Disusun oleh:
Bagus Aldi Hariyoga
01073190042
Pembimbing:
Dr. dr. Dharmady Agus, Sp. KJ
1
Daftar Isi
JUDUL ............................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.........................................................................................................................2
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………………….….3
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................44
2
Daftar Singkatan
AS : Amerika Serikat
AD : Alzheimer’s Disease
EEG : Electroencephalogram
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pada tahun 1920, patologis Hans Gerhard Creutzfeldt dan Alfons Maria Jakob
menjelaskan sebuah penyakit neurologi manusia dari etiologi yang tidak diketahui
etiologinya yang akan menjadi topik diskusi dari komunitas sciens sepanjang 60 tahun
kedepan.1 CJD (Creutzfeldt Jakob Disease) adalah penyakit fatal, menular dan
neurodegenerative pada manusia yang disebabkan oleh protein yang menimbulkan infeksi
secara lambat disebut prion. Hal ini terjadi di seluruh dunia dan memiliki prevalensi secara
secara sekitar 1 kematian dalam 1 juta populasi per tahunnya. Angka kematian dari CJD
adalah 100% yang sporadic CJD menjadi yang paling sering. Selain dari sporadic CJD ada 3
tipe lian yaitu, family, iatrogenic dan variant. Penyakit ini merupakan bentuk Transmissable
Spongiform Encephalopathy di manusia.2
2.2. Epidemiologi
Creutzfeldt Jakob merupakan penyakit prion yang paling umum pada manusia yang
memiliki insidensi kasus baru sebesar 1:1.000.000 orang, biasanya antara usia 45-75 tahun,
kebanyakan muncul pada usia 60-65 tahun dengan rata-rata timbulnya penyakit sekitar usia
62 tahun. Hal yang perlu diperhatikan ini merupakan insidensi kasus baru yang bukan angka
kejadian sebenarnya. Sebagai perumpaaan penduduk Ohio ada 10,5 juta orang artinya aka
nada 2,5 kasus baru per tahunnya sehingga tidak mengherankan apabila ada 13 kasus aktif di
ohio dalam satu waktu. 1-9 Tidak ada predileksi gender untuk CJD. Pada Amerika Serikat,
insiden CJD tampaknya lebih rendah di Amerika Afrika, Indian Amerika, dan penduduk asli
Alaska dibandingkan dengan populasi kulit putih namun, pengamatan ini mungkin tidak
valid dan banyak bias karena persebaran data nya yang tidak normal.10,11 Insiden CJD
meningkat 30 hingga 100 kali lipat di wilayah geografis tertentu termasuk wilayah Afrika
Utara, Israel, Italia, dan Slowakia, terutama pada kelompok gCJD (genetic Creutzfeldt Jakob
Disease).12 Intensitas metode pengawasan nasional juga mempengaruhi insiden CJD yang
dilaporkan, serta penyakit prion lainnya.13
Berdasarkan CDC (Centers for disease Control):4
5
Insidensi kasus baru Creutzfeldt-Jakob di dunia terjadi pada 1:1.000.000 penduduk
per tahun dengan 1:6.000-10.000 kematian di Amerika Serikat (AS) per tahunnya.
Atas dasar survey kematian antara 1979-1994, insidens Creutzfeldt-Jakob tahunan
tetap stabil sekitar 1 kasus per juta jiwa di Amerika Serikat.
Di AS, kematian akibat Creutzfeldt-Jakob pada orang di bawah 30 tahun jarang
terjadi (kurang dari 5 kematian per milyar per tahun).
Penyakit ini paling banyak ditemukan pada usia 55-65 tahun, namun dapat terjadi
pada usia lebih dari 90 tahun dan kurang dari 55 tahun.
6
Gambar 2.1 Warna hijau tua menunjukkan negara dengan kasus varian Creutzfeldt–Jakob yang
terkonfirmasi, warna hijau muda adalah negara dengan kasus Bovine Spongiform Encephalopathy
Populasi dari Indonesia sekitar 200 juta orang dan Negara ini memiliki 80 EEG
department. Namun, belum ada laporan mengenai penemuan kasus CJD ini di Indonesia.14
7
mengubah secara 3 dimensi struktur protein ini sehingga menjadikannya tidak
sampai lama kelamaan akan muncul gejala klasik penyakit prion yang mencakup
penyakit Creutzfeldt-Jakob dikarenakan kematian dari sel neuron.22
8
biasanya terjadi di usia pertengahan dan tua dan biasanya memengaruhi
pasien berumur 70 tahun. Tidak memiliki gejala spesifik pada awal
penyakit ini.2,5
Klaster kecil kasus sCJD telah dilaporkan. 15-17 Sebuah studi dengan
metode retrospektif case control dari semua kasus sCJD dari 1990 hingga
1998 di Inggris menyimpulkan bahwa kasus-kasus CJD memiliki tempat
tinggal yang saling berdekatan walaupun tidak diketahui mekanisme yang
menyebabkan pengelompokkan kasus ini sehingga timbul asumsi bahwa
beberapa kasus sCJD dapat disebabkan oleh paparan faktor eksternal
umum.18 Namun, signifikansi klaster yang mungkin ini masih belum jelas.
Hasil dari satu analisis statistik menunjukkan bahwa kluster yang jelas ini
dapat dihasilkan dari intensitas pengawasan yang lebih tinggi di wilayah
geografis lokal.19
2.3.2.2. Genetic Creutzfeldt Jakob Disease (gCJD)
Tipe ini disebut juga Familial CJD (fCJD) disebabkan karena
terjadinya mutasi pada gen yang mengkode prion protein. Prevalensi
gCJD sekitar 15% dari semua kasus CJD.2 Dalam fCJD, terjadi missense
mutasi berhubungan dengan subtitusi dari lysine menjadi glutamine di
codon 200 merupakan hal yang paling sering terjadi pada prion protein
(PRNP) dan hal ini telah diobservasi pada banyak daerah termasuk Libya,
Chile, dan Hungary.24-2
9
Gambar 2.4 Genetic Prion Disease20
10
sebelumnya, terutama pada onset umurnya yaitu muncul di usia muda,
berlangsung lamanya gejala psikiatri dan tidak adanya presentasi yang khas
pada EEG. Penyebab dari tipe ini juga dikarenakan dari mengkonsumsi
daging hewan ternak yang terinfeksi spongiform encephalopathy.2 vCJD
sama seperti iCJD umumnya menyumbang kurang dari 1 persen dari total
kasus CJD.5
11
Gambar 2.5 Trent kematian vCJD
12
Gambar 2.6 Persebaran CJD pada usia33
Dalam hal ini, orang yang berusia lansia akan lebih mudah terkena tipe yang sCJD
dan orang yang berusia muda akan lebih mudah untuk terkena vCJD. 33
13
Jakob.32
16
Gambar 2.8 MRI
serial dari kasus
sCJD48,49
Gambar 2.8, yaitu kepala MRI dari seorang wanita berusia 34 tahun dengan
CJD sporadis yang terbukti secara patologis. T2 MRI yang pertama (Gambar A)
menunjukkan hiperintensi asimetris yang hampir tidak terlihat di caudate bilateral
dan putamen, lebih menonjol di sebelah kanan. MRI (DWI) tertimbang difusi awal
menunjukkan hiperintensi yang lebih jelas dalam caudate bilateral dan putamen,
sekali lagi lebih menonjol di sebelah kanan (Gambar B). DWI juga menunjukkan
sedikit hiperintensi di kortik lobus frontal medial (Gambar C). MRI dua minggu
kemudian menunjukkan intensitas sinyal yang lebih jelas dalam ganglia basal
bilateral pada T2 (Gambar D) dan terutama gambar FLAIR (Gambar G) dengan
perkembangan posterior karakteristik dan keterlibatan putamen. Gambar DWI
menunjukkan peningkatan intensitas sinyal di dalam ganglia basal kiri (Gambar E)
dan kortik lobus frontal medial (Gambar F), dengan keterlibatan baru lobus frontal
17
kanan posterior (Gambar F). Gambar FLAIR (Gambar H) menunjukkan intensitas
sinyal yang sedikit meningkat di lobus frontal medial dan mungkin di lobus frontal
kanan posterior, tetapi konspikuitas daerah abnormal ini lebih baik dihargai pada
gambar DWI yang sesuai (Gambar F)48,49
Gambar 2.9 MRI Pulvinar sign dan Hockey stick sign pada vCJD
18
tradisional yaitu myoklonik jerking. Karakteristik EEG ini diobservasi
muncul sekitar 67%-95% dalam perjalanan penyakit pasien. Penemuan ini
merupakan suportif akan tetapi tidak definitif. 50 Kompleks gelombang tajam
berkala (PSWCs) karakteristik sCJD umumnya tidak terlihat di vCJD, kecuali
jarang pada tahap penyakit selanjutnya.56
19
Gambar 2.11 Real-time quaking-induced conversion 51
b. 14-3-3protein
Deteksi protein 14-3-3 dalam CSF harus dianggap sebagai tes
suportif daripada tes diagnostik untuk diagnosis penyakit prion karena
penelitian sebelumnya telah melaporkan hasil campuran mengenai
sensitivitas dan kekhususannya. Satu studi sistematis melaporkan
sensitivitas keseluruhan 92 persen dan kekhususan 80 persen dalam
mendiagnosis sCJD. Kekhususan 80 persen dalam penyakit dengan
prevalensi serendah CJD berarti bahwa sebagian besar tes positif akan
mewakili positif palsu.52,53
c. Tau Protein
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa tingkat tau yang
ditinggikan (>1150 picogram / mL) memiliki akurasi dan kekhususan
yang unggul jika dibandingkan dengan protein 14-3-3 sebagai tes
diagnostik untuk CJD, meskipun kedua tes menghasilkan sejumlah
besar hasil negatif palsu dan positif palsu.54
20
Tabel 2.3 Perbandingan Sensitivitas dan specifitas marker CSF61
4. Tonsilar Biopsi
Pemeriksaan jaringan tonsillar untuk PrPSc adalah tes yang sangat berguna
untuk vCJD. Demonstrasi jaringan PrPSc membutuhkan pencernaan protease
sampel jaringan yang terbatas diikuti oleh western blotting. Analisis PrPSc
yang diekstrak dari jaringan biopsi amandel menggunakan teknik ini
tampaknya memberikan metode sensitif dan spesifik untuk diagnosis vCJD
dalam konteks klinis yang sesuai.57
5. Neuropatologis
Neuropatologi memberikan diagnosis definitif CJD, biopsi otak tidak
diperlukan pada sebagian besar pasien dan harus dilakukan terutama dengan
tujuan mengecualikan etiologi alternatif yang dapat diobati daripada
memberikan bukti pasti penyakit prion atau dengan tujuan untuk pendataan
epidemiologis yang dilakukan pada saat autopsi. Secara khusus, biopsi otak
umumnya tidak diperlukan dalam pengaturan hasil RT-QuIC positif,
mengingat kekhususannya yang tinggi untuk sCJD.77,78
21
Gambar 2.12 Gambaran spongioform pada biopsi otak dibawah mikroskop78
2.5.2. Diagnosis
Kriteria untuk mendiagnosis CJD telah diusulkan yaitu, kriteria probable dengan
berdasarkan klinis dan laboratorium yang sesuai, sedangkan untuk diagnosis yang
definitif dibutuhkan konfirmasi neuropatologi dengan cara biopsy. Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) menguraikan dua kriteria untuk kemungkinan
sCJD:55
1. Gangguan neuropsikiatrik dengan tes konversi yang diinduksi quaking(RT-
QuIC) real-time positif, atau
2. Demensia progresif, dan
3. Setidaknya dua dari empat fitur klinis berikut:
a. Myoclonus
b. Gangguan visual atau cerebellar
c. Disfungsi piramida atau ekstrapiramidal
d. Mutisme akinetik
4. Temuan suportif pada satu atau beberapa tes berikut:
a. Sebuah elektroencephalogram khas (EEG; misalnya, kompleks
gelombang tajam berkala [PSWC]) selama penyakit dengan durasi apa
pun
b. Positif 14-3-3 cerebrospinal fluid (CSF) tes dengan durasi klinis
22
sampai mati kurang dari dua tahun
c. Magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan hiperintensi dalam
nukleus caudate/putamen dan/atau di setidaknya dua daerah kortikal
(temporal, parietal, dan oksipital) pada pencitraan bobot difusi (DWI)
atau pemulihan inversi pelemahan cairan (FLAIR)
5. Investigasi rutin tidak boleh menyarankan diagnosis alternatif
26
27
Tabel 2.6 Pedoman diagnostik demensia DSM IV dan DSM V59-60
Gambar 2.13
Algoritma
pasien dengan Rapid
Progressive
Dementia71
30
Gambar 2.14 Algorithm rule out diagnosis in RPD71
34
gangguan melangkah pada saat awitan atau tahap awal perjalanan penyakit
Diagnosis possible penyakit Alzheimer:
- Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia,tanpa adanya gangguan neurologis
psikiatrik,atau sistemik alin yang dapat menyebabkan demensia,dan adandya
variasi pada awitan,gejala klinis,atau perjalanan penyakit
- Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup
untuk menyebabkan demensia,namun penyebab primernya bukan merupakan
penyabab demensia
Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah:
- Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer
- Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau atutopsi
Klasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat
gambaran khusus yang mungkin merupakan subtipe penyakit Alzheimer,seperti:
- Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama
- Awitan sebelum usia 65 tahun
- Adanya trisomi-21
- Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit Parkinson
35
Fitur inti (2 atau lebih fitur inti = Probable DLB, 1 = Possible DLB)
Kognisi yang berfluktuasi terutama perhatian dan kewaspadaan
Halusisnasi visual yang berulang
Parkinson spontan
Fitur sugestif (1 Fitur inti +1 Fitur sugestif = Probable DLB; 0 Fitur Core +1 atau
Lebih Fitur sugestif = Possible DLB)
gangguan perilaku tidur REM
Sensitivitas neuroleptik berat
Pada pemeriksaan SPECT atau PET menunjukkan aktivitas transporter
dopamin yang rendah di ganglia basal
Fitur Pendukung
Jatuh atau syncope berulang
Penurunan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan
Disfungsi Otonom
Halusinasi tipe lainnya
Systematized Delusion
Depresi
Adanya penyerapan yang rendah pada SPECT diffusion scan dengan
penurunan aktivitas pada occipital
Adanya penyerapan yang rendah pada skintigrafi miokard
metaiodobenzylguanidine
Adanya Aktivitas gelombang lambat yang prominent pada EEG, dengan
gelombang tajam sementara pada lobus temporal
Diagnosis DLB umumnya tidak dipertimbangkan apabila :
Adanya tanda – tanda stroke sebagai tanda neurologis fokal atau pada
brain imaging
Adanya tanda – tanda penyakit fisik lainnya
Jika gejala parkinson hanya muncul pertama kali pada dementia berat.74,75
Secara klasik, dementia Lewy Bodies dibedakan dengan demensia pada
penyakit Creutzfeldt-Jakob disease yaitu, dari fitur sentral yang dimiliki
DLB kognisi berulang, visual halusinasi, dan parkonisme spontan . Pada
36
DLB juga tidak disertai tanda keterlibatan cerebellum, gangguan visual,
dan tanda hiperkinetik.74,75
37
Gambar 2.17 Algoritma diagnosis banding demensia dengan kekakuan dan mioklonus76
2.8. Tatalaksana
Belom ditemukan pengobatan yang efektif untuk CJD, yang semua tipe akan berujung
fatal. Kematian biasanya terjadi dalam satu tahun timbul gejala, dengan durasi perjalanan
penyakit rata-rata enam bulan.79
2.8.1 Tatalaksana supportif dan simptomatik
Tidak ada pengobatan yang efektif yang telah diidentifikasi untuk penyakit
prion manusia, yang secara universal fatal. Pengobatan untuk pasien dengan
penyakit prion adalah pengobatan yang bersifat supprotif antara lain:80,81
1. Komunikasi awal dan efektif dengan keluarga. Penyediaan materi
pendidikan yang berdasarkan bukti terkini mungkin sangat
membantu dalam kasus CJD sporadis (sCJD), karena diagnosis
mungkin tidak asing bagi pasien dan keluarga. Sumber dari materi
38
ini dapat diperoleh dari perkumpulan CJD Foundation.
Perkumpulan ini juga bagus agar para keluarga pasien dan pasien
dapat saling mendukung dan belajar cara menghadapi penyakit ini
dengan bersama.
2. Rujukan layanan sosial untuk mengkoordinasikan kebutuhan
perawatan, mengatur evaluasi hospis, dan menasihati keluarga
tentang masalah akhir kehidupan dan keuangan. Rujukan sesuai
pada saat diagnosis. Banyak pasien dengan CJD bekerja pada saat
timbulnya penyakit dan mungkin memenuhi syarat untuk
pembayaran disabilitas. Di Amerika Serikat, CJD adalah salah satu
penyakit yang memungkinkan kelayakan "jalur cepat" untuk
manfaat.
3. Penilaian kapasitas dan kompetensi berkaitan dengan perawatan
kesehatan dan keputusan keuangan.
Pengobatan simptomatik untuk pasien dengan penyakit prion antara
lain:80,81
1. Pengobatan untuk gejala yang berhubungan dengan psikosis dapat
diterapi seperti agitasi dan agregasi pada pasien dementia dapat
diberikan antipsikotik. Pada meta analisis dari 16 RCT (n=5110)
akan efek dari antipsikotik atipikal (risperidone, quetiapine,
olanzapine dan aripiprazole) terhadap agitasi dan agregasi pada
demensia, hasilnya efikasi obat nya dapat digunakan untuk
mengobati gejala agitasi tersebut. Guideline NICE menyimpulkan
bahwa quetiapine (50-100 mg/hari) dapat digunakan pada gejala
non kognitif demensia. Obat kurang tepat diberikan pada kondisi
berikut : wandering, restlessness dan perilaku agitasi yang tidak
membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Pada kasus perilaku
yang tidak diprediksi akan membahayakan, peresepan medikasi bila
diperlukan dapat dilakukan. Meski demikian terapi tidak boleh
diberikan lebih dari dua kali sehari tanpa penilaian penyebab atau
pengembangan rencana perawatan yang tepat. 80,81
39
2. Myoclonus pada CJD merupakan jenis kortikal mioklonus. Dalam
kortikal mioklonus, terapi yang ditujukan untuk meningkatkan
proses penghambatan yang kekurangan dalam korteks
sensorimotor, maka dari itu diberikan benzodiazepin (misalnya,
clonazepam) serta obat antiseizure tertentu seperti levetiracetam
dan valproate. Clonazepam biasanya dimulai pada 0,25 mg dua kali
sehari dan secara bertahap meningkat menjadi dosis harian total 1,5
hingga 3 mg yang diberikan dalam dua hingga tiga dosis yang
dibagi. Dosis clonazepam mulai dari 6 hingga setinggi 12 mg setiap
hari sering diperlukan tetapi harus diperkenalkan secara perlahan.
Efek samping yang paling umum dari clonazepam adalah
mengantuk, pusing, kelelahan, dan sedasi. Ini kadang-kadang dapat
disanalkan dengan menyesuaikan dosis. Pengurangan mendadak
atau penarikan clonazepam dapat menyebabkan eksaserbasi
myoclonus dan kejang penarikan. Asam valproic diperkenalkan
perlahan, mulai dari 15 mg/kg setiap hari dalam tiga dosis yang
dibagi. Ini dapat ditingkatkan sebesar 5 hingga 10 mg/kg per hari
setiap minggu sesuai kebutuhan. Dosis terapeutik biasanya dalam
kisaran 1200 hingga 2000 mg setiap hari. Selama perawatan awal
dengan asam valproic, gangguan pencernaan sementara dapat
terjadi, kadang-kadang dengan mual dan muntah, dan lebih jarang
dengan sakit perut dan diare. Efek samping lain dari valproate
termasuk kenaikan berat badan, obesitas, rambut rontok, memar
mudah, dan tremor. Levetiracetam dimulai pada 500 hingga 1000
mg setiap hari yang diberikan dalam dua dosis yang dibagi. Ini
dapat di-titrated oleh 1000 mg setiap dua minggu sesuai kebutuhan,
hingga 3000 mg setiap hari. Jika ditoleransi dengan baik dan
responsnya suboptimal, dosis harian maksimum 4000 mg dapat
dicoba. Dosis levetiracetam terapeutik untuk myoclonus biasanya
berkisar antara 1000 hingga 3000 mg setiap hari. Peristiwa buruk
yang paling umum terkait dengan levetiracetam adalah kelelahan,
somnolence, dan pusing. Sebagian besar peristiwa buruk adalah
40
intensitas ringan hingga sedang dan biasanya terjadi selama fase
titrasi awal.80,81
3. Perawatan dengan inhibitor kolinsterase atau antagonis reseptor N-
metil-D-aspartat (NMDA) tidak diharapkan berguna dalam sCJD
dan tidak diberikan. Penggunaan pengobatan anti-dementia dalam
demensia lanjutan perlu disesuaikan tujuan perawatan. Pasien
dengan demensia lanjutan sering mengalami masalah menelan, dan
menghentikan obat yang tidak perlu dapat meningkatkan kualitas
hidup dan mengurangi efek samping. Ada bukti yang sangat
terbatas untuk mendukung pemberian obat demensia termasuk
inhibitor kolinsterase (yaitu, donepezil, rivastigmine, dan
galantamine) atau memantine (antagonis reseptor N-metil-D-
aspartat) pada pasien dengan demensia lanjutan pada tahap Global
Deterioration Scale (GDS).80,81
4. Aspek lain dari perawatan pasien dengan demensia lanjutan yaitu,
a. Masalah intake makanan
Timbulnya dan perkembangan masalah makan adalah
ciri khas dari demensia lanjutan, dan dukungan nutrisi
adalah keputusan pengobatan yang paling umum dihadapi
oleh proksi pasien dengan demensia lanjutan [29]. Penyebab
dan evaluasi - Penyebab utama masalah makan pada pasien
dengan demensia lanjutan adalah disphagia oral
(bermanifestasi dengan mengantongi atau meludah
makanan), disphagia faring (yang dapat mengakibatkan
menelan dan aspirasi tertunda, sering menyebabkan
pneumonia aspirasi), dan ketidakmampuan untuk
melakukan tugas makan. Depresi, sementara sulit
didiagnosis dalam demensia lanjutan, juga dapat
bermanifestasi sebagai tidak tertarik pada makanan atau
penolakan untuk makan. Meskipun upaya konservatif untuk
meningkatkan asupan oral, pasien demensia paling lanjut
akan terus memiliki masalah makan pada tahap akhir
41
penyakit mereka. Ada dua opsi utama dalam situasi ini:
pemberian makan oral terus-terusan dengan tangan, atau
penempatan tabung makan jangka panjang (yaitu tabung
gastrostomi endoskopi perkutan [PEG]).80,81
b. Infeksi dan demam
Infeksi dan demam sangat umum terjadi pada demensia
lanjutan. Saluran pernapasan dan saluran kemih masing-
masing menyumbang sekitar satu setengah setengah dan
sepertiga dari semua infeksi yang dicurigai, masing-masing.
Penilaian pasien demensia lanjutan untuk UTI menjamin
pertimbangan khusus, karena mereka cukup sering terjadi
dan alasan paling umum untuk penyalahgunaan
antimikroba.
2.8.2 Tatalaksana eksperimental
Perawatan investigasi — Sejumlah terapi potensial telah diselidiki di
CJD. Meskipun terhambat oleh keterbatasan studi termasuk populasi pasien
heterogen dan ukuran uji coba kecil, penelitian ini belum menunjukkan efek
pengobatan termasuk peningkatan gejala atau kelangsungan hidup yang lebih
lama. Terapi yang diselidiki telah mencakup:84,85,86,87,88,89,90
1. Flupirtine - Dalam sebuah studi Eropa, 28 pasien dengan CJD secara acak
ditugaskan untuk pengobatan dengan flupirtine atau plasebo. Perawatan
flupirtine dimulai pada 100 mg per hari, dan meningkat selama tiga hari
menjadi dosis pemeliharaan 300 hingga 400 mg per hari, yang
dilanjutkan untuk durasi perawatan median 29 hari. Tidak ada efek
signifikan dari pengobatan flupirtine pada waktu bertahan hidup
dibandingkan dengan plasebo. Namun, pasien yang diobati dengan
flupirtine berkinerja secara signifikan lebih baik di bagian kognitif
Alzheimer Disease Assessment Scale-Cognitive Subscale (ADAS-Cog).
Pasien yang dirawat flupirtine juga melakukan lebih baik pada
Pemeriksaan Kondisi Mental Mini, tetapi perbedaannya tidak mencapai
signifikansi statistik. Kesan pengasuh juga secara signifikan lebih baik
dalam kelompok yang dirawat flupirtine.
42
2. Polisulfat Pentosan - Polisulfat Pentosan (PPS) adalah mimetik heparin
yang dianggap mengganggu konversi PrPC ke PrPSc. Karena tidak
melintasi penghalang darah -otak, itu harus diberikan secara
intraventrikular. Sebuah studi observasional Britania Raya yang
memeriksa penggunaan PPS pada beberapa penyakit prion menunjukkan
waktu bertahan hidup yang lebih lama dari yang diharapkan pada
beberapa pasien. Demikian pula, sebuah penelitian yang dilakukan di
Jepang menunjukkan kemungkinan peningkatan waktu bertahan hidup
dalam beberapa kasus. Namun, tidak ada peningkatan dalam fitur klinis
yang dinyatakan dalam studi, dan pengobatan rumit oleh efusi subdural
yang sering. Perawatan ini umumnya tidak dipertimbangkan saat ini.
3. Quinacrine - Studi observasional dan dua uji coba acak tidak menemukan
manfaat kelangsungan hidup secara keseluruhan untuk quinacrine baik
untuk sCJD atau varian CJD (vCJD). Namun, satu uji coba pada 54
pasien dengan sCJD memang menunjukkan penurunan yang lebih lambat
dalam dua bulan pertama perawatan pada dua dari tiga variabel kognitif
dalam sCJD.
4. Doxycycline - Dalam satu uji coba 121 pasien dengan CJD, tidak ada
manfaat bertahan hidup yang diamati untuk perawatan dengan
doxycycline. Dalam meta-analisis berikutnya yang mencakup sebagian
besar data observasional, sedikit peningkatan waktu bertahan hidup
dalam kelompok pengobatan doxycycline diamati (rasio bahaya [SDM]
0,63, 95% CI 0,402-0,999), terutama jika diberikan di awal kursus
penyakit pada beberapa subjek. Mengingat manfaat klinis yang tidak jelas
dari penelitian ini, doxycycline umumnya tidak secara rutin diresepkan.
Uji klinis yang memeriksa kemungkinan menggunakan doxycycline
sebagai pengobatan profilaksis untuk pembawa mutasi asimptomatik dari
mutasi fatal familial insomnia (FFI) saat ini sedang berlangsung.
43
Gambar 2.18 Terapi Simptomatik 84,85
2.9. Prognosis
Prognosis biasanya sangat jelek. Demensia total biasanya terjadi dalam 6 bulan,
penderita menjadi benar-benar tidak mampu merawat diri. Dalam waktu singkat penyakit ini
fatal, biasanya dalam 7 bulan. Kematian biasanya terjadi akibat infeksi, gagal jantung atau
kegagalan pernafasan. Beberapa penderita bertahan hidup sampai 1-2 tahun setelah
terdiagnosis.69
44
Gambar 2.19 Prognosis CJD69
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD) adalah penyakit prion manusia yang paling sering,
meskipun masih jarang terjadi. CJD adalah penyakit prion yang paling umum; asal-usul
protein prion dalam sCJD tidak dianggap diperoleh. Kerusakan mental yang cepat progresif,
45
seringkali dengan kelainan perilaku, dan myoclonus adalah dua manifestasi klinis kardinal
sCJD. CJD dibedakan dari penyebab demensia yang lebih umum dengan kursus yang cepat
progresif dengan gangguan myoclonus dan kiprah yang menonjol. Etiologi autoimun,
menular, ganas, dan beracun-metabolisme lainnya harus dipertimbangkan dalam diagnosis
diferensial. Presentasi klinis yang khas, pengecualian penyebab lain, dan penguatkan temuan
pada pencitraan resonansi magnetik otak (MRI), elektroencephalography (EEG), dan cairan
serebrospinal (CSF) cukup dalam banyak kasus untuk menetapkan CJD sebagai diagnosis
kemungkinan. Sementara pemeriksaan neuropati adalah tes standar emas, biopsi otak sering
tidak perlu. Namun, otopsi penting untuk mendiagnosis penyakit prion secara definitif dan
menentukan jenisnya. Ini sangat penting untuk pengawasan dan dapat diatur melalui
program otopsi yang didanai Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Pusat
Pengawasan Patologi Penyakit Prion Nasional. Tidak ada pengobatan yang efektif untuk
CJD, yang seragam fatal. Kematian biasanya terjadi dalam satu tahun timbul gejala.
Perawatan suportif dan tanpa gejala disarankan.
DAFTAR PUSTAKA
52