Disusun oleh
Anggun Jumetisa 113063C1121004
Cita Graciola Nazarina 113063C1121005
Dea Frastika Sari 113063C1121006
Dwi Algi Valentino 113063C1121007
Fransiska Natashan Fardi 113063C1121011
Govita Amalia Rassi 113063C1121012
Sultan Hidayat 113063C1121024
Tina Anggela 113063C1121025
Wahidah 113063C1121026
Contents
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN MELANOMAMALIGNANT....................1
KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I PEMBAHASAN...................................................................................................4
BAB II............................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................28
BAB I PEMBAHASAN
A. Anatomi fisiologi
Kulit adalah lapisan terluar dari tubuh manusia yang memiliki area
permukaan total 4,5-6 m² dan berat sekitar 4 kg. Beberapa fungsi kulit antara lain
membantu mengatur suhu tubuh, mengekskresikan hasil sisa metabolisme tubuh
melalui keringat, mensintesa vitamin D, mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit, merasakan sensasi nyeri, sentuhan, tekanan dan getaran.Kulit bersama
jaringan yang ada didalamnya membentuk sistem integumen. Kulit memiliki
beberapa lapisan dengan komponen jaringan yang berbeda di dalamnya. Secara
umum kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan hipodermis. Lapisan
kulit yang paling dalam sangat kaya dengan pembuluh darah serta serabut saraf.
Perubahan pada kulit meningkatkan risiko untuk mengalami gangguan fisik dan
psikologis.
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian paling luar pada kulit, terdiri atas
sel epitel. Epidermis memiliki empat atau lima lapisan, yang bergantung
pada lokasinya, lima lapisan pada telapak tangan dan telapak kaki. empat
lapisan pada bagian tubuh lainnya. Lapisan epidermis terdiri dari
a) Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar
dan terdiri atas sel yang telah mati, selnya tipis, datar, tidak mempunyai
inti sel.
b) Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum, yang
merupakan lapisan sel yang berbentuk pipih, mempunyai batas tegas,
tetapi tidak ada intinya. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak kaki.
c) Stratum granulosum (lapisan keratohialin) bertekstur kasar karena
adanya lapisan keratinosit yang didorong keluar dari stratum spinosum.
Sel ini menjadi lebih pipih, membran sel nya menebal, dan
menghasilkan protein keratin yang lebih banyak dan terdapat pada
telapak tangan dan kaki.
d) Zona germinalis terletak di bawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua
lapisan epitel yang tidak tegas.
e) Stratum spinosum (Sel berduri) tampak seperti duri karena ada
desmosome, yaitu ujung sel yang menonjol keluar. Desmosome saling
bersambung agar dapat memperkuat ikatan antar-sel.
f) Stratum basale adalah lapisan terdalam dari epidermis. Lapisan ini berisi
melanosit, sel yang menghasilkan pigmen melanin, dan keratinosit, yang
menghasilkan keratin. Melanin membentuk perisai pelindung untuk
melindungi keratinosit dan ujung saraf pada dermis dari efek sinar UV
yang merusak. Aktivitas melanosit dapat menjelaskan perbedaan warna
kulit pada manusia. Keratin adalah protein fibrosa dan penolak air yang
menyebabkan epidermis memiliki kualitas protektif dan keras. Ketika
keratinosit matur, keratinosit bergerak naik melalui lapisan epidermal
yang pada akhirnya menjadi sel mati pada pemakan kulit.
2. Dermis
Dermis merupakan lapisan dalam kedua pada kulit. Tersusun dari
jaringan ikat yang fleksibel, lapisan ini sangat kaya akat sel darah, serabut
saraf, dan pembuluh darah limfatik. Sebagian besar folikel rambut, kelenjar
sebasea. dan kelenjar keringat terletak di dermis.
Dermis terdiri atas lapisan papiler dan retikular.
a. Lapisan papiler mengandung kapiler dan reseptor terhadap nyeri dan
sentuhan.
b. Lapisan retikular yang lebih dalam berisi pembuluh darah, kelenjar
keringat dan kelenjar sebasea reseptor tekanan yang dalam, dan berkas serat
kolagen yang tebal.
3. Hipodermis
Lapisan jaringan subkutan yang disebut fasia superficial terletak
di bawah dermis. Lapisan ini terutama terdiri atas jringan ikat yang kaya
pembuluh darah dan jaringan adiposa (lemak) dan membantu kulit melekat
pada struktur dasarnya
4. Kelenjar Kulit
D. Etiologi
Pada kasus melanoma maligna terdapat hubungan yang kompleks antara
faktor eksogen (didapat dari lingkungan) dan endogen (dari genetik). Lebih dari
65% kasus Melanoma terjadi dikarenakan paparan sinar matahari yang berlebihan
(Chandra, 2020). Faktor risiko tersebut dapat dihindari, namun ada juga faktor
risiko yang tidak dapat dihindari seperti usia, genetik, dan jenis kelamin. Berikut
beberapa faktor risiko yang membuat seseorang lebih rentan terkena melanoma
maligna menurut Tan & Dewi, (2015) :
a. Faktor pertama adalah paparan sinar ultraviolet (UV) yang merupakan
faktor risiko paling utama penyebab Melanoma. Akumulasi paparan sinar
matahari dan intermiten merupakan faktor yang sangat penting. Menurut
International Agency for Research on Cancer (IARC), paparan sinar UV
yang berlebihan dari matahari merupakan penyebab melanoma maligna
dan non-melanoma pada manusia. Risiko paparan matahari intermiten
umumnya terkait dengan kegiatan rekreasi di luar ruangan atau pekerja
indoor (dalam ruangan) yang kulitnya tidak beradaptasi dengan sinar
matahari (Chandra, 2020). Sinar UV bisa berasal dari matahari atau dari
tanning bed (alat penghitam kulit). Matahari adalah sumber utama dari
sinar UV, sehingga orang yang terpapar sinar matahari memiliki risiko
lebih tinggi terkena kanker kulit. Terdapat tiga jenis sinar UV, yaitu:
1) Sinar UVA: Sinar ini bisa merusak DeoxyriboNucleic Acid
(DNA) sel kulit jika terpapar terus menerus dalam waktu lama
dan berperan dalam munculnya beberapa jenis kanker kulit.
2) Sinar UVB: Sinar UVB dapat merusak DNA sel kulit secara
langsung. Matahari adalah sumber utama sinar UVB, yang
menjadi penyebab paling umum pada kanker kulit.
3) Sinar UVC: Sinar ini tidak dapat menembus atmosfer bumi,
sehingga tidak terkandung dalam sinar matahari. Sinar ini
biasanya tidak menyebabkan kanker kulit (Tan & Dewi, 2015).
b. Faktor risiko yang kedua yaitu Melacynotic nevi atau yang biasa dikenal
dengan tahi lalat adalah salah satu tumor jinak. Biasanya baru muncul
saat usia anak-anak dan remaja. Tahi lalat ini sebenarnya tidak masalah,
tetapi jika jumlahnya banyak dan bentuknya tidak beraturan atau
berukuran besar, tinggi kemungkinannya menjadi melanoma.
c. Faktor risiko yang ketiga yaitu usia dan jenis kelamin. Melanoma pada
wanita sering terjadi sebelum usia 40 tahun, sedangkan pada pria setelah
usia 40 tahun imun (Tan & Dewi, 2015).
d. Faktor risiko yang keempat adalah genetik (mutasi pada gen CDKN2a)
Sinar UV dapat merusak DNA sel kulit, terkadang merusak gen yang
mengontrol pertumbuhan dan pembelahan sel, yang mengarah pada
pembentukan sel ganas. Para peneliti menemukan bahwa DNA rusak
pada gen orang dengan melanoma maligna. Kerusakan DNA tersebut
disebabkan oleh sinar UV ini tidak bersifat genetik, tetapi karena sinar
matahari itu sendiri (Tan & Dewi, 2015).
e. Faktor risiko lainnya yaitu seseorang dengan kulit putih, memiliki bintik-
bintik (freckles) pada kulitnya dan berambut pirang atau merah;
seseorang yang memiliki riwayat menderita melanoma maligna ataupun
dari salah satu anggota keluarganya; individu dengan Imunosupresi atau
kondisi dimana sistem kekebalan tubuh yang melemah atau sedang
menjalani terapi dengan obat-obatan yang menekan sistem imun
(Tan & Dewi, 2015).
E. Manifestasi klinis
Manifestasi utama penyakit parkinson adalah gangguan gerakan, kaku otot,
tremor menyeluruh, kelemahan otot, dan hilangnya refleks postural. Tanda awal
meliputi kaku ekstremitas dan menjadi kaku pada bentuk semua gerakan. Pasien
mempunyai kesukaran dalam memulai, mempertahankan, dan membentuk aktifitas
motorik dan pengalaman lambat dalam menghasilkan aktivitas normal. Bersamaan
dengan berlanjutnya penyakit, mulai timbul tremor, seringkali pada salah satu tangan
dan lengan, kemudian ke bagian yang lain, dan akhirnya bagian kepala, walaupun
tremor ini tetap unilateral.
Karekteristik tremor dapat berupa: lambat, gerakan membalik (pronasi-
supinasi) pada lengan bawah dan telapak tangan, dan gerakan ibu jari terhadap jari-
jari seolah-olah memutar sebuah pil di antara jari-jari. Keadaan ini meningkat bila
pasien sedang berkonsentrasi atau merasa cemas, dan muncul pada saat pasien
istirahat. Karakteristik lain penyakit ini mempengaruhi wajah, sikap tubuh, dan gaya
berjalan. Terdapat kehilangan ayunan tangan normal. Akhirnya ekstremitas kaku dan
menjadi terlihat lemah.
Karena hal ini menyebabkan keterbatasan otot, wajah mengalami sedikit
ekspresi dimana saat bicara wajah seperti topeng (sering mengedipkan mata), raut
wajah yang ada muncul sekilas. Terdapat kehilangan refleks postural, dan pasien
berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan seperti didorong. Kesukaran
dalam berputar dan hilangnya ke seimbangan (salah satunya kedepan atau
kebelakang) dapat menimbulkan sering jatuh
Gambaran Klinis Parkinson.
1. Kepala membungkuk kedepan.
2. Tremor kepala dan tangan.
3. .Gerakan tangan memutar.
4. Cara berjalan dengan kaki terseret dan seperti didorong.
5. Berdiri kaku.
6. Hilangnya reflek postural.
7. Akinesiah.
8. Ekspresi wajah seperti topeng
9. Kehilangan berat badan
10. Mengeluarkan air liur.
G. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi akibat dari Parkinson antara lain :
1. Gangguan motoric
2. Gangguan tidur
3. Gangguan usus dan kandung kemih
4. Demensia
5. Gangguan autonom
6. Depresi
H. Penatalaksaan
Sampai saat ini, penyakit Parkinson belum bisa disembuhkan sepenuhnya.
Namun demikian, ada beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan untuk
membantu meredakan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien, yaitu:
1. Suportif
a. Fisioterapi
Fisioterapi bertujuan untuk membantu pasien mengatasi kaku otot dan
sakit pada persendian, sehingga dapat meningkatkan kemampuan gerak
dan kelenturan tubuh. Fisioterapi juga bertujuan meningkatkan stamina
dan kemampuan pasien untuk beraktivitas tanpa bergantung kepada orang
lain.
b. Psikoterapi
Psikoterapi atau konseling dapat membantu penderita Parkinson dalam
mengatasi stres, depresi, dan perubahan emosional yang sering dialami.
Terapi ini dapat membantu meningkatkan kesejahteraan mental dan
membantu pasien menghadapi perubahan yang dirasakan sejak menderita
Parkinson.
c. Diet
Salah satu gejala penyakit Parkinson adalah sembelit atau konstipasi.
Kondisi ini dapat diatasi dengan banyak minum air dan konsumsi
makanan berserat tinggi.
d. Terapi wicara
Terapi wicara dilakukan untuk mengatasi masalah bicara dan menelan
yang sering dialami penderita Parkinson. Terapi ini melibatkan latihan
vokal, pernapasan, dan latihan menelan untuk memperbaiki kemampuan
bicara dan mengurangi kesulitan menelan.
e. Obat-obatan
1) Antikolinergik
Antikolinergik digunakan untuk membantu mengatasi tremor. Salah
satu obat antikolinergik yang dapat digunakan adalah trihexyphenidy.
2) Levodopa
Obat ini diserap oleh sel saraf di dalam otak, dan diubah menjadi
dopamin. Meningkatnya kadar dopamin akan membantu mengatasi
gangguan gerak tubuh.
3) Agonis dopamine
Obat ini memiliki efek yang sama seperti levodopa, namun tidak
menghasilkan dopamin,melainkan hanya menggantikan fungsi
dopamin di dalam otak. Agonis dopamin digunakan pada tahap awal
Parkinson, karena efek samping yang ditimbulkan tidak sekuat
levodopa. Contoh obat golongan agonis dopamine adalah pramipexole,
rotigotine, dan ropinirole.
4) Entacapone
Entacapone hanya diberikan kepada pasien penyakit Parkinson tahap
lanjut. Obat ini adalah pelengkap levodopa untuk memperpanjang efek
dari levodopa.
f. Prosedur bedah
Pasien penyakit Parkinson biasanya hanya akan ditangani dengan obat-
obatan. Akan tetapi, prosedur bedah kadang dilakukan pada pasien yang
sudah menderita penyakit
Parkinson dalam waktu yang lama. Beberapa prosedur yang dapat
dilakukan adalah:
1) Deep brain stimulation (DBS)
Pada metode stimulasi otak dalam atau deep brain stimulation (DBS),
dokter akan menanamkan elektroda di bagian otak yang terganggu.
Elektroda ini terhubung ke generator yang ditanam di dada, yang
berfungsi mengirim arus listrik ke otak. DBS disarankan pada pasien
yang tidak merespons obat-obatan dengan baik. DBS mampu
mengurangi atau menghentikan diskinesia, mengurangi tremor dan
rigiditas, serta memperbaiki kemampuan gerak.
2) Bedah pisau gamma
Pada pasien yang tidak dapat menjalani prosedur DBS,bedah pisau
gamma dapat menjadi pilihan. Prosedur ini dilakukan selama 15-40
menit, dengan memfokuskan sinar radiasi kuat ke area otak yang
terdampak.
I. Pemeriksaan penunjang.
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.
Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya
berkisar 1000 gr (850-1250gr).
2. Pemeriksaan neuropsikologik
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang
terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang
ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan
memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab
demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi
kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran
marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga
didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger
sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis
yang non spesifik.
5. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,
metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun
pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi
dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.
6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) Aktivitas I. 123 terendah
pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat
kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET)
tidak digunakan secara rutin.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok usia
lanjut, pada usia 50-an dan 60-an), jenis kelamin (lebih banyak pada laki-
laki), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit, nomer register, diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah gangguan gerakan, penurunan
daya ingat.
3. Riwayat penyakit saat ini
Biasanya klien mengeluhkan adanya gangguan gerak,tremor, kesulitan
melakukan ADL. Pada beberapa kasus,keluarga sering mengeluhkan
bahwa klien sering mengalami gemetaran, gangguan berjalan, serta resiko
jatuh.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
DM, penyakit jantung, penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu lama
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada keluarga yang mengalami parkinson,
karena adanya riwayat parkinson pada keluarga meningkatkan resiko
menderita penyakit parkinson.
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien perlu dilakukan
untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang di
deritanya,perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat, dan
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga atau pun dalam masyarakat. Apakah klien mengalami dampak
yang timbul akibat penyakit seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas,
rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
7. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data yang
diperoleh dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan per sistem
(B1-B6) dan terarah dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
dan dihubungkan dengan keluhan klien.
1) B1 (Breath)
Gangguan fungsi pernapasan yang terjadi berkaitan dengan hipoventilasi,
inaktivitas, aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas. Inspeksi, ditemukan
klien batuk atau mengalami penurunan kemampuan untuk batuk
efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas dan penggunaan otot
bantu napas. Palpasi, ditemukan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri. Perkusi, ditemukan adanya suara resonan pada seluruh lapangan
paru. Auskultasi, ditemukan bunyi napas tambahan seperti napas
berbunyi, stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering ditemukan
pada klien dengan inaktivitas.
2) B2 (Blood)
Hipotensi postural yang terjadi berkaitan dengan efek samping
pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh
sistem saraf otonom.
3) B3 (Brain)
Pengkaji B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Pada inspeksi umum
ditemukan perubahan pada gaya berjalan, tremor secara umum pada
seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan.
4) B4 (Bladder)
Penurunan refleks kandung kemih perifer di hubungkan dengan
disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum. Klien mungkin
mengalami inkontinensia urine, ketidak mampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidak mampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan control motorik dan postural. Selama priode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
5) B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi
yang kurang karena kelemahan fisik umum, kelelahan otot, dan adanya
tremor menyeluruh.Klien sering mengalami konstipasi karena
penurunan aktivitas.
6) B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,kelelahan otot,
tremor secara umum pada seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan pemenuhan aktivitas
sehari-hari. Adanya gannguan keseimbangan dan koordinasi dalam
melakukan pergerakan Karena perubahan pada gaya berjalan dan kaku
pada seluruh gerakan memberikan risiko pada trauma fisik bila
melakukan aktivitas.
8. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis dan juga bergantung
pada penurunan aliran darah serebri regional mengakibatkan perubahan
pada status
kognitif klien.
9. Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental: biasanya mengalami perubahan yang berhubungan
dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan
memori baik jangka pendek dan memori jangka panjang.
10. Pemeriksaan saraf kranial
1) Saraf I: biasanya pada klien cedera tulang belakang tidak ditemukan
kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
2) Saraf II: hasil uji ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai
tingkat usia, biasanya klien lanjut usia dengan penyakit parkinson
mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
3) Saraf III, IV, VI: gangguan saraf okulomotorius :
sewaktu melakukan konvergensi penglihatan menjadi kabur karena
tidak mampu mempertahankan kontraki otot-otot bola mata
4) Saraf V: pada klien dengan penyakit Parkinson umumnya ditemukan
perubahan pada otot wajah, adanya keterbatasan otot wajah
menyebabkan ekspresi wajah klien mengalami penurunan, saat bicara
wajah seperti topeng (sering mengedipkan mata).
5) Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal.
6) Saraf VIII: adanya tuli konduksi dan tuli persepsi yang berhubungan
dengan proses senilis dan penurunan aliran darah regional
7) Saraf IX, X: ditemukan kesulitan dalam menelan makanan
8) Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
9) Saraf XII: lidah simetris, tidak ditemukan deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi, indra pengecap normal.
DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN
Hambatan mobilitas (L.05042) Dukungan ambulasi (I. S: pasien
fisik b.d penurunan 06171) tidak
Setelah dilakukan mengeluh
kendali otot (D.0054) Observasi : Observasi :
tindakan keperawatan Observasi : lagi pada
DS : diharapkan hambatan 1. Membantu 1. Mengidentifkasi saat
1. Identifkasi
mobilitas fisik teratasi menentukan adanya nyeri atau menggerakka
1. Mengeluh adanya nyeri
dengan kriteria hasil : derajat kerusakan keluhan fisik n ekstremitas
sulit atau keluhan
menggerakan 1. Pergerakan fisik lainnya dan kesulitan lainnya O: pasien
ekstremitas ekstremitas terhadap keadaan mampu
meningkat (5) yang dialami menggeraka
DO :
2. Identifikasi 2. Mengidentifikasi 2. Mengidentifikasi n otot-otot
2. Kekuatan otot
1. Kekuatan otot toleransi fisik kekuatan/kelema toleransi fisik dengan baik
meningkat (5)
menurun melakukan han dan dapat melakukan A: masalah
3. Rentang gerak memberikan ambulasi
2. Rentang gerak ambulasi keperawatan
(ROM) informasi
(ROM) 3. Memonitor hambatan
meningkat 3. Monitor mengenai
menurun frekuensi jantung mobilitas
frekuensi pemulihan
dan tekanan darah fisik teratasi
jantung dan
tekanan darah 3. Agar pasien tahu sebelum P: intervensi
sebelum tekanan darah melakukan dihentikan
melakukan sebelum ambulasi
ambulasi melakukan
ambulasi
18
4. Monitor 4. Membantu 4. Memonitor
kondisi umum pasien untuk kondisi umum
selama dapat beraktivitas selama
melakukan kembali secara melakukan
ambulasi perlahan ambulasi
Terapeutik :
Terapeutik :
1. Fasilitasi
1. Memudahkan Terapeutik :
aktivitas
ambulasi pasien pada saat 1. Memfasilitasi
dengan alat latihan berjalan aktivitas ambulasi
bantu (mis. agar tetap aman dengan alat bantu
Tongkat, kruk) 2. Untuk (mis. Tongkat,
mengurangi kruk)
2. Fasilitasi
melakukan risiko kekakuan 2. Memfasilitasi
mobilisasi dini dan kelemahan melakukan
otot mobilisasi dini
3. Libatkan berkepanjangan
keluarga untuk 3. Melibatkan
membantu keluarga untuk
pasien dalam 3. Agar keluarga membantu pasien
meningkatkan mengetahui dalam
ambulasi tentang meningkatkan
peningkatan ambulasi
ambulasi
19
Edukasi :
1. Memberikan
pemahaman Edukasi:
Edukasi:
mengenai 1. Menjelaskan
1. Jelaskan tujuan manfaat dan tujuan dan
dan prosedur tindakan yang prosedur
ambulasi didahulukan ambulasi
2. Anjurkan 2. Menganjurkan
melakukan melakukan
2. Meminimalkan
ambulasi dini ambulasi dini
atrofi otot,
3. Ajarkan meningkatkan 3. Mengajarkan
ambulasi sirkulasi, ambulasi
sederhana yang mencegah sederhana yang
harus terjadinya harus dilakukan
dilakukan (mis. kontraktur (mis. Berjalan
Berjalan dari dari tempat tidur
3. Menurunkan
tempat tidur ke ke kursi roda,
komplikasi tirah
kursi roda, berjalan dari
baring dan
berjalan dari tempat tidur ke
meningkatkan
tempat tidur ke kamar mandi,
penyembuhan
kamar mandi, berjalan sesuai
dan normalisasi
berjalan sesuai toleransi)
fungsi organ
toleransi)
Gangguan (L.13118) Promosi Komunikasi S: Pasien
komunikasi verbal b.d Defisit Bicara sudah
Setelah dilakukan
gangguan (I.13492) mampu
tindakan keperawatan
neuromuskuler untuk
20
(D.0119) diharapkan hambatan berbicara
mobilitas fisik teratasi
DO : Observasi : Observasi : Observasi : O: Pasien
dengan kriteria hasil :
menunjukan
1. Tidak mampu 1. Monitor 1. Untuk 1. Memonitor
1. Kemampuan respon yang
berbicara kecepatan, menyesuikan kecepatan,
berbicara
tekanan, pola komunikasi tekanan, volume, baik
2. Menunjukkan meningkat
volume, dan dengan pasien. dan diksi bicara
respon tidak A: Masalah
2. Kesesuaian diksi bicara
sesuai 2. Memonitor keperawata
ekspresi
2. Monitor frustasi, matah, n hambatan
wajah/tubuh 2. Untuk
frustasi, matah, depresi, atau hal mobilitas
meningkat mengetahui hal
depresi, atau lain yang teratasi
lain yang
3. Respons hal lain yang mengganggu
menggangu
perilaku mengganggu bicara
komunikasi
membaik bicara P:
pasien
Intervensi
Terapeutik :
Terapeutik : Terapeutik : dihentikan
1. Gunakan
1. Agar pasien 1. Menggunakan
metode
lebih memahami metode
komunikasi
apa yang sedang komunikasi
alternatif (mis.
dibicarakan alternatif (mis.
isyarat tangan)
isyarat tangan)
2. Untuk
2. Sesuaikan
menghindari 2. Menyesuaikan
gaya
terjadinya gaya komunikasi
komunikasi
ketidanyamanan dengan
dengan
saat kebutuhan
kebutuhan
berkomunikasi
21
3. Ulangi apa
yang
3. Untuk 3. Mengulangi apa
disampaikan
menunjukan yang disampaikan
pasien
respon timbal pasien
balik yang baik
kepada pasien
4. Berikan
4. Memberikan
dukungan
dukungan
psikologis
4. Untuk psikologis
memberikan
semangat kepada
pasien
Edukasi :
Edukasi :
1. Anjurkan
Edukasi : 1. Menganjurkan
bicara perlahan
bicara perlahan
1. Membuat
pasien senyaman
mungkin saat
berbicara Kolaborasi :
Kolaborasi :
1. Merujuk ke ahli
1. Rujuk ke ahli patologi bicara
patologi bicara Kolaborasi : atau terapis
atau terapis
1. Sebagai sarana
keberlanjutan
agar pasien
dapat melakukan
22
terapis bicara
P:
3. Agar pasien 3. Memfasilitasi
3. Fasilitasi Intervensi
dapat lebih untuk menerima
untuk dihentikan
menerima keadaan
menerima
keadaan dirinya. ketergantungan
keadaan
ketergantungan
Edukasi : Edukasi :
Edukasi : 1. Sebagai sarana 1. Menganjurkan
keberlanjutan melakukan
1. Anjurkan
peningkatan perawatan diri
melakukan
kemampuan sesuai
perawatan diri
peawatan diri kemampuan
sesuai
pasien secara
kemampuan
mandiri dirumah
24
dengan kriteria hasil : jatuh jatuh
2. Mengidentifika O:
si faktor Berkurangn
1. Jatuh saat 2. Identifikasi 2. Mengetahui
lingkungan yang ya jatuh saat
berjalan faktor situasi
meningkatkan dikamar
menurun lingkungan lingkungan
risiko jatuh mandi
yang sekitar pasien
2. Jatuh saat di
meningkatkan yang dapat 3. Menghitung A: Masalah
kamar mandi
risiko jatuh menyebabkan risiko jatuh keperawata
menurun
jatuh dengan n risiko
3. Hitung risiko
menggunakan jatuh
jatuh dengan 3. Dapat
skala teratasi
menggunakan menentukan
sebagian
skala pencegahan
jatuh yang tepat P:
4. Monitor 4. Memonitor
Intervensi
kemampuan 4. Untuk kemampuan
dilanjutkan
berpindah dari meminimalkan berpindah dari
tempat tidur ke resiko jatuh tempat tidur
kursi kekursi
Terapeutik : Terapeutik :
Terapeutik :
1. Orientasikan 1. Mengorientasik
1. Agar pasien
ruangan pada an ruangan pada
dan keluarga
pasien dan pasien dan
mengenal
keluarga keluarga
ruangan yang
2. Pastikan roda ditempati 2. Memastikan
tempat tidur roda tempat tidur
25
dan kursi roda 2. Agar pasien dan kursi roda
selalu dalam tidak jatuh dari selalu dalam
kondisi tempat tidur kondisi terkunci
terkunci
3. Memasang
3. Pasang handrall tempat
3. Untuk
handrall tempat tidur
mencegah pasien
tidur
jatuh dari tempat 4. Mengatur
4. Atur tempat tidur tempat tidur
tidur mekanis mekanis pada
4. Meringankan
pada posisi posisi terendah
cedera ketika
terendah
pasien jatuh dari 5. Menempatkan
5. Tempatkan tempat tidur pasien berisiko
pasien berisiko tinggi jatuh dekat
5. Untuk
tinggi jatuh dengan pantauan
mengurangi
dekat dengan perawatan dari
resiko jatuh
pantauan nurse station
perawatan dari 6. Untuk
6. Menggunakan
nurse station membantu pasien
beraktifitas dan alat bantu
6. Gunakan alat
mengurangi berjalan
bantu berjalan
resiko tinggi
jatuh
Edukasi :
Edukasi :
1. Menganjurkan
1. Anjurkan Edukasi :
memanggil
memanggil
1. Untuk perawat jika
perawat jika
mengurangi membutuhkan
26
membutuhkan risiko pasien bantuan untuk
bantuan untuk jatuh berpindah
berpindah
2. Anjurkan
2. Mengurangi 2. Menganjurkan
menggunakan
risiko jatuh menggunakan
alas kaki yang
alas kaki yang
tidak licin
tidak licin
27
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia, y. a. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PARKINSON. Bali:
Universitas Triatma Mulya fakultas Kesehatan, Sains dan Teknologi Program Studi
Ilmu Keperawatan Jembrana.
Desinaini, L.N., Mualimah, A., Novitasari, D.C.R., & Hafiyusholeh, M.(2019). Application
of Fuzzy K-Nearest Neighbor (FKNN) To Detect the Parkinson’s Disease. Indonesian Journal
of Pure and Applied Mathematics, 1(1), 8-16.
dr. Noor Yulia., M.M. (2020). Modul Anatomi Fisiologi Sistem Nervosa. Universitas Esa
Unggul.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakata: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Saputra, a. (2022). MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. Kalimantan Timur:
Universitas Muhammadiyah kalimantan timur
28