PENDAHULUAN
1.2 Epidemiologi
Tumor testis meskipun kasus yang relatif jarang, merupakan keganasan tersering pada pria
kelompok usia 15 – 35 tahun dan merupakan 1% dari semua neoplasma pada pria. Setiap tahun
kira-kira ditemukan 3-10 kasus baru dari 100.000 pria di Amerika Serikat. Angka insiden tumor
testis meningkat dalam 40 tahun belakangan khususnya pada negara-negara industri.1,2 Sebagian
besar 95% tumor testis primer berasal dari sel germinal, dan sisanya berasal dari sel non germinal.3
Tingkat kelangsungan hidup lima tahun telah meningkat secara signifikan selama 30 tahun terakhir
dari sekitar 63% hingga lebih dari 90%.4 Kanker testis merupakan 22,72% keganasan dibidang
urologi yang terjadi di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau selama 3 tahun (2006-2009), dengan
urutan tertinggi kedua setelah kanker vesika urinaria. Usia terbanyak pasien 15-34 tahun. Hasil
pemeriksaan histopatologi menunjukkan jenis non seminoma lebih banyak dibandingkan dengan
seminoma.5
1.3 Etiologi
Kebanyakan kanker testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun. Penyebabnya yang pasti
tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menunjang terjadinya kanker testis:2,6,7
1. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
2. Perkembangan testis yang abnormal.
3. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai dengan rendahnya
kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran payudara (ginekomastia) dan testis yang kecil).
4. Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker testis tetapi masih
dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu dan infeksi oleh HIV. Jika di
dalam keluarga ada riwayat kanker testis, maka resikonya akan meningkat. 1% dari semua
kanker pada pria merupakan kanker testis. Kanker testis merupakan kanker yang paling sering
ditemukan pada pria berusia 15-40 tahun.
.
Stadium kanker testikular dapat dibagi menjadi 4 stadium sebagai berikut yaitu:
Stadium I. Tumor terbatas pada testis. Tidak didapati bukti tumor menyebar diluar testis oleh
pemeriksaan klinik, histologi atau radiografi. Terdapat penurunan serum Alpha Feto Protein
(AFP); Stadium II. Terdapat bukti mikroskopik yang berlokasi didalam skrotum atau
jauh diatas spermatic cord (< 5cm dari batas proksimal). Terdapat keterlibatan nodus limfe
retroperitoneal (< 2cm). Terdapat peningkatan serum AFP yang persisten; Stadium III.
Keterlibatan nodus limfe retroperitoneal (>2cm). Tidak terdapat bukti keterlibatan organ
viscera atau ekstra abdomen; dan Stadium IV. Terdapat metastase jauh.
Klasifikasi TNM pada tumor testis merupakan klasifikasi yang dipergunakan secara
luas. Klasifikasi TNM dapat dilihat pada tabel 2.1,8
1.5 Patofisiologi
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhinya mengenai seluruh
parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rete testis, epididimis, funikulus
spermatikus, atau bahkan ke kulit scrotum. Tunika albugenia merupakan barrier yang sangat kuat
bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albugenia oleh invasi
tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis. Kecuali kariokarsinoma,
tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para
aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian menuju ke kelenjar mediastinal dan supraclavikula,
sedangkan kariokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan otak.1,2,9
Pada pemeriksaan fisik testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi dan
tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada funikulus atau
epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan kelenjar
supraklavikuler, ataupun ginekomasti.6,8
Pada dasarnya, diagnosis karsinoma testis mudah karena merupakan benjolan di dalam
testis yang tidak nyeri dan yang tidak diafan pada uji transiluminasi. Biasanya tumor terbatas di
dalam testis sehingga mudah dibedakan dari epididimis pada palpasi yang dilakukan dengan
telunjuk dan ibu jari. Gejala dan tanda lain seperti nyeri pinggang, kembung, dispnoe atau batuk
dan ginekomasti menunjukkan pada metastasis yang luas. Metastasis paraaorta sering luas dan
besar sekali menyebabkan perut menjadi kembung. Metastasis di paru kadang tertabur luas dan
cepat menjadi besar, sehingga sesak nafas. Gonadotropin yang mungkin disekresi oleh sel tumor
dapat menyebabkan ginekomasti. Kadang keadaan umum merosot cepat dengan penurunan berat
badan.1,2,12,13
1.7 Diagnosis Banding
Diagnosis diferensial meliputi setiap benjolan didalam skrotum yang berhubungan dengan
testis dan keluhan-keluhan pada daerah testis, seperti epididimitis dan orkitis (nyeri dan gejala-
gejala inflamasi), torsio testis, hidrokel (kemungkinan hidrokel simtomatik terdapat sebagai akibat
tumor testis, diperlukan pungsi dan kemudian palpasi), varikokel, spermatokel, kista epididimis,
hernia skrotalis. Hematokel biasanya teraba keras dan tidak bertransluminasi biasanya testis tidak
teraba dan adanya riwayat trauma sebelumnya.11-13,14
Epididimitis dan orkitis adalah suatu inflamasi pada epididymis dan testis dengan atau
tanpa infeksi. Epididimis dapat bersifat akut dan kronis. Akut jika dibawah 6 minggu dan biasanya
keluhan berupa nyeri dan bengkak. Epididimitis kronis gejalanya berupa nyeri tanpa adanya
pembengkakan yang berlangsung lebih dari 3 minggu. Orkitis dapat terjadi jika reaksi inflamasi
dari epididymis menyebar ke testis.14
Epididimitis biasanya disebabkan adanya infeksi bakteri dari refluks urine. Studi
memperlihatkan bahwa jenis bakteri bervariasi dengan usia pasien. Pada laki-laki usia 14-35 tahun
biasanya disebabkan oleh infeksi Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis. Bakteri
nonspesifik juga dapat menyebabkan epididymitis. Pada laki-laki usia dibawah 14 dan diatas 35
tahun, seringkali disebabkan bakteri pathogen berupa Escherichia coli.14
Gejala awalnya biasanya adanya nyeri yang terasa di bagian belakang testis dan biasanya
dapat menjalar ke bagian perut bawah. Nyeri bersifat unilateral. Komplikasi epididymitis yang
dapat muncul seperti sepsis, abses, infertilitas.
1.8 Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit. Setelah kanker
ditemukan, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan jenis sel kankernya, selanjutnya
ditentukan stadiumnya:1,2
1. Stadium I: kanker belum menyebar ke luar testis.
2. Stadium II: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut
3. Stadium III: kanker telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa sampai ke
hati atau paru-paru.
Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis, karena itu untuk
penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi.
Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus
spermatikus sampai anulus inguinalis internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak
diperbolehkan karena ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran.
Pada eksplorasi melalui insisi inguinal dalam instansi pertama funikulus spermatikus harus diklem
dulu untuk menghindari penyebaran sel melalui darah atau saluran limfe. Kemudian tetis diluksasi
dari skrotum di dalam luka insisi dan diperiksa. Pungsi atau biopsi skrotum harus dianggap sebagai
satu kesalahan tindakan.5,7
Ada 4 macam pengobatan yang bisa digunakan:
1. Pembedahan: pengangkatan testis (orkidektomi) dan pengangkatan kelenjar getah
bening (limfadenektomi). Prosedur ini tidak akan mengganggu kehidupan seksual
atau kemampuan seseorang untuk memiliki anak, jika hanya satu testis yang
terkena kanker. Jika kedua testis harus diangkat, pasien bisa menyimpan sperma
agar tetap bisa memiliki keturunan di kemudian hari.
2. Terapi penyinaran: menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi tinggi
lainnya, seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor non-seminoma.
Juga digunakan sebagai pengobatan utama pada seminoma, terutama pada stadium
awal untuk mencegah rekurensi
3. Kemoterapi: digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan etoposid)
untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi telah meningkatkan angka harapan
hidup penderita tumor non-seminoma. Pria yang sedang menjalani kemoterapi
tidak disarankan untuk menghamili istrinya, sebab obat-obatan kemoterapi bisa
merusak sperma dan meningkatkan risiko memiliki anak yang cacat sejak lahir
4. Pencangkokan sumsum tulang: dilakukan jika kemoterapi telah menyebabkan
kerusakan pada sumsum tulang penderita.
Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan non seminoma.
Seminoma
Seminoma merupakan tumor yang sangat sensitif terhadap sinar. Karena itu
sesudah orkidektomi pada seminoma kebanyakan dilakukan radioterapi pada stasiun-
stasiun kelenjar limfe regional, juga jika tidak dapat ditunjukkan adanya metastasis
kelenjar limfe dibawah diafragma. Lapangan penyinaran juga harus meliputi sikatriks di
daerah inguinal dan terapinya terdiri atas paling sedikit 30 Gy dalam 3-4 minggu.1,11
Penderita dengan stadium I, II A, dan II B, setelah orkidektomi diradiasi pada regio
paraaorta dan regio panggul ipsilateral. Karena kurang lebih separuh penderita dengan
stadium II C mendapat kekambuhan dengan terapi penyinaran, pada penderita ini
dilakukan kemoterapi. Kepada penderita stadium III diberikan skema kemoterapi yang
berlaku untuk penderita non seminoma. Bila penanganan bedah sempurna serta kemoterapi
dan penyinaran lengkap prognosis baik sekali.1,11,13
Sejak beberapa tahun pada seminoma, jika tidak dapat ditunjukkan metastasis
(stadium I), dalam beberapa pusat yang terspesialisasi cukup dikerjakan kontrol penderita
yang frekuen tanpa radioterapi. Dalam hal ada metastasis kelenjar retroperitoneal dengan
diameter lebih dari 5 cm dan atau metastasis kelenjar di atas diafragma dan atau metastasis
hematogen maka ini terindikasi untuk kemoterapi. Kebanyakan hal ini digunakan empat
siklus masing-masing 3 minggu yang terdiri atas sisplatin dan etoposid. Dalam pusat
tertentu nilai kombinasi kemoterapi ini dibandingkan dengan karboplatin, sendirian atau
dalam kombinasi.1,11
Non-seminoma
Penderita dengan tumor non seminoma stadium I tidak membutuhkan terapi
tambahan setelah pembedahan. Penderita stadium II A dapat diobservasi saja, kadang
diberikan kemoterapi dua seri. Pada stadium II B biasanya diberikan empat seri
kemoterapi. Penderita stadium II C dan III diberikan kemoterapi yang terdiri dari sisplatin,
beomisin dan vinblastin. Bila respon tidak sempurna diberikan seri tambahan dengan
sediaan kemoterapi lain. Bila masih terdapat sisa jaringan di regio retroperitoneal
dilakukan laparatomi eksplorasi. Pada kebanyakan penderita ternyata hanya ditemukan
jaringan nekrotik atau jaringan matur. Jaringan matur merupakan jaringan yang
berdiferensiasi baik dan tidak bersifat ganas lagi.1,11,13
Jika tidak dapat ditunjukkan metastasis dan tumor terbatas pada testis maka ini
disebut stadium I. Sesudah orkidektomi cukup pemantauan yang sering terhadap penderita
(wait and see policy). Dalam hal ini harus diperhatikan kenyataan bahwa kira-kira 25%
penderita selama follow up menunjukkan pertumbuhan tumor. Dengan kontrol yang sering,
dengan menetapkan zat-zat penanda, pertumbuhan tumor dapat cepat didiagnosis, dan
karena kecilnya massa tumor dapat diterapi kuratif dengan kemoterapi. Jika dibuktikan
adanya metastasis, pertama-tama dinilai dengan polikemoterapi. Semula kemoterapi ini
terdiri atas kombinasi sisplatin, vinblastin, dan bleomisin, sesudah itu vinblastin diganti
dengan etoposid. Kombinasi ini sama efektifnya tetapi cukup ringan toksisitasnya.1,16-18
Regimen kemoterapi yang digunakan paling banyak adalah kombinasi tiga obat,
yaitu BEP (bleomisin, etoposide, dan cisplatin). Pemberiannya diulang setiap 21 hari. Satu
siklus kemoterapi terdiri dari cisplatin 20 mg/m2 IV (hari 1–5), etoposide 100 mg/m2 IV
(hari 1–5), dan bleomisin, 30 unit IV (hari 2, 9, dan 16). Pemberian bleomisin dapat
digantikan ifosfamid sehingga digunakan regimen VIP (VP-16/etoposide, ifosfamide,
platinum). Jika pemberian kemoterapi tanpa bleomisin maka menjadi kombinasi PE.
Kemoterapi diberikan 3 siklus BEP atau 4 siklus PE pada tumor primer atau tanpa adanya
metastase, dan 4 siklus BEP atau 4 siklus VIP pada tumor testis dengan metastase.16-20
Prognosis
Prognosis umumnya memuaskan, kecuali pada penderita dengan metastasis banyak di paru
atau bila terdapat kekambuhan dengan kadar petanda tumor yang tinggi. Prognosis tumor testis
bukan hanya bergantung kepada sifat histologiknya, melainkan terutama pada stadium tumor.
Ketahanan hidup 5 tahun tumor yolk sac yang termasuk non-seminoma yaitu 40-90 %.1,19,20
Prognosis dapat pula dibagi menjadi 3 kategori, yaitu baik, intermediate, dan buruk (Tabel
4). Sistem ini menggunakan histologis, lokasi tumor primer lokasi metastasis dan kadar pertanda
prekemoterapi dalam serum.1
Pada tumor testis follow up harus dijalankan sebagai berikut : tahun ke-1 tiap 1 bulan; tahun
ke-2 tiap 2 bulan ; tahun ke-3 tiap 3 bulan ; tahun ke-4 dan 5 tiap 6 bulan ; tahun ke-6 hingga 10
tiap tahun. Pada waktu kontrol harus diperhatikan khusus zat-zat penanda tumor, pemeriksaan
abdomen (CT scan retroperitoneum), dan testis sisi lainnya, deteksi limfoma supraklavikuler,
pemeriksaan paru (foto thorak dan CT) dan keadaan umum penderita.1,11
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesis
Dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 22 April 2019
Status Generalis:
Mata : Anemia -/- , ikterus -/-
THT : Kesan tenang
Leher : KGB tidak teraba benjolan
Thoraks : Simetris, retraksi (-), gynecomastia (-)
Cor : BJ I-II murni reguler murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi basah halus diseluruh lapang paru +/+, wheezing -/-
Abdomen : BU + normal, nyeri tekan -, distensi -, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat, lembab (+), edema(-/-/-/-), sianosis (-/-/-/-), CRT< 3s
Hernia scrotalis
Epididymitis
1. USG scrotum
2. Tumor marker : AFP, HCG, dan LDH
3.8. Penatalaksanaan
1. IVFD RL 20 tpm
Puasa
Inj Ceftriaxone 1x2 gr IV
Pasang DC
Edukasi
Rencana Operasi orkiektomi.
ANALISA KASUS
4.1. Diagnosis
Diagnosis tumor testis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Berikut adalah perbandingan antara teori dan temuan-temuan klinis yang
dijumpai pada pasien yang mendukung diagnosa stroke hemoragik pada pasien.
No. Teori Pasien
1. Epidemiologi Pasien saat ini berusia 30 tahun.
Tumor testis meskipun kasus yang relatif
jarang, merupakan keganasan tersering
pada pria kelompok usia 15 – 35 tahun
2. Anamnesis Anamnesis
1. Pasien mengeluh adanya pembesaran 1. Pasien datang dengan keluhan benjolan
testis yang seringkali tidak nyeri, namun di buah pelir selama kurang lebih 2 bulan.
30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada Benjolan ini teraba seperti ada dua dan
kantung skrotum, sedang 10% mengeluh disertai rasa nyeri. Kemerahan pada buah
nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang pelir tidak ada. Tidak ada pembesaran
pasien mengeluh karena merasa ada massa kelenjar di leher dan tidak ada keluhan
di perut sebelah atas (10%) karena buah dada bertambah besar.
pembesaran kelenjar para aorta, benjolan
pada kelenjar leher dan 5% pasien
mengeluh adanya ginekomastia.
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik testis Pada pemeriksaan skrotum terdapat
terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri benjolan berbentuk bulat di skrotum
pada palpasi dan tidak menunjukkan tanda dextra dengan ukuran diameter ± 1,5 cm,
transiluminasi. Diperhatikan adanya berbatas tegas, konsistensi keras,
infiltrasi tumor pada funikulus atau permukaan rata, tidak dapat digerakkan,
epididimis. Perlu dicari kemungkinan hangat (-), nyeri (+), transluminasi (-).
adanya massa di abdomen, benjolan Refleks kremaster: normal, Prehn sign:
kelenjar supraklavikuler, ataupun normal.
ginekomasti.6,8
1. Permulaan akut (gambaran seperti
orkitis, epididimitis, torsio testis).
2. Permulaan yang diskret seperti
pembengkakan tanpa nyeri testikal
atau pengerasan lokal atau
deformasi testikel.
3. Hidrokel simtomatik (sesudah
pungsi palpasi testis).
4. Nyeri lokal, sering menyebar di sisi
yang sama ke krista iliaka.
5. Kadang-kadang sama sekali tanpa
keluhan atau kelainan; metastasis
merupakan manifestasi pertama
penyakitnya
Berdasarkan tabel diatas, pasien berusia 30 tahun dan hal ini sesuai dengan epidemiologi
kejadian tumor testis bahwa kasus tumor testis tersering terjadi pada pria usia 15-35 tahun. Pada
anamnesis didapatkan keluhan benjolan di buah pelir selama kurang lebih 2 bulan. Benjolan
dirasakan semakin membesar dan teraba seperti ada dua benjolan disertai nyeri. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa pada anamnesis akan ditemukan keluhan pembesaran testis tanpa adanya
nyeri. Tetapi 30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh
nyeri akut pada skrotum. Pada pemeriksaan fisik skrotum terdapat benjolan berbentuk bulat di
skrotum dextra dengan ukuran diameter ± 1,5 cm, berbatas tegas, konsistensi keras, permukaan
rata hal ini sesuai dengan gambaran tumor testis dengan adanya benjolan padat dan keras. Hasil
pemeriksaan ini seperti gambaran orkitis maupun epididymitis. Pada pemeriksaan penunjang tidak
ada pemeriksaan penunjang yang dapat menunjang gambaran tumor testis dikarenakan tidak
adanya fasilitas yang memadai. Pasien ini dilakukan tindakan pembedahan berupa orchidektomi
dengan tujuan diagnostic dan terapeutik lalu hasil preparat dikirim untuk dilakukan pemeriksaan
PA. Diagnosis akhir yang diambil adalah abses epididymis. Dari anamnesis serta pemeriksaan fisik
sulit untuk menegakkan diagnosis tumor testis, karena diperlukan pemeriksaan penunjang seperti
tumor marker (AFP, LDH, HCG), USG atau MRI testis. Pada pemeriksaan pasien, tidak
didapatkan tanda-tanda infeksi seperti adanya demam, kemerahan pada skrotum, hanya ada rasa
nyeri pada perabaan testis.
4.2. Penatalaksanaan
Pasien datang ke IGD RS dengan keluhan benjolan di buah pelir kanan sebesar biji
kelereng dan didiagnosis dengan tumor testis dextra. Pada pasien dilakukan tindakan pembedahan
orkiektomi dextra. Persiapan sebelum operasi adalah puasa, pemasangan DC, premedikasi
antibiotik Ceftriaxone 1 x 2 gram IV. Kemudian dilakukan operasi orkiektomi di ruang OK.
Pembedahan ini selain tindakan terapeutik tetapi juga sebagai tindakan diagnostik karena hasil
preparat akan dikirimkan untuk dilakukan pemeriksaan patologi anatomi (PA). Pada pasien ini
tidak dilakukan penyinaran maupun kemoterapi karena harus dipastikan terlebih dahulu dari hasil
PA. Setelah dilakukan operasi, pasien dirawat selama 3 hari. Terapi diberikan ceftriaxone 2 x 1,5
gram IV, serta ketorolac 3 x 30 mg IV. Karena untuk mencegah terjadinya infeksi dan mengurangi
rasa sakit post operasi. Kemudian pada hari ke ke-4 perawatan, pasien dibolehkan untuk pulang
dengan obat pulang berupa cefat 2 x 500 mg dan mefinal 3 x 500 mg.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-35 tahun dan
merupakan 1-2% dari semua neoplasma pada pria. Tumor testis berasal dari sel germinal atau
jaringan stroma testis. Lebih dari 90% berasal dari sel germinal. Tumor ini mempunyai derajat
keganasan tinggi, tetapi dapat sembuh bila diberi penanganan adekuat. Penyebab tumor testis
belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang erat kaitannya dengan
peningkatan kejadian tumor testis, antara lain maldesensus testis, trauma testis, atrofi atau infeksi
testis dan pengaruh hormon. Seminoma merupakan tumor maligna testis yang tersering, diikuti
dengan Karsinoma embrional, teratoma dan khoriokarsinoma. Seminoma bermetastasis lambat
dan terutama ke kelenjar paralumbal, koriokarsinoma bermetastasis cepat dan kebanyakan
hematogen. Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah µFP dan HCG,
penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis, penentuan
stadium tumor, monitoring respons pengobatan dan sebagai indikator prognosis tumor testis.
Seminoma atau non-seminoma sangat sensitif terhadap kemoterapi. Seminoma juga sangat
radiosensitif, non-seminoma jauh kurang sensitif. Prognosis umumnya memuaskan, kecuali pada
penderita dengan metastasis banyak di paru atau bila terdapat kekambuhan dengan kadar petanda
tumor yang tinggi.
Daftar Pustaka
1. Albers, P., et al. Guidelines on Testicular Cancer: 2015 Update. European Urology,
2015. 68: 1054.
2. Khan O, Protheroe A. Testis cancer. Postgraduate Medical Journal. 2007;83(984):624-
632.
3. Horwich A, Nicol D, Huddart R. Testicular germ cell tumours. BMJ. 2013;347(sep24
1): f5526-f5526.
4. Garner MJ, Turner MC, Ghadirian P, et al. Epidemiology of testicular cancer: an
overview. Int J Cancer 2005;116:331–9
5. Yuwinanda, DP. Gambaran penyakit keganasan urologi di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau periode Januari 2006-Desember 2009. Pekanbaru: Universitas Riau;
2011
6. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto; 2008.
7. Chen W, Lin Y, Yeh S, Wu C. Testicular Adult Type Granulosa Cell Tumor: A Very
Rare Case Report and Review of Literature. 2019.
8. Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews, JB, dkk.
Schwartz’s Principles of Surgery. Edisi ke-10. New York: McGraw Hill; 2012.
9. Mochamad A. Case Study Carcinoma Testis: Complication of Cryptorchismus. Jurnal
keperawatan. 2012;3(2).
10. Townsend C, Sabiston D. Sabiston textbook of surgery, 18th edition. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2007.
11. Van de Velde C.J.H., Bosman F.T., Wagener D.J., Onkologi,Tumor Testis, Edisi 5
Revisi, Panitia Kanker RSUP Sardjito Yogyakarta, Alih Bahasa : Arjono, 1996, Hlm
556-563.
12. McLatchie G, Borley N. Oxford handbook of clinical surgery. Oxford: Oxford
University Press; 2013.
13. Sjamsjulhidayat R., Jong W.D., Buku Ajar Ilmu Bedah, Tumor Ganas Testis, Edisi
Revisi, EGC, Jakarta, 1997, Hlm 1070-1073.
14. Trojian TH, et al. Epididymitis and orchitis: an overview. Vol 79 Number 7. American
family physician. April 1, 2009
15. Milose JC, Filson CP, Weizer AZ, Hafez KS, Montgomery JS. Role of biochemical
markers in testicular cancer: diagnosis, staging, and surveillance. J Urol. 2012; 4:1–8
16. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters S. Campbell-Walsh Urology.
Edisi ke-10. Philadelphia: Saunders; 2012
17. Beyer J, Albers P, Altena R, dkk. Maintaining success, reducing treatment burden,
focusing on survivorship: highlights from the third European consensus conference on
diagnosis and treatment of germ-cell cancer. Ann Oncol. 2013; 24:878–88.
18. Feldman DR, Bosl GJ, Sheinfeld J, Motzer RJ. Medical treatment of advanced
testicular cancer. JAMA. 2008; 299:672–84
19. Tandstad T, Dahl O, Cohn-Cedermark G Cavallin-Stahl E, Stierner U, Solberg A, dkk.
Risk-adapted treatment in clinical stage I nonseminomatous germ cell testicular cancer:
the SWENOTECA management program. J Clin Oncol. 2009; 27: 2122–28.
20. Oldenburg J, Martin JM, Fossa SD. Late relapses of germ cell malignancies: incidence,
management, and prognosis. J Clin Oncol. 2006; 24: 5503–11