Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

SUBARACHNOID HEMORRHAGE (SAH)


RUANG PERAWATAN BEDAH NEUROLOGI (L3BD)
RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Oleh:
SAKINA
R014191049

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) (Titi Iswanti, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.M.B)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

A. DEFINISI
Menurut American Association of Neuroscience Nurses (AANN) pada
tahun 2009 mendefinisikan subarakhnoid hemorrhage (SAH) adalah stroke
perdarahan dimana darah dari pembuluh darah memasuki ruang subarachnoid yaitu
ruang di antara lapisan dalam (Pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) dari
jaringan selaput otak (meninges). Penyebab paling umum adalah pecahnya tonjolan
(aneurisma) dalam arteri basal otak atau pada sirkulasi willisii.

B. ETIOLOGI
Dewanto et all (2009) menyebutkan bahwa etiologi perdarahan subarakhnoid
meliputi:
1. Ruptur aneurisma sakular (70-75%)
2. Malformasi arteriovena
3. Ruptur aneurisma fusiform
4. Ruptur aneurisma mikotik
5. Kelainan darah: diskrasia darah, penggunaan antikoagulan, dan gangguan
pembekuan darah
6. Infeksi
7. Neoplasma
8. Trauma

C. FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor risiko yang dihubungkan dengan risiko tinggi aneurisma
SAH menurut Lemonick (2010) meliputi:
 Riwayat keluarga dengan aneurisma intrakranial
 Hipertensi
 Merokok
 Atherosklerosis
 Kontrasepsi oral
 Usia lanjut
 Jenis kelamin
 Pecandu alkohol berat

D. PATOFISIOLOGI
Subarakhnoid hemorrhage (SAH) sebagian besar disebabkan oleh rupturnya
aneurisma serebral. Segera setelah perdarahan, rongga subarakhnoid dipenuhi dengan
eritrosit di CSF. Eritrosit ini mengikuti salah satu dari beberapa jalan kecil di otak.
Beberapa eritrosit akan berikatan menjadi bekuan pada area perdarahan. Sebagian
besar eritrosit akan berikatan dengan arachnoid villi dan trabekulae. Akibatnya, otak
akan mengalami edema. Eritrosit juga berpindah dari ruang subarakhnoid melalui
fagositosis. Proses ini terjadi dalam 24 jam setelah perdarahan. Makrofag CSF,
muncul dari sel mesotelial arakhnoid atau memasuki ruang subarakhnoid melalui
pembuluh meningeal, dapat secara langsung memecah eritrosit di CSF atau
merubahnya menjadi bekuan darah (Hayman et al., 1989). Keadaan ini menyebabkan
aliran darah ke otak menjadi berkurang, sehingga menyebabkan terjadinya iskemi
pada jaringan otak dan lama-lama akan menyebabkan terjadinya infark serebri.
Selanjutnya, jaringan otak yang mengalami iskemi/ infark akan menyebabkan
gangguan/ kerusakan pada sistem saraf. Pada pasien dengan SAH yang masih hidup,
sering mengalami kelumpuhan pada saraf kranial kiri, paralisis, aphasia, kerusakan
kognitif, kelainan perilaku, dan gangguan psikiatrik (Bellebaum et al., 2004 dalam
American Association of Neuroscience Nurses, 2009).

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Hunt dan Hess (1968) dalam Dewanto G, et al. 2009, gejala CVA SAH
dapat dilihat dari derajat nya, yaitu:

Derajat GCS Gejala


1 15 Asimtomatik atau nyeri kepala minimal serta kaku
kuduk ringan.
2 15 Nyeri kepala moderat sampai berat, kaku kuduk, defisit
neurologis tidak ada (selain parese saraf otak).
3 13-14 Kesadaran menurun (drowsiness) atau defisit neurologis
fokal.
4 8-12 Stupor, hemiparesis moderate sampai berat, permulaan
desebrasi, gangguan vegetatif.
5 3-7 Koma berat, deserebrasi.

Pasien dengan perdarahan sub arachnoid didapatkan gejala klinis Nyeri kepala
mendadak, adanya tanda rangsang meningeal (mual, muntah, fotofobia/intoleransi
cahaya, kaku kuduk), penurunan kesadaran, serangan epileptik, defisit neurologis
fokal (disfasia, hemiparesis, hemihipestesia (berkurangnya ketajaman sensasi pada
satu sisi tubuh) . Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda
rangsangan meningeal. Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan sub arachnoid
karena pecahnya aneurisma pada arteri (Dewanto et al., 2009).
Onset dari gejalanya biasanya tiba-tiba perjalanan penyakit perdarahan
subarochnoid yang khas dimulai dengan sakit kepala yang sangat hebat (berbeda
dengan sakit kepala biasa), onset biasanya 1-2 detik hingga 1 menit dan sakit
kepalanya sedemikian rupa sehingga mengganggu aktivitas yang dilaksanakan oleh
penderita. Sakit kepala makin progresif, kemudian diikuti nyeri dan kekakuan pada
leher, mual muntah sering dijumpai perubahan kesadaran (50%) kesadaran hilang
umumnya 1-2 jam, kejang sering dijumpai pada fase akut (sekitar 10-15%) perdarahan
subarochnoid sering diakibatkan oleh arterivena malformasi. Umumnya onset saat
melakukan aktivitas 24-36 jam setelah onset dapat timbul febris yang menetap selama
beberapa hari.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologis
a. CT Scan
Hasil yang di dapatkan menunjukkan bahwa darah SAH pada CT
Scan tanpa bentuk berarti pada ruang subarakhnoid disekitar otak, kemudian
membentuk sesuatu yang secara normal berwarna gelap muncul menjadi
putih. Efek ini secara khas muncul sebagai bentuk bintang putih pada pusat
otak seperti gambar berikut ini.

Sedangkan lokasi darah pada umumnya terdapat di basal cisterns,


fisura sylvian, atau fisura interhemisper yang mengindikasikan ruptur
saccular aneurysma. Darah berada di atas konfeksitas atau dalam parenkim
superfisial otak sering mengindikasikan arteriovenous malformation atau
mycotic aneurysm rupture (AANN, 2009).

b. Pungsi lumbar
Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat xanthochromia (CSF berwarna
kuning yang disebabkan oleh rusaknya hemoglobin) dimana sensitivitas
pemeriksaan ini lebih besar dari 99% (AANN, 2009).
c. CTA (computed tomography angiography) dilakukan jika diagnosis SAH
telah dikonfirmasi dengan CT Scan atau LP.
d. Rotgen toraks untuk melihat adanya edema pulmonal atau aspirasi.

2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya anemia atau leukositosis
setelah terjadinya bangkitan atau infeksi sistemik (Dewanto et al., 2009).
b. Adanya diskrasia darah, polisitemia, trombositopenia atau trombosis
c. Pemeriksaan koagulasi untuk menentukan riwayat koagulopati sebelumnya.
d. Ureum dan elektrolit untuk menentukan hiponatremia akibat salt wasting.
G. PENATALAKSANAAN
1. Pemeriksaan umum
a) Sistem jalan nafas dan kardiovaskuler. Pantau ketat di unit perawatan intensif
atau lebih baik di unit perawatan neurologis.
b) Lingkungan. Pertahankan tingkat bising yang rendah dan batasi pengunjung
sampai aneurisma ditangani.
c) Nyeri. Morfin sulfat (2-4 mg IV setiap 2-4 jam) atau kodein (30-60 mg IM
setiap 4 jam).
d) Profilaksis gastrointestinal. Ranitidin (150 mg PO 2x sehari atau 50 mg IV
setiap 8-12 jam) atau lansoprazol (30 mg PO sehari)
e) Profilaksis deep venous thrombosis. Gunakan thigh-high stockings dan
rangkaian peralatan kompresi pneumatik; heparin (5000 U SC 3x sehari)
setelah terapi aneurisma.
f) Tekanan darah. Pertahankan tekanan darah sistolik 90-140 mmHg sebelum
terapi aneurisma, kemudian jaga tekanan darah sistolik < 200 mmHg.
g) Glukosa serum. Pertahankan kadar 80-120 mg/dl; gunakan sliding scale atau
infus kontinu insulin jika perlu
h) Suhu inti tubuh. Pertahankan pada ≤ 37,20C; berikan asetaminofen/parasetamol
(325-650 mg PO setiap 4-6 jam) dan gunakan peralatan cooling bila
diperlukan.
i) Calcium antagonist. Nimodipin (60 mg PO setiap 4 jam selama 21 hari).
j) Terapi antifibrinolitik (opsional). Asam aminokaproat (24-48 jam pertama, 5 g
IV dilanjutkan dengan infus 1,5 g/jam)
k) Antikonvulsan. Fenitoin (3-5 mg/kg/hari PO atau IV) atau asam valproat (15-
45 mg/kg/hari PO atau IV)
l) Cairan dan hidrasi. Pertahankan euvolemi (CVP, 5-8mmHg); jika timbul
vasospasme serebri, pertahankan hipervolemi (CVP, 8-12 mmHg atau PCWP
(pulmonal capillary wedge pressure) 12-16 mmHg.
m) Nutrisi. Coba asupan oral (setelah evaluasi menelan) untuk alternatif lain, lebih
baik pemberian makanan enteral.

2. Terapi lain
a) Surgical clipping. Dilakukan dalam 72 jam pertama
b) Endovascular coiling. Dilakukan dalam 72 jam pertama

3. Komplikasi umum
a) Hidrosefalus. Masukkan drain ventrikular eksternal atau lumbar.
b) Perdarahan ulang. Berikan terapi suportif dan terapu darurat aneurisma.
c) Vasospasme serebri. Beri nimodipin; pertahankan hipervolemi atau hipertensi
yang diinduksi dengan fenilefrin, norepinefrin, atau dopamin; terapi
endovascular (angioplasti transluminal atau vasodilator langsung)
d) Bangkitan. Lorazepam (0,1 mg/kg, dengan kecepatan 2 mg/menit) atau
diazepam 5-10 mg, dilanjutkan dengan fenitoin (20 mg/kg IV bolus dengan
kecepatan < 50 mg/menit sampai dengan 30 mg/kg).
e) Hiponatremia. Pada SIADH: restriksi cairan; Pada serebral salt wasting
syndrome: secara agresif gantikan kehilangan cairan dengan 0,9% NaCl atau
NaCl hipertonis.
f) Aritmia miokardia. Metoprolol (12,5-100 mg PO 2x sehari); evaluasi fungsi
ventrikel; tangani aritmia
g) Edema pulmonal. Berikan suplementasi oksigen atau ventilasi mekanik bila
perlu

4. Perawatan jangka panjang


a) Rehabilitasi. Terapi fisik, pekerjaan, dan bicara
b) Evaluasi neuropsikologis. Lakukan pemeriksaan global dan domain specifik,
rehabilitasi kognitif
c) Depresi. Pengobatan antidepresan dan psikoterapi
d) Nyeri kepala kronis. NSAIDs, Antidepresan trisiklik, atau SSRIs; gabapetin.

H. TERAPI MEDIKAMENTOSA :
1. Edatif – tranquilizer : fenobarbital (luminal) dan diazepam (valium)
Untuk menghindari kegelisahan dan tensi yang meningkat
2. Antiemetik : dimenhidrat
3. Analgetika : kodein fosfat, meperidin HCL, morfin, dan fentanil
4. Antikonvulsan : fenitoin (dilantin), karbamazepin, fenobarbital
dengan dosis 30 mg peroral 3 kali perhari
5. Pencahar : diotil Na, sulfosuksinat, psilium hidrofilik musiloid
sedium 100 mg peroral perhari
6. Antasida : magnesium aluminium hidroksida, simetidin, ranitidin
7. Diuretik/ antiedema : furosemid (lasix), manitol
8. Steroid : deksametason (oradexon, kalmethasone)
9. Antifibrinolitik : epsilon-amino-kaproat (amicar), asam traneksamik
Pemberian anti fibrolitik dianggap bermanfaat untuk memecah perdarahan ulang
akibat lisis atau bekuan darah ditempat yang mengalami perdarahan
10. Antidiuretik : vasopresin (pitresin)
11. Obat hipotensif intrakranial : tiopental (pentotal)

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SUBARACHNOID HEMORRHAGE


(SAH)
A. PENGKAJIAN
Anamnesis
a) Identitas klien mencakup nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosa medis.
b) Keluhan utama pada umumnya akan terlihat bila sudah terjadi disfungsi
neurologis. Keluhan yang sering didapatkan meliputi: Nyeri kepala mendadak,
adanya tanda rangsang meningeal (mual, muntah, fotofobia/intoleransi cahaya,
kaku kuduk), penurunan kesadaran, serangan epileptik, defisit neurologis fokal
(disfasia, hemiparesis, hemihipestesia (berkurangnya ketajaman sensasi pada satu
sisi tubuh).
c) Riwayat alergi mungkin didapatkan adanya reaksi alergi pada makanan, udara,
atau obat-obatan tertentu
d) Riwayat penyakit sekarang yang mungkin didapatkan meliputi adanya riwayat
trauma, riwayat jatuh, keluhan mendadak lumpuh pada saat klien melakukan
aktivitas, keluhan pada gastrointestinal seperti mual, muntah, bahkan kejang
sampai tidak sadar, di samping gejala kelumpuhan separuh badan atau ganggguan
fungsi otak yang lain, selisah, letargi, lelah, apatis, perubahan pupil, dll.
e) Riwayat penyakit dahulu meliputi penggunaan obat-obatan (analgesik, sedatif,
antidepresan, atau perangsang syaraf), keluhan sakit kepala terdahulu, riwayat
trauma kepala, kelainan kongenital, peningkatan kadar gula darah dan hipertensi.
f) Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan tentang adanya keluarga yang
menderita hipertensi atau diabetes.
g) Pengkajian psikososial/ekonomi meliputi status pernikahan, keluarga, tempat
tinggal, pekerjaan, status emosi, kognitif, pengalaman hospitalisasi dan perilaku
klien.
h) Kemampuan koping normal meliputi pengkajian mengenai dampak yang timbul
pada klien seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah.

B. PEMERIKSAAN FISIK
a) Tingkat kesadaran
Tingkat Responsivitas Klinis
Terjaga Normal
Sadar Dapat tidur lebih dari biasanya, sedikit bingung saat pertama
kali terjaga, tetapi berorientasi sempurna ketika terbangun.
Letargi Mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana ketika
dirangsang.
Stupor Sangat sulit untuk dibangunkan, tidak konsisten dalam
mengikuti perintah sederhana atau berbicara satu kata atau frase
Semikomatosa pendek.
Gerak bertujuan ketika dirangsang tidak mengikuti perintah,
koma atau berbicara koheren.
Dapat berespon dengan postur secara refleks ketika distimulasi
atau dapat tidak beresepon pada setiap stimulus.

Respon motorik Respon verbal Membuka mata


Menurut 6 Orientasi 5 Spontan 4
Terlokalisasi 5 Bingung 4 Terhadap panggilan 3
Menghindar 4 Kata tidak dimengerti 3 Terhadap nyeri 2
Fleksi abnormal 3 Hanya suara 2 Tidak dapat 1
Ekstensi abnormal 2 Tidak ada 1
Tidak ada 1

b) Keadaan umum
Penderita dalam kesadaran menurun atau terganggu postur tubuh mengalami
ganguan akibat adanya kelemahan pada sisi tubuh sebelah atau keseluruhan lemah
adanya gangguan dalam berbicara kebersihan diri kurang serta tanda-tanda vital
(hipertensi)
1. Sistem Integumen
- Kulit tergantung pada keadaan penderita apabila kekurangan O2 kulit akan
kebiruan kekurangan cairan turgor jelek berbaring terlalu lama atau ada
penekanan pada kulit yang lama akan timbul dekubitus.
- Kuku jika penderita kekurangan O2 akan tampak kebiruan

2. Pemeriksaan Kepala atau Leher


- Bentuk normal simetris
- Bentuk kadang tidak simetris karena adanya kelumpuhan otot daerah muka
tampak gangguan pada mata kadaan onga mulut kotor karena kuang
perawatan diri .
- Bentuk normal pembesaran kelenjar thyroid tidak ada .
3. Sistem pernafasan
Adanya pernafasan dispnoe, apnoe atau normal serta obstrusi jalan nafas,
kelumpuhan otot pernafasan penggunaan otot-otot bantu pernafasan, terdapat
suara nafas ronchi dan whezing.
4. Sistem kardio vaskuler
Bila penderita tidak sadar dapat terjadi hipertensi atau hipotensi, tekanan
intrakranial meningkat serta tromboflebitis, nadi bradikardi, takikardi atau
normal .
5. Sistem pencernaan
Adanya distensi perut, pengerasan feses, penurunan peristaltik usus, gangguan
BAB baik konstipasi atau diare .
6. Ekstrimitas
Adanya kelemahan otot, kontraktur sendi dengan nilai ROM : 2, serta
kelumpuhan.
7. Pemeriksaan urologis
Pada penderita dapat terjadi retensi urine, incontinensia infeksi kandung kencing,
serta didapatkannya nyeri tekan kandung kencing.
8. Pemeriksaan neurologis
Tanda-tanda rangsangan meningen
Kaku kuduk umumnya positif, tanda kernig umumnya positif, tanda
brudzinsky I, II, III, IV umumnya positif, babinsky umumnya positif.
9. Pemeriksaan fungsi sensorik
Terdapat gangguan penglihatan, pendengaran atau pembicaraan.
10. Pemeriksaan resiko dekubitus
11. Pemeriksaan status fungsional aktivitas pasien
12. Pemeriksaan resiko jatuh
13. Pemeriksaan komprehensif terkait nyeri

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya anemia atau leukositosit
setelah terjadinya bangkitan atau infeksi sistemik
 adanya diskrasia darah, polisitemia, trombositopenia atau trombosis
 Pemeriksaan koagulasi untuk menentukan riwayat koagulopati sebelumnya.
 Ureum dan elektrolit untuk menentukan hiponatremia akibat salt wasting.
 Glukosa serum untuk menentukan hipoglikemi
 Rotgen toraks untuk melihat adanya edema pulmonal atau aspirasi.
 EKG 12 sadapan untuk melihat aritmia jantung atau perubahan segmen ST
(Dewanto et al., 2009)
 CT scan kepala tanpa kontras dilakukan < 24 jam sejak awitan.
 Pungsi lumbal bila CT scan kepala tampak normal.
 CTA (computed tomography angiography) dilakukan jika diagnosis SAH telah
dikonfirmasi dengan CT Scan atau LP
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d penekanan jaringan otak, peningkatan tekanan intrakranial

2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan


intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret,
penurunan mobilitas fisik, dan penurunan tingkat kesadaran.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/ hemiplegia,
kelemahan neuromuskular pada ekstremitas.
5. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan sensasi, luas lapang pandang.
6. Defisit perawatan diri : mandi dan eliminasi berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
7. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area
bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan
kelemahan secara umum.
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan Moorhead, Jhonson, Maas, & Swanson (2013). dan Bulechek,
Butcher, Dochterman, & Wagner, (2013) adalah sebagai berikut:
No. Diagnosa Keperawatan (Nanda) Tujuan/ Sasaran Intervensi
(NOC) (NIC)
1. Nyeri akut b.d penekanan jaringan otak, Setelah perawatan selama 3x24 jam, nyeri Manajemen Nyeri
peningkatan tekanan intrakranial klien berkurang dengan kriteria hasil: a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Kontrol Nyeri b. Observasi adanya petunjuk nonverbal terkait nyeri
a. Klien dapat mengenali kapan nyeri maupun ketidaknyamanan terutama pada pasien yang
terjadi tidak dapat berbicara
b. Klien mengetahui penyebab terjadinya c. Gunakan strategi komunkasi terapeutik untuk
nyeri mengetahui pengalaman klien terkait nyeri dan
c. Klien mampu mengurangi rasa nyeri penerimaan klien terhadap nyeri
tanpa analgesik d. Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam
d. Klien melaporkan perubahan gejala seperti farmakologis dan non farmakolois untuk
nyeri memfasilitasi penurunan nyeri
e. Klien mengenali hal-hal yang berkaitan e. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis seperti
dengan nyeri. relaksasi nafas dalam, aplikasi panas/dingin.
Tingkat Nyeri f. Kolaborasikan dengan tim kesehatan unntuk
a. Klien mengatakan rasa nyeri telah menggunakan teknik farmakologi jika memungkinkan
berkurang g. Informasikan dengan tim kesehatan lain dan keluarga
b. Tanda-tanda vital dalam rentang normal tentang strategi nonfarmakologi yang sedang digunakan
untuk mendorong preventif terkait dengan manajemen
nyeri
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan a. Kaji status neurologis pasien
otak berhubungan dengan perdarahan selama 3x24 jam Ketidakefektifan perfusi b. Monitor tanda-tanda vital pasien
intraserebri, oklusi otak, vasospasme, jaringan otak teratasi. Dengan kriteria hasil c. Posisikan kepala head up 30º
dan edema otak. Kriteria Hasil : d. Kolaborasi pemberian obat antinyeri
a. Tekanan systole dan diastole dalam e. Monitor tingkat kesadaran
rentang yang diharapkan f. Monitor kadar elektrolit
b. Sakit kepala dalam dalam rentang g. Jaga keseimbangan cairan dengan pemberian cairan IV
ringan atau diuretik
c. Berkomunikasi dengan jelas sesuai
dengan kemampuan
d. Menunjukkan fungsi sensori motori
cranial yang utuh: tingkat kesadaran
membaik, tidak ada gerakan involunter
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 - Kaji keadaan jalan nafas
yang berhubungan dengan akumulasi jam klien mampu meningkatkan dan - Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi kedua lapang
sekret, penurunan mobilitas fisik, dan mempertahankan jalan nafas tetap bersih paru.
penurunan tingkat kesadaran. dan mencegah aspirasi. - Ubah posisi setap 2 jam dengan teratur.
Klriteria hasil: - Kolaborasikan:
- Bunyi nafas bersih - Aminofisil, alupen, dan bronkosol.
- Tidak ada penumpukan sekrest di
saluran nafas
- Dapat melakukan batuk efektif
- RR 16-20 x/menit
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Kaji kemampuan mobilisasi
dengan hemiparese/ hemiplegia, selama 3x24 jam hambatan mobilitas fisik  Dampingi dan bantu klien saat mobilisasi dan bantu
kelemahan neuromuskular pada tertasi. Dengan kriteria hasil Mobility level penuhi kebutuhan ADLs pasien
ekstremitas. Kriteria Hasil:  Ajarkan keluarga bagaimana merubah posisi miring
 Klien meningkatkan mobilitas dalam kiri /kanan dan berikan bantuan jika diperlukan
aktivitas fisik secara bertahap  Klien mampu beradaptasi dengan keterbatasan secara
fungsional
 Klien mampu mengidentifikasi risiko komplikasi yang
berhubungan dengan disabilitas.
 Bantu pasien mendapatkan posisi tubuh yang optimal
 Dukung dan lakukan latihan ROM
 Instruksikan pasien atau keluarga untuk melakukan
latihan ROM
 Anjurkan pasien atau keluarga untuk membuat jadwal
latihan ROM

5. Risiko jatuh berhubungan dengan Setelah perawatan selama 3x24 jam, pasien a. Identfikasi kebutuhan keamanan pasien
penurunan sensasi, luas lapang pandang. dan keluarga mampu meminimalka faktor b. Memasang pengaman tempat tidur untuk membatasi
resiko yang memicu kajaddian jatuh. mobilitas fisik yang dapat membahayakan
Dengan kriteria hasil : c. Bantu pasien saat melakukan perpindahan
a. Selalu memasang penghalang tempat d. Monitor linkungan terhadap terjadinya perubahan
tidur untuk mencegah jatuh status keselamatan
b. Keluarga menyediakan bantuan untuk
pasien bergerak
c. Menyesuaikan ketinggian tempat tidur
sesuai yang di perlukan
d. Melakukan prosedur pemindahan yang
aman
Parietal

Temporal

F. PATHWAY
Ruptur aneurisma sakular, Malformasi arteriovena, Ruptur aneurisma fusiform,
Ruptur aneurisma mikotik, Kelainan darah: diskrasia darah, penggunaan
antikoagulan, dan gangguan pembekuan darah, infeksi, neoplasma, trauma

Pembuluh darah pecah

Ekstravasasi darah dari pembuluh darah arteri di otak

Masuk ke dalam ruang subarakhnoid

Menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama cairan serebrospinalis

Penekanan Edema serebri Infark serebri


jaringan otak

Peningkatan TIK CVA


Penurunan perfusi jaringan serebral

Nyeri Akut Defisit neurologis

Frontal Dominan Nondomnian Oksipital


Afasia (tidak
Gangguan : mampu berbicara Gangguan
Gangguan  Disorientasi Kemampuan
penilaian dan menulis) sensorik  Apraksia penglihatan
,penampilan memori Agrafia (kehilangan bilateral (kehilangan
Kejang berkurang
Gangguan kemampuan kemampuan
dan buta
afek&proses psikomotor menulis) melakukan
gerakan
pikir,fungsi Tuli Agnosia (tidak bertujuan)
motorik Konfabulasi mampu mengenali  Distorsi
(mengingat strimuli sensori) konsep ruang Risiko
Kehilangan pengalaman  Hilang cidera
kesadaran
kontrol imajiner) Kerusakan pada sisi
volunter komunikasi tubuh yang
verbal berlawanan

Hambatan Penurunan
Hemiplegia dan
kesadaran
hemiparese mobilitas fisik

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
DAFTAR PUSTAKA

American Association of Neuroscience Nurses (AANN). 2009. Care of the Patient with
Aneurysmal Subarachnoid Haemorrhage. www.aann.org
Batticaca, Fransisca B. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Hal: 58.
Muttaqin A. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Satyanegara, dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Ed. 4. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Dewanto G, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai