Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

TINEA KAPITIS

DOSEN:
SRI YULIANTI, S.Kep., Ns., M.Kep

OLEH :
KELAS 3A KEPERAWATAN
KELOMPOK 5

CANTIKA LARASATI
GUSTI AGUNG AYU WIDIYANI
INTAN ANGELINA DOMBO
M. HIAN AKHIR
NI MADE RIANTIKA YANI
RAHMA PUTRI SEPTIANI
SITI RAHAYU

PROGRAM STUDI NERS


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami
berharap makalah yang kami susun dapat bermanfaat untuk menambah. Kami
menyadari bahwa makalah kami masih banyak kekurangan maka kami mengharap
kritik dan saran dari pembaca.

Palu, 11 September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan.............................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................
A. Anatomi Fisiologi...........................................................................................
B. Konsep medis.................................................................................................
1. Definisi.......................................................................................................
2. Aspek epidemiologi....................................................................................
3. Etiologi.......................................................................................................
4. Patofisiologi................................................................................................
5. Pathway .....................................................................................................
6. Manifestasi klinik .....................................................................................
7. Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier................................................
8. Penatalaksanaan .........................................................................................
9. Komplikasi.................................................................................................
10. Farmakologi..............................................................................................
11. Terapi Komplementer...............................................................................
C Proses keperawatan.........................................................................................
1. Pengkajian..................................................................................................
2. Diagnosa keperawatan................................................................................
3. Intervensi dan rasional................................................................................
BAB 3 PENUTUP......................................................................................................
A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur
superfisial pada kulit kepala, bulu mata dengan kecenderungan menyerang
tangkai rambut dan folikel – folikel rambut. Penyakit ini termasuk kepada
mikosis superfisialis atau dermatofitosis. Beberapa sinonim yang digunakan
termasuk ringworm of the scalp dan tinea tonsurans. Di Amerika Serikat dan
wilayah lain di dunia insiden dari tinea kapitis meningkat.
Dermatofitosis mempunyai beberapa gejala klinik yang nyata, tergantung
pada letak anatomi dan etiologi agents. Secara klinis dermatofitosis terdiri atas
tinea kapitis, tinea favosa (hasil dari infeksi oleh Trichophyton schoenleinii),
tinea corporis ( ringworm of glabrous skin ), tinea imbrikata ( ringworm hasil
infeksi oleh T. concentrikum ), tinea unguium ( ringworm of the nail ), tinea
pedis ( ringworm of the feet ), tinea barbae ( ringworm of the beard ) dan tinea
manum ( ringworm of the hand).
Di klinis tinea kapitis ditemukan berbeda – beda dari dermatofitosis non
inflamasi dengan sisik mirip dermatitis seboroik sampai inflamasi dengan lesi
bersisik yang eritematous dan kerontokan rambut atau alopesia dan dapat
berkembang menjadi inflamasi yang berat berupa abses yang dalam disebut
kerion, yang mempunyai potensi menjadi jaringan parut dan menyebabkan
alopesia yang menetap. Keadaan penyakit ini tergantung pada interaksi antara
host dan agen penyebab.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tinea kapitis ?
2. Bagaimana epidemiologi tinea kapitis ?
3. Bagaimana etiologi tinea kapitis ?
4. Bagaimana patofisiologi tinea kapitis ?
5. Bagaimana Pathway tinea kapitis ?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari tinea kapitis ?
7. Bagaimana cara pencegahan tinea kapitis?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari tinea kapitis?
9. Bagaimana komplikasi dari tinea kapitis ?
10. Bagaimana farmakologi dari tenia kapitis ?
11. Bagaimana terapi komplementer dari tenia kapitis ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian tinea kapitis.
2. Untuk mengetahui epidemiologi tinea kapitis.
3. Untuk mengetahui etiologi tinea kapitis.
4. Untuk mengetahui patofisiologi tinea kapitis.
5. Bagaimana Pathway tinea kapitis ?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari tinea kapitis ?
7. Bagaimana cara pencegahan tinea kapitis?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari tinea kapitis?
9. Bagaimana komplikasi dari tinea kapitis ?
10. Bagaimana farmakologi dari tenia kapitis ?
11. Bagaimana terapi komplementer dari tenia kapitis ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Fisiologi Beserta Gambar
1. Anatomi Kulit Manusia
Kulit adalah pembatas antara manusia dan lingkungannya. Kulit mempunyai
berat rata-rata 4 kg dan meliputi area seluas 2m². Kulit berperan sebagai
pembatas, melindungi tubuh dari lingkungan luar dan mencegah hilangnya
zat-zat tubuh yang penting, terutama air (Weller, et al, 2015). Kulit memiliki 3
lapisan, yaitu:
a. Epidermis
Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang
paling tebal berukuran 1 milimeter, misalnya pada telapak kaki dan telapak
tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada
kelopak mata, pipi, dahi, dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit.
1) Stratum Korneum
Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti,
tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna, dan sangat
sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas
keratin, jenis protein yang tidak larut dalam air, dan sangat resisten
terhadap bahan-bahan kimia. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit
untuk memproteksi tubuh dari pengaruh luar. Secara alami, sel-sel
yang sudah mati di permukaan kulit akan melepaskandiri untuk
beregenerasi. Permukaan stratum korneum dilapisi oleh suatu lapisan
pelindung lembab tipis yang bersifat asam, disebut mantel asam kulit
2) Stratum Lucidum
Terletak tepat di bawah stratum korneum, merupakan lapisan yang
tipis, jernih, mengandung eleidin. Antara stratum lucidum dan
stratum granulosum terdapat lapisan keratin tipis yang disebut rein's
barrier (Szakall) yang tidak bisa ditembus .
3) Stratum Granulosum
Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir
kasar, berinti mengkerut. Di dalam butir keratohyalin terdapat bahan
logam, khususnya tembaga yang menjadi katalisator proses
pertandukan kulit
4) Stratum Spinosum
Memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya besar
dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas
serabut protein. Cairan limfe masih ditemukan mengitari sel-sel
dalam lapisan malphigi ini
5) Stratum Germinativum
Adalah lapisan terbawah epidermis. Di dalam stratum germinativum
juga terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami
keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmenmelanin dan
memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui dendrit-
dendritnya. Satu sel melanosit melayani sekitar 36 sel keratinosit.
Kesatuan ini diberi nama unit melanin epidermal
b. Dermis
Terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin yang berada di dalam
substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin
mukopolisakarida. Serabut kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan
berat kulit manusia bebas lemak. Di dalam dermis terdapat adneksa-
adneksa kulit seperti folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat,
saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh
darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada
lapisan lemak bawah kulit
1) Hipodermis atau Subkutis
Hipodermis atau lapisan subkutis (tela subcutanea) tersusun atas
jaringan ikat dan jaringan adiposa yang membentuk fasia superficial
yang tampak secara anatomis. Hipodermis ini terdiri dari sel-sel lemak,
ujung saraf tepi, pembuluh darah dan pembuluh getah bening,
kemudian dari beberapa kandungan yang terdapat pada lapisan ini
sehingga lapisan hipodermis ini memiliki fungsi sebagai penahan
terhadap benturan ke organ tubuh bagian dalam, memberi bentuk pada
tubuh, mempertahankan suhu tubuh dan sebagai tempat penyimpan
cadangan makanan.

2. Fungsi Kulit
a. Termoregulasi
Kulit berkontribusi pada termoregulasi tubuh dengan dua cara,
yaitu: dengan cara melepaskan keringat dari permukaan dan
menyesuaikan aliran darah di dermis. Sebagai respon pada
lingkungan bersuhu tinggi atau karena panas yang disebabkan oleh
olahraga, produsi keringat dari kelenjar ekrin akan meningkat, hal
ini menyebabkanmenguapnya keringat dari permukaan kulit dan
menjadikan temperatur tubuh menurun. Pada saat itu pula,
pembuluh darah di dermis akan dilatasi sehingga aliran darah
mengalir ke dermis, yang mana akan menyebabkan semakin
bertambahnya panas yang keluar dari tubuh. Pada keadaan
lingkungan dingin, maka sebaliknya, produksi dari kelenjar keringat
ekrin akan menurun dan aliran darah di dermis akan konstriksi
untuk mengurangi pengeluaran panas dari tubuh.
b. Reservoir Darah
Dermis mempunyai jaringan pembuluh darah yang luas yang mana
membawa 8-10% dari total pembuluh darah dalam manusia dewasa
yang sedang beristirahat
c. Proteksi
Kulit memproteksi tubuh dengan berbagai cara. Keratin membantu
proteksi jaringan dibawahnya dari mikroba, abrasi, panas, dan kmia.
Lipid dilepaskan oleh lamellar granules menghambat penguapan air
dari permukaan kulit, sehingga menjaga tubuh dari dehidrasi. Lipid
juga membantu memperlambat air masuk pada saat renang atau
mandi. Minyak sebum dari kelenjar sebasea membantu kulit dan
rambut kering dan mengandung bakterisidal yang dapat membunuh
bakteri di permukaan. Keringat, yang mana bersifat pH asam
membantu memperlambat tumbuhnya beberapa mikroba. Pigmen
melaninmembantu proteksi dari efek berbahaya sinar ultraviolet
d. Ekskresi & Absorbsi
Walaupun stratum korneum bersifat tahan air, sekitar 400 mL air
menguap melaluinya setiap hari. Keringat berperan sebagai melepas
air dan panas dari tubuh, selain itu keringat juga sebagai
transportasi untuk ekskresi beberapa jumlah garam, karbon
dioksida, dan 2 molekul organic yang dihasilkan oleh pemecahan
protein: amonia dan urea. Absorbsi zatzat yang larut air melalui
kulit tidak perlu dibahas, namun beberapa vitamin yang larut lemak
(A, D, E, & K), beberapa obat, dan gas oksigen serta gas
karbondioksida dapat menembus kulit. Beberapa material toksik
seperti aseton dan karbon tetraklorida, garam dari logam berat
seperti timah, arsen, merkuri juga dapat diabsorbsi oleh kulit
e. Cutaneous Sensations
Cutaneous Sensations adalah sensasi yang timbul di kulit, termasuk
sensasi taktil; sentuhan, tekanan, dan getaran; sensasi termal seperti
panas dan dingin. Cutaneous Sensations yang lain adalah rasa sakit,
biasanya sakit adalah indikasi adanya jaringan yang akan atau
rusak. Di kulit ada banyak susunan akhiran saraf dan reseptor,
seperti korpuskel di dalam dermis, dan pleksus akar rambut di
setiap folikel rambut.
B. Konsep Medis
1. Pengertian Tinea Kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi
bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran klinis yang
lebih berat, yang disebut kerion. Tinea kapitis lebih banyak terdapat pada
anak-anak prapubertas (preadolescent).
2. Epidemiologi
Insiden tinea kapitis masih belum diketahui pasti, tersering di jumpai
pada anak-anak 3-14 tahun jarang pada dewasa, kasus pada dewasa karena
infeksi T. Tonsurans dapat dijumpai misalkan pada pada pasien AIDS dewasa.
Transmisi meningkat dengan berkurangnya hiegiene sanitasi individu,
padatnya penduduk, dan status ekonomi rendah. Insiden tinea kapitis
dibandingkan dermatomikosis di medan 0,4% (1996-1998), RSCM besar
Jakarta 0,61- 0,87% tahun 19989-1992, Manado 2,2 -6 % (1990-1991) dan
Semarang 0,2%.
Di Surabaya kasus baru Tinea kapitis antara tahun 2001 -2006 insiden
nya dibandingkan kasus baru dermatonikosis dipolidermatomikosis URJ kulit
dan kelamin RSU Dr. Soetomo antara 0,31 % -1,55 %. Pasien tinea kapitis
terbanyak pada masa anak-anak < 14 tahun 93,33% anak laki-laki lebih
banyak (54,5%)dibanding anak perempuan (45,5%). Di Surabaya tersering
tipe kerion (62,5%) daripada tipe Gray Patch (37,5%). Tipe Black dot tidak
diketemukan. Spesies penyebab Microsporum gypseum (geofilik),
Microsporum ferrugineum (antropofilik) dan Trichophyton mentagrophytes
(zoofilik yang dijumpai pada hewan kucing, anjing, sapi, kambing, babi, kuda,
binatang pengerat dan kera ).
3. Etiologi
Spesies dermatofit umumnya dapat sebagai penyebab, kecuali E.
floccosum, T.concentricum dan T. mentagrophytes var. interdigitale (T.
interdigitale) yang semuanya jamur antropofilik tidak menyebabkan tinea
kapitis dan T. Rubrum jarang. Tinea kapitis disebabkan oleh trychopphyt
canis T. Tonsurans ditularkan melalui kontak antara anak dengan anak yang
dapat menyerang batang rambut yang menyebabkan kerontokkan secara klinis
yang akan dijumpai sebuah atau beberapa bercagak yang budar, berwarna
kemudian rambut menjadi rapuh dan patah atau didekat sehingga
meninggalkan bercak – bercak kebotakan. Tiap negara dan daerah berbeda-
beda untuk spesies penyebab tinea kapitis , juga perubahan waktu dapat ada
spesies baru karena penduduk migrasi. Spesies antropofilik (yang hidup di
manusia) sebagai penyebab yang predominan.
4. Patofisiologi
Dermatofit ektotrik (diluar rambut) infeksinya khas di stratum korneum
perifolikulitis, menyebar sekitar batang rambut dan dibatang rambut bawah
kutikula 1 dari pertengahan sampai akhir anagen saja sebelum turun ke folikel
rambut untuk menembus kortek rambut. Hifa-hifa intrapilari kemudian turun
ke batas daerah keratin, dimana rambut tumbuh dalam keseimbangan dengan
proses keratinisasi, tidak pernah memasuki daerah berinti. Ujung-ujung hifa-
hifa pada daerah batas ini disebut Adamson’s fringe, dan dari sini hifa-hifa
berpolifrasi dan membagi menjadi artrokonidia yang mencapai kortek rambut
dan dibawa keatas pada permukaan rambut. Rambut-rambut akan patah tepat
diatas fringe tersebut, dimana rambutnya
Sekarang menjadi sangat rapuh sekali. Secara mikroskop hanya
artrokonidia ektotrik yang tampak pada rambut yang patah, walaupun hifa
intrapilari ada juga. Patogenesis infeksi endotrik (didalam rambut) sama
kecuali kutikula tidak terkena dan artrokonidia hanya tinggal dalam batang
rambut menggantikan keratin intrapilari dan meninggalkan kortek yang intak.
Akibatnya rambutnya sangat rapuh dan patah pada permukaan kepala dimana
penyanggah dan dinding folikuler hilang meninggalkan titik hitam kecil
(black dot). Infeksi endotrik juga lebih kronis karena kemampuannya tetap
berlangsung di fase anagen ke fase telogen.
5. Pathway
Awal

Dermatofit masuk ke jaringan


keratin

Dermatofit berkompetisi dengan flora


normal rambut

Infeksi menyebar

Lapisan keratin Kelenjar sebasea

Hiperkeratik

Non-Inflamatori
Ektotrik endotrik

Dermatofit diluar lapisan Dermatofit masuk dalam


rambut komponen rambut komponen rambut

Wood lamp hijau Infeksi masuk stratum Wood lamp


comeum perifollicular

Menyebar dengan pola


lingkaran

Antigen masuk kefolikel


rambut
Korteks rambut

Meninggalkan korteks
dengan kelainan

Hifa tumbuh di intrapylari

Menggantikan keratin
Hiperkoratotik
intrapikari
bulat

Patah diluar scalp di


dinding tolikular

Rambut Mudah Patah

Alopecia

Inflamatori

Infeksi masuk stratum Folikel pus


comeum perifollicular
Lisis materi antigen
Menyebar dengan
sporadik PMN & makrofag

Antigen masuk ke folikel


1 Respon inflamasi
rambut
lokal

Korteks rambut IL-1 Kimfadenopati


corvical

Meninggalkan korteks Perubahan set poin


tanpa kelainan
Demam
Hifa tumbuh di intra
pylari
Materi untuk vasodilatasi

Menggantikan keratin Prostaglandin Histamin


intrapylari

Patah diluar sclap Nyeri Pruritus


didinding folikular

Rambut mudah patah

Scapping Alopecia

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tergantung etiologinya :
1. Bentuk non inflamasi, manusia atau epidemik.
Umumnya karena jamur ektotriks antropofilik, M. audouinii di Amerika
dan Eropa namun sekarang jarang atau M. ferrugineum di Asia. Lesi mula-
mula berupa papula kecil yang eritematus, mengelilingi satu batang rambut
yang meluas sentrifugal mengelilingi rambut-rambut sekitarnya. Biasanya
ada skuama, tetapi keradangan minimal. Rambut-rambut pada daerah yang
terkena berubah menjadi abu-abu dan kusam sekunder dibungkus
artrokonidia dan patah beberapa milimeter diatas kepala. Seringkali lesinya
tampak satu atau beberapa daerah yang berbatas jelas pada daerah oksiput
atau leher belakang.
Kesembuhan spontan biasanya terjadi pada infeksi Microsporum. Ini
berhubungan dengan mulainya masa puber yang terjadi perubahan
komposisi sebum dengan meningkatnya asam lemak-lemak yang fungistatik,
bahkan asam lemak yang berantai medium mempunyai efek fungistatik yang
terbesar. Juga bahan wetting (pembasah) pada shampo merugikan jamur
seperti M. audouini.
2. Bentuk inflamasi
Biasanya terlihat pada jamur ektotrik zoofilik (M. canis) atau geofilik
(M.gypseum). Keradangannya mulai dari folikulitis pustula sampai kerion yaitu
pembengkakan yang dipenuhi dengan rambut-rambut yang patah-patah dan
lubang-lubang folikular yang mengandung pus3. Inflamasi seperti ini sering
menimbulkan alopesia yang sikatrik. Lesi keradangan biasanya gatal dan dapat
nyeri, limfadenopati servikal, panas badan dan lesi tambahan pada kulit halus.
3. Tinea Kapitis black dot/ Black dot Ring Worm
Bentuk ini disebabkan karena jamur endotrik antropofilik, yaitu T.
tonsurans atau T. violaceum. Rontok rambut dapat ada atau tidak. Bila ada
kerontokan rambut maka rambut-rambut patah pada permukaan kepala hingga
membentuk gambaran kelompok black dot. Biasanya disertai skuama yang
difus; tetapi keradangannya bervariasi dari minimal sampai folikulitis pustula
atau lesi seperti furunkel sampai kerion.
Berdasarkan bentuk yang khas, tinea kapitis dibagi dalam empat bentuk:
a. Gray pacth ring worm
Penyakit ini dimulai dengan papel merah kecil yang melebar
kesekitarnya dan membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik.
Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak mengkilat lagi dan mudah patah
dan terlepas dari akarnya, sehingga menimbulkan alopesia setempat. Dengan
pemeriksaan dengan sinar wood tampak flourisensi kekuning-kuningan pada
rambut yang sakit melalui batas gray pacth tersebut. Jenis ini biasanya
disebabkan spesies mikrosporon dan trikofiton.
b. Black dot ring worm
Terutama disebabkan oleh trikofiton tonsuran, T.Violaseum dan
T.Mentagrofites. Infeksi jamur terjadi dalam rambut (endotrik) atau diluar
rambut atau (ektotrik) yang menyebabkan rambut putus tepat pada
permukaan kulit kepala.
Ujung rambut tampak sebagai titik-titik hitam diatas permukaan kulit
yang bewarna kelabu, sehingga tampak sebagai gambaran “black dot”.
Biasanya bentuk ini terdapat pada orang dewasa dan sering terjadi pada
wanita. Rambut sekitar lesi juga jadi tidak bercahaya lagi disebabkan
kemungkinan sudah terkena infeksi.
c. Kerion
Bentuk ini adalah bentuk yang serius, karena disertai radang yang
hebat yang bersifat lokal, sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil
yang berkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di
daerah ini putus-putus dan mudah dicabut. Bila kerion ini menyembuh akan
meninggalkan suatu daerah yang botak permanen oleh karena terjadi
sikatrik. Bentuk ini disebabkan oleh mikrosporon kanis, M.gipseum ,
trikofiton tonsuran dan T.Violaseum.
d. Tinea favosa
Kelainan dikepala dimulai dengan bintik-bintik kecil dibawah kulit
yang bewarna merah kekuningan dan berkembangan menjadi krusta yang
berbentuk cawan (skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus
“moussy odor”. Rambut diatas skutula putus-putus dan mudah lepa dan tidak
mengikat lagi.
Bila menyembuh akan meninggalkan jaringan parut dan alopesia
yang permanen. Penyebab utamanya adalah trikofiton schoenleini,
T.violaseum, dan T.gipsum. oleh karena tinea kapitis ini sering menyerupai
penyakit-penyakit kulit yang menyerang daerah kepala, maka penyakit ini
harus dibedakan dengan penyakit-penyakit bukan oleh jamur seperti :
1. Tsoriasis vulgaris
2. Dermatitis seboroika
3. Trikoti lomania
7. Pencegahan
1. Mencari binatang penyebab dan diobati di dokter hewan untuk mencegah
infeksi pada anak-anak lain.
2. Mencari kontak manusia atau keluarga, dan bila perlu dikultur
3. Anak-anak tidak menggunakan bersama sisir, sikat rambut atau topi,
handuk, sarung bantal dan lain yang dipakai dikepala.
4. Anak-anak kontak disekolah atau penitipan anak diperiksakan ke
dokter/rumah sakit bila anak-anak terdapat kerontokan rambut yang
disertai skuama. Dapat diperiksa dengan lampu Wood.
5. Pasien diberitahukan bila rambut tumbuh kembali secara pelan, sering
perlu 3-6 bulan. Bila ada kerion dapat terjadi beberapa sikatrik dan
alopesia permanen.
6. Mencuci berulang kali untuk sisir rambut, sikat rambut, handuk, boneka
dan pakaian pasien, dan sarung bantal pasien dengan air panas dan sabun
atau lebik baik dibuang.
7. Begitu pengobatan dimulai dengan obat anti jamur oral dan shampo, pasien
dapat pergi ke sekolah.
8. Tidak perlu pasien mencukur gundul rambutnya atau memakai penutup
kepala.
8. Penatalaksanaan
1. berikan obat topical berupa sampo atau silenium sulfida sampo providone
iodone atau sapo yang mengandung derivate azol
2. pengobatan sistematik dengan griseofulvin microsize dengan dosis
direkomendasikan . dengan lamanya pemberian 6-8 minggu
3. dalam keadaan tertentu perlu dipertimbangkan pemberian kortikosteroid oral
rasional untuk menghindari reaksi “id” dan mengurangi peradangan.
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul setelah mengalami tinea kapitis adalah kerontokan
rambut atau kebotakan, serta bekas luka (jaringan parut) permanen. Kondisi tersebut
terjadi saat tinea kapitis pada kulit kepala menjadi kerion atau favus. Akibatnya,
rambut menjadi mudah lepas jika ditarik, sehingga dapat terjadi kebotakan secara
permanen.
10. Farmakologi
Terapi farmakologis untuk tinea kapitis idealnya diberikan setelah ada
konfirmasi keberadaan jamur, baik melalui pemeriksaan mikroskopis langsung
atau hasil kultur. Namun, pada populasi yang memiliki risiko tinggi dan pada
area yang memerlukan waktu lama untuk mendapatkan hasil pemeriksaan,
terapi dapat diberikan bila gejala klinis mengarah ke tinea kapitis. Terapi utama
untuk tinea kapitis adalah antifungal oral, sedangkan terapi topikal hanya
berlaku sebagai adjuvan.
11. Terapi Komplementer
Banyak alasan terjadinya peningkatan penggunaan herbal. Alasan tersebut
berkisar dari daya tarik produk dari „alam‟ dan persepsi bahwa produk tersebut
„aman‟ (atau paling tidak lebih aman dari pada obat konvensional). Persepsi
obat herbal akan mempengaruhi sikap terhadap produk-produk tersebut. Hal ini
dibuktikan oleh aspek-aspek perilaku konsumen yang menunjukkan
kepercayaan bahwa obat herbal aman secara turun temurun (Heinrich, 2009)
Menurut survey di Amerika Serikat, sebanyak US$ 17 milyar dihabiskan oleh
lebih 158 juta masyarakat Amerika sejak tahun 2000 untuk belanja obat herbal
dan terus meningkat sampai sekarang.
Sedangkan di Jerman, lebih dari 70% masyarakatnya menggunakan “natural
medicines”, bahkan mereka menggunakan obat herbal sebagai pilihan utama
untuk mengobati penyakit-penyakit ringan dan gangguan kesehatan ringan
(WHO, 2004). Negara-negara Asia dan Afrika, 80% penduduknya sangat
tergantung pada pengobatan tradisional dalam perawatan kesehatannya. Negara
berkembang, 70% sampai 80% penduduknya menggunakan pengobatan
altenatif atau pengobatan komplementer. Herbal treatments lebih dikenal
sebagai pengobatan tradisional dan sangat menguntungkan dalam pasar
internasional.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan rempah-rempah dan sangat
potensi untuk perkembangan obat herbal, bahan herbal tersebut relatif lebih
murah dan mudah didapat di Indonesia. Salah satu tanaman herbal yang dapat
digunakan untuk mengobati infeksi Microsporum sp adalah lengkuas (Alpinia
Galanga Linn.).
Tanaman lengkuas merupakan tanaman obat yang dapat bermanfaat sebagai
antifungi, yang memiliki kandungan 1% minyak atsiri berwarna kuning
kehijauan yang terutama terdiri dari metil-sinamat 48 %, sineol 20%-30%,
eugenol, kamfer 1 %, seskuiterpen, ä -pinen, galangin, dan lain-lain. Eugenol
yang terdapat pada rimpang lengkuas (Alpinia galanga Linn.) dikenal memiliki
efek sebagai antifungi. Salah satu efek obat dari eugenol adalah sebagai
antiseptik lokal, sedangkan derivat dari eugenol dapat bekerja sebagai biocide
dan antiseptik. Senyawa lain yang juga memiliki efek sebagai antijamur adalah
diterpene. Senyawa ini berhasil diisolasi dari biji lengkuas (Alpinia galanga
Linn.) dan diidentifikasi sebagai (E)-8 beta, 17 epoxylabd-12-ene-15, 16-dial
(Jirovetz et al., 2003).
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa diterpene bekerja dengan cara
mengubah lipid membran dari Microsporum sp yang berakibat pada perubahan
permeabilitas membrannya. Untuk mendapatkan zat aktif dalam rimpang
lengkuas, dapat dilakukan dengan cara ekstraksi (De Padua et al., 1999). Untuk
mendapatkan bahan aktif pada lengkuas dapat dilakukan dengan pelarut n-
heksana, etil asetat dan metanol.

C. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat psikososial
7. Kebiasaan sehari-hari
8. Pemeriksaan fisik
b. Diagnosa Keperawatan
a. gangguan konsep diri (body image) b.d perubahan penampilan fisik
b. kerusakan integritas kulit b.d lesi akibat efek dari garuk
c. gangguan pola tidur / istirahat b.d gatal/pruritus
c. Intervensi dan Rasional
a. gangguan konsep diri (body image) b.d perubahan penampilan fisik
hasil yang diharapkan
1) klien menilai keadaan dirinya terhadap hal-hal yang realistik tanpa
menyimpang
2) dapat menyatakan dan menunjukkan peningkatan konsep diri
3) dapat menunjukkan adaptasi yang baik dan menguasai kemampuan diri.
rencana keperawatan:
4) bina hubungan saling percaya antara perawat-klien
5) dorong klien untuk menyatakan perasannya, terutama cara ia merasakan
sesuatu, berpikir, atau memandang dirinya sendiri.
6) dorong klien untuk mengajukan pertanyaan mengenai masalah kesehatan,
pengobatan, dan kemajuan pengobatan dankemungkinan hasilnya.
7) beri informasi yang dapat dipercaya dan menguatkan informasi yang telah
diberikan.
8) jernihkan kesalahan persepsi individu tentang dirinya, mengenai
perawatan dirinya.
9) hindari kata-kata yang mengecam dan memojokkan klien.
10) lindungi privasi dan jamin lingkungan yang kondusif.
11) kaji kembali tanda dan gejala gangguan harga diri, gangguan citra tubuh,
dan perubahan penampilan peran.
12) Beri penjelasan dan penyuluhan tentang konsep diri yang positif.
b. kerusakan integritas kulit b.d lesi akibat efek dari garukan
hasil yang diharapkan
1) Area terbebas dari infeksi lanjut.
2) Kulit bersih, kering, dan lembab
rencana keperawatan:
a) Kaji keadaan kulit
b) Kaji perubahan warna kulit
c) Pertahankan agar area luka tetap bersih dan kering
d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
e) Anjurkan klien untuk memakai pakaian ( baju, celana, dalam, kaus kaki)
yang mudah menyerap keringat.
c. gangguan pola tidur / istirahat b.d gatal/pruritus
hasil yang diharapkan:
1) klien dapat menjelaskan faktor-faktor penghambat atau pencegah tidur
2) klien dapat mengidentifikasi tehnik untuk mempermudah tidur.
rencana keperawatan
3) identifikasi faktor-faktor penyebab tidak bisa tidur dan penunjang
keberhasilan tidur.
4) beri penjelasan pada klien dan keluarga penyebab gangguan pola tidur
5) atur prosedur tindakan medis atau keperawatan untuk member sesedikit
mungkin gangguan selama periode tidur (mis. ketika individu bangun
untuk makan obat, pada saat pengukuran tanda-tanda vital)
6) hindari prosedur yang tidak penting selama waktu penting.
7) anjurkan klien mandi air hangat sebelum tidur dan mengoleskan obat
salep (sesuai terapi) pada daerah lesi.
8) kolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian antihistamin/antigatal.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Tinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur
superfisial pada kulit kepala, bulu mata dengan kecenderungan menyerang
tangkai rambut dan folikel – folikel rambut. Penyakit ini termasuk kepada
mikosis superfisialis atau dermatofitosis. Tinea kapitis sering terjadi pada anak-
anak dengan bermacam-macam gejala klinis. Tinea kapitis disebabkan oleh
trychopphyt canis T. Tonsurans ditularkan melalui kontak antara anak dengan
anak yang dapat menyerang batang rambut yang menyebabkan kerontokkan
secara klinis yang akan dijumpai sebuah atau beberapa bercagak yang budar,
berwarna kemudian rambut menjadi rapuh dan patah atau didekat sehingga
meninggalkan bercak – bercak kebotakan.
Keadaan penduduk yang padat menyimpan jamur penyebab dan adanya
karier asimtomatis yang tidak diketahui menyebabkan prevalensi penyakit.
Tablet griseofulvin adalah pengobatan yang efektif dan aman, sebagai obat lini
pertama (gold standard). Obat lini kedua yaitu Itrakonazol, terbinafin atau kalau
terpaksa dengan flukonazol diberikan untuk pasien yang tidak sembuh dengan
griseofuvin, atau dapat sebagai obat jamur lini pertama. Terapi ajuvan dengan
shampo anti jamur untuk membasmi serpihan (fomites) yang terinfeksi,
mengevaluasi serta penanganan kontak yang dekat dengan pasien. Tinea kapitis
tipe Gray patch sembuh sendirinya dengan waktu, biasanya permulaan dewasa.
Semakin meradang reaksinya, semakin dini selesainya penyakit, yaitu yang
zoofilik (M. canis, T. mentagrophytesdan T. verrucosum) . Infeksi ektotrik
sembuh selama perjalanan normal penyakit tanpa pengobatan. Namun pasien
menyebarkan jamur penyebab kelain anak selama waktu infeksi. Sebaliknya
infeksi endotrik menjadi kronis dan berlangsung sampai dewasa.
B. Saran
Sebaiknya dilakukan diagnosa terlebih dahulu sebelum penyakit ini masuk
kedalam tubuh manusia sehingga dapat diatasi secara cepat sebelum penyakit ini
bertambah lebih parah. Diagnosa yang dapat dilakukan adalah dengan cara
pemeriksaan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang serta dapat dilakukan
dengan cara Mencari binatang penyebab dan diobati di dokter hewan untuk
mencegah infeksi pada anak-anak lain. Mencari kontak manusia atau keluarga, dan
bila perlu dikultur. Anak-anak tidak menggunakan bersama sisir, sikat rambut atau
topi, handuk, sarung bantal dan lain yang dipakai dikepala.Anak-anak kontak
disekolah atau penitipan anak diperiksakan ke dokter/rumah sakit bila anak-anak
terdapat kerontokan rambut yang disertai skuama. Dapat diperiksa dengan lampu
Wood. Pasien diberitahukan bila rambut tumbuh kembali secara pelan, sering
perlu 3-6 bulan. Bila ada kerion dapat terjadi beberapa sikatrik dan alopesia
permanen. Mencuci berulang kali untuk sisir rambut, sikat rambut, handuk, boneka
dan pakaian pasien, dan sarung bantal pasien dengan air panas dan sabun atau
lebik baik dibuang. Begitu pengobatan dimulai dengan obat anti jamur oral dan
shampo, pasien dapat pergi ke sekolah.Tidak perlu pasien mencukur gundul
rambutnya atau memakai penutup kepala. Namun apabila sudah terkena penyakit
ini maka segera melakukan terapi secara medis.
DAFTAR PUSTAKA
Sinta Murlistyarini. Suci Prawitasari. Lita Setyowatie. 2018. Intisari Ilmu Kesehatan
Kulit & Kelamin. Malang. UB Press
Veronica. Igaa Dwi Karlina. 2016. Jurnal Tinea Kapitis Tipe Gray Patch Yang
Diduga Disebabkan Oleh Microsporum Dan Trichophyton. Universitas Udayana
Denpasar Fakultas Kedokteran
Risnawati. 2019. Buku Ajar : Keperawatan Sistem Integumen. Jawa Tengah. Penerbit
Lakeisha

Lantani Nafisah Heviana. Reni Zuraida. Penatalaksanaan Holistik Tinea Kapitis Tipe
Gray Patch Ring Worm Pada Pasien Dewasa, 41 Tahun Melalui Pendekatan
Kedokteran Keluarga (Jurnal) Volume 11. 2021. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

Anda mungkin juga menyukai