Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

NON HEMORAGIK STROKE (NHS)


RUANG LONTARA 3 BAWAH BELAKAG (NEUROLOGI)
RUMAH SAKIT WAHIDIN SUDIROHUSODO

Oleh:

SAKINA

R014 191 049

Preceptor Lahan Preceptor Institusi

( ) ( Titi Iswanti, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.M.B )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, tiada kata yang pantas terucap selain rasa syukur kita atas nikmat dan
karunia yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga dapat menyelesaikan laporan pendahuluan
pada kasus non hemoragik stroke (nhs) ruang lontara 3 bawah belakag (neurologi) Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo. Laporan ini dibuat sebagai pertanggungjawaban dari salah satu
penugasan selama pembelajaran klinik pada tahapan Praktik Profesi Keperawatan Medikal
Bedah I (KMB I).
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada seluruh anggota yang telah
bekerjasama untuk menyelesaikan penugasan ini. Tak lupa pula ucapan terimakasih kepada
preseptor institusi yang telah memberikan bimbingan selama penyelesaian tugas ini. Serta
ucapan terimakasih kepada preseptor lahan maupun institusi yang telah membimbing kami
selama menjalani keterampilan klinik pada tahapan Praktik Profesi KMB I.
Kami menyadari bahwa dalam laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena
sesungguhnya kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Saran dan kritik yang
sifatnya konstruktif sangat kami harapkan untuk perbaikan laporan ini selanjutnya.
Demikian laporan ini kami susun sebagai salah satu syarat penilaian selama berada di
tahap Praktik Profesi KMB I ini. Kami berharap dengan adanya laporan ini dapat memberikan
manfaat bagi kita dan semua pihak yang terkait. Aamiin. Atas perhatian seluruh pihak, kami
ucapkan terima kasih.

Makassar, 26 Agustus 2019

Penyusun

2
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah suatu tanda klinis yang
berkembang dengan cepat berupa gangguan fokal (atau global) fungsi serebral, dengan
gejala yang berlangsung 24 jam atau lebih dan menyebabkan kematian, tanpa penyebab
yang jelas selain asal vaskuler (Truelsen, Begg, & Mathers, 2010). American Heart
Association (AHA) / American Stroke Association (ASA) menyebutkan bahwa stroke terjadi
akibat pembuluh darah yang membawa darah dan oksigen ke otak mengalami penyumbatan
dan ruptur, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi control gerakan tubuh yang
dikendalikan oleh otak tidak berfungsi (AHA/ASA, 2017). Jenis penyakit stroke, yakni
stroke hemoragik dan stroke non hemoragik atau yang dikenal dengan stroke iskemik
Stroke non hemoragik adalah jenis stroke yang terjadi karena penyumbatan arteri akibat
thrombus (bekuan darah di arteri serebri) atau embolus (bekuan darah yang berjalan ke otak
dari tempat lain di tubuh)

B. Klasifikasi
Menurut Brunner dan Suddarth (2006) NHS dapat diklasifikasikan berdasarkan
perjalanan penyakitnya, yaitu sebagai berikut.
1. TIA’S (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologis sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan
gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. Gangguan atau serangan

3
ini menimbulkan beragam gejala bergantung pada lokasi jaringan otak yang terkena dan
disebabkan oleh gangguan vaskular yang sama dengan yang menyebabkan stroke.
2. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Deficit)
Gangguan neurologis setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1
minggu dan maksimal 3 minggu.
3. Stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul
semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam
atau beberapa hari.
4. Stroke Komplit merupakan gangguan neurologis yang timbul bersifat menetap
atau permanen.

Berdasarkan lokasi pengumpulannya NHS dapat diklasifikasikan, yaitu sebagai berikut


1. Non Hemoragic Stroke Embolik
Pada Stroke tipe ini tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di tempat lain
seperti jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi
pada penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan
bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun
yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis, fibriliasi atrium, infark kordis akut
dan embolus yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini
menyebabkan curah jantung berkurang biasanya muncul disaat penderita tengah
beraktivitas fisik seperti olahraga
2. Non Hemoragic Stroke Trombus
Stroke trombolitik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah ke
otak. Dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri
karotis) merupakan 70% kasus non hemoragic trombus dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil
terjadi ketika aliran darah terhalang. Biasanya terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit atherosklerosis.

C. Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu kejadian di bawah ini diantaranya :
a. Trombus Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehinnga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
disekitarnya.
b. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak
dan udara.Emboli menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis.
c. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)

4
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
a. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang
kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari endapan lemak, aterosklerosis
ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima)
karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter
pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.
b. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju
ke otak.
c. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti:
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.
d. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.Stroke bisa terjadi jika
hipotensi ini sangat parah dan menahun.
e. Hipertensi
Dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan
pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran
darah cerebral.
f. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti
oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan manouver tertentu dapat
menimbulkan perdarahan.
g. Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis.
Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah
ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan
jantung dan pembuluh darah.
h. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya
peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral
dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang
terjadi pada pembuluh darah serebral.
i. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah
otak.

j. Policitemia
Pada policitemia, viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga
perfusi otak menurun.

5
k. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya
embolus dari lemak.
l. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh darah otak.
m. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin, sehingga terjadi
aterosklerosis.
n. Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan
pembuluh darah (pembuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

D. Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer dan Bare, (2012) Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik,
gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke
tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, plegia sebagian badan
c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunter
terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul
biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam.
d. Dysphagia
e. Kehilangan komunikasi
f. Gangguan persepsi meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau
kehilangan penglihatan periferdan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan
kehilangan sensori
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologi
h. Disfungsi Kandung Kemih meliputi: inkontinensia urinarius transier, inkontinensia
urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral),
Inkontinensia urinarius dan defekasi yang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan
neurologi ekstensif).

E. Komplikasi
Pasien yang telah menderita stroke beresiko mengalami komplikasi lanjut yang
terjadi akibat imobilitas, serta masalah – masalah yang berhubungan dengan kondisi medis
umumnya. Komplikasi yang ditimbulkan jika kita lihat dari pada pernafasan seperti
pneumonia, subluksasi sendi bahu, trombosis vena profunda, shoulder hand syndrome,
spastisitas, ulcer decubitus.
1. Pneumonia

6
Salah satu masalah yang paling serius dari stroke adalah radang paru-paru/ pneumonia.
Itu dibuktikan pada penelitian yang telah menemukan bahwa dari 58 % kematian pasien
stroke penyebab utamanya adalah radang paru-paru.
2. Subluksasi sendi bahu
Subluksasi sendi bahu yang terjadi akibat adanya gangguan faktor biomekanik stabilitas
sendi bahu karena kelemahan otot rotator cuff mengakibatkan perlindungan terhadap
sendi bahu tidak ada.
3. Trombosis vena profunda
Kira–kira 30%-50% pasien stroke menderita trombosis vena profunda pada deep vein
trombosis (DVT) pada tungkai. Resiko terjadinya emboli paru dengan DVT kurang
lebih 10% pada pasien stroke. Hal ini disebabkan thrombus dari pembuluh darah balik
terlepas membentuk emboli, bersama darah menuju keparu-paru sehingga terjadilah
emboli paru
4. Shoulder hand syndrome
Shoulder hand syndrome/sindroma tangan bahu merupakan suatu bentuk komplikasi
pascastroke yang telah dikenal secara baik walaupun kondisi ini jarang ditemui pada
pasien pascastroke. Gejala ini ditandai dengan adanya nyeri pada gerak aktif dan pasif
pada bahu yang terkena, diikuti nyeri pada gerakan ekstensi pergelangan tangan dan
bengkak pada pergelangan tangan dan tangan.
5. Spastisitas
Spastisitas terjadi karena pengaruh hambatan kortikal dimana terjadi peningkatan tonus
lebih tinggi dari normal karena terputusnya aktifitas strech refleks karena hilangnya
kontra supraspinal (sistem ekstrapiramidalis).
6. Ulcer decubitus/
Ulcer decubitus terjadi karena gangguan sensoris sehingga tidak merasakan adanya
tekanan pada daerah yang menonjol pada tubuh yang kontak langsung dengan bed
dalamwaktu lama, pembuluh darah tertekan, dan terjadilah nekrosis pada daerah yang
tertekan.

F. Penatalaksanaan
Penderita stroke sejak mulai sakit pertama kali dirawat sampai proses rawat jalan di luar RS,
memerlukan perawatan dan pengobatan terus menerus sampai optimal dan mencapai keadaan
fisik maksimal. Pengobatan pada stroke non hemoragis dibedakan menjadi :
1. Pengobatan Umum
a. Breathing, Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru cukup baik.
Fungsi paru sering terganggu karena curah jantung yang kurang, maka jantung harus
dimonitor dengan seksama. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar
oksigen dalam darah berkurang.
b. Blood
-Tekanan darah

7
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak. Pada
fase akut pada umumnya tekanan darah meningkat dan secara spontan akan menurun
secara gradual. Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan
perfusi yang justru menambah iskemik lagi.
-Komposisi darah
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Bila terdapat
polisitemia harus dilakukan hemodilusi. Pemberian infus glukosa harus dihindari
karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang mempermudah
terjadinya edem dan karena hiperglikemia menyebabkan perburukan fungsi
neurologis dan keluaran. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
c. Bowel, Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan
membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup, bila perlu diberikan melalui nasogastric
tube.
d. Bladder, Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retensio
urin. Bila terjadi inkontinensia, untuk laki-laki harus dipasang kondom kateter, kalau
wanita harus dipasang kateter tetap.
e. Brain, Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi edema otak, dapat
dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan
pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang
timbuldapat diberikan Diphenylhydantion atau Carbamazepin.
2. Pengobatan Khusus
Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi kerusakan otak semaksimal
mungkin agar kecacatan yang ditimbulkan menjadi seminimal mungkin. Untuk daerah
yang mengalami infark, kita tidak bisa berbuat banyak. Yang penting adalah
menyelamatkan daerah di sekitar infark yang disebut daerah penumbra.
Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya masih hidup, akan tetapi tidak
dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak adekuat. Daerah inilah yang harus
diselamatkan agar dapat berfungsi kembali. Untuk keperluan tersebut maka aliran darah
di daerah tersebut harus diperbaiki.
 Trombolisis
Satu- satunya obat yang diakui FDA sebagai standar adalah pemakaian r-TPA
(Recombinant - Tissue Plasminogen Activator) yang diberikan pada penderita stroke
iskemik dengan syarat tertentu baik i.v maupun arterial dalam waktu kurang dari 3 jam
setelah onset stroke.
 Antikoagulan
Obat yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine).Efek antikoagulan
heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah atau memperkecil
pembentukkan fibrin dan propagasi trombus.Antikoagulansia mencegah terjadinya
gumpalan darah dan embolisasi trombus.Antikoagulansia masih sering digunakan pada
penderita stroke dengan kelainan jantung yang dapat menimbulkan embolus.
 Anti agregasi trombosit

8
Obat yang dipakai untuk mencegah pengumpulan sehingga mencegah terbentuknya
trombus yang dapat menyumbat pembuluh darah.Obat ini dapat digunakan pada
TIA.Obat yang banyak digunakan adalah asetosal (aspirin) dengan dosis 40 mg – 1,3
gram/hari. Akhir-akhir ini digunakan tiklopidin dengan dosis 2 x 250 mg.
 Neuroprotektor
Mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel terutama di daerah
penumbra. Berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang
terganggu akibat ischemic cascade. Obat-obat ini misalnya piracetam, citikolin,
nimodipin, pentoksifilin
 Anti edema
Obat anti edema otak adalah cairan hiperosmolar, misalnya manitol 20%, larutan gliserol
10%.Pembatasan cairan juga dapat membantu.Dapat pula menggunakan kortikosteroid.
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi pasca-stroke adalah suatu upaya rehabilitasi stroke terpadu yang melibatkan
berbagai disiplin ilmu kedokteran dan merupakan kumpulan program, termasuk
pelatihan, penggunaan modalitas alat, dan obat-obatan.
Tujuan rehabilitasi adalah :
 Memperbaiki fungsi motoris, bicara dan fungsi lain yang terganggu
 Adaptasi mental sosial dari penderita stroke, sehingga fungsional otonom penderita,
sosial aktif dan hubungan interpersonal menjadi normal.
 Sedapat mungkin penderita harus dapat melakukan activities of daily living (ADL).

Jenis-jenis rehabilitasi medik, antara lain :


1. Fisioterapi
Mengobati fisik dengan menggunakan exercise, massage, ataupun terapi dengan
modalitas alat.Fisioterapi terbagi 2, yaitu fisioterapi pasif yang dilakukan secara
langsung setelah pasien terkena serangan stroke dengan menggerakan otot secara pasif
dan fisioterapi aktif yang dilakukan segera setelah keadaan pasien stabil dan dapat
diajak berinteraksi.

2. Speech therapy
Membantu memulihkan kemampuan berbahasa dan bekomunikasi penderita stroke
dengan latihan bicara sehingga penderita stroke dapat kembali berkomunikasi dengan
orang lain.
3. Occupational therapy
Menggunakan aktivitas terapeutik dengan tujuan mempertahankan atau meningkatkan
komponen kinerja okupasional (senso-motorik, persepsi, kognitif, sosial, dan spiritual)
dan area kerja kinerja okupasional (perawatan diri, produktivitas, dan pemanfaatan
waktu luang).Dengan kata lain, ahli terapi okupasi membantu penderita stroke untuk
melakukan aktivitas sehari-hari (seperti mandi, makan, minum, BAB/BAK, berpakaian,

9
dll), dan juga membantu penderita agar dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan
sekitarnya (mengelola rumah tangga, merawat orang lain, dan rekreasi/pemanfaatan
waktu luang untuk dirinya).
4. Social worker
Memperbaiki atau mengembangkan interaksi antara penderita dengan lingkungan
sosialnya sehingga penderita dapat kembali ke lingkungan dengan baik.
5. Psikologis
Membantu penderita stroke yang cacat agar dapat menyesuaikan diri secara emosional
terhadap lingkungannya dan keadaan cacatnya, sehingga ia dapat memberikan makna
pada kehidupannya dengan penuh arti.

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai
berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan
adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah
biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.

4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

H. Pencegahan

10
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stroke yaitu sebagai
berikut.
1. Kontrol tekanan darah
Hipertensi merupakan hal utama penyebab serangan stroke.
2. Kurangi atau hentikan merokok
Nikotin dan tar dapat menempel di pembuluh darah danmembentuk plak yang dapat
menyumbat pembuluh darah.
3. Olahraga teratur
Olahraga teratur dapat meningkatkan ketahanan jantung dan menurunkan berat badan,
sehingga jantung menjadi kuat dan dapat mencegah obesitas.
4. Perbanyak makan sayur dan buah
Sayur dan buah mengandung banyak antioksidan dan yang bisa menangkal radikal
bebas, selain itu sayur dan buah rendah kolesterol.
5. Suplai Vitamin E yang cukup
Para peneliti dari Columbia Presbyterian Medical Center melaporkan bahwa konsumsi
vitamin E tiap hari dapat menurunkan resiko stroke sampai 50%.
6. Kontrol kadar kolesterol
Bila dari hasil pemeriksaan darah menunjukkan kadar kolesterol dalam darah ternyata
tinggi, maka harus diturunkan kadarnya sampai batas normal (di bawah 200 mg/dl)
dengan cara mengatur makanan sehari-hari yang dikonsumsi. Kadar kotesterol yang
tinggi di dalam darah dapat menyebabkan pengerasan dinding pembuluh darah dan
dapat menyumbat aliran darah ke organ tubuh, akibatnya antara lain,meningkatkan
risiko stroke dan seranganjantung.

11
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
1. Pemeriksaan Fisik: Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
2. B1 (Breathing): Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke
dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
3. B2 (Blood): Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
4. B3 (Brain): Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
5. B4 (Bladder): Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
6. B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.
7. B6 (Bone): Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik.
8. Pengkajian Tingkat Kesadaran: Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang
paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.
9. Pengkajian Fungsi Serebral: Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
10. Pengkajian Saraf Kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan
dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidak
mampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

12
c. Saraf III, IV, dan VI: Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-
otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
d. Saraf V: Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah
ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII: Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII: Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X: Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
h. Saraf XI: Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
11. Pengkajian Sistem Motorik: Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak
12. Pengkajian Sistem Sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (domain 4 kelas 4; 00201)
2. Hambatan mobilitas fisik (domain 4, kelas 2: 00085) b/d gangguan neuromuskular;
hemiparese dextra
3. Nyeri akut (Domain 12 kelas 1; 00132)
4. Hambatan Komunikasi verbal (domain 5, kelas 5; 00051) b/d kerusakan tonus/ kontrol
otot pada N V,VII, X
5. Risiko jatuh (domain11 kelas 2: 00155) b/d faktor risiko penurunan kekuatan
ekstremitas bawah

13
Rencana/Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan Moorhead, Jhonson, Maas, & Swanson (2013).dan Bulechek,
Butcher, Dochterman, & Wagner, (2013) adalah sebagai berikut:

Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)

1.Resiko ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Secara rutin mengecek pasien baik secara fisik
jaringan otak (domain 4 kelas 4; selama 3x24 jam diharapkan : dan psikologis sesuai dengan kebijakan
00201) pelayanan
Pompa jantung efektif dengan kriteria hasil: 2. pastikan tingkat aktivitas klien yang tidak
1. tekanan darah sistol normal membahayakan curah jantung atau
2. tekanan darah diastol normal memprovokasi serangan jantung
3. tekanan vena sentral normal 3. pantau ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan dan
4. keseimbangan intake dan output dalam reaktivitas
4. monitor tingkat kesadaran
24 jam normal
5. monitor tanda-tanda vital : suhu, tekanan darah,
denyut nadi, dan respirasi.
2.Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Klien mampu menyampaikan secara lisan
(domain 4, kelas 2: 00085) b/d selama 3x24 jam diharapkan : kemampuan untuk menyesuaikan terhadap
gangguan neuromuskular; disabilitas
hemiparese dextra 1. Klien mampu menyampaikan secara lisan
2. Klien mampu beradaptasi dengan keterbatasan
kemampuan untuk menyesuaikan
secara fungsional
terhadap disabilitas 3. Klien mampu mengidentifikasi risiko komplikasi
2. Klien mampu beradaptasi dengan
yang berhubungan dengan disabilitas
keterbatasan secara fungsional 4. Mengidentifikasi rencana untuk memenuhi
3. Klien mampu mengidentifikasi risiko
aktivitas sehari-hari (ADL)
komplikasi yang berhubungan dengan 5. Menerima kebutuhan akan bantuan fisik
disabilitas
4. Mengidentifikasi rencana untuk
memenuhi aktivitas sehari-hari (ADL)

14
5. Menerima kebutuhan akan bantuan fisik
3.Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
selama 3x24 jam diharapkan : termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
1. Nyeri terkontrol 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
dengan kriteria hasil : 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
a. Mengenali kapan nyeri terjadi menemukan dukungan
b. Menggambarkan faktor penyebab nyeri 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
c. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
nyeri tanpa analgesik kebisingan
d. Menggunakan analgesik yang 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
direkomendasikan 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
2.Mengetahui tingkat nyeri dengan kriteria 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
hasil : dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
a. Tidak ada nyeri yang dilaporkan 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
b. Tidak merinyit 9. Tingkatkan istirahat
c. Tidak ada kehilangan nafsu makan atau 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti
nafsu makan meningkat penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang
dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali.
4.Hambatan Komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.Monitor kecepatan bicara, tekanan, kecepatan,
(domain 5, kelas 5; 00051) b/d selama 3x24 jam diharapkan : kuantitas, volume dan diksi
kerusakan tonus/ kontrol otot Klien mampu bicara dengan jelas 2.Monitor proses kognitif, anatomi dan fisiologis
pada N V,VII, X 1. Klien mampu mengenali pesan yang terkait dengan kemampuan berbicara (memmori,
diterima pendengaran dan bahasa)
2. Klien mampu mengarahkan pesan pada 3.Monitor pasien terkait dengan perasaan frustasi,
penerima yang tepat kemarahan, depresi atau respon-respon lain
3. Pertukaran pesan yang akurat dengan disebabkan karena adanya gangguan kemampuan
orang lain bicara
4.Sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi

15
kebutuhan klien misalnya berdiri di depan atau
samping pasien, mendengarkan dengan penuh
perhatian, menyampaikan satu ide atau pemikiran
pda satu waktu dan bantuan keluarga dalam
memahami pembicaraan pasien)
5.Ulangi apa yang disampaikan pasien untuk
menjamin akurasi
6.Jaga lingkungan yang terstruktur dan pertahankan
rutinitas misalnya daftar harian yang konsisten,
penyediaan kalender,dll)
7.Modifikasi lingkungan untuk bisa meminimalkan
distress emosi (misalnya pembatasan pengunjung).
5.Risiko jatuh (domain11 kelas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. kaji kembali riwayat kesehatan masa lalua dan
2: 00155) dengan faktor risiko selama 3x24 jam diharapkan : doumentasikan bukti yang menunjukkan adanya
penurunan kekuatan ekstremitas 1. klien diharapkan tidak jatuh dari tempat penyakit medis, diagnosa keperawatan seperti
bawah
tidur perawatannya
2. klien mampu menyeimbangkan gerakan 2. pertimbangkan ketersedian dan kualitas sumber –
tubuh sumber yang ada (psikologis, finansial, tingkat
pendidikan dan keluarga)
3. identifikasi adanya sumber-sumber agensi yang
dapat membantu menurunkan faktor risiko
4. identifikasi risiko biologis, lingkungan dan
perilaku serta hubungan timbal balik
5. pertimbangkan status pemenuhan ADL
6. Rencanakan monitor kesehatan dalam jangka
panjang

16
DAFTAR PUSTAKA

AHA. (2017). Let’s talk about Risk Factors for Stroke. Retrieved Maret 31, 2019, from
www.strokeassociation.org: https://www.strokeassociation.org/idc/groups/stroke-
public/@wcm/@hcm/documents/downloadable/ucm_309713.pdf diakses tanggal 30
maret 2019

AHA/ASA. (2017). About Stroke. Retrieved Maret 31, 2019, from


www.strokeassociation.org:
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/About-
Stroke_UCM_308529_SubHomePage.jsp

Arisetjiono, E., & Munir, B. (2017). Buku ajar neurologi. Malang: Sagung Seto.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan NANDA NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofiologi; konsep klinis Proses-Proses Penyakit
Vol.2. Jakarta: EGC.

Setyopranoto, I. (2011). Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK, 185/Vol.38 no.4/Mei-


Juni. Hal 247-250.

Smeltzer & Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth
(Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta: EGC.

Truelsen, T., Begg, S., & Mathers, C. (2010). The global burden of cerebrovascular disease.
Retrieved Maret 30, 2019, from www.who.int:
http://www.who.int/healthinfo/statistics/bod_cerebrovasculardiseasestroke.pdf.

Wardhana, W. A. (2011). Strategi Mengatasi dan Bangkit dari Stroke. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

17

Anda mungkin juga menyukai