MELANOMA MALIGNA
Disusun oleh:
Thania 01073190081
Dibimbing oleh:
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
2.2 Definisi...................................................................................................................................5
2.3 Epidemiologi..........................................................................................................................6
2.4 Etiologi...................................................................................................................................7
2.5 Patofisiologi...........................................................................................................................9
2.6 Klasifikasi............................................................................................................................11
2.7 Diagnosis..............................................................................................................................15
2.9 Tatalaksana...........................................................................................................................27
2.10 Komplikasi.........................................................................................................................30
2.11 Prognosis............................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................32
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 11. Sel tumor menunjukkan afinitas permukaan epitelium (penggabungan tumor dan
Gambar 12. Sarang melanosit yang bundar dalam berbagai variasi ukuran dengan
pseudoinclusion nuklir (hematoxylin dan eosin, X40 perbesaran asli). Diagnosis melanoma
oral.30..............................................................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Melanoma maligna adalah tumor ganas kulit yang terjadi pada sel melanosit, dengan
gambaran berupa lesi kehitam-hitaman pada kulit atau mukosa. Sebagian besar melanoma
ditemukan pada kulit, namun kemungkinan juga dapat terjadi pada tempat lain dimana melanosit
ditemukan. Kanker ini merupakan kanker ketiga yang dapat menyebabkan kematian dan
merupakan kanker yang paling sulit ditemukan. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan
bahaya sinar matahari membuat kondisi ini semakin umum ditemukan. Patofisiologi melanoma
dihubungkan dengan faktor herediter dan radiasi ultraviolet (UV) yang kemudian menyebabkan
perubahan genetik melanosit dan transformasi maligna. Mutasi tumor supresor p16 dan mutasi
gen BRAF berperan penting dalam terjadinya melanoma. Pasien dengan riwayat penyakit
melanoma, riwayat kanker kulit non melanoma, dan yang menderita imunosupresi umumnya
memiliki risiko melanoma yang lebih tinggi. Penderita umumnya mengeluhkan perubahan
karakteristik pada tahi lalat (nevi) atau ditemukannya tahi lalat baru, yang dapat disertai gatal
yang bersifat persisten, perdarahan spontan, atau pengeringan.1,2
Diagnosis melanoma ditegakkan dari karakteristik lesi berupa bercak berpigmen yang
progresif, asimetris, tepinya tidak rata, warnanya tidak homogen, dan lebarnya lebih dari 0,635
cm. Biopsi merupakan pemeriksaan penting dalam menegakkan diagnosis melanoma.
Pemeriksaan laboratorium lain dan pencitraan juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
metastasis..2,3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia, dengan berat sekitar 5 kg
dan luas 2m2 pada seseorang dengan berat badan 70 kg. Kulit yang tidak berambut seperti
pada tangan dan telapak kaki dikenal sebagai kulit glabrosa. Kulit glabrosa diperkirakan
10 kali lebih tebal dibandingkan dengan kulit yang tipis, contohnya kulit yang terdapat
pada daerah lipatan (fleksural).
a) Epidermis
i) Stratum Basalis
2
ketika terdapat kerusakan epidermis yang luas dan membutuhkan regenerasi yang
cepat. TAC adalah subpopulasi terbesar dari keratinosit stratum basalis dan
beregenerasi secara aktif. TAC tidak lama tinggal di stratum basalis dan akan
berpindah ke suprabasal setelah beberapa kali berdiferensiasi.
3
iv) Stratum Lucidum
Merupakan lapisan yang tidak pasti terdapat pada seluruh bagian kulit
tubuh, dan merupakan sebuah lapisan tipis yang jernih yang tersusun atas eleidin
(produk transformasi dari keratohialin). Biasanya terdapat hanya pada kulit yang
tebal
v) Stratum Korneum
b) Dermis
Lapisan dermis, yang ada dibawah epidermis, terdiri dari serabut kolagen
dan seratin yang memberikan kulit kekuatan dan elastisitas. Kedua komponen ini
tertanam dalam matriks yang dikenal sebagai ground substance yang terbentuk
dari proteoglikans (PG) dan glikosaminoglikans (GAG). PG dan GAG dapat
menyerap air dalam jumlah yang besar sehingga dapat mengatur cairan dalam
kulit dan mempertahankan growth factors dalam jumlah yang besar. Pada lapisan
dermis juga terdapat makrofag, fibroblas dan sel mast.
1. Lapisan papiler: Lapisan luar yang lebih tipis dan tersusun atas jaringan
ikat longgar dan berhubungan dengan epidermis.
2. Lapisan retikular: Lapisan yang lebih dalam, lebih tebal, memiliki
komponen selular yang lebih sedikit dan tersusun atas jaringan ikat yang
lebih padat serta terdapat serat kolagen.
4
c) Subkutis
Lapisan subkutis terdiri atas jaringan lemak, yang memiliki peran untuk
mempertahankan suhu tubuh, menjadi cadangan energi dan sebagai bantalan
terdapat trauma. Sel-sel lemak terbagi dalam lobus yang dipisahkan dengan septa.
Pada kulit juga terdapat adneksa, yaitu rambut, kelenjar ekrin dan apokrin, dan
kuku.
2.2 Definisi
Melanoma maligna (MM) merupakan suatu keganasan sel melanosit yang dapat terjadi
pada kulit, mata, telinga, traktus gastrointestinal, leptomeningen, dan membran mukosa
oral atau genital. Sel-sel tersebut masih mampu membentuk melanin, sehingga pada
umumnya MM berwarna coklat atau kehitaman. Beberapa melanoma yang sel-selnya
tidak dapat membentuk melanin lagi tampak berwarna merah muda, tan, atau bahkan
putih. Melanoma maligna merupakan salah satu tumor ganas dengan kemampuan
metastasis ke beberapa organ, termasuk otak dan hati.7
2.3 Epidemiologi
5
Insidensi melanoma terus meningkat di seluruh dunia. Insidensi global melanoma
di dunia pada tahun 2015 dilaporkan sebanyak 351.880 kasus. Melanoma menduduki
peringkat ke-19 kanker terbanyak di seluruh dunia dan peringkat ke-5 kanker terbanyak
di Amerika Serikat. Tingkat insidensi melanoma adalah sekitar 2,8–3,1 per 100.000
penduduk. Insidensi tertinggi dilaporkan di Australia (37 per 100.000 penduduk) dan
terendah di Asia Tengah dan Selatan (0,2 per 100.000 penduduk).8
2.4 Etiologi
Etiologi melanoma masih belum diketahui. Melanoma diperkirakan terjadi karena
faktor genetik maupun lingkungan. Pertumbuhan melanoma dikaitkan dengan berbagai
6
faktor risiko, seperti paparan sinar matahari atau radiasi sinar ultraviolet, karakteristik
fenotip tertentu, riwayat melanoma dahulu, riwayat melanoma pada keluarga, xeroderma
pigmentosum, dan juga kondisi imun yang tersupresi. 5
7
Tabel 1 Klasifikasi jenis kulit15
8
2.4.5 Riwayat Melanoma Sebelumnya
Adanya riwayat melanoma sebelumnya akan meningkatkan risiko
timbulnya melanoma primer lain. Sekitar 5–15% individu ini mengalami
melanoma primer multipel, di mana sekitar setengahnya mengalami melanoma
primer kedua di area tubuh yang sama dan setengahnya mengalami melanoma
primer kedua dalam satu tahun pertama setelah diagnosis awal. 16
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi melanoma berkaitan dengan radiasi ultraviolet (UV). Radiasi UV
dapat menginduksi perubahan genetik melanosit yang mengakibatkan transformasi
maligna. Selain itu, mutasi gen, misalnya mutasi tumor supresor p16, juga ditemukan
berperan penting dalam terjadinya sebagian kasus melanoma familial dan seperempat
kasus melanoma sporadik. Mutasi gen CDKN2A pada kromosom 9p21 pada melanoma
familial juga menyebabkan gangguan fungsi supresi pertumbuhan sel. Sementara itu,
mutasi pada tumor supresi p16 menyebabkan gangguan fungsi p16 dalam menghentikan
siklus sel, yang lalu mengakibatkan pembelahan sel yang tidak teregulasi.9,10
9
Hampir setengah kasus melanoma sporadik disertai proses tumorigenesis dari
mutasi gen BRAF dan mutasi poin pada protein BRAFV600E. Mutasi ini masuk dalam
jalur mitogen-activated protein kinase (MAPK) dan phosphatidylinositol-4,5-
biphosphate 3-kinase-protein kinase B (PI3K-AKT) yang dapat menyebabkan
peningkatan proliferasi sel dan keberlangsungan hidup sel tumor. Pada beberapa kasus
melanoma yang jarang, misalnya melanoma akral dan mukosa, jalur MAPK dan PI3K-
AKT juga dapat diaktivasi melalui mutasi reseptor tirosin kinase, yaitu c-KIT.1,19
10
A. Kulit normal dan sebaran melanosit.
a. Kulit normal dan sebaran melanosit.
b. Junctional nevus
c. Intradermal nevus
d. Intradermal nevus dengan neurotisasi (pematangan).
B. Melanocytic lentiginous hyperplasia.
C. Lentinous compound nevus dengan arsitektur dan sitologi abnormal (dysplastic
nevus)
D. Tahap awal atau fase pertumbuhan melanoma radial (sel gelap besar di
epidermis) yang timbul pada nevus
E. Melanoma dalam fase pertumbuhan vertikal dengan potensi metastasis.
2.6 Klasifikasi
SSM adalah melanoma yang paling umum ditemukan di Indonesia (70%). Subtipe ini
paling sering terlihat pada individu usia 30-50 tahun dan umumnya timbul pada kulit
11
normal (de novo). SSM umumnya berupa plak arciformis berukuran 0,5 - 3 cm dengan
tepi meninggi dan irregular. Pada permukaannya terdapat campuran dari bermacam-
macam warna, seperti coklat, abu-abu, biru, hitam dan sering kemerahan. Lesi tersebut
diketahui meluas secara radial dan pada umumnya mencapai ukuran sebesar 2cm dalam
waktu 1 tahun, untuk melanjutkan tumbuh secara vertikal dan berkembang menjadi
nodula biru kehitaman. Lesi SSM dapat mengalami regresi spontan dan meninggalkan
bercak hipopigmentasi. Predileksinya pada wanita sering dijumpai di tungkai bawah,
sedangkan pada pria di badan dan leher. Secara histologis, lesi SMM ditandai buckshot
(pagetoid) melanosit pada epidermis.14,22
NM adalah melanoma yang kedua terbanyak (15-30%). Sifat lesi ini lebih agresif. Terjadi
paling sering di kaki dan badan. Nodular melanoma adalah lesi berupa nodul berbentuk
setengah bola (dome shaped) atau polipoid dan eksofitik, berwarna coklat kemerahan
atau biru sampai kehitaman. Pertumbuhannya secara vertikal, pertumbuhan pesat terjadi
beberapa minggu sampai bulan, subtipe ini bertanggung jawab untuk kebanyakan
12
melanoma yang dalam. Dapat mengalami ulserasi dan mudah terjadi perdarahan hanya
dengan trauma ringan. Metastase dapat secara limfogen dan hematogen. Secara
histologis, lesi ini tidak memiliki fase pertumbuhan radial.
LML merupakan kelainan yang jarang ditemukan (4-10%). Lesi LML bertumbuh
secara vertikal, dan progresifitasnya sangat lambat yaitu antara 5-20 tahun. LML umum
ditemukan di kepala, leher, dan lengan pada individu yang lebih tua dengan rata-rata
umur 65 tahun. Lesi ini terjadi terutama pada wanita usia lanjut. Perbandingan antara pria
dan wanita 1: 2-3.
Lesi precursor in situ biasanya besar, berdiameter lebih dari 1-3 cm dengan tepi
tidak teratur, telah terjadi minimal 10-15 tahun, dan menunjukkan pigmentasi makula
dari coklat tua sampai kehitaman, namun pada beberapa area dapat tampak
hipopigmentasi. Invasi pada dermal berkembang menjad lentigo maligna melanoma yang
ditandai nodul biru-kehitaman dalam lesi in situ. Secara histologis ditandai dengan
proliferasi melanosit yang predominan dan meluas sepanjang struktur adneksa kulit.
13
Gambar 5. Lentiga Melanoma Maligna.24
2.7 Diagnosis
14
pemeriksaan biopsi. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dan pencitraan dapat digunakan
untuk mengevaluasi metastasis.26
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keseluruhan kulit tubuh perlu dilakukan bila ada nevus atipikal atau
ada kecurigaan melanoma. Jumlah nevi yang ada di kulit seluruh tubuh pasien sebaiknya
dihitung. Nevi tipikal dan atipikal harus dibedakan. Alat bantu diagnostik yang
digunakan dalam pemeriksaan klinis kelainan ini meliputi: 27
15
Pigmentasi tidak teratur Gatal atau sensasi yang berubah
Oozing/crusting of lesion
A. Asymmetry
B. Border Irregularity
C. Color
16
Gambar 9. Warna yang dapat bervariasi dalam satu lesi. 28
D. Diameter
E. Evolution
Terdapat perubahan lesi yang dapat diperhatikan sendiri oleh penderita, serta
informasi yang bisa didapatkan melalui anamnesis secara autoanamnesis dengan
pasien dan atau alloanamnesis dengan keluarga pasien yang mengikuti perkembangan
kondisi pasien.28
Pemeriksaan penunjang
17
Diagnosis melanoma dikonfirmasi melalui biopsi eksisional dengan
menemukan sel melanoma. Biopsi eksisional dilakukan dengan margin
makroskopik 1–3 mm. Pada lesi kecil, dapat dilakukan biopsi punch untuk
mengambil seluruh lesi. Pada lesi melanoma di wajah atau akral, teknik biopsi
insisional lebih disarankan. Bila ditemukan melanosit yang besar, nukleus
hiperkromatik, nukleus ireguler dan/atau prominen, polimorfisme, bentuk
kromatin abnormal, serta gangguan arsitektural (seperti asimetri dan
sirkumskripsi yang buruk), melanosit dengan beragam bentuk dan ukuran pada
epidermis bawah dan dermis, maka diagnosis melanoma harus dicurigai. Selain
itu, pola pertumbuhan pagetoid dengan pertumbuhan ke atas dari melanosit
dianggap sebagai pathognomonic sign melanoma. Biopsi kelenjar getah bening
sentinel disarankan untuk pasien melanoma stage IB atau stage II dengan
ketebalan 0.76–1 mm dengan ulserasi dan kecepatan mitotik ≥1/mm2, atau
ketebalan >1 mm. Pemeriksaan ini juga disarankan pada pasien melanoma stage
IA dengan ketebalan 0.76–1 mm tanpa ulserasi dan kecepatan mitotik 0/mm2.3,11,29
b) Mikroskopik
18
Dalam mukosa mulut, prognosisnya buruk jika terdapat semua jenis arsitektur
(spindled, pleomorfik,dan plasmacytoid. Sering juga ditemukan metastasis ke
kelenjar getah bening leher dan supraklavikula).3,11,29
Gambar 11. Sel tumor menunjukkan afinitas permukaan epitelium (penggabungan tumor dan epitel).
Diagnosis melanoma oral.30
Gambar 12. Sarang melanosit yang bundar dalam berbagai variasi ukuran dengan pseudoinclusion
nuklir (hematoxylin dan eosin, X40 perbesaran asli). Diagnosis melanoma oral. 30
19
c) Pemeriksaan Laboratorium
d) Pencitraan
Pada pasien melanoma stadium I atau II, rontgen toraks tetap dilakukan
meskipun kemungkinan hasil normal. Hasil yang normal tersebut dapat menjadi
pembanding saat follow up di masa mendatang. Pada pasien melanoma stadium
III, CT scan toraks harus dilakukan karena paru-paru biasanya menjadi lokasi
pertama metastasis. CT scan abdomen dilakukan ketika mengevaluasi pasien
melanoma stage III. CT scan pelvis hanya diindikasikan apabila pasien memiliki
kekambuhan regional lokal di bawah pinggul, simtomatik, atau diketahui terdapat
metastasis dengan riwayat tumor primer di bawah pinggul. MRI otak dapat
dilakukan pada pasien yang diketahui memiliki metastasis jauh untuk mendeteksi
metastasis asimtomatik tambahan. MRI otak juga dilakukan pada pasien yang
dipertimbangkan untuk mendapatkan terapi interleukin-2 dosis tinggi. MRI otak
pada pasien tanpa diketahui adanya metastasis tetap harus dilakukan jika terdapat
gejala yang indikatif pada pasien.3,11,29
Staging
20
Saat melakukan pemeriksaan lesi melanoma, diperlukan staging untuk
menentukan prognosis dan penatalaksanaan. The American Joint Committee on Cancer
(AJCC) menerapkan klasifikasi standar sistem TNM yang menggunakan micro-staging
dengan melihat kedalaman dan infiltrasi tumor di lapisan kulit (Clark) dan juga mengukur
ketebalan tumor (Breslow). Staging dengan TNM meliputi penilaian pada tumor primer,
keterlibatan nodus limfatik regional, dan metastasis.5,31
Staging primary tumor dapat dibedakan berdasarkan ketebalan tumor dan juga ulserasi.
21
T4 > 4 mm Tidak diketahui atau tidak spesifik
Staging regional lymph nodes dapat dibedakan berdasarkan jumlah kelenjar getah bening yang
terlibat dan apakah kelenjar tersebut terdeteksi secara klinis atau hanya terdeteksi melalui biopsi
sentinel lymph node (SNL).5,31
22
≥2 nodus yang terdeteksi lewat
N3c biopsi SNL atau secara klinis, Ada
dan/atau ada matted nodes
Metastasis (M)
23
M1b
Setelah melakukan penilaian TNM, stage dapat dikelompokkan menggunakan kriteria AJCC
Tis N0 M0 0
T1a N0 M0 IA
T1b N0 M0 IB
T2a N0 M0 IB
24
T2b N0 M0 IIA
T3a N0 M0 IIA
T3b N0 M0 IIB
T4a N0 M0 IIB
T4b N0 M0 IIC
Semua T Semua N M1 IV
Diagnosis banding melanoma adalah nevus melanositik yang jinak, karsinoma sel
basal (KSB) tipe noduler berpigmen, dan karsinoma sel basal tipe berpigmen.
25
kecil dibandingkan melanoma. Selain itu, lesi nevus melanositik jinak umumnya tidak
memiliki perubahan ukuran dan bentuk, serta tidak disertai ulkus atau perdarahan
spontan. Pada evaluasi dermatoskopi, umumnya tidak ada tanda-tanda melanoma seperti
perbedaan warna kulit, tepi asimetri atau ireguler, dan tanda regresi.5,32
KSB tipe noduler berpigmen merupakan keganasan kulit bersifat invasif lokal,
agresif, destruktif, dan jarang metastasis. Predileksi biasanya di wajah terutama pada
daerah terpapar sinar matahari. Gejala klinik berupa papul atau nodul berwarna coklat
kehitaman sehingga sering salah diagnosis dengan NM. Karsinoma sel basal tipe
berpigmen umumnya memiliki bentuk seperti mutiara dengan pigmentasi yang lebih
rendah dibandingkan melanoma. Selain itu, lesi dapat disertai pembuluh darah
telangiektasis bercabang prominen. Pada evaluasi dermatoskopi, terlihat pigmentasi
dengan area menyerupai daun dan pembuluh darah arborizing. Pada palpasi KSB
berpigmen biasanya keras sedangkan NM biasanya lunak. Gambaran histopatologik KSB
tipe noduler berpigmen khas dengan adanya tumor solid terdiri dari sel basal atipikal
yang berproliferasi, besar, oval, berwarna biru tua dengan pewarnaan Hematoxylin-eosin,
tetapi dengan sedikit anaplasia dan mitosis. Sel-sel tersusun palisade di perifer dan
disertai sejumlah stroma musinosa. Melanosit tersebar di antara sel basal dan sejumlah
melanin tampak di dalam sitoplasma sel basal neoplastik disertai sejumlah makrofag
dengan pigmen melanin distromanya.5,33,34
26
berambut, jari-jari tangan, telapak tangan, punggung dan tumit. Gambaran histopatologik
menunjukkan epidermis tipis, atau tanpa epidermis kecuali di tangkainya dengan banyak
kapiler baru yang dibatasi oleh selapis sel endotelial, menyerupai hemangioma kapiler.
Stroma di sekeliling tumor vaskuler menujukkan proliferasi fibroblastik edematosa.5,35,36
2.9 Tatalaksana
Terapi Definitif (Reseksi bedah)
Operasi pengangkatan tumor dan jaringan sehat di sekitarnya merupakan terapi
utama untuk melanoma yang terlokalisasi, dan biopsi kelenjar getah bening sentinel
dilakukan pada pasien yang tumornya lebih besar dari 0,8mm atau lebih tipis dari ini
tetapi yang telah mengalami ulserasi (stadium PT1b atau lebih besar). Jika sel melanoma
ditemukan di kelenjar getah bening sentinel, kemudian kelenjar getah bening yang tersisa
di daerah tersebut kadang-kadang diangkat. Pada beberapa situasi, tumor metastasis juga
dapat diangkat dengan pembedahan, tetapi perawatan bedah dalam pengaturan penyakit
metastasis yang diketahui tidak dimaksudkan sebagai kuratif dan akan membutuhkan
intervensi pengobatan alternatif lainnya. 20
Tindakan eksisi bedah diindikasikan pada melanoma stadium 1 dan 2.
Pembedahan ini dilakukan dengan cara eksisi luas dan dalam untuk melanoma primer.
Tujuan utama dari eksisi luas melanoma maligna adalah untuk mencapai margin negatif
secara histologis dan mencegah kekambuhan lokal. Berdasarkan beberapa studi,
rekomendasi margin bedah secara klinis diukur di sekitar tumor primer dan termasuk
konsep dasar berikut: 1) Eksisi luas dikaitkan dengan penurunan risiko kekambuhan
lokal; 2) tidak ada bukti pada melanoma tipis (<1 mm) untuk mengkonfirmasi
peningkatan kelangsungan hidup atau tingkat kekambuhan lokal dengan margin eksisi
melebihi 1 cm; 3) Eksisi dengan margin lebih dari 2 cm tidak memberikan manfaat pada
tingkat kelangsungan hidup atau kekambuhan lokal. 20
27
Selain itu juga dapat dilakukan pembedahan Elective Lymph Node Dissection
(ELND) yaitu pengangkatan kelenjar getah bening regional yang mendrainase lokasi
primer melanoma kulit tersebut jika tidak tumor yang teraba atau penyakit metastasis
yang terbukti secara klinis. ELND ditujukan untuk microscopic nodal disease. Biasanya
diseksi ini dilakukan pada melanoma stadium 3 dimana sudah terdapat metastasis ke
kelenjar limfe.20
Standar terapi macroscopic nodal disease (stadium IIIB atau IIIC) melanoma di
kelenjar getah bening adalah complete lymph node dissection CLND, dari basin regional
yang terlibat. CLND yang dilakukan pada melanoma metasis regional telah dikaitkan
dengan perbaikan long-term survival. Terapi adjuvan yang lain diantaranya adalah
radioterapi yang sering digunakan setelah (CLND) yang dapat membantu mengontrol
metastasis dari melanoma pada pasien stage 3. Terapi ini dapat mengurangi rekurensi
lokal tetapi tidak memperbaiki prolong survival. 20
Terapi Adjuvant
Terapi adjuvan adalah pengobatan yang ditujukan untuk pasien risiko
kekambuhan tinggi setelah reseksi pembedahan, yaitu seperti mereka dengan melanoma
primer tebal atau penyakit nodul.20
Terapi adjuvant dapat diberikan kepada pasien yang memiliki melanoma dengan
tebal lebih dari 4 mm atau metastasis ke limfonodi untuk meningkatkan angka ketahanan
hidup. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian interferon alpha (IFN-α) dapat
menambah lamanya harapan hidup dan ketahanan terhadap terjadinya rekurensi.
Interferon (IFN) adalah sitokin yang biasanya dilepaskan oleh sel tubuh sebagai respon
terhadap beberapa patogen seperti virus, bakteri, parasit dan juga sel tumor. IFN juga
memiliki fungsi lainnya seperti pengaktifan natural killer cells dan makrofag, serta
28
meningkatkan pengenalan sistem imun dengan cara meningkatkan regulasi molekul-
molekul MHC I dan II. Selain itu, IFN-α juga memiliki sifat antineoplastik yang dapat
menghambat proliferasi sel tumor.20
Terapi adjuvan selanjutnya adalah pengobatan dengan immune checkpoint
inhibitor. Pengobatan dengan antibodi anti-CTLA-4 ipilimumab telah disetujui oleh
FDA. CTLA-4 atau CD152 adalah yang disebut sebagai molekul pos pemeriksaan imun
yang diekspresikan pada permukaan sel T yang teraktivasi. Pengikatan molekul tersebut
dengan CD80 atau CD86 pada permukaan sel penyaji antigen akan menyebabkan
deaktivasi dari molekul tersebut. Mekanisme ini diketahui menurunkan respon imun
setelah aktivasi sehingga dapat mencegah autoimunitas. Sebuah penelitian randomized
double-blind phase 3 trial, ditemukan bahwa pengobatan dengan ipilimumab
meningkatkan median recurrence-free dan three-year recurrence-free survival.
Dikarenakan fungsi dari ipilimumab adalah untuk mengerem proses imun, makan
pemberian pengobatan ini dapat meningkatkan proses penyakit autoimun. Diantaranya
adalah komplikasi penyakit autoimun sistemik (e.g. kolitis, hepatitis, pneumonitis,
hipotiroidisme, dll), komplikasi autoimun neurologis dan triger gejala autoimun
neurologis yang sebelumnya sudah ada di pasien. Namun, dapat diberikan immune-
checkpoint inhibitors yang lebih rendah toksisitasnya seperti nivolumab atau
pembrolizumab, yang mengarah terhadap programmed cell death protein 1 (PD-1).20
Kemoterapi
Jenis kemoterapi untuk melanoma metastasis yang paling efektif adalah agen
alkilasi dacarbazine (DTIC = Dimethyl Triazone Imidazole Carboxamide Dacarbazine).
Namun responsnya hanya mencapai 10% dengan rata-rata efektivitas hingga 4-6 bulan.
Efek samping dari kemoterapi adalah mual dan muntah yang dapat diatasi dengan
antiemetik. Lalu dapat diberikan juga kemoterapi kombinasi, contohnya
karboplatin/paclitaxel, yang memiliki efektivitas yang lebih tinggi namun ditemukan
tidak memiliki keunggulan dalam kelangsungan hidup dibandingkan dengan
monokemoterapi.20
29
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada penderita melanoma biasanya terkait terapi
yang diterima, misalnya infeksi pada luka operasi, pembentukan jaringan parut, serta
gangguan emosional seperti depresi dan kecemasan. Pada pasien dengan diseksi nodus
aksilaris, komplikasi yang dapat timbul berupa seroma dan limfokel (27%), disfungsi
saraf dan/atau nyeri (22%), serta hematoma (1%). Pada pasien dengan diseksi kelenjar
getah bening di pangkal paha dan aksilar, komplikasi dapat berupa limfedema pada
ekstremitas atas dan bawah, dengan jumlah kejadian bervariasi antara 2–39%.5,11
2.11 Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ketebalan tumor, ada atau
tidaknya ulserasi, metastasis ke organ lain, dan jumlah keterlibatan kelenjar getah bening.
Berikut ini merupakan survival rate 5 tahun berdasarkan stadium:31
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Siegel RL, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics, 2020. CA Cancer J Clin. 2020;70(1):7–
30.
2. Davis LE, Shalin SC, Tackett AJ. Current state of melanoma diagnosis and treatment.
Cancer Biol Ther. 2019;20(11):1366–79.
3. Swetter S, Geller AC. Melanoma: Clinical features and diagnosis. UpToDate. 2020.
4. Domingues B, Lopes J, Soares P, Populo H. Melanoma treatment in review.
ImmunoTargets Ther. 2018;7:35–49.
5. B Heistein J. Melanoma: Practice Essentials, Overview, Indications and Guidelines
[Internet]. Emedicine.medscape.com. 2021 [cited 19 April 2021]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1295718-overview
6. Rihamadja R. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2017. p.3-7.
7. Gawkrodger DJ. Malignant melanoma. Dermatology an illustrated colour text. 3rd ed.
Edinburgh: Churchill Livingstone; 2002. p.94-5.
8. Arrangoiz R. Melanoma Review: Epidemiology, Risk Factors, Diagnosis and Staging.
Journal of Cancer Treatment and Research. 2016;4(1):1.
31
9. Wibawa L, Andardewi M, Ade Krisanti I, Arisanty R. JVDI: The epidemiology of skin
cancer at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital from 2014 to
2017. 2019; 4(1):11-6.
10. Wilvestra S, Lestari S, Asri E. Studi Retrospektif Kanker Kulit di Poliklinik Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RS Dr. M. Djamil Padang Periode Tahun 2015-2017. J
Kesehat Andalas. 2018;7(Supplement 3):4
11. W Tan W. Malignant Melanoma: Practice Essentials, Background, Etiology [Internet].
Emedicine.medscape.com. 2021 [cited 19 April 2021]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/280245-overview
12. Veierod BM, Weiderpass E, Thörn M, et al. A prospective study of pigmentation, sun
exposure, and risk of cutaneous malignant melanoma in women. J Natl Cancer Inst.
2003;95(20):1530–8.
13. Titus-Ernstoff L, Perry AE, Spencer SK, et al. Pigmentary characteristics and moles in
relation to melanoma risk. Int J Cancer. 2005;116(1):144–9.
14. Bataille V. Risk factors for melanoma development. ERD. 2014;4(5):533-9.
15. Ward WH, Lambreton F, Goel N, et al. Clinical Presentation and Staging of Melanoma.
In: Ward WH, Farma JM, editors. Cutaneous Melanoma: Etiology and Therapy
[Internet]. Brisbane (AU): Codon Publications; 2017 Dec 21. TABLE 1, Fitzpatrick
Classification of Skin Types I through VI. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK481857/table/chapter6.t1/doi:
10.15586/codon.cutaneousmelanoma.2017.ch6
16. Berrios-Colon E, Williams S. Melanoma review: Background and treatment. US Pharm.
2012;37(4):HS-4-HS-7.
17. Hu S, Federman DG, Ma F, Kirsner RS. Skin cancer and non-Hodgkin’s lymphoma:
Examining the link. Dermatologic Surg. 2005;31(1):76–82
18. Tracey EH, Vij A. Updates in Melanoma. Dermatol Clin. 2019;37(1):73–82.
19. Leonardi GC, Falzone L, Salemi R, et al. Cutaneous melanoma: From pathogenesis to
therapy (Review). Int J Oncol. 2018;52(4):1071–80.
20. Hassel J. Melanoma: Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 9th ed. New York:
McGraw-Hill Education LLC; 2018; 116(20):2001–11.
21. Miller A, Mihm M. Melanoma. New England Journal of Medicine. 2006;355(1):51-65.
32
22. Matthews NH, Li WQ, Qureshi AA, et al. Epidemiology of Melanoma. In: Ward WH,
Farma JM, editors. Cutaneous Melanoma: Etiology and Therapy [Internet]. Brisbane
(AU): Codon Publications; 2017 Dec 21. Chapter 1. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK481862/doi:10.15586/codon.cutaneousmelano
ma.2017.ch1
23. Chuchu N, Takwoingi Y, Dinnes J, Matin R, Bassett O, Moreau J et al. Smartphone
applications for triaging adults with skin lesions that are suspicious for melanoma.
Cochrane Database of Systematic Reviews. 2018;.
24. Bari O, Cohen P. Tumoral Melanosis Associated with Pembrolizumab-Treated Metastatic
Melanoma. Cureus. 2017;. p.4.
25. Bristow I, Acland K. Acral lentiginous melanoma of the foot and ankle: A case series and
review of the literature. Journal of Foot and Ankle Research. 2008;1(1).
26. B. Heistein J, Acharya U. Malignant Melanoma. StatPearls; 2020. p.6-7.
27. Walter F, Prevost A, Vasconcelos J, Hall P, Burrows N, Morris H et al. Using the 7-point
checklist as a diagnostic aid for pigmented skin lesions in general practice: a diagnostic
validation study. BJGP. 2013;63(610):e345-e353.
28. Harrington E, Clyne B, Wesseling N, et al. Diagnosing malignant melanoma in
ambulatory care: A systematic review of clinical prediction rules. BMJ Open.
2017;7:e014096.
29. Berrocal A, Cabañas L, Espinosa E, et al. Melanoma: Diagnosis, Staging, and Treatment.
Consensus group recommendations. Adv Ther. 2014;31(9):945–60.
30. Collins II, Barnes. Oral Malignant Melanoma. http://emedicine.medscape.com.2010
31. Gershenwald JE, Scolyer RA, Hess KR, et al. Melanoma Staging: Evidence-Based
Changes in the American Joint Committee on Cancer Eighth Edition Cancer Staging
Manual. CA Cancer J Clin. 2017;67(6):472–92.
32. Lyon V. The Spitz Nevus: Review and Update. Clinics in Plastic Surgery. 2010;37(1):21-
33.
33. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Precancerous lesions and cutaneous
carcinomas. Dalam: Color atlas & synopsis of clinical dermatology. New York: Mac
Graw Hill Inc; 2001: 248-69.
33
34. Lang PG, Maize JC Sr. Basal cell carcinoma. Dalam: Riegel DS, Friedman RJ, Dzubow
LM, Reintgen DS, Brstryn JC, Marks R, editor. Cancer of the skin. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2005:101-32.
35. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Benign neoplasms and hyperplasias.
Dalam: Color atlas & synopsis of clinical dermatology. New York: Mac Graw Hill Inc;
2001: 160-209.
36. Braun-Falco O, Plewig G, Wolff HH, Burgdorf WHC. Mesenchymal and neural tumors.
Dalam: Dermatology second, completely revised edition. Berlin: Springer-Verlag; 2000;
p. 1553-1601.
37. Mun G. Management of Malignant Melanoma. APS. 2012;39(5):565.
34