Anda di halaman 1dari 52

REFERAT

Demesia pada Penyakit Creutzfeldt-Jakob

Disusun oleh:
Bagus Aldi Hariyoga
01073190042

Pembimbing:
Dr. dr. Dharmady Agus, Sp. KJ

ILMU KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


PERIODE JANUARI– FEBRUARI 2021
SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

1
Daftar Isi

JUDUL ............................................................................................................................... 1

DAFTAR ISI.........................................................................................................................2

DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………………….….3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 5

2.1. Definisi ......................................................................................................................... 5

2.2. Epidemiologi ............................................................................................................... 5

2.3. Etiologi dan Patogenesis.............................................................................................. 6

2.4. Gambaran klinis.......................................................................................................... 13

2.5. Diagnosis……….. ....................................................................................................... 15

2.6. Demensia pada penyakit Creutztfeld-Jakob……………………………………….24

2.7 Diagnosis Banding……………………………………………………………………29

2.8 Tatalaksana ..................................................................................................................36

2.9. Prognosis .....................................................................................................................41

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................44

2
Daftar Singkatan

AS : Amerika Serikat

AD : Alzheimer’s Disease

BSE : Bovine Spongioform Encephalopathy

CJD : Creutzfeldt Jakob Disease

CDC : Centers for disease Control

DLB : Dementia Lewy Bodies

EEG : Electroencephalogram

fCJD :Familial Creutzfeldt Jakob Disease

gCJD : Genetic Creutzfeldt Jakob Disease

hGH : Human Growth Hormone

iCJD : Iatrogenic Creutzfeldt Jakob Disease

sCJD : Sporadic Creutzfeldt Jakob Disease

TSE : Transmissible Spongiform Encephalopathies

vCJD : Variant Creutzfeldt Jakob Disease

PRNP : Prion Protein

PrPc : normal prion protein (c=cellular)

PrPsc : disease causing protein (Sc=scrapie)

3
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD) adalah gangguan neurodegeneratif progresif dan salah


satu penyakit prion manusia. Ini secara seragam berakibat fatal dan tingkat insiden tahunan adalah
1–2 setiap 1 juta di seluruh dunia. Selain akumulasi protein prion yang abnormal di otak, CJD
ditandai dengan perubahan spongiform, kehilangan neuronal, dan gliosis.Seringkali sulit dan
menantang untuk mendiagnosis premortem CJD karena indeks kecurigaan yang rendah atau
kurangnya pengetahuan tentang penyakit ini.1,2Penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh 2 orang
neurolog Jerman, Hans Gerhard Creutzfeldt dan Alfons Maria Jakob. Bentuk CJD yang paling
umum adalah penyakit Creutzfeldt-Jakob sporadis (sCJD) (85% -90%), sedangkan sisanya adalah
bentuk familial, iatrogenik, dan varian. Usia onset rata-rata sCJD adalah 65 tahun, dan sebagian
besar kasus didistribusikan dalam kelompok usia antara 60 dan 80 tahunbelum jelas dan kasus pada
manusia sCJD pada pasien berusia kurang dari 30 atau lebih dari 80 tahun jarang terjadi.
Penyebabnya masih belum diketahui dan kedua jenis kelamin sama-sama terpengaruh. Gambaran
klinis terutama meliputi demensia progresif yang merusak dan temuan neurologis multifokal seperti
mioklonus, gangguan penglihatan, serebelar, dan tanda piramidal / ekstrapiramidal. 3,4,5Perjalanan
penyakit mengikuti perkembangan cepat dari gangguan kognitif dan fungsional menuju mutisme
akinetik pada tahap akhir, dan akhirnya kematian, paling sering dalam 12 bulan saat dimulai onset
pertamanya. Angka kematian dari CJD adalah 100% yang sporadic CJD menjadi yang paling sering.
Demensia pada CJD merupakan demensia progresif yang merusak merupakan gambaran klinis yang
memiliki pola defisit kognitif yang berkembang lebih cepat daripada sindrom demensia tipikal. 5,6,7
Dikarenakan penyakit CJD relatif tidak umum dan asing untuk mendiagnosisnya sulit dan sering
salah diagnosis maka dari itu, referat ini dibuat dengan harapan untuk lebih memahami penyakit ini.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Pada tahun 1920, patologis Hans Gerhard Creutzfeldt dan Alfons Maria Jakob
menjelaskan sebuah penyakit neurologi manusia dari etiologi yang tidak diketahui
etiologinya yang akan menjadi topik diskusi dari komunitas sciens sepanjang 60 tahun
kedepan.1 CJD (Creutzfeldt Jakob Disease) adalah penyakit fatal, menular dan
neurodegenerative pada manusia yang disebabkan oleh protein yang menimbulkan infeksi
secara lambat disebut prion. Hal ini terjadi di seluruh dunia dan memiliki prevalensi secara
secara sekitar 1 kematian dalam 1 juta populasi per tahunnya. Angka kematian dari CJD
adalah 100% yang sporadic CJD menjadi yang paling sering. Selain dari sporadic CJD ada 3
tipe lian yaitu, family, iatrogenic dan variant. Penyakit ini merupakan bentuk Transmissable
Spongiform Encephalopathy di manusia.2

2.2. Epidemiologi
Creutzfeldt Jakob merupakan penyakit prion yang paling umum pada manusia yang
memiliki insidensi kasus baru sebesar 1:1.000.000 orang, biasanya antara usia 45-75 tahun,
kebanyakan muncul pada usia 60-65 tahun dengan rata-rata timbulnya penyakit sekitar usia
62 tahun. Hal yang perlu diperhatikan ini merupakan insidensi kasus baru yang bukan angka
kejadian sebenarnya. Sebagai perumpaaan penduduk Ohio ada 10,5 juta orang artinya aka
nada 2,5 kasus baru per tahunnya sehingga tidak mengherankan apabila ada 13 kasus aktif di
ohio dalam satu waktu. 1-9 Tidak ada predileksi gender untuk CJD. Pada Amerika Serikat,
insiden CJD tampaknya lebih rendah di Amerika Afrika, Indian Amerika, dan penduduk asli
Alaska dibandingkan dengan populasi kulit putih namun, pengamatan ini mungkin tidak
valid dan banyak bias karena persebaran data nya yang tidak normal.10,11 Insiden CJD
meningkat 30 hingga 100 kali lipat di wilayah geografis tertentu termasuk wilayah Afrika
Utara, Israel, Italia, dan Slowakia, terutama pada kelompok gCJD (genetic Creutzfeldt Jakob
Disease).12 Intensitas metode pengawasan nasional juga mempengaruhi insiden CJD yang
dilaporkan, serta penyakit prion lainnya.13
Berdasarkan CDC (Centers for disease Control):4

5
 Insidensi kasus baru Creutzfeldt-Jakob di dunia terjadi pada 1:1.000.000 penduduk
per tahun dengan 1:6.000-10.000 kematian di Amerika Serikat (AS) per tahunnya.
 Atas dasar survey kematian antara 1979-1994, insidens Creutzfeldt-Jakob tahunan
tetap stabil sekitar 1 kasus per juta jiwa di Amerika Serikat.
 Di AS, kematian akibat Creutzfeldt-Jakob pada orang di bawah 30 tahun jarang
terjadi (kurang dari 5 kematian per milyar per tahun).
 Penyakit ini paling banyak ditemukan pada usia 55-65 tahun, namun dapat terjadi
pada usia lebih dari 90 tahun dan kurang dari 55 tahun.

6
Gambar 2.1 Warna hijau tua menunjukkan negara dengan kasus varian Creutzfeldt–Jakob yang
terkonfirmasi, warna hijau muda adalah negara dengan kasus Bovine Spongiform Encephalopathy

Populasi dari Indonesia sekitar 200 juta orang dan Negara ini memiliki 80 EEG
department. Namun, belum ada laporan mengenai penemuan kasus CJD ini di Indonesia.14

2.3. Etiologi dan Patogenesis


` 2.3.1. Prion Protein (PRNP)
Proteinaceous Infections Particles atau yang lebih dikenal dengan sebutan
prion merupakan protein yang terjadi secara natural pada otak hewan dan manusia.
Normalnya protein ini tidak berbahaya, akan tetapi ketika mereka tidak benar
dalam proses pembuatannya atau cacat, mereka dapat menimbulkan penyakit
berbahaya seperti Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) pada hewan ternak
dan penyakit Creutzfeldt-Jakob pada manusia. Prion ini tidak mempunyai nucleic
acid dan tidak dapat didegradasi dengan metode strilisasi biasa.20,21 PrPc atau
normal prion protein adalah protein yang terdapat di tubuhnya manusia sehat yang
sensitive terhadap proteinase K dan terletak pada membrane sel pada berbagai
jenis sel terutama pada sel saraf.22
Pada penyakit prion hal yang terjadi adalah pada rangkaian asam amino, suatu
perubahan akan terjadi pada ribosome dimana merubah 40% PrPc Alpha Helix
yang akan dimodifikasi menjadi 45% Beta Sheet Composition. Fenomena ini

7
mengubah secara 3 dimensi struktur protein ini sehingga menjadikannya tidak
sampai lama kelamaan akan muncul gejala klasik penyakit prion yang mencakup
penyakit Creutzfeldt-Jakob dikarenakan kematian dari sel neuron.22

Gambar 2.2 Cara prions melipat23

Gambar 2.3 Perubahan Prion 23

2.3.2 Tipe Penyakit Creutzfeldt Jakob


CJD adalah yang paling umum dari penyakit prion manusia, meskipun masih
jarang terjadi. Terdapat beberapa tipe dari CJD antara lain:
2.3.2.1. Sporadic Creutzfeldt Jakob Disease (sCJD)
Tipe sCJD (Sporadic Creutzfeldt Jakob Disease) yang paling sering
ditemukan (85-95%) dan merupakan hasil dari mutasi atau post-
translational modifikasi dari gen PrP. Namun, asal-usul dari penyebab
pembentukan protein prion yang tidak normal ini tidak diketahui, akan
tetapi tidak dianggap diperoleh oleh faktor eksternal. Manifestasi klinis dan
riwayat perjalanan penyakit merupakan dasar dari diagnosis sCJD. Tipe ini

8
biasanya terjadi di usia pertengahan dan tua dan biasanya memengaruhi
pasien berumur 70 tahun. Tidak memiliki gejala spesifik pada awal
penyakit ini.2,5
Klaster kecil kasus sCJD telah dilaporkan. 15-17 Sebuah studi dengan
metode retrospektif case control dari semua kasus sCJD dari 1990 hingga
1998 di Inggris menyimpulkan bahwa kasus-kasus CJD memiliki tempat
tinggal yang saling berdekatan walaupun tidak diketahui mekanisme yang
menyebabkan pengelompokkan kasus ini sehingga timbul asumsi bahwa
beberapa kasus sCJD dapat disebabkan oleh paparan faktor eksternal
umum.18 Namun, signifikansi klaster yang mungkin ini masih belum jelas.
Hasil dari satu analisis statistik menunjukkan bahwa kluster yang jelas ini
dapat dihasilkan dari intensitas pengawasan yang lebih tinggi di wilayah
geografis lokal.19
2.3.2.2. Genetic Creutzfeldt Jakob Disease (gCJD)
Tipe ini disebut juga Familial CJD (fCJD) disebabkan karena
terjadinya mutasi pada gen yang mengkode prion protein. Prevalensi
gCJD sekitar 15% dari semua kasus CJD.2 Dalam fCJD, terjadi missense
mutasi berhubungan dengan subtitusi dari lysine menjadi glutamine di
codon 200 merupakan hal yang paling sering terjadi pada prion protein
(PRNP) dan hal ini telah diobservasi pada banyak daerah termasuk Libya,
Chile, dan Hungary.24-2

9
Gambar 2.4 Genetic Prion Disease20

2.3.2.3. Iatrogenic /acquired CJD (iCJD)


Tipe ini merupakan bentuk penyakit Creutzfeldt Jakob yang dapat
bertransmisi antar manusia melalui transplantasi kornea, dura mater
implant, Stereotactic EEG, dan growth hormone maupun gonodatrofina
secara parenteral dari cadaver yang terinfeksi serta infeksi sekunder vCJD
melalui transfusi darah yang telah terinfeksi. Namun, tipe ini jarang sekali
dan hanya menyumbang kurang dari 1 % kasus CJD dan memiliki waktu
inkubasi lama yang berbeda-beda tergantung metode terinfeksinya.2,27

Tabel 2.1 Iatrogenic CJD 27


Transmisi melalui proses operasi maupun pembedahan sudah hampir
tidak ada dikarenakan perubahan dalam menyiapkan dura mater implant
dan penggunaan dari hormone rekombinan atau hormon sintetik. Sebuah
tim pengawasan CJD internasional melaporkan bahwa, pada tahun 2000,
semua kasus insiden iCJD disebabkan oleh masa inkubasi yang panjang
dari infeksi yang diperoleh sebelum 1985.27 Pengecualian mungkin adalah
penggunaan cangkok dural Lyodura; mereka yang diproduksi sebelum
tahun 1987 (sebelum prosedur baru dilembagakan) tidak dipanggil kembali
secara internasional, dan terus digunakan hingga 1993. Kasus iCJD terkait
cangkok ini terus bertambah, dalam beberapa kasus 25 tahun setelah
operasi.29
2.3.2.4. Variant CJD (vCJD)
vCJD berbeda secara signifikan jika dibandingkan dari tipe-tipe

10
sebelumnya, terutama pada onset umurnya yaitu muncul di usia muda,
berlangsung lamanya gejala psikiatri dan tidak adanya presentasi yang khas
pada EEG. Penyebab dari tipe ini juga dikarenakan dari mengkonsumsi
daging hewan ternak yang terinfeksi spongiform encephalopathy.2 vCJD
sama seperti iCJD umumnya menyumbang kurang dari 1 persen dari total
kasus CJD.5

Total Case: 231


Tabel 2.2 Persebaran kasus CJD Varian

11
Gambar 2.5 Trent kematian vCJD

2.3.3 Faktor Resiko


Kebanyakan kasus dari Creutzfekdt-Jakob disease terjadi karena alasan yang
tidak diketahui namun ada beberapa faktor resiko yang telah terindifikasi yaitu,
usia, genetik, terekspos dengan jaringan yang terkontaminasi. Faktor risiko lain
yang telah diidentifikasi secara beragam untuk CJD termasuk tempat tinggal di
sebuah peternakan, riwayat keluarga CJD (Odds ratio [OR] 19.1), dan riwayat
medis psikosis (OR 9,9).30,31

12
Gambar 2.6 Persebaran CJD pada usia33

Dalam hal ini, orang yang berusia lansia akan lebih mudah terkena tipe yang sCJD
dan orang yang berusia muda akan lebih mudah untuk terkena vCJD. 33

Gambar 2.7 Penetrance32

Gambar ini menggambarkan penetrance yaitu kemungkinan untuk terkena


penyakit gCJD apabila mempunyai gen mutasinya. Berdasarkan dari hasil
penelitian ini, tidak semua yang memiliki hubungan genetik pasti akan
bermanifestasi menjadi penyakit Creutzfeldt Jakob. Seperti dilihat gen P102L,
A117V, D178N, E200K memiliki risk yang hampir 100%, sedangkan gen yang
M232R hampir tidak ada resiko untuk bermanifestasi menjadi penyakit Creutzfeldt

13
Jakob.32

Protein cacat dapat ditularkan oleh produk hormon pertumbuhan


manusia/human growth hormone (hGH), cangkokan kornea, cangkokan dura atau
implan elektroda (iCJD); dapat diwarisi (fCJD); atau muncul pertama kali (sCJD).
Dalam bentuk herediter, sebuah mutasi terjadi pada gen untuk PrP,PRNP (PRioN
Protein). Diperkirakan manusiadapat terjangkit dengan mengonsumsi bahan dari
hewan terinfeksi jenis sapi. Kanibalisme juga telah terlibat sebagai mekanisme
penular prion abnormal, menyebabkan penyakit kuru, yang banyak ditemukan pada
wanita dan anak-anak suku Fore di Papua Nugini.4,27

Prion, agen infeksi Creutzfedlt-Jakob, mungkin tak ternaktivasi jika


menggunakan prosedur sterilisasi perlatan bedah rutin. Organisasi Kesehatan
Dunia dan US Centers for Disease Control and Prevention merekomendasikan
dekontaminasi panas dan kimiawi digunakan kedua-duanya untuk memproses
peralatan yang terkena jaringan infektif. Tembaga-hidrogen peroksida telah
diusulkan sebagai alternatif sodium hidroksida atau sodium hipoklorit yang
sekarang direkomendasikan. Depolimerasi termal juga merusak prion pada bahan
organic dan anorganik yang terjangkit, karena proses itu merusak protein di
tingkat molekul.4,34

2.4. Gambaran Klinis


Manifestasi klinis dari penyakit Creutzfeldt Jakob heterogen namun, klinis yang umum
dimiliki yaitu penurunan fungsi neuropsikiatri secara cepat atau rapid yang berujung pada
kematian dalam waktu satu tahun dari onset pertama muncul gejala walaupun dalam kasus
langka dapat lebih dari satu tahun.35 Berikut merupakan gambaran klinis dari CJD:
1. Gejala neuropsikiatrik secara seragam terlihat dan dapat bermanifestasi sebagai
demensia, kelainan perilaku, dan defisit yang melibatkan fungsi kortikal yang tinggi
termasuk aphasia, apraxia, dan sindrom lobus frontal.36 Gangguan konsentrasi, memori,
dan judgment sering merupakan tanda-tanda awal.37 Umumnya dapat terjadi perubahan
mood seperti apatis dan depresi, sedangkan euforia, emosi yang labil, dan kecemasan
jarang terjadi.38 Gangguan tidur, terutama hipersomnia, tetapi juga insomnia, juga
14
umum, dan mungkin merupakan manifestasi awal.39,40 Beberapa pasien juga memiliki
gejala psikotik, terutama halusinasi visual.41 Dengan perkembangan penyakit,
demensia menjadi dominan pada sebagian besar pasien dan dapat maju dengan cepat.42
2. Myoclonus, terutama apabila diprovokasi dengan dikagetkan, manifestasi ini terlihat
pada lebih dari 90 persen pasien dalam perjalanan penyakitnya tetapi mungkin juga
myoclonus tidak timbul sebagai gejala, bahkan ketika demensia semakin progresif.
Tipe CJD Sporadis (sCJD) harus selalu dipertimbangkan pada pasien dengan
kombinasi demensia progresif dengan cepat dan myoclonus.42
3. Manifestasi cerebellar, yaitu nystagmus dan ataxia yang terjadi pada sekitar dua
pertiga pasien dan merupakan gejala yang ada pada 20 hingga 40 persen. 42 Secara
khusus, CJD iatrogenik (iCJD) yang terkait dengan gonadotrophin manusia dan
pengobatan hormon pertumbuhan serta cangkok dura mater memiliki kecenderungan
untuk bermanifestasi sebagai sindrom cerebellar yang sebagian besar terisolasi di awal
perjalanan penyakit.43,44
4. Tanda-tanda keterlibatan jalur kortikospinal terlihat pada 40 hingga 80 persen pasien,
termasuk temuan seperti hiperrefleksia, respons plantar ekstensor (tanda Babinski),
dan spasticitas.
5. Tanda-tanda ekstrapiramidal seperti hipokinesia, bradykinesia, distonia, dan kekakuan
juga dapat terjadi.
Pasien yang lebih muda dengan sCJD memiliki gambaran klinis yang berbeda
dari pasien yang lebih tua yang lebih khas. Dalam satu penelitian ditemukan 52 pasien
yang berumur <50 tahun memiliki gejala kejiwaan, khususnya gejala afektif, lebih
menonjol jika dibandingkan dengan pasien yang lebih tua. Tahap akhir sCJD
umumnya ditandai dengan mutisme akinetik. Spastikitas dan myoclonus menjadi lebih
lazim. Beberapa pasien mengalami kejang. 33,45,46
Adapun ada gambaran klinis yang atipikal, yaitu kelainan saraf kranial dan
keterlibatan sistem saraf perifer. Gangguan respons pupil, neuropati trigeminal, dan
disfungsi vestibulocochlear semuanya telah dilaporkan dalam kasus yang terisolasi
tetapi tidak khas. Tanda dan gejala sensorik adalah presentasi klinis umum dalam
varian CJD (vCJD) tetapi jarang ditemukan dalam sCJD. Pasien dengan iCJD dari
cangkok dura mater yang terinfeksi telah mencatat memiliki frekuensi manifestasi
klinis yang tinggi yang berhubungan dengan penempatan anatomi cangkok.45,46,47
15
Selain dari gejala atipikal, terdapat juga subtype dari sCJD yang didefinisikan
berdasarkan temuan neurologis fokus yang mencerminkan keterlibatan dominan dari
wilayah otak individu. Contohnya termasuk bentuk dengan manifestasi klinis terutama
visual (varian Heidenhain), cerebellar (varian Oppenheimer-Brownell), thalamik, dan
striatal.46
2.5. Diagnosis
2.5.1. Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan dengan pasien yang memiliki demensia yang
progresif merusak dengan cepat termasuk brain magnetic resonance imaging (MRI),
electroencephalogram (EEG), and cerebrospinal fluid (CSF).
1. MRI
MRI otak sering menunjukkan intensitas sinyal tinggi di nukleus
kaudatus dan putamen bilateral pada T2-WI (T2-Weighted images). Diff
usion Weighted Imaging (DWI) paling sensitif, dimana pada 24% kasus, DWI
hanya menunjukkan hiperintensitas korteks; 68% abnormalitas korteks dan
subkorteks; dan 5% hanya anomali subkorteks. Keterlibatan talamus dapat
ditemukan pada sCJD (sporadic Creutzfeldt-Jakob), dapat lebih kuat dan
konstan daripada vCJD (variant Creutzfeldt-Jakob).48,49

16
Gambar 2.8 MRI
serial dari kasus
sCJD48,49

Gambar 2.8, yaitu kepala MRI dari seorang wanita berusia 34 tahun dengan
CJD sporadis yang terbukti secara patologis. T2 MRI yang pertama (Gambar A)
menunjukkan hiperintensi asimetris yang hampir tidak terlihat di caudate bilateral
dan putamen, lebih menonjol di sebelah kanan. MRI (DWI) tertimbang difusi awal
menunjukkan hiperintensi yang lebih jelas dalam caudate bilateral dan putamen,
sekali lagi lebih menonjol di sebelah kanan (Gambar B). DWI juga menunjukkan
sedikit hiperintensi di kortik lobus frontal medial (Gambar C). MRI dua minggu
kemudian menunjukkan intensitas sinyal yang lebih jelas dalam ganglia basal
bilateral pada T2 (Gambar D) dan terutama gambar FLAIR (Gambar G) dengan
perkembangan posterior karakteristik dan keterlibatan putamen. Gambar DWI
menunjukkan peningkatan intensitas sinyal di dalam ganglia basal kiri (Gambar E)
dan kortik lobus frontal medial (Gambar F), dengan keterlibatan baru lobus frontal

17
kanan posterior (Gambar F). Gambar FLAIR (Gambar H) menunjukkan intensitas
sinyal yang sedikit meningkat di lobus frontal medial dan mungkin di lobus frontal
kanan posterior, tetapi konspikuitas daerah abnormal ini lebih baik dihargai pada
gambar DWI yang sesuai (Gambar F)48,49

Gambar 2.9 MRI Pulvinar sign dan Hockey stick sign pada vCJD

(A) Gambar FLAIR normal pada tingkat ganglia basal menunjukkan


thalamus biasanya isointense atau sedikit hypointense relatif terhadap putamen.
Penampilan ini digambarkan dengan sebagian besar urutan, terutama urutan FLAIR.
(B) Tanda Pulvinar dari vCJD. Gambar FLAIR menunjukkan hiperintensi
yang ditandai dan simetris dari inti thalamik pulvinar (posterior). Dalam hal ini,
intensitas sinyal pulvinar dinilai sebagai kelas 4 oleh kedua pengamat.
(C) Tanda "Tongkat Hoki" dari vCJD. Gambar FLAIR menunjukkan
hiperintensi nuklir thalamik simetris dan dorsomedial. Kombinasi ini memberikan
penampilan "tongkat hoki" yang khas dan terlihat dalam 93% kasus dengan
pencitraan FLAIR.48,49
2. EEG
Pada EEG akan ditemukan periodic sharp wave complexes (PSWC).
Penampilan tipikal dari sCJD adalah 1/second periodic triphasic sharp wave
complex. Penampilan sharp wave complex dapat trifasik klasik, bifasik, or
mixed. EEG berhubungan dengan spikes yang independen dari penemuan

18
tradisional yaitu myoklonik jerking. Karakteristik EEG ini diobservasi
muncul sekitar 67%-95% dalam perjalanan penyakit pasien. Penemuan ini
merupakan suportif akan tetapi tidak definitif. 50 Kompleks gelombang tajam
berkala (PSWCs) karakteristik sCJD umumnya tidak terlihat di vCJD, kecuali
jarang pada tahap penyakit selanjutnya.56

Gambar 2.10 EEG pada sCJD50


3. Marker cerebrospinal fluid protein
a. Real-time quaking-induced conversion
Konversi real-time quaking-induced (RT-QuIC) adalah alat tes
dimana protein prion terkait penyakit (PrPSc) memulai transisi
konformasi yang cepat dalam protein prion rekominan (recPrP),
menghasilkan pembentukan amiloid yang dapat dipantau secara real
time.51

19
Gambar 2.11 Real-time quaking-induced conversion 51
b. 14-3-3protein
Deteksi protein 14-3-3 dalam CSF harus dianggap sebagai tes
suportif daripada tes diagnostik untuk diagnosis penyakit prion karena
penelitian sebelumnya telah melaporkan hasil campuran mengenai
sensitivitas dan kekhususannya. Satu studi sistematis melaporkan
sensitivitas keseluruhan 92 persen dan kekhususan 80 persen dalam
mendiagnosis sCJD. Kekhususan 80 persen dalam penyakit dengan
prevalensi serendah CJD berarti bahwa sebagian besar tes positif akan
mewakili positif palsu.52,53
c. Tau Protein
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa tingkat tau yang
ditinggikan (>1150 picogram / mL) memiliki akurasi dan kekhususan
yang unggul jika dibandingkan dengan protein 14-3-3 sebagai tes
diagnostik untuk CJD, meskipun kedua tes menghasilkan sejumlah
besar hasil negatif palsu dan positif palsu.54

20
Tabel 2.3 Perbandingan Sensitivitas dan specifitas marker CSF61
4. Tonsilar Biopsi
Pemeriksaan jaringan tonsillar untuk PrPSc adalah tes yang sangat berguna
untuk vCJD. Demonstrasi jaringan PrPSc membutuhkan pencernaan protease
sampel jaringan yang terbatas diikuti oleh western blotting. Analisis PrPSc
yang diekstrak dari jaringan biopsi amandel menggunakan teknik ini
tampaknya memberikan metode sensitif dan spesifik untuk diagnosis vCJD
dalam konteks klinis yang sesuai.57
5. Neuropatologis
Neuropatologi memberikan diagnosis definitif CJD, biopsi otak tidak
diperlukan pada sebagian besar pasien dan harus dilakukan terutama dengan
tujuan mengecualikan etiologi alternatif yang dapat diobati daripada
memberikan bukti pasti penyakit prion atau dengan tujuan untuk pendataan
epidemiologis yang dilakukan pada saat autopsi. Secara khusus, biopsi otak
umumnya tidak diperlukan dalam pengaturan hasil RT-QuIC positif,
mengingat kekhususannya yang tinggi untuk sCJD.77,78

Gejala Creutzfeldt-Jakob disebabkan oleh kematian sel saraf otak


berkelanjutan, yang dikaitkan dengan bertambahnya protein prion abnormal.
Di bawah mikroskop, tampak banyak lubang kecil akibat seluruh area sel
saraf mati. Kata ‘spongiform’ pada ensefalopati spongiform merujuk pada
kemunculan ‘pori’ pada jaringan otak.77,78

21
Gambar 2.12 Gambaran spongioform pada biopsi otak dibawah mikroskop78
2.5.2. Diagnosis
Kriteria untuk mendiagnosis CJD telah diusulkan yaitu, kriteria probable dengan
berdasarkan klinis dan laboratorium yang sesuai, sedangkan untuk diagnosis yang
definitif dibutuhkan konfirmasi neuropatologi dengan cara biopsy. Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) menguraikan dua kriteria untuk kemungkinan
sCJD:55
1. Gangguan neuropsikiatrik dengan tes konversi yang diinduksi quaking(RT-
QuIC) real-time positif, atau
2. Demensia progresif, dan
3. Setidaknya dua dari empat fitur klinis berikut:
a. Myoclonus
b. Gangguan visual atau cerebellar
c. Disfungsi piramida atau ekstrapiramidal
d. Mutisme akinetik
4. Temuan suportif pada satu atau beberapa tes berikut:
a. Sebuah elektroencephalogram khas (EEG; misalnya, kompleks
gelombang tajam berkala [PSWC]) selama penyakit dengan durasi apa
pun
b. Positif 14-3-3 cerebrospinal fluid (CSF) tes dengan durasi klinis
22
sampai mati kurang dari dua tahun
c. Magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan hiperintensi dalam
nukleus caudate/putamen dan/atau di setidaknya dua daerah kortikal
(temporal, parietal, dan oksipital) pada pencitraan bobot difusi (DWI)
atau pemulihan inversi pelemahan cairan (FLAIR)
5. Investigasi rutin tidak boleh menyarankan diagnosis alternatif

Tabel 2.4 Perjalanan Penyakit Creutzfeldt-Jakob70


Kemudian, kriteria diagnostik untuk vCJD berdasarkan gambaran klinis dan hasil
tes diagnostik telah dikembangkan dan divalidasi oleh CDC yaitu, 55
1. Definitif vCJD
Pemeriksaan neuropatologi dari jaringan otak dibutuhkan untuk
mendiagnsosis pasti CJD varian
a. Ditemukan banyak tipe kuru plak amyloid yang tersebar dengan
dikelilingi oleh vacuola dalam cerebellum dan cerebrum atau
disebut florid plak
b. Perubahan spongiform dan deposisi prion protein yang ekstensif
yang ditunjukkan oleh immunohistochemistry pada cerebellum
dan cerebrum
2. Probable vCJD (harus memenuhi semua kriteria)
a. Usia saat ini atau usia saat kematian <55 tahun (autopsi otak
dianjurkan, bagaimanapun, untuk semua kasus CJD yang
23
didiagnosis oleh dokter).
b. Gejala kejiwaan saat timbulnya penyakit dan / atau gejala sensorik
nyeri yang terus-menerus (nyeri terus menerus dan / atau
disestesia).
c. Demensia ≥4 bulan setelah penyakit timbul setidaknya dua dari
lima tanda neurologis berikut: koordinasi yang buruk, mioklonus,
korea, hiperrefleksia, atau tanda visual. (Jika ada gejala sensorik
nyeri yang persisten, keterlambatan ≥4 bulan dalam
perkembangan tanda neurologis tidak diperlukan).
d. EEG normal atau abnormal, tetapi bukan perubahan EEG
diagnostik yang sering terlihat pada CJD klasik.
e. Lama sakit lebih dari 6 bulan.
f. Investigasi rutin pada pasien tidak menyarankan diagnosis
alternatif non-CJD.
g. Tidak ada riwayat penerimaan hormon pertumbuhan hipofisis
manusia kadaver atau cangkok dura mater.
h. Tidak ada riwayat CJD pada relatif derajat pertama atau mutasi
gen protein prion pada pasien.
 Jika pasien saat dilakukan MRI ditemukan tanda tipikal
pulvinar bilateral yang khas, diagnosis CJD varian dapat
ditegakaan apabila terdapat gangguan neuropsikiatri
progresif, d, e, f, dan g dari kriteria di atas, dan empat dari
lima kriteria berikut: 1 ) gejala psikiatri dini (kecemasan,
apatis, delusi, depresi, penarikan diri); 2) gejala nyeri
sensoris yang persisten (nyeri terus menerus dan / atau
disestesia); 3) ataksia; 4) mioklonus atau chorea atau
dystonia; dan 5) demensia.
 Riwayat kemungkinan terpapar bovine spongiform
encephalopathy (BSE) seperti tempat tinggal atau
perjalanan ke negara yang terkena BSE setelah 1980
meningkatkan indeks kecurigaan untuk diagnosis CJD
varian.
24
25
Tabel 2.5 Perbandingan CJD klasik dan CJD varian55

2.6. Demensia pada penyakit Creutztfeld-Jakob


2.6.1 Demensia
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang
biasanya bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur
kortikal yang multiple (multiple higher cortical function), termasuk di dalamnya:
daya ingat, daya piker, orientasi, daya tangkap (comprehension), berhitung,
kemampuan belajar, berbahasa, dan daya nilai (judgment).
Umumnya disertai, dan ada kalanya diawali, dengan kemerosotan
(deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup.
Pedoman diagnostik demensia berdasarkan PPDGJ III antara lain:58
 Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai
mengganggu kegiatan harian seseorang (personal activities of daily
living) seperti : mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air
besar, dan kecil.
 Tidak ada gangguan kesadaran (clear consciousness)
 Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan

26
27
Tabel 2.6 Pedoman diagnostik demensia DSM IV dan DSM V59-60

2.6.2 Demensia pada Creutzfeldt-Jakob Disease


Pedoman Diagnostik pada demensia Creutzfeldt-Jakob Disease
berdasarkan PPDGJ III antara lain:58
1. Demensia yang progresif merusak
2. Penyakit pyramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus
3. Elektroensefalogram yang khas (trifasik)
Sedangkan kriteria diagnostic untuk Major or mild neurocognitive
disorder due to prion disease60
1. Kriteria untuk major atau minor neurocognitive disorder terpenuhi.
2. Ditemukan onset yang berbahaya dan progresif yang cepat dari
gangguan itu umum.
3. Ditemukan gambaran klinis motorik karena penyakit prion seperti
mioklonus atau ataxia, atau bukti biomarker.
4. Neurocognitive disorder tidak disebabkan karena gangguan medis
umum dan tidak dapat dijelaskan oleh gangguan mental lainnya.

2.6.3 Rapidly Progressive Dementia


Saat ini tidak ada definisi kasus yang diterima untuk apa yang merupakan
demensia yang cepat progresif. Beberapa studi menyatakan bahwa demensia
yang bermanifestasi dan berkembang dalam 2 tahun harus dianggap rapidly
28
progressive demensia63, sedangkan yang lain berpendapat bahwa defisit kognitif
yang mengikuti kursus waktu yang lebih cepat daripada demensia alzheimer atau
vaskular yang khas harus menimbulkan kecurigaan untuk sindrom demensia
yang cepat.64-66 Diagnosis diferensial untuk demensia yang cepat progresif cukup
luas dan terdiri dari etiologi penyakit menular, inflamasi, autoimun, neoplastik,
metabolisme, dan neurodegeneratif.64
Evaluasi klinis dari sindrom demensia yang dicurigai cepat progresif harus
dimulai dengan riwayat pasien menyeluruh yang berfokus pada manifestasi
gejala neurologis pertama dan menetapkan perjalanan waktu yang akurat
termasuk defisit baru.65,66,67
Dokter juga harus menanyakan tentang obat-obatan, terutama obat
antikolinerger dan benzodiazepin serta penggunaan obat terlarang dan konsumsi
alkohol. Sangat penting untuk mendapatkan sejarah jaminan dari teman dan
keluarga, serta tinjauan sistem yang berfokus pada sistem organ lain yang terkena
dampak. Ujian fisik harus fokus pada mengidentifikasi disfungsi otonom, tanda-
tanda ekstrapiramidal, faskriksi, dan myoclonus dan mengidentifikasi stigmata
penyakit metabolisme dan neoplastik.65,66,67
Ada sejumlah besar tes diagnostik yang dapat dimasukkan dalam workup
sindrom demensia yang cepat progresif. Seleksi dan waktu tes tambahan harus
dilakukan dengan cara yang bijaksana dan bijaksana. Delirium dan ensefalopati
menular dan metabolisme harus menjadi target penyelidikan awal. 64,65 Lapisan
pengujian berikutnya harus mencari etiologi autoimun dan neurodegeneratif.63,64
Akhirnya, pengujian dapat diperluas untuk mencari presentasi entitas penyakit
yang langka dan tidak biasa, termasuk infeksi atipikal, tergantung pada unsur-
unsur dalam riwayat dan paparan pasien serta hasil yang tidak normal dari tahap
penyelidikan sebelumnya.63,64
Investigasi harus dimulai dengan laboratorium rutin dan tes pencitraan yang
bertujuan mengidentifikasi kondisi umum yang dapat dibalik. 63,67 Jumlah darah
lengkap, elektrolit, elektrolit diperpanjang, B12, TSH, urinalisis, darah dan
budaya urin, rontgen dada, dan kepala CT harus dipesan di muka dalam evaluasi
pasien dengan kemungkinan demensia yang cepat progresif untuk membantu
membedakan demensia dari delirium.6,4,69 Lumbar puncture harus dilakukan dan
29
CSF harus dikirim untuk jumlah sel, bakteriologi, dan analisis biokimia untuk
menilai meningitis. CSF juga harus dikirim untuk 14-3-3, protein tau, dan EP-
QuIC (uji quaking titik akhir) untuk menilai penyakit CJD / prion. Otak MRI
dengan urutan FLAIR berguna untuk menilai penyebab autoimun,
neurodegeneratif, dan neoplastik dari demensia yang cepat progresif. Panel
antibodi paraneoplastik dan autoimun juga harus diuji. Electroencephalogram
(EEG) berguna untuk menilai penyakit prion dan neurodegeneratif.64,65,69

Gambar 2.13
Algoritma
pasien dengan Rapid
Progressive
Dementia71

30
Gambar 2.14 Algorithm rule out diagnosis in RPD71

Gambar 2.15 algoritma dari


rapid progressive dementia67

2.7. Diagnosis Banding


2.7.1 Delirium
31
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit
daripada yang ditunjukkan oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara
umum, delirium dibedakan dengan demensia oleh awitan yang cepat, durasi
yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya, eksaserbasi
gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang bermakna, dan
gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol.72
Tabel 2.7 Perbedaan klinis delirium dan Demensia.72
Gambaran Delirium Demensia
Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik
Awal cepat Lambat laun
Terdapat penyakit lain Biasanya penyakit otak
Sebab (infeksi, dehidrasi, kronik (alzaimer, demensia
guna/putus obat) vaskular)
Lamanya Berhari-hari/minggu Berbulan-bulan/tahunan
Perjalanan Sakit Naik turun Kronik progresif
Naik turun, terganggu
Taraf Kesadaran Orientasi Normal intak pada awalnya
periodik
Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tidak cemas
Alam Fikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Lamban. Inkoheren, Sulit menemukan istilah tepat
Bahasa Daya Ingat inadekuat, angka pendek Jangka pendek dan panjang
terganggu nyata terganggu
Halusinasi jarang terjadi
Persepsi Halusinasi (visual)
kecuali sundowning
Normal
Retardasi, agitasi, campuran
Psikomotor Tidur Sedikit terganggu siklus
Terganggu siklus tidurnya
tidurnya
Atensi dan Kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu
Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera
Catatan : pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium
yang bertumpang tindih dengan demensia adalah umum.

2.7.2 Demensia Vaskular


Tabel 2.8. Kriteria Diagnosis untuk Demensia Vaskuler59
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang bermanifestasi oleh baik
1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
32
untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
a. Afasia ( gangguan bahasa)
b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik utuh
d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan
yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan
bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks tendon dalam, respon
ekstensor palntar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu
ekstremitas) atau atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit
serebrovaskuler (misalnya infark multipel yang mengenai korteks dan subtannsia putih
dibawahnya) yang dianggap berhubungan secara etiologi dengan gangguan
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan pada ciri yang menonjol
Dengan delirium ; Jika delirium menumpang pada demensia
Dengan waham ; Jika waham merupakan ciri yang menonjol
Dengan mood depresi ; jika mood depresi ( termasuk gambaran yang memenuhi
kriteria gejala lengkap untuk episode depresif adalah ciri yang menonjol. Suatu
diagnosis terpisah gangguan mood karena kondisi medis umum tidak diberikan
Tanpa penyulit ; jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran
klinis sekarang
Sebutkan jika ;
Dengan gangguan perilaku
Catatan penulisan ; juga tuliskan kondisi serebrovaskuler pada aksis III

Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia pada penyakit


Creutzfeldt-Jakob disease dengan adanya perburukan penurunan status mental yang
33
menyertai penyakit serebrovaskuler seiring berjalannya waktu yang dibutikan pada
pemeriksaan penunjang. Meskipun hal tersebut adalah khas, kemerosotan yang bertahap
tersebut tidak secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala neurologis fokal lebih
sering ditemui pada demensia vaskuler daripada demensia demensia pada penyakit
Creutzfeldt-Jakob disease, dimana hal tersebut merupakan patokan adanya faktor risiko
penyakit serebrovaskuler.59
2.7.3 Demensia pada Alzheimer disease
Tabel 2.9. Kriteria untuk Diagnosis Klinis Penyakit Alzheimer 58,60

Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup:


- Demensia yang tidtegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan
pemeriksaan the mini-mental test,Blessed Dementia Scale,atau pemeriksaan
sejenis,dan dikonfirmasi oleh tes neuropsikologis
- Defisit pada dua atau lebih area kognitif
- Tidak ada gangguan kesadaran
- Awitan antara umur 40 dan 90,umunya setelah umur 65 tahun
- Tidak adanya kelinan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat menyebabkan
defisit progresif pada memori dan kognitif
Diagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh:
- Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik seperti afasia,apraksia,dan agnosia
- Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku
- Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama,terutama bila sudah dikonfirmasi
secara neuropatologi
- Hasil laboratorium yang menunjukkan
- Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standar
Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG,seperti peningkatan
atktivitas slow-wave
- Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan terdokumentasi
oleh pemeriksaan serial
Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit
Alzheimer,setelah mengeksklusi penyebab demensia selain penyakit Alzheimer:
- Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau)
- Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi,insomnia,inkontinensia,delusi,
halusinasi,verbal katastrofik,emosional,gangguan seksual,dan penurunan berat
badan
- Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien,terutama pada penyakit tahap
lanjut,seperti peningkatan tonus otot,mioklunus,dan gangguan melangkah
- Kejang pada penyakit yang lanjut
- Pemeriksaan CT normal untuk usianya
Gambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi tidak
cocok adalah:
- Onset yang mendadak dan apolectic
- Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis,gangguan sensorik,defisit
lapang pandang,dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit;dan kehang atau

34
gangguan melangkah pada saat awitan atau tahap awal perjalanan penyakit
Diagnosis possible penyakit Alzheimer:
- Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia,tanpa adanya gangguan neurologis
psikiatrik,atau sistemik alin yang dapat menyebabkan demensia,dan adandya
variasi pada awitan,gejala klinis,atau perjalanan penyakit
- Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup
untuk menyebabkan demensia,namun penyebab primernya bukan merupakan
penyabab demensia
Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah:
- Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer
- Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau atutopsi
Klasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat
gambaran khusus yang mungkin merupakan subtipe penyakit Alzheimer,seperti:
- Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama
- Awitan sebelum usia 65 tahun
- Adanya trisomi-21
- Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit Parkinson

Secara klasik, demensia pada penyakit Alzheimers dibedakan dengan demensia


pada penyakit Creutzfeldt-Jakob disease yaitu, perjalanan penyakit nya progresif namun
lambat dengan durasi nya lebih 2 tahun sedangkan pada CJD onset nya subakut. Pada
penyakit Alzheimer juga tidak disertai tanda keterlibatan cerebellum, gangguan visual,
dan tanda hiperkinetik. 58,60
2.7.4 Dementia lewy bodies
Dementia Lewy Body (DLB) merupakan tipe dementia yang penyebab
primernya adalah akibat deposit abnormal dari Lewy bodies di otak. Secara
umum, DLB merupakan penyakit yang berhubungan dengan deposit abnormal
dari protein alpha-synuclein di otak. Deposit tersebut dinamain Lewy bodies
yang akan mempengaruhi zat-zat kimia di otak, dimana nantinya akan
mengalami perubahan yang menimbulkan masalah dalam berpikir, bergerak,
berperilaku, dan mood.73,74
Fitur sentral (penting untuk Diagnosis)
Adanya Demensia yang dengan penurunan kognitif yang progresif dan
cukup berperan untuk mengganggu fungsi sosial atau pekerjaan. Pada awalnya
gangguan memori belum tentu terjadi tetapi biasanya berkembang dengan
progresif. Adanya defisit pada tes perhatian, fungsi eksekutif, dan kemampuan
visuospatial mungkin terjadi : 74,75

35
Fitur inti (2 atau lebih fitur inti = Probable DLB, 1 = Possible DLB)
 Kognisi yang berfluktuasi terutama perhatian dan kewaspadaan
 Halusisnasi visual yang berulang
 Parkinson spontan
Fitur sugestif (1 Fitur inti +1 Fitur sugestif = Probable DLB; 0 Fitur Core +1 atau
Lebih Fitur sugestif = Possible DLB)
 gangguan perilaku tidur REM
 Sensitivitas neuroleptik berat
 Pada pemeriksaan SPECT atau PET menunjukkan aktivitas transporter
dopamin yang rendah di ganglia basal
Fitur Pendukung
 Jatuh atau syncope berulang
 Penurunan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan
 Disfungsi Otonom
 Halusinasi tipe lainnya
 Systematized Delusion
 Depresi
 Adanya penyerapan yang rendah pada SPECT diffusion scan dengan
penurunan aktivitas pada occipital
 Adanya penyerapan yang rendah pada skintigrafi miokard
metaiodobenzylguanidine
 Adanya Aktivitas gelombang lambat yang prominent pada EEG, dengan
gelombang tajam sementara pada lobus temporal
Diagnosis DLB umumnya tidak dipertimbangkan apabila :
 Adanya tanda – tanda stroke sebagai tanda neurologis fokal atau pada
brain imaging
 Adanya tanda – tanda penyakit fisik lainnya
 Jika gejala parkinson hanya muncul pertama kali pada dementia berat.74,75
Secara klasik, dementia Lewy Bodies dibedakan dengan demensia pada
penyakit Creutzfeldt-Jakob disease yaitu, dari fitur sentral yang dimiliki
DLB kognisi berulang, visual halusinasi, dan parkonisme spontan . Pada
36
DLB juga tidak disertai tanda keterlibatan cerebellum, gangguan visual,
dan tanda hiperkinetik.74,75

Gambar 2.16 Clinical Overlap antara CJD, AD, DLB76

37
Gambar 2.17 Algoritma diagnosis banding demensia dengan kekakuan dan mioklonus76

2.8. Tatalaksana
Belom ditemukan pengobatan yang efektif untuk CJD, yang semua tipe akan berujung
fatal. Kematian biasanya terjadi dalam satu tahun timbul gejala, dengan durasi perjalanan
penyakit rata-rata enam bulan.79
2.8.1 Tatalaksana supportif dan simptomatik
Tidak ada pengobatan yang efektif yang telah diidentifikasi untuk penyakit
prion manusia, yang secara universal fatal. Pengobatan untuk pasien dengan
penyakit prion adalah pengobatan yang bersifat supprotif antara lain:80,81
1. Komunikasi awal dan efektif dengan keluarga. Penyediaan materi
pendidikan yang berdasarkan bukti terkini mungkin sangat
membantu dalam kasus CJD sporadis (sCJD), karena diagnosis
mungkin tidak asing bagi pasien dan keluarga. Sumber dari materi
38
ini dapat diperoleh dari perkumpulan CJD Foundation.
Perkumpulan ini juga bagus agar para keluarga pasien dan pasien
dapat saling mendukung dan belajar cara menghadapi penyakit ini
dengan bersama.
2. Rujukan layanan sosial untuk mengkoordinasikan kebutuhan
perawatan, mengatur evaluasi hospis, dan menasihati keluarga
tentang masalah akhir kehidupan dan keuangan. Rujukan sesuai
pada saat diagnosis. Banyak pasien dengan CJD bekerja pada saat
timbulnya penyakit dan mungkin memenuhi syarat untuk
pembayaran disabilitas. Di Amerika Serikat, CJD adalah salah satu
penyakit yang memungkinkan kelayakan "jalur cepat" untuk
manfaat.
3. Penilaian kapasitas dan kompetensi berkaitan dengan perawatan
kesehatan dan keputusan keuangan.
Pengobatan simptomatik untuk pasien dengan penyakit prion antara
lain:80,81
1. Pengobatan untuk gejala yang berhubungan dengan psikosis dapat
diterapi seperti agitasi dan agregasi pada pasien dementia dapat
diberikan antipsikotik. Pada meta analisis dari 16 RCT (n=5110)
akan efek dari antipsikotik atipikal (risperidone, quetiapine,
olanzapine dan aripiprazole) terhadap agitasi dan agregasi pada
demensia, hasilnya efikasi obat nya dapat digunakan untuk
mengobati gejala agitasi tersebut. Guideline NICE menyimpulkan
bahwa quetiapine (50-100 mg/hari) dapat digunakan pada gejala
non kognitif demensia. Obat kurang tepat diberikan pada kondisi
berikut : wandering, restlessness dan perilaku agitasi yang tidak
membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Pada kasus perilaku
yang tidak diprediksi akan membahayakan, peresepan medikasi bila
diperlukan dapat dilakukan. Meski demikian terapi tidak boleh
diberikan lebih dari dua kali sehari tanpa penilaian penyebab atau
pengembangan rencana perawatan yang tepat. 80,81

39
2. Myoclonus pada CJD merupakan jenis kortikal mioklonus. Dalam
kortikal mioklonus, terapi yang ditujukan untuk meningkatkan
proses penghambatan yang kekurangan dalam korteks
sensorimotor, maka dari itu diberikan benzodiazepin (misalnya,
clonazepam) serta obat antiseizure tertentu seperti levetiracetam
dan valproate. Clonazepam biasanya dimulai pada 0,25 mg dua kali
sehari dan secara bertahap meningkat menjadi dosis harian total 1,5
hingga 3 mg yang diberikan dalam dua hingga tiga dosis yang
dibagi. Dosis clonazepam mulai dari 6 hingga setinggi 12 mg setiap
hari sering diperlukan tetapi harus diperkenalkan secara perlahan.
Efek samping yang paling umum dari clonazepam adalah
mengantuk, pusing, kelelahan, dan sedasi. Ini kadang-kadang dapat
disanalkan dengan menyesuaikan dosis. Pengurangan mendadak
atau penarikan clonazepam dapat menyebabkan eksaserbasi
myoclonus dan kejang penarikan. Asam valproic diperkenalkan
perlahan, mulai dari 15 mg/kg setiap hari dalam tiga dosis yang
dibagi. Ini dapat ditingkatkan sebesar 5 hingga 10 mg/kg per hari
setiap minggu sesuai kebutuhan. Dosis terapeutik biasanya dalam
kisaran 1200 hingga 2000 mg setiap hari. Selama perawatan awal
dengan asam valproic, gangguan pencernaan sementara dapat
terjadi, kadang-kadang dengan mual dan muntah, dan lebih jarang
dengan sakit perut dan diare. Efek samping lain dari valproate
termasuk kenaikan berat badan, obesitas, rambut rontok, memar
mudah, dan tremor. Levetiracetam dimulai pada 500 hingga 1000
mg setiap hari yang diberikan dalam dua dosis yang dibagi. Ini
dapat di-titrated oleh 1000 mg setiap dua minggu sesuai kebutuhan,
hingga 3000 mg setiap hari. Jika ditoleransi dengan baik dan
responsnya suboptimal, dosis harian maksimum 4000 mg dapat
dicoba. Dosis levetiracetam terapeutik untuk myoclonus biasanya
berkisar antara 1000 hingga 3000 mg setiap hari. Peristiwa buruk
yang paling umum terkait dengan levetiracetam adalah kelelahan,
somnolence, dan pusing. Sebagian besar peristiwa buruk adalah
40
intensitas ringan hingga sedang dan biasanya terjadi selama fase
titrasi awal.80,81
3. Perawatan dengan inhibitor kolinsterase atau antagonis reseptor N-
metil-D-aspartat (NMDA) tidak diharapkan berguna dalam sCJD
dan tidak diberikan. Penggunaan pengobatan anti-dementia dalam
demensia lanjutan perlu disesuaikan tujuan perawatan. Pasien
dengan demensia lanjutan sering mengalami masalah menelan, dan
menghentikan obat yang tidak perlu dapat meningkatkan kualitas
hidup dan mengurangi efek samping. Ada bukti yang sangat
terbatas untuk mendukung pemberian obat demensia termasuk
inhibitor kolinsterase (yaitu, donepezil, rivastigmine, dan
galantamine) atau memantine (antagonis reseptor N-metil-D-
aspartat) pada pasien dengan demensia lanjutan pada tahap Global
Deterioration Scale (GDS).80,81
4. Aspek lain dari perawatan pasien dengan demensia lanjutan yaitu,
a. Masalah intake makanan
Timbulnya dan perkembangan masalah makan adalah
ciri khas dari demensia lanjutan, dan dukungan nutrisi
adalah keputusan pengobatan yang paling umum dihadapi
oleh proksi pasien dengan demensia lanjutan [29]. Penyebab
dan evaluasi - Penyebab utama masalah makan pada pasien
dengan demensia lanjutan adalah disphagia oral
(bermanifestasi dengan mengantongi atau meludah
makanan), disphagia faring (yang dapat mengakibatkan
menelan dan aspirasi tertunda, sering menyebabkan
pneumonia aspirasi), dan ketidakmampuan untuk
melakukan tugas makan. Depresi, sementara sulit
didiagnosis dalam demensia lanjutan, juga dapat
bermanifestasi sebagai tidak tertarik pada makanan atau
penolakan untuk makan. Meskipun upaya konservatif untuk
meningkatkan asupan oral, pasien demensia paling lanjut
akan terus memiliki masalah makan pada tahap akhir
41
penyakit mereka. Ada dua opsi utama dalam situasi ini:
pemberian makan oral terus-terusan dengan tangan, atau
penempatan tabung makan jangka panjang (yaitu tabung
gastrostomi endoskopi perkutan [PEG]).80,81
b. Infeksi dan demam
Infeksi dan demam sangat umum terjadi pada demensia
lanjutan. Saluran pernapasan dan saluran kemih masing-
masing menyumbang sekitar satu setengah setengah dan
sepertiga dari semua infeksi yang dicurigai, masing-masing.
Penilaian pasien demensia lanjutan untuk UTI menjamin
pertimbangan khusus, karena mereka cukup sering terjadi
dan alasan paling umum untuk penyalahgunaan
antimikroba.
2.8.2 Tatalaksana eksperimental
Perawatan investigasi — Sejumlah terapi potensial telah diselidiki di
CJD. Meskipun terhambat oleh keterbatasan studi termasuk populasi pasien
heterogen dan ukuran uji coba kecil, penelitian ini belum menunjukkan efek
pengobatan termasuk peningkatan gejala atau kelangsungan hidup yang lebih
lama. Terapi yang diselidiki telah mencakup:84,85,86,87,88,89,90
1. Flupirtine - Dalam sebuah studi Eropa, 28 pasien dengan CJD secara acak
ditugaskan untuk pengobatan dengan flupirtine atau plasebo. Perawatan
flupirtine dimulai pada 100 mg per hari, dan meningkat selama tiga hari
menjadi dosis pemeliharaan 300 hingga 400 mg per hari, yang
dilanjutkan untuk durasi perawatan median 29 hari. Tidak ada efek
signifikan dari pengobatan flupirtine pada waktu bertahan hidup
dibandingkan dengan plasebo. Namun, pasien yang diobati dengan
flupirtine berkinerja secara signifikan lebih baik di bagian kognitif
Alzheimer Disease Assessment Scale-Cognitive Subscale (ADAS-Cog).
Pasien yang dirawat flupirtine juga melakukan lebih baik pada
Pemeriksaan Kondisi Mental Mini, tetapi perbedaannya tidak mencapai
signifikansi statistik. Kesan pengasuh juga secara signifikan lebih baik
dalam kelompok yang dirawat flupirtine.
42
2. Polisulfat Pentosan - Polisulfat Pentosan (PPS) adalah mimetik heparin
yang dianggap mengganggu konversi PrPC ke PrPSc. Karena tidak
melintasi penghalang darah -otak, itu harus diberikan secara
intraventrikular. Sebuah studi observasional Britania Raya yang
memeriksa penggunaan PPS pada beberapa penyakit prion menunjukkan
waktu bertahan hidup yang lebih lama dari yang diharapkan pada
beberapa pasien. Demikian pula, sebuah penelitian yang dilakukan di
Jepang menunjukkan kemungkinan peningkatan waktu bertahan hidup
dalam beberapa kasus. Namun, tidak ada peningkatan dalam fitur klinis
yang dinyatakan dalam studi, dan pengobatan rumit oleh efusi subdural
yang sering. Perawatan ini umumnya tidak dipertimbangkan saat ini.
3. Quinacrine - Studi observasional dan dua uji coba acak tidak menemukan
manfaat kelangsungan hidup secara keseluruhan untuk quinacrine baik
untuk sCJD atau varian CJD (vCJD). Namun, satu uji coba pada 54
pasien dengan sCJD memang menunjukkan penurunan yang lebih lambat
dalam dua bulan pertama perawatan pada dua dari tiga variabel kognitif
dalam sCJD.
4. Doxycycline - Dalam satu uji coba 121 pasien dengan CJD, tidak ada
manfaat bertahan hidup yang diamati untuk perawatan dengan
doxycycline. Dalam meta-analisis berikutnya yang mencakup sebagian
besar data observasional, sedikit peningkatan waktu bertahan hidup
dalam kelompok pengobatan doxycycline diamati (rasio bahaya [SDM]
0,63, 95% CI 0,402-0,999), terutama jika diberikan di awal kursus
penyakit pada beberapa subjek. Mengingat manfaat klinis yang tidak jelas
dari penelitian ini, doxycycline umumnya tidak secara rutin diresepkan.
Uji klinis yang memeriksa kemungkinan menggunakan doxycycline
sebagai pengobatan profilaksis untuk pembawa mutasi asimptomatik dari
mutasi fatal familial insomnia (FFI) saat ini sedang berlangsung.

43
Gambar 2.18 Terapi Simptomatik 84,85

2.9. Prognosis
Prognosis biasanya sangat jelek. Demensia total biasanya terjadi dalam 6 bulan,
penderita menjadi benar-benar tidak mampu merawat diri. Dalam waktu singkat penyakit ini
fatal, biasanya dalam 7 bulan. Kematian biasanya terjadi akibat infeksi, gagal jantung atau
kegagalan pernafasan. Beberapa penderita bertahan hidup sampai 1-2 tahun setelah
terdiagnosis.69

44
Gambar 2.19 Prognosis CJD69

BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan
Penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD) adalah penyakit prion manusia yang paling sering,
meskipun masih jarang terjadi. CJD adalah penyakit prion yang paling umum; asal-usul
protein prion dalam sCJD tidak dianggap diperoleh. Kerusakan mental yang cepat progresif,
45
seringkali dengan kelainan perilaku, dan myoclonus adalah dua manifestasi klinis kardinal
sCJD. CJD dibedakan dari penyebab demensia yang lebih umum dengan kursus yang cepat
progresif dengan gangguan myoclonus dan kiprah yang menonjol. Etiologi autoimun,
menular, ganas, dan beracun-metabolisme lainnya harus dipertimbangkan dalam diagnosis
diferensial. Presentasi klinis yang khas, pengecualian penyebab lain, dan penguatkan temuan
pada pencitraan resonansi magnetik otak (MRI), elektroencephalography (EEG), dan cairan
serebrospinal (CSF) cukup dalam banyak kasus untuk menetapkan CJD sebagai diagnosis
kemungkinan. Sementara pemeriksaan neuropati adalah tes standar emas, biopsi otak sering
tidak perlu. Namun, otopsi penting untuk mendiagnosis penyakit prion secara definitif dan
menentukan jenisnya. Ini sangat penting untuk pengawasan dan dapat diatur melalui
program otopsi yang didanai Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Pusat
Pengawasan Patologi Penyakit Prion Nasional. Tidak ada pengobatan yang efektif untuk
CJD, yang seragam fatal. Kematian biasanya terjadi dalam satu tahun timbul gejala.
Perawatan suportif dan tanpa gejala disarankan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Zabel MD, Reid C. A brief history of prions. Pathog Dis. 2015;73(9).


2. Atalay FÖ, Tolunay Ş, Özgün G, Bekar A, Zarifoğlu M. Creutzfeldt-Jakob disease: report of
four cases and review of the literature. Turk Patoloji Derg. 2015;31(2):148-52.
3. Manuelidis L, Yu ZX, Barquero N, Mullins B. Cells infected with scrapie and Creutzfeldt-
Jakob disease agents produce intracellular 25-nm virus-like particles”. Proc. National Acad. Sci.
46
2007; 104 (6): 1975-0. PMID 17267596.
4. Questions and answers: Creutzfeldt-Jakob disease infection-control practices. Infection control
practices/CJD (Creutzfeldt-Jakob disease, classic). Centers for Disease Control and Prevention;
2007 January 4.
5. Ladogana A, Puopolo M, Croes EA, et al. Mortality from Creutzfeldt-Jakob disease and related
disorders in Europe, Australia, and Canada. Neurology 2005; 64:1586.
6. Brown P, Cathala F, Raubertas RF, et al. The epidemiology of Creutzfeldt-Jakob disease:
conclusion of a 15-year investigation in France and review of the world literature. Neurology
1987; 37:895.
7. Monreal J, Collins GH, Masters CL, et al. Creutzfeldt-Jakob disease in an adolescent. J Neurol
Sci 1981; 52:341.
8. Silva R, Findlay C, Awad I, et al. Creutzfeldt-Jakob disease in the elderly. Postgrad Med J
1997; 73:557.
9. Johnson RT, Gonzalez RG, Frosch MP. Case records of the Massachusetts General Hospital.
Case 27-2005. An 80-year-old man with fatigue, unsteady gait, and confusion. N Engl J Med
2005; 353:1042.
10. Maddox RA, Holman RC, Belay ED, et al. Creutzfeldt-Jakob disease among American Indians
and Alaska Natives in the United States. Neurology 2006; 66:439.
11. Gibbons RV, Holman RC, Belay ED, Schonberger LB. Creutzfeldt-Jakob disease in the United
States: 1979-1998. JAMA 2000; 284:2322.
12. Ladogana A, Puopolo M, Poleggi A, et al. High incidence of genetic human transmissible
spongiform encephalopathies in Italy. Neurology 2005; 64:1592.
13. Klug GM, Wand H, Simpson M, et al. Intensity of human prion disease surveillance predicts
observed disease incidence. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2013; 84:1372.
14. International O. Report of a WHO Consultation on Medicinal and other Products in Relation to
Human and Animal Transmissible Spongiform Encephalopathoies With the participation of the
Office International des Epizooties. 1997;(March).
15. Farmer PM, Kane WC, Hollenberg-Sher J. Incidence of Creutzfeldt-Jakob disease in Brooklyn
and Staten Island. N Engl J Med 1978; 298:283.
16. Will RG, Matthews WB. Evidence for case-to-case transmission of Creutzfeldt-Jakob disease. J
Neurol Neurosurg Psychiatry 1982; 45:235.
17. Collins S, Boyd A, Fletcher A, et al. Creutzfeldt-Jakob disease cluster in an Australian rural
47
city. Ann Neurol 2002; 52:115.
18. Linsell L, Cousens SN, Smith PG, et al. A case-control study of sporadic Creutzfeldt-Jakob
disease in the United Kingdom: analysis of clustering. Neurology 2004; 63:2077.
19. Klug GM, Wand H, Boyd A, et al. Enhanced geographically restricted surveillance simulates
sporadic Creutzfeldt-Jakob disease cluster. Brain 2009; 132:493.
20. McKintosh E, Tabrizi SJ, Collinge J. Prion diseases. J Neurovirol 2003; 9:183.
21. Sy MS, Gambetti P, Wong BS. Human prion diseases. Med Clin North Am 2002; 86:551.
22. Manix, M., Kalakoti, P., Henry, M., Thakur, J., Menger, R., Guthikonda, B., & Nanda, A.
(2015). Creutzfeldt-Jakob disease: updated diagnostic criteria, treatment algorithm, and the
utility of brain biopsy. Neurosurgical focus, 39(5), E2.
23. Soto C. Prion hypothesis: the end of the controversy?. Trends Biochem Sci. 2011;36(3):151-
158. doi:10.1016/j.tibs.2010.11.001
24. Meiner Z, Gabizon R, Prusiner SB. Familial Creutzfeldt-Jakob disease. Codon 200 prion
disease in Libyan Jews. Medicine (Baltimore) 1997; 76:227.
25. Brown P, Gálvez S, Goldfarb LG, et al. Familial Creutzfeldt-Jakob disease in Chile is
associated with the codon 200 mutation of the PRNP amyloid precursor gene on chromosome
20. J Neurol Sci 1992; 112:65.
26. Kovács GG, László L, Bakos A, et al. Increased incidence of genetic human prion disease in
Hungary. Neurology 2005; 65:1666.
27. Brown, P., Brandel, J. P., Preece, M., & Sato, T. (2006). Iatrogenic Creutzfeldt-Jakob disease:
the waning of an era. Neurology, 67(3), 389–393.
28. Heath CA, Barker RA, Esmonde TF, et al. Dura mater-associated Creutzfeldt-Jakob disease:
experience from surveillance in the UK. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2006; 77:880.
29. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Update: Creutzfeldt-Jakob disease
associated with cadaveric dura mater grafts--Japan, 1978-2008. MMWR Morb Mortal Wkly
Rep 2008; 57:1152.
30. Collins S, Law MG, Fletcher A, et al. Surgical treatment and risk of sporadic Creutzfeldt-Jakob
disease: a case-control study. Lancet 1999; 353:693.
31. Wientjens DP, Davanipour Z, Hofman A, et al. Risk factors for Creutzfeldt-Jakob disease: a
reanalysis of case-control studies. Neurology 1996; 46:1287.
32. Minikel EV, Vallabh SM, Lek M, et al. Quantifying prion disease penetrance using large
population control cohorts. Sci Transl Med. 2016;8(322):322ra9.
48
33. Appleby BS, Appleby KK, Rabins PV. Does the presentation of Creutzfeldt-Jakob disease vary
by age or presumed etiology? A meta-analysis of the past 10 years. J Neuropsychiatry Clin
Neurosci. 2007;19(4):428-435.
34. Rutala WA, Weber DJ, Society for Healthcare Epidemiology of America. Guideline for
disinfection and sterilization of prion-contaminated medical instruments. Infect Control Hosp
Epidemiol 2010; 31:107.
35. Haywood AM. Transmissible spongiform encephalopathies. N Engl J Med 1997; 337:1821.
36. Krasnianski A, Bohling GT, Heinemann U, et al. Neuropsychological Symptoms in Sporadic
Creutzfeldt-Jakob Disease Patients in Germany. J Alzheimers Dis 2017; 59:329.
37. Rabinovici GD, Wang PN, Levin J, et al. First symptom in sporadic Creutzfeldt-Jakob disease.
Neurology 2006; 66:286.
38. Krasnianski A, Bohling GT, Harden M, Zerr I. Psychiatric symptoms in patients with sporadic
Creutzfeldt-Jakob disease in Germany. J Clin Psychiatry 2015; 76:1209.
39. Meissner B, Körtner K, Bartl M, et al. Sporadic Creutzfeldt-Jakob disease: magnetic resonance
imaging and clinical findings. Neurology 2004; 63:450.
40. Landolt HP, Glatzel M, Blättler T, et al. Sleep-wake disturbances in sporadic Creutzfeldt-Jakob
disease. Neurology 2006; 66:1418.
41. Thompson A, MacKay A, Rudge P, et al. Behavioral and psychiatric symptoms in prion
disease. Am J Psychiatry 2014; 171:265.
42. Rabinovici GD, Wang PN, Levin J, et al. First symptom in sporadic Creutzfeldt-Jakob disease.
Neurology 2006; 66:286.
43. Noguchi-Shinohara M, Hamaguchi T, Kitamoto T, et al. Clinical features and diagnosis of dura
mater graft associated Creutzfeldt Jakob disease. Neurology 2007; 69:360.
44. Will RG. Acquired prion disease: iatrogenic CJD, variant CJD, kuru. Br Med Bull 2003;
66:255.
45. Boesenberg C, Schulz-Schaeffer WJ, Meissner B, et al. Clinical course in young patients with
sporadic Creutzfeldt-Jakob disease. Ann Neurol 2005; 58:533.
46. Appleby BS, Appleby KK, Crain BJ, et al. Characteristics of established and proposed sporadic
Creutzfeldt-Jakob disease variants. Arch Neurol 2009; 66:208.
47. Sakai K, Hamaguchi T, Noguchi-Shinohara M, et al. Graft-related disease progression in dura
mater graft-associated Creutzfeldt-Jakob disease: a cross-sectional study. BMJ Open 2013;
3:e003400.
49
48. Schröter A, Zerr I, Henkel K, et al. Magnetic resonance imaging in the clinical diagnosis of
Creutzfeldt-Jakob disease. Arch Neurol 2000; 57:1751.
49. Finkenstaedt M, Szudra A, Zerr I, et al. MR imaging of Creutzfeldt-Jakob disease. Radiology
1996; 199:793.
50. Steinhoff BJ, Zerr I, Glatting M, et al. Diagnostic value of periodic complexes in Creutzfeldt-
Jakob disease. Ann Neurol 2004; 56:702.
51. Green AJE, Zanusso G. Prion protein amplification techniques. Handb Clin Neurol 2018;
153:357.
52. Hsich G, Kenney K, Gibbs CJ, et al. The 14-3-3 brain protein in cerebrospinal fluid as a marker
for transmissible spongiform encephalopathies. N Engl J Med 1996; 335:924.
53. Zerr I, Bodemer M, Gefeller O, et al. Detection of 14-3-3 protein in the cerebrospinal fluid
supports the diagnosis of Creutzfeldt-Jakob disease. Ann Neurol 1998; 43:32.
54. Hamlin C, Puoti G, Berri S, et al. A comparison of tau and 14-3-3 protein in the diagnosis of
Creutzfeldt-Jakob disease. Neurology 2012; 79:547.
55. CDC's Diagnostic Criteria for Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD), 2010
http://www.cdc.gov/ncidod/dvrd/cjd/diagnostic_criteria.html (Accessed on June 07, 2011).
56. Yamada M, Variant CJD Working Group, Creutzfeldt-Jakob Disease Surveillance Committee,
Japan. The first Japanese case of variant Creutzfeldt-Jakob disease showing periodic
electroencephalogram. Lancet 2006; 367:874.
57. Hill AF, Zeidler M, Ironside J, Collinge J. Diagnosis of new variant Creutzfeldt-Jakob disease
by tonsil biopsy. Lancet 1997; 349:99.
58. DEPKES. RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III(PPDGJ-III).
Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI.2000.
59. American Psychiatric Association Diagnostic and Statistical Manual, 4th ed, APA Press,
Washington, DC 1994.
60. American Psychiatric Association Diagnostic and Statistical Manual, Fifth Edition (DSM-5),
American Psychiatruc Assocation, Arlington, VA2013.
61. Atarashi R, Sano K, Satoh K, Nishida N. Real-time quaking-induced conversion: a highly
sensitive assay for prion detection. Prion. 2011;5(3):150-153.
62. Clinical and Pathologic Characteristics Distinguishing Classic CJD from Variant CJD. Centers
for Disease Control and Prevention.2020.
63. G. S. Day and D. F. Tang-Wai, “When dementia progresses quickly: a practical approach to the
50
diagnosis and management of rapidly progressive dementia,” Neurodegenerative Disease
Management, vol. 4, no. 1, pp. 41–56, 2014.
64. M. H. Rosenbloom and A. Atri, “The evaluation of rapidly progressive dementia,” Neurologist,
vol. 17, no. 2, pp. 67–74, 2011.
65. R. W. Paterson, L. T. Takada, and M. D. Geschwind, “Diagnosis and treatment of rapidly
progressive dementias,” Neurology Clinical Practice, vol. 2, no. 3, pp. 187–200, 2012.
66. B. Trikamji, C. Hamlin, and K. J. Baldwin, “A rare case of rapidly progressive dementia with
elevated RT-QuIC and negative 14-3-3 and tau proteins,” Prion, vol. 10, no. 3, pp. 262–264,
2016.
67. M. D. Geschwind, “Rapidly progressive dementia,” Continuum, vol. 22, no. 2, pp. 510–537,
2016.
68. R. W. Patterson, C. Charles, A. L. Kuo et al., “Differential diagnosis of Jakob-Creutzfeldt
disease,” Archives of Neurology, vol. 69, no. 12, pp. 1578–1582, 2012.
69. B. S. Appleby and C. G. Lyketsos, “Rapidly progressive dementias and the treatment of human
prion diseases,” Expert Opinion on Pharmacotherapy, vol. 12, no. 1, pp. 1–12, 2011.
70. Knight R. Creutzfeldt-Jakob disease: A rare cause of dementiain elderly persons. Clin. Infect.
Dis. 2006; 43: 340–346.2.
71. Geschwind MD, Haman A, Miller BL. Rapidly progressive dementia. Neurol Clin.
2007;25(3):783-vii.
72. Jorm AF, Fratiglioni L, Winblad B. Differential diagnosis in dementia. Principal components
analysis of clinical data from a population survey. Arch Neurol 1993; 50:72.
73. Snyder, L et al. Lewy Body Dementia: Information for patients, families, and Professionals.
National Institute of Healths: National Institute on Aging Alzheimer’s Disease Education and
Referral Center, National Institute of Neurological Disorders and Stroke. United States of
America.2013.
74. Byrne, J. Lewy body dementia. Journal of the Royal Society of Medicine. 1997; 90(32) : 12-13.
75. McKeith, I. Dementia with Lewy Bodies. Dialogues in clinical Neuroscience.2004;6(3) : 333-
341.
76. Tschampa HJ, Neumann M, Zerr I, et alPatients with Alzheimer's disease and dementia with
Lewy bodies mistaken for Creutzfeldt-Jakob diseaseJournal of Neurology, Neurosurgery &
Psychiatry  2001;71:33-39.
77. Bosque PJ. Prion diseases. In: Goldman L, Schafer AI, editors. Cecil medicine. 24th ed.
51
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2011: chap. 424.
78. DeKosky ST, Kaufer DI, Hamilton RL, Wolk DA, Lopez OL. The dementias. In: Bradley WG,
Daroff RB, Fenichel GM, Jankovic J, editors. Neurology in clinical practice. 5th ed.
Philadelphia, Pa: Butterworth-Heinemann Elsevier; 2008: chap. 70.
79. Heinemann U, Krasnianski A, Meissner B, et al. Creutzfeldt-Jakob disease in Germany: a
prospective 12-year surveillance. Brain 2007; 130:1350.
80. Stewart LA, Rydzewska LH, Keogh GF, Knight RS. Systematic review of therapeutic
interventions in human prion disease. Neurology 2008; 70:1272.
81. Appleby BS, Yobs DR. Symptomatic treatment, care, and support of CJD patients. Handb Clin
Neurol 2018; 153:399.
82. Kavirajan H, Schneider L. Efficacy and adverse effects of cholinesterase inhibitors and
memantine in vascular dementia: a meta-analysis of randomised controlled trials. Lancet
Neurology. 2007;6:782-92.
83. Kavirajan H, Schneider L. Efficacy and adverse effects of cholinesterase inhibitors and
memantine in vascular dementia: a meta-analysis of randomised controlled trials. Lancet
Neurology. 2007;6:782-92.
84. Otto M, Cepek L, Ratzka P, et al. Efficacy of flupirtine on cognitive function in patients with
CJD: A double-blind study. Neurology 2004; 62:714.
85. Bone I, Belton L, Walker AS, Darbyshire J. Intraventricular pentosan polysulphate in human
prion diseases: an observational study in the UK. Eur J Neurol 2008; 15:458.
86. Tsuboi Y, Doh-Ura K, Yamada T. Continuous intraventricular infusion of pentosan polysulfate:
clinical trial against prion diseases. Neuropathology 2009; 29:632.
87. Haïk S, Brandel JP, Salomon D, et al. Compassionate use of quinacrine in Creutzfeldt-Jakob
disease fails to show significant effects. Neurology 2004; 63:2413.
88. Collinge J, Gorham M, Hudson F, et al. Safety and efficacy of quinacrine in human prion
disease (PRION-1 study): a patient-preference trial. Lancet Neurol 2009; 8:334.
89. Geschwind MD, Kuo AL, Wong KS, et al. Quinacrine treatment trial for sporadic Creutzfeldt-
Jakob disease. Neurology 2013; 81:2015.
90. Haïk S, Marcon G, Mallet A, et al. Doxycycline in Creutzfeldt-Jakob disease: a phase 2,
randomised, double-blind, placebo-controlled trial. Lancet Neurol 2014; 13:150.

52

Anda mungkin juga menyukai