I. PENGERTIAN
A. Definisi CA Prostat
Carsinoma prostat atau kanker prostat adalah pertumbuhan dan pembelahan sel
khususnya sel pada jaringan prostat yang tidak normal/abnormal yang
merupakan kelainan atau suatu keganasan pada saluran perkemihan khususnya
prostat pada bagian lobus perifer sehingga timbul nodul-nodul yang dapat diraba
(Barbara C. Long, 2009).
Kanker prostat merupakan kanker kedua yang paling umum didiagnosis pada
laki-laki (setelah kanker kulit) dan baru-baru ini timbul menjadi penyebab utama
kematian terkait kanker pada pria di Amerika. Pada tahun 2007, kira-kira
219.000 laki-laki di Amerika Serikat terdiagnosis kanker prostat dan sekitar
27.000 meninggal karena keganasan inti (Joyce M. Black & Jane Hokanson
Hawks, 2014).
B. Etiologi
Tetapi ada beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk
terkena kanker prostat, diantaranya faktor usia dan riwayat keluarga. Faktor
hormonal, diet tinggi lemak, dan toksin juga disebut-sebut sebagai faktor risiko
kanker prostat walaupun kaitannya belum jelas (Notrou P, 2007).
C. PATOFISIOLOGI
Penyebab Ca Prostat hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa
hipotesa menyatakan bahwa Ca Prostat erat hubungannya dengan hipotesis yang
disuga sebagai penyebab timbulnya Ca Mammae adalah adanya perubahan
keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut, hal ini
akan mengganggu proses diferensiasidan proliferasi sel. Difsreniasi sel yang
terganggu ini menyebabkan sel kanker, penyebab lain yaitu adanya faktor
pertumbuhan yang stroma yang berlebihan serta meningkatnya lama hidup sel-
sel prostat karena berkurangnya sel-sel yang mati sehingga menyebabkan
terjadinya perubahan materi genetik. Perubahan prolife sehingga menyebabkan
produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan sehingga
terjadi Ca Prostat (Price, 1995)
Kanker akan menyebakan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan
menghambat aliran urin,. Keadaan ini menybabkan penekanan intraavesikal,
untuk dapat mengeluarkan urinbuli-buli harus dapat berkontraksi kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divetikel buli-buli. Fase penebalan ototdetrusor ini disebut
fase kompensasi (Purnomo,2000)
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary track symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejal-gejal prostatismus, dengan semakin meningkatnya
retensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensaasi dan akhirnya
tidak mampu lagi untuk berkontraksisehingga terjadi retensi urin. Tekanan
intravsikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli ke
ureter atau terjadi refluk vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,bahkan akhirnya akan dapat jatuh
kedalam gagal ginjal (Price, 1995).
D. Manifestasi Klinis
Timbulnya tanda dan gejala biasanya setelah stadium lanjut yaitu adanya
pembesaran prostat, karena pada permulaan sulit diraba dalam pemeriksaan
rektal touche. Masalah kelenjar prostat,baik karena membesar atau karena
mengalami peradangan, boleh dikatakan menimbulkan gejala yang serupa,
yaitu : (Barbara C. Long, 2009).
1. Gangguan saluran kencing :
a) Retensi urine
b) Nokturia
c) Hematuri
d) Disuria
e) Kencing menetes
E. Pathway
Adapun pathway dari Ca Prostat adalah sebagai berikut:
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kanker prostat adalah : (Barbara C. Long,
2009).
1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis.
2. Gagal ginjal, proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada
waktu miksi.
3. Hernia / hemoroid, karena selalu terdapat sisa urin sehingga
menyebabkan terbentuknya batu, Hematuriaf, Sistitis dan Pielonefritis.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik
(buli-buli penuh / kosong )
2. Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan
rangsangan ingin kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa
yang kontraktil dan “Ballottement”.
3. Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.
4. Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter
anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum
dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur harus di perhatikan
konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya
kenyal), adakah asimetris adakah nodul pada prostat , apa batas atas
dapat diraba .
Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan :
– Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
– Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
– Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien kanker prostat adalah sebagai
berikut : (Joyce M. Black & Jane Hokanson Hawks, 2014).
1. Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita . Gula darah
dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes militus
yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen).
Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Analisis urine
diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau inflamasi
pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis
kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman
terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
2. Flowmetri
Flowmetri adalah alat khusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan
ml/detik. Penderita dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan
flowmetri sebelum dan sesudah terapi.
Penilaian:
Fmak <10ml/detik ——–àobstruktif
Fmak 10-15 ml/detik—–àborderline
Fmak >15 ml/detik——-ànonobstruktif
3. Radiologi
a) Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan
kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi
urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
b) Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau
trasrektal (trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui
pembesaran prostat < pemeriksaan USG dapat pula menentukan volume
buli-buli, mengukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti
divertikel, tumor dan batu. Dengan TRUS dapat diukur besar prostat
untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat
pula dilakukan dengan USG suprapubik.
c) Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan
cystoscop. Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan
tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah
datang dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika. Selain itu
dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan
mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat
kedalam uretra.
4. Kateterisasi
Mengukur “rest urine“ yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi
sepontan dengan cara kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya
dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada kanker
prostat.
5. CT Scan
Scan diperiksa jika dicurigai adanya metastasis pada limfonudi (N), yaitu
pada pasien yang menunjukan skor Gleason tinggi (>3) atau kadar PSA
tinggi.
H. Penatalaksaan
Hanya dengan dilakukan prostatektomi yang merupakan reseksi bedah bagian
prostat yang memotong uretra untuk memperbaiki aliran urin dan
menghilangkan retensi urinaria akut, ada beberapa alternatif pembedahan
meliputi : (Joyce M. Black & Jane Hokanson Hawks, 2014).
1. Transsurethral resection of prostate (TURP)
Dimana jaringan prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra diangkat
dengana sistoskop/resektoskop dimasukkan melalui uretra.
2. Suprapubic /open prostatektomi
Dengan diindikasikan untuk massa lebih dari 60 g/60 cc. penghambat jaringan
prostat diangkat melalui insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung
kemih, pendekatan ini lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih. Pedekatan
ini lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih.
3. Retropubic prostatektomi
Massa jaringan prostat hipertropi (lokasi tinggi dibagian pelvis) diangkat
melalui insisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung kemih.
4. Perineal prosteatektomi.Massa prostat besar dibawah area pelvis diangkat
melalui insisi diantara skrotum dan rektum, prosedur radikal ini dilakukan untuk
kanker dan dapat mengakibatkan impotensi.
5. Terapi hormonal
Tumor stadium D diterapi dengan pemberian hormone untuk memperlambat
penyebaran penyakit dan tindakan-tindakan paliatif untuk mengurangi nyeri.
Terapi hormone antara lain adalah obat-obat anti androgen, terapi estrogen dan
obat-obat ayng menghambat pelepasaan Gonadotropin-releasing hormone
hipotalamus (leuprolide) dapat dilakukan orkitektomi (pengangkatan testis)
bersamaan dengan terapi hormon.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2008: 77).
Pengkajian pada klien dengan kanker prostat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu
pengkajian pre operasi prostektomi dan pengkajian post operasi prostektomi
1. Pengkajian pre operasi prostatektomi
a. Identitas klien
Perawat menanyakan identitas klien meliputi nama, umur, suku/bangsa,
jenis kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan, alamat, pekerjaan,
nomor register (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008: 100).
b. Keluhan utama
Pada keluhan utama ini yang ditanyakan adalah keluhan atau gejala apa
yang menyebabkan klien berobat atau keluhan saat awal dilakukan
pengkajian pertama kali (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008: 100).
Klien dengan kanker prostat biasanya bervariasi seperti keluhan BAK
tidak lancar dan terasa nyeri, disertai darah merah sejak 1 minggu.
Keluhan pada klien berbeda – beda antara klien yang satu dengan yang
lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi
prostektomi adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme
kandung kemih atau karena adanya bekas insisi pada waktu
pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari
klien sendiri.
b. Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara/bicara
c. Sistem respirasi
Bagaimana pernapasan klien, apa ada sumbatan jalan nafas atau tidak.
Apakah perlu dipasang O2, frekuensi nafas, irama nafas, suara nafas. Ada
wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot bantu nafas seperti gerakan
cuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda-tanda cyanosis ada atau
tidak.
d. Sistem sirkulasi
Yang dikaji: nadi ( irama, takikardi/bradikardi), tekanan darah, suhu
tubuh, monitor jantung (EKG).
e. Sistem gastrointestinal
f. Sistem neurologi
Hal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala
g. System musculoskeletal
Bagaimana aktifitas sehari-hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi
kebutuhannya. Apakah apakah terpasang infus dan bagian mana
dipasang serta keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan
ekstremitas.
h. Sistem eliminasi
Apakah ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung kemih penuh.
Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda-tanda
perdarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih.
Warna urine dan jumlah produksi urine setiap hari. Bagaimana keadaan
sekitar daerah pemasangan kateter.
i. Terapi yang diberikan setelah operasi
Infus yang terpasang, obat-obatan seperti antibiotika, analgetik, cairan
irigasi kandung kemih.
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan
yang berpusat pada klien dan hasil yang dipikirkan ditetapkan dan intervensi
atau perencanaan keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut
(Nursalam, 2008).
D. Implementasi
Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien
(Nursalam, 2008).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap
evaluasi adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah
belum teratasi atau timbul masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaitu
evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan
untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi hasil
adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan keperawatan secara
keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan (Nursalam, 2008).
Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan. Hal ini biasa dilaksanakan dengan menggandakan
hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan (Nursalam, 2008).
F. Dokumentasi
Salah satu tugas dan tanggung jawab perawat adalah melakukan
pendokumentasian mengenai intervensi yang telah dilakukan tetapi Akhir-
akhir ini tanggung jawab perawat terhadap dokumentasi sudah berubah.
Akibatnya, isi dari fokus dokumentasi telah dimodifikasi. Oleh karena
perubahan tersebut, maka perawat perlu menyusun suatu model dokumentasi
yang baru, lebih efisien dan lebih bermakna dalam pencatatan dan
menyimpanannya. Komponen yang digunakan mencakup tiga aspek
komunikasi (Nursalam, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Lap / UPF Ilmu Bedah. 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Airlangga.