Oleh :
dr. Khusnul Khotimah
Pembimbing :
dr. Sri Isna Amelia Ahmad
PUSKESMAS SUKORAMBI
DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2020
2
MINI PROJECT
PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA
Oleh :
dr. Khusnul Khotimah
PUSKESMAS SUKORAMBI
DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2020
3
LEMBAR PENGESAHAN
MINI PROJECT
PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA
Oleh :
dr. Khusnul Khotimah
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulisan Mini Project Program Dokter Internship Indonesia yang berjudul
“Korelasi Lamanya Hipertensi Dengan Gangguan Fungsi Kognitif Pada Penderita Hipertensi Di
Puskesmas Sukorambi Periode September Hingga Oktober Tahun 2020” dapat terselesaikan
dengan baik.
Penyusunan Mini Project ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka
1. dr. Liliek sebagai Kepala Puskesmas Sukorambi dan dr Sri Isna sebagai pembimbing
3. Teman-teman sejawat Program Dokter Internship Indonesia dan Seluruh pihak yang telah
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penyusunan mini project ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kesediaan pembaca untuk memberikan
seandainya terdapat kesalahan-kesalahan di dalam karya tulis ini dan penulis berharap semoga
Penulis
5
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................................ 3
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 4
I. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 6
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 6
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 8
C. Tujuan Penelitan .......................................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 10
A. Hipertensi ................................................................................................................... 10
B. Fungsi Kognitif .......................................................................................................... 24
C. MMSE (Mini Mental State Examination) .................................................................. 29
D. Hipotesis..................................................................................................................... 31
E. METODOLOGI PENELITIAN............................................................................................ 32
A. Metode Penelitian ...................................................................................................... 32
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................................... 32
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................................. 32
D. Definisi Operasional .................................................................................................. 34
E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................................. 35
F. Alat Penelitian ............................................................................................................ 35
G. Metode Pengumpulan Data ........................................................................................ 36
H. Metode Analisa Data .................................................................................................. 36
F. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................. 37
A. Hasil ........................................................................................................................... 37
1. Deskripsi Responden ........................................................................................ 37
2. Korelasi Lamanya Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Kognitif ................... 40
B. Pembahasan................................................................................................................ 41
1. Deskripsi Responden .................................................................................................. 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................................. 45
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 45
B. Saran........................................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 46
6
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang sering disebut The Silent Killer karena
biasanya pasien tidak mengetahui bahwa mereka menderita penyakit hipertensi sebelum
memeriksakan tekanan darahnya. Selain itu penderita hipertensi umumnya tidak merasakan
adanya suatu tanda gejala pada tubuhnya sebelum terjadi komplikasi yang lebih lanjut (Chobanian
et al, 2004). Gaya hidup masa kini yang semakin berkembang telah menyebabkan meningkatnya
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah
kesehatan penting di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi sebesar 22% pada
kelompok usia ≥18 tahun pada tahun 2014 dan terus meningkat, serta hubungannya dengan
penyakit kardiovaskuler, stroke, retinopati, dan penyakit ginjal. Hipertensi juga menjadi faktor
risiko ketiga terbesar penyebab kematian dini. The Third National Health and Nutrition
jantung koroner sebesar 12% dan meningkatkan risiko stroke sebesar 24%.
umur ≥18 tahun sebesar 25,8%. Prevalensi hipertensi pada setiap propinsi di Indonesia pada
kelompok umur ≥18 tahun tergolong cukup tinggi. Sebagai contoh prevalensi hipertensi di
beberapa provinsi antara lain Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan
Jawa Barat pada tahun 2013 rata rata diatas 29,4%. Sedangkan prevalensi hipertensi pada
kelompok umur ≥18 tahun di Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar 26,4%. Jika saat ini
penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita
hipertensi. Suatu kondisi yang cukup mengejutkan. Terdapat 13 provinsi yang persentasenya
7
melebihi angka nasional, dengan tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%) atau secara
absolut sebanyak 30,9% x 1.380.762 jiwa = 426.655 jiwa (Kemenkes RI, 2014).
pada tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15 milyar
kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkanpada angka penderita hipertensi saat ini dan
juta orang, tetapi 4,0% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6,0%-15,0% pada
orang dewasa, 50,0% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga
mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak
mengetahui faktor risikonya, dan 90,0% merupakan hipertensi esensial. Orang yang memiliki
bakat hipertensi esensial harus hati-hati, karena tekanan darahnya cenderung meningkat secara
tiba-tiba, misalnya setelah melakukan aktvitas berat atau akibat stress emosional mendadak.
Diperkirakan sekitar 20% populasi orang dewasa menderita hipertensi, terutama pada orang
dengan usia lanjut lebih dari 60 tahun. Sekitar 50% dari orang berusia lanjut menderita
hipertensi.Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 1 miliar orang menderita hipertensi yang
memberikan kontribusi 7,1 juta kematian per tahun (Dreisbach, 2013). Di Indonesia, menurut
Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI tahun 2007, diketahui prevalensi di Indonesia
mencapai 31,7 % dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah tersebut 60% penderita
hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan.
Kemudian pada tahun 2013 prevalensi hipertensi pada usia di atas 20 tahun mencapai 25,8%
(Riskesdas, 2013) Salah satu komplikasi hipertensi di sistem saraf pusat selain stroke juga dapat
menyebabkan penurunan fungsi kognitif, salah satunya fungsi memori yang bila dibiarkan secara
kronis dapat menyebabkan demensia (Vascular Cognitive Impairment) (Sharp S,, 2011).
8
terhadap gangguan fungsi kognisi, baik dengan maupun tanpa riwayat stroke sebelumnya.
Penelitian tes kognisi yang dilakukan Arntzen et al, menyatakan penurunan fungsi kognisi pada
penderita hipertensi berupa atensi sebesar 13%, fungsi eksekutif 36% dan penurunan memori
sebesar 26% (Arntzen et al, 2011). Pada penelitian yang lainnya, didapatkan hasil penurunan
fungsi kognitif yang bermakna pada lansia penderita hipertensi yang lebih dari 5 tahun dibanding
yang baru saja didiagnosa menderita hipertensi (Taufik E, 2012) Pendapat lain menyatakan
pengaruh tekanan darah terhadap fungsi kognitif adalah karena hipertensi meningkatkan risiko
terjadinya stroke, dan juga dapat meningkatkan risiko penyakit Alzheimer mungkin melalui
penyakit pembuluh darah kecil, iskemi, stress oksidatif, dan inflamasi (Dai W, 2008). Berdasarkan
latar belakang di atas tentang tingginya risiko hipertensi dan pengaruhnya terhadap penurunan
fungsi kognitif, penulis ingin melakukan penelitian mengenai kaitan lamanya hipertensi terhadap
terjadinya penurunan fungsi kognitif pada lansia yang menderita hipertensi di Puskesmas
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut: “Bagaimana Korelasi Lamanya Hipertensi dengan Gangguan Fungsi
C. Tujuan Penelitan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Korelasi lamanya hipertensi
2. Tujuan Khusus
Tahun 2020
b. Menilai gangguan fungsi kognitif pada penderita hipertensi di Puskesmas Sukorambi Tahun
2020
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
hipertensi terhadap gangguan fungsi kognitif pada penderita hipertensi sehingga nantinya
penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam upaya pencegahan penurunan fungsi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Menjadi bahan referensi untuk peneliti berikutnya untuk melakukan dan memperdalam
c. Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis untuk mengetahui hubungan antara lamanya hipertensi dan
A. Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan
tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan
kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak
(menyebabkan) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai
2. Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi diklasifikasikan atas dua jenis, yaitu hipertensi primer (esensial) (90-95%)
adanya etiologi dari keadaan tersebut, sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan
darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi
Berhubung lebih dari 90% penderita hipertensi digolongkan atau disebabkan oleh
hipertensi primer, maka secara umum yang disebut hipertensi primer. Meskipun hipertensi
primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan
a. Faktor Keturunan
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu keluarga.
Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk
menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan darahnya normal.
Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam
keluarga
b. Ras
Statistik menunjukkan prevalensi hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua kali
lebih banyak dibandingkan dengan orang kulit putih. Belum diketahui secara pasti
penyebabnya, namun pada orang berkulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah
c. Usia
seseorang. Individual yang berumur diatas 60 tahun, sekitar 50-60% mempunyai tekanan
darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi
d. Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, hanya saja wanita
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang dapat meningkatkan jumlah
High Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi mampu mencegah terjadinya
arterosklerosis. Namun dari hasil penelitian menyebutkan bahwa pria lebih mudah terserang
hipertensi dibandingkan dengan wanita, mungkin dikarenakan gaya hidup pria yang
e. Stress psikis
f. Obesitas
Menurut National Institutes for Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah
tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria
dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk
wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional).Pada
orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa darah agar
13
dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut. Berat badan yang berlebihan
menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot
ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg penurunan
berat badan.
g. Asupan garam Na
hipertensi.
h. Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini karena
nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-paru dan disebarkan
keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke
otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjar adrenal
untuk melepaskan efinefrin (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini menyempitkan
pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih keras dibawah
i. Kafein
Konsumsi kafein dalam jumlah yang berlebihan juga dapat menjadi faktor resiko terjadi
hipertensi. Kafein dapat menimbulkan perangsangan saraf simpatis, yang pada orang-orang
tertentu dapat menimbulkan gejala jantung berdebar-debar, sesak nafas dan lain-lain
14
j. Kolesterol Tinggi
kolesterol pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah akan menyempit dan
4. Patofisiologi Hipertensi
dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Mekanisme hipertensi tidak dapat
dijelaskan dengan satu penyebab khusus, melainkan sebagai akibat interaksi dinamis antara
faktor genetik, lingkungan dan faktor lainnya. Tekanan darah dirumuskan sebagai
perkalian antara curah jantung dan atau tekanan perifer yang akan meningkatkan tekanan
darah. Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal, meningkatnya rangsangan saraf simpatis,
mekanisme hipertensi.
angiotensin aldosteron, dimana hampir semua golongan obat anti hipertensi bekerja dengan
komplek yang berkaitan dengan pengaturan tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi
sistem renin angiotensin aldosteron diatur terutama oleh ginjal. Sistem renin angiotensi
aldosteron mengatur keseimbangan cairan, natrium dan kalium. Sistem ini secara
signifikan berpengaruh pada aliran pembuluh darah dan aktivasi sistem saraf simpatik serta
Gambar 2.1. Pengaruh Renin Angiotensin Aldosteron Terhadap Kenaikan Tekanan Darah
5. Manifestasi Klinis Hipertensi
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan yang bisa saja
terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal.
Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius dan
bahkan dapat menyebabkan kematian. Sering kali hipertensi disebut sebagai silent killer
a. Hipertensi sulit disadari seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus,
gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan dan sakit kepala biasanya jarang
secara teratur.
b. Hipertensi apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai risiko besar untuk
Jika timbul hipertensinya berat atau menahun dan tidak terobati, bisa timbul gejala berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Jantung berdebar-debar
4. Mual
5. Muntah
6. Sesak nafas
7. Gelisah
9. Telinga berdenging
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dengan menurunkan tekanan darah
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan darah yang
harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal
kronik dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart Association (AHA)
merekomendasikan target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80
mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen
penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Algoritme
pra-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap terapi obat pada individu hipertensi.
Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Pada penderita hipertensi,
bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup
untuk menghindari terapi obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol
tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah
adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium,
mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat secara keseluruhan.
19
Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan tekanan darah
dan risiko penyakit kardiovaskular. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti berjalan,
6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah. Ada variabilitas individu
dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki
dasar genetik. Konsumsi alkohol pada orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih minuman
per hari (minuman standar berisi ~ 14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi.
Begitu pula dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya
akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam menurunkan tekanan
darah.
Tabel 2.2. Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi
Modifikasi Rekomendasi Penurunan potensial TD
sistolik
Diet natrium Membatasi diet natrium tidak 2-8 mmHg
lebih dari 2400 mg/hari atau
100 meq/hari
Penurunan Berat Badan Menjaga berat badan normal; 5-20 mmHg per 10 kg
BMI = 18,5-24,9 kg/ penururnan berat badan
Olahraga aerobik Olahraga aerobik secara 4-9 mmHg
teratur, bertujuan untuk
melakukan aerobik 30 menit
Latihan sehari-hari dalam
seminggu. Disarankan pasien
berjalan-jalan 1 mil per hari di
atas tingkat aktivitas saat ini
Diet DASH Diet yang kaya akan buah- 4-14 mmHg
buahan, sayuran, dan
mengurangi jumlah lemak
jenuh dan total
Membatasi konsumsi alkohol Pria ≤2 minum per hari, 2-4 mmHg
wanita ≤1 minum per hari
Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan darah,
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target
tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi
24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis
obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada
tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan
kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah
meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis
rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat
meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang
Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditolerensi pasien adalah :
a. CCB dan BB
d. AB dan BB
7. Komplikasi Hipertensi
Salah satu alasan mengapa kita perlu mengobati tekanan darah tinggi adalah untuk
mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang dapat timbul jika penyakit ini tidak
a. Stroke
Hipertensi adalah faktor resiko yang penting dari stroke dan serangan transient
iskemik. Pada penderita hipertensi 80% stroke yang terjadi merupakan stroke iskemik,
yang disebabkan karena trombosis intra-arterial atau embolisasidari jantung dan arteri
berhubungan dengan nilai tekanan darah yang sangat tinggi. Studi populasi
terjadinya stroke.
Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko terjadinya
penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau kematian mendadak). Bukti dari
dengan riwayat hipertensi memiliki resiko enam kali lebih besar untuk menderita gagal
c. Penyakit vaskular
perifer. Kedua penyakit ini menunjukan adanya atherosklerosis yang diperbesar oleh
terjadinya stroke.
d. Retinopati
haemorrhages, cotton woll spots, hard exudates dan papiloedema. Pada tekanan yang
sangat tinggi (diastolic >120 mmHg, kadang-kadang setinggi 180 mmHg atau bahkan
lebih) cairan mulai bocor dari arteriol-arteriol kedalam retina, sehingga menyebabkan
padangan kabur.
e. Kerusakan ginjal
Ginjal merupakan organ penting yang sering rusak akibat hipertensi. Dalam waktu
kerusakan ginjal akibat hipertensi biasanya ditandai oleh proteinuria. Proteinuria dapat
Hipertensi memberikan efek terhadap otak melalui banyak mekanisme yang pada
akhirnya memberikan efek terhadap penurunan fungsi kognitif. Beberapa studi telah
dilakukan dan didapatkan hasil bahwa hipertensi menyebabkan penurunan cerebral blood
23
flow (CBF) dan metabolisme otak (penggunaan glukosa untuk menghasilkan energi) pada
regio otak tertentu, seperti pada lobus frontal, temporal, dan area subkortikal. Penurunan
CBF ini ditemukan lebih besar efek yang ditimbulkan pada pasien hipertensi tanpa terapi
medikasi dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan terapi obat. Beberapa penelitian
selanjutnya juga menunjukkan bahwa pada subjek penderita hipertensi memiliki respon yang
lebih buruk pada fungsi memorinya dibandingkan dengan yang memiliki tekanan darah
normal. Penemuan ini menunjukkan bahwa CBF memiliki peranan penting pada fungsi
memori dan juga pada fungsi kognitif yang lain. Transmisi neurokimiawi pada otak dan pada
fungsi basal sel juga terkena efek akibat dari hipertensi, selain itu berbagai macam
fungsi kognitif. Beberapa karakteristik ini juga dapat menyebabkan perubahan patologis
Pembuluh darah besar yang memberikan suplainya ke otak (arteri carotis) serta
pembuluh darah besar dan pembuluh darah kecil yang berada didalam otak juga terkena
imbas dari hipertensi. Hipertensi menyebabkan kerusakan pada endotel dari arteri serebral.
Kerusakan ini dapat menimbulkan gangguan pada blood brain barrier,sehingga substansi
toksik dapat dengan mudah masuk menuju ke otak. Selain itu kerusakan pembuluh darah
menurunkan suplai darah ke otak, atherosclerosis pada arteri besar dan blokade pada arteriol.
Pada akhirnya proses ini menyebabkan kerusakan pada substansia alba yang berperan dalam
transmisi pesan dari satu regio otak menuju yang lainnya, selain itu juga menyebabkan mini
stroke atau sering disebut silent infarction karena simptom yang muncul tidak terlihat dengan
jelas. Pada penderita hipertensi yang mengkonsumsi obat ditemukan kerusakan pada
substansia alba tidak sehebat pada penderita tanpa mengkonsumsi obat anti hipertensi, dan
24
juga pada penderita yang tekanan darahnya tidak terkontrol terlihat kerusakan yang
ekstensif. Pada tahap akhir penderita hipertensi ditemukan bahwa terjadi atropi atau
penyusutan pada massa otaknya. Berbagai gangguan inilah yang secara bertahap
menimbulkan vascular disease pada otak yang pada tahap akhir menimbulkan stroke
ataupun demensia vaskuler. Pada beberapa studi juga telah memeriksa mekanisme hubungan
aliran darah otak yang telah dijelaskan di atas dengan kaitannya terhadap performa kognitif.
Pada salah satu studi menunjukkan bahwa pada penderita hipertensi yang mengalami
kerusakan substansia alba menunjukkan hasil kognitif yang lebih buruk dibandingkan
dengan subjek yang memiliki tensi normal dan kerusakan substansia alba yang minimal.
B. Fungsi Kognitif
1. Definisi Kognitif
Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiranyang dengannya kita menjadi waspada
akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek pengamatan, pemikiran dan
ingatan.
2. Aspek-Aspek Kognitif
a. Orientasi
Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu. Orientasi
Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan Negara, provinsi, kota, gedung dan
lokasi dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan tahun,
musim, bulan, hari dan tanggal.Karena perubahan waktu lebih sering daripada tempat,
b. Bahasa
ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang dapat membantu menilai
kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara secara
c. Atensi
memiliki dua aspek, yaitu : a) Mengingat segera, aspek ini merujuk pada kemampuan
seseorang untuk mengingat sejumlah informasi selama <30 detik dan mampu untuk
kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatiannya pada satu hal. Fungsi ini
dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk mengurangkan 7 secara berturut-
turut dimulai dari angka 100 atau memintanya mengeja kata secara terbalik.
26
d. Memori
yang diperolehnya. Memori verbal terbagi menjadi memori baru dan memori baru.
diperolehnya pada beberapa menit atau beberapa hari yang lalu. Memori lama
gambar.
e. Fungsi konstruksi
dengan meminta orang tersebut untuk menyalin gambar, memanipulasi balok atau
f. Kalkulasi
g. Penalaran
Kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya suatu hal, serta berpikir
abstrak
27
Ada beberapa faktor penting yang memiliki efek penting terhadap fungsi kognitif seperti
usia, gangguan perfusi darah otak, stress, ansietas, latihan memori, genetik, hormonal,
a. Usia
Semakin tua usia seseorang maka secara alamiah akan terjadi apoptosis pada sel
neuron yang berakibat terjadinya atropi pada otak yang dimulai dari atropi korteks,
penurunan fungsi kognitif pada seseorang, kerusakan sel neuron ini diakibatkan oleh
Depresi, stress dan ansietas akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah
dan stress memicu pelepasan hormon glukokortikoid yang dapat menurunkan fungsi
kognitif.
Otak merupakan organ manusia yang hanya memiliki berat 2% dari tubuh namun
menggunakan konsumsi oksigen 20% dari O2 total (45 mL O2/min), dan juga
menggunakan konsumsi glukosa 25% dari glokosa tubuh, karena otak tidak memiliki
cadangan glukosa. Aliran darah otak berkisar 50-60 ml/100g/menit dengan CBF
istirahat 800 mL/min yang kira-kira 15% dari cardiac output. Otak tidak memiliki
cadangan glukosa dan oksigen sehingga bila terjadi gangguan perfusi otak akan
didapatkan gangguan pada sel neuron, makin lama gangguan perfusi darah ke
hippokampus akan semakin berat derajat gangguan kognitif, yang dibuktikan oleh
28
penelitian De Jong, dkk yang meligasi arteri carotis tikus wistar setelah 1 bulan
d. Lingkungan
Pada orang yang tinggal di daerah maju dengan sistem pendidikan yang cukup maka
akan memiliki fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan pada orang dengan fasilitas
pendidikan yang minimal, semakin kompleks stimulus yang didapat maka akan semakin
berkembang pula kemampuan otak seseorang ditunjukkan pada penelitian pada tikus
yang berada pada lingkungan yang sering diberikan rangsang memiliki kadar asetilkolin
akan menghambat aliran darah otak sehingga terjadi gangguan suplai nutrisi bagi otak
yang berakibat pada penurunan fungsi kognitif. Selain itu infeksi akan merusaksel
f. Latihan memori
Semakin sering seseorang menggunakan atau melatih memorinya maka sinaps antar
neuron akan semakin banyak terbentuk sehingga kapasitas memori seseorang akan
bertambah, berdasar penelitian Vancocellos pada tikus yang diberi latihan berenang
selama 1 jam perhari selama 9 minggu terbukti memiliki fungsi memori jangka pendek
g. Intoksikasi obat
Beberapa zat seperti toluene, alkohol, bersifat toksik bagi sel neuron, selain itu
seseorang, obat golongan benzodiazepin, statin juga memiliki efek terhadap memori.
1. Tujuan
MMSE awalnya dirancang sebagai media pemeriksaan status mental singkat serta
fungsional pada pasien psikiatri. Sejalan dengan banyaknya penggunaan tes ini selama
bertahun-tahun, kegunaan utama MMSE berubah menjadi suatu media untuk mendeteksi
2. Gambaran
MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang
gedung dan lantai), orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari dan tanggal),
registrasi (mengulang dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi (secara berurutan
mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau mengeja kata WAHYU secara terbalik),
mengingat kembali (mengingat kembali 3 kata yang telah diulang sebelumnya), bahasa
(memberi nama 2 benda, mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami suatu
kalimat, menulis kalimat dan mengikuti perintah 3 langkah), dan kontruksi visual
(menyalin gambar). Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar sempurna;
skor yang makin rendah mengindikasikan performance yang buruk dan gangguan kognitif
30
yang makin parah. Skor total berkisar antara 0-30 (performance sempurna). Skor ambang
MMSE yang pertama kali direkomendasikan adalah 23 atau 24, memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang baik untuk mendeteksi demensia; bagaimanapun, beberapa studi sekarang
ini menyatakan bahwa skor ini terlalu rendah, terutama terhadap seseorang dengan status
pendidikan tinggi. Studi-studi ini menunjukkan bahwa demensia dapat didiagnosis dengan
keakuratan baik pada beberapa orang dengan skor MMSE antara 24-27.Gambaran ini
terfokus pada keakuratan dalam populasi. Untuk tujuan klinis, bahkan skor 27 tidak sensitif
untuk mendeteksi demensia pada orang dengan status pendidikan tinggi, dimana skor
3. Pelaksanaan
MMSE dapat dilaksanakan selama kurang lebih 5-10 menit.Tes ini dirancang agar
dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua profesi kesehatan atau tenaga terlatih
4. Penggunaan Klinis
MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan mudah diaplikasikan yang
telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta valid untuk mendeteksi dan
yang digunakan paling banyak di dunia. Tes ini telah diterjemahkan ke beberapa bahasa
dan telah digunakan sebagai instrumen skrining kognitif primer pada beberapa studi
ini memiliki tes retest dan reliabilitas serta validitas sangat baik berdasarkan diagnosis
klinis independen demensia dan penyakit Alzheimer. Karena performance pada MMSE
31
dapat dibiaskan oleh pengaruh status pendidikan rendah pada pasien yang sehat, beberapa
status pendidikan untuk mendeteksi demensia. Kelemahan terbesar MMSE yang banyak
kognitif yang terganggu di awal penyakit Alzheimer atau gangguan demensia lain
(misalnya terbatasnya item verbal dan memori dan tidak adanya penyelesaian masalah atau
judgment), MMSE juga relatif tidak sensitif terhadap penurunan kognitif yang sangat
ringan (terutama pada individual dengan status pendidikan tinggi). Walaupun batasan-
batasan ini mengurangi manfaat MMSE, tes ini tetap menjadi instrumen yang sangat
5. Interpretasi MMSE
Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat pemeriksaan : 1.
Skor 24-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal 2. Skor 17-23 berarti
ini penulis mengambil kategori kognitif normal dan gangguan kognitif untuk skor kurang
dari 24.
D. Hipotesis
Terdapat Korelasi antara lamanya hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif pada
A. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik untuk mengetahui korelasi antara
lamanya hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif pada penderita hipertensi di Puskesmas
Sukorambi pada September hingga Oktober 2020. Desain penelitian yang digunakan adalah
studi cross sectional yang mengukur variabel independen dan dependen pada waktu
bersamaan.
Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Pengambilan data primer dilakukan dalam jangka
waktu 1 bulan, dimulai pada tanggal 14 September 2020 sampai dengan tanggal 9 Oktober
2020.
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien penderita Hipertensi yang terdapat
di wilayah kerja Puskesmas Sukorambi periode September hingga Oktober Tahun 2020.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah penderita hipertensi yang bekunjung ke poli umum
Puskesmas Sukorambi yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria
sampel yang dilakukan dengan cara memilih sampel yang memenuhi kriteria penelitian
sampai kurun waktu tertentu sehingga jumah sampel terpenuhi. Sampel penelitian
berjumlah 21 orang.
33
a. Kriteria Sampel
Dalam pemilihan sampel, peneliti membuat kriteria bagi sampel yang diambil.
Sampel yang diambil berdasarkan pada kriteria inklusi, yaitu karakteristik sampel
yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah:
1) Kriteria inklusi:
2) Kriteria Eksklusi :
D. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Penelitian Operasional
1 Lama TD sistolik ≥ Spigmomanometer - Responden diukur tekanan - Hipertensi di atas Interval
Hipertensi 140 mmhg Anamnesa darahnya dalam keadaan sama dengan 5 tahun
TD diastolik istirahat - Hipertensi di bawah 5
≥ 90 mmhg - Responden di anamnesa tahun
mengenai riwayat dan jangka
waktu hipertensi
2 Gangguan Skor MMSE Skala MMSE Responden diberi pertanyaan 1. Skor 24-30 fungsi Interval
Fungsi < 24 berdasarkan tabel MMSE kognitif normal
Kognitif dan masing-masing diberi 2. Skor 17-23 probable
skor sesuai perintah yang bisa gangguan kognitif
dijawab responden
3. Skor 0-16 definite
gangguan kognitif.
Peneliti Menggunakan
- Gangguan kognitif
(skor MMSE < 24)
- Tanpa gangguan
kognitif (skor
MMSE ≥24)
35
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini meliputi data primer. Data primer
F. Alat Penelitian
Pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah kuesioner. Kuisoner yang digunakan
adalah MMSE (Mini-Mental Examination) untuk mengukur fungsi kognitif. MMSE mudah
diaplikasikan dan telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta valid untuk
mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif. Hasilnya, MMSE menjadi suatu
MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan
menjadi tujuh kategori : orientasi terhadap tempat (negara, provinsi, kota, gedung, dan lantai),
orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari, dan tanggal), registrasi (mengulang dengan
cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi (secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100,
atau mengeja kata WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali 3 kata
yang telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2 benda, mengulang kalimat, membaca
dengan keras dan memahami suatu kalimat, menulis kalimat, dan mengikuti perintah 3
Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat pemeriksaan :
memenuhi kriteria inklusi serta bersedia dijadikan sampel penelitian maka akan dilakukan
2. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan oleh peneliti menggunakan tensimeter air raksa.
1. Sebelum dianalisis, data diedit, dikoding, ditabulasi dan dientri ke dalam komputer
2. Data dengan skala kategorial seperti jenis kelamin, karakteristik subyek penelitian,
presentase. Variabel yang berskala kontinyu seperti umur, tekanan darah, dan sebagainya
3. Untuk menguji hubungan derajat hipertensi dengan fungsi kognitif yang diperiksa dengan
4. Uji statistik dilakukan dengan program SPSS versi 16.0 for Windows.
F. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
September hingga Oktober Tahun 2020. Penelitian dilakukan pada bulan September hingga
Oktober 2020. Data primer penelitian ini diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh
responden. Sedangkan data sekunder berupa data pasien dan data mengenai puskesmas
diperoleh dari data internal Puskesmas Sukorambi. Peneliti dapat menemui sejumlah 21
orang pasien saat penelitian yang dilakukan dan hanya dapat diambil data sejumlah 20
orang yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini. Pemilihan responden
berdasarkan metode non probability sampling berupa consequtive sampling. Penelitian ini
merupakan penelitian yang bersifat analitik melihat korelasi lamanya Hipertensi dengan
1. Deskripsi Responden
Responden pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang keanggotaan BPJSnya
berada di puskesmas ini. Hasil penyebaran kuesioner kepada seluruh responden, peneliti
memperoleh data terkait identitas responden yang menjadi objek penelitian, berikut adalah
hasil pengolahan data identitas responden yang dapat menjadi informasi karakteristik
dalam 3 kelompok usia, kelompok usia terbanyak pada rentang 51-60 tahun sejumlah
57.1% (12 orang), pada urutan kedua adalah rentang usia 41-50 tahun sebesar 23.8%
(5 orang) dan rentang usia lebih dari 61-70 tahun merupakan rentang usia dengan
pendidikan tamatan SMP dan SMA merupakan kelompok yang memiliki nilai yang
sama.
kurang dari 5 tahun dan lebih dari 5 tahun. Responden yang menderita hipertensi
kurang dari 5 tahun sejumlah 61.9% (13 orang). Responden yang menderita
hipertensi lebih dari 5 tahun sejumlah 38.1% (8 orang). Mayoritas responden masih
ditranslasikan dimana skor >24 menggambarkan fungsi kognitif yang normal dan
33.3% (7 orang).
40
antara lamanya hipertensi dengan terjadinya gangguan fungsi kognitif pada penderita
Tabel 4.1 Korelasi Lamanya Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Kognitif pada
penderita Hipertensi di Puskesmas Sukorambi
Correlations
Lamanya_Hipertensi Fungsi_Kognitif
Lamanya_Hipertensi Pearson Correlation 1 .693**
Sig. (2-tailed) .000
N 21 21
Fungsi_Kognitif Pearson Correlation .693** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 21 21
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan Tabel 4.1 , dapat dilihat bahwa terdapat korelasi antara lamanya
hipertensi dan fungsi kognitif pada penderita hipertensi di Puskesmas Sukorambi pada
tahun 2020. Hal ini ditunjukkan dari nilai r kurang dari 0,005 pada Sig (2-tailed). Dengan
nilai korelasi pearson yang bernilai positif 0,693 maka dapat didiskripsikan korelasi yang
terjadi merupakan korelasi positif sehingga apabila semakin lama responden menderita
hipertensi maka semakin buruk gangguan fungsi kognitifnya dan dapat pula
diinterpretasikan kekuatan korelasinya sebesar 0,693 yang merupakan korelasi kuat
41
B. Pembahasan
1. Deskripsi Responden
Penelitian ini menunjukkan sejumlah 21 orang terbagi dalam 3 kelompok usia,
kelompok usia terbanyak pada rentang 51-60 tahun sejumlah 57.1% (12 orang), pada
urutan kedua adalah rentang usia 41-50 tahun sebesar 23.8% (5 orang) dan rentang usia
lebih dari 61-70 tahun merupakan rentang usia dengan jumlah paling sedikit sebesar 19.0%
(4 orang). Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Tapan (2009) dengan
bertambahnya umur maka tekanan darah akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, akan
mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot
sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.
Responden penelitian ini didominasi oleh responden berjenis kelamin perempuan
sebesar 61.9% dan 38.1% untuk responden laki-laki. Hal ini tidak sesuai dengan faktor
risiko yang dijelaskan bahwa jenis kelamin laki-laki berpengaruh lebih besar dengan angka
kejadian terjadinya hipertensi dibandingkan jenis kelamin perempuan. Hal ini mungkin
dikarenakan jumlah mayoritas pasien perempuan di Puskesmas Sukorambi pada rentang
waktu penelitian lebih banyak dibanding laki-laki. Hal ini sesuai dengan data yang didapat
dari Badan Pusat Statistik Jawa Timur mengenai jumlah pendudukan berdasarkan usia.
Pada kelompok penduduk usia 60- 64 tahun, berdasarkan data statistik penduduk dengan
jenis kelamin perempuan lebih dari jumlah laki-laki. Hasil analisis gambaran antara jenis
kelamin dengan kejadian hipertensi dapat diketahui bahwa persentase kejadian hipertensi
lebih banyak terjadi pada laki- laki daripada perempuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Stefhany (2012) prevalensi hipertensi pada laki- laki lebih besar
daripada perempuan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Wirka dan Wayan (2012)
bahwa persentase kejadian hipertensi lebih banyak pada laki-laki (39,7%) dibandingkan
perempuan (36,8%).
Berbeda dengan penelitian saat ini, hasil penelitian yang dilakukan Rahayu (2012)
menunjukkan bahwa persentase kejadian hipertensi lebih banyak pada perempuan daripada
laki-laki. Tekanan darah wanita, khususnya sistolik, meningkat lebih tajam sesuai usia.
Setelah 55 tahun, wanita mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi. Salah
satu penyebab terjadinya pola tersebut adalah karena hormon kedua jenis kelamin.
Produksi hormon esterogen menurun saat menopause, wanita kehilangan efek
42
menguntungkan sehingga tekanan darah meningkat (Benson dan Casey, 2006). Perbedaan
hasil penelitian ini disebabkan karena proporsi responden berjenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada jenis kelamin perempuan.
Mayoritas responden berpendidikan SD sebesar 81.0% (17 orang) dan 9.5%
berpendidikan SMP dan SMA yang mendominasi kelompok karakteristik pendidikan.
Terdapat 3 kelompok karakteristik pendidikan dalam responden penelitian ini, kelompok
pendidikan tamatan SMP dan SMA merupakan kelompok yang memiliki nilai yang sama.
Pendidikan adalah suatu usaha menanamkan pengertian dan tujuan agar diri manusia
(masyarakat) tumbuh pengertian, sikap dan perbuatan positif. Pada dasarnya usaha
pendidikan adalah perubahan sikap dan perilaku pada diri manusia menuju arah positif
dengan mengurangi faktor-faktor perilaku dan sosial budaya negatif (Notoatmodjo, 2010).
Lama pasien menderita hipertensi dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu kurang
dari 5 tahun dan lebih dari 5 tahun. Responden yang menderita hipertensi kurang dari 5
tahun sejumlah 61.9% (13 orang). Responden yang menderita hipertensi lebih dari 5 tahun
sejumlah 38.1% (8 orang). Mayoritas responden masih menderita di rentang 0-5 tahun.
Fungsi Kognitif dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu Normal dan Gangguan.
Pengkategorian ini berdasarkan Skor MMSE responden yang ditranslasikan dimana skor
>24 menggambarkan fungsi kognitif yang normal dan <24 maka menunjukkan responden
mengalami gangguan. Responden yang Normal mendominasi 66.9% (14 orang).
Responden yang menderita gangguan sejumlah 33.3% (7 orang). Jumlah penderita
hipertensi yang memiliki skor MMSE dengan interpretasi memiliki kognitif normal lebih
banyak dibanding dengan penderita dengan hasil skor MMSE yang menunjukkan terjadi
gangguan fungsi kognitif. Hal ini sesuai Wood E. pada tahun 2000 data ini dapat
disebabkan karena rentang usia yang diambil sebagai sampel penelitian masih dalam
rentang usia yang masih aktif, hal ini mempengaruhi fungsi kognitif yang lebih baik pad
usia aktif, hal ini disebabkan karena rangsangan stimulus yang semakin kompleks akan
merangsang peningkatan kadar asetilkolin yang melindungi otak dari terjadinya gangguan
fungsi kognitif.
43
signifikan mengenai terjadinya gangguan fungsi kognitif pada kelompok hipertensi yang
dibandingkan dengan kelompok normotensi dengan nilai p <0,001 .Hal ini membuktikan
kaitan adanya pengaruh tekanan darah tinggi terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif.
Penelitian lain yang juga menunjukkan hasil yang sesuai adalah penelitian yang
pernah dilakukan oleh Knopman pada tahun 2001. Penelitian Knopman ini dilakukan
secara studi longitudinal dengan follow up selama 6 tahun. Responden penelitian memiliki
rentang usia 47-70 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 10.963 orang. Hasil penelitian
dengan nilai p < 0,001 menunjukkan hasil yang signifikan dan adanya hubungan antara
hipertensi dan gangguan fungsi kognitif. Penelitian ini tidak sesuai dengan beberapa
penelitian lain yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara hipertensi dan
terjadinya gangguan fungsi kognitif pada lansia, salah satunya adalah penelitan yang
dilakukan oleh Scherr pada tahun 1991. Penelitian Scherr dilakukan terhadap responden
dengan usia di atas 65 tahun dan sampel sebanyak 3.809 orang , didapati nilai p > 0,05 dan
menunjukkan tidak adanya kaitan mengenai hipertensi dan gangguan fungsi kognitif.
Penelitian lain yang tidak sesuai adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Glynn pada
tahun 1999. Penelitian Glynn dilakukan secara studi longitudinal yang dilakukan follow up
selama 6 tahun. Penelitian ini dilakukan pada responden dengan rentang usia 65- 102 tahun
dengan jumlah sampel sebanyak 2.068 orang. Hasil penelitian ini memiliki nilai p >0,005
sehingga menunjukkan tidak ada korelasi hipertensi dan penurunan fungsi kognitif.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penderita Hipertensi di Puskesmas Sukorambi Periode September hingga Oktober 2020
didominasi oleh kurang dari 5 tahun.
2. Penderita Hipertensi di Puskesmas Sukorambi Periode September hingga Oktober 2020
didominasi yang tidak mengalami penurunan fungsi kognitif (Normal) daripada yang
menderita gangguan.
3. Terdapat Korelasi Lamanya Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Kognitif pada
Penderita Hipertensi di Puskesmas Sukorambi Periode September hingga Oktober Tahun
2020. Korelasi berupa korelasi positif yang bermakna semakin meningkatnya lama
menderita hipertensi berdampak semakin terjadi penurunan fungsi kognitif.
B. Saran
1. Bagi penderita hipertensi yang memiliki durasi menderita sejak muda atau memiliki
masa menderita hipertensi yang cukup lama disarankan tetap mengontrol tekanan
darahnya agar stabil dan melatih fungsi kognitif dengan melakukan kegiatan-kegiatan
analitik secara rutin seperti membaca, mengisi teka-teki, mendengarkan radio, berdiskusi
dan lain-lain
2. Perlu dilakukan edukasi dan pemeriksaan tekanan darah secara rutin untuk
mendeteksi kasus hipertensi bagi usia yang berpotensi mengalami hipertensi
3. Penelitian Selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan jumlah sampel yang
lebih banyak dan durasi yang lebih panjang dengan metode case control study untuk
memberikan topik penelitian yang lebih komprehensif
46
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, K., Wijayanti, D., Gunawan, E.A., Rumawas, M.E., Strisna, B. 2013. Hipertensi dan Risiko
Mild Cognitive Impairment pada Usia Lanjut. Artikel Penelitian. Jakarta : Universitas Sumatera
Utara
Anam, P., Muis, A., Widjojo, S., Rambe, S., Laksmidewi, A.P. and Pramono, A., et al. 2015.Panduan
Nasional Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. Jakarta : PERDOSSI
Anggraini, A.D., Waren, A., Situmorang, E., Asputra, H., Siahaan, S.S., 2009.Faktor- Faktor yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pasien yang berobat di poliklinik dewasa
puskesmas Bangkinang periode Januari sampai Juni 2008.Karya Tulis Ilmiah. Tidak
dipublikasikan. Bangkinang : UNRI
Ariff, S., 2012. Hubungan Derajat Hipertensi dengan Kolesterol pada Pasien Hipertensi di RSUP
Adam Malik.Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan. Medan : Sumatera Utara.
Arntzen, K.A., Schirmer, H., Wilsgaard, T., Mathiesen, E.B., 2011. Impact of cardiovascular risk
factors on cognitive function : Te Tromso study. Eur J Neurol 2011, 18:737-743. doi: 10.1111-
c.1468-1331.2010.03263.x
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2014. Jumlah Penduduk menurut kelompok usia berdasarkan
jenis kelamin. : http://sumut.bps.go.id [accessed 11 Oktober 2015]
Carayannis, G. 2000. Memory Cognitive Function Loss: ReGenesis medical centre. Avaible from
:http://carleenshope.weebly.com/uploads/4/0/3/6/4036917/memory_cognitive_function_loss.p
df. [accessed 19 Juni 2015]
Chobanian, A.V., 2004. The Seventh Report of the Joint National Committee on: Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U.S. Department of Health and
Human Services. Avaible from :http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/jnc7full.pdf
[Accessed 20 Oktober 2020]
Dai, W., Lopez, O.L, Carmichael, O.T., Becker, J.T., Kuller, L.H., and Gach, H.M. . 2008. Abnormal
Reginal Cerebral Blood Flow in Cognitively Normal Elderly Subjects With Hypertension.
National Institutes of Health. 39(2): 349-354. doi: 10.1161/STROKEAHA. 107.495457
Dayamaes, R., 2013. Gambaran Fungsi Kognitif Klien Usia Lanjut di Posbindu Rosella Legoso
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur Tangerang Selatan. Karya Tulis Ilmiah. Tidak
dipublikasikan. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
DeJong, G., Farkas, E., Stienstra, C.M., Plass, J.R., Keijser, J.N., de la Torre, J.C., et al 1999. Cerebral
Hypoperfusion Yields Cappylary Damage in the Hippocampal CA1 Area that correlates with
Spatial Memory Impairment. Neuroscience 1999;91:203-210.
Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 606
Kalaria, R.N., Skoog, I., 2002. Overlap with Alzheimer’s Disease. Dalam Vascular Cognitive
Impairment. London: Martin Dunitz LTD. 145-159
Kaplan, N.M, Victor, R.G., Flynn. J.T. 2006. Kaplan’S Clinical Hypertension. 9th Edition. USA :
Lippincott Williams & Wilkins. 1-17
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta : Kementrian Kesehatan
RI. (diakses 20 oktober 2020).
Kemenkes RI. 2014. Infodatin Hipertensi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. (diakses 20 oktober
2020)
Kemenkes RI. 2016. Profil kesehatan Indonesia 2015. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
(diakses 20 oktober 2020).
Lezak, M.D., Howieson, D.B., & Loring, D.W. 2004.Neuropsychological Assessment, 4thedition.NY :
Oxford University Press. Evidence Level VI: Exert Opinion.
Quarino, A. 2014. “Perbandingan Rerata Jumlah Langkah Sebagai Penanda Aktivitas Fisik
antara Pekerja dengan Sindroma Metabolik dan Tanpa Sindroma Metabolik”. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Rahmadhani, R. 2014. “Analisis Hubungan Kadar Kolesterol Total dan Ukuran Lingkar Perut
dengan Kejadian Hipertensi Pada Pegawai Uin Alauddin Makassar Tahun 2014”. Al-Sihah
: Public Health Science Journal, vol . 7 no. 1.
Rambe, A. 2015.Pengaruh hipertensi terhadap fungsi kognitif. Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Riwidikdo, H. 2010. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia. Russel, D. 2011. Bebas Dari
6 Penyakit Paling Mematikan. Yogyakarta: Media Pressindo.
S.I., Aarsland, D., Day, S., Sonnesyn, H., . 2011. Hypertension is a potential risk factor for vascular
dementia: systemic review. Int J Geriatr Psychiatry. Avaible from:
http://www.readcube.com/articles/10.1002%2Fgps.2572?r3_referer=wol&tracking_action=pre
view_click&show_checkout=1&purchase_referrer=onlinelibrary.wiley.com&purchase_site_lic
ense=LICENSE_DENIED
Shihab, M Quraish. 2002. Tafsir Al- Mishbah Volume 9. Lentera hati. Jakarta.
South, M dkk. 2014.” Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Kolongan
Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara”. ejournal keperawatan, vol . 7 no. 2.
Sriani, K dkk. 2016. “Hubungan Antara Perilaku Merokok dan Kebiasaan Olahraga dengan
Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Usia 18-14 Tahun”. Jurnal Publikasi Kesehatan
Masyarakat Indonesia . 4 no. 5.
Stinga, E., Knauper, G., Murphy, J., and Gavrilovic. 2000. Collagen Degradation and Platelet Derived
Growth Factor Stimulate the Migration of Vascular Smooth Muscle Cells. J Cell. Avaible
from :http://jcs.biologist.org/content/113/11/2055.long [Accessed: 19 Juni 2015]
Sudarmoko, A., 2010.Tetap Tesenyum Melawan Hipertensi. Yogyakarta: Atma Media Press: 3-12
Taufik, E., 2012.Hubungan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Kognitif pada Lansia.Karya Tulis
Imiah. Tidak dipublikasikan. Semarang : Universitas Diponegoro.
Wood, E., Dudchenko, P., Robitsek, R., and Eichenbaum, H. 2000. Hippocampal neurons encode
information about different episodes occuring in the same location. doi: 10.1016/S0896-
6273(00)00071-4
Wulandari, A., 2011. Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Andi: 5-12; 25;48-73
Zulsita, A. 2010.Gambaran Kognitif pada Lansia di RSUP H. Adam Malik.Karya Tulis Ilmiah. Tidak
dipublikasikan. Medan: Sumatera Utara.
Lampiran 1 Data Responden
No Jenis Lama
Nama Umur Pendidikan Fungsi Kognisi
Kelamin Hipertensi
1 Jamila 50 P SD ≥5th Gangguan
2 Sriyani 48 P SD <5th Normal
3 Mulyani 45 P SD <5th Normal
4 Sauda 54 P SD ≥5th Gangguan
5 Alfiatiningsih 58 P SMP <5th Normal
6 Mayarini 65 P SD ≥5th Normal
7 Tengku Ahmad 57 L SD <5th Gangguan
8 Fahrudin 52 L SMP <5th Normal
9 Sri Lestari 50 P SMA <5th Normal
10 Sri Wahyuni 59 P SD ≥5th Gangguan
11 Ahmadi 50 L SD ≥5th Gangguan
12 Halimah 66 P SD <5th Normal
13 Surya 65 L SD <5th Normal
14 Bunali 53 L SD ≥5th Normal
15 Indahyanti 43 P SD <5th Normal
16 Erutomo 54 L SD ≥5th Gangguan
17 Suyanto 57 L SD <5th Normal
18 Erni 45 P SMA <5th Normal
19 Saenal 67 L SD ≥5th Gangguan
20 Tuminah 59 P SD <5th Normal
21 Siti 42 P SD <5th Normal
50
Lamanya_Hipert
ensi Fungsi_Kognitif
N 21 21
N 21 21
Lampiran 4 Kuesioner