Anda di halaman 1dari 31

LEMBAR PENGESAHAN

Referat :
Penyembuhan Luka

Disusun oleh :
Cecillia Cynthia (406162095)
Sri Sinta (406162097)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan


Ilmu Bedah RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Ciawi, Mei 2017

dr. Yulfitra Soni, Sp.U

1
LEMBAR PENGESAHAN

Referat :
Penyembuhan Luka

Disusun oleh :
Cecillia Cynthia (406162095)
Sri Sinta (406162097)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan


Ilmu Bedah RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Mengetahui,
Kepala SMF Bedah

dr. Johan Lucas Harjono, Sp.B

2
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan.................................................................................... 1
Daftar Isi..................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 4
1.1.Latar Belakang ..................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..... 5
2.1. Anatomi dan Fisiologi Kulit................................................................. 5
2.2 Sejarah Penyembuhan Luka..... 9
2.3. Jenis Luka..... 10
2.4. Mekanisme Terjadinya Luka 11
2.5. Fase Penyembuhan Luka. 14
2.6. Cara Penyembuhan Luka.. 16
2.7. Penyembuhan Jaringan Khusus. 17
2.8. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka.. 21
2.9. Komplikasi..... 23
2.10.Penanganan Luka... 26
BAB III PENUTUP..................................................................................... 30
3.1. Kesimpulan....... 30
3.2. Saran..... 30
DAFTAR PUSTAKA......... 31

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Luka adalah hilang atau rusaknya kesatuan jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh trauma tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Ketika luka timbul, beberapa efek
akan muncul : Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis,
perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri,dan kematian sel.1
Penyembuhan Luka adalah respon tubuh terhadap luka dalam upaya
mengembalikan struktur dan fungsi normal. Ketika jaringan rusak maka proses
penyembuhan luka akan terjadi yang dapat dibagi dalam tiga fase yaitu fase
inflamasi, proliferasi, dan remodeling jaringan. Banyak faktor yang mempengaruhi
penyembuhan luka baik secara endogen maupun eksogen dan jika penyembuhan
tidak adekuat maka luka akan menjadi luka kronik.2
Maka dari itu sesuatu yang menarik bagi penulis untuk tentang luka dari
jenis luka, proses penyembuhan, komplikasi luka hingga penanganan luka sehingga
diharapkan penyembuhan luka adekuat dan menurunkan risiko perburukan seperti
infeksi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kulit


Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan
luar manusia. Luas kulit orang dewasa 2 meter pesegi dengan berat kira-kira 16%
dari berat badan. Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai pelindung,
pengatur suhu, penyerap,
dan indera perasa.
Pembagian kulit secara
garis besar tersusun atas
tiga lapisan utama yaitu
lapisan epidermis atau
kutikel, lapisan dermis,
dan lapisan subkutis.
Epidermis dan dermis
dibatasi oleh membrane
basal, sedangkan tidak
ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan
adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.3

Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basal. Stratum korneum adalah lapisan
kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati,
tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan
sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang
disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma
berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas
keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk

5
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak
ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya.
Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri
atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini
membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-
sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung
banyak glikogen. Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang
tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar
(palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel
basal ini mengalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua
jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti
lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatan antar sel, dan sel
pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan
sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes).
3,4

Lapisan Dermis
Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang
jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan
fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar
dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke
epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu
bagian bawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-
serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar lapisan ini
terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat
pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan
hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi
kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin
biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih
elastis. 3,4

6
Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini
membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang
fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah,
dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada
lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan
penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan. Vaskularisasi di
kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus
superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di
dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di
subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini
pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah
teedapat saluran getah bening. 3,4

Fisiologis Kulit
1. Fungsi Proteksi
o kimiawi : iritan seperti lisol, karbil, asam, alkali kuat
o fisis/ mekanis : tekanan, gesekan, tarikan
o panas : radiasi, sengatan sinar UV
o infeksi luar : bakteri, jamur
Beberapa macam perlindungan :
o Melanosit
Melindungi kulit dari pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning
(penggelapan kulit)
o Stratum korneum impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air.
o Keasaman kulit karena ekskresi keringat dan sebum
Melindungi secara kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur
o Proses keratinisasi
Sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel mati melepaskan diri secara teratur.

7
2. Fungsi Absorpsi
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut
mengambil fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya bergantung pada
ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, dan jenis vehikulum.
Penyerapan dapat melalui celah antar sel, menembus sel epidermis, melalui
muara saluran kelenjar.
3. Fungsi Ekskresi
Mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti NaCl, urea, asam urat,
dan amonia. Pada fetus, kelenjar lemak dengan bantuan hormon androgen dari
ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya dari cairan amnion,
pada waktu lahir ditemui sebagai Vernix Caseosa.
4. Fungsi Persepsi
Kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan subkutis. Saraf sensori
lebih banyak jumlahnya pada daerah yang erotik.
o Badan Ruffini di dermis dan subkutis => peka rangsangan panas
o Badan Krause di dermis => peka rangsangan dingin
o Badan Taktik Meissner di papila dermis => peka rangsangan rabaan
o Badan Merkel Ranvier di epidermis => peka rangsangan rabaan
o Badan Paccini di epidemis => peka rangsangan tekanan
5. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi)
Dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi)
pembuluh darah kulit. Kulit kaya pembuluh darah sehingga mendapat nutrisi
yang baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada
bayi, dinding pembuluh darah belum sempurna sehingga terjadi ekstravasasi
cairan dan membuat kulit bayi terlihat lebih edematosa (banyak mengandung
air dan Na).
6. Fungsi Pembentukan Pigmen
Kulit memiliki sel yang disebut melanosit (sel pembentuk pigmen) yang terdiri
dari butiran pigmen (melanosomes).
7. Fungsi Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel basal
yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum,

8
makin ke atas sel makin menjadi gepeng dan bergranula menjadi sel
granulosum. Makin lama inti makin menghilang dan keratinosit menjadi sel
tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung 14-21 hari dan memberi
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
8. Fungsi Pembentukan Vitamin D
Kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.
Tapi kebutuhan vit D tubuh tidak hanya cukup dari hal tersebut. Pemberian vit
D sistemik masih tetap diperlukan. 3,4

2.2 Sejarah Penyembuhan Luka


Laporan awal penyembuhan luka dimulai sekitar tahun 2000 SM, ketika
orang Sumeria menggunakan dua cara pengobatan: Metode spiritual yang terdiri
dari mantra, dan metode fisik yaitu dengan pengaplikasian bahan seperti ramuan
tumbuhan pada luka. Orang Mesir adalah yang pertama membedakan antara luka
yang terinfeksi dibandingkan dengan luka yang tidak terinfeksi. Tahun 1650 SM,
Edwin Smith Surgical Papyrus, dokumen yang jauh lebih tua, menjelaskan
setidaknya 48 jenis luka yang berbeda. Dalam Ebers Papyrus yang dikeluarkan
pada tahun 1550 SM, berhubungan dengan penggunaan ramuan mengandung
madu (sifat antibakteri), serat (bahan penyerap) dan minyak (penghalang) untuk
mengobati luka. Sifat-sifat ini masih dianggap penting dalam manajemen luka
5
yang didapat sehari-hari sampai saat ini.
Orang-orang Yunani, dilengkapi dengan pengetahuan yang diwariskan
oleh orang-orang Mesir, mulai mengelompokkan luka sebagai akut dan kronis.
Galen dari Pergamum (120-201 A.d.), diangkat sebagai dokter gladiator Romawi,
menghadapi kasus luka para gladiator setelah pertarungan. Ia menekankan
pentingnya menjaga lingkungan lembab untuk memastikan kesembuhan yang
memadai. Butuh waktu hampir 19 abad sampai konsep penting ini terbukti secara
ilmiah, dimana ditunjukkan bahwa tingkat epitelisasi meningkat sampai 50% di
lingkungan luka lembab jika dibandingkan dengan lingkungan luka yang kering. 5
Langkah besar berikutnya dalam sejarah penyembuhan luka adalah
penemuan antiseptik dan pentingnya menguranginya infeksi pada luka. Ignaz
Philipp Semmelweis, seorang dokter kandungan Hungaria (1818-1865), mencatat

9
bahwa kejadian demam puerperal jauh lebih rendah jika mahasiswa kedokteran
mengikuti kelas pembedahan mayat dan sebelum menghadiri persalinan, mencuci
bersih tangan dengan sabun dan hipoklorit. Louis Pasteur (1822-1895) sangat
berperan dalam menghilangkan teori generasi spontan kuman dan membuktikan
bahwa kuman selalu diperkenalkan dari lingkungan. Joseph Lister mungkin
membuat salah satu kontribusi paling signifikan untuk penyembuhan luka. Dalam
kunjungan ke Glasgow, Skotlandia, Lister mencatat bahwa beberapa wilayah di
kota tersebut memiliki sistem saluran pembuangan kota yang tidak sekeruh
dibanding kota yang lain. Dia menemukan bahwa air dari pipa yang membuang
sampah yang mengandung asam karbol (fenol) lebih jernih. Pada tahun 1865,
Lister memulai perendaman instrumen bedahnya dalam fenol dan penyemprotan
ruang operasi, mengurangi tingkat kematian pasca operasi dari 50% sampai 15%.
Setelah menghadiri ceramah yang mengesankan oleh Lister di 1876, Robert Wood
Johnson memulai 10 tahun penelitian yang pada akhirnya menghasilkan produksi
sebuah penutup(dressing) antiseptik dalam bentuk kain kasa yang diresapi dengan
iodoform. Sejak itu, dikembangkan bahan lain yang digunakan untuk meresapi
kain kasa agar mencapai antiseptik. 5
Tahun 1960an dan 1970an menyebabkan perkembangan polimer
penutup polimer ini bisa dibuat khusus dengan parameter spesifik, seperti
permeabilitas terhadap gas (oklusif vs semioklusif), berbagai tingkat penyerapan,
dan bentuk yang lainnya. Saat ini, praktik penyembuhan luka meliputi manipulasi
dan / atau penggunaan antara lain, sitokin inflamasi, faktor pertumbuhan, dan ilmu
bioteknologi. Kombinasi dari semua modalitas ini yang memungkinkan
penyembuhan luka optimal. 5

2.3 Jenis Luka


Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka
itu dan menunjukkan derajat luka.
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a) Clean Wounds (Luka bersih)
Yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan dan
infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinaria tidak terjadi. Luka

10
bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% 5%.
b) Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi)
Merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital
atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,
kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% 11%.
c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi)
Termasuk luka terbuka, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan
besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Kemungkinan
infeksi luka 10% 17%.
d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi)
Yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka yang menyebabkan infeksi. 6

2. Berdasarkan waktu penyembuhan luka


a) Luka akut
Yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
b) Luka kronis
Yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan dalam waktu
3 bulan atau lebih, dapat karena faktor eksogen dan endogen. Faktor eksogen
seperti trauma, perfusi yang buruk, oksigenasi yang buruk, dan peradangan yang
berlebihan, sedangkan faktor endogen seperti penurunan sintesis growth factor dan
penurunan proliferasi fibroblast. 6

2.3. Mekanisme terjadinya luka


1. Luka insisi (Incised Wound) terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Missal yang terjadi akibat pembedahan.

11
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan
dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda

Klasifikasi berdasarkan mekanisme terjadinya luka 5


lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti pisau
yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti
oleh kaca atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada
bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.

12
7. Luka bakar (Combustio), yaitu luka akibat terkena suhu panas seperti api,
matahari, listrik, maupun bahan kimia.

Klasifikasi berdasarkan kedalaman luka 6

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka


a) Stadium I : Superfisial epidermal
Yaitu luka pada lapisan epidermis kulit, kulit eritema, kering dan nyeri.
b) Stadium II : Deep
Yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari
dermis. Luka tampak eritema, lembab/ melepuh, nyeri, eksudat dan bengkak
biasanya timbul.
c) Stadium III : Luka Full Thickness
Yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan
hingga subkutan. Kulit kering, pearly white hingga hangus, tidak elastis dan
kasar.
d) Stadium IV : Luka Complete
Yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya
destruksi/kerusakan yang luas.

13
2.4. Fase penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan
sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses
penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun
beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses
penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran
dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan
jaringan.
Terdapat 3 fase dalam pernyembuhan luka 1,2,5:
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira kira hari
kelima. pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan
dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan
ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi
karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama
dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh
darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi.
Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine yang
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan
sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan

14
pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna
kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor),
dan pembengkakan (tumor).
Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding
pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit
mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka.
Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan
kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena
reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin
yang amat lemah.
2. Fase Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah
proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai
kira kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum
berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin
yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri
dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan
sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase
ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses
penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan antar
molekul.
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen,
membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus
yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas
dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi
oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi
ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang
lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup
seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia
dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses
pematangan dalam fase penyudahan.

15
3. Fase Penyudahan (Remodelling)
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali
jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya
perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung
berbulan bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap.
Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena
proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang,
kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan
sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan
jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar.
Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit
mampu menahan regangan kira kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini
tercapai kira kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.

Fase penyembuhan luka 5

2.5. Cara Penyembuhan Luka


Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar, seperti yang telah
diterangkan tadi, berjalan secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan
kemudian ditutup jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder
atau sanatio per secundam intentionem (Latin: sanatio = penyembuhan,per =
melalui, secundus = kedua, intendere = cara menuju kepada). Cara ini biasanya
makan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama kalau
lukanya menganga lebar. Luka akan menutup dibarengi dengan kontraksi hebat. 1,5

16
Bila luka hanya mengenai epidermis dan sebagai atas dermis, terjadi
penyembuhan melalui proses migrasi sel epitel dan kemudian terjadi
replikasi/mitosis epitel. Sel epitel baru ini akan mengisi permukaan luka. Proses ini
disebut epitelisasi, yang juga merupakan bagian dari proses penyembuhan luka.
Pada penyembuhan jenis ini, kontraksi yang terjadi biasanya tidaklah dominan. 1,5
Cara penyembuhan lain adalah penyembuhan primer atau sanatio per
primam intentionem, yang
terjadi bila luka segera di
upayakan tertaut, biasanya
dengan bantuan jahitan.
Sebaiknya dilakukan dalam
beberapa jam setelah luka terjadi.
Parut yang terjadi biasanya lebih
halus dan kecil.
Namun, penjahitan luka
tidak dapat langsung dilakukan
pada luka yang terkontaminasi
berat dan /atau tidak berbatas
tegas. Luka yang compang-
camping atau luka tembak,
misalnya, sering meninggalkan
jaringan yang tidak dapat hidup
yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan
menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian akan
dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu dan kemudian dibiarkan selama 4-7
hari. Baru selanjutnya dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini
umumnya disebut penyembuhan primer tertunda. 1,5

2.6. Penyembuhan jaringan khusus 1,5


1. Tulang
Pada patah tulang panjang yang korteksnya cukup tebal, terjadi pendarahan
yang berasal dari pembuluh darah di endosteum, di kanal Haver pada korteks, dan

17
di periosteum. Hematom akan diserbu oleh proliferasi fibroblast yang bersifat
osteogenik yang berasal dari mesenkim periosteum dan sedikit dari endomesteum.
Fibroblast osteogenik berubah menjadi osteoblast dan menghasilkan bahan organik
antar sel yang disebut osteoid. Osteoblast yang terkurung dalam lakuna oleh osteoid
disebut osteosit. Proses pembentukan tulang ini disebut osifikasi. Bekas hematom
yang berosteoid disebut kalus yang tidak tampak secara radiologis. Kalus akan
memadat, seakan merekat patahan.
Di daerah yang agak jauh dari patahan dan pendarahannya lebih bagus, mulai
terbentuk jaringan tulang karena proses peletakan kalsium pada osteoid, sedangkan
didaerah patahan sendiri, yang pendarahannya lebih sedikit, osteoblast
berdiferensiasi menjadi kondroblast dan membentuk tulang rawan. Kalus eksterna
dan interna yang berubah menjadi jaringan tulang dan tulang rawan makin keras
dan setelah menjadi terisi kalsium menjadi jelas pada pemeriksaan radiologi.
Bagian tulang rawan kemudian berubah menjadi tulang biasa melalui proses
endokondral. Pada saat ini, patahan dikatakan telah menyambung dan menyembuh
secara klinis. Selanjutnya, terjadi pembentukan tulang lamelar dan perupaan
kembali selama berbulan-bulan.
Pada anak, kalus primer ini disertai proses pengaturan kembali pertumbuhan
epifisis sehingga sulit patahan akan pulih sampai derajat tertentu.
Penyembuhan patah tulang yang bukan tulang pipa (tulang pendek) berjalan
lebih cepat karena pendarahan yang lebih kaya. Nekrosis yang terjadi di pinggir
patahan tulang tidak bayak, dan kasus interna segara mengisi rongga patah tulang.
Penyembuhan patah tulang terjadi pada tindakan reduksi dan setelah fiksasi
metal yang kuat berjalan lebih cepat dan lebih baik. Ini dapat digolongkan
penyembuhan per prema. Dengan fiksasi, daerah patahan terlindung dari stres dan
tidak ada rangsang yang menimbulkan kalus sehingga, setelah bahan osteosintetis
dikeluarkan, tulang kurang kuat dibandingkan dengan tulang yang sembuh per
sekundam dengan kalus.
2. Tendo
Bila tendo yang merupakan ujung dari otot lurik luka akan putus, hematom
yang tejadi akan mengalami proses penyembuhan alami dan menjadi jaringan ikat
yang melekat pada jaringan sekitarnya. Bagian distal akan mengalami hipotrofi

18
karena ada yang menggerakan. Dengan demikian, tendo yang putus sama sekali
tigak akan berfungsi kembali, tendo harus dijahit dengan teknik khusus agar
perlekatan dengan jaringan sekitarnya dikurangi dan tendo masih dapat bergerak
dan meluncur bebas.
3. Fasia
Luka pada fasia akan mengalami penyembuhan alami yang normal. Hematom
dan eksudasi yang terjadi akan diganti dengan jaringan ikat. Bila otot tebal, kuat,
dan luka robeknya tidak sembuh betul deengan atau tanpa dijahit, mungkin akan
tertinggal defek yang dapat mengalami herniasi otot.
4. Otot
Otot lurik dan otot polos diketahui mampu sembuh dengan membentuk
jaringan ikat. Walaupun tidak mengalami regenerasi, faal otot umumnya tidak
berkurang karena adanya hipertrofi sebagai kompensasi jaringan otot sisa. Sifat ini
menyebabkan luka otot perlu dijahit dengan baik.
5. Usus
Luka pada usus halus tentu harus dijahit, tidak dapat dibiarkan sembuh per
sekundam intentionem karena kebocoran isi usus akan menyebabkan peritonitis
umum. Penyembuhan biasanya cepat karena dinding usus kaya akan darah sehingga
dalam 2-3 minggu kekuatannya dapat melebihi daerah yang normal.
6. Serabut saraf
Trauma pada saraf dapat berupa trauma yang memutus saraf atau trauma
tumpul yang menyebabkan tekanan atau tarikan pada saraf. Penekanan akan
menimbulkan kontusio serabut saraf dengan kerangka yang umumnya masih utuh,
sedangkan tarikan mungkin menyebabkan putusnya serabut dengan kedua ujung
terpisah jauh.
Bila akson terputus, bagian distal akan mengalami degenerasi waller karena
akson merupakan perpanjangan sel saraf di ganglion atau di tanduk depan sumsum
tulang belakang. Akson yang putus meninggalkan selubung mielin kosong yang
lama-kelamaan kolaps atau terisi fibroblas. Sel saraf di pusat setelah 24-28 jam akan
memumbuhkan akson baru ke distal dengan kecepatan 1mm per hari. Akson ini
dapat tumbuh baik sampai ke ujungnya di organ akhir dila dalam pertumbuhannya
menemukan selubung meilin yang utuh. Dalam selubung inilah akson tumbuh ke

19
distal. Bila dalam pertumbuhnya akson tidak menemukan selubung yang kosong,
pertumbuhannya tidak maju, dan akan membentuk tumor atau gumpalan yang
terdiri atas akson yang tergulung. Ini di sebut neuroma. Tentu saja tidak semua
akson akan menemukan selubung mielin yang masih kosong dan sesuai, terutama
kalau saraf tersebut merupakan campuran sensoris dan motoris. Kalau selubung
mielin sudah dimasuki akson yang salah, akson yang benar tidak mungkin
menemukan selubung lagi.
Mengingat syarat tumbuhnya akson ini, lesi tekan dengan kerangka yang
relatif lebih utuh memberikan prognosis lebih baik dari pada lesi tarik yang merusak
pembuluh darah nutrisi. Memulai bedah mikro, ujung setiap fasikulus yang terputus
dipertemukan, kemudian saraf yang terputus itu disambung dengan menjahit epi-
dan perineuriumnya. Upaya ini memberikan hasil yang lebih baik.
7. Jaringan saraf
Bila jaringan saraf mengalami trauma, sel saraf yang rusak tidak akan pulih
karena sel saraf tidak bermitosis sehingga tidak memiliki daya regenerasi. Tempat
sel yang rusak akan digantikan oleh jaringan ikat khusus yang terdiri atas sel glia
membentuk jaringan yang disebut gliosis.
8. Pembuluh darah
Proses penyembuhan luka pada pembuluh darah bergantung pada besarnya
luka, derasnya arus darah yang keluar, dan kemampuan tamponade jaringan
sekitarnya. Pada pembuluh yang luka, serat elastis pada dinding pembuluh akan
mengerut dan otot polosnya berkontraksi.
Bila kerutan ini kuat dari pada arus darah yang keluar, luka akan menutup dan
pendarahan berhenti.
Bila sempat terbentuk gumpalan darah yang menyumbat luka, permukaan
dalam gumpalan perlahan-lahan akan dilapisi endotel dan mengalami organisasi
menjadi jaringan ikat.
Bila hematom sangat besar karena arus darah yang keluar kuat, bagian tengah
akan tetap cair karena turbulensi arus, sedangkan dinding dalamnya perlahan-lahan
akan dilapisi endotel sehingga terjadi aneurisma palsu.
Bila pembuluh sampai putus, ujung potongan akan mengalami retraksi dan
kontraksi akibat adanya serat elastis dan otot dinding.

20
2.7. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka1,2,5

Sistemik Lokal
Usia Luka lokal
Nutrisi Infeksi
defisiensi Vit A dan C Edema
defisiensi zink dan zat besi Iskemik / nekrosis
Trauma Agen topikal
Penyakit metabolik Radiasi
Imunosupresi Penurunan tekanan
(glukokortikosteroid, doxorubicin) oksigen
Gangguan penyambung kulit Benda asing
Merokok

Penyembuhan luka dapat tergantung oleh penyebab dari dalam tubuh sendiri
(endogen) atau oleh penyebab dari dalam tubuh sendri (eksogen). Penyebab
endogen terpenting adalah ganguan koagulasi yang disebut koagulopati dan
ganguan sistem imun. Berikut adalah
faktor yang bisa menghambat
penyembuhan luka.
1 Usia
Anak dan dewasa
penyembuhannya lebih cepat daripada
orang tua. Kolagen mengalami
perubahan secara kualitatif maupun
kuantitatif seiring bertambah usia.
Orang tua lebih sering terkena
penyakit kronis, penurunan fungsi hati
dapat mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah. Penurunan reepitelisasi, sintesis kolagen, terhambatnya
angiogenesis dan penurunan faktor pertumbuhan dapat terjadi dalam proses
penuaan.
2 Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diet kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral
seperti Fe, Zn. Pasien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status

21
nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan
resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose
tidak adekuat.
Malnutrisi memiliki dampak dalam proses penyembuhan luka. Katabolisme
protein dapat menyebabkan perlambatan pada penyembuhan luka. Defisiensi
vitamin juga dapat mempengaruhi penyembuhan luka karena perannya sebagai
kofaktor. Defisiensi vitamin A menghambat aktivasi monosit dan deposisi
fibronectin. Defisiensi vitamin K dapat membatasi sintesis prothrombin dan faktor
VII,IX, X. Metabolisme vitamin K juga dapat dihambat oleh antibiotic. Pasien yang
memiliki infeksi kronis atau berulang, harus memeriksakan parameter pembekuan
sebelum dilakukan prosedur bedah. Defisiensi zinc jarang terjadi, kecuali pada
pasien dengan luka bakar yang luas, trauma multiple yang berat, dan sirosis hepatis.
Zinc penting sebagai kofaktor RNA Polimerase dan DNA Polimerase.
3 Infeksi
Termasuk penyebab tersering penghambat penyembuhan luka yaitu infeksi
pada luka. Jika hitung bakteri di luka melebihi 105 organisme/ g jaringan atau jika
ada streptococcus beta hemolitikus, penyembuhan luka akan terhambat. Bakteri
memperpanjang fase inflamasi dan mengganggu epitelisasi, kontraksi, dan deposisi
kolagen. Endotoksin dapat merangsang fagositosis dan melepaskan kolagenase,
yang menyebabkan degradasi kolagen. Penanganan untuk menurunkan hitung
bakteri, baik secara mekanik ataupun penggunaan antibiotik sistemik, dapat
membatasi tingkat infalamasi dan memungkinkan penutupan luka.
4 Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka, misalnya
sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak yang memiliki sedikit pembuluh
darah. Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan
lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran
darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan
pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes mellitus. Oksigenasi jaringan
menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada
perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

22
Oksigenasi sel penting untuk pembentukan kolagen. Iskemi dapat disebabkan
oleh atherosclerosis, gagal jantung, atau tekanan pada luka yang mencegah perfusi
local. Dalam keadaan hipoksia, energi hasil glikolisis mungkin dapat mencukupi
untuk memulai sintesis kolagen, tetapi adanya oksigenasi sel penting untuk
hidroksilasi post-translasional prolil dan lisil yang dibutuuhkan untuk pembentukan
triple-helix dan fibril kolagen.
Anemia dapat menyebabkan hipoperfusi sekunder pada penyembuhan luka.
Penggunaan produk tembakau memberikan hasil yang serupa pada penyembuhan
luka sebab keduanya menyebabkan vasokonstriksi akibat merokok dan peningkatan
kadar karbonmonoksida serum, yang dapat membatasi kapasitas darah pembawa
oksigen.
5. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat
dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu
adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
6. Diabetes
Diabetes mellitus mengganggu penyembuhan luka di semua tahapan. Pasien
diabetes yang mengalami neuropati dan atherosclerosis, mudah untuk mengalami
iskemi jaringan, trauma berulang, dan infeksi.
7. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Contohnya, Doxorubicin merupakan inhibitor
yang poten. Agen kemoterapeutik ini menurunkan proliferasi sel mesenkimal,
menurunkan jumlah trombosit, sel radang dan faktor pertumbuhan. Tamoxifen,
sebuah antiestrogen juga dikenal dapat menurunkan proliferasi sel. Penggunaan
antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.

2.8. Komplikasi 1,2,5


a. Infeksi
Infeksi luka tetap merupakan komplikasi tersering dari tindakan operasi.
Infeksi luka terjadi jika luka yang terkontaminasi dijahit tanpa pembilasan dan

23
eksisi yang memadai. Pada keadaan demikian, luka harus dibuka kembali, dibiarkan
terbuka dan penderita diberi antibiotik sesuai dengan hasil biakan dari cairan luka
atau nanah.
Dua faktor penting yang jelas berperan pada patogenesis infeksi adalah (1)
dosis kontaminasi bakteri, dan (2) ketahanan pasien.
b. Hematoma
Hematoma harus dicegah dengan mengerjakan hemostasis secara teliti.
Biasanya hematoma dapat dibiarkan hilang spontan, tetapi hematoma terlalu besar
dan mengganggu sebaiknya dibuka dan dikeluarkan.
c. Seroma
Seroma adalah penumpukan cairan luka di lapangan bedah. Jika seroma
mengganggu atau terlalu besar, dapat dilakukan pungsi. Jika seroma kambuh,
sebaiknya dibuka dan dipasang penyalir.
d. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence adalah terbukanya lapisan
luka partial atau total. Eviscerasi adalah
keluarnya pembuluh melalui daerah irisan.
Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang
nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu,
batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi,
mempertinggi resiko klien mengalami
dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi
4 5 hari setelah operasi sebelum kollagen
meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan
eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup
dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan
untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

24
e. Keloid dan Hipertrophic
Scar
Keloid dan jaringan parut
hipertrofik timbul karena reaksi
serat kolagen yang berlebihan
dalam proses penyembuhan luka.
Serat kolagen disini teranyam
teratur. Keloid didefinisikan
sebagai parut luka yang tumbuh
berlebihan melampaui batas luka,
sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi
bedah. Gen menjadi salah satu factor peedisposisi terjadinya keloid.
Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan
kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang kadang nyeri. Parut
hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu
tahun, sedangkan keloid tidak.
Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi
merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah,
leher, wajah, telinga, dan dahi.
Tabel Karakteristik Keloid dan Hypertrophic Scar5
Keloid Hipertrophic Scar
Insidensi Jarang Sering
Etnis African American, Asian, Tidak ada predileksi
Hispanik
Luka sebelumnya Ya Ya
Predileksi tempat Leher, dada, cuping telinga, Dimanapun
bahu, punggung atas
Pengaruh genetik Ya Tidak
Gejala Nyeri, gatal, hiperestesia, Tebal, gatal, tidak melebih
pertumbuhan melebihi batas batas luka
luka
Regresi Tidak Biasanya spontan
Kontraktur Jarang Sering
Bekas luka yang tegak lurus dengan serat otot yang mendasari cenderung lebih
sempit dan datar, dengan pembentukan kolagen lebih sedikit dibandingkan pada

25
bekas luka yang berjalan paralel ke otot yang mendasarinya. Posisi bekas luka
elektif dapat dipilih sedemikian rupa untuk membuat bekas luka sempit dan tidak
terlalu membekas di kemudian hari. Saat serat otot berkontraksi, ujung- ujung
luka dapat didekatkan jika bekas luka tegak lurus ke otot yang mendasarinya.
Namun, jika bekas luka sejajar dengan otot yang mendasarinya, kontraksi otot
cenderung menyebabkan tepi luka menganga dan menyebabkan pembentukan
bekas luka lebih lanjut.
Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan
penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, dan salep madekasol (2 kali
sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya
pembedahan dilakukan secara halus, diberikan bebat tekan dan dihindari
kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka.4

2.9. Penanganan Luka 5

Penanganan luka akut dimulai dengan mengetahui kejadian yang menyebabkan


luka, melakukan pemeriksaan pada luka, termasuk kedalaman dan konfigurasi luka,
jaringan sekitar luka, adanya benda asing dan kontaminan lain. Pemeriksaan luka
juga membutuhkan irigasi dan debridement tepi luka dengan bantuan anestesi lokal.

26
Antibiotik dan profilaksis tetanus mungkin dibutuhkan. Irigasi untuk melihat
daerah luka dan menyingkirkan benda asing dapat tercapai dengan baik dengan
menggunakan salin normal (tanpa pengawet). Iodin, povidone-iodine, hidrogen
peroksida dan bahan berbasis antibakteri dapat mengganggu penyembuhan luka
karena mengganggu neutrophil dan makrofag luka. Sedangkan pada area sekitar
luka dapat dibersihkan dengan povidone iodine, chlorhexidine, dan dikeringkan
dengan kain steril. Semua hematom yang muncul dalam luka harus dievakuasi
secara hati-hati dan pada sumber perdarahan yang masih berdarah ditangani dengan
ligasi atau kauter. Jika luka menjadi tertutup atau tumbuh jaringan maka harus
dilakukan revaskularisasi untuk membantu penyembuhan. Setelah luka dianestesi,
dieksplorasi, irigasi dan di bersihkan, area sekitar luka harus bersih dan terlihat,
rambut sekitarnya dipotong. Area sekitar luka ditempelkan kasa dengan diberi
sejenis bakteriostatik seperti iodine, atau chlorhexidine.

Antibiotik digunakan hanya pada luka yang jelas terjadi infeksi, infeksi yang paling
sering terjadi kolonisasi dari bakteri. 2

Dengan tanda dari infeksi seoerti eritema, selulitis, membengkak, cairan purulent.
Jika penyebab mikroorganisme telah pasti maka digunakan antibiotik sesuai dengan
bakteri penyebabnya, namun pada kondisi tertentu seperti pasien gangguan sistem
imun (diabetes, penyakit kronis, dalam pengobatan imunosupresi) dapat
menggunakan antibiotik spektrum luas.

Wound dressing digunakan dengan tujuan menyediakan lingkungan yang ideal


untuk penyembuhan luka, dengan idealnya adalah lingkungan yang lembab, bersih
dan hangat. Selain itu, fungsinya dapat mengontrol hidrasi dan tekanan oksigen,
meningkatkan sintesis kolagen serta migrasi epitel. Dengan ditutupnya luka dapat
menurunkan risiko lebih rendah untuk terjadi inflamasi dan nekrosis jaringan jika
dibandingkan dengan luka yang terbuka. 2

27
Wound dressing dibagi menjadi 2 yaitu2
Primer
Langsung menutup luka, dengan idealnya penutup dapat mengabsorbsi
cairan/ eksudat tetapi tidak menimbulkan; kekeringan, infeksi dan
menempel pada penutup sekunder
Sekunder
Digunakan diatas penutup primer, berfungsi juga sebagai proteksi dari
infeksi, absorbsi, kompresi dan oklusi.
Terdapat berbagai macam jenis wound dressings seperti absorbent dressings,
nonadherent dressings, occlusive and semiocclusive dressing, hydrophylic and
hydrophobic dressing, hydrocolloid and hydrogel, absorbable materials, dan
medicated dressing (benzoyl peroxide, zinc oxide, neomycin, bacitracin-zinc,
bahan-bahan tersebut terbukti meningkatkan epitelisasi sebesar 28%).
Ideal wound dressing 2,3 Tipe dressing yang digunakan tergantung

Menjaga lingkungan tetap lembab pada jumlah yang akan didrainase. Luka

Menghilangkan kelebihan eksudat yang tidak membutuhkan drainase dapat

Mencegah desikasi menggunakan semiocclusive dressing,

Permeabel terhadap gas drainase kurang dari 1-2ml/hari dapat

Menjaga suhu isolasi menggunakan semiocclusive dressings

Mencegah kontaminasi atau absorbent non adherent dressing.

Tidak toksik terhadap host Drainase sedang 3-5ml/hari dapat

Proteksi mekanik menggunakan nonadherent primary layer

Tidak menyebabkan trauma ditambah lapisan penutup yang menyerap

Mudah digunakan dan occlusive dressing untuk melindungi

Murah dan efektif jaringan sekitarnya yang normal.


Drainase berat lebih dari 5ml/hari sama
dengan drainase sedang dan ditambah penutup sekunder dengan daya serap tinggi.
Alat mekanik seperti vacuum-assisted closure (VAC) dapat digunakan untuk
dressing dengan fungsi absorbs eksudat dan mengontrol bau. VAC menggunakan
tekanan negatif untuk menghilangkan eksudat dari luka. Terapi ini efektif
digunakan untuk luka kronik terbuka (ulkus diabetik, ulkus dekubitus tingkat III
dan IV), luka akut dan luka trauma.2

28
Convensional skin graft digunakan untuk mengobati luka akut ataupun kronik.
Terdiri dari 2 macam yaitu yang pertama ketebalan parsial yaitu meliputi
epidermis dan bagian dari dermis, dan yang kedua ketebalan penuh meliputi
keseluruhan epidermis dan dermis. Dari sumber cangkokan kulitnya ada 3 macam
yaitu autograft, allograft/homograft, dan xenograft/heterograft. Autograft adalah
transplantasi dari satu area ke area lain di tubuh, allogenic adalah transplantasi
dari donor atau kadafer ke host, dan xenograft adalah tranplantasi dari spesies lain
contohnya babi. Pada pencangkokan / skin graft yang ketebalan penuh meliputi
epidermis dan dermis memiliki kekuatan mekanik yang lebih, menolak kontraksi
luka lebih baik dan unggul secara kosmetik, sedangkan pencangkokan sebagian
membutuhkan suplai darah yang lebih rendah untuk mengembalikan fungsi kulit.
Pencangkokan secara allogenic dan xenogenik membutuhkan ketersediaan
jaringan, reaksi penolakan dari subjek dan memungkinkan mengandung patogen. 2

29
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Koordinasi pembentukan parut dan regenerasi mungkin paling mudah dilukiskan
pada penyembuhan di kulit. Jenis penyembuhan yang paling sedehana terlihat pada
penanganan luka oleh tubuh seperti insisi pembedahan, yang tepi lukanya bisa
saling didekatkan untuk dimulainya proses penyembuhan. Penyembuhan semacam
itu disebut penyembuhan primer atau healing by first intention. Segera setelah
terjadi luka, tepi luka disatukan oleh bekuan darah yang fibrinya bekerja seperti
lem. Segera setelah itu terjadi reaksi peradangan akut pada tepi luka itu, dan sel-sel
radang seperti makrofag memasuki bekuan darah dan mulai menghancurkannya.

3.2. Saran
Bila terjadi luka segeralah untuk di bersihkan agar terhindar dari infeksi
untuk mempercepat penyembuhan luka. Apabila luka tersebut robek dan
menimbulkan banyak darah keluar segera ditekan dengan kain/kasa bersih untuk
menhidari lebih banyaknya darah yang keluar dan segera ke tenaga medis untuk
penjahitan luka dengan tujuan menurunkan risiko infeksi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. EGC.
Jakarta; 2010
2. Sabiston Textbook of Surgery ed 19th. Elsevier,2012;151-77
3. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC
4. Eroschenko, Victor P.. 2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi
Fungsional Edisi 11. EGC. Jakarta.
5. Brunicardi FC, et al. Schwartz's Principles of Surgery 10th Edition.
McGraw-Hill,2015;241-66
6. Reksoprodjo, S.Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta;
1995

31

Anda mungkin juga menyukai