Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL SKRIPSI

LITERATUR REVIEW
PENGARUH INTERVENSI TEKNIK PERNAPASAN
BUTEYKO TERHADAP KONTROL
ASMA BRONKIAL

Try Utari Kusuma Dewi


NIM.PO.71.20.1.1.71.197

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES JAMBI
TAHUN 2021
PROPOSAL SKRIPSI

LITERATUR REVIEW
PENGARUH INTERVENSI TEKNIK PERNAPASAN
BUTEYKO TERHADAP KONTROL
ASMA BRONKIAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Terapan Keperawatan (S.Tr.Kep)

Try Utari Kusuma Dewi


NIM.PO.71.20.1.1.71.197

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES JAMBI
TAHUN 2021

i
PENGESAHAN

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH INTERVENSI TEKNIK PERNAPASAN


BUTEYKO TERHADAP KONTROL
ASMA BRONKIAL

Disusun Oleh :
Try Utari Kusuma Dewi
NIM. PO.71.20.1.17.197

Telah Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Proposal Skripsi


Prodi Sarjana Terapan Keperawatan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jambi
Pada Tanggal 15 Maret 2021

TIM PENGUJI

Jabatan Nama dan Gelar Tanda Tangan

Ketua Ns. Netha Damayantie, M.Kep 1

Sekretaris Junita, S.Pd, M.Kes 2

Penguji Utama Mursidah Dewi, SKM, M.Kep 3

Jambi, Maret 2021


Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Jambi

Gusti Lestari H., A.Per.Pend.,M.Kes


NIP.197408202000122004

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Proposal Skripsi ini. Penulisan Proposal
Skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Terapan Keperawatan pada Program Studi Sarjana Terapan Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jambi. Proposal Skripsi ini terwujud atas
bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
1. Bapak Rusmimpong, S.Pd, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Jambi.
2. Ibu Gusti Lestari Handayani, A.Per.Pend, M.Kes, selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jambi.
3. Ibu Ns. Netha Damayantie, M.Kep, selaku Ketua Prodi Sarjana Terapan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jambi, sekaligus selaku
Pembimbing Utama saya yang telah sabar membimbing, membantu, dan
memberi dukungan serta arahan kepada saya selama ini sehingga bersedia
merelakan waktunya untuk membimbing saya dengan sangat baik.
4. Ibu Junita. S.Pd., M.Kes selaku Pembimbing Pendamping saya yang telah
sabar membimbing, memberi dukungan dan arahan, serta telah banyak
membantu dengan penuh kesabaran serta ketelitiannya selama penulisan
proposal ini.
5. Bapak Daryono, S.Pd., M.Kes selaku Pembimbing Akademik saya yang telah
memberikan perhatian, bimbingan, motivasi, dan banyak membantu penulis
selama proses perkuliahan.
6. Bapak/Ibu Dosen beserta staf Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Jambi yang telah membantu memberikan bekal ilmu pengetahuan
dan etika terpuji kepada penulis.

iv
7. Kedua orang tua saya Bapak Baharuddin dan Ibu Armaini Yarti yang selalu
memberikan kasih sayang, dukungan, nasehat, serta doa dan pengorbanan yang
tiada hentinya, baik secara moral maupun material.
8. Buat kakakku Widya Haryati dan suaminya Meri serta keponakanku yang
menggemaskan Saif Hafidz Merdya dan Rayyan Syahid Merdya yang selalu
mendoakan, memberi semangat, menghibur, dan membantu penulis baik secara
moral maupun material selama proses perkuliahan.
9. Buat abangku Ricky Setiawan, Amd., dan istrinya Nurlaila Febriyanti, Amd.,
serta keponakanku yang lucu Shaquila Qaireen Azkadyna dan Sheinafia Qalin
Azkadyna yang selalu mendoakan, memberi semangat, menghibur, dan
membantu penulis baik secara moral maupun material selama proses
perkuliahan.
10. Sepupu, om, tante, dan seluruh keluarga besar yang selalu mendoakan dan
banyak memberi dukungan selama penulis menjalankan studi.
11. Sahabat yang telah mendukung dan membantu saya dalam menyelesaikan
tugas akhir ini Dina Anjelika, Mustika Sabdo Rini, Amd. Keb, Rengga Dwika
Aidul Saputra, Dora Febrianti, Ema Agustina, Qhonita Oktalia, Cindy
Christine Sitorus, Septia Overita, dan Isra’ Noval Girianda.
12. Teman-teman Angkatan 2017 terimakasih atas kerjasamanya memberikan
masukan, nasehat, dan bantuan.
13. Untuk orang yang telah banyak membantu penulis selama perkuliahan hingga
selesai yang tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas doa dan
dukungannya.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal skripsi ini
dan membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jambi, Maret 2021

v
Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................................... iv
DAFTAR ISI......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 5
E. Ruang Lingkup................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 7


A. Konsep Dasar Penyakit Asma Bronkial............................................. 7
1. Pengertian.................................................................................... 7
2. Etiologi........................................................................................ 8
3. Faktor Risiko............................................................................... 8
4. Manifestasi Klinis........................................................................ 9
5. Patofisiologi................................................................................. 10
6. Klasifikasi.................................................................................... 11
7. Tingkat Kontrol Asma................................................................. 13
8. Komplikasi.................................................................................. 13
9. Pencegahan.................................................................................. 14
10. Pemeriksaan Penunjang............................................................... 15
11. Penatalaksanaan Asma................................................................ 15
12. Prognosis..................................................................................... 19
B. Konsep Dasar Teknik Pernapasan Buteyko........................................ 19
1. Pengertian.................................................................................... 19
2. Manfaat........................................................................................ 20
3. Teori Buteyko.............................................................................. 20
4. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Buteyko..................... 21

BAB III METODE PENELITIAN..................................................................... 23


A. Desain Penelitian................................................................................ 23
B. Strategi Pencarian Literatur................................................................ 23
C. Kriteria Jurnal..................................................................................... 24
D. Sintesis Data....................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor Risiko Asma............................................................................ 9


Tabel 2.2 Klasifikasi Asma................................................................................. 11
Tabel 2.3 Tingkat Kontrol Asma........................................................................ 13
Tabel 3.1 Kriteria Jurnal..................................................................................... 23

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Konsultasi Pembimbing Utama


Lampiran 2 Lembar Konsultasi Pembimbing Pendamping

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma bronkial atau yang biasa disebut dengan “asma” saja merupakan salah

satu penyakit tidak menular yang masih menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia.

Penyakit asma merupakan penyakit yang menyebabkan pasien memerlukan

perawatan, baik di rumah sakit maupun di rumah. Asma dapat dimulai pada segala

usia, mempengaruhi pria dan wanita tanpa terkecuali, dan bisa terjadi pada setiap

orang di segala etnis (Masriadi, 2019). Asma merupakan penyakit yang tidak bisa

disembuhkan, namun bisa dikontrol (GINA, 2019).

Asma adalah penyakit tidak menular utama yang ditandai dengan serangan

sesak napas dan mengi yang berulang, yang tingkat keparahan dan frekuensinya

bervariasi antar individu. Gejala dapat terjadi beberapa kali dalam sehari atau

minggu pada individu yang menderita asma, dan untuk beberapa orang menjadi lebih

buruk selama aktivitas fisik atau pada malam hari. Selama serangan asma, lapisan

saluran bronkial membengkak, menyebabkan saluran udara menyempit dan

mengurangi aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru (WHO, 2020).

Menurut World Health Organization (WHO, 2020), saat ini diperkirakan

lebih dari 339 juta orang di dunia menderita asma Berdasarkan laporan WHO pada

tahun 2016 ada 417.918 kematin akibat asma di tingkat global, sedangkan angka

kematian akibat asma di Indonesia mencapai 24.773 orang atau sekitar 1,77% dari

total jumlah kematian penduduk, data ini sekaligus menempatkan Indonesia di urutan

ke-19 dunia

1
2

perihal kematian akibat asma, serta ada 24,8 juta DALYs (Disability Adjusted Life

Years) yang disebabkan oleh asma.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018

prevalensi penyakit asma pada semua umur menurut provinsi sebesar 2,4% dan

penyakit ini lebih banyak dialami oleh perempuan (Kementerian Kesehatan RI,

2019). Sedangkan prevalensi penyakit asma menurut data dari RISKESDAS tahun

2013 adalah sebesar 4,5% dan juga lebih banyak terjadi pada perempuan

(Kementerian Kesehatan RI, 2013). Walaupun prevalensinya mengalami penurunan,

namun perawatan asma yang buruk pada aspek fisik, psikologis, fungsional,

penurunan kualitas hidup penderitanya, dan bahkan meningkatkan angka morbiditas

dan mortalitas akibat asma (Marlin Sutrisna et al, 2018).

Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018,

prevalensi asma di Jambi pada semua umur menurut provinsi sebesar 1,7%.

Prevalensi asma di Jambi pada tahun 2018 ini memang mengalami penurunan

dibandingkan dengan data dari RISKESDAS tahun 2013 prevalensinya pada semua

umur menurut provinsi yaitu sebesar 2,4%. Walaupun prevalensi asma di provinsi

Jambi mengalami penurunan, namun berdasarkan data dari RISKESDAS tahun 2018

tentang Proporsi Kekambuhan Asma dalam 12 bulan terakhir pada penduduk semua

umur menurut provinsi, untuk provinsi Jambi angka prevalensi kekambuhanya

sangat besar yaitu 62,0% yang menjadikan provinsi Jambi berada di posisi ke-8 dari

34 provinsi yang ada di Indonesia. Dengan 3 provinsi teratas yaitu Aceh (68,9%),

Sumatera Barat (66,2%), dan Bengkulu (65,2%) (Kementerian Kesehatan RI, 2019).
3

Tujuan utama dari perawatan asma adalah mencapai dan mempertahankan

kontrol asma untuk mencegah eksaserbasi dan mengurangi resiko morbiditas maupun

mortalitas (Firdaus & Wahyuni, 2020). Kontrol asma bronkial yang buruk

merupakan masalah kesehatan yang serius, diantaranya dapat menyebabkan

terganggunya pola tidur, terganggunya kegiatan sehari-hari, kerusakan paru, dan

berbagai komplikasi asma (Marlin Sutrisna et al, 2018). Gejala asma berulang sering

kali menyebabkan sulit tidur dan ketidakhadiran di sekolah bagi anak-anak serta

ketidakhadiran di tempat kerja bagi orang dewasa (WHO, 2020).

Penatalaksanaan asma bronkial yang saat ini digunakan ada dua macam, yaitu

penatalaksanaan dengan terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi

yang digunakan bertujuan untuk membantu meredakan ataupun mengurangi gejala

serangan asma bronkial seperti bronkodilator dan kortikosteroid. Namun, terapi

farmakologi ini memiliki efek samping jika digunakan untuk pengobatan jangka

panjang terutama jika tidak melakukan kontrol pengobatan (Marlin Sutrisna et al,

2018).

Terapi non farmakologi yang bisa digunakan untuk mengontrol gejala asma

adalah dengan terapi komplementer, yaitu seperti breathing technique (teknik

pernapasan). Teknik ini juga mengajarkan baaimana cara mengatur napas bila sedang

terjadi serangan asma maupun hanya untuk latihan saja. Teknik ini bertujuan untuk

mengurangi gejala asma dan memperbaiki kualitas hidup. (Siswanti, 2019). Contoh

metode yang bisa digunakan untuk memperbaiki cara bernapas pada penderita asma

adalah teknik olah napas. Beberapa teknik olah napas, yaitu olahraga aerobik, senam,

dan teknik pernapasan seperti Thai chi, Waitankung, Mahatma, Buteyko, dan
4

Pranayama. Beberapa teknik pernapasan yang dirancang khusus untuk penderita

asma yaitu teknik pernapasan Pranayama dan Buteyko (Firdaus & Wahyuni, 2020).

Menurut (Putri & Amalia, 2018), teknik pernapasan buteyko adalah salah

satu teknik olah napas pada penatalaksanaan asma yang bertujuan untuk mengurangi

kontraksi (penyempitan jalan nafas) dengan menggunakan prinsip latihan bernapas

dangkal. Kelebihan teknik pernapasan buteyko adalah dapat menurunkan frekuensi

serangan asma (kekambuhan), mencegah tingkat keparahan asma, dan menurunkan

dosis kortikorsteroid inhalasi serta memperbaiki PEFR (Peak Expiratory Flow Rate)

alias puncak laju aliran pernapasan. Selain itu, teknik pernapasan buteyko juga dapat

meredakan batuk, hidung tersumbat, sesak napas, wheezing, dan memperbaiki

kualitas hidup, serta tidak memiliki efek samping (Marlin Sutrisna et al, 2018).

Teknik pernapasan buteyko dinyatakan telah menolong tidak kurang dari 100.000

pasien asma di Rusia, dan secara resmi diakui oleh pemerintah Rusia (Firdaus &

Wahyuni, 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh Marlin Sutisna, dkk., didapatkan bahwa

teknik pernapasan buteyko berpotensi untuk memberikan pengaruh positif secara

subjektif yang diukur dengan ACT (asthma control test), perbaikan kualiatas hidup

penderita asma, dan menurunkan penggunaan bronkodilator serta steroid inhalasi.

Seorang perawat bukan hanya mengetahui berbagai obat-obatan untuk

perawatan pasien, tapi perawat juga perlu mengetahui dan menegaskan tentang

banyak jenis terapi yang telah diajarkan dalam program pendidikan keperawatan dan

telah dipraktikkan oleh perawat selama berabad-abad, seperti meditasi, yoga, terapi
5

musik, terapi olah napas, humor, doa (prayer), dan obat-obatan herbal (botani)

(Hidayat, 2020).

Berdasrkan latar belakang diatas bahwa terapi farmakologi asma memiliki

efek samping jangka panjang, maka peneliti tertarik untuk melakukan studi literatur

review tentang terapi non farmakologi pada penyakit asma dengan judul

“PENGARUH INTERVENSI TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP

KONTROL ASMA BRONKIAL”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka muncul pertanyaan peneliti yaitu

“Bagaimanakah pengaruh penerapan intervensi teknik pernapasan buteyko

dalam mengontrol serangan penyakit asma bronkial?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh intervensi teknik

buteyko terhadap control asma bronkial, dimana peneliti menjelaskan bahwa

dalam mengontrol gejala asma sangat penting untuk mengetahui bagiamana

teknik bernapas yang benar, karena cara bernapas penderita asma dapat

mempengaruhi tingkat kekambuhan asma, untuk itu peneliti menggali secara

evidence bagaimana pengaruh intervensi teknik pernapasan buteyko terhadap

control asma bronkial.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan;

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai media informasi

mengenai pengaruh intervensi teknik pernapasan buteyko terhadap kontrol

asma bronkial.
6

2. Manfaat praktik;

a. Bagi Institusi Pendidikan

Informasi dari penulisan ini diharapkan dapat berguna bagi instansi

pendidikan sebagai laporan akhir evidence based mahasiswa Sarjana

Terapan Keperawatan tentang pengaruh intervensi teknik pernapasan

buteyko terhadap kontrol asma bronkial. Diharapkan penulisan ini

menjadi sumber referensi institusi sebagai informasi khususnya kepada

peserta didik yang sedang mengikuti mata kuliah keperawatan medikal

bedah.

b. Bagi Mahasiswa

Penulisan ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan

sebagai sumber informasi untuk menambah wawasan dan pengetahuan

tentang pengaruh intervensi teknik pernapasan buteyko terhadap kontrol

asma bronkial.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan literatur

review. Metode pencarian jurnal untuk literatur review ini menggunakan electronic

data base yang terdiri dari Google Scholar, PubMed, Elsevier, dan Sinta Jurnal. Kata

kunci yang digunakan dalam pencarian jurnal, yaitu: “teknik buteyko”, “pengaruh

teknik buteyko”, dan “asma bronkial’. Jumlah jurnal yang digunakan dalam

penelitian ini sebanyak 7 jurnal (5 jurnal internasional dan 2 jurnal nasional), dengan

kriteria inklusi: jurnal berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia dengan jangka waktu

penerbitan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2021-2016). Literatur review ini di

sintesis menggunakan metode naratif dengan mengelompokkan data-data hasil


7

ekstraksi yang sejenis sesuai dengan hasil yang diukur untuk menjawab rumusan

permasalahan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT ASMA BRONKIAL

1. Pengertian

Asma adalah penyakit obstruksi jalan napas yang ditandai oleh

penyempitan jalan napas. Penyempitan jalan napas akan mengakibatkan klien

mengalami dyspnea, batuk, dan mengi. Eksaserbasi akut terjadi dari beberapa

menit sampai jam, bergantian dengan periode bebas gejala (Puspasari, 2019).

Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronis saluran napas

menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala

episodik berulang berupa mengi (napas berbunyi ngik-ngik), sesak napas, dada

terasa berat, dan batuk terutama malam menjelang dini hari. Dimana saluran

napas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan

tertentu, yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat

sementara. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan napas

yang luas, bervariasi, dan sering kali bersifat reversible dengan atau tanpa

pengobatan (Masriadi, 2019).

Asma adalah penyakit yang menyerang cabang-cabang halus bronkus

yang sudah tidak memiliki kerangka cincin-cincin tulang rawan, sehingga terjadi

penyempitan yang mendadak. Akibatnya penderita sesak napas, sehingga untuk

membantu pernapasan seluruh otot-otot pernapasan difungsikan secara maksimal

(Irianto, 2014).

7
8

Sedangkan menurut GINA (dalam Yuliati & Djajalaksana, 2015),

menjelaskan bahwa asma bronkial adalah penyakit dengan keragaman, yang

ditandai dengan riwayat mengi, sesak, dada terasa berat, dan batuk, yang

bervariasi setiap waktu dan intensitasnya, yang disertai dengan variasi hambatan

aliran napas saat ekspirasi.

2. Etiologi

Menurut (Puspasari, 2019), penyebab mendasar asma tidak sepenuhnya

dipahami. Faktor risiko terkuat terjadinya asma adalah kombinasi predisposisi

genetik dengan paparan lingkungan terhadap zat dan partikel yang dihirup dapat

memicu reaksi alergi atau mengganggu saluran napas, seperti:

a. Alergen dalam ruangan (misalnya tungau debu rumah di tempat tidur,

karpet dan furnitur boneka, polusi, dan bulu binatang peliharaan)

b. Alergen luar ruangan (seperti serbuk sari dan jamur)

c. Asap tembakau

d. Iritasi kimia di tempat kerja

e. Polusi udara

Pemicu lain dapat berupa udara dingin, rangsangan emosional yang

ekstrem, seperti amarah atau ketakutan, dan latihan fisik. Bahkan obat-obatan

tertentu dapat memicu asma, misalnya aspirin dan obat anti-inflamasi non-steroid

lainnya, serta beta-blocker (yang digunakan untuk mengobati tekanan darah

tinggi, kondisi jantung, dan migraine) (WHO, 2020).

3. Faktor Risiko
9

Faktor risiko secara umum menurut (Puspasari, 2019), terdiri dari faktor

genetik dan faktor lingkungan. Berikut ini deskripsi dari ekdua faktor tersebut.

Tabel 2.1 Faktor Risiko Asma

Faktor Genetik Faktor Lingkungan


Hiperaktivitas Alergen dalam ruangan (tungau debu rumah)
Atopi/alergi bronkus Allergen di luar ruangan (alternaria/jemur,

serbuk sari, dan bulu hewan peliharaan)


Faktor yang memodifikasi Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna

penyakit genetik makanan, kacang, makanan laut, susu, sapi, dan

telur)
Jenis kelamin Obat tertentu (golongan aspirin, NSAID, beta-

blocker, dll)
Ras/etnik Iritan (parfum, household spray, dll)

4. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala asma adalah sebagai berikut.

a. Secara umum, asma mempunyai gejala seperti batuk (dengan atau tanpa

lendir), dyspnea, dan mengi.

b. Asma biasanya menyerang pada malam hari atau di pagi hari.

c. Eksaserbasi sering didahului dengan meningkatnya gejala selama berhari-

hari, tapi bisa juga secara tiba-tiba.

d. Pernapasan berat dan mengi.

e. Obstruksi jalan napas yang buruk dapat memperburuk dyspnea.

f. Batuk kering pada awalnya: diikuti dengan batuk yang lebih kuat dengan

produksi sputum berlebih.


10

g. Gejala tambahan seperi: diaphoresis, takikardi, dan tekanan nadi yang

melebar. (Puspasari, 2019)

Selain itu, ciri-ciri asma adalah hilangnya keluhan diluar serangan.

Artinya, pada saat serangan, penderita asma bisa kelihatan sangat menderita

(batuk, sesak napas hebat, dan bahkan sampai seperti tercekik), tetapi diluar

serangan dia baik-baik saja. Inilah salah satu hal yang membedakan asma

dengan penyakit pernapasan lain (keluhan sesak pada asma adalah reversible,

bisa baik kembali diluar serangan. Sementara PPOK irreversible, tetap saja

sesak setiap waktu) (Masriadi, 2019).

5. Patofisiologi

Inflamasi saluran napas pada klien asma merupakan hal yang mendasari

gangguan fungsi yaitu terdapatnya obstruksi saluran napas yang menyebabkan

hambatan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau setelah

pengobatan.

Obstruksi pada klien asma dapat disebabkan oleh kontraksi otot-otot yang

mengelilingi bronkus yang menyempitkan jalan napas, pembengkakan membran

yang melapisi bronkus, dan pengisian bronkus dengan mukus yang kental.

Keterbatasan aliran udara disebabkan oleh berbagai perubahan di jalan napas,

antara lain:

a. Bronkokonstriksi

Pada asma, kejadian fisiologis dominan yang menyebabkan gejala klinis

adalah penyempitan saluran napas dan gangguan berikutnya dengan aliran

udara. Pada eksaserbasi asma akut, kontraksi otot polos bronkial


11

(bronkokonstriksi) terjadi dengan cepat untuk mempersempit jalan napas

sebagai respons terhadap paparan berbagai rangsangan termasuk alergen

atau iritasi. Alergen akan menstimulasi pelepasan mediator IgE mencakup

histamin, tryptase, leukotrien, dan prostaglandin yang secara langsung

mengendalikan otot polos jalan napas.

b. Edema jalan napas

Terjadi karena proses peradangan berupa peningkatan permeabilitas

vaskular. Edema jalan napas tersebut akan mempersempit diameter

bronkus dan membatasi aliran udara. Selain itu, perubahan struktural

termasuk hipertrofi dan hiperplasia pada otot polos saluran napas juga

dapat berpengaruh.

c. Hipersekresi mukus

Terjadi sebagai mekanisme fisiologis dari mausknya iritan. Pada asma

bronkial, pengeluaran mukus terjadi secara berlebihan sehingga semakin

mengganggu bersihan jalan napas (Puspasari, 2019).

6. Klasifikasi

Derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang

dewasa diklasifikasikan ke dalam empat tingkat, yaitu intermiten, peristen ringan,

peristen sedang, dan peristen berat (Puspasari, 2019).

Tabel 2.2 Klasifikasi Asma

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru


Bulanan APE
Gejala < 1 x per VEP1 nilai prediksi

minggu APE nilai terbaik


Tanpa gejala Variabilitas APE < 20%
12

Intermiten diluar serangan 2 kali sebulan


Serangan singkat
Mingguan APE
Gejala > 1 x per VEP1 nilai prediksi APE

minggu, tapi < 1 x nilai terbaik

per hari
Peristen ringan Serangan dapat > 2 kali Variabilitas APE 20-

mengganggu sebulan 30%

aktivitas dan tidur


Harian APE 60-80%
Gejala setiap hari VEP1 60-80% nilai

prediksi APE 60-80%

nilai terbaik
Serangan Variabilitas APE > 30%

mengganggu

Peristen sedang aktivitas dan tidur > 2 kali


Membutuhkan
sebulan
bronkodilator

setiap hari
Kontinu APE 60%
Gejala terus VEP1 nilai prediksi APE

menerus 60% nilai terbaik


Sering kambuh Variabilitas APE > 30%
Aktivitas fisik
Peristen berat Sering
terbatas

7. Tingkat Kontrol Asma

Menurut Yuliati & Djajalaksana (2015), tingkat kontrol asma yaitu, dalam

4 minggu terakhir, apakah pasien mengalami:

a. Gejala asma di siang hari > 2 x per minggu? (Ya/Tidak)


13

b. Terbangun di malam hari karena asma? (Ya/Tidak)

c. Menggunakan pelega > 2 x per minggu? (Ya/Tidak)

d. Keterbatasan aktivitas karena asma? (Ya/Tidak)

Tabel 2.3 Tingkat Kontrol Asma

Jawaban Ya Tingkat Kontrol Asma


3-4 Tidak terkontrol
1-2 Terkontrol sebagian
0 Terkontrol penuh

8. Komplikasi

Asma yang tidak ditangani dengan baik dapat memiliki efek buruk pada

kualitas hidup seseorang. Kondisi tersebut bisa mengakibatkan kelelahan, kinerja

menurun, masalah psikologis termasuk stres, kecemasan, dan depresi. Dalam

kasus yang jarang terjadi, asma dapat menyebabkan sejumlah komplikasi

pernapasan serius, termasuk:

a. Pneumonia (infeksi paru-paru)

b. Kerusakan sebagian atau seluruh paru

c. Gagal napas, di mana kadar oksigen dalam darah menjadi sangat rendah

atau kadar karbon dioksida menjadi sangat tinggi.

d. Staus asthmaticus (serangan asma berat yang tidak merespons

pengobatan) (Puspasari, 2019).

9. Pencegahan

Adapun pencegahan asma yaitu sebagai berikut.

a. Menjaga kesehatan
14

Berupa makan makanan yang bergizi baik, minum air putih yang cukup,

istirahat yang cukup, dan olahraga yang sesuai.

b. Menjaga kebersihan lingkungan

Rumah sebaiknya tidak lembab, ventilasi yang cukup, pencahayan

matahari yang baik, dan kamar tidur sebaiknya berisi barang-barang

untuk menghindari debu rumah.

c. Menghindari faktor pemicu asma

Alergen yang sering menimbulkan penyakit asma adalah debu. Alergen

lain seperti kucing, anjing, burung, dan lain-lain perlu mendapat perhatian

serta perlu juga diketahui bahwa binatang tak terduga, seperti kecoa dan

tikus juga menimbulkan penyakit asma. Penderita asma juga sebaiknya

menghindari orang yang terserang influenza dan menghindari tempat

yang ramai atau penuh sesak. Hindari kelelahan yang berlebihan dan suhu

udara yang ekstrem. Zat yang merangsang saluran napas seperti asap

rokok, asap mobil, uap bensin, uap cat, uap zat kimia, dan uap udara kotor

lainnya harus dihindari. Perhatikan obat-obatan yang di konsumsi,

khususnya obat darah tinggi, jantung, dan anti rematik. Zat pewarna dan

pengawet makanan juga dapat menimbulkn gejala asma.

d. Menggunakan obat anti asma

Pada serangan penyakit asma yang ringan apalgi frekuensinya jarang,

penderita boleh memakai bronkodilator, baik bentuk tablet, kapsul,

maupun sirup.Tetapi jika ingin gejala asma cepat hilang, jelas aerosol

lebih baik. Pada penderita asma kronis bla keadaannya sudah terkendali

dapat dicoba obat-obatan pencegah penyakit asma.


15

e. Pencegahan manifestasi asma bronkial pada pasien penyakit otopi yang

belum menderita asma. (Masriadi, 2019)

10. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter.

b. Uji revisibilitas (dengan bronkodilator).

c. Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada atau tidaknya hiperaktivitas

bronkus.

d. Uji alergi (skin prick test) untuk menilai ada tidaknya energi.

e. Foro thorax untuk menyingkirkan penyakit selain asma. (Puspasari, 2019)

11. Penatalaksanaan Asma

a. Tujuan penatalaksanaan asma

Tujuan penatalaksaan asma adalah memungkinkan pasien menjalani

hidup yang normal dengan hanya sedikit gangguan atau tanpa gejala. Beberapa

tujuan yang lebih rinci, yaitu:

1) Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan mengganggu, seperti

batuk dan sesak napas.

2) Mengurangi penggunaan bronkodilator.

3) Menjaga fungsi paru “mendekati” normal.

4) Menjaga aktivitas pada tingkat normal (bekerja, sekolah, olahraga,

dll).

5) Mencegah kekambuhan dan meminimalisasi kunjungan darurat ke RS

6) Mencegah progresivitas berkurangnya fungsi paru.

7) Menyediakan farmakoterapi yang optimal dengan sedikit mungkin

efek samping. (Ikawati, 2011)


16

b. Penatalaksanaan farmakologi asma

Penatalaksanaan farmakologi untuk asma bronkial terbagi menjadi 2,

yaitu obat pengontrol jangka panjang dan obat emergency yang digunakan untuk

pemulihan saat terjadi serangan asma (Puspasari, 2019). Berikut ini

penjelasannya.

1) Obat pengontrol asma jangka panjang,umumnya dikonsumsi setiap

hari. Jenis pengobatannya meliputi:

a) Inhalasi kortikosteroid. Obat anti inflamasi ini meliputi fluticasone

(Flonase, Flovent HFA); budesonide (Pulmicort Flexhaler,

Rhinocort); flunisolide (Aerospan HFA); ciclesonide (Alvesco,

Omnaris, Zetonna); beklometason (Qnasl, Qvar); mometasone

(Asmanex); dan fluticasone furoate (Arnuity Ellipta). Tidak

seperti obat kortikosteroid oral, obat ini memiliki resiko efek

samping jangka panjang yang lebih rendah.

b) Leukotrien modifier. Obat oral ini membantu meringkan gejala

asma hingga 24 jam, antara lain: montelukast (Singulair);

zafirlukast (Accolate); dan zileuton (Zyflo). Dalam kasus yang

jarang terjadi, obat-obatan ini dikaitkan dengan reaksi psikologis,

seperti agitasi, agresi, halusinasi, depresi, dan pikiran bunuh diri.

c) Agonis beta long acting. Obat inhalasi meliputi salmeterol

(Serevent) dan formoterol (Foradil, Perforomist) yang berfungsi

membuka saluran udara.

d) Inhaler kombinasi. Mengandung antagonis beta long acting

dengan kortikosteroid, antara lain: fluticasone-salmeterol (Advair


17

Diskus); budesonide-formoterol (Symbicort); dan formoterol-

mometasone (Dulera).

e) Teofilin (Theo-24, Elixophyllin) adalah terapi oral rutin yang

membantu dilatasi bronkus (bronkodilator) dengan merelaksasi

otot-otot di sekitar saluran udara.

2) Obat emergency, digunakan sesuai kebutuhan untuk pemulihan gejala

jangka pendek yan cepat selama serangan asma, meliputi:

a) Bronkodilator kerja cepat (short acting), bertindak dalam

beberapa menit, antara lain: albuterol (ProAir HFA, Ventolin

HFA, dll) dan levalbuterol (Xoponex). Obat ini digunakan dengan

inhaler genggam atau nebulizer portable.

b) Ipratropium (Atrovent), seperti bronkodilator lainnya bekerja

cepat untuk segera merelaksasikan saluran napas. Banyak

digunakan untuk emfisema dan bronchitis kronis, tapi kadang

digunakan untuk mengobati serangan asma.

c) Kortikosteroid oral dan intravena. Obat-obat ini meredakan

peradangan saluran napas yang disebabkan oleh asma berat,

misalnya yaitu prednison.

c. Penatalaksanaan non-farmakologi asma

Sedangkan penatalaksanaan asma secara non-farmakologi yaitu bisa

dengan terapi komplementer, meliputi terapi herbal, terapi nutrisi, olahraga

renang, aromatherapy, breathing technique, akupuntur, dan akupreesur

(Masriadi, 2019).
18

Yuliati & Djajalaksana (2015), juga mengemukakan terapi non-

farmakologi untuk asma, yaitu:

1) Berhenti merokok.

2) Melakukan aktivitas fisik secara teratur.

3) Mencegah paparan alergen di tempat kerja maupun di rumah.

4) Mencegah penggunaan obat yang dapat memperberat asma.

5) Teknik pernapasan yang benar (breathing technique, yoga, dan

senam asma).

6) Diet sehat dan menurunkan berat badan.

7) Vaksinasi (Pneumococcal dan influenza).

8) Mengatasi stres emosional.

9) Imunoterapi alergen.

10) Bronchial thermoplasty.

12. Prognosis

Mortalitas akibat asma yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000

kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang ebrjumlah kira-kira 10 juta,

namun angka kematian cenderung meningkat di pinggir kota dengan fasilitas

kesehatan terbatas. Prognosis baik ditemukan pada 50-80% pasien, khususnya

pasien yang penyakitnya ringan. Walaupun ada laporan pasien asma yang

mengalami perubahan fungsi paru yang irreversible, pasien ini seringkali

memiliki rangsangan komorbid seperti perokok. Beberapa penelitian

mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20% yang menderita

penyakit ini di usia dewasa, dan 40% atau lebih diharapkan membaik dengan
19

jumlah dan beratnya serangan yang jauh berkurang sewaktu pasien menjalani

masa tua (Masriadi, 2019).

B. KONSEP DASAR TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO

1. Pengertian

Buteyko merupakan serangkaian latihan pernapasan sederhana. Metode

ini memiliki ciri khusus yaitu lebih fokus untuk menurunkan frekuensi

pernapasan. Teknik pernapasan buteyko adalah suatu metode penatalaksanaan

asma yang bertujuan untuk mengurangi kontraksi (penyempitan jalan napas)

dengan menggunakan prinsip latihan bernapas dangkal. Terapi buteyko

digunakan untuk memperlambat atau mengurangi intake udara ke dalam paru-

paru sehingga dapat mengurangi gangguan pada saluran pernapasan.

Teknik pernapasan buteyko merupakan teknik pernapasan yang

dikhususkan untuk para penderita asma. Dengan menggunakan teknik buteyko

secara teratur dapat memperbaiki buruknya sistem pernafasan pada penderita

asma sehingga dapat menurunkan gejala asma. Teknik pernapasan buteyko

mampu mengurangi ketergantungan obat bagi penderita asma serta dapat

meningkatkan fungsi paru-paru dalam menghasilkan oksigen (Putri & Amalia,

2018),

2. Manfaat

a. Kita dituntut untuk belajar tentang bagaimana cara membuka hidung

secara alami dibarengi dengan melakukan latihan menahan napas.

b. Agar dapat menyeimbangkan antara pernapasan mulut dengan pernapasan

hidung.
20

c. Teknik pernapasan buteyko merupakan latihan pernapasan untuk

mencapai pernapasan yang normal dengan cara merileksasikan diafragma

sampai merasa jumlah udara di dalam paru-paru berkurang.

d. Sangat bagus untuk menyembuhkan batuk serta mengi. (Putri & Amalia,

2018)

3. Teori Buteyko

Para penderita asma cenderung brnapas 2 kali lebih cepat disbanding

dengan orang normal, istilah ini kemudian dikenal dengan sebutan hiperventilasi.

Penyebab utama terjadinya asma adalah terbiasa bernapas secara berlebihan,

terlebih yang tidak kita sadari. Beberapa teori yang mengembangkan teknik

pernapasan buteyko antara lain:

a. Ketik penderita asma bernapas secara dalam, maka jumlah oksigen yang

dikeluarkan akan semakin meningkat. Sehingga jumlah karbon dioksida

yang ada di dalam paru-paru akan berkurang.

b. Terjadinya defisiensi yang disebabkan oleh cara bernapas yang kurang

tepat sehingga menyebabkan pH darah menjadi alkalis. Perubahan pH

dalam darah dapat mengganggu keseimbangan protein, vitamin, serta

metabolisme.

c. Terjadinya defisiensi yang disebabkan oleh spasme pada otot polos

bronkus, kejang otak, spastik usus,s erta gangguan saluran empedu dan

organ lainnya. Ketika penderita asma bernapas secara dalam, maka

jumlah oksigen yang mencapai otak, jantung, dan ginjal akan semakin

sedikit.
21

d. Kekurangan oksigen pada organ-organ vital (termasuk otak) serta sel-sel

saraf.

e. Bernafas secara berlebihan dapar menyebabkan ketidakseimbangan kadar

karbon dioksida dalam tubuh. (Putri & Amalia, 2018)

4. Hal-Hal Yang perlu diperhatikan dalam buteyko

Adanya teknik pernapasan buteyko merupakan solusi bagi penderita asma

yang biasa bernapas secara berlebihan. Dalam pelaksanaan teknik buteyko

terdapat dua hal penting yaitu tahap relaksasi dan tahap latihan. Teknik

pernapasan ini dilakukan untuk merileksasikan otot pernapasan serta iga secara

perlahan. Bagi penderita asma dianjurkan mengurangi pernapasan menggunakan

mulut. Pernapasan yang digunakan adalah pernapasan melalui hidung (Putri &

Amalia, 2018). Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

a. Pengukuran waktu untuk berhenti sebentar

Sebelum maupun sesudah latihan sebaiknya melakukan kontrol

pernapasan dan berhenti sebentar, bertujuan untuk mengetahui efek dari

pernapasan buteyko.

b. Sikap tubuh (postur)

Pasien dapat menggunakan kursi yang memiliki sandaran tegak dan

tinggi. Jika tidak ada kursi yang demikian, maka usahakan jika posisi,

kepala, bahu, serta pinggul diatur dengan posisi tegak lurus.

c. Konsentrasi

Kita tidak akan dapat mengubah pola pernapasan jika kita tidak

menyadari bagaimana kita bernapas. Konsentrasi dapat kita peroleh


22

dengan menutup mata serta fokus terhadap setiap pergerakan pernapasan

kita.

d. Relaksasi bahu

Ambil posisi sesantai mungkin agar bahu rileks, maka kita akan mudah

mengatur pernapasan.

e. Memantau aliran udara

Rasakan setiap aliran udara yang masuk melalui hidung dengan

menempelkan jari di bawah lubang hidung.

f. Bernapas secara dangkal

Ketika hembusan udara mulai terasa di jari, maka mulailah menarik napas

kembali. Hal tersebut akan menyebabkan penurunan jumlah udara yang

keluar untuk setiap kali bernapas. Sehingga akan terjadi peningkatan

jumlah udara yang dihirup permenitnya. Udara semakin sedikit yang

terasa di jari menandakan jika latihan pernapasan buteyko berhasil.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian deskriptif menggunakan data sekunder dengan

menggunakan metode/teknik literature review atau tinjauan pustaka. Yaitu, dengan

menganalisis jurnal hasil penelitian yang terkait dengan judul.

B. Strategi Pencarian Literatur

Metode pencarian jurnal melaui Google Scholar, perpustakaan online di

berbagai Poltekkes di Indonesia, dan website perpustakaan Universitas Padjajaran.

Kata kunci yang dilakukan dalam pencarian jurnal antara lain: Teknik Buteyko,

Pengaruh teknik buteyko, dan Asma bronkial. Sehingga didapatkan 7 jurnal sesuai

dengan kriteria inklusi yang dapat diakses full text. Kriteria jurnal yang direview

adalah artikel jurnal penelitian berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Tahun jurnal

yang digunakan dibatasi pada tahun 2016-2021. Jurnal yang digunakan dalam

literatur review diperoleh dari berbagai jurnal penelitian. Metode sintesis data yang

digunakan dalam literatur review ini disintesis menggunakan metode naratif dengan

mengelompokkan data-data hasil ekstraksi yang sejenis dengan hasil yang diukur

untuk menjawab tujuan.

C. Kriteria Jurnal

Jurnal sesuai dengan kriteria inklusi yaitu Pengaruh Teknik Pernapasan

Buteyko Terhadap Kontrol Asma Bronkial yang dapat diakses full text.

23
24

Tabel 3.1 Kriteria Jurnal

Kriteria Inklusi
Tahun terbit Tahun jurnal yang digunakan dibatasi pada tahun 2016-2021
Bahasa Bahasa indonesia dan bahasa inggris
Jenis jurnal Original artikel penelitian yang dapat diakses full text
Keyword Teknik Buteyko, Pengaruh teknik buteyko, dan Asma bronkial
Pengaruh Intervensi Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap
Judul jurnal
Kontrol Asma Bronkial

D. Sintesis Data

1. Prosedur Literatur Review/Tinjauan Pustaka

a. Tentukan fenomena atau alasan review dilakukan, pertimbangkan

mengapa ulasan itu penting dan relevan untuk dilakukan review. Dalam

penelitian ini kajian literatur yang dilakukan tentang Pengaruh Teknik

Pernapasan Buteyko terhadap Kontrol Asma Bronkial.

b. Lakukan pencarian literature yang relevan, peneliti harus memilih fokus

dan mengembangkan kata kunci Teknik Buteyko, Pengaruh teknik

buteyko, dan Asma bronkial untuk mengarahkan pencarian, penelitian

melakukan penelusuran jurnal melalui Google Scholar, Elsevier, Pubmed,

dan Sinta Jurnal.

c. Mengevaluasi artikel yang telah peneliti temukan 7 jurnal berdasarkan

kata kunci dan kriteria yang sesuai dengan kriteria inklusi didapat 7 jurnal

untuk di review, peneliti selanjutnya membuat matriks telaah jurnal yang

berisi judul dan tahun, penulis, tujuan metodologi, hasil penelitian untuk

selanjutnya dilakukan analisis.


DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, A., & Wahyuni, N. T. (2020). Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko


Terhadap Tingkat Kontrol Asma Pada Penderita Asma. Jurnal Kesehatan, 8(2),
961–966. https://doi.org/10.38165/jk.v8i2.104
Global Initiative for Asthma, (GINA). (2019). GINA Patient Guide: YOU CAN
CONTROL YOUR ASTHMA. https://ginasthma.org/wp-
content/uploads/2020/02/GINA-Patient-Guide-PRINT-Pocket-Guide-final.pdf
[Diakses 14 Maret 2021]
Hidayat, A. A. (2020). TERAPI KOMPLEMENTER DAN PERAWATAN
KESEHATAN. Bandung: PENERBIT NUANSA CENDEKIA.
Ikawati, Z. (2011). Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya.
Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Irianto, K. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular Dan Tidak Menular Panduan
Klinis. Bandung: Alfabeta.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). LAPORAN NASIONAL RISKESDAS 2013.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI. (2019). LAPORAN NASIONAL RISKESDAS 2018.
Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(LPB). latbingkes.kemkes.go.id
Marlin Sutrisna et al. (2018). PENGARUH TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO
TERHADAP ACT (ASTHMA CONTROL TEST). Jurnal Keperawatan
Silampari, 1, 121. https://doi.org/10.31539/jks.v1i2.22
Masriadi. (2019). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: TIM.
Puspasari, S. F. A. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN. Yogyakarta: PT. PUSTAKA BARU.
Putri, D. M. P., & Amalia, R. N. (2018). TERAPI KOMPLEMENTER KONSEP DAN
APLIKASI DLAM KEPERAWATAN. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Siswanti, H. (2019). Efektifitas Pemberian Teknik Pernapasan Buteyko terhadap
Kekambuhan pada Pasien Asma. 796–801.
World Health Organization, (WHO). (2020). Asthma. https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/asthma [Diakses pada 17 Februari 2021]
Yuliati, D., & Djajalaksana, S. (2015). PENATALAKSANAAN ASMA BRONKIAL.
Malang: UB Press.

Anda mungkin juga menyukai