Anda di halaman 1dari 23

REFARAT Mei , 2018

AKTINIK KERATOSIS

Disusun Oleh:

Fany Angelina Randan


N 111 17 071

PEMBIMBING KLINIK
dr. Asrawati Sofyan, Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Fany Angelina Randan

Stambuk : N 111 17 071

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Kedokteran

Judul Referat : Aktinik Keratosis

Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUD Undata Palu

Fakultas Kedokteran

Universitas Tadulako

Palu, Mei 2018

Pembimbing Klinik Mahasiswa

(dr. Asrawati Sofyan, Sp.KK,M.Kes) (Fany Angelina Randan)

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 4

BAB II TINJUAN PUSTAKA ................................................................................. 5

A. Anatomi Kulit ........................................................................................ 5

B. Definisi .................................................................................................. 8

C. Epidemiologi ......................................................................................... 8

D. Etiologi .................................................................................................. 9

E. Patogenesis ............................................................................................. 9

F. Gambaran Klinis .................................................................................... 10

G. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 11

H. Diagnosis ............................................................................................... 13

I. Diagnosis Banding ................................................................................. 14

A. Squamous Cell Carconima ................................................................ 14

B. Keratosit Seboroik ............................................................................. 15

C. Keratoakantoma ................................................................................ 16

J. Penatalaksanaan ..................................................................................... 17

K. Prognosis ……………………………………………………………. 19

BAB III KESIMPULAN ........................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 22

3
BAB I
PENDAHULUAN

Lesi prakanker adalah suatu tumor yang memiliki kecenderungan


berkembang menjadi kanker (ganas). Gambaran klinis lesi prakanker umumnya
bervariasi, antara lain ditemukan tanda-tanda keratosis, ulserasi, papul, dan
nodul. Secara histopatologi ditemukan perubahan yang menyimpang dari
polarisasi sel normal, nuklear pleomorfisme, peningkatan mitotis, gambaran
mitosis yang abnormal, dan kelainan diferensiasi. Pengobatan kelainan prakanker
umumnya dengan alat/ bahan yang dapat menghilangkan kelainan tersebut secara
total, misalnya: pembedahan, bedah listrik, bedah beku, bedah kimia, dermabrasi,
salap 5-fluorourasil dan sebagainya. Hasil tindakan pengobatan bergantung pada
penatalaksanaan.5
Salah satu penyakit yang termasuk tumor prakanker adalah Aktinik Keratosis
yang merupakan neoplasma kulit yang terdiri atas proliferasi sel epidermal dan
berkembang akibat dari paparan radiasi sinar ultraviolet dalam waktu yang
lama.4,5 Penyakit ini pertama kali diidentifikasi oleh Freudenthal pada tahun
1926 dan bernama keratoma senilis. Secara harfiah keratosis aktinik berarti suatu
kondisi (-osis) dari lapisan tanduk (kerat-) yang berlebihan dalam jaringan kulit
yang disebabkan oleh sinar cahaya (aktis) atau sinar ultraviolet. Terjadinya lesi
ini juga dipengaruhi oleh faktor genetic, orang kulit putih, rambut pirang, lebih
rentan terkena. Meskipun tidak semua keratosis aktinik dapat menjadi karsinoma
sel skuamosa (SCC), namun lesi penyakit ini berkelanjutan dan memiliki potensi
untuk dapat berkembang menjadi SCC. 4,7
Oleh karena itu refarat ini dibuat dengan tujuan untuk membahas mengenai
masalah lesi prakanker yaitu aktinik keratosis.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Gambar 1. Penampang Kulit

Kulit adalah organ terberat di tubuh dan terdiri dari lapisan epidermis,
lapisan dermis dan lapisan subkutan.1
Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya,
yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal (6mm)
terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5mm) terdapat di penis.1
Epidermis terutama terdiri atas epitel berlapis gepeng dengan lapisan
tanduk, tetapi juga mengandung tiga jenis sel yang jumlahnya tidak sebanyak
jumlah sel epitel yaitu sel melanosit, sel Langerhans dan sel merkel.Sel
epidermis yang mempunyai lapisan tanduk disebut keratinosit.2

5
Lapisan epidermis lebih tipis yang terdapat folikel rambut, kelenjar
sebaseus dan kelenjar keringat.3
Epidermis terdiri atas lima lapisan sel penghasil keratin (keratinosit) :
a. Stratum basale (stratum germinativum)
Stratum basale adalah lapisan paling dalam di
epidermis.Lapisan ini terdiri dari satu lapisan sel kolumnar hingga
kuboid yang terletak pada membrane basalis yang memisahkan
epidermis dengan dermis.Sel membelah dan mengalami
pematangan sewaktu bermigrasi keatas menuju lapisan diatasnya.
Semua sel di stratum basal menghasilkan dan mengandung filamen
keratin intermediate (filamentum keratini) yang meningkat
jumlahnyasewaktu sel bergerak ke lapisan diatasnya.3
b. Stratum spinosum
Sewaktu keratinosit bergerak keatas lapisan berikutnya dari
lapisan basal.Lapisan ini terdiri atas empat sampai enam lapisan sel.
Sel pada lapisan ini terlihat agak gepengdengan inti
ditengahnya.Akibatnya, ruang interseluler memperlihatkan banyak
tonjolan sitoplasma, atau spina (duri), yang keluar dari
permukannya.Pembentukan filamen keratin berlanjut dilapisan ini
yang kemudian tersusun membentuk tonofilamen
(tonofilamentum).3
c. Stratum Granulosum
Lapisan ini dibentuk oleh tiga sampai lima lapisan sel gepeng.
Sel-sel ini terisi oleh granula keratohialin basofilik.Granula tidak
dibungkus oleh membrane dan berkaitan dengan berkas tonofilamen
keratin. Kombinasi tonofilamen keratin dengan granula keratohialin
di sel ini menghasilkan keratin.3

6
d. Stratum lusidum
Stratum lusidum yang translusen dan kurang jelas hanya dapat
ditemukan di kulit tebal, lapisan ini terletak diatas stratum
granulosum dan dibawah stratum korneum.Sel-selnya tersusun rapat
dan tidak memiliki inti, sel-sel gepeng ini mengandung filamen
keratin yang padat.3
e. Stratum korneum
Lapisan kulit paling luar pada lapisan epidermis.Sel dan
intinya sudah mati.Stratum korneum terutama terdiri dari sel gepeng
yang mati berisi filamen keratin.Sel superfisial berkeratin dilapisan
ini secara terus-menerus dilepaskan atau mengalami
deskuamasiserta diganti oleh sel baru yang muncul dari stratum
basal yang merupakan lapisan paling dalam pada epidermis.1
Selain keratinosit, epidermis mengandung tiga jenis sel lain : melanosit,
sel langerhans dan sel merkel.3
Melanosit akan menyintesis pigmen melanin. Melanin dibentuk dari asam
amino tirosin oleh melanosit. Melanin memberi warna gelap pada kulit, dan
pemaparan kulit terhadap sinar matahari merangsang pembentukan
melanin.Fungsi melanin adalah melindungi kulit dari efek radiasi ultraviolet
yang merusak.3
Sel lagerhans terutama ditemukan di stratum spinosum.sel ini berperan
dalam respons imun tubuh.Sel Langerhans mengenal, memfagosit, dan
memproses antigen asing dan menyajikannya pada limfosit T untuk memicu
respon imun.Karena itu, sel ini berfungsi sebagai sel penyaji-antigen kulit.2
Sel merkel ditemukan di lapisan stratum basal epidermis dan paling
banyak terdapat di ujung jari.Berfungsi sebagai mekanoreseptor.2
Dermis adalah lapisan jaringan ikat yang mengikat epidermis.Dermis
terbagi atas dua lapisan yaitu stratum papillare bagian luar dan stratum
retikulare bagian dalam.1

7
Jaringan subkutan terdiri atas jaringan ikat longgar dan mengandung sel-
sel lemak.3

B. Definisi
Dua kata "actinic" dan "keratoses" secara tepat menggambarkan apa yang
telah terjadi dikulit 4.
"Aktinik" berasal dari kata Yunani untuk sinar, "aktis," dan menunjukkan
bahwa energi bercahaya (seperti sinar matahari) telah menghasilkan perubahan
kimia. Kata "keratoses" berarti kulit menjadi keras dan terasa tebal. Jadi AK
secara harfiah berarti menebal pertumbuhan kerak (keratosis) yang disebabkan
oleh sinar matahari (aktinik) 4.
Keratosis aktinik (juga dikenal sebagai keratosis matahari) adalah bercak
atau bercak eritematosa yang kasar dan bersisik pada kulit yang berkembang
pada kulit yang rusak akibat matahari biasanya pada pasien usia lanjut dengan
jenis kulit yang lebih ringan dari paparan sinar matahari selama bertahun-
tahun4.
Mereka paling sering ditemukan pada area kulit yang biasanya terkena
sinar matahari (wajah, bibir, telinga, punggung tangan, lengan bawah, kulit
kepala atau leher) 4.
Actinic keratosis membesar secara perlahan, butuh waktu bertahun-tahun
untuk berkembang (biasanya muncul pertama kali pada orang dewasa yang
lebih tua) dan biasanya tidak menimbulkan tanda atau gejala selain lesi pada
kulit 4.

C. Epidemiologi
Kelainan kulit ini lebih sering terjadi pada usia pertengahan sampai tua.
Umumnya pada usia diatas 50 tahun. Dapat terjadi pada wanita maupun pria.
Semua studi epidemiologi menunjukkan bahwa keratosis aktinik mengalami
peningkatan prevalensi dengan bertambahnya usia, mulai dari 20% pada orang

8
dewasa kulit putih berusia 20-29 tahun dan 80% pada usia 60-69 tahun.
Penyakit ini sering didapatkan di daerah tropis, karena panas dan pajanan sinar
matahari mempercepat terjadinya penyakit ini. Studi ini terutama dilakukan di
Australia, dimana penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup besar daripada
negara lainnya.4,8

D. Etiologi
Penyakit ini diduga berhubungan dengan efek kumulatif sinar matahari.
Displasia di kulit ini terjadi akibat terpajan sinar matahari secara kronis dan
berkaitan dengan penimbunan keratin yang berlebihan.5,8
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit:
 Bangsa : lebih sering pada orang kulit putih.
 Daerah : lebih rentan pada daerah tropis.
 Musim/iklim : panas dan pajanan sinar matahari mempercepat terjadinya
penyakit ini.5

E. Patogenesis
Meskipun faktor genetik dan lingkungan berperan terhadap
perkembangan keratosis aktinik, namun faktor yang paling diakui berkontribusi
adalah paparan radiasi sinar UV, yaitu sinar matahari. Radiasi sinar matahari
bertanggung jawab terhadap kejadian keratosis aktinik, bahkan SCC, melalui 2
cara, yaitu :
1. Dengan menyebabkan mutasi pada DNA seluler, yang dapat mengakibatkan
pertumbuhan tidak terkendali atau pembentukan tumor.
2. Mengganggu homeostasis sel. Radiasi sinar UV yang menyebabkan mutasi
pada gen supresor tumor p53 berperan pada awal terbentuknya keratosis
aktinik yang kemudian berkembang menjadi SCC. Sinar UV mengakibatkan
photodemaged kulit, kemudian berkembang menjadi keratosis aktinik, yang
dapat menjadi SCC. Pada kondisi photodemaged kulit terdapat gambaran

9
klinis mutasi gen yang mencegah terjadinya apoptosis sehingga terjadi
proliferasi membentuk gambaran lesi prakanker.4
Awalnya pada kulit timbul macula atau plak hitam kecoklatan yang
berbentuk bulat atau irregular dengan permukaan kasar. Lama kelamaan
berkembang menajdi papul. Karena disebabkan sinar matahari, maka sering
disebut “kulit pelaut atau petani” (sailor or farmer skin).

Gambar 2 . Mutasi gen p53 pada epitelium4

F. Gambaran Klinis
Timbul makula atau plak hitam kecoklatan berdiameter kurang dari 1
cm, berbentuk bulat atau irregular dengan permukaan kasar. Sebagian lesi
menghasilkan sedemikian banyak keratin sehingga berbentuk suatu “tanduk
kulit” (cutaneous horn). Predileksi terjadi pada kulit kepala, wajah, leher,
ekstremitas, dan permukaan tubuh yang sering terpajan sinar matahari. Daerah
yang terserang tampak seperti lesi eritematosa, makula/ plak berbentuk bulat,

10
irregular, berbatas tegas, kering, dengan skuama yang melekat atau berupa
papula keratotik berwarna kuning sampai coklat dengan skuama keras di
atasnya.4,7

Gambar 3. A. Gambaran aktinik keratosis berupa makula hiperpigmentasi,


irregular, kasar.5 B. Cutaneous horn: keratosis aktinik hipertrofi (proyeksi tanduk
dari keratin, pada dasar sedikit terangkat letaknya maju pada kelopak mata bagian
atas pada wanita usia lanjut. Menunjukkan SCC invasif di dasar lesi).4

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah
pemeriksaan histopatologis. Pada histopatologi didapatkan kelainan pada
epidermis berupa hiperkeratosis, parakeratosis, papilomatosis, hipogranulasi,
epidermis yang displastik dengan sel atipik dan sitoplasma pucat. Dermis
mengalami degenerasi elastik dengan infiltrate sel-sel radang kronik terutama
limfosit dan sel plasma. Secara histopatologi dibedakan 3 tipe, yaitu tipe
hipertrofik, atrofik, dan tipe Bowen.4,5,6

11
A B

Gambar 4. A) Lesi membentuk sedemikian banyak skuama abnormal sehingga


membentuk sebuah “tanduk kulit”. B) Atipia lapisan sel basal (dysplasia) disertai oleh
hyperkeratosis dan parakeratosis yang mencolok. C) Lesi tahap lebih lanjut
memperlihatkan focus atipia diseluruh ketebalan epidermis sehingga layak disebut
karsinoma in situ. 9

12
H. Diagnosis
a) Anamnesis
Biasanya terdapat gejala asimptomatik, pasien hanya mengeluh terdapat
bejolan hitam terasa tidak nyaman. Lesi kadang dapat terasa gatal, ingin
digaruk atau dijepit. Lesi tidak dapat sembuh sendiri secara tiba-tiba.
Sebagian kasus terdapat riwayat keluarga yang diturunkan. Tanyakan
mengenai kebiasaan atau pekerjaan untuk mengetahui adanya riwayat
terkena paparan sinar matahari yang kronis. Lesi paling sering ditemukan
ada wajah, punggung, dan dada. Dapat juga ditemukan pada kepala, leher
dan ekstremitas.(4, 6)

b) Pemeriksaan fisik

Mendiagnosis keratosis aktinik dengan melakukan pemeriksaan fisik


menyeluruh, melalui kombinasi pengamatan visual dan sentuhan. Namun
biopsi mungkin diperlukan ketika keratosis berdiameter besar, tebal, atau
berdarah, untuk memastikan bahwa lesi bukan kanker kulit. Aktinik
keratosis dan karsinoma sel skuamosa (SCC) dapat hadir sama pada
pemeriksaan fisik, dan banyak ilmuwan berpendapat bahwa mereka
sebenarnya hanya tahap yang berbeda dari kondisi yang sama. Selain SCC,
AK dapat disalah artikan untuk lesi kulit lainnya termasuk keratosis
seboroik, karsinoma sel basal, keratosis lichenoid, porokeratosis, atau
melanoma 6.

Biopsi lesi dilakukan jika diagnosis tetap tidak pasti setelah


pemeriksaan fisik klinis. Teknik pengambilan sampel jaringan yang paling
umum termasuk mencukur atau melubangi biopsi. Ketika hanya sebagian lesi
yang dapat diangkat karena ukuran atau lokasinya, biopsi harus mengambil
sampel jaringan dari area lesi yang paling tebal, karena SCC kemungkinan

13
besar terdeteksi di daerah tersebut.Dermoskopi dapat membantu dalam
diagnosis banding dari AK yang berpigmen dibandingkan lentigo maligna
melanoma dan karsinoma sel basal dangkal dan / atau berpigmen 4

I. Diagnosis Banding
a. Karsinoma sel skuamosa (SCC)
Karsinoma sel skuamosa adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit
epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan
merupakan salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah
basalioma. Faktor predisposisi karsinoma sel skuamosa (KSS) antara lain
radiasi sinar ultraviolet, ras/herediter, arsenic dan lain-lain. KSS pada
umunya sering terjadi pada usia 40-50 tahun dengan lokasi yang tersering
adalah pada daerah yang terbanyak terpapar sinar matahari seperti wajah,
telinga, bibir bawah, punggung, tangan dan tungkai bawah. Secara klinis
ada 2 bentuk KSS, yaitu:
1. KSS in situ
Karsinoma sel skuamosa ini terbatas pada epidermis dan terjadi
pada berbagai lesi kulit yang telah ada sebelumnya seperti solar
keratosis, kronis radiasi keratosis, hidrokarbon keratosis, arsenikal
keratosis, kornu kutanea, penyakit bowen, dan eritroplasia Queyrat.
KSS in situ ini dapat menetap di epidermis dalam jangka waktu lama
dan tak dapat diprediksi, dapat menembus lapisan basal sampai ke
dermis dan selanjutnya bermetastase melalui saluran getah bening.
2. KSS invasif
KSS invasiv ini dapat berkembang dari KSS in situ dan dapat juga
dari kulit normal, walaupun jarang. KSS invasif yang dini baik yang
muncul pada karsinoma in situ, lesi premaligna atau kulit normal,
biasanya adalah berupa nodul keciol dengan batas yang tidak jelas,
berwarna sama dengan warna kulit atau agak sedikit eritema.

14
Permukaannya mula-mula lembut kemudian berkembang menjadi
verukosa atau papilomatosa. Ulserasi biasanya timbul didekat pusat
dari tumor, dapat terjadi cepat atau lambat, sering sebelum tumor
berdiameter 1-2 cm. Permukaan tumor mungkin granular dan mudah
berdarah, sedangkan pinggir ulkus biasanya meninggi dan mengeras.
Dapat dijumpai krusta.5

Gambar 5. SCC ulserasi pada rahang dan hidung.4

b. Keratosis seboroik
Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang sering dijumpai pada
orang tua berupa tumor kecil atau makula hitam yang menonjol diatas
permukaan kulit.5

A B

Gambar 6. A) Lesi soliter keratosis seboroik B) Gambaran klinis keratosis seboroik pada leher.5

15
c. Keratoacanthoma
Keratoacanthoma (KA) adalah lesi kulit jinak yang umum tersusun
dari sel-sel skuamosa keratin yang berasal dari folikel rambut. Gambaran
klinis dan histopatologi KA mirip dengan karsinoma sel skuamosa (SCC)
pada kulit, yang sering memperumit diagnosis banding 13.
KA biasanya muncul sebagai papula berwarna kulit dengan inti keratin
sentral mirip dengan "gunung api": tumbuh selama periode 2 hingga 4
minggu, mencapai hingga 2 cm pada terbesarnya. Tumor biasanya muncul
di daerah yang terpapar sinar matahari pada pasien setengah baya atau lebih
tua, yang menunjukkan hubungan etiologi dengan paparan sinar
ultraviolet13,14.
Secara klinis, KA dapat muncul sebagai lesi soliter sporadis atau
sebagai lesi multipel yang terkait dengan sindrom herediter. KAs dapat
dikaitkan dengan kondisi yang disebut sindrom Muir-Torre, yang
melibatkan beberapa neoplasma sebasea dan keganasan internal seperti
kanker usus besar; dalam situasi seperti itu, KA dapat muncul didaerah
tubuh mana pun 13,14.

Gambar 7. A) Lesi keratoakantoma pada area atas bibir B) Gambaran SCC tipe
keratoakantoma

16
J. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan adalah dengan destruksi lesi antara lain dengan cara4 :
 Bedah beku dengan nitrogen cair
Bedah beku dengan nitrogen cair (-195,8ºC [-320,4ºF]) merupakan
metode pengobatan yang paling umum dilakukan untuk aktinik keratosis di
Amerika Serikat. Ketika nitrogen cair diterapkan pada kulit yang terdapat
lesi AK, maka suhu daerah lesi tersebut diturunkan menjadi sekitar -50ºC (-
58ºF) dan keratinosit atipikal dari penyakit ini akan hancur. Nitrogen cair
dapat diterapkan dalam beberapa cara, paling sering melalui aplikasi tip
kapas atau dengan menggunakan semprotan perangkat. Tingkat
kesembuhan hingga 98,8% telah dilaporkan ketika menggunakan bedah
beku nitrogen cair untuk pengobatan aktinik keratosis.4
 Bedah listrik (elektrolisis dan elektrokauterisasi)
Bedah listrik juga dapat dilakukan untuk mengahncurkan sel-sel
atipikal. Menggunakan kauter dapat meningkatkan hasil kosmetik dan
mengoptimalkan penyembuhan. Anastesi lokal diperlukan untuk prosedur
ini. Setelah tindakan selesai maka pasien harus merawat lesinya dengan
menjaganya agar tetap bersih dan ditutupi dengan perban dan salep
antibiotik. 4
 Bedah laser
Prosedur ini membuang lesi dengan menggunakan laser karbon
dioksida yang menggunakan sinar energi tinggi untuk merusak sel-sel
kanker dan menghentikan pertumbuhannya.4
 Bedah Eksisi
Merupakan metode terbanyak yang dipakai untuk keganasan kulit
pada kepala dan leher. Klinisi harus memiliki 4 tujuan yaitu15 :
1. Pengangkatan/penghancuran total tumor
2. Mempertahankan sebanyak mungkin jaringannormal

17
3. Mempertahankan fungsi
4. Perhatikan kosmetik
Prinsip utama dari metode ini adalah eksisi tumor komplit, karena
jika hal ini tidak tercapai maka tujuan lain tidak akan tercapai. Batas
reseksi yang adekuat diperlukan untuk mencapai batas aman 4mm, bagi
kebanyakan kasus BCC dan SCC batas 4mm dari lesi cukup untuk lesi
yang berukuran 2cm atau kurang, namun untuk lesi dengan ukuran lebih
dari 2cm terletak di area yang berisko rekurensi dan dinvasi lemak atau
tidak berdiferensiasi baik diperlukan batas eksisi 6mm 15.
Sebagai tambahan diperlukan pertimbangan untuk mencapai batas
yang aman. Rekonstruksi dari defek tergantung pada ukuran defek dan sifat
tumor yang dieksisi. Untuk lesi yang lebih kecil penutupan primer dan
proses penyembuhan luka adalah pilihan yang drekomendasikan. Pada
defek yang lebih besar (intermediate) diperlukan skin graft atau rotational
flap untuk penutupan defek yang adekuat. Untuk defek yang besar maka
diperlukan maka perlu regional atau pedicled flaps atau free flaps. sehingga
sebelum dilakukan eksisi diperlukan konsultasi ke ahli bedah rekonstruksi
15
.
 Topical terapi 12.
 Sun block diterapkan dua kali sehari selama 7 bulan dapat melindungi
terhadap pengembangan AK (A, I) 12.
 Krim 5-Fluorouracil digunakan dua kali sehari selama 6 minggu
efektif untuk hingga 12 bulan dalam pembersihan mayoritas AK.
Karena efek samping dari rasa sakit, rejimen yang kurang agresif
sering digunakan, yang mungkin efektif, tetapi belum sepenuhnya
dievaluasi (A, I) 12.

18
 Gel diclofenac memiliki efikasi moderat dengan morbiditas rendah
pada AKs ringan. Ada beberapa data tindak lanjut untuk menunjukkan
durasi manfaat (B, I) 12.
 Krim Imiquimod 5% tidak berlisensi untuk AK, tetapi telah terbukti
efektif selama 16 minggu pengobatan tetapi hanya 8 minggu tindak
lanjut. Secara berat, itu adalah 19 kali biaya 5-fluorourasil. Mereka
memiliki efek samping yang serupa (B, I) 12.

K. Prognosis
Progresif : Risiko keseluruhan dari AK yang berubah menjadi kanker
invasif adalah rendah. Pada individu dengan risiko rata-rata, kemungkinan lesi
AK berkembang ke SCC kurang dari 1% per tahun. Meskipun tingkat
perkembangan yang rendah ini, penelitian menunjukkan bahwa 60% SCC
penuh muncul dari AK yang sudah ada sebelumnya, memperkuat gagasan
bahwa lesi ini terkait erat 7,9
Regresi: Tingkat regresi yang dilaporkan untuk lesi AK tunggal berkisar
antara 15-63% setelah satu tahun 5,7
Kambuh : Tingkat kekambuhan setelah 1 tahun untuk lesi AK tunggal yang
telah mengalami kemunduran berkisar antara 15–53% 7.

19
BAB III
KESIMPULAN

Sebagian besar tumor kulit terjadi sebagai akibat kerusakan multikausal


jangka panjang dari epidermis. Faktor yang paling dikenal adalah cahaya matahari.
Terutama pada orang yang banyak terpapar cahaya matahari, seperti para pelaut,
petani, dan orang yang banyak pergi ke daerah tropik, pada umur lanjut terjadi
didaerah kulit yang terbuka (muka, kepala, punggung tangan) perubahan-perubahan
aktinik. Dari spektrum cahaya matahari terutama bagian ultraviolet yang memberi
kerusakan terbesar. Terutama pembakaran oleh cahaya matahari dalam hal ini
merupakan faktor penting. Penderita yang mempunyai kulit dengan sedikit pigmen,
lebih cepat menderita pembakaran oleh cahaya matahari, sehingga mempunyai risiko
terbesar 5,8.

Faktor lain adalah mekanisme reparasi molekul DNA dalam inti sel. Jika
mekanisme ini (sering familial) sedikit banyak terganggu maka kemungkinan
terjadinya tumor kulit lebih besar. Kemungkinan reparasi yang mengalami defek
ekstrem kita dapati pada penyakit kulit familial resesif xeroderma pigmentosum
dengan terjadinya banyak tumor maligna mulai umur muda. Juga pada melanoma
dipikirkan kemungkinan korelasi dengan pengaruh cahaya matahari, ditambah dengan
pertahanan imunologik kulit terhadap sinar ultraviolet terhambat 7

Keratosis aktinik biasanya timbul pada permukaan kulit yang terkena sinar
matahari seperti wajah, leher, kulit kepala dan ekstremitas. Daerah yang terserang
tampak seperti lesi eritematosa, bersisik dan dengan permukaan yang kasar. Lesi ini
disebabkan oleh pajanan kronik sinar matahari, terutama pada pasien berusia lanjut.
Neoplasma prakanker ini dapat berubah menjadi karsinoma sel skuamosa dan harus
diobati. Tindakan pengobatannya termasuk elektrodesikasi dengan kuretase atau
bedah beku. Pasien diingatkan terhadap pajanan sinar matahari selanjutnya, dan

20
dianjurkan untuk memakai tabir surya yang dapat menghambat sinar UVB dan sinar
UVA dengan faktor proteksi 15 atau 30 (presun, solbar, sundown, bain de solei) 4,6

Penatalaksanaan AK utamanya adalah destruksi dari lesi tersebut dengan 3


cara, yaitu Liquid Nitrogen Cryosurgery, kuret dengan atau tanpa electrocautery, dan
eksisi. Terapi lainnya adalah dengan obat topikal, yaitu 5-florouracil, imiquimod, dan
diklofenak, dan terapi prosedural, berupa cryopeeling, dermabrasi, laser, bedah eksis
dan terapi fotodinamik. Pencegahan dari AK adalah menghindari radiasi sinar UV
10,13,15
.

Prognosis AK ; Progresif : Risiko keseluruhan dari AK yang berubah menjadi


kanker invasif adalah rendah. Pada individu dengan risiko rata-rata, kemungkinan lesi
AK berkembang ke SCC kurang dari 1% per tahun. Meskipun tingkat perkembangan
yang rendah ini, penelitian menunjukkan bahwa 60% SCC penuh muncul dari AK
5,6
yang sudah ada sebelumnya, memperkuat gagasan bahwa lesi ini terkait erat .
Regresi: Tingkat regresi yang dilaporkan untuk lesi AK tunggal berkisar antara 15-
63% setelah satu tahun 4,6. Kambuh : Tingkat kekambuhan setelah 1 tahun untuk lesi
AK tunggal yang telah mengalami kemunduran berkisar antara 15–53% 7.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi, et all. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta :
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Eroschenko V.P. Atlas
Histologi Difiore. Edisi 11. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010.
2. Daniel S. Wibowo.2008. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta : Penerbit
Grasindo.
3. Junqueira L.C. dan Carneiro J. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Sterry W, et all. 2014. Guidline of Actinic Keratosis. European Dermatology
Forum. Berlin;Germany. <from; http://www.ensas.ee/docs/management_
of_actinic_keratoses.pdf>
5. Keohane S, Kownacki S, Moncrieff G, el al. 2007. Actinic (Solar) Keratosis-
Primary Care Treatment Pathway. British Journal of Dermatology <from;
http://www.pcds.org.uk/ee/images/uploads/general/Actinic_(Solar)_Keratosis
_Primary_Care_Treatment_Pathway.pdf>
6. Duncan Karynne, Oxman, Geisse John, Lefell David. 2008. Epidermal and
Appendegeal Tumors diseaes. In : Wolff KG,LA. Katz, SI. Gilchrest, BA.
Paller, AS. Leffeld, DJ. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.
7thed: McGraw Hill.
7. Siegel J.A, Korgavkar K, Weinstock M.A. 2017. Current perspective on ctinic
keratosis : a review. British Journal of Dermatology; USA <from:
https://cdn2.hubspot.net/hubfs/442096/Siegel_et_al_2016_British_Journal_of
_Dermatology.pdf>
8. Robin Graham Brown and Tony Burns. 2005. Lecture Notes on Dermatology.
Eigth Edition. Jakarta : Penerbit Erlangga.
9. Kumar Vinay, dkk. 2013. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

22
10. Sylvia dan Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
11. Casari A. Chester J, Pellacani G. 2018. Review: Actinik Keratosis and Non-
Invasive Diagnostic Techniques: An Update. Clinica Dermatologica,
Policlinico di Modena, Via del Pozzo 70, 411124, Italy <from :
http://www.mdpi.com/journal/biomedicines >
12. De Berker D, McGregor J.M, Hughest B.R, 2007. Guidelines for the
management of actinic keratosis. British Association of Dermatology
Therapy Guidelines and Audit Subcommittee; UK <from ;
http://www.bad.org.uk/library-media%5Cdocuments%5CActinic_keratoses_
guidelines_2007.pdf>
13. British Association of Dermatologists. 2010. Keratoacanthoma. British
Association of Dermatologists ; UK <from : http://www.bad.org.uk
/shared/get-file.ashx?id=96&itemtype=document>
14. Machado H.H, Alves A.M, Gomes A.P.N, Torriani M.A. 2012.
Keratoacanthoma in the cutaneous area of the upper lip : A case report.
School of Dentistry, Federl University of Pelotas, Pelotas, RS ; Brazil <from :
http://www.scielo.br/pdf/roc/v27n3/v27n3a13.pdf>
15. Parikh S.A, Patel V.A, Ratner D. 2014. Advance in the management of
cutaneous squamous cell carcinoma. Columbia University Departement of
Dermatology ; New York, USA <from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC4126542/pdf/medrep-06-70.pdf>

23

Anda mungkin juga menyukai