Anda di halaman 1dari 51

MINI PROJECT

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA

KORELASI LAMANYA HIPERTENSI DENGAN GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF


PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS SUKORAMBI
PERIODE SEPTEMBER HINGGA OKTOBER TAHUN 2020

Oleh :
dr. Khusnul Khotimah

Pembimbing :
dr. Sri Isna Amelia Ahmad

PUSKESMAS SUKORAMBI
DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2020
2

MINI PROJECT
PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA

KORELASI LAMANYA HIPERTENSI DENGAN GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF


PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS SUKORAMBI
PERIODE SEPTEMBER HINGGA OKTOBER TAHUN 2020

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Program Dokter Intenship Indonesia


di Jember Tahun 2020

Oleh :
dr. Khusnul Khotimah

PUSKESMAS SUKORAMBI
DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2020
3

LEMBAR PENGESAHAN

MINI PROJECT
PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA

KORELASI LAMANYA HIPERTENSI DENGAN GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF


PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS SUKORAMBI
PERIODE SEPTEMBER HINGGA OKTOBER TAHUN 2020

Oleh :
dr. Khusnul Khotimah

Disetujui dan disahkan oleh :

Jember, 29 Oktober 2020


Mengetahui,

Kepala Puskesmas Sukorambi Dokter Pendamping

dr. Liliek Farida dr. Sri Isna Amelia Ahmad


4

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulisan Mini Project Program Dokter Internship Indonesia yang berjudul

“Korelasi Lamanya Hipertensi Dengan Gangguan Fungsi Kognitif Pada Penderita Hipertensi Di

Puskesmas Sukorambi Periode September Hingga Oktober Tahun 2020” dapat terselesaikan

dengan baik.

Penyusunan Mini Project ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka

pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Liliek sebagai Kepala Puskesmas Sukorambi dan dr Sri Isna sebagai pembimbing

program Dokter Internship

2. Karyawan Puskesmas Sukorambi dan Penanggungjawab Program yang telah memberikan

izin, ilmu dan bimbingan penelitian kepada penulis.

3. Teman-teman sejawat Program Dokter Internship Indonesia dan Seluruh pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan mini project ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penyusunan mini project ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kesediaan pembaca untuk memberikan

kritik dan saran demi sempurnanya karya tulis ini.

Akhirnya penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca

seandainya terdapat kesalahan-kesalahan di dalam karya tulis ini dan penulis berharap semoga

dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jember, Oktober 2020

Penulis
5

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................................ 3
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 4
I. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 6
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 6
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 8
C. Tujuan Penelitan .......................................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 10
A. Hipertensi ................................................................................................................... 10
B. Fungsi Kognitif .......................................................................................................... 24
C. MMSE (Mini Mental State Examination) .................................................................. 29
D. Hipotesis..................................................................................................................... 31
E. METODOLOGI PENELITIAN............................................................................................ 32
A. Metode Penelitian ...................................................................................................... 32
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................................... 32
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................................. 32
D. Definisi Operasional .................................................................................................. 34
E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................................. 35
F. Alat Penelitian ............................................................................................................ 35
G. Metode Pengumpulan Data ........................................................................................ 36
H. Metode Analisa Data .................................................................................................. 36
F. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................. 37
A. Hasil ........................................................................................................................... 37
1. Deskripsi Responden ........................................................................................ 37
2. Korelasi Lamanya Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Kognitif ................... 40
B. Pembahasan................................................................................................................ 41
1. Deskripsi Responden .................................................................................................. 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................................. 45
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 45
B. Saran........................................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 46
6

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang sering disebut The Silent Killer karena

biasanya pasien tidak mengetahui bahwa mereka menderita penyakit hipertensi sebelum

memeriksakan tekanan darahnya. Selain itu penderita hipertensi umumnya tidak merasakan

adanya suatu tanda gejala pada tubuhnya sebelum terjadi komplikasi yang lebih lanjut (Chobanian

et al, 2004). Gaya hidup masa kini yang semakin berkembang telah menyebabkan meningkatnya

angka kejadian hipertensi pada banyak orang.

Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah

kesehatan penting di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi sebesar 22% pada

kelompok usia ≥18 tahun pada tahun 2014 dan terus meningkat, serta hubungannya dengan

penyakit kardiovaskuler, stroke, retinopati, dan penyakit ginjal. Hipertensi juga menjadi faktor

risiko ketiga terbesar penyebab kematian dini. The Third National Health and Nutrition

Examination Survey mengungkapkan bahwa hipertensi mampu meningkatkan risiko penyakit

jantung koroner sebesar 12% dan meningkatkan risiko stroke sebesar 24%.

Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada kelompok

umur ≥18 tahun sebesar 25,8%. Prevalensi hipertensi pada setiap propinsi di Indonesia pada

kelompok umur ≥18 tahun tergolong cukup tinggi. Sebagai contoh prevalensi hipertensi di

beberapa provinsi antara lain Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan

Jawa Barat pada tahun 2013 rata rata diatas 29,4%. Sedangkan prevalensi hipertensi pada

kelompok umur ≥18 tahun di Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar 26,4%. Jika saat ini

penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita

hipertensi. Suatu kondisi yang cukup mengejutkan. Terdapat 13 provinsi yang persentasenya
7

melebihi angka nasional, dengan tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%) atau secara

absolut sebanyak 30,9% x 1.380.762 jiwa = 426.655 jiwa (Kemenkes RI, 2014).

Kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang diperkirakan sekitar 80,0%

pada tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15 milyar

kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkanpada angka penderita hipertensi saat ini dan

pertambahan penduduk saat ini. Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15

juta orang, tetapi 4,0% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6,0%-15,0% pada

orang dewasa, 50,0% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga

mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak

mengetahui faktor risikonya, dan 90,0% merupakan hipertensi esensial. Orang yang memiliki

bakat hipertensi esensial harus hati-hati, karena tekanan darahnya cenderung meningkat secara

tiba-tiba, misalnya setelah melakukan aktvitas berat atau akibat stress emosional mendadak.

Diperkirakan sekitar 20% populasi orang dewasa menderita hipertensi, terutama pada orang

dengan usia lanjut lebih dari 60 tahun. Sekitar 50% dari orang berusia lanjut menderita

hipertensi.Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 1 miliar orang menderita hipertensi yang

memberikan kontribusi 7,1 juta kematian per tahun (Dreisbach, 2013). Di Indonesia, menurut

Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI tahun 2007, diketahui prevalensi di Indonesia

mencapai 31,7 % dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah tersebut 60% penderita

hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan.

Kemudian pada tahun 2013 prevalensi hipertensi pada usia di atas 20 tahun mencapai 25,8%

(Riskesdas, 2013) Salah satu komplikasi hipertensi di sistem saraf pusat selain stroke juga dapat

menyebabkan penurunan fungsi kognitif, salah satunya fungsi memori yang bila dibiarkan secara

kronis dapat menyebabkan demensia (Vascular Cognitive Impairment) (Sharp S,, 2011).
8

Beberapa studi menunjukkan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko independen

terhadap gangguan fungsi kognisi, baik dengan maupun tanpa riwayat stroke sebelumnya.

Penelitian tes kognisi yang dilakukan Arntzen et al, menyatakan penurunan fungsi kognisi pada

penderita hipertensi berupa atensi sebesar 13%, fungsi eksekutif 36% dan penurunan memori

sebesar 26% (Arntzen et al, 2011). Pada penelitian yang lainnya, didapatkan hasil penurunan

fungsi kognitif yang bermakna pada lansia penderita hipertensi yang lebih dari 5 tahun dibanding

yang baru saja didiagnosa menderita hipertensi (Taufik E, 2012) Pendapat lain menyatakan

pengaruh tekanan darah terhadap fungsi kognitif adalah karena hipertensi meningkatkan risiko

terjadinya stroke, dan juga dapat meningkatkan risiko penyakit Alzheimer mungkin melalui

penyakit pembuluh darah kecil, iskemi, stress oksidatif, dan inflamasi (Dai W, 2008). Berdasarkan

latar belakang di atas tentang tingginya risiko hipertensi dan pengaruhnya terhadap penurunan

fungsi kognitif, penulis ingin melakukan penelitian mengenai kaitan lamanya hipertensi terhadap

terjadinya penurunan fungsi kognitif pada lansia yang menderita hipertensi di Puskesmas

Sukorambi pada Bulan September hingga Oktober Tahun 2020.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan masalah

penelitian sebagai berikut: “Bagaimana Korelasi Lamanya Hipertensi dengan Gangguan Fungsi

Kognitif pada Penderita Hipertensi di Puskesmas Sukorambi Tahun 2020?”

C. Tujuan Penelitan

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Korelasi lamanya hipertensi

terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif pada penderita Hipertensi.


9

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui lamanya riwayat hipertensi pada Penderita hipertensi di Puskesmas Sukorambi

Tahun 2020

b. Menilai gangguan fungsi kognitif pada penderita hipertensi di Puskesmas Sukorambi Tahun

2020

c. Menganalisis hubungan lamanya hipertensi terhadap gangguan fungsi kognitif pada

penderita hipertensi di Puskesmas Sukorambi Tahun 2020

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai hubungan risiko

hipertensi terhadap gangguan fungsi kognitif pada penderita hipertensi sehingga nantinya

penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam upaya pencegahan penurunan fungsi

kognitif pada penderita hipertensi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat untuk mengontrol tekanan darahnya agar

meminimalisir gangguan fungsi kognitif pada penderita hipertensi.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Menjadi bahan referensi untuk peneliti berikutnya untuk melakukan dan memperdalam

penelitian dalam bidang ini.

c. Bagi Penulis

Menambah wawasan penulis untuk mengetahui hubungan antara lamanya hipertensi dan

gangguan fungsi kognitif pada penderita hipertensi


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih

dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran

dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan

tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan

kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak

(menyebabkan) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai

(Kemenkes RI, 2014)..

2. Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi diklasifikasikan atas dua jenis, yaitu hipertensi primer (esensial) (90-95%)

dan hipertensi sekunder (5-10%). Hipertensi primer adalah hipertensitanpa ditemukan

adanya etiologi dari keadaan tersebut, sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi

yang disebabkan oleh penyakit/keadaan tertentu seperti feokromositoma,

hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal

dan renovaskuler, serta akibat obat.

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan

darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi

derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah.


11

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7


Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (mmHg) Diatolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prahipertensi 120 – 139 80 -89
Hipertensi Derajat 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

3. Faktor Penyebab Hipertensi

Berhubung lebih dari 90% penderita hipertensi digolongkan atau disebabkan oleh

hipertensi primer, maka secara umum yang disebut hipertensi primer. Meskipun hipertensi

primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan

beberapa faktor yang sering menyebabkan hipertensi, yaitu :

a. Faktor Keturunan

Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu keluarga.

Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk

menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan darahnya normal.

Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam

keluarga

b. Ras

Statistik menunjukkan prevalensi hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua kali

lebih banyak dibandingkan dengan orang kulit putih. Belum diketahui secara pasti

penyebabnya, namun pada orang berkulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah

dan sensitivitas terhadap vasopresin yang lebih besar,


12

c. Usia

Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia

seseorang. Individual yang berumur diatas 60 tahun, sekitar 50-60% mempunyai tekanan

darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi

yang terjadi pada orang yang bertambah usianya

d. Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, hanya saja wanita

terlindungi dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause. Wanita yang belum

mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang dapat meningkatkan jumlah

High Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi mampu mencegah terjadinya

arterosklerosis. Namun dari hasil penelitian menyebutkan bahwa pria lebih mudah terserang

hipertensi dibandingkan dengan wanita, mungkin dikarenakan gaya hidup pria yang

kebanyakan lebih tidak terkontrol dibandingkan wanita, misalnya kebiasaan merokok,

bergadang, stres kerja, hingga pola makan yang tidak teratur

e. Stress psikis

Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan simpatis akan

meningkatkan kerja jantung dan meningkatkan tekanan darah. Apabila stress

berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah tetap tinggi.

f. Obesitas

Menurut National Institutes for Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah

tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria

dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk

wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional).Pada

orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa darah agar
13

dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut. Berat badan yang berlebihan

menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot

ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg penurunan

berat badan.

g. Asupan garam Na

Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan

ekstraseluler meningkat.Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga

volume cairan ekstraseluler meningkat.Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut

menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya

hipertensi.

h. Rokok

Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini karena

nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-paru dan disebarkan

keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke

otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjar adrenal

untuk melepaskan efinefrin (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini menyempitkan

pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih keras dibawah

tekanan yang lebih tinggi.

i. Kafein

Konsumsi kafein dalam jumlah yang berlebihan juga dapat menjadi faktor resiko terjadi

hipertensi. Kafein dapat menimbulkan perangsangan saraf simpatis, yang pada orang-orang

tertentu dapat menimbulkan gejala jantung berdebar-debar, sesak nafas dan lain-lain
14

j. Kolesterol Tinggi

Kandungan lemak yang berlebihan dalam darah dapat menyebabkan penimbunan

kolesterol pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah akan menyempit dan

akibatnya tekanan darah akan meningkat

4. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme patogenesis hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah yang

dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Mekanisme hipertensi tidak dapat

dijelaskan dengan satu penyebab khusus, melainkan sebagai akibat interaksi dinamis antara

faktor genetik, lingkungan dan faktor lainnya. Tekanan darah dirumuskan sebagai

perkalian antara curah jantung dan atau tekanan perifer yang akan meningkatkan tekanan

darah. Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal, meningkatnya rangsangan saraf simpatis,

meningkatnya aktifitas renin angiotensin alosteron, perubahan membransel,

hiperinsulinemia, disfungsi endotel merupakan beberapa faktor yang terlibat dalam

mekanisme hipertensi.

Mekanisme patofisiologi hipertensi salah satunya dipengaruhi oleh sistemr enin

angiotensin aldosteron, dimana hampir semua golongan obat anti hipertensi bekerja dengan

mempengaruhi sistem tersebut. Renin angiotensin aldosteron adalah sistem endogen

komplek yang berkaitan dengan pengaturan tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi

sistem renin angiotensin aldosteron diatur terutama oleh ginjal. Sistem renin angiotensi

aldosteron mengatur keseimbangan cairan, natrium dan kalium. Sistem ini secara

signifikan berpengaruh pada aliran pembuluh darah dan aktivasi sistem saraf simpatik serta

homeostatik regulasi tekanan darah.


15

Gambar 2.1. Pengaruh Renin Angiotensin Aldosteron Terhadap Kenaikan Tekanan Darah
5. Manifestasi Klinis Hipertensi

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara

tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan

tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit

kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan yang bisa saja

terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang

normal.

Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius dan

bahkan dapat menyebabkan kematian. Sering kali hipertensi disebut sebagai silent killer

karena dua hal yaitu:


16

a. Hipertensi sulit disadari seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus,

gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan dan sakit kepala biasanya jarang

berhubungan langsung dengan hipertensi, hipertensi dapat diketahui dengan mengukur

secara teratur.

b. Hipertensi apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai risiko besar untuk

meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke, serangan jantung, gagal

jantung dan gagal ginjal.

Jika timbul hipertensinya berat atau menahun dan tidak terobati, bisa timbul gejala berikut:

1. Sakit kepala

2. Kelelahan

3. Jantung berdebar-debar

4. Mual

5. Muntah

6. Sesak nafas

7. Gelisah

8. Pandangan menjadi kabur

9. Telinga berdenging

10. Sering buang air kecil terutama di malam hari.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma

karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang

memerlukan penanganan segera.


17

6. Penatalaksanaan pada Penderita Hipertensi

Penatalaksanaan pengobatan hipertensi harus secara holistik dengan tujuan

menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dengan menurunkan tekanan darah

seoptimal mungkin sambil mengontrol faktor-faktor resiko kardiovaskular lainnya.

Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan darah yang

harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal

kronik dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart Association (AHA)

merekomendasikan target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80

mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen

penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Algoritme

penanganan hipertensi menurut JNC 8, dijelaskan pada skema dibawah ini:


18

Gambar 2.2 Algoritma penatalaksanaan hipertensi JNC 8

Promosi kesehatan modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk individu dengan

pra-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap terapi obat pada individu hipertensi.

Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Pada penderita hipertensi,

bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup

untuk menghindari terapi obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol

tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah

adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium,

mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat secara keseluruhan.
19

Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan tekanan darah

dan risiko penyakit kardiovaskular. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti berjalan,

6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah. Ada variabilitas individu

dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki

dasar genetik. Konsumsi alkohol pada orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih minuman

per hari (minuman standar berisi ~ 14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi.

Begitu pula dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya

akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam menurunkan tekanan

darah.

Tabel 2.2. Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi
Modifikasi Rekomendasi Penurunan potensial TD
sistolik
Diet natrium Membatasi diet natrium tidak 2-8 mmHg
lebih dari 2400 mg/hari atau
100 meq/hari
Penurunan Berat Badan Menjaga berat badan normal; 5-20 mmHg per 10 kg
BMI = 18,5-24,9 kg/ penururnan berat badan
Olahraga aerobik Olahraga aerobik secara 4-9 mmHg
teratur, bertujuan untuk
melakukan aerobik 30 menit
Latihan sehari-hari dalam
seminggu. Disarankan pasien
berjalan-jalan 1 mil per hari di
atas tingkat aktivitas saat ini
Diet DASH Diet yang kaya akan buah- 4-14 mmHg
buahan, sayuran, dan
mengurangi jumlah lemak
jenuh dan total
Membatasi konsumsi alkohol Pria ≤2 minum per hari, 2-4 mmHg
wanita ≤1 minum per hari

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan darah,

mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi, meningkatkan efikasi obat

antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.


20

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan

oleh JNC 8 adalah:

a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist

b. Beta Blocker (BB)

c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)

d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)

e. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker (ARB)

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target

tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk

menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi

24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis

obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada

tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan

kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah

meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis

rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik

tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat

antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat

meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang

harus diminum bertambah.

Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditolerensi pasien adalah :

a. CCB dan BB

b. CCB dan ACEI atau ARB


21

c. CCB dan diuretika

d. AB dan BB

e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

7. Komplikasi Hipertensi

Salah satu alasan mengapa kita perlu mengobati tekanan darah tinggi adalah untuk

mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang dapat timbul jika penyakit ini tidak

disembuhkan. Beberapa komplikasi hipertensi yang umum terjadi sebagai berikut :

a. Stroke

Hipertensi adalah faktor resiko yang penting dari stroke dan serangan transient

iskemik. Pada penderita hipertensi 80% stroke yang terjadi merupakan stroke iskemik,

yang disebabkan karena trombosis intra-arterial atau embolisasidari jantung dan arteri

besar. Sisanya 20% disebabkan oleh pendarahan (haemorrhage), yang juga

berhubungan dengan nilai tekanan darah yang sangat tinggi. Studi populasi

menunjukan bahwa penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg menurunkan resiko

terjadinya stroke.

b. Penyakit jantung koroner dan gagal jantung

Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko terjadinya

penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau kematian mendadak). Bukti dari

suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif menyatakan bahwa penderita

dengan riwayat hipertensi memiliki resiko enam kali lebih besar untuk menderita gagal

jantung daripada penderita tanpa riwayat hipertensi.


22

c. Penyakit vaskular

Penyakit vaskular meliputi abdominal aortic aneurysm dan penyakit vaskular

perifer. Kedua penyakit ini menunjukan adanya atherosklerosis yang diperbesar oleh

hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan terjadinya lesi atherosklerosis pada arteri

carotid, dimana lesi atherosklerosis yang berat seringkali merupakan penyebab

terjadinya stroke.

d. Retinopati

Hipertensi dapat menimbulkan perubahan vaskular pada mata, yang disebut

retinopati hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi bilateral retinal falmshaped

haemorrhages, cotton woll spots, hard exudates dan papiloedema. Pada tekanan yang

sangat tinggi (diastolic >120 mmHg, kadang-kadang setinggi 180 mmHg atau bahkan

lebih) cairan mulai bocor dari arteriol-arteriol kedalam retina, sehingga menyebabkan

padangan kabur.

e. Kerusakan ginjal

Ginjal merupakan organ penting yang sering rusak akibat hipertensi. Dalam waktu

beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan insufiensi ginjal, kebanyakan

sebagai akibat nekrosis febrinoid insufisiensi arteri-ginjal kecil. Perkembangan

kerusakan ginjal akibat hipertensi biasanya ditandai oleh proteinuria. Proteinuria dapat

dikurangi dengan menurunkan tekanan darah secara efektif.

8. Mekanisme Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Hipertensi

Hipertensi memberikan efek terhadap otak melalui banyak mekanisme yang pada

akhirnya memberikan efek terhadap penurunan fungsi kognitif. Beberapa studi telah

dilakukan dan didapatkan hasil bahwa hipertensi menyebabkan penurunan cerebral blood
23

flow (CBF) dan metabolisme otak (penggunaan glukosa untuk menghasilkan energi) pada

regio otak tertentu, seperti pada lobus frontal, temporal, dan area subkortikal. Penurunan

CBF ini ditemukan lebih besar efek yang ditimbulkan pada pasien hipertensi tanpa terapi

medikasi dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan terapi obat. Beberapa penelitian

selanjutnya juga menunjukkan bahwa pada subjek penderita hipertensi memiliki respon yang

lebih buruk pada fungsi memorinya dibandingkan dengan yang memiliki tekanan darah

normal. Penemuan ini menunjukkan bahwa CBF memiliki peranan penting pada fungsi

memori dan juga pada fungsi kognitif yang lain. Transmisi neurokimiawi pada otak dan pada

fungsi basal sel juga terkena efek akibat dari hipertensi, selain itu berbagai macam

karakteristik neurofisiologis hipertensi juga dapat memberikan andil terhadap gangguan

fungsi kognitif. Beberapa karakteristik ini juga dapat menyebabkan perubahan patologis

pada anatomi otak setelah melalui beberapa tahun.

Pembuluh darah besar yang memberikan suplainya ke otak (arteri carotis) serta

pembuluh darah besar dan pembuluh darah kecil yang berada didalam otak juga terkena

imbas dari hipertensi. Hipertensi menyebabkan kerusakan pada endotel dari arteri serebral.

Kerusakan ini dapat menimbulkan gangguan pada blood brain barrier,sehingga substansi

toksik dapat dengan mudah masuk menuju ke otak. Selain itu kerusakan pembuluh darah

menurunkan suplai darah ke otak, atherosclerosis pada arteri besar dan blokade pada arteriol.

Pada akhirnya proses ini menyebabkan kerusakan pada substansia alba yang berperan dalam

transmisi pesan dari satu regio otak menuju yang lainnya, selain itu juga menyebabkan mini

stroke atau sering disebut silent infarction karena simptom yang muncul tidak terlihat dengan

jelas. Pada penderita hipertensi yang mengkonsumsi obat ditemukan kerusakan pada

substansia alba tidak sehebat pada penderita tanpa mengkonsumsi obat anti hipertensi, dan
24

juga pada penderita yang tekanan darahnya tidak terkontrol terlihat kerusakan yang

ekstensif. Pada tahap akhir penderita hipertensi ditemukan bahwa terjadi atropi atau

penyusutan pada massa otaknya. Berbagai gangguan inilah yang secara bertahap

menimbulkan vascular disease pada otak yang pada tahap akhir menimbulkan stroke

ataupun demensia vaskuler. Pada beberapa studi juga telah memeriksa mekanisme hubungan

aliran darah otak yang telah dijelaskan di atas dengan kaitannya terhadap performa kognitif.

Pada salah satu studi menunjukkan bahwa pada penderita hipertensi yang mengalami

kerusakan substansia alba menunjukkan hasil kognitif yang lebih buruk dibandingkan

dengan subjek yang memiliki tensi normal dan kerusakan substansia alba yang minimal.

B. Fungsi Kognitif

1. Definisi Kognitif

Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiranyang dengannya kita menjadi waspada

akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek pengamatan, pemikiran dan

ingatan.

2. Aspek-Aspek Kognitif

Fungsi kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi berikut, antara lain :

a. Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu. Orientasi

terhadap personal (kemampuan menyebutkan namanya sendiri Ketika ditanya)

menunjukkan informasi yang “overlearned”. Kegagalan dalam menyebutkan namanya

sendiri sering merefleksikannegatifism, distraksi, gangguan pendengaran atau

gangguan penerimaan bahasa.


25

Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan Negara, provinsi, kota, gedung dan

lokasi dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan tahun,

musim, bulan, hari dan tanggal.Karena perubahan waktu lebih sering daripada tempat,

maka waktu dijadikan indeks yang paling sensitifuntuk disorientasi.

b. Bahasa

Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4 parameter, yaitu :a)

Kelancaran, merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan panjang,

ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang dapat membantu menilai

kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara secara

spontan. b) Pemahaman, merujuk pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan

atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang untuk melakukan perintah

tersebut. c) Pengulangan, adalah kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu

pernyataan atau kalimat yang diucapkan seseorang. d) Naming, merujuk pada

kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta bagian-bagiannya.

c. Atensi

Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus spesifik

dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar lingkungannya. Fungsi Atensi

memiliki dua aspek, yaitu : a) Mengingat segera, aspek ini merujuk pada kemampuan

seseorang untuk mengingat sejumlah informasi selama <30 detik dan mampu untuk

mengeluarkannya kembali. b) Konsentrasi, aspek ini merujuk pada sejauh mana

kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatiannya pada satu hal. Fungsi ini

dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk mengurangkan 7 secara berturut-

turut dimulai dari angka 100 atau memintanya mengeja kata secara terbalik.
26

d. Memori

1) Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi

yang diperolehnya. Memori verbal terbagi menjadi memori baru dan memori baru.

Memori baru adalah kemampuan seseorang untuk mengingat informasi yang

diperolehnya pada beberapa menit atau beberapa hari yang lalu. Memori lama

adalah kemampuan seseorang untuk mengingat informasi yang diperolehnya pada

beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu.

2) Memori visual, yaitu kemampuan untuk mengingat kembali informasi berupa

gambar.

e. Fungsi konstruksi

Kemampuan seseorang untuk membangun dengan sempurna.Fungsi ini dinilai

dengan meminta orang tersebut untuk menyalin gambar, memanipulasi balok atau

membangun kembali suatu bangunan balok yang telah dirusak sebelumnya.

f. Kalkulasi

Mengacu kepada kemampuan untuk menghitung angka

g. Penalaran

Kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya suatu hal, serta berpikir

abstrak
27

3. Faktor yang Berpengaruh Pada Fungsi Kognitif

Ada beberapa faktor penting yang memiliki efek penting terhadap fungsi kognitif seperti

usia, gangguan perfusi darah otak, stress, ansietas, latihan memori, genetik, hormonal,

lingkungan, penyakit sistemik, infeksi, intoksikasi obat, diet.

a. Usia

Semakin tua usia seseorang maka secara alamiah akan terjadi apoptosis pada sel

neuron yang berakibat terjadinya atropi pada otak yang dimulai dari atropi korteks,

atropi sentral, hiperintensitas substantia alba dan paraventrikuler. Yang mengakibatkan

penurunan fungsi kognitif pada seseorang, kerusakan sel neuron ini diakibatkan oleh

radikal bebas, penurunan distribusi energi dan nutrisi otak.

b. Stress, Depresi, Ansietas

Depresi, stress dan ansietas akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah

dan stress memicu pelepasan hormon glukokortikoid yang dapat menurunkan fungsi

kognitif.

c. Perfusi darah otak

Otak merupakan organ manusia yang hanya memiliki berat 2% dari tubuh namun

menggunakan konsumsi oksigen 20% dari O2 total (45 mL O2/min), dan juga

menggunakan konsumsi glukosa 25% dari glokosa tubuh, karena otak tidak memiliki

cadangan glukosa. Aliran darah otak berkisar 50-60 ml/100g/menit dengan CBF

istirahat 800 mL/min yang kira-kira 15% dari cardiac output. Otak tidak memiliki

cadangan glukosa dan oksigen sehingga bila terjadi gangguan perfusi otak akan

didapatkan gangguan pada sel neuron, makin lama gangguan perfusi darah ke

hippokampus akan semakin berat derajat gangguan kognitif, yang dibuktikan oleh
28

penelitian De Jong, dkk yang meligasi arteri carotis tikus wistar setelah 1 bulan

didapatkan penurunan fungsi kognitif.

d. Lingkungan

Pada orang yang tinggal di daerah maju dengan sistem pendidikan yang cukup maka

akan memiliki fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan pada orang dengan fasilitas

pendidikan yang minimal, semakin kompleks stimulus yang didapat maka akan semakin

berkembang pula kemampuan otak seseorang ditunjukkan pada penelitian pada tikus

yang berada pada lingkungan yang sering diberikan rangsang memiliki kadar asetilkolin

lebih tinggi dari kelompok kontrol

e. Infeksi dan penyakit sistemik

Penyakit sistemik seperti atherosklerosis, hipertensi, dislipidemia, obesitas, rokok

akan menghambat aliran darah otak sehingga terjadi gangguan suplai nutrisi bagi otak

yang berakibat pada penurunan fungsi kognitif. Selain itu infeksi akan merusaksel

neuron yang menyebabkan kematian sel otak.

f. Latihan memori

Semakin sering seseorang menggunakan atau melatih memorinya maka sinaps antar

neuron akan semakin banyak terbentuk sehingga kapasitas memori seseorang akan

bertambah, berdasar penelitian Vancocellos pada tikus yang diberi latihan berenang

selama 1 jam perhari selama 9 minggu terbukti memiliki fungsi memori jangka pendek

dan jangka panjang yang lebih baik daripada kelompok control.


29

g. Intoksikasi obat

Beberapa zat seperti toluene, alkohol, bersifat toksik bagi sel neuron, selain itu

defisiensi vitamin B kompleks terbukti menyebabkan penurunan fungsi kognitif

seseorang, obat golongan benzodiazepin, statin juga memiliki efek terhadap memori.

C. MMSE (Mini Mental State Examination)

1. Tujuan

MMSE awalnya dirancang sebagai media pemeriksaan status mental singkat serta

terstandardisasi yang memungkinkan untuk membedakan antara gangguan organik dan

fungsional pada pasien psikiatri. Sejalan dengan banyaknya penggunaan tes ini selama

bertahun-tahun, kegunaan utama MMSE berubah menjadi suatu media untuk mendeteksi

dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan kelainan

neurodegeneratif, misalnya penyakit Alzheimer.

2. Gambaran

MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang

dikelompokkan menjadi 7 kategori :orientasi terhadap tempat (negara, provinsi, kota,

gedung dan lantai), orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari dan tanggal),

registrasi (mengulang dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi (secara berurutan

mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau mengeja kata WAHYU secara terbalik),

mengingat kembali (mengingat kembali 3 kata yang telah diulang sebelumnya), bahasa

(memberi nama 2 benda, mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami suatu

kalimat, menulis kalimat dan mengikuti perintah 3 langkah), dan kontruksi visual

(menyalin gambar). Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar sempurna;

skor yang makin rendah mengindikasikan performance yang buruk dan gangguan kognitif
30

yang makin parah. Skor total berkisar antara 0-30 (performance sempurna). Skor ambang

MMSE yang pertama kali direkomendasikan adalah 23 atau 24, memiliki sensitivitas dan

spesifisitas yang baik untuk mendeteksi demensia; bagaimanapun, beberapa studi sekarang

ini menyatakan bahwa skor ini terlalu rendah, terutama terhadap seseorang dengan status

pendidikan tinggi. Studi-studi ini menunjukkan bahwa demensia dapat didiagnosis dengan

keakuratan baik pada beberapa orang dengan skor MMSE antara 24-27.Gambaran ini

terfokus pada keakuratan dalam populasi. Untuk tujuan klinis, bahkan skor 27 tidak sensitif

untuk mendeteksi demensia pada orang dengan status pendidikan tinggi, dimana skor

ambang 24 tidak spesifik pada orang dengan status pendidikan rendah.

3. Pelaksanaan

MMSE dapat dilaksanakan selama kurang lebih 5-10 menit.Tes ini dirancang agar

dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua profesi kesehatan atau tenaga terlatih

manapun yang telah menerima instruksi untuk penggunaannya.

4. Penggunaan Klinis

MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan mudah diaplikasikan yang

telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta valid untuk mendeteksi dan

mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan penyakit

neurodegenerative. Hasilnya, MMSE menjadi suatu metode pemeriksaan status mental

yang digunakan paling banyak di dunia. Tes ini telah diterjemahkan ke beberapa bahasa

dan telah digunakan sebagai instrumen skrining kognitif primer pada beberapa studi

epidemiologi skala besar demensia..Data psikometri luas MMSEmenunjukkkan bahwa tes

ini memiliki tes retest dan reliabilitas serta validitas sangat baik berdasarkan diagnosis

klinis independen demensia dan penyakit Alzheimer. Karena performance pada MMSE
31

dapat dibiaskan oleh pengaruh status pendidikan rendah pada pasien yang sehat, beberapa

pemeriksa merekomendasikan untuk menggunakan ambang skor berdasarkan umur dan

status pendidikan untuk mendeteksi demensia. Kelemahan terbesar MMSE yang banyak

disebutkan ialah batasannya atau ketidakmampuannya untuk menilai beberapa kemampuan

kognitif yang terganggu di awal penyakit Alzheimer atau gangguan demensia lain

(misalnya terbatasnya item verbal dan memori dan tidak adanya penyelesaian masalah atau

judgment), MMSE juga relatif tidak sensitif terhadap penurunan kognitif yang sangat

ringan (terutama pada individual dengan status pendidikan tinggi). Walaupun batasan-

batasan ini mengurangi manfaat MMSE, tes ini tetap menjadi instrumen yang sangat

berharga untuk penilaian penurunan kognitif.

5. Interpretasi MMSE

Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat pemeriksaan : 1.

Skor 24-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal 2. Skor 17-23 berarti

probablegangguan kognitif 3.Skor 0-16 berarti definite gangguan kognitif.Pada penelitian

ini penulis mengambil kategori kognitif normal dan gangguan kognitif untuk skor kurang

dari 24.

D. Hipotesis

Terdapat Korelasi antara lamanya hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif pada

penderita hipertensi di Puskesmas Sukorambi pada September hingga Oktober 2020.


E. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik untuk mengetahui korelasi antara

lamanya hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif pada penderita hipertensi di Puskesmas

Sukorambi pada September hingga Oktober 2020. Desain penelitian yang digunakan adalah

studi cross sectional yang mengukur variabel independen dan dependen pada waktu

bersamaan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanan di Puskesmas Sukorambi, Kecamatan Sukorambi,

Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Pengambilan data primer dilakukan dalam jangka

waktu 1 bulan, dimulai pada tanggal 14 September 2020 sampai dengan tanggal 9 Oktober

2020.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien penderita Hipertensi yang terdapat

di wilayah kerja Puskesmas Sukorambi periode September hingga Oktober Tahun 2020.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah penderita hipertensi yang bekunjung ke poli umum

Puskesmas Sukorambi yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria

ekslusi. Pengambilan sampel dengan metode consecutive sampling yaitu pengambilan

sampel yang dilakukan dengan cara memilih sampel yang memenuhi kriteria penelitian

sampai kurun waktu tertentu sehingga jumah sampel terpenuhi. Sampel penelitian

berjumlah 21 orang.
33

a. Kriteria Sampel

Dalam pemilihan sampel, peneliti membuat kriteria bagi sampel yang diambil.

Sampel yang diambil berdasarkan pada kriteria inklusi, yaitu karakteristik sampel

yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini

adalah:

1) Kriteria inklusi:

a) Pasien menderita hipertensi atau memiliki riwayat hipertensi

b) Usia diatas 40 Tahun

c) Bersedia mengikuti penelitian dan telah mengisi informed consent

d) Dapat berkomunikasi secara mandiri

e) Dapat membaca, menulis, dan mendengar

2) Kriteria Eksklusi :

a) Tidak dapat membaca, menulis dan mendengar

b) Pasien menolak untuk diikutsertakan dalam penelitian

c) Pasien tidak dapat menyelesaikan tes MMSE

d) Pasien dengan gangguan psikiatri, retardasi mental, stroke, riwayat tumor

otak, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat infeksi susunan saraf pusat,

epilepsi, pemakaian obat penenang, dan penyakit yang berkaitan dengan

sistem saraf pusat lainnya.


34

D. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Penelitian Operasional
1 Lama TD sistolik ≥ Spigmomanometer - Responden diukur tekanan - Hipertensi di atas Interval
Hipertensi 140 mmhg Anamnesa darahnya dalam keadaan sama dengan 5 tahun
TD diastolik istirahat - Hipertensi di bawah 5
≥ 90 mmhg - Responden di anamnesa tahun
mengenai riwayat dan jangka
waktu hipertensi
2 Gangguan Skor MMSE Skala MMSE Responden diberi pertanyaan 1. Skor 24-30 fungsi Interval
Fungsi < 24 berdasarkan tabel MMSE kognitif normal
Kognitif dan masing-masing diberi 2. Skor 17-23 probable
skor sesuai perintah yang bisa gangguan kognitif
dijawab responden
3. Skor 0-16 definite
gangguan kognitif.
Peneliti Menggunakan
- Gangguan kognitif
(skor MMSE < 24)
- Tanpa gangguan
kognitif (skor
MMSE ≥24)
35

E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini meliputi data primer. Data primer

didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner. Wawancara dengan

menggunakan kuisioner dilaksanakan di Poli Umum Puskesmas Sukorambi.

F. Alat Penelitian

Pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah kuesioner. Kuisoner yang digunakan

adalah MMSE (Mini-Mental Examination) untuk mengukur fungsi kognitif. MMSE mudah

diaplikasikan dan telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta valid untuk

mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif. Hasilnya, MMSE menjadi suatu

metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak di dunia.

MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan

menjadi tujuh kategori : orientasi terhadap tempat (negara, provinsi, kota, gedung, dan lantai),

orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari, dan tanggal), registrasi (mengulang dengan

cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi (secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100,

atau mengeja kata WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali 3 kata

yang telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2 benda, mengulang kalimat, membaca

dengan keras dan memahami suatu kalimat, menulis kalimat, dan mengikuti perintah 3

langkah), dan kontruksi visual (menyalin gambar).

Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat pemeriksaan :

1. Skor 24-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal

2. Skor < 24 diinterpretasikan sebagai gangguan kognitif


36

G. Metode Pengumpulan Data

1. Penderita hipertensi yang berkunjung ke Poli Umum di Puskesmas Sukorambi yang

memenuhi kriteria inklusi serta bersedia dijadikan sampel penelitian maka akan dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan hipertensi oleh peneliti.

2. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan oleh peneliti menggunakan tensimeter air raksa.

3. Pasien yang menderita hipertensi dikelompokkan menjadi penderita hipertensi ≥ 5 tahun

atau penderita hipertensi

H. Metode Analisa Data

1. Sebelum dianalisis, data diedit, dikoding, ditabulasi dan dientri ke dalam komputer

2. Data dengan skala kategorial seperti jenis kelamin, karakteristik subyek penelitian,

riwayat penyakit, dan sebagainya dideskripsikan sebagai distribusi frekuensi dan

presentase. Variabel yang berskala kontinyu seperti umur, tekanan darah, dan sebagainya

di deskripsikan sebagai rerata simpang baku

3. Untuk menguji hubungan derajat hipertensi dengan fungsi kognitif yang diperiksa dengan

tes MMSE dilakukan uji Pearson

4. Uji statistik dilakukan dengan program SPSS versi 16.0 for Windows.
F. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan lamanya Hipertensi dengan

gangguan fungsi kognitif pada Penderita Hipertensi di Puskesmas Sukorambi Periode

September hingga Oktober Tahun 2020. Penelitian dilakukan pada bulan September hingga

Oktober 2020. Data primer penelitian ini diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh

responden. Sedangkan data sekunder berupa data pasien dan data mengenai puskesmas

diperoleh dari data internal Puskesmas Sukorambi. Peneliti dapat menemui sejumlah 21

orang pasien saat penelitian yang dilakukan dan hanya dapat diambil data sejumlah 20

orang yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini. Pemilihan responden

berdasarkan metode non probability sampling berupa consequtive sampling. Penelitian ini

merupakan penelitian yang bersifat analitik melihat korelasi lamanya Hipertensi dengan

gangguan fungsi kognitif pada Penderita Hipertensi di Puskesmas Sukorambi Periode

September hingga Oktober Tahun 2020.

1. Deskripsi Responden

Responden pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang keanggotaan BPJSnya

berada di puskesmas ini. Hasil penyebaran kuesioner kepada seluruh responden, peneliti

memperoleh data terkait identitas responden yang menjadi objek penelitian, berikut adalah

hasil pengolahan data identitas responden yang dapat menjadi informasi karakteristik

responden penelitian ini.


38

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Penelitian

No Karakterisitik Jumlah (orang) Persentase


1 Usia
41-50 tahun 5 23.8 %
51-60 tahun 12 57.1 %
61-70 tahun 4 19.0%
Total 21 100 %
2 Jenis Kelamin
Laki-Laki 8 38.1 %
Perempuan 13 61.9%
Total 21 100 %
3 Lama Hipertensi
< 5 Tahun 13 61.9 %
≥ 5 Tahun 8 38.1 %
Total 21 100 %
4 Pendidikan
SD 17 81.0 %
SMP 2 9.5 %
SMA 2 9.5 %
Total 21 100 %
5 Fungsi Kognitif
Normal 14 66.7 %
Gangguan 7 33.3 %
Total 21 100 %

Tabel 4.1 menunjukkan responden penelitian ini sejumlah 21 orang terbagi

dalam 3 kelompok usia, kelompok usia terbanyak pada rentang 51-60 tahun sejumlah

57.1% (12 orang), pada urutan kedua adalah rentang usia 41-50 tahun sebesar 23.8%

(5 orang) dan rentang usia lebih dari 61-70 tahun merupakan rentang usia dengan

jumlah paling sedikit sebesar 19.0% (4 orang).

Responden penelitian ini didominasi oleh responden berjenis kelamin

perempuan sebesar 61.9% dan 38.1% untuk responden laki-laki. Mayoritas

responden berpendidikan SD sebesar 81.0% (17 orang) dan 9.5% berpendidikan


39

SMP dan SMA yang mendominasi kelompok karakteristik pendidikan. Terdapat 3

kelompok karakteristik pendidikan dalam responden penelitian ini, kelompok

pendidikan tamatan SMP dan SMA merupakan kelompok yang memiliki nilai yang

sama.

Lama pasien menderita hipertensi dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu

kurang dari 5 tahun dan lebih dari 5 tahun. Responden yang menderita hipertensi

kurang dari 5 tahun sejumlah 61.9% (13 orang). Responden yang menderita

hipertensi lebih dari 5 tahun sejumlah 38.1% (8 orang). Mayoritas responden masih

menderita di rentang 0-5 tahun.

Fungsi Kognitif dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu Normal dan

Gangguan. Pengkategorian ini berdasarkan Skor MMSE responden yang

ditranslasikan dimana skor >24 menggambarkan fungsi kognitif yang normal dan

<24 maka menunjukkan responden mengalami gangguan. Responden yang Normal

mendominasi 66.9% (14 orang). Responden yang menderita gangguan sejumlah

33.3% (7 orang).
40

2. Korelasi Lamanya Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Kognitif

Analisis bivariat menggunakan uji Pearson dilakukan untuk mengidentifikasi Korelasi

antara lamanya hipertensi dengan terjadinya gangguan fungsi kognitif pada penderita

Hipertensi di Puskesmas Sukorambi.

Tabel 4.1 Korelasi Lamanya Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Kognitif pada
penderita Hipertensi di Puskesmas Sukorambi
Correlations

Lamanya_Hipertensi Fungsi_Kognitif
Lamanya_Hipertensi Pearson Correlation 1 .693**
Sig. (2-tailed) .000
N 21 21
Fungsi_Kognitif Pearson Correlation .693** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 21 21
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan Tabel 4.1 , dapat dilihat bahwa terdapat korelasi antara lamanya
hipertensi dan fungsi kognitif pada penderita hipertensi di Puskesmas Sukorambi pada
tahun 2020. Hal ini ditunjukkan dari nilai r kurang dari 0,005 pada Sig (2-tailed). Dengan
nilai korelasi pearson yang bernilai positif 0,693 maka dapat didiskripsikan korelasi yang
terjadi merupakan korelasi positif sehingga apabila semakin lama responden menderita
hipertensi maka semakin buruk gangguan fungsi kognitifnya dan dapat pula
diinterpretasikan kekuatan korelasinya sebesar 0,693 yang merupakan korelasi kuat
41

B. Pembahasan
1. Deskripsi Responden
Penelitian ini menunjukkan sejumlah 21 orang terbagi dalam 3 kelompok usia,
kelompok usia terbanyak pada rentang 51-60 tahun sejumlah 57.1% (12 orang), pada
urutan kedua adalah rentang usia 41-50 tahun sebesar 23.8% (5 orang) dan rentang usia
lebih dari 61-70 tahun merupakan rentang usia dengan jumlah paling sedikit sebesar 19.0%
(4 orang). Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Tapan (2009) dengan
bertambahnya umur maka tekanan darah akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, akan
mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot
sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.
Responden penelitian ini didominasi oleh responden berjenis kelamin perempuan
sebesar 61.9% dan 38.1% untuk responden laki-laki. Hal ini tidak sesuai dengan faktor
risiko yang dijelaskan bahwa jenis kelamin laki-laki berpengaruh lebih besar dengan angka
kejadian terjadinya hipertensi dibandingkan jenis kelamin perempuan. Hal ini mungkin
dikarenakan jumlah mayoritas pasien perempuan di Puskesmas Sukorambi pada rentang
waktu penelitian lebih banyak dibanding laki-laki. Hal ini sesuai dengan data yang didapat
dari Badan Pusat Statistik Jawa Timur mengenai jumlah pendudukan berdasarkan usia.
Pada kelompok penduduk usia 60- 64 tahun, berdasarkan data statistik penduduk dengan
jenis kelamin perempuan lebih dari jumlah laki-laki. Hasil analisis gambaran antara jenis
kelamin dengan kejadian hipertensi dapat diketahui bahwa persentase kejadian hipertensi
lebih banyak terjadi pada laki- laki daripada perempuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Stefhany (2012) prevalensi hipertensi pada laki- laki lebih besar
daripada perempuan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Wirka dan Wayan (2012)
bahwa persentase kejadian hipertensi lebih banyak pada laki-laki (39,7%) dibandingkan
perempuan (36,8%).
Berbeda dengan penelitian saat ini, hasil penelitian yang dilakukan Rahayu (2012)
menunjukkan bahwa persentase kejadian hipertensi lebih banyak pada perempuan daripada
laki-laki. Tekanan darah wanita, khususnya sistolik, meningkat lebih tajam sesuai usia.
Setelah 55 tahun, wanita mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi. Salah
satu penyebab terjadinya pola tersebut adalah karena hormon kedua jenis kelamin.
Produksi hormon esterogen menurun saat menopause, wanita kehilangan efek
42

menguntungkan sehingga tekanan darah meningkat (Benson dan Casey, 2006). Perbedaan
hasil penelitian ini disebabkan karena proporsi responden berjenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada jenis kelamin perempuan.
Mayoritas responden berpendidikan SD sebesar 81.0% (17 orang) dan 9.5%
berpendidikan SMP dan SMA yang mendominasi kelompok karakteristik pendidikan.
Terdapat 3 kelompok karakteristik pendidikan dalam responden penelitian ini, kelompok
pendidikan tamatan SMP dan SMA merupakan kelompok yang memiliki nilai yang sama.
Pendidikan adalah suatu usaha menanamkan pengertian dan tujuan agar diri manusia
(masyarakat) tumbuh pengertian, sikap dan perbuatan positif. Pada dasarnya usaha
pendidikan adalah perubahan sikap dan perilaku pada diri manusia menuju arah positif
dengan mengurangi faktor-faktor perilaku dan sosial budaya negatif (Notoatmodjo, 2010).
Lama pasien menderita hipertensi dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu kurang
dari 5 tahun dan lebih dari 5 tahun. Responden yang menderita hipertensi kurang dari 5
tahun sejumlah 61.9% (13 orang). Responden yang menderita hipertensi lebih dari 5 tahun
sejumlah 38.1% (8 orang). Mayoritas responden masih menderita di rentang 0-5 tahun.
Fungsi Kognitif dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu Normal dan Gangguan.
Pengkategorian ini berdasarkan Skor MMSE responden yang ditranslasikan dimana skor
>24 menggambarkan fungsi kognitif yang normal dan <24 maka menunjukkan responden
mengalami gangguan. Responden yang Normal mendominasi 66.9% (14 orang).
Responden yang menderita gangguan sejumlah 33.3% (7 orang). Jumlah penderita
hipertensi yang memiliki skor MMSE dengan interpretasi memiliki kognitif normal lebih
banyak dibanding dengan penderita dengan hasil skor MMSE yang menunjukkan terjadi
gangguan fungsi kognitif. Hal ini sesuai Wood E. pada tahun 2000 data ini dapat
disebabkan karena rentang usia yang diambil sebagai sampel penelitian masih dalam
rentang usia yang masih aktif, hal ini mempengaruhi fungsi kognitif yang lebih baik pad
usia aktif, hal ini disebabkan karena rangsangan stimulus yang semakin kompleks akan
merangsang peningkatan kadar asetilkolin yang melindungi otak dari terjadinya gangguan
fungsi kognitif.
43

2. Analisis Data Bivariat mengenai Korelasi Lamanya Hipertensi dengan Penurunan


Fungsi Kognitif pada penderita hipertensi di Puskesmas Sukorambi Periode
September hingga Oktober Tahun 2020
Berdasarkan hasil data yang didapat, dilakukan uji bivariate korelasi Pearson di
SPSS versi 16.0, kemudian diperoleh Nilai Signifikansi Sig. (2-tailed) dari tabel output
diatas diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara lamanya hipertensi dan fungsi kognitif adalah
sebesar 0.000 < 0.005 yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara variable
lamanya hipertensi dan variabel fungsi kognitif. Kemudian berdasarkan nilai r hitung
(Pearson Correlations) diketahui nilai r htung untuk hubungan variabel Lamanya hipertensi
dan Fungsi kognitif adalah sebear 0.693> r tabel 0,456, sehingga dapat disimpulkan bahwa
ada korelasi antara variabel lamanya hipertensi dan fungsi kognitif. Korelasi antara kedua
variabel memiliki nilai positif dengan kata lain semakin meningkatnya lamanya hipertensi
maka semakin terjadi gangguan kognitif pasien hipertensi
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Kasmianto Abadi
dkk dari Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara Jakarta. Dengan 32 responden
yang berusia rata-rata 61 tahun. 21 responden (65,6%) memiliki riwayat hipertensi, dan 21
orang lainnya (65,6%) menderita MCI (Mild Cognitive Impairment). Mild Cognitive
Impairment didapati pada sebanyak 17 orang (81%) dari jumlah 21 orang pada kelompok
yang memiliki riwayat hipertensi, dan 4 orang (36%) menderita MCI pada kelompok
responden dengan tekanan darah normal. Dari penelitian ini didapati bahwa adanya riwayat
hipertensi berdampak signifikan terhadap risiko terjadinya MCI pada responden yang tidak
lain adalah para lansia dengan usia rata-rata 61 tahun. Risiko pada individu yang lebih tua
yang didiagnosa hipertensi dan memiliki MCI adalah 2,2 dibandingkan dengan individu
yang memiliki tekanan darah normal (p value = 0,01). Pada penelitian lain mengenai
hubungan hipertensi dengan fungsi kognitif yang dilakukan oleh Shilpa Gaidhane et al ,
Menurut Shilpa Gaidhane et al Hipertensi esensial bisa dipertimbangkan menjadi salah satu
faktor risiko independen terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif yang dapat
mengarah ke demensia dan stroke pada usia lebih dari 60 tahun. Hal ini dibuktikan dengan
penelitian yang dilakukan dengan desain cross sectional yang melibatkan 62 orang
penderita hipertensi, 21 orang dengan normotensi, dan 41 orang dengan prehipertensi
sebagai perbandingan. Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan uji hasil yang cukup
44

signifikan mengenai terjadinya gangguan fungsi kognitif pada kelompok hipertensi yang
dibandingkan dengan kelompok normotensi dengan nilai p <0,001 .Hal ini membuktikan
kaitan adanya pengaruh tekanan darah tinggi terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif.
Penelitian lain yang juga menunjukkan hasil yang sesuai adalah penelitian yang
pernah dilakukan oleh Knopman pada tahun 2001. Penelitian Knopman ini dilakukan
secara studi longitudinal dengan follow up selama 6 tahun. Responden penelitian memiliki
rentang usia 47-70 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 10.963 orang. Hasil penelitian
dengan nilai p < 0,001 menunjukkan hasil yang signifikan dan adanya hubungan antara
hipertensi dan gangguan fungsi kognitif. Penelitian ini tidak sesuai dengan beberapa
penelitian lain yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara hipertensi dan
terjadinya gangguan fungsi kognitif pada lansia, salah satunya adalah penelitan yang
dilakukan oleh Scherr pada tahun 1991. Penelitian Scherr dilakukan terhadap responden
dengan usia di atas 65 tahun dan sampel sebanyak 3.809 orang , didapati nilai p > 0,05 dan
menunjukkan tidak adanya kaitan mengenai hipertensi dan gangguan fungsi kognitif.
Penelitian lain yang tidak sesuai adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Glynn pada
tahun 1999. Penelitian Glynn dilakukan secara studi longitudinal yang dilakukan follow up
selama 6 tahun. Penelitian ini dilakukan pada responden dengan rentang usia 65- 102 tahun
dengan jumlah sampel sebanyak 2.068 orang. Hasil penelitian ini memiliki nilai p >0,005
sehingga menunjukkan tidak ada korelasi hipertensi dan penurunan fungsi kognitif.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Penderita Hipertensi di Puskesmas Sukorambi Periode September hingga Oktober 2020
didominasi oleh kurang dari 5 tahun.
2. Penderita Hipertensi di Puskesmas Sukorambi Periode September hingga Oktober 2020
didominasi yang tidak mengalami penurunan fungsi kognitif (Normal) daripada yang
menderita gangguan.
3. Terdapat Korelasi Lamanya Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Kognitif pada
Penderita Hipertensi di Puskesmas Sukorambi Periode September hingga Oktober Tahun
2020. Korelasi berupa korelasi positif yang bermakna semakin meningkatnya lama
menderita hipertensi berdampak semakin terjadi penurunan fungsi kognitif.

B. Saran
1. Bagi penderita hipertensi yang memiliki durasi menderita sejak muda atau memiliki
masa menderita hipertensi yang cukup lama disarankan tetap mengontrol tekanan
darahnya agar stabil dan melatih fungsi kognitif dengan melakukan kegiatan-kegiatan
analitik secara rutin seperti membaca, mengisi teka-teki, mendengarkan radio, berdiskusi
dan lain-lain
2. Perlu dilakukan edukasi dan pemeriksaan tekanan darah secara rutin untuk
mendeteksi kasus hipertensi bagi usia yang berpotensi mengalami hipertensi
3. Penelitian Selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan jumlah sampel yang
lebih banyak dan durasi yang lebih panjang dengan metode case control study untuk
memberikan topik penelitian yang lebih komprehensif
46

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, K., Wijayanti, D., Gunawan, E.A., Rumawas, M.E., Strisna, B. 2013. Hipertensi dan Risiko
Mild Cognitive Impairment pada Usia Lanjut. Artikel Penelitian. Jakarta : Universitas Sumatera
Utara

Anam, P., Muis, A., Widjojo, S., Rambe, S., Laksmidewi, A.P. and Pramono, A., et al. 2015.Panduan
Nasional Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. Jakarta : PERDOSSI
Anggraini, A.D., Waren, A., Situmorang, E., Asputra, H., Siahaan, S.S., 2009.Faktor- Faktor yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pasien yang berobat di poliklinik dewasa
puskesmas Bangkinang periode Januari sampai Juni 2008.Karya Tulis Ilmiah. Tidak
dipublikasikan. Bangkinang : UNRI

Ariff, S., 2012. Hubungan Derajat Hipertensi dengan Kolesterol pada Pasien Hipertensi di RSUP
Adam Malik.Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan. Medan : Sumatera Utara.
Arntzen, K.A., Schirmer, H., Wilsgaard, T., Mathiesen, E.B., 2011. Impact of cardiovascular risk
factors on cognitive function : Te Tromso study. Eur J Neurol 2011, 18:737-743. doi: 10.1111-
c.1468-1331.2010.03263.x
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2014. Jumlah Penduduk menurut kelompok usia berdasarkan
jenis kelamin. : http://sumut.bps.go.id [accessed 11 Oktober 2015]
Carayannis, G. 2000. Memory Cognitive Function Loss: ReGenesis medical centre. Avaible from
:http://carleenshope.weebly.com/uploads/4/0/3/6/4036917/memory_cognitive_function_loss.p
df. [accessed 19 Juni 2015]
Chobanian, A.V., 2004. The Seventh Report of the Joint National Committee on: Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U.S. Department of Health and
Human Services. Avaible from :http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/jnc7full.pdf
[Accessed 20 Oktober 2020]
Dai, W., Lopez, O.L, Carmichael, O.T., Becker, J.T., Kuller, L.H., and Gach, H.M. . 2008. Abnormal
Reginal Cerebral Blood Flow in Cognitively Normal Elderly Subjects With Hypertension.
National Institutes of Health. 39(2): 349-354. doi: 10.1161/STROKEAHA. 107.495457

Dayamaes, R., 2013. Gambaran Fungsi Kognitif Klien Usia Lanjut di Posbindu Rosella Legoso
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur Tangerang Selatan. Karya Tulis Ilmiah. Tidak
dipublikasikan. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

DeJong, G., Farkas, E., Stienstra, C.M., Plass, J.R., Keijser, J.N., de la Torre, J.C., et al 1999. Cerebral
Hypoperfusion Yields Cappylary Damage in the Hippocampal CA1 Area that correlates with
Spatial Memory Impairment. Neuroscience 1999;91:203-210.

Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 606

Dreisbach, A.W., 2014. Epidemiology of Hypertension. Medscape. Avaible


from :http://emedicine.medscape.com/article/1928048-overview#a3 (diakses 20 oktober
2020).
47

Dreisbach, A.W., 2014. Epidemiology of Hypertension. Medscape. Avaible


from :http://emedicine.medscape.com/article/1928048-overview#a3 [Accessed 3 Mei 2015]
Faust R., 1994. Toxicity summary for toluene: Oak ridge reservational environtment restoration
program. Article. US : Departmen of Energy
Ghaidane, S., Ghaidane, A.M., Zahirudin, Q.S., Khatib, N. 2014. Essential Hypertension and cognitive
function in elderly. GJMEDPH Vol.3 Issue 2
Hanifa, A., 2009.Prevalensi Hipertensi Sebagai Penyebab Penyakit Ginjal Kronik di Unit Hemodialisis
RSUP H.Adam Malik Tahun 2009.Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan. Medan : Sumatera
Utara.

Kalaria, R.N., Skoog, I., 2002. Overlap with Alzheimer’s Disease. Dalam Vascular Cognitive
Impairment. London: Martin Dunitz LTD. 145-159

Kaplan, N.M, Victor, R.G., Flynn. J.T. 2006. Kaplan’S Clinical Hypertension. 9th Edition. USA :
Lippincott Williams & Wilkins. 1-17

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta : Kementrian Kesehatan
RI. (diakses 20 oktober 2020).
Kemenkes RI. 2014. Infodatin Hipertensi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. (diakses 20 oktober
2020)
Kemenkes RI. 2016. Profil kesehatan Indonesia 2015. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
(diakses 20 oktober 2020).
Lezak, M.D., Howieson, D.B., & Loring, D.W. 2004.Neuropsychological Assessment, 4thedition.NY :
Oxford University Press. Evidence Level VI: Exert Opinion.

Quarino, A. 2014. “Perbandingan Rerata Jumlah Langkah Sebagai Penanda Aktivitas Fisik
antara Pekerja dengan Sindroma Metabolik dan Tanpa Sindroma Metabolik”. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Rahmadhani, R. 2014. “Analisis Hubungan Kadar Kolesterol Total dan Ukuran Lingkar Perut
dengan Kejadian Hipertensi Pada Pegawai Uin Alauddin Makassar Tahun 2014”. Al-Sihah
: Public Health Science Journal, vol . 7 no. 1.
Rambe, A. 2015.Pengaruh hipertensi terhadap fungsi kognitif. Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RISKESDAS, Riset Kesehatan Dasar, 2013. Avaible


from :www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
[Accessed 20 Oktober 2020]

RISKESDAS, Riset Kesehatan Dasar, 2013. Avaible from


:www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf [Accesed 24
April 2015] Ropper, A,H., Samuel M.H. 2009. Adam’s and Victor’s Principles of Neurology.
9th Edition. USA. 592-597
48

Riwidikdo, H. 2010. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia. Russel, D. 2011. Bebas Dari
6 Penyakit Paling Mematikan. Yogyakarta: Media Pressindo.
S.I., Aarsland, D., Day, S., Sonnesyn, H., . 2011. Hypertension is a potential risk factor for vascular
dementia: systemic review. Int J Geriatr Psychiatry. Avaible from:
http://www.readcube.com/articles/10.1002%2Fgps.2572?r3_referer=wol&tracking_action=pre
view_click&show_checkout=1&purchase_referrer=onlinelibrary.wiley.com&purchase_site_lic
ense=LICENSE_DENIED

Santoso, J. 2010. Membonsai Hipertensi. Surabaya: Jarring Pena.


Setyawati dan Yekti. (2011). ”Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Pada
Pegawai Negeri Sipil SMAN 8 Semarang”. Jurnal Visikes, vol. 10 no 2.
Sharp, S.I., Aarsland, D., Day, S., Sonnesyn, H., . 2011. Hypertension is a potential risk factor for
vascular dementia: systemic review. Int J Geriatr Psychiatry. Avaible from:
http://www.readcube.com/articles/10.1002%2Fgps.2572?r3_referer=wol&tracking_action=pre
view_click&show_checkout=1&purchase_referrer=onlinelibrary.wiley.com&purchase_site_lic
ense=LICENSE_DENIED [Accessed : 19 Juni 2015]

Shihab, M Quraish. 2002. Tafsir Al- Mishbah Volume 9. Lentera hati. Jakarta.
South, M dkk. 2014.” Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Kolongan
Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara”. ejournal keperawatan, vol . 7 no. 2.
Sriani, K dkk. 2016. “Hubungan Antara Perilaku Merokok dan Kebiasaan Olahraga dengan
Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Usia 18-14 Tahun”. Jurnal Publikasi Kesehatan
Masyarakat Indonesia . 4 no. 5.
Stinga, E., Knauper, G., Murphy, J., and Gavrilovic. 2000. Collagen Degradation and Platelet Derived
Growth Factor Stimulate the Migration of Vascular Smooth Muscle Cells. J Cell. Avaible
from :http://jcs.biologist.org/content/113/11/2055.long [Accessed: 19 Juni 2015]
Sudarmoko, A., 2010.Tetap Tesenyum Melawan Hipertensi. Yogyakarta: Atma Media Press: 3-12

Sugiyanto, E. 2007.Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular.Dalam Cermin Dunia Kedokteran


Volume 34 Neurologi.Artikel. ISS 0125-913X
Surrena, H., 2010. Handbook for Brunner& Suddart’s Textbook of Medical Surgical Nursing. 12th
edition. Philadelpia: wolters Kluwer health/ Lippincott Williams &wilkins. 375-376 Susilo, Y.,

Taufik, E., 2012.Hubungan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Kognitif pada Lansia.Karya Tulis
Imiah. Tidak dipublikasikan. Semarang : Universitas Diponegoro.

Wood, E., Dudchenko, P., Robitsek, R., and Eichenbaum, H. 2000. Hippocampal neurons encode
information about different episodes occuring in the same location. doi: 10.1016/S0896-
6273(00)00071-4
Wulandari, A., 2011. Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Andi: 5-12; 25;48-73

Zulsita, A. 2010.Gambaran Kognitif pada Lansia di RSUP H. Adam Malik.Karya Tulis Ilmiah. Tidak
dipublikasikan. Medan: Sumatera Utara.
Lampiran 1 Data Responden

No Jenis Lama
Nama Umur Pendidikan Fungsi Kognisi
Kelamin Hipertensi
1 Jamila 50 P SD ≥5th Gangguan
2 Sriyani 48 P SD <5th Normal
3 Mulyani 45 P SD <5th Normal
4 Sauda 54 P SD ≥5th Gangguan
5 Alfiatiningsih 58 P SMP <5th Normal
6 Mayarini 65 P SD ≥5th Normal
7 Tengku Ahmad 57 L SD <5th Gangguan
8 Fahrudin 52 L SMP <5th Normal
9 Sri Lestari 50 P SMA <5th Normal
10 Sri Wahyuni 59 P SD ≥5th Gangguan
11 Ahmadi 50 L SD ≥5th Gangguan
12 Halimah 66 P SD <5th Normal
13 Surya 65 L SD <5th Normal
14 Bunali 53 L SD ≥5th Normal
15 Indahyanti 43 P SD <5th Normal
16 Erutomo 54 L SD ≥5th Gangguan
17 Suyanto 57 L SD <5th Normal
18 Erni 45 P SMA <5th Normal
19 Saenal 67 L SD ≥5th Gangguan
20 Tuminah 59 P SD <5th Normal
21 Siti 42 P SD <5th Normal
50

Lampiran 2 Data SPSS Versi 16


Correlations

Lamanya_Hipert
ensi Fungsi_Kognitif

Lamanya_Hipertensi Pearson Correlation 1 .693**

Sig. (2-tailed) .000

N 21 21

Fungsi_Kognitif Pearson Correlation .693** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 21 21

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Lampiran 3 Foto Kegiatan


51

Lampiran 4 Kuesioner

KUESIONER MMSE ( MINI –MENTAL STATE EXAMINATION )


Skor Skor Jam mulai :
maks lansia Jam selesai :
ORIENTASI
5 Sekarang (hari),(tanggal),(bulan),(tahun),berapa,(musim)apa?
5 Sekarang kita berada dimana?
(jalan),(no rumah),(kota),(kabupaten),(propinsi)
REGISTRASI
3 Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda, 1detik untuk tiap benda.
Kemudian mintalah klien mengulang ke3 nama benda tersebut. Berikan1
angka untuk tiap jawaban yang benar. Bila masih salah,ulangi penyebutan
ke3 nama benda tersebut sampai ia dpt mengulanginya dgn benar.
Hitunglah jumlah percobaan .....
ATENSI dan KALKULASI
5 Hitunglah berturut-turut selang 7 mulai dari 100 ke bawah. Berilah
1angka untuk tiap jawaban yang benar. Berhenti setelah 5 hitungan
(93,86,79,72,65). Kemungkinan lain, ejalah kata “dunia” dari akhir ke
awal (a-i-n-u-d)
MENGINGAT
3 Tanyalah kembali nama ke3 benda yang telah disebutkan diatas. Berilah
1 angka untuk tiap jawaban yang benar.
BAHASA
9 Apakah nama benda-benda ini? Perlihatkan pensil dan arloji (2 angka)
ulanglah kalimat berikut: ”jika tidak dan atau tapi”, (1 angka). Laksanakan
3 buah perintah ini: ”peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu,
lipatlah kertas itu pada pertengahan dan letakkanlah di lantai (3 angka)
Bacalah dan laksanakan perintah berikut “PEJAMKAN MATA ANDA”
(1 angka).
Tulislah sebuah kalimat (1 angka).
Tirulah gambar ini (1 angka).

SKOR Jam selesai:

Anda mungkin juga menyukai