Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PENEKTOMY DENGAN PASIEN KANKER PENIS

NURUL ARI WIDYANINGRUM

I4052161001

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

TAHUN 2017
1. PENGERTIAN
Kanker penis adalah kanker yang sangat ganas pada alat reproduksi pria, dan kalau tidak
segera ditangani bisa memicu kanker pada organ tubuh yang lain dan dapat menyebabkan
amputasi pada penis (Bin Muhsin, 2011). Kanker Penis adalah keganasan pada penis
(Anurogo, 2008). Kanker penis adalah kanker yang terdapat pada kulit dan jaringan penis
(Asrul Sani, 2010). Kanker penis adalah karsinoma sel squamosa dari epitel glans penis
atau permukaan dalam prepusium (Tri Kurnianto, 2008).

2. EPIDEMILOGI KANKER PENIS


Angka kejadian keganasan pada penis tidak terlalu besar, di Amerika sekitar 1-2 di antara
100.000 pria. Kanker penis terjadi pada pria yang berusia lebih dari 60 tahun dan mewakili
sekitar 0,5% malignansi pada pria di Amerika Serikat. Meskipun demikian, di beberapa
negara, insidennya berkisar 10%. Kanker penis jarang terjadi pada pria yang disirkumsisi.
Jenis paling sering adalah jenis squamous cell carcinoma, kemudian jenis lain adalah
melanoma. Salah satu faktor yang dapat mencegah terjadinya hal ini adalah sirkumsisi
(sunat). Pria yang sudah menjalani sunat terutama pada saat bayi atau anak-anak,
kemungkinan mengalami kanker penis berkurang sedangkan sunat pada usia dewasa tidak
signifikan dalam mengurangi kemungkinan terjadinya kanker.
Suatu penelitian melaporkan bahwa 22% pasien berusia kurang dari 40 tahun, dan hanya
7% yang berusia kurang dari 30 tahun.
Jika kanker (carcinoma in situ atau CIS) terjadi di glans penis, disebut erythroplasia of
Queyrat. Namun jika terjadi di "follicle-bearing skin of the shaft" disebut Bowen disease.
Angka kematian penderita karena kanker penis mencapai 22,4%. Sebanyak 15-50%
pasien kanker penis menunda periksa ke dokter selama lebih dari 1 tahun.
Sebagian besar kanker penis merupakan "squamous cell carcinomas". Tumor penis dapat
ditemukan dimana saja di penis, namun terbanyak ditemukan di glans penis (48%) dan
preputium (21%). 
Insiden:
a. Rendah pada orang yang disirkumsisi.
b. Rendah : Israel (0,1 %), Puertorico (5 – 5,7 %).
c. Tinggi : China (22 %), Birma (15 %), Vietnam selatan (12%), Thailand (7 %)
d. Tampak pada kulit penis sebagai pertumbuhan massa mirip kutil, tidak nyeri atau
sebagai ulkus.
Lokasi:

a. Distal Glans (48 %)


b. Preputium (21 %)
c. Sulcus Coronarius (6 %)
d. Shaft (< 2 %).

(Dito Anurogo, 2008)

3. ETIOLOGI KANKER PENIS


Hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyebab kanker penis. Diduga penyebabnya
adalah smegma (cairan berbau yang menyerupai keju, yang terdapat di bawah kulit depan
glans penis). Tetapi penyebabnya yang pasti tidak diketahui.
Pria tidak disunat yang tidak menjaga kebersihan daerah di bawah kulit depan glans penis
dan pria yang pernah menderita herpes genitalis memiliki resiko tinggi menderita kanker
penis.
Beberapa hal diketahui menjadi faktor resiko penyakit ini, diantaranya :
a. Usia tua : Usia tua insiden meningkat (85 tahun : 9,2 %).
b. Pria yang tak menjalani sunat. Sirkumsisi dilakukan untuk membantu mencegah
infeksi human papillomavirus (HPV).
c. Kebersihan daerah kemaluan yang tak terjaga. Pria yang menghindari personal hygiene
tubuh akan meningkatkan risiko terkena kanker.
d. Infeksi Human Papilloma Virus, biasanya tertular melalui hubungan intim bebas
e. Penggunaan produk tembakau. Laki-laki yang kebiasaan mengunyah tembakau dan
produk-produk terkait berada pada risiko lebih tinggi terkena kanker.
f. Kondisi fimosis atau tertutupnya saluran pembuangan akibat lubang pada kulit bagian
depan yang menutup sehingga sulit buang air kecil.
g. Ca serviks pada pasangan seksualnya. Peranan infeksi virus terus dipelajari.
Kanker penis (penile cancer) berhubungan dengan keberadaan infeksi virus herpes dan
human papilloma virus (HPV). Human papilloma viruses (HPV) tipe 16 dan 18 telah
ditemukan pada sepertiga pria yang menderita kanker penis. Apakah virus ini
menyebabkan kanker ataukah hanya berperan sebagai saprophytes, belum ditetapkan.
Penile intraepithelial neoplasia dipertimbangkan sebagai precursor, tetapi hanya 5-
15% dari lesi ini yang berkembang menjadi invasive squamous cell carcinoma. Belum
ada bukti nyata bahwa smegma merupakan karsinogen (zat penyebab kanker),
meskipun hal ini telah dipercaya secara luas. (Dito Anurogo, 2008).

4. KLASIFIKASI KANKER PENIS


Pada kanker penis, biasa digunakan sistem klasifikasi Jackson dan TNM sebagai berikut:
a. Klasifikasi Jackson:
 Stage I (A): tumor terbatas pada glans, prepusium, atau keduanya.
 Stage II (B): tumor mencapai batang penis.
 Stage III (C): tumor bermetastase ke inguinal.
 Stage IV (D): tumor menginvasi struktur di sekitarnya, metastase ke inguinal,
atau metastase jauh.
b. Menurut TNM (tumor, nodus, metastase):
 TX : tumor tidak dapat dikaji.
 T0 : tumor tidak jelas.
 Tis : ada CIS (Carsinoma In Situ)
 Ta : ada carsinoma verrucos yang tidak infasif.
 T1 : tumor infasif ke jaringan sub epitel.
 T2 : tumor infasif ke corpora spongiosum atau cavernosum.
 T3 : tumor infasif ke uretra atau prostat.
 T4 : tumor infasif ke struktur yang berdekatan.
 N : Kelenjar Limfe
 N0 : Tidak terdapat metatase ke kelenjar limfe regional.
 N1 : Metatase didalam kelenjar limfe inguinal superfasial.
 N2 : Metatase multiple / bilateral di kelenjar limfe inguinal superfasial.
 N3 : Metatase di kelenjar inguinal profunda/didalam pelvis (unilateral atau
belateral).
 M : Metastasis jauh
 Mx : Metastasis jauh tidak dapat diperiksa
 M0 : Tidak ada metastasis jauh
 M1 : Terdapat metastasis jauh
c. Stadium:
 Stadium 0 : Tis - N0 - M0
 Stadium I : T1 - N0 - M0
 Stadium II : T2,T3 - N0 - M0
 Stadium III : T4 – N1 - M0
 Stadium IV : Tiap T - Tiap N - M1

5. MANIFESTASI KANKER PENIS


Gejalanya berupa:
a. Bengkak pada penis meskipun tidak dalam kondisi ereksi.
b. Terdapat tanda-tanda radang seperti nyeri atau terdapat luka pada penis dengan sebab
yang tidak jelas.
c. Lesi yang sulit sembuh, disertai “subtle induration” pada kulit, pertumbuhan kecil di
kulit (a small excrescence), papula, pustula, tumbuhnya kutil atau veruka (a
warty growth), atau pertumbuhan exophytic. 
d. Perubahan warna pada kulit penis juga dapat menjadi tanda awalnya.
e. Terdapat benjolan pada lipat paha, artinya terjadi pembesaran kelenjar getah bening
pada daerah tersebut. Terkadang ditemukan suatu massa, ulceration, suppuration, atau
perdarahan (hemorrhage) di daerah lipat paha (inguinal) karena nodal metastases.
Kondisi ini menandakan bahwa stadium kanker sudah dalam taraf lanjut.
f. Nyeri penis dan perdarahan dari penis (pada stadium lanjut).
g. Penderita dengan kanker yang telah menyebar luas (advanced metastatic cancer) dapat
mengeluhkan lemah (weakness), penurunan berat badan (weight loss), kelelahan
(fatigue), lesi pada penis kemungkinan dapat berdarah.
h. Banyak pria tidak periksa ke dokter sampai kanker mengerosi (eroded) preputium dan
menjadi berbau tidak sedap karena infeksi dan nekrosis. 
(Dito Anurogo, 2008)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium: Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus (specific)
atau petanda tumor (tumor markers) pada kanker penis. 
b. Pemeriksaan umum, meliputi: hitung darah lengkap, pemeriksaan kimia dengan tes
fungsi hati (a chemistry panel with liver function tests), dan penilaian (assessment)
status jantung, paru-paru, dan ginjal, sangat membantu untuk mendeteksi masalah
yang tak terduga.
c. Pasien dengan penyakit yang parah dapat anemis, dengan leukocytosis dan
hypoalbuminemia.
d. Hypercalcemia ditemukan pada beberapa pasien saat ketiadaan penyebaran (absence
of metastases).
e. Prosedur diagnostik:
 Biopsi : Tes diagnostik yang paling penting adalah biopsi. Biopsi diperlukan untuk
menentukan perluasan tumor sehingga dapat direncanakan pengobatannya. Biopsi
adalah pengangkatan dalam jumlah kecil jaringan untuk diperiksa di bawah
mikroskop. Tes-tes lain juga dapat mengindikasikan kanker yang ada, tetapi hanya
biopsi yang dapat membuat diagnosis pasti. Biopsi kelenjar getah bening sentinel
adalah jenis lain dari biopsi. Hal ini penting untuk mengetahui apakah sel-sel
kanker telah menyebar ke daerah lain di luar penis. Dalam teknik ini, dokter
menghapus satu atau beberapa kelenjar getah bening sentinel-node pertama ke
dalam sistem getah bening yang mengalir dekat dengan nodul untuk memeriksa
sel-sel kanker. Dalam kasus kanker penis, kelenjar getah bening sentinel terletak
tepat di bawah kulit di pangkal paha. Jika sel kanker yang terdeteksi, itu berarti
bahwa penyakit ini mungkin telah menyebar ke kelenjar getah bening lain di
wilayah ini atau di luar melalui pembuluh darah dan getah bening.
 Imaging Modalitas. Direkomendasikan untuk Mengetahui staging dari penyakit,
Untuk menentukan tindak lanjut pasien, Untuk menilai penyebaran (metastase) sel
kanker
 USG (ultrasonografi). USG dilakukan untuk Menilai keadaan, luas dan
resectability kanker penis, Penilaian terhadap kelenjar getah bening. Mendeteksi
adanya metastase
 CT SCAN. CT SCAN dilakukan untuk Penilaian kelenjar getah bening dan
Limited utilitas di lesi primer
 MRI. Paling akurat dalam mendeteksi penyakit primer dan nodal. MRI
menggunakan medan magnet, bukan x-ray, untuk menghasilkan gambar rinci dari
tubuh. Sebuah media kontras dapat disuntikkan ke pembuluh darah pasien untuk
menciptakan gambaran yang lebih jelas.
 Tomography Emisi Positron (PET) scan. PET scan adalah cara untuk membuat
gambar organ dan jaringan dalam tubuh. Sejumlah kecil zat radioaktif disuntikkan
ke dalam tubuh pasien. Zat ini diserap terutama oleh organ dan jaringan yang
menggunakan energi. Karena kanker cenderung untuk menggunakan energi secara
aktif, menyerap lebih dari zat radioaktif. Scanner kemudian mendeteksi zat ini
untuk menghasilkan gambar dari bagian dalam tubuh. Beberapa dokter akan
menggunakan PET scan untuk mencari bukti penyebaran kanker penis, meskipun
tidak secara khusus disetujui untuk menggunakan ini. Hal ini diketahui bermanfaat
dalam stadium kanker paru-paru skuamosa dan kerongkongan, dan meningkatkan
pengalaman yang pada akhirnya dapat menjadi alat yang lebih standar dalam
mendiagnosis kanker penis. (Dito Anurogo, 2008)

7. PENATALAKSANAAN KANKER PENIS


Pengobatan kanker penis bervariasi, tergandung kepada lokasi dan beratnya tumor, antara
lain:
a. Terapi Medikamentosa. Neoplasma intraepitel seperti Bowen disease atau
erythroplasia of Queyrat dapat diterapi dengan topical 5-fluorouracil. 
b. Pembedahan
Pembedahan yang paling sering dilakukan untuk pengobatankanker penis adalah :
 Eksisi local. Dilakukan jika kanker masih terbatas pada penis dan masih kecil.
 Microsurgery. Adalah pembedahan pada tumor penis dengan mikroskop untuk
menghilangkan jaringan tumor dan mempertahankan jaringan yang sehat
sekecil mungkin.
 Bedah laser. Merupakan pembedahan dengan menggunakan sinar laser untuk
membakar atau memotong sinar laser. Bedah laser (Laser surgery) digunakan
pada pasien dengan lesi jinak (benign) dan ganas (malignant) yang ada di
permukaan (superficial). Terapi ini telah diterapkan pada kasus-kasus “local
and limited invasive disease”. Empat tipe laser yang digunakan dalam bedah
laser, yaitu: carbon dioxide, argon, dan potassium-titanyl
phosphate (KTP) lasers.
 Sirkumsisi. Sirkumsisi adalah memotong ujung kulit penis yang
terkena kanker. Pada pasien dengan tumor yang berukuran kecil yang terbatas
pada preputium, cukup dengan khitan (sirkumsisi).
 Penektomi. Penektomi adalah pemotongan penis sebagian atau total.
Penectomi merupakan pengobatan yang tepat untuk kanker penis. Jika
tumornya terbatas pada daerah kecil di ujung penis, dilakukan penektomi
parsial (pengangkatan sebagian kecil penis). Untuk stadium lanjut dilakukan
penektomi total disertai uretrostomi (pembuatan lubang uretra yang baru di
daerah perineum). Amputasi sebagian (amputasi parsial) cocok
jika kanker meliputi glans penis dan bagian distal penis saat ereksi (distal
shaft). Pada beberapa situasi/keadaan, local wedge resection dapat dikerjakan
dengan mudah, ini berhubungan dengan rata-rata rekurensi sebesar 50%. Jika
surgical resection baik dengan wedge maupun partial penectomy tidak
memberikan kebebasan yang cukup (adequate margin), maka strategi
total penectomy haruslah dipertimbangkan. Jika sebagian
sisa penis (residual penis) dan urethra tidak cukup bagi pasien untuk kencing
sambil berdiri, maka dapat dilakukan tindakan perineal urethrostomy.
   Mohs micrographic surgery (MMS). Teknik bedah lainnya adalah Mohs
micrographic surgery (MMS), yang dapat dipakai (applicable) untuk pasien
dengan noninvasive disease. 
c. Kemoterapi. Kemoterapi bisa dilakukan sebagai tambahan terhadap pengangkatan
tumor. Obat-obatan yang paling banyak digunakan antara lain: cisplatin, bleomycin,
methotrexate, dan fluorouracil.
d. Terapi Radiasi/Radioterapi
Radioterapi perupakan pengobatan pelengkap dari pembedahan yang bertujuan
mengurangi resiko kekambuhan/rekurensi. Pada stadium lanjut kombinasi
pembedahan, kemoterapi dan radioterapi mungkin diperlukan.

8. KOMPLIKASI KANKER PENIS


Sedikit komplikasi bedah yang dijumpai pada eksisi tumor primer, penectomy partial
atau complete, misalnya:
a. Infeksi
b. Edema
c. Striktua uretra jika urethral meatus yang baru harus dibuat.

Komplikasi yang berhubungan dengan inguinal node dissections:

a. Komplikasi dini (early complications) misalnya: infeksi luka (wound infection),


seroma, skin flap necrosis, phlebitis, dan emboli paru-paru (pulmonary embolus)
b. Komplikasi lanjutan (late complications) misalnya: lymphedema pada scrotum dan
anggota gerak bagian bawah (kaki). 
(Dito Anurogo, 2008)

9. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Keadaan Umum. Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
1. Tekanan darah: pada kanker yang telah lanjut, awitan nyeri yang timbul dapat
meningkatkan tekanan darah (>120/80 mmHg).
2. Pulse rate: biasanya meningkat akibat nyeri yang dirasakan (di atas 100x/menit
pada orang dewasa, dan di atas 120x/menit pada anak kecil).
3. Respiratory rate: biasanya meningkat (di atas 20x/menit), perubahan RR dapat
terjadi jika adanya metastase sel kanker yang mencapai paru-paru.
4. Suhu: biasanya normal (36-37,5°C), dapat terjadi peningkatan suhu yang
mengindikasikan terjadinya infeksi sistemik.
c. Riwayat penyakit sebelumnya. Ditanyakan sebelumnya apakah klien pernah
menderita tumor atau keganasan lainnya. Ditanyakan apakah istrinya menderita Ca
servix karena dapat menjadi risiko untuk meningkatkan kejadian ca penis.
d. Anamnesa dan observasi
1. Aktivitas dan istirahat
 Klien mengatakan mengalami nyeri sehingga mengganggu aktivitasnya.
 Klien tampak meringis ketika menggerakkan tubuhnya (daerah perineal
sampai ke paha).
 Klien mengatakan mengalami kelemahan dan/keletihan.
 Klien tampak lemah.
 Klien mengatakan apabila merasa nyeri istirahatnya menjadi sedikit
terganggu.
 Klien mengatakan aktivitas di luar rumah berkurang karena klien
merasa malu dengan penyakitnya.
2. Sirkulasi
 Tekanan darah dapat meningkat (>120/80 mmHg) akibat nyeri yang
dirasakan.
 Takikardi.
 Akral dingin.
 Klien mengalami perdarahan akibat luka terbuka pada penis.
 Terjadi peningkatan leukosit (leukositosis)
3. Integritas ego
 Masalah tentang perubahan dalam penampilan dan kondisi fisik.
 Menyangkal, menarik diri.
4. Eliminasi. Klien bisa mengalami gangguan eliminasi seperti nyeri berkemih
dan kesulitan dalam berkemih.
5. Makan/cairan
 Nafsu makan klien dapat normal atau berkurang terkait psikologis
klien, dan perkembangan kanker.
 Berat badan klien menurun.
 Kadar albumin klien menurun (<3,4 g/dL).
6. Sensori/neural. Klien tidak mengalami gangguan neural, persepsi, maupun
sensori.
7. Nyeri/kenyamanan
 Klien mengatakan merasa nyeri
 Klien tampak tidak nyaman (posisi melindungi bagian yang nyeri).
 Klien tampak berhati-hati saat menggerakkan bagian tubuh yang nyeri
 Klien tampak gelisah.
8. Respirasi
 Tidak adanya sesak
 Tidak tampak adanya penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
 Frekuensi pernapasan klien normal/meningkat.
9. Keamanan
 Klien mengatakan cemas.
 Klien mengatakan merasa malu terhadap penyakitnya.
10. Seksualitas. Klien mengatakan mengalami masalah seksual dalam melakukan
coitus karena penyakit yang dideritanya.
11. Interaksi sosial. Klien mengalami masalah tentang fungsi/tanggung jawab
peran dalam memenuhi kebutuhan biologis (seksualitas) dengan pasangannya.
e. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi :
 Tampak adanya bengkak pada penis
 Tampak adanya perubahan warna pada penis
 Tampak adanya kutil pada kulit penis
 Tampak adanya lesi pada penis
 Tampak adanya massa, ulceration, suppuration, atau perdarahan
(hemorrhage) di daerah lipat paha (inguinal) karena nodal metastases.
 Tampak adanya nekrosis pada preputium dan berbau tak sedap.
 Klien tampak meringis akibat nyeri
 Apabila kanker sampai metastase jauh maka klien tampak kurus dan
lemah.
2. Palpasi : Adanya massa pada daerah inguinal.
B. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Pra Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan ininkontinuitas jaringan (Donges, 2001 : 388)
Tujuan: dalam 1 x 24 jam masalah dapat teratasi atau berkurang
Kriteria Hasil:
 Individu akan menyampaikan bahwa orang lain memvalidasi adanya nyeri
 Mengungkapkan hilangnya nyeri setelah dilakukan tindakan, dibuktikan
dengan pasien mengatakan nyeri berkurang.
Intervensi :
a. Tentukan lokasi dan karakteristik ketidaknyamanan perhatikan isyarat verbal
dan non verbal seperti meringis.Rasional : pasien mungkin tidak secara
verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyamanan secara langsung. Membedakan
karakteristik khusus dari nyeri membantu membedakan nyeri paska operasi
dari terjadinya komplikasi.
b. Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab
ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat.Rasional : meningkatkan
pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkenaan dengan ansietas.
c. Evaluasi tekanan darah dan nadi ; perhatikan perubahan prilaku.
Rasional : pada banyak pasien, nyeri dapat menyebabkan gelisah, serta
tekanan darah dan nadi meningkat. Analgesia dapat menurunkan tekanan
darah.
d. Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya atau karakteristik nyeri.
Rasional : selama 12 jam pertama paska partum, kontraksi uterus kuat dan
teratur dan ini berlanjut 2 – 3 hari berikutnya, meskipun frekuensi dan
intensitasnya dikurangi faktor-faktor yang memperberat nyeri penyerta
meliputi multipara, overdistersi uterus
e. Ubah posisi pasien, kurangi rangsangan berbahaya dan berikan gosokan
punggung dan gunakan teknik pernafasan dan relaksasi dan
distraksi.Rasional : merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dari sensasi
nyeri. Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan distraksi tidak
menyenangkan, meningkatkan rasa sejahtera.
f. Lakukan nafas dalam dengan menggunakan prosedur- prosedur pembebasan
dengan tepat 30 menit setelah pemberian analgesik.
Rasional : nafas dalam meningkatkan upaya pernapasan. Pembebasan
menurunkan regangan dan tegangan area insisi dan mengurangi nyeri dan
ketidaknyamanan berkenaan dengan gerakan otot abdomen.
g. Anjurkan ambulasi dini. Anjurkan menghindari makanan atau cairan
berbentuk gas; misal : kacang-kacangan, kol, minuman karbonat.
Rasional : menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan peristaltik untuk
menghilangkan ketidaknyamanan karena akumulasi gas.
h. Palpasi kandung kemih, perhatikan adanya rasa penuh. Memudahkan
berkemih periodik setelah pengangkatan kateter indwelling.
Rasional : kembali fungsi kandung kemih normal memerlukan 4-7 hari dan
overdistensi kandung kemih menciptakan perasaan dan ketidaknyamanan.
2. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24jam cemas pasien
akan menurun, pasien mempunyai koping yang adaptif dalam menghadapi
kecemasan
Kriteria hasil:
 Pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
 Pasien mampu mengidentifikasi dan menunjukkan tekhnik untuk mengontrol
cemas
 Ekspresi wajah pasienmenunjukkan berkurangnya kecemasan.
 Vital sign dalam batas normal
Intervensi:
a. Kaji tingkat kecemasan pasien baik ringan sampai berat
Rasional: Untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kecemasan klien
sehingga memu-dahkan penanganan/pemberian askep se-lanjutnya.
b. Berikan kenyaman dan ketentraman hati
Rasional: Agar klien tidak terlalu memikirkan kondisinya.
c. Kaji intervensi yang dapat menurunkan ansietas.
Rasional: Untuk mengetahui cara mana yang paling efektif untuk menurunkan/
mengurangi tingkkat kecemasan
d. Berikan aktivitas yang dapat mengurangi kecemasan/ ketegangan.
Rasional: Bertujuan agar pasien dengan senang hati melakukan aktivitas
karena sesuai dengan keinginannya dan tidak bertentangan dengan program
perawatan
e. Dorong percakapan untuk mengetahui perasaan dan tingkat kecemasan pasien
terhadap kondisinya
Rasional: mempermudah mengetahui tingkat cemas pasien dan menentukan
intervensi selanjutnya

INTRA OPERASI
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka insisi pembedahan
Tujuan: dalam 1 x 24 jam masalah dapat teratasi atau berkurang
Kriteria Hasil:
 Individu akan mendemonstrasikan pengetahuan tentang faktor-faktor resiko
yang berhubungan dengan pontensial terhadap infeksi
 Individu akan melaksanakan tindakan pencegahan yang sesuai untuk
mencegah infeksi.
Intervensi:
a. Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan
pengalas kotoran, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat.
Rasional : membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi.
b. Tinjau ulang hemogolobin / hematokrit pranantal ; perhatikan adanya kondisi
yang mempredisposisikan pasien pada infeksi pasca operasi.
Rasional : anemia, diabetes dan persalinan yang lama sebelum kelahiran sesarea
meningkatkan resiko infeksi dan memperlambat penyembahan.
c. Kaji status nutrisi pasien. Perhatikan penampilan rambut, kuku jari, kulit dan
sebagainya Perhatikan berat badan sebelum hamil dan penambahan berat badan
prenatal.
Rasional : pasien yang berat badan 20% dibawah berat badan normal atau yang
anemia atau yang malnutrisi, lebih rentan terhadap infeksi pascapartum dan dapat
memerlukan diet khusus.
d. Dorong masukkan cairan oral dan diet tinggi protein, vitamin C dan besi.
Rasional : mencegah dehidrasi ; memaksimalkan volume, sirkulasi dan aliran
urin, protein dan vitamin C diperlukan untuk pembentukan kolagen, besi
diperlukan untuk sintesi hemoglobin.
e. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan. Lepasnya balutan
sesuai indikasi.
Rasional : balutan steril menutupi luka pada 24 jam pertama kelahiran sesarea
membantu melindungi luka dari cedera atau kontaminasi. Rembesan dapat
menandakan hematoma.
f. Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan kemerahan odem, nyeri,
eksudat atau gangguan penyatuan.Rasional : tanda-tanda ini menandakan infeksi
luka biasanya disebabkan oleh steptococus.
g. Bantu sesuai kebutuhan pada pengangkatan jahitan kulit, atau klips.
Rasional : insisi biasanya sudah cukup membaik untuk dilakukan pengangkatan
jahitan pada hari ke 4 / 5.
h. Dorong pasien untuk mandi shower dengan menggunakan air hangat setiap hari.
Rasional :Mandi shower biasanya diizinkan setelah hari kedua setelah kelahiran
sesarea, meningkatkan hiegenisdan dapat merangsang sirkulasi atau
penyembuhan luka.
i. Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih.Rasional : Demam paska operasi hari
ketiga, leucositosis dan tachicardia menunjukkan infeksi. Peningkatan suhu
sampai 38,3 C dalam 24 jam pertama sangat mengindentifikasikan infeksi.
j. Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus ; perhatikan perubahan involusi atau adanya
nyeri tekan uterus yang ekstrem.Rasional : Setelah kelahiran sesarea fundus tetap
pada ketinggian umbilikus selama sampai 5 hari, bila involusi mulai disertai
dengan peningkatan aliran lokhea, perlambatan involusi meningkatkan resiko
endometritis. Perkembangan nyeri tekan ekstrem menandakan kemungkinan
jaringan plasenta tertahan atau infeksi.
4. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan pendarahan pasca partum
Tujuan: dalam 1 x 24 jam masalah dapat teratasi atau berkurang
Kreteria hasil
 Individu mempertahankan masukan cairan dan elektrolit
 Mengidentifikasi cairan yang abnormal dan mengganti cairan sesuai
kebutuhan
 Mempertahankan berat jenis urin dalam batas normal

Intervensi
 Beritahu pasien tentang jumlah lochea yang normal
 Anjurkan untuk menghubungi docter bila pengeluaran lochea yang berlebihan
 Hindari massage yang tidak perlu pada fundus, yang dapat menyebabkan
relaksasi uterus dan hemoragic.
 Pertahankan cairan perenteral sesuai intruksi
 Ukur intaks dan Out put cairan.

POST OPERASI
5. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma atau diversi mekanisme efek-
efek hormonal/anastesi.
Tujuan : dalam waktu 1x24jam, Setelah diberikan askep diharapkan ibu tidak
mengalami gangguan eliminasi (BAK).
Kriteria Hasil : ibu dapat berkemih sendiri dalam 6-8 jam post partum tidak merasa
sakit saat BAK, jumlah urine 1,5-2 liter/hari.
Intervensi:
a. Kaji dan catat cairan masuk dan keluar tiap 24 jam.
Rasional: mengetahui balance cairan pasien sehingga diintervensi dengan tepat.
b. Anjurkan berkamih 6-8 jam post partum.
Rasional: melatih otot-otot perkemihan.
c. Berikan teknik merangsang berkemih seperti rendam duduk, alirkan air keran.
Rasional: agar kencing yang tidak dapat keluar, bisa dikeluarkan sehingga tidak
ada retensi.
d. Kolaborasi pemasangan kateter.
Rasional: mengurangi distensi kandung kemih.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi, penurunan kekuatan
dan ketahanan, ketidaknyamanan fisik
Tujuan : : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan ibu
dapat memenuhi ADLnya dengan mandiri, dengan kriteria hasil :
 Ibu dapat melakukan perawatan terhadap dirinya
 Kebutuhan ADL terpenuhi
Intervensi :
a. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
Rasional: Bimbingan dan demonstrasi yang benar dapat memberi contoh bagi ibu
untuk dapat melakukannya dengan baik bila telah pulang dari rumah sakit
b. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan.
Rasional: Bantuan tindakan dapat membantu ibu dalam memenuhi perawatan
dirinya yang tidak mampu dilakukan secara mandiri
c. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
Rasional: Untuk mempercepat proses penyembuhan dan mencegah terjadinya
komplikasi
d. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
e. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anurogo, Dito. 2008. Kanker Penis.  http://www.kabarindonesia.com/berita.php?


pil=3&dn=20080218175411. [Akses: 3 April 2011]
Asrul. 2010. Kanker Penis.  http://dokter-herbal.com/kanker-penis.html. [Akses: 3 April
2011]
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Brosman, Stanley. 2011. Penile Cancer. http://emedicine.medscape.com/article/446554-
overview#a0199 [Akses: 3 April 2011]
Craft, Martha. 2010. Diagnosa Keperawatan Nanda. Yogyakarta: Digna Pustaka
Hutabarat, Mellyssa. 2010. Kanker Penis. http://www.meillyssach.co.cc/2010/09/kanker-
penis.html. [Akses: 3 April 2011]
Kurnianto, Tri. 2008. Perawatan Ca Penis.
http://trikurnianto.multiply.com/photos/album/19/Perawatan_CA_penis. [Akses: 3 April
2011]
Muhsin, Bin. 2011. Kanker Penis.
http://islamicherbalmedicine.blogspot.com/2011/03/kanker-penis.html. [Akses: 3 April
2011]
Sylvia & Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai