hygiene dengan resiko penularan
Dermatofitosis pada masyarakat pesisir di Kelurahan Sumur Meleleh Kecamatan
Teluk Segara Kota Bengkulu ?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat personal
hygiene dengan resiko penularan Dermatofitosis pada masyarakat pesisir di
Kelurahan Sumur Meleleh Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu.

1.3.2. Tujuan Khusus

7
1. Mengetahui data karakteristik sosiodemografi responden yang telah
bersedia menjadi subjek penelitian.
2. Mengetahui tingkat personal hygiene dengan resiko penularan
dermatofitosis pada masyarakat pesisir di Kelurahan Sumur Meleleh
Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu.

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan serta acuan untuk
penelitian selanjutnya mengenai tingkat personal hygiene dengan resiko penularan
Dermatofitosis, serta hasil yang didapatkan diharapkan bisa digunakan sebagai
masukan informasi untuk puskesmas pasar ikan mengenai tingkat personal
hygiene dengan resiko penularan Dermatofitosis.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatofitosis
2.1.1. Definisi
Dermatofitosis merupakan suatu bentuk infeksi jamur dermatofita, non
dematofita dan yeast yang menyebabkan kelainan pada jaringan tubuh (Bramono
dan Budimulja, 2015). Tinea lainnya sesuai lokasi manifestasi jamur dermatofita
yaitu kulit kepala (Tinea kapitis), wajah (Tinea fasialis), kaki (Tinea pedis),
tungkai kaki dan tangan (Tinea korporis), jenggot (Tinea barbae), dan lipatan paha
(Tinea kruris) (Patel et al., 2006).

2.1.2. Epidemiologi
Insiden penyakit dermatofitosis dapat ditemukan hampir di seluruh daerah
Indonesia karena merupakan wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur
(Adiguna, 2004). Iklim dan kondisi geogafis di Indonesia memudahkan
pertumbuhan jamur sehingga menyebabkan banyaknya kasus dermatofitosis
(Bertus, 2015).
Berdasarkan data yang diperoleh dari studi berbasis rumah sakit dengan
total jumlah pasien yang terlibat dalam penelitian sebanyak 137.477 orang di 21
lokasi, didapatkan hasil bahwa prevalensi Dermatofitosis sangat tinggi yaitu
mencapai sekitar 11% pada tahun 2012, sedangkan prevalensi Dermatofitosis di
Asia mencapai 12,1% (Sigurgeirsson dan Baran, 2013). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Sharma dan Sharma (2012) kejadian Dermatofitosis di kota
Jaipur, India mencapai 18,9%. Penelitian di empat kota besar yang ada di
Indonesia yaitu Bandung, Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta menunjukkan
prevalensi kejadian Dermatofitosis sebesar 4,7% dari seluruh pasien dengan
penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur dan 0,5% diantara seluruh pasien
penyakit kulit (Bramono dan Budimulja, 2005).
Faktor predisposisi yang menyebabkan seseorang dapat terinfeksi oleh
jamur adalah suhu, kelembaban, trauma, keadaan sosial ekonomi rendah,

9
kurangnya kebersihan diri, pakaian ketat yang tidak menyerap keringat, kurang
gizi, penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan penyakit kronis (Kurniati dan
Rosita, 2008). Infeksi diperoleh melalui kontak terus-menerus dengan sumber
infeksi termasuk benda-benda yang mengandung elemen jamur yang dipakai
sehari-hari misalnya sisir, topi, pakaian, handuk, alas tidur, kursi, kaos kaki,
sepatu dan benda-benda lainnya (Schieke et al.,2012). Frekuensi dermafitosis
lebih besar pada masyarakat dengan status sosial ekonomi yang rendah. Pada
umumnya mereka hidup pada lingkungan yang padat penduduk dan
memungkinkan untuk kontak antara kulit dengan kulit, hidup berdekatan dengan
hewan dan kebersihan lingkungan yang kurang optimal (Havlickova et al., 2008).
2.1.3. Etiologi
Dermatofitosis sering disebabkan oleh Trichophyton rubrum,
Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton flocosum. Ketiga spesies
jamur ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia/ antropofilik, dari binatang ke
manusia/ zoofilik, atau dari tanah ke manusia/ geofilik (Price et al., 2005).
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur dermatofita, khususnya Trichophyton
rubrum, T. Mentagrophytes, Yeast terutama Candida sp., dan non-dermatofita
seperti Aspergillus sp. atau Scopulariopsis. Di Indonesia sendiri, penyebab
Dermatofitosis yang paling banyak adalah Candida sp. (Bramono dan Budimulja,
2005).

2.1.4. Patogenesis
Ada 3 cara penularan infeksi dermatofitosis yaitu: Zoofilik, Antropofilik,
dan Geofilik. Zoofilik adalah proses transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan
melalui kontak langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang
terinfeksi dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah/tempat
tidur hewan, tempat makanan dan minuman hewan. Sumber penularan utama
adalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit. Antropofilik adalah proses transmisi
dari manusia ke manusia. Proses transmisi dapat secara langsung maupun tidak
langsung. Cara tidak langsung dapat melalui lantai kolam renang dan udara sekitar
rumah sakit/klinik. Geofilik adalah proses transmisi dari tanah ke manusia. Secara

10
sporadis menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang (Ervianti et al.,
2002).
Terjadinya infeksi Dermatofitosis dapat melalui tiga langkah utama, yaitu:
perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta
pembentukan respon pejamu. Untuk dapat menginfeksi jamur harus mempunyai
kemampuan melekat pada mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus
jaringan pejamu, dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan
diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan
menimbulkan reaksi jaringan atau radang (Ervianti et al., 2002).

2.1.5. Klasifikasi
Klasifikasi dermatofitosis dapat dibagi berdasarkan lokasi antara lain:
tinea kapitis yaitu dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala; tinea barbae yang
merupakan dermatofitosis pada dagu dan jenggot; tinea kruris yaitu dermatofitosis
pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang sampai perut bagian
bawah; tinea pedis et manum yaitu dermatofitosis pada kaki dan tangan; tinea
unguium yaitu dermatofitosis pada kuku tangan dan kaki; dan tinea korporis yaitu
dermatofitosis di badan.(Iswanda Putri and Astari, 2013)

2.1.6. Diagnosis
Penegakan diagnosis dermatofitosis pada umumnya dilakukan
berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan mikroskopik, kultur dan pemeriksaan
dengan lampu wood pada spesies tertentu. Pemeriksaan dengan KOH 10-20%
tampak dermatofit yang memilki septa dan percabangan hifa. Pemeriksaan kultur
dilakukan untuk mengetahui spesies jamur penyebab dermatofitosis. (WHO,
2011) Medium yang paling baik untuk kultur jamur adalah medium Sabouraud
Dextrose Agar.(Gümral, Döğen and Ilkit, 2015)

2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dermatofitosis terbagi menjadi tiga cara, yaitu obat
topikal, obat sistemik dan terapi bedah.
2.1. Antifungal topikal

11
Pada umunya obat topikal membutuhkan waktu yang panjang, sehingga
sangat diperlukan ketekunan untuk mendapatkan hasil yang baik. Penggunaan
obat topikal masih menjadi pilihan untuk pengobatan dermatofitosis walaupun
memiliki keterbatasan karena tidak mempunyai resiko sistemik, relatif lebih
murah, mudah digunakan dan dapat dikombinasikan dengan obat oral untuk
memperpendek masa pengobatan.
2.2. Antifungal Sistemik
Obat sistemik yang dapat digunakan sebagai obat Dermatofitosis adalah
flukonazole, itrakonazole dan terbinafin yang merupakan obat sistemik
generasi baru. Beberapa kelebihan dan kekurangan obat tersebut telah
diketahui dalam berbagai penelitian yang sudah dilakukan. Derivat azole
memiliki spektrum antijamur luas dan bersifat fungistatik, sedangkan terbinafin
memiliki efektifitas terutama padadermatofita dan bersifat fungisidal.
a. Flukonazole
Hasil yang bervariasi didapatkan baik pada penggunaan dosis kontinyu 100
mg atau dosis mingguan 150 mg. Dosis mingguan mengharuskan
penggunaan sampai resolusi lengkap (6-12 bulan).
b. Itrakonazole
Hasil yang baik didapatkan untuk Dermatofitosis dengan dosis kontinyu 200
mg/hari selama 3 bulan atau dengan dosis denyut 400 mg/hari
selama seminggu tiap bulan dalam 2-3 bulan.
c. Terbinafin
Obat ini sangat efektif terhadap dermatofita. Hasil yang baik didapatkan
dengan dosis 250 mg/hari secara kontinyu selama 3 bulan pada
Dermatofitofitosis.

2.1.8. Prognosis
Meskipun menggunakan obat-obat baru dan dosis optimal, 1 dari 5 kasus
Dermatofitosis tidak memberikan respon yang baik. Diagnosis yang tidak akurat,
salah identifikasi penyebab, adanya penyakit kedua misalnya psoriasis merupakan

12
beberapa penyebab yang diduga sebagai penyebab kegagalan terapi
Dermatofitosis selain faktor predisposisi seperti imunokompromais, karakteristik
kuku tertentu seperti pertumbuhan lambat dan sangat tebal merupakan penyulit
dalam terapi. Menghindari sumber penularan perlu diperhatikan untuk mencegah
kekambuhan Dermatofisis (Putra, 2008).

2.2. Personal Hygiene


2.2.1. Definisi
Personal hygiene merupakan tindakan individu untuk mendorong
kebersihan pribadi sehingga transmisi penyakit dari sumber ke hospes yang rentan
dapat dicegah. Hal ini merupakan salah satu mekanisme yang digunakan untuk
memutus siklus penularan penyakit. Menjaga kebersihan tangan, kaki, kulit,
pakaian, mulut dan gigi, kepala, hidung, mata dan genitalia termasuk personal
hygiene (Legesse dan Ambelu, 2004).

2.2.2. Tujuan Personal Hygiene


Memelihara kebersihan diri, menciptakan keindahan, serta
meningkatkan derajat kesehatan individu sehingga dapat mencegah timbulnya
penyakit pada diri sendiri maupun orang lain merupakan tujuan dari personal
hygiene (Purba, 2013).

2.2.3. Peran personal hygiene dalam memutus siklus penularan penyakit


1. Memberi informasi tentang pentingnya personal hygiene dapat melindungi
tubuh manusia (hospes).
2. Memberi informasi bahwa menjaga kebersihan lingkungan akan melindungi
hospes yang rentan dari kontaminasi.
3. Menunjukkan bahwa menjaga personal hygiene dapat membantu individu
untuk tidak mencemari lingkungan dan juga menjaga kebersihan lingkungan
membantu untuk tidak mengotori atau mempengaruhi kebersihan hospes yang
rentan.

13
4. Menunjukkan bagaimana kebersihan lingkungan melindungi air dari
kontaminasi oleh lingkungan yang terkontaminasi seperti tanah.

2.3. Karakteristik Wilayah Penelitian

Menurut data dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah


(RPJMD) Kota Bengkulu tahun (2013-2018), iklim di wilayah Kota Bengkulu
adalah iklim tropis, dengan temperatur udara rata-rata 22ºC-32ºC. Lama
penyinaran matahari rata-rata berkisar antara 40-80,5%. Curah hujan rata-rata
268,17 mm/bulan dengan jumlah rata-rata hari hujan setiap bulannya adalah
sejumlah 18 hari hujan. Berdasarkan klasifikasi iklim, daerah ini tergolong tipe
iklim A (Tropis basah) dengan kelembaban 70-87%. Jumlah bulan basah 10
bulan, yaitu pada bulan Oktober-Juli dan rata-rata hujan sekitar 188 hari/tahun.
Tekanan udara berkisar antara 1008,4-1012,6 milibar dan kecepatan angin
maksimum berkisar 14-32 mil/jam.
Kelurahan Sumur Meleleh Kecamatan Teluk Segara merupakan salah satu
wilayah pesisir pantai di kota Bengkulu. Berdasarkan data diketahui jumlah
penduduk Kelurahan Sumur Meleleh Kecamatan Teluk Segara 3.415 jiwa yang
terbagi dalam 2 Rukun Warga dan 6 Rukun Tetangga (Data Kelurahan Sumur
Meleleh, 2022). Masyarakatnya hampir 90% berprofesi sebagai nelayan.
Kelurahan Sumur Meleleh merupakan daerah yang terletak di pesisir pantai yang
memiliki suhu panas dan kelembaban yang tinggi, kehidupannya sehari-hari
berkecimpung dengan air kurang lebih 12 jam (Hayati dan Putri, 2014).

14
2.4. Kerangka Pemikiran

Kejadian Infeksi Tinea

Penyebab :
- Epidermophyton
- Trichophyton
- Microsporum

Tinea Korporis Tinea Capitis Tinea unguium Tinea Pedis Tinea Kruris

Faktor predisposisi:
1) Pekerjaan
2) Personal
Hygiene Gejala Klinis:
3) Pendidikan 1) Gatal
4) Pengetahuan
tentang 2) Pedih
penyakit 3) Aktivitas
dermatofitosis
5) Lingkungan terganggu
fisik (udara 4) Nyeri
lembab,
sumber air),
zat kimia (obat
antibiotik
steroid) Penurunan Kualitas
Hidup

Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran

15
2.5. Kerangka Konsep

Kejadian
Personal Hygiene Dermatofitosis

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

16
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,
yang memungkinkan pemaksimalan kontrol faktor-faktor yang bisa
mempengaruhi akurasi suatu hasil. Desain penelitian yang di gunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk penelitian deskriptif. Metode
penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan
utama untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara
obyektif. (Notoatmodjo 2005)
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumur Meleleh
Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Juni 2023- Juli 2023.

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi target pada penelitian ini adalah semua masyarakat pada wilayah
kerja Puskesmas Pasar Ikan pada bulan Juni hingga Juli 2023.
3.3.2. Sampel Penelitian

Masyarakat di Kelurahan Sumur Meleleh di wilayah kerja


Puskesmas Pasar Ikan pada bulan Juni hingga Juli 2023. Teknik
pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling. Setiap
orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan dijadikan sampel
sampai memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan. Besar sampel yang
digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus sampel
tunggal rumus Yount Menurut Yount (1999). Berikut ini tabel penentuan
besarnya sampel menurut Yount (1999), yaitu :

17
Tabel Yount
Besarnya Populasi Besar Sampel
0-100 100%
101-1000 10%
1.001-5.000 5%
5.001-10.000 3%
>10.000 1%
Sumber: Yount (1999)
Sampel penelitian ini yaitu masyarakat Kelurahan Sumur Meleleh yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari tabel Yount dengan jumlah
populasi sebanyak 598 orang maka dapat ditentukan besarnya sampel yaitu
sebesar 59 orang. Berdasarkan hasil perhitungan rumus besar sampel di atas,
maka besar sampel penelitian minimal dalam penelitian ini digenapkan
menjadi 60 orang.

3.3.3. Kriteria Inklusi


a. Masyarakat pesisir di Kelurahan Sumur Meleleh Kecamatan Teluk Segara Kota
Bengkulu.
b. Berusia ≥18 tahun
c. Bersedia menjadi subjek penelitian yang telah diberikan informed-consent.

3.3.4. Kriteria Eksklusi


a. Menderita penyakit sistemik seperti diabetes mellitus.
b. Mengalami gangguan fungsi imunologis seperti HIV/AIDS.
c. Mengonsumsi obat kortikosteroid

3.4. Definisi Operasional


1. Personal
hygiene
a. Definisi : Praktek kebersihan diri yang meliputi
kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kaki,

18
kebersihan kuku, kebersihan pakaian,
kebersihan handuk, kebersihan tempat tidur dan
seprai (Perry dan Potter, 2006)
b. Cara ukur : Pengisian kuesioner penelitian.
c. Alat ukur : Wawancara dan kuesioner.
d. Hasil ukur : 1 = Buruk, jika jumlah skor yang diperoleh
responden < 75% (nilai 0-12)
2 = Baik, jika jumlah skor yang diperoleh
responden > 75% (nilai 13-17)
e. Skala : Nominal.
2. Usia
a. Definisi : Satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan suatu benda atau makhluk, baik
yang hidup maupun yang mati.
b. Cara ukur : Mengurangi tahun sekarang dengan tahun
lahir.
c. Alat ukur : Wawancara atau dokumen lain yang
mendukung.
d. Hasil ukur : Dinyatakan dalam tahun.
Kategori usia menurut Depkes RI (2009):
1=18-25 tahun
2=26-45 tahun
3=45-65 tahun
e. Skala : Nominal (usia).
Ordinal (kategori usia).
3. Jenis kelamin
a. Definisi : Perbedaan antara perempuan dengan laki-laki
secara biologis sejak seseorang lahir.
b. Cara ukur : Pengisian lembar data subjek penelitian.
c. Alat ukur : Wawancara, Kartu Tanda Penduduk atau
dokumen lain yang mendukung.
d. Hasil ukur : 1=Laki-laki

19
2=Perempuan
e. Skala : Nominal.
4. Pendidikan
a. Definisi : Pendidikan terakhir yang ditempuh oleh
subjek saat wawancara dan pengisian
kuisioner
b. Cara ukur : Pengisian lembar data subjek penelitian.
c. Alat ukur : Wawancara, Kartu Tanda Penduduk atau
dokumen lain yang mendukung.
d. Hasil ukur : 1= Tidak sekolah
2= Tidak lulus SD
3= Lulus SD
4= Lulus SMP
5= Lulus SMA
6= S1,Diploma
7=S2, S2 keatas
e. Skala : Nominal.
5. Pekerjaan
a. Definisi : Profesi yang dilakukan oleh manusia.
b. Cara ukur : Pengisian lembar data subjek penelitian.
c. Alat ukur : Wawancara, Kartu Tanda Penduduk atau
dokumen lain yang mendukung.
d. Hasil ukur : 1= PNS
2= Wiraswasta
3= Petani
4= Nelayan
5= Buruh
6= Tidak Bekerja
7= Lainya
e. Skala : Nominal.
6. Penyakit
sistemik

20
a. Definisi : Penyakit yang mempengaruhi tubuh secara
umum seperti diabetes mellitus, penyakit
cushing.
10. Penyakit kronis yang menyebabkan penurunan daya imun
a. Definisi : Penyakit yang mempunyai karakterisitik yaitu
bertahap-tahap, perjalanan yang cukup lama
dan sering tidak dapat disembuhkan seperti
HIV/AIDS, TB.
11.Obat
kortikosteroid
a. Definisi : Senyawa-senyawa hasil sintesis yang struktur
kimianya menyerupai hormon steroid alami
seperti hidrokortison, deksametason, dan
betametason.

3.5. Instrumen Penelitian


Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang disesuaikan dengan tujuan
penelitian. Lembar kuesioner personal hygine berisi tentang perilaku sehat yang
terdiri dari 17 (tujuh belas) pertanyaan. Pada pertanyaan dengan jawaban “Ya”
mendapat niali 1 (satu) dan jawaban “Tidak” mendapat nilai 0 (nol).
Penentuan interval penilaian pada variabel perilaku pada masing-masing
responden diketahui dengan menghitung jumlah nilai dengan menggunakan rumus
Sturges yaitu :
Sehingga perhitungan interval didapatkan dari penetapan nilai jawaban kuesioner
untuk perilaku responden sebagai berikut:
1) Perilaku Buruk dengan Nilai : 0-12
2) Perilaku Baik dengan Nilai : 13-17

21
3.6. Metode Pengumpulan Data
Data diambil dari data primer yang diperoleh melalui observasi langsung ke
lapangan dan membagikan kuesioner mengenai tingkat personal hygine dengan
risiko penularan dermatofitosis di Kelurahan Sumur Meleleh Kelurahan Teluk
segara Kota Bengkulu Puskesmas.

22
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Sebaran Karakteristik Subjek Penelitian


Sebaran karakteristik subjek penelitian berupa usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, riwayat penyakit, dan riwayat penggunaan
kortikosteroid dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Sosiodemografi


Variabel n %
Jenis Laki-laki 21 25,9
Kelamin Perempuan 60 74,1
Usia 18-25 tahun 7 8,6
26-59 tahun 53 65,4
46 - 65tahun 21 25,9
Pendidikan Tidak Sekolah 0 0
Terakhir Tidak Lulus SD 0 0
Lulus SD 22 27,2
Lulus SMP 14 17,3
Lulus SMA 45 55,6
Diploma atau S1 0 0
S2 atau S2 keatas 0 0
Pekerjaan Wiraswasta 16 19,8
Pengolah ikan 12 14,8
Nelayan 21 25,9
Buruh 12 14,8
Ibu rumah tangga 20 24,7
Lainnya 0 0
Keterangan : n= jumlah; %= persentase

4.2. Karakteristik Responden


Hasil analisis karakteristik responden disajikan dalam bentuk tabel yang
diambil dari data 60 orang di Kelurahan Sumur Meleleh, Kecamatan Teluk
Segara, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu.
4. 2 Tabel Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Kelurahan Sumur
Meleleh, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu.

23
Karakteristik
Jumlah (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki - Laki 20 39,4
Perempuan 40 60,6
Total 60 100%

Berdasarkan table 4.2 eesponden dalam penelitian ini berjumlah 60 orang yakni
responden laki-laki berjumlah 20 (39,4%) orang dan responden perempuan
berjumlah 40 (60,6%) orang.

4.2.1 Tabel Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Kelurahan Sumur


Meleleh, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu.
Karakteristik
Jumlah (n) Persentase (%)
Usia
18 -25 tahun 10 16,6
26 – 45 tahun 30 50
46 – 65 tahun 20 33,4
Total 60 100%

Berdasarkan 4.2.1, karakteristik responden berdasarkan usia terbanyak yaitu


dewasasa penuh (26 – 45 tahun) sebanyak 30 responden (50%).
4.3. Analisis Univariat
Hasil analisis data ditampilkan dalam bentuk tabel berdasarkan variabel-
variabel dalam kuesioner yang dijawab oleh responden
a. Tingkat Pendidikan
Tabel 4.3.1 Distribusi Hubungan Tingkat Pendidikan Responden
Kelurahan Sumur Meleleh, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu,
Provinsi Bengkulu
Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)
Tidak Sekolah 2 3,4

Tidak Lulus SD 10 16,6


Lulus SD 20 33,4
Lulus SMP 10 16,6
Lulus SMA 18 30
Diploma/Sarjana 0 0

24
S2 atau S2 keatas 0 0
Jumlah 60 100 %

Berdasarkan Tabel 4.3.1 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki


pendidikan terbanyak pada Lulus SD yaitu sebanyak 20 orang (33,4%).
b. Tingkat Pekerjaan
Tabel 4.3.2 Distribusi Hubungan Tingkat Pekerjaan Responden
Kelurahan Sumur Meleleh, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu,
Provinsi Bengkulu
Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)
Wiraswasta 6 1

Pengelolah Ikan 16 26,6


Nelayan 10 16,6
Buruh 6 10
IRT 15 25
Lainnya 7 11,6
Jumlah 60 100 %

Berdasarkan Tabel 4.3.2 diketahui bahwa sebagian besar responden


memiliki pekerjaan terbanyak pada Pengolah Ikan sebanyak 16 orang
(26,6%) dan IRT sebanyak 15 orang (25%).
c. Personal Hygiene Pada Masyarakat Kelurahan Sumur Meleleh
Tabel 4.3.3 Distribusi Frekuensi Personal Hygiene Subjek Penelitian

Personal hygiene N (%)


Baik 37 61,6%
Buruk 23 38,4%
Jumlah 60 100%
Keterangan : n= jumlah; %= persentase

Penelitian ini menggunakan kuisioner untuk mengetahui gambaran


personal hygiene subjek penelitian, berdasarkan data kuisioner didapatkan
personal hygiene subjek penelitian sebagian besar buruk yaitu sebanyak 37
orang (61,6%) dan sebagian kecil memiliki personal hygiene baik yaitu
sebanyak 23 orang (38,4%). (Tabel 4.3.3)

25
4.4. Prosentase Tingkat Personal Hygine dengan Jenis Kelamin
Hasil penelitian berikut ini menunjukkan proporsi jenis kelamin terhadap
tingkat personal hygiene dapat di lihat dibawah ini.

Personal Hygiene
Jenis Kelamin Total
Baik Buruk
5 15 20
Laki-laki
25% 75% 100%
24 16 40
Perempuan
60% 40% 100%
29 31 60
Total
48% 52% 100%

Prosentase responden penelitian terhadap tingkat personal hygiene


di dapatkan untuk personal hygiene yang baik pada laki – laki sebanyak 5
orang (25%) dan pada perempuan sebanyak 24 orang (60%). Sedangkan
untuk tingkat personal hygiene yang buruk untuk laki – laki sebanyak 15
orang (75%) dan pada perempuan sebanyak 16 orang (40%).
Dari hasil proporsi menunjukkan bahwa, responden laki-laki paling
banyak memiliki personal hygiene yang buruk 15 orang (75%). ,
sedangkan responden perempuan paling banyak memiliki personal
hygiene yang buruk sebanyak 16 orang (40%).

4.5. Prosentase Tingkat Personal Hygine dengan Usia


Hasil penelitian berikut ini menunjukkan proporsi usia terhadap tingkat
personal hygiene dapat di lihat dibawah ini.

Personal Hygiene
Usia Total
Baik Buruk
18 – 25 tahun 8 2 10

26
20%
80% 100%
8 22 30
26 – 45 tahun
27% 73% 100%
7 13 20
46 – 65 tahun
35% 65% 100%
23 37 60
Total
38% 62% 100%

Prosentase responden penelitian terhadap tingkat personal hygiene


yang baik di dapatkan pada usia 18 – 25 tahun sebanyak 8 orang (80%),
usia 26 – 45 tahun sebanyak 8 orang (27%) dan usia 46 – 65 tahun
sebanyak 7 orang (35%). Sedangkan tingkat personal hygiene yang buruk
di dapatkan usia 18-25 tahun 2 orang (20%) 26 – 45 tahun sebanyak 22
orang (73%) dan usia 46 – 65 tahun sebanyak 13 orang (65%).
Dari hasil proporsi menunjukkan bahwa, responden memiliki
personal hygiene yang baik paling banyak pada usia 18 - 25 tahun
sebanyak 8 orang (80%), sedangkan responden memiliki personal hygiene
yang buruk paling banyak usia 26 – 45 tahun sebanyak 22 orang (73%).

4.6. Prosentase Tingkat Personal Hygine dengan Pendidikan


Hasil penelitian berikut ini menunjukkan proporsi tingkat pendidikan
terhadap tingkat personal hygiene dapat di lihat dibawah ini.
Personal Hygiene
Pendidikan Total
Baik Buruk
0 2 2
Tidak Sekolah
0% 100% 100%
2 8 10
Tidak Lulus SD
20% 80% 100%
Lulus SD 5 15 20

27
25% 75% 100%
5 5 10
Lulus SMP
50% 50% 100%
15 3 18
Lulus SMA
83% 16,7% 100%
28 32 60
Total
46% 54% 100%

Prosentase responden penelitian terhadap tingkat personal hygiene


yang baik di dapatkan pada tingkat Tidak Sekolah sebanyak 0 orang (0%),
Tidak Sekolah sebanyak 2 orang (20%), Pendidikan lulusan SD sebanyak
5 orang (25%), lulusan SMP sebanyak 5 orang (50%) dan lulusan SMA
sebanyak 15 orang (83%). Sedangkan tingkat personal hygiene yang
buruk di dapatkan pada tingkat pendidikan Tidak Sekolah sebanyak 2
orang (100%), Tidak Lulus SD sebanyak 8 orang (80%), SD sebanyak 15
orang (75%), lulusan SMP sebanyak 5 orang (50%) dan lulusan SMA
sebanyak 3 orang (16,7%).
Dari hasil proporsi table di atas menunjukkan bahwa, responden
memiliki personal hygiene yang baik paling banyak pada tingkat
Pendidikan SMA sebanyak 15 orang (83%), sedangkan responden
memiliki personal hygiene yang buruk paling banyak pada tingkat Tidak
Sekolah sebanyak 2 orang (100%).

4.7. Prosentase Tingkat Personal Hygine dengan Pekerjaan


Hasil penelitian berikut ini menunjukkan proporsi pekerjaan terhadap
tingkat personal hygiene dapat di lihat dibawah ini.
Personal Hygiene
Pekerjaan Total
Baik Buruk
2 4 6
Wiraswasta
33% 67% 100%
Pengelolah 3 13 16

28
Ikan 75%
25% 100%
2 8 10
Nelayan
20% 80% 100%
3 3 6
Buruh
50% 50% 100%
4 11 15
IRT
27% 73% 100%
15 45 60
Total
25% 75% 100%
Prosentase responden penelitian terhadap tingkat personal hygiene
yang baik di dapatkan pada pekerjaan wiraswasta sebanyak 2 orang (33%),
pengelolah ikan sebanyak 3 orang (25%), nelayan sebanyak 2 orang
(20%), buruh 3 orang (50%) dan IRT 4 orang (27%). Sedangkan tingkat
personal hygiene yang buruk di dapatkan pada pekerjaan wiraswasta
sebanyak 4 orang (67%), pengelolah ikan sebanyak 13 orang (75%),
nelayan sebanyak 8 orang (80%), buruh 3 orang (50%) dan IRT 11 orang
(73%)
Dari hasil proporsi table di atas menunjukkan bahwa, responden
memiliki personal hygiene yang baik paling banyak pada pekerjaan Ibu
rumah tangga (IRT) sebanyak 10 orang (50%), sedangkan responden
memiliki personal hygiene yang buruk paling banyak pada pekerjaan
nelayan sebanyak 8 orang (80%).

4.8. Rencana Intervensi


Setelah dilakukan analisis data hasil penelitian, untuk menentukan rencana
intervensi pemecahan masalah digunakan diagram fishbone. Tujuan pembuatan
diagram fishbone yaitu, untuk mengetahui penyebab masalah sampai dengan akar-
akar penyebab masalah, sehingga dapat ditentukan rencana intervensi pemecahan
masalah dari setiap akar penyebab masalah yang dihadapi oleh responden.
Adapun diagram arah panah fishbone dapat dilihat pada skema berikut :

29
30
Pendidikan Pekerjaan

Mayoritas Pendidikan rendah Pekerjaan responden


termasuk kategori
menengah kebawah
Responden memilih untuk berhenti ( nelayan, IRT)
Pendidikan untuk memperoleh uang.
Sehingga dapat bertahan hidup.
Karena kurangnya skill
Kurangnya motivasi dan tidak akibat mayoritas Tingkat personal
memiliki biaya untuk Pendidikan yang rendah hygiene dengan
melanjutkan pendidikan resiko penularan
Mayoritas penduduk Dermatofitosis
berusia produktif terhadap
Tidak ada karakteristik
masalah masyarakat pesisir di
Semakin rendahnya Kelurahan Sumur
kepedulian Kesehatan Meleleh Kecamatan
Teluk Segara Kota
Bengkulu
Mayoritas Personal hygiene
rendah
Jenis Kelamin

Usia

31
Intervensi dapat diartikan sebagai cara atau strategi memberi bantuan kepada

individu, masyarakat dan komunitas. Dalam hal ini menunjukkan kondisi saat

seseorang dapat berperan sebagaimana seharusnya. Tujuan intervensi adalah

membawa perubahan ke arah yang lebih baik sehingga tindakan sesuai dengan

peran yang dimilikinya. Berdasarkan hasil analisis fishbone, dilakukan rencana

intervensi pada masing-masing akar penyebab permasalahan. Hal ini bertujuan

untuk mendapatkan intervensi yang paling sesuai dan dapat dilakukan untuk

memecahkan masalah yang dihadapi oleh Masyarakat Kelurahan Sumur Meleleh.

4.9. Alternatif Penyelesaian Masalah


Setelah menentukan prioritas penyebab masalah, maka akan dilakukan

alternatif untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut, kemudian dilakukan

penilaian dan penentuan masalah dengan nilai terbaik akan menjadi prioritas

pemecahan masalah yang dipilih menggunakan metode analisis dengan

menggunakan rumus penetapan prioritas kegiatan sebagai berikut :

M x I xV
Prioritas ( P )=
C

M = Magnitude ( besarnya masalah yang dihadapi)

I = Important ( pentingnya jalan keluar menyelesaikan masalah )

V = Venerability ( Ketepatan jalan keluar untuk masalah )

C = Cost ( Biaya yang dikeluarkan ) dimana kriterianya ditetapkan

32
NO Alternatif Efektifitas Efisiensi Skor Prioritas

M I V C

1 Penyuluhan 5 5 5 2 62,5 I

Kelompok

2 Pemberian 5 5 4 2 50 II

Konseling individu

3 Pemberian sepatu 4 4 5 3 26 III

boot

Dari beberapa akar masalah yang didapatkan, maka dilakukan intervensi yaitu
kurangnya pendapatan pada Masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat untuk
memperoleh Pendidikan dan kurangnya kepedulian Masyarakat dalam menjaga
personal hygiene. Berdasarkan hal tersebut kurangnya kepedulian Masyarakat
dalam menjaga personal hygiene menjadi skala prioritas untuk dilakukannya
intervensi. Hal tersebut dipilih karena Personal hygiene Masyarakat masih sangat
minim. Pertimbangan dilakukannya intervensi adalah proses intervensi yang
mudah dilakukan dan bersifat jangka pendek yang dapat dilakukan dengan
memberikan penyuluhan mengenai Dermatofitosis.

33
BAB V
PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1 Tingkat Personal Hygine


Berdasarkan hasil penelitian dari 60 subjek, tingkat personal hygine di
Kelurahan Sumur Meleleh menunjukkan kategori buruk sebanyak 37 orang
(61,6%). Hal ini dikarenakan kondisi geografis Kelurahan Sumur Meleleh yang
berada di pesisir pantai merupakan daerah dengan pemasok hasil laut yang cukup
tinggi, sehingga warga banyak terpapar lingkungan yang panas serta berada pada
kondisi yang lembab. Penelitian ini serupa yang dilakukan oleh Elizabeth (2007),
seorang yang beraktifitas pada lingkungan yang panas dan lembab akan lebih
sering mengeluarkan keringat dan membuat tubuh dalam kondisi lembab. Kondisi
tersebut dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya infeksi jamur.

5.2. Tingkat Personal Hygine berdasarkan Jenis Kelamin


Berdasarkan jenis kelamin dari hasil penelitian didapatkan personal hygine
buruk laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan yaitu laki-laki sebanyak 15
orang (75%) dan perempuan sebanyak 16 (40%) (Tabel 4.3). Berdasarkan
perilaku laki-laki dan perempuan dapat dilihat dari cara mereka berpakaian dan
melakukan pekerjaan sehari-hari. Baik dalam melakukan hal kebersihan,
perempuan cenderung lebih bersih daripada laki-laki. Karena laki-laki melakukan
sesuatu atas dasar pertimbangan rasional dan akal sedangkan perempuan atas
dasar pertimbangan emosional dan perasaan.
Perbedaan umum antara perempuan dan laki-laki dalam menjaga kesehatan
personal hygiene adalah biasanya perempuan dalam menjaga kesehatan personal
hygiene lebih baik dibandingkan dengan laki-laki sebab perempuan mudah diatur
dibandingkan laki-laki. Perempuan bisanya lebih telaten dalam menjaga diri dan
lingkungan dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu jiwa keibuan juga
merupakan salah satu penyebab kenapa perempuan lebih cenderung memiliki
motivasi kesehatan. Jiwa keibuan akan memberikan pengaruh yang mana watak
seorang ibu dalam mencintai lingkungan yang bersih terhadap keluarganya

34
sehingga akan memunculkan seorang perempuan perilaku hidup sehat dan bersih.
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Nanang Gusmaya (2022) yang
dilakukan di Desa Balung, Provinsi Bali dimana personal hygine yang didapatkan
lebih banyak yang buruk pada laki-laki dibandingkan perempuan.

5.3. Tingkat Personal Hygine berdasarkan usia


Berdasarkan usia dari hasil penelitian didapatkan personal hygine buruk
pada usia produktif 26-45 tahun sebanyak 22 orang (73%). Hal ini serupa dengan
penelitian yang diakukan oleh Budiman & Riyanto A (2013), usia tersebut
termasuk usia produktif yang banyak memiliki faktor predisposisi seperti aktifitas
yang tinggi (pekerjaan basah), trauma, dan produksi keringat yang berlebih, dan
banyak yang kurang memperhatikan kebersihan sehingga resiko terjadinya
dermatofitosis lebih tinggi. Menurut Gerry (2010), penyakit jamur bisa
menyerang semua tingkat umur, namun dengan bertambahnya usia sistem imun
akan menurun, sehingga lebih rentan terkena infeksi jamur. Dengan bertambahnya
usia, juga meningkatkan resiko penyakit degeneratif, yang merupakan faktor
predisposisi infeksi jamur. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian ini dikarenakan
usia 26-45 tahun lebih banyak yang memiliki personal hygine yang buruk
dibandingkan usia 46-65 tahun 13 orang (65%)

5.4. Tingkat personal hygine berdasarkan pendidikan


Berdasarkan pendidikan dari hasil penelitian didapatkan personal hygine
buruk didominasi oleh tingkat pendidikan Tidak Sekolah sebanyak 2 orang
(100%) dan Tidak Lulus SD sebanyak 8 orang (80%). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Notoatmodjo, semakin tinggi tingkat pendidikan
formal seseorang, maka semakin baik pengetahuan dan kesadaran sikap seseorang
dalam menyikapi penyakit yang dideritanya. Namun, seseorang yang tingkat
pendidikannya rendah tidak mutlak memiliki pengetahuan dan kesadaran
seseorang yang rendah karena pengetahuan bisa diperoleh secara nonformal, dan
faktor lain juga bisa mempengaruhi.

35
Menurut Suma’mur (2009), menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang
rendah menyebabkan minimnya pengetahuan tentang kesehatan, pola hidup bersih
dan sehat, serta pengetahuan tentang keselamatan kerja, sehingga mengakibatkan
orang dengan tingkat pendidikan yang rendah sangat rentan terhadap kejadian
infeksi jamur.

5.5. Tingkat personal hygine berdasarkan pekerjaan


Berdasarkan perkejaan dari hasil penelitian personal hygine buruk paling
banyak pada pekerjaan Nelayan sebanyak 8 orang (80%) dan diikuti dengan
Pengolah Ikan sebanyak 13 orang (75%). Pada Kelurahan Sumur Meleleh yang
berada di pesisir pantai kebanyakan warga bekerja sebagai pengolah ikan untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan tersebut lebih sering untuk terpapar
air dan berada pada kondisi yang lembab. Hal ini sejalan dengan penelitian
dilakukan oleh Elizabeth (2007), seorang yang beraktifitas pada lingkungan kerja
yang panas dan lembab akan lebih sering mengeluarkan keringat sehingga tubuh
dalam kondisi lembab. Kondisi tersebut dapat meningkatkan faktor resiko
terjadinya infeksi jamur.

36
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, serta sesuai dengan tujuan penelitian
ini, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebagian besar subjek penelitian berjenis kelamin perempuan sebanyak 40
orang (60,6%), kelompok usia masa dewasa (26-45 tahun) sebanyak 30 orang
(50%), pendidikan sebagian besar adalah tamatan SD sebanyak 20 orang
(33,4%), pekerjaan subjek penelitian sebagai pengolah ikan sebanyak 16 orang
(26,6%).
2. Subjek penelitian sebagian besar memiliki personal hygiene yang buruk
(61,6%).
3. Berdasarkan data karakteristik terhadap personal hygine yang buruk
didapatkan pada jenis kelamin laki-laki 15 orang (75%), kelompok usia dewasa
26-45 tahun 22 orang (73%), tingkat pendidikan tidak sekolah 2 orang (100%)
dan tidak lulus SD 8 orang (80%), pekerjaan nelayan 8 orang (80%) dan
pengolah ikan 13 orang (75%)
6.2. Saran
1. Bagi warga masyarakat pesisir di Kelurahan Sumur Meleleh agar lebih
meningkatkan kesadaran akan mejaga personal hyegene yang baik agar
terhindar dari penyakit kulit seperti dermatofitosis.
2. Bagi Aparat setempat dapat bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat
dalam melakukan penyuluhan tentang pentingnya menjaga personal hygiene,
sehingga warga kelurahan memiliki kesadaran yang lebih tinggi dalam
menjaga personal hygiene.

37
DAFTAR PUSTAKA

Adiguna, M.S.,2004. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. In: Budimulya,


Kuswadji, Bramono, Menaldi, Dwihastuti, Widati. Dermatomikosis
Superfisialis. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.pp.1-6.
Apriyanto, Y., 2017. Identifikasi Jamur Trichophyton rubrum Pada Warga
Penderita Penyakit Kulit di Perkampungan Nelayan Kelurahan Sumur
Meleleh Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu. Skripsi. Bengkulu.
Universitas Bengkulu.
Bertus N.V.P., 2015. Profil Dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari-Desember 2012. Jurnal e-
Clinic.
Bramono, K. dan Budimulja, U., 2005. Epidemiology of Onychomycosis in
Indonesia: Data Obtained from Three Individual Studies. Jpn J Med
Mycol, 46 (3), pp. 171-176.
Brown, G.D. dan Nitea, M.G., 2007. Immunology of Fungal Infection. Oxford:
Springer.
Brown, G.R. dan Burns T., 2003. Lecture Notes Dermatologi. 8th Edition.
Jakarta: EGC.
Campbell, A.W., Anyanwu, E.C. dan Morad, M., 2004. Evaluation of The Drug
Treatment and Persistence of Onychomycosis. ScientificWorld Journal, 4,
pp. 760-777.
Cappucino, J.G. dan Sherman, N., 2013. Microbiology: a laboratory manual. New
York: The Benjamin Cummings Publishing Company. Inc.
Curry, A.S., Graf, J.G dan McEwen, G.N., 1993. CTFA Microbiology Guidelines.
Washington D.C.: The Cosmetic, Toiletry, dan Fragrance Association.
Dahlan, M.S. 2010. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan. Salemba Medika: Jakarta.

Depkes RI., 2009. Klasifikasi Umur Menurut Kategori. Jakarta: Ditjen Yankes.
English, J.S.C., 2007. An Atlas of Diagnosis and Management. General
Dermatology. Oxford: Atlas Medical Publishing Ltd, pp. 106-107.
Ervianti, E., Martodiharjo, S., Murtiastutik, D., Etiologi dan Patogenesis
Dermatomikosis Superfisialis. Simposium Penatalaksanaan
Dermatomikosis Superfisialis Masa Kini; 11 Mei 2002; Surabaya,
Indonesia.

Fauzi, Y., Suwarsono., dan Rizal, J., 2014. Penataan Ruang Wilayah Pesisir
Berbasis Mitigasi Bencana Sebagai Upaya Meminimalisir Dampak Resiko
Bencana Tsunami Bagi Masyarakat Kota Bengkulu.
http://repository.unib.ac.id/7324/ [Accessed 27 Juli 2017].
Gusmaya, Nanang. 2022. Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Pedagang Makanan
Dalam Penerapan personal Hygiene Penjamah Makanan di Desa Dalung.
Skripsi. Denpasar.

38
Harahap, M., 2000. Ilmu Penyakt Kulit. Jakarta: Hipokrates.
Havlickova, B., Czaika, V.A. dan Friedrich, M., 2008. Epidmiological Trends in
Skin Mycoses Worldwide. Mycoses., 51(4), pp.2-15.
Hayati, I. dan Handayani, Z.P., 2014. Identifikasi Jamur Malassezia furfur pada
Nelayan Penderita Penyakit Kulit di RT 09 Kelurahan Sumur Meleleh
Kota Bengkulu. Skripsi. Bengkulu.
Kurniati, R.C., 2008. Etiopatogenesis dermatofitosis. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin, 20(318), pp. 243-250.
Kumar, V., Tilak, R., Prakash, P. dan Nigam, C., 2011. Tinea Pedis, an Update.
Asian Journal of Medical Sciences, 2(2), pp. 134-138.
Laily .,2012. Personal Hygiene. Yogyakarta: Graha ilmu.
Legesse, W. dan Ambelu, A., 2004. Personal Hygiene For Health Extension
Workers. United States Agency International Development, [online].
[Accessed 7May 2018].
Murray P.R., Baron J.H., Pfaller M.A., Jorgensen J.H. and Yolken R.H., 2003.
Manual of clinical microbiology. 8th Ed. American Society for
Microbiology. Washington, D.C.

Nugroho, S.A., 2015. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Dermatomikosis


Superfisialis. In: Budimulja, U., Kuswadji., Bramono, K., Menaldi, S.L.,
Dwihastuti, P., Widaty, S. Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Patel S., Meixner J.A., Smith M.B. dan McGinnis M.R., 2006. Superficial
Mycoses and Dermatophytes. In : Tyring SK, Lupi O, Hengge UR, editors.
Tropical Dermatology. China: Elsenvier inc.
Pelczar, M.J., 2005. Dasar- dasar mikrobiologi 1. Jakarta: UI Press, pp. 5-6, 189-
190.
Potter, P.A., dan Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses Dan Praktik.4th ed. Jakarta: EGC.
Prescott dan Harley., 2002. Laboratory exercises in microbiology. Laboratory
exercises in microbiology, hal.117–124.

Price, Lorraine, Wilson., 2005. Patofisiologi Konsep-Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta : EGC.
Purba, C.V.G., 2013. Pengaruh Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan
terhadap Kejadian Skabies pada Anak Usia Sekolah di Kecamatan Lubuk
Pakam Kabupaten Deli Serdang. Tesis. Medan: FKM Universitas
Sumatera Utara.
Putra, I.B., 2008. Onikomikosis.Medan: Universitas Sumatera Utara.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bengkulu,
(2013-2018). Availabel at www.bengkulukota.go.id/data/Bab-2.pdf.
[Accessed 16 Agust 2017].

39
Richardson, M.D. dan Warnock D.W., 2000. Model System for the study of
Dermatophyte and Non-dermatophyte Invasion of Human Keratine.
Revista Iberoamericana de Micologia.
Sastroasmoro., Sudigdo., dan Ismael, S., 2010. Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Klinis Edisi Ketiga. In: Pemilihan Subjek Penelitian dan Desain
Penelitian. Jakarta: Sagung Seto, pp. 78-100.

Schieke, S.M., dan Garg, A., 2012. Superficial fungal infection. In: Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchesrt BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff Klaus.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Ed. New York:
McGraw-Hill Companies Inc. pp. 22,77-97.
Sehgal,. V.N., 2011. Textbook of Clinical Dermatology. 5th Edition. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, pp. 59-63.
Sharma, M. dan Sharma, R., 2012. Profile of Dermatophytic and Other Fungal
Infections in Jaipur. Indian J Microbiol, 52 (2), pp. 270-274.
Sigurgeirsson, B. dan Baran, R., 2013. The Prevalence of Onychomycosis in the
Global Population – A Literature Study. J Eur Acad Dermatol Venereol,
pp: 1-12.
Siregar, R.A., 2005. Atlas berwarna : Saripati Penyakit Kulit. 2nd ed Jakarta :
EGC.
Soebono, H., 2001. Dermatomikosis Superfisialis Pedoman untuk Dokter dan
Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Rodgers, P. dan Bassler, M., 2001. Treating Onychomycosis: Am Fam Physician,
63 (4), pp. 663-672.
Verma, S., dan Heffernan, M.P., 2008. Superficial Fungal Infection:
Dermatophytosis, Onichomicosis, Tinea Nigra, Pidera. In: Wolff, K.,
Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., dan Leffel, D.J.,
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York:
McGraw-Hill.

40
LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir A

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Pernyataan Kesediaan Sebagai Subjek Penelitian


Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama :
Usia :
No. Telp/HP :
Alamat :
setelah mendapatkan keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian
yang berjudul “Tingkat Personal Hygiene dengan Resiko Penularan
Dermatofitosis pada Masyarakat Pesisir di Kelurahan Sumur Meleleh Kecamatan
Teluk Segara Kota Bengkulu” maka dengan ini saya menyatakan bersedia
menjadi subjek penelitian, dengan sadar dan tanpa paksaan maupun tekanan dari
siapapun. Apabila sewaktu-waktu subjek penelitian dirugikan dalam bentuk
apapun, berhak membatalkan persetujuan ini.

Bengkulu ,……………….….2023
Mengetahui Menyetujui
Peneliti, Subjek penelitian,

(dr. Rosi Rahmadarti) (...….………………......)

41
Lampiran 2. Formulir B

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

Tingkat Personal Hygiene dengan Resiko Penularan Dermatofitosis pada


Masyarakat Pesisir di Kelurahan Sumur Meleleh Kecamatan Teluk Segara
Kota Bengkulu

Tanggal Survei :
Nomor :
A. DATA IDENTITAS DAN KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN
1. Nama :
2. Tempat/ Tanggal Lahir :
3. Alamat (RT) :
4. No. Telp/HP :
B. DATA KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN*
Jenis Kelamin
[ ] Laki-laki [ ] Perempuan
Usia : tahun
[ ] 18-25 tahun [ ] 26-45 tahun [ ] 46-65 tahun
Pendidikan
[ ] Tidak sekolah [ ] Tidak lulus SD [ ] Lulus SD [ ] Lulus SMP
[ ] Lulus SMA [ ] S1, Diploma [ ] S2, S2 keatas
Pekerjaan
[ ] PNS [ ] Wiraswasta [ ] Petani
[ ] Nelayan [ ] Buruh [ ] Tidak kerja [ ] Lainnya
Penyakit yang pernah diderita
[ ] Diabetes Mellitus [ ] TB Paru [ ] HIV/AIDS
[ ] Lainnya

42
Mengonsumsi obat steroid dalam jangka waktu lama lebih dari 2-4 minggu
penggunaan dan tergantung jenis kortikosteroid yang digunakan.
[ ] Ya [ ] Tidak

*) Checklist sesuai data karakteristik subjek penelitian

C. PERSONAL HYGIENE
Lingkari pada pilihan yang sesuai
No Pertanyaan dan jawaban
1 Berapa kali anda mandi dalam sehari?
a. 2 kali (1)
b. 1 kali (0)

2 Bagaimana cara anda mandi?


a. Mandi dengan air dan sabun dan menggosok kulit kemudian seluruh
tubuh disiram sampai bersih (1)
b. Mandi dengan air lalu menggosok kulit kemudian seluruh tubuh
disiram dengan air secukupnya (0)

3 Apakah anda mandi setelah melakukan aktivitas?


a. Ya (1)
b. Tidak (0)

4 Bagaimana cara anda mencuci tangan?


a. Membasuh kedua tangan dengan air yang mengalir dan menggosok
kedua permukaan tangan dan sela-sela jari dengan sabun dan
disiram dengan air mengalir lalu tangan dikeringkan dengan lap
yang bersih (1)
b. Membasuh kedua tangan dengan air memakai wadah / mangkuk
lalu tangan dikeringkan dengan lap (0)

5 Berapa kali anda memotong kuku?


a. Sekali seminggu (1)
b. Dipotong saat sudah panjang (0)

6 Apakah anda mencuci tangan setelah selesai beraktivitas?


a. Ya (1)

43
b. Tidak (0)

7 Apakah anda mencuci kaki setelah selesai beraktifitas?


a. Ya (1)
b. Tidak (0)

8 Apakah anda mencuci kaki menggunakan sabun?


a. Ya (1)
b. Tidak (0)

9 Apakah anda mengeringkan kaki anda dengan handuk/ lap setelah anda
mencucinya?
a. Ya (1)
b. Tidak (0)

10 Berapa kali anda mengganti pakaian dalam 24 jam ?


a. 1 kali dalam sehari (1)
b. Tidak pernah (0)

11 Apakah anda menjemur pakaian yang di cuci di bawah terik matahari ?


a. Ya (1)
b. Tidak (0)

12 Apakah anda mengganti baju setelah beraktifitas berat dan berkeringat?


a. Ya (1)
b. Tidak (0)

13 Bagaimana kebiasaan anda memakai handuk ?


a. Memakai handuk sendiri (1)
b. Memakai handuk bergantian dengan keluarga (0)

14 Bagaimana anda meletakkan handuk yang telah dipakai mandi ?


a. Dijemur di luar/ dijemuran (1)
b. Digantung dalam kamar (0)

15 Bagaimana keadaan handuk anda ketika mandi ?


a. Kering (1)
b. Lembab (0)

16 Berapa kali anda mengganti sprei?

44
a. 2 minggu sekali (1)
b. Lebih dari 2 minggu (0)

17 Apakah sprei yang digunakan sebelum tidur sudah dibersihkan terlebih


dahulu ?
a. Ya (1)
b. Tidak (0)
(Adillio, 2016)

Kesimpulan: Personal hygiene baik/ Personal hygiene buruk*


Keterangan:
Baik jika jumlah skor > 75% / nilai 13-17
Buruk jika jumlah skor ≤ 75% / nilai 0-12
*Coret yang tidak perlu

45
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian

46
47

Anda mungkin juga menyukai