Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN EKSIM”

DOSEN PENGAMPU :

Usastiawaty C.A.S Isnainy,Ns.,M.Kes

DISUSUN OLEH KELOMPOK 10:

Idfy Dwi Prayogo 20320021

Muhammad Rafli 20320038

Ni Wayan Oktavia Anjani 21320026P

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2022

KATA PENGANTAR
1
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang. Penulis
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayahnya kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “EKSIM”.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada:


1. Ibu Usastiawati C.A.S Isnainy, Ns.,M.Kes dosen pengampu Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
2. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan baik moril mau pun materil.
3. Teman-teman sekelas yang telah menyumbangkan banyak ide terhadap makalah ini.
4. Dan pihak-pihak lain yang telah membantu.

Terlepas dari semua itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segisusunan kalimat maupun tatabahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka Penulis
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar Penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata Penulis berharap semoga makalah tentang “EKSIM” ini dapat memberikan manfaat
mau pun inspirasi terhadap pembaca.

Bandar lampung, September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................................. 1

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 4

A. RIVEIW SINGKAT ANATOMI,FISIOLOGI SYSTEM INTEGUMEN 4


...........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 14

B. TEORI PENYAKIT ...................................................................................... 14

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................................... 22

C. PENGKAJIAN SISTEM INTEGUMEN ...................................................... 22


D. PENGKAJIAN DAN PEMERIKSAAN FISIK ........................................... 22
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN ....................................................................24
F. INDIKATOR KEBERHASILAN (NOC) .....................................................24
G. INTERVENSI KEPERAWATAN ................................................................25
H. EVALUASI KEPERAWATAN .....................................................................26
I. DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN .........................................27
J. PERENCANAAN PULANG .........................................................................27

BAB IV PENUTUP ...........................................................................................................28

A. KESIMPULAN ..............................................................................................28
B. SARAN ............................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...29

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Review Singkat
 Anatomi
Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu : epidermis (kulit ari), dermis (kulit jangat atau
korium) dan lapisan subkutan/hipodermis
1. Epidermis
Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar. Epidermis merupakan lapisan
teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda : 400-600 μm untuk
kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit
selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga
tersusun atas lapisan:
a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis.
Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanosit menyintesis
dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap rangsangan hormon hipofisis
anterior, hormon perangsang melanosit (melanocyte stimulating hormone, MSH).
Melanosit merupakan sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi
pigmen melanin yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melanin, semakin
gelap warnanya.. Melanin diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dengan
demikian akan melindungi seseorang terhadap efek pancaran cahaya ultraviolet
dalam sinar matahari yang berbahaya.
b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang, yang
merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan antigen
kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan penting dalam
imunologi kulit.Sel-sel imun yang disebut sel Langerhans terdapat di seluruh
epidermis. Sel Langerhans mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang
masuk ke kulit dan membangkitkan suatu serangan imun. Sel Langerhans mungkin
bertanggungjawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit displastik dan
neoplastik. Sel Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-sarah simpatis ,

4
yang mengisyaratkan adanya hubungan antara sistem saraf dan kemampuan kulit
melawan infeksi atau mencegah kanker kulit. Stres dapat memengaruhi fungsi sel
Langerhans dengan meningkatkan rangsang simpatis. Radiasi ultraviolet dapat
merusak sel Langerhans, mengurangi kemampuannya mencegah kanker.
c. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan
berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.
d. Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam
sebagai berikut:
1. Stratum Korneum /lapisan tanduk, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti
dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin. Lapisan ini merupakan lapisan terluar
dimana eleidin berubah menjadi keratin yang tersusun tidak teratur sedangkan
serabut elastis dan retikulernya lebih sedikit sel-sel saling melekat erat.
2. Stratum Lucidum tidak jelas terlihat dan bila terlihat berupa lapisan tipis yang
homogen, terang jernih, inti dan batas sel tak terlihat. Stratum lucidum terdiri dari
protein eleidin. Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah sel-sel
sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali
dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki
3. Stratum Granulosum/ lapisan keratohialin, terdiri atas 2-4 lapis sel poligonal
gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran sel
terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi perekat antar sel, yang bekerja
sebagai penyaring selektif terhadap masuknya materi asing, serta menyediakan
efek pelindung pada kulit.
4. Stratum Spinosum/ stratum malphigi / pickle cell layer, tersusun dari beberapa
lapis sel di atas stratum basale. Sel pada lapisan ini berbentuk polihedris dengan
inti bulat/lonjong. Pada sajian mikroskop tampak mempunyai tonjolan sehingga
tampak seperti duri yang disebut spina dan terlihat saling berhubungan dan di
dalamnya terdapat fibril sebagai intercellular bridge.Sel-sel spinosum saling
terikat dengan filamen; filamen ini memiliki fungsi untuk mempertahankan
kohesivitas (kerekatan) antar sel dan melawan efek abrasi. Dengan demikian, sel-
sel spinosum ini banyak terdapat di daerah yang berpotensi mengalami gesekan
seperti telapak kaki.

5
5. Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada epidermis
(berbatasan dengan dermis), tersusun dari selapis sel-sel pigmen basal , berbentuk
silindris dan dalam sitoplasmanya terdapat melanin. Pada lapisan basal ini
terdapat sel-sel mitosis.

Ket :
A: Melanosit
B: Sel Langerhans
C: Sel Merkel
D:Nervanda
1. Stratum Korneum
2. Stratum Lucidum
3. Stratum Granulosum
4. Stratum Spinosum
5. Basal membran

Gambar : struktur epidermis


2. Dermis
Lapisan yang mempunyai ketebalan 4kali lipat dari lapisan epidermis (kira-kira
0.25-2.55mm ketebalannya) tersusun dari jaringan penghubung dan penyokong lapisan
epidermis dan mengikatkannya pada lapisan dalam hipodermis. Lapisan ini terbagi atas :
a. Lapisan papilari,
Merupakan lapisan tipis dan terdiri dari jaringan penghubung yang
longgar menghubungkan lapisan epidermis kelapisan subcutis, banyak
terdapat sel mast dan sel makrofag yang diperlukan untuk
menghancurkan mikroorganisme yang menembus lapisan dermis. Di
lapisan ini juga terdapat sejumlah kecil elastin dan kolagen. Lapisan ini
berbentuk gelombang yang terjulur kelapisan epidermis untuk
memudahkan kiriman nutrisi kelapisan epidermis yang tidak mempunyai
pembuluh darah.
b. Lapisan Retikular,
Merupakan lapisan tebal dan terdiri dari jaringan penghubung padat
dengan susunan yang tidak merata, disebut lapisan retikular karena
banyak terdapat serat elastin dan kolagen yang sangat tebal dan saling

6
berangkai satu sama lain menyerupai jaring-jaring. Dengan adanya serat
elastin dan kolagen akan membuat kulit menjadi kuat, utuh kenyal dan
meregang dengan baik. Komponen dari lapisan ini berisi banyak struktur
khusus yang melaksanakan fungsi kulit. Terdiri dari :
1) Kelenjar sebaceous/sebasea (kelenjar lemak)
Menghasilkan sebum, zat semacam lilin, asam lemak atau trigliserida bertujuan untuk
melumasi permukaan kulit dikeluarkan melalui folikel rambut yang mengandung
banyak lipid. pada orang yang jenis kulit berminyak maka sel kelenjar sebaseanya
lebih aktif memproduksi minyak, dan bila lapisan kulitnya tertutup oleh kotoran,debu
atau kosmetik menyebabkan sumbatan kelenjar sehingga terjadi pembengkakan. pada
gambar dibawah terlihat kelenjar sebasea yang berwarna kuning dan disebelah
kanannya terdapat kelenjar keringat)

Gambar :kelenjar sebasea


1) Eccrine sweat glands atau kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar
dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang yang bekerja dalam
ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif
jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga
merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul
organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea. Terdapat dua jenis kelenjar
keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin.
a) Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta
aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas.

7
Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon
sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan
menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin
melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar.
b) Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan kaki.
Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolisme.
Kadar pH-nya berkisar 4.0 – 6.8. Fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah
mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta
melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan
menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.

gambar: kelenjar keringat


2) Pembuluh darah
Dilapisan dermis sangat kaya dengan pembuluh darah yang memberi nutrisi
penting untuk kulit, baik vitamin, oksigen maupun zat-zat penting lainnya untuk
metabolisme sel kulit, selain itu pembuluh darah juga bertugas mengatur suhu tubuh
melalui mekanisme proses pelebaran atau dilatasi pembuluh darah.
Aliran darah untuk kulit berasal dari subkutan tepat di bawah dermis. Arteri
membentuk anyaman yang disebut retecutaneum yaitu anyaman pembuluh darah di
jaringan subkutan, tepat di bawah dermis. Cabang-cabang berjalan ke superficial dan
ke dalam. Fungsi vaskularisasi yang ke dalam ini adalah untuk memelihara jaringan

8
lemak dan folikel rambut.Cabang yang menembus stratum reticulare, memberi cabang
ke folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea.
Pada perbatasan Str. Reticullare Str. Papilare membentuk anyaman ke 2 yang
disebut Rete Sub Papillare berupa pembuluh darah yang lebih kecil. Arteriole-arteriole
dari rete sub papillare berjalan ke arah epidermis dan berubah menjadi anyaman
kapiler (capilary beds). Pembuluh kapiler ini terdapat pada tepat di bawah epidermis,
sekitar matrik folikel rambut, papila folikel rambut, sekitar kelenjar keringat dan
sebasea. Selain itu di bagian superfisial di stratum retikulare terdapat anyaman
pembuluh darah yang disebut pleksus papilaris. Pada keadaan temperatur udara lebih
rendah dari tubuh maka kapiler venulae di stratum papilare dan subpapilare
menyempit sehingga temperatur tubuh tidak banyak yang hilang. Bila udara panas
kelenjar keringat aktif memproduksi keringat kapiler dan venulae dilatasi penguapan
keringat.
3) Serat elastin dan kolagen
Semua bagian pada kulit harus diikat menjadi satu, dan pekerjaan ini dilakukan
oleh sejenis protein yang ulet yang dinamakan kolagen. Kolagen merupakan
komponen jaringan ikat yang utama dan dapat ditemukan pada berbagai jenis jaringan
serta bagian tubuh yang harus diikat menjadi satu. Protein ini dihasilkan oleh sel-sel
dalam jaringan ikat yang dinamakan fibroblast. Kolagen diproduksi dalam bentuk
serabut yang menyusun dirinya dengan berbagai cara untuk memenuhi berbagai fungsi
yang spesifik. Pada kulit serabut kolagen tersusun dengan pola rata yang saling
menyilang.
Kolagen bekerja bersama serabut protein lainnya yang dinamakan elastin yang
memberikan elastisitas pada kulit. Kedua tipe serabut ini secara bersama-sama
menentukan derajat kelenturan dan tonus pada kulit. Perbedaan serat Elastin dan
kolagen, adalah serat elastin yang membuat kulit menjadi elastin dan lentur sementara
kolagen yang memperkuat jaring-jaring serat tersebut. Serat elastin dan kolagen itu
sendiri akan berkurang produksinya karena penuaan sehingga kulit mengalami
kehilangan kekencangan dan elastisitas kulit.

9
4) Syaraf nyeri dan reseptor sentuh
Kulit juga seperti organ lain terdapat cabang-cabang saraf spinal dan permukaan
yang terdiri dari saraf-saraf motorik dan saraf sensorik. Ujung saraf motorik berguna
untuk menggerakkan sel-sel otot yang terdapat pada kulit, sedangkan saraf sensorik
berguna untuk menerima rangsangan yang terdapat dari luar atau kulit. Pada kulit
ujung-ujung, saraf sensorik ini membentuk bermacam-macam kegiatan untuk
menerima rangsangan.
3. Subkutan
Jaringan Subkutan atau hipodermis merupakan lapisan kulit yang paling dalam.
Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan
kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Banyak mengandung pembuluh darah,
pembuluh limfe dan syaraf juga terdapat gulungan kelenjar keringat dan dasar dari folikel
rambut. Jaringan ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan
penyekatan panas tubuh. Lemak atau gajih akan bertumpuk dan tersebar menurut jenis
kelamin seseorang, dan secara parsial menyebabkan perbedaan bentuk tubuh laki-laki
dengan perempuan. Makan yang berlebihan akan meningkatkan penimbunan lemak di
bawah kulit. Jaringan subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor
penting dalam pengaturan suhu tubuh. Tidak seperti epidermis dan dermis, batas dermis
dengan lapisan ini tidak jelas.
Pada bagian yang banyak bergerak jaringan hipodermis kurang, pada bagian yan
melapisi otot atau tulang mengandung anyaman serabut yang kuat. Pada area tertentu yng
berfungsi sebagai bantalan (payudara dan tumit) terdapat lapisan sel-sel lemak yang tipis.
Distribusi lemak pada lapisan ini banyak berperan dalam pembentukan bentuk tubuh
terutama pada wanita.

10
 fisiologi
Fisiologi Sistem integument Kulit memiliki banyak fungsi , yang berguna dalam
menjaga homeostasis tubuh. Fungsi fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi
fungsi proteksi , absorpsi , ekskresi , persepsi , pengaturan suhu tubuh
( termoregulasi ) , dan pembentukan vitamin D.
1. Fungsi proteksi Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai
cara sebagai yaitu berikut :
a. Keratin melindungi kulit dari mikroba , abrasi ( gesekan ) , panas , dan
zat kimia . Keratin merupakan struktur yang keras , kaku , dan
tersusun rapi dan erat seperti batu bata di permukaan kulit .
b. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit
dan dehidrasi ; selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan
luar tubuh melalui kulit .
c. Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan
rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang
berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit . Adanya sebum ini ,
bersamaan dengan ekskresi keringat , akan menghasilkan mantel asam
dengan kadar pH 5-6.5 yang mampu menghambat pertumbuhan
mikroba
d. Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya .
Pada stratum basal , sel - sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke
sel - sel di sekitarnya . Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik
dari sinar matahari , sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan
baik . Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin , maka
dapat timbul keganasan .
e. Selain itu ada sel - sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif .
Yang pertama adalah sel Langerhans , yang merepresentasikan antigen
terhadap mikroba . Kemudian ada sel fagosit yang bertugas
memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin dan sel
Langerhans .

11
2. Fungsi absorpsi Kulit tidak bisa menyerap air , tapi bisa menyerap material
larut - lipid seperti vitamin A , D , E , dan K. obat - obatan tertentu , oksigen dan
karbon dioksida. Permeabilitas kulit terhadap oksigen , karbondioksida dan uap
air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi . Selain itu
beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton , CCL , dan merkuri .
Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak , seperti kortison , sehingga
mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan .
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit , hidrasi ,
kelembaban , metabolisme dan jenis vehikulum . Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar ; tetapi lebih banyak
yang melalui sel sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar .
3. Fungsi ekskresi Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua
kelenjar eksokrinnya , yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat
4. Fungsi persepsi Kulit mengandung ujung - ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis . Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan - badan Ruffini di
dermis dan subkutis . Terhadap dingin diperankan oleh badan - badan Krause
yang terletak di dermis , badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan
terhadap rabaan , demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di
epidermis . Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di
epidermis . Saraf - saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang
erotik .
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh ( termoregulasi ) Kulit berkontribusi terhadap
pengaturan suhu tubuh ( termoregulasi ) melalui dua cara : pengeluaran keringat
dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler . Pada saat suhu tinggi , tubuh
akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh
darah ( vasodilatasi ) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh .
Sebaliknya , pada saat suhu rendah , tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit
keringat dan mempersempit pembuluh darah ( vasokonstriksi ) sehingga
mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh .

12
6. Fungsi pembentukan vitamin D Sintesis vitamin D dilakukan dengan
mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet .
Enzim hati dan ginjal lalu memodifikasi prekursor dan menghasilkan calcitriol ,
bentuk vitamin D yang aktif . Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam
mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh
darah . Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri , namun belum
memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D
sistemik masih tetap diperlukan . Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan
emosi karena adanya pembuluh darah , kelenjar keringat , dan otot - otot di bawah
kulit .
 system musculoskeletal/integument

Otot (muscle ) jaringan tubuh yg berfungsi mengubah energi kimia menjadi kerja
mekanik sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan

Rangka (skeletal ) bagian tubuh yg tdd tulang, sendi, dan tulang rawan (kartilago)
sbg tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan
sikap dan posisi

13
BAB II

PEMBAHASAN

B. Teori penyakit:
 Definisi

Eksim atau sering disebut eksema, atau dermatitis adalah peradangan hebat yang
menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil (vesikel) pada kulit hingga akhirnya
pecah dan mengeluarkan cairan. Istilah eksim juga digunakan untuk sekelompok kondisi yang
menyebabkan perubahan pola pada kulit dan menimbulkan perubahan spesifik di bagian
permukaan. Istilah ini diambil dari Bahasa Yunani yang berarti 'mendidih atau mengalir keluar.

Dermatitis atopi dapat berhubungan dengan penyakit atopi lainnya ( berhubungan dengan
imunoglobulin E ) , misalnya reaksi alergi akut terhadap makanan , asma , urtikaria , dan rinitis
alergi . Dermatitis atopi sering ditemukan dan prevalensinya semakin meningkat , terjadi pada
anak - anak dan dewasa . Sebagian besar kasus ditemukan sebelum usia lima tahun . Terdapat
peningkatan prevalensi pada anak dengan orangtua yang memiliki dermatitis atopi , rasio laki -
laki : perempuan adalah 1 : 1,4 . Sebagian besar kasus dermatitis atopi terjadi pada tahun pertama
kehidupan . Penyakit ini dapat memiliki periode remisi total , terutama pada remaja dan
kemudian dapat terjadi kembali pada masa kehidupan dewasa awal . Penyakit ini menyebabkan
beban psikologis pada keluarga , dan anak - anak menjadi sering tidak masuk sekolah . Eksim
herpetikum merupakan komplikasi yang dikenali dari dermatitis atopi . Biasanya penyakit ini
terjadi dengan infeksi herpes simplex primer , tetapi juga dapat terlihat pada infeksi berulang .
Lesi vesikular biasanya dimulai pada area eksim dan menyebar dengan cepat hingga mengenai
seluruh area eksim dan kulit yang sehat . Lesi dapat menjadi mudah terinfeksi . Infeksi bakteri
dengan Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenesis sering ditemukan pada dermatitis
atopi . Urtikaria dan reaksi anafilaktik akut terhadap makanan terjadi dengan frekuensi yang
lebih meningkat pada orang yang mengalami dermatitis atopi . Alergi lateks dan nikel lebih
sering terjadi pada orang yang mengalami dermatitis atopi dibandingkan populasi umum .

14
 Etiologi

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia (contoh :
detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (contohnya : bakteri,
jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopic.

Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat menjadi
penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab berbeda
pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi infeksi.
Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit infeksi bakteri
yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan pada kulit yang terlihat
bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas saat disentuh dan. Selulit muncul pada
seseorang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus. Segera periksa ke dokter jika kita
mengalami selulit dan eksim.

 Patofisiologi

Patofisiologi dermatitis atopi masih belum jelas sampai saat ini . Dua hipotesis utama
telah diajukan mengenai perkembangan inflamasi yang menyebabkan dermatitis atopi . Hipotesis
pertama menyatakan bahwa disfungsi imun primer yang menyebabkan sensitisasi IgE dan
gangguan barier epitel sekunder . Hipotesis kedua menyatakan bahwa defek primer pada barier
epitel yang menyebabkan disregulasi imunologis sekunder dan menyebabkan inflamasi .
Dinyatakan bahwa terdapat stimulasi sel T dan sel mast yang berlebihan . Pada individu yang
sehat , terdapat keseimbangan antara bagian - bagian sel T. Hipotesis disfungsi imun primer
menyatakan adanya ketidakseimbangan pada bagian - bagian sel T , yang menyebabkan produksi
sitokin seperti interleukin , yang menyebabkan peningkatan IgE dari sel plasma dan
berkurangnya kadar interferon gamma . Selain sel T dan sel B yang berperan pada dermatitis
atopi , sel imun bawaan lainnya juga berhubungan dengan patogenesis dermatitis atopi ,
termasuk basofil , eosinofil dan sel mast .

Hipotesis disfungsi barier epidermis menyatakan bahwa orang dengan dermatitis atopi
mengalami kondisi ini akibat defek barier kulit yang memungkinkan masuknya antigen , yang
menyebabkan produksi sitokin inflamasi . Xerosis dan icthyosis dikenal sebagai tanda - tanda

15
yang berhubungan pada banyak orang yang mengalami dermatitis atopi . Mutasi pada gen yang
mengkode filaggrin , yaitu protein barier epidermis utama , menyebabkan icthyosis vulgaris dan
merupakan faktor risiko genetik paling kuat yang dikenal untuk perkembangan dermatitis atopi .
Satu mekanisme di mana defek filaggrin dapat mempengaruhi inflamasi adalah pelepasan
keluarga sitokin epitel termasuk limfopoietin stroma timus dan interleukin , yang semuanya
dikenal meningkat pada keadaan gangguan barier epitel . Pada dermatitis atopi , terjadi
peningkatan hilangnya air transepidermal . Masih belum diketahui apakah gangguan pengaturan
imun primer menyebabkan penghancuran barier epitel sekunder atau penghancuran barier epitel
primer menyebabkan gangguan pengaturan imun sekunder yang menyebabkan penyakit .
Diperkirakan bahwa hilangnya fungsi filaggrin menyebabkan peningkatan penetrasi
transepidermal dari alergen lingkungan , yang meningkatkan inflamasi dan sensitivitas , serta
kemungkinan menyebabkan perjalanan alami penyakit alergi .

 Pathway (WOC)

16
 Manifestasi Klinis

Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor). Selain itu
terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan dan
gangguan fungsi kulit (function laisa). Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat
lesi polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan eritema dan
edema. Edema sangat jelas pada klit yang longgar misalya muka (terutama palpebra dan bibir)
dan genetelia eksterna. Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.

 Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik

1. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
b. Urin : pemerikasaan histopatologi
2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis
akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya
vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan
infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk
akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis
kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak
tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan
kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan
sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak
alergik dan dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti
dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah
besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di
organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan
aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak

17
didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang.
Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat.
Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia
dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen
dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.

 Penatalaksanaan Medis

Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan


menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap
penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1) Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan
dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan
misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik,
menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
2) Pengobatan
a. Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan
dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering
berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif.
Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum
(pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila
kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di
dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus
ringan. Jenis-jenisnya adalah :
 Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian
topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik.
Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin
disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian

18
steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel
Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga
menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T
dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam
proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat
diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara
pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan
penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup
dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya
efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
 Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui
sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel
Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari
sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di
kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-
DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-
psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis.
Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis,
menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi
mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui
mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans
akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB
juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
 Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas
kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek
minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat
di epidermis atau dermis.

19
 Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E.
koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan
antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam
bentuk topikal.
 Munosupresif
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan
SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui
penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya
terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan
tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981
merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang
tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid
klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan
betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi
yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun
sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara
oral.

b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga
pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya
adalah :
 Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada
yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin.
Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat
pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.

20
 Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau
intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih
mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam
waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada
penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama
pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia
hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit,
mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat
pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
 Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan
menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi
aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi
ICAM-1.
 Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1
pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki
efek menghambat peradangan.

 Komplikasi

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit


2. Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus
3. Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4. Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi

21
BAB III

ASUHAN KEPERWATAN

C. Pengkajian Sistem Integumen (Umum)


1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama.
3. Riwayat Kesehatan.
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
 Pengobatan
Penggunaan obat apa yang sedang dikonsumsi oleh klien dan obat yang
digunakan dengan cara topical sering mengakibatkan sensitive kulit.
 Alergi
Tanyakan klien ada alergi atau tidak terhadap makanan dan obat obat an tertentu.
 Riwayat Kesehatan keluarga
Tanyakan keluarga mempunyai penyakit turunan atau penyakit bawaan dari lahir.
4. Pola hidup
Tanyakan pola hidup klien sehari-hari yang dilakukan klien, dari mulai penggunaan
produk tertentu seperti: sabun,bedak,lotion.
Berapa kali sehari waktu untuk membersihkan kulit.

D. Pengkajian Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik Sesuai Kasus


1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3. Riwayat Kesehatan.
a) Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.

22
b) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.
c) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
d) Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
e) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit,
atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.

4. Pemeriksaan fisik
Mengkaji ciri kulit secara keseluruhan:
1. Inspeksi
a. Warna kulit
Perubahan warna kulit juga dipengaruhi oleh banyak variable. Gangguan
pada melanin dapat bersifat menyeluruh atau setempat yang dapat
menyebabkan kulit menjadi gelap atau lebih terang dari pada kulit yang
lainnya. Kondisi tanpa pigmentasi terjadi pada kasus albino.
b. Keadaan Kulit
Mengobservasi lokasi lesi,keadaan lesi dan kedalaman lesi.

23
2. Palpasi
a. Turgor kulit
Turgor kulit umumnya mencerminkan status hidrasi. Pada klien yang
dehidrasi dan lansia, kulit terlihat kering. Pada klien lansia, turgor kulit
mencerminkan hilangnya elastisitas kulit,dan keadaan kekurangan air
ekstrsasel.
Perhatikan seberapa mudah kulit kembali ketempat semula. Normalnya,
kulit segera kembali ke posisi awal. Pada edema pitting, tekan kuat area
tersebut selama 5 detik dan lepaskan. Catat kedalaman pitting dalam
millimeter, edem+2 sebanding dengan kedalaman 4 millimeter.
b. Tekstur kulit
Tekstur kulit pada perubahan menyeluruh perlu dikaji, karena tekstur kulit
jjjdapat berubah-ubah dibawah pengaruh banyak variable. Jenis tekstur
kulit dapat meliputi kasar,kering,atau halus.

E. Diagnosa Keperawatan (NANDA) Sesuai Kasus


a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit
b. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak-bercak merah pada kulit.
c. Nyeri berhubungan dengan lesi kulit

F. Indikator Keberhasilan (NOC) pada Asuhan Keperawatan


1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, kulit klien dapat kembali normal dengan
kriteria hasil:
a. Integritas kulit yang baik bias dipertahankan
(sensasi,elastisitas,suhu,hidrasi,pigmentasi)
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik
d. Pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera
berulang
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
f. Terjadinya proses penyembuhan luka

24
2. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak-bercak merah pada kulit.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, kulit klien dapat kembali normal dengan
kriteria hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d. Jumlah leukosit dalam batas normal
e. Menunjukkan perilaku hidup sehat
3. Nyeri berhubungan dengan lesi kulit
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, kulit klien dapat kembali normal dengan
Kriteria Hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang normal
f. Tidak mengalami gangguan tidur

G. Intervensi Keperawatan (NIC) pada Sesuai Kasus


1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit.
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2. Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang menonjol dan titik-titik
tekanan ketika merubah posisi pasien.
3. Hindari kerutan padaa tempat tidur
4. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
5. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
7. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
2. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak-bercak merah pada kulit.
Infection Control (Kontrol infeksi)
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu

25
4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
3. Nyeri berhubungan dengan lesi kulit
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas
2. dan faktor presipitasi
3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
4. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan Tingkatkan istirahat
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri

H. Evaluasi Keperawatan Sesuai Kasus


1. EVALUASI STRUKTUR:
Penyuluh dapat memberikan materi penyuluhan terbaik
Media dan alat memadai
Setting sesuai dengan kegiatan
2. EVALUASI PROSES:
Melaksanakan dengan alokasi waktu
Peserta mengikuti dengan aktif materi penyuluhan
Peserta menanyakan hal-hal yang tidak mengerti pada saat diskusi
3. EVALUASI HASIL:
Peserta diharapkan menjelaskan kembali tentang pengertian eksim.
Peserta diharapkan menjelaskan kembali tentang penyebab eksim.
Peserta diharapkan menjelaskan kembali tentangtandadan gejala eksim.

26
I. Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Dokumentasi pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil
pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien,
membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons
kesehatan pasien. Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis
yang logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi masalah-
masalah pasien. Masalah-masalah ini dengan menggunakan data penkajian
sebagai dasar formulasi yang dinyatakan sebagai diagnosa keperawatan.

J. Perencanaan Pulang dan Pendidikan Kesehatan

secara lebih lengkap dapat di urut sebagai berikut:


1. Sejak waktu penerimaan pasien, lakkukan pengkajian tentang kebutuhan pelayanan
kesehatan untuk pasien pulang, dengan menggunakan riwayat keperawatan, rencana
perawatan dan pengkajian kemampuan fisik dan fungsi kognitif yang dilakukan secara
terus menerus.
2. Kaji kebutuhan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga yang berhubungan
dengan terapi di rumah, hal-hal yang harus dihindarkan akibat dari gangguan kesehatan
yang dialami, dan komplikasi yang mungkiin terjadi.
3. Bersama pasien dan keluarga, kaji faktor-faktor lingkungan di rumah yang dapat
mengganggu perawatan diri (contoh: ukuran kamar, lebar jalan, langkah, fasilitas kamar
mandi). (Perawat yang melakukan perawatan di rumah hadir pada saat rujukan dilakukan,
untuk membantu pengkajian). 4. Berkolaborasi dngan dokter dan disiplin ilmu yang lain
dalam mengkaji perlunya rujukan untuk mendapat perawatan di rumah atau di tempat
pelayanan yang lainnya.
5. Kaji penerimaan terhadap masalah kesehatan dan larangan yang berhubungan dengan
masalah kesehatan tersebut.
6. Konsultasi dengan anggota tim kesehatan lain tentang berbagai kebutuhan klien setelah
pulang.
7. Tetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, lakukan implementasi rencana
keperawatan.

27
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berubah efloresensi polimorfik &eritema, edema,papul, vesikel,
skuama, dan keluhan gatal Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar dan eksogen',
misalnya bahan kimia & contoh :detergen, asam, basa, oli, semen, fisik dan sinar dan
suhu', mikroorganisme dan contohnya : bakteri, jamur' dapat pula dari dalamdan
endogen, misalnya dermatitis atopik.
Pencegahan merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitiskont
ak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan
misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik,meng
gunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.

B. SARAN
Jika memilki kulit yang sensitif, ada baiknya menggunakan sarung tangan
berbahan plastik saat mencuci pakaian menggunakan tangan untuk menghindri terjadi
nya demratitis. Dermatitis pun ada yang basah dan ada juga yang kering tergantung
dari reaksi yang ditimbulkan alergen pada tubuh.
Pengobatannya pun menjadi berbeda sehingga perludibedakan masing-masing dari kl
asifikasi dermatitis itu sendiri agar tidak terjadikomplikasi yang lebih berat.

DAFTAR PUSTAKA

28
Nair Muralitharan & Peate Ian. 2018. Buku At a Glance Patofisiologi

Chirstanto Vannia.JMH( Pengaruh Exposome terhadap dermatitis atopic). Vol 02 no 02 januari


2021

Buku Nanda-I Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi.2018.Penerbit buku kedokteran


EGC

Ratnawati galuh. Jurnal tumbuhan Indonesia (Aktivitas anti-dermatitis).Vol 14,No 2, Desember


2021, hal 156-163

Buku Nursing outcomes classification (NOC). Edisi ke enam

Bruno, L. (2019). Anatomi & Fisiologi untuk mahasiwa kesehatan. In Journal of Chemical
Information and Modeling (Vol. 53).

Farida, Y., Isnanto, & I.G.A Kusuma Astuti, N. P. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Skripsi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan. Usia2, VIII(2), 14–22.
Onainor, E. R. (2019). Makalah Asuhan Keperawatan Pada Dermatitis Atopik. 1(1032161013),
105–112.
Ramadhan, P. S. (2018). Sistem Pakar Pendiagnosaan Dermatitis Imun Menggunakan Teorema
Bayes. InfoTekJar (Jurnal Nasional Informatika Dan Teknologi Jaringan), 3(1), 43–48.
https://doi.org/10.30743/infotekjar.v3i1.643
Zuriati, Suriya, M., & Ananda, Y. (2017). Buku Ajar Buku Ajar Asuhan keperawatan medikal
bedah Gangguan Pada Sistem Respirasi. 95–114.

29

Anda mungkin juga menyukai