Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

TINEA CORPORIS ET CRURIS

Disusun Oleh :
Nur Fatia Rahmawati
2012730072

Dokter Pembimbing :
Dr. Endang Triwahyuni, SpKK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK STASE KULIT DAN KELAMIN


BLUD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
TINEA CORPORIS ET CRURIS
ONIKOMIKOSIS
Nur Fatia Rahmawati*
dr. Endang Tri Wahyuni, M.Kes, SpKK**
*Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
**Departemen Kulit & Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Sekarwangi

Abstrak
Tinea corporis disebut juga tinea sirsinata, tinea globrosa, atau kurap. Sedangkan tinea
cruris disebut juga exzema marginatum, dhobie icth, jockey itch, ringworm of the groin.1Tinea
corporis merupakan infeksi jamur dermatofita pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin) di
daerah muka, lengan, badan, gan glutea.2 Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan
bersama-sama dengan kelainan pada paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau
sebaliknya tinea cruris et corporis. Sedangkan tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur
dermatofita di daerah lipat paha, genitalia dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut
bagian bawah.2
Onikomikosis adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit kuku yang disebabkan oleh
dermatofita, non dermatofita atau mold dan yeast.
Dilaporkan sebuah kasus, laki-laki berusia 55 tahun datang ke RSUD Sekarwangi dengan keluhan
gatal diseluruh tubuh sejak 1 tahun yang lalu. Gatal dirasakan berawal didaerah tangan kemudian
menjalar sampai punggung, selangkangan hingga kaki. Pasien merasa gatal terus menerus dan
semakin gatal apabila pasien berkeringat. Seluruh tubuh pasien terdapat bercak-bercak kemeraha
yang apabila digaruk, terdapat seperti serpihan-serpihan halus yang lepas dari kulit pasien yang di
garuk. Pasien juga mengeluh kuku yang warnanya berubah menjadi kuning kecoklatan dan copot
sendiri seperti terkelupas di ujungnya, hal ini dirasakan hampir bersamaan setelah gatal diseluruh
tubuh pasien. Pasien pernah berobat ke mantri dan bidan 6 bulan yang lalu namun tidak terdapat
perubahan, namun makin meluas.Pasien dalam 1 tahun terakhir ini pasien lebih sering dirumah,
namun karena udara panas didalam rumah pasien sering berkeringat hingga pakaian pasien basah.
Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan. Pasien diberikan terapi berupa antipruritik cetirizine 10
mg tab 2x1, Topikal mikonazole 2%, 1x 2 kali, Sistemik griseofulvin 500 mg
Setelah satu minggu pengobatan pasien belum datang kembali untuk kontrol sehingga
belum dapat diketahui perkembangan dari terapi yang telah diberikan.
Kata kunci : Tinea cruris, tinea corporis, onikomikosis
TINEA CORPORIS ET CRURIS
ONICOMICOSIS

Nur Fatia Rahmawati *


dr. Endang Tri Wahyuni, M.Kes, SpKK **
* Faculty of Medicine and Health University of Muhammadiyah Jakarta
** Departement of Dermatology Sekarwangi Regional General Hospital

Abstract
Tinea corporis is also called tinea sirsinata, tinea globrosa, or ringworm. Tinea cruris is also
called exzema marginatum, dhobie icth, itchy jockey, ringworm in the groin.1 Tinea corporis is a
dermatophyte fungal infection of the skin of a hairless body (dull skin) in the face, arm, body,
glutea.2 This disorder can occur on every part of the body and together with abnormalities in the
thighs. In this case it is called tinea corporis et cruris or vice versa tinea cruris et corporis. While
tinea cruris is a disease of fungal infection in the groin area, the genitalia and surrounding anus
that can extend into the buttocks and lower abdomen.2.
Onychomycosis is a fungal infection of one or more nail units caused by dermatophytes, non
dermatophytes or fungi and yeasts.
Reported a case, 55-year-old man came to RSUD Sekarwangi with itchy complaints throughout
the body since 1 year ago. Itching is felt to begin in the hands and then spread to the back, groin
to leg. The patient feels itchy continuously and. The whole body of the patient there are patches of
carded rash, there are like soft fragments loose from the skin of a patient in the scratch. Patients
also complain of nails whose color turns brownish yellow and dislodged themselves as peeling on
the tip, this feels almost simultaneously after itching throughout the patient's body. Patients have
been treated by “mantri” and midwives 6 months ago but no change, but is increasingly
widespread. Patients in the past year are more often at home, but because the hot air in the
patient's home is often sweating until the patient's clothing is wet.
Investigations are not performed. Patients were given antipruritic therapy cetirizine 10 mg tab
2x1, Topical mikonazole 2%, 1x 2 times, systemic griseofulvin 500 mg
After one week of treatment the patient has not come back for control so it has not been known the
development of therapy has been given.
Keywords: Tinea cruris, tinea corporis, onicomicosis
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
korneum pada epidemis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita.
Dermatofitosis atau mikosis superfisjenisial cukup banyak diderita penduduk Negara tropis. Jenis
organisme penyebab dermatofitosis yang menyebabkan infeksi di kulit adalah
spesiestrichophyton, ,Microsporum, dan Epidermophyton. Spesies yang tersering
adalah E.floccosum, T.rubrum, dan microsporum canis.
Tinea korporis dan kruris merupakan suatu infeksi jamur Dermatofita pada kulit yang
penyakitnya disebut dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin.
Penyakit ini termasuk dalam kelompok mikosis superfisialis.1
Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut ( glabrous skin ).
Kelainan dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema,
skuama, kadang- kadang dengan fesikel dan papul ditepi. Pada tinea korporis yang menahun, tanda
radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan
bersama- sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau
sebaliknya tinea cruris et corporis. Bentuk menahun yang disebabkan olehtrichophyton
rubrum biasanya dilihat bersama- sama dengan tinea unguium. Bentuk khas tinea korporis yang
disebabkan oleh trichophyton cencentricum disebut tinea imbrikata. Sinonim tinea korporis
adalah Tinea sirnisata, Tinea glabrosa, Scherende flechte, kurap, herpes sircine trichophytique.
Tinea corporis dermatophyte adalah infeksi yang dangkal ditandai dengan peradangan atau
luka di kulit glabrous (yaitu, daerah kulit kecuali kulit kepala, pangkal paha, telapak tangan, dan
telapak). Three anamorphic (asexual or imperfect) genera cause dermatophytoses:Trichophyton,
Microsporum, and Epidermophyton. Dermatophytes may infect humans (anthropophilic), infect
nonhuman mammals (zoophilic), or reside primarily in the soil (geophilic). Tiga anamorphic
(aseksual atau tidak sempurna) genera menyebabkan dermatophytoses: Trichophyton,
Microsporum, dan Epidermophyton. Dermatophytes dapat menginfeksi manusia (anthropophilic),
menginfeksi mamalia bukan manusia (zoophilic), atau tinggal terutama di dalam tanah (geophilic)
Onikomikosis atau Tinea Unguium adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit kuku yang
disebabkan oleh dermatofita, nondermatofita atau mold dan yeast.2

Onikomikosis menyebabkan 50% dari semua infeksi pada kuku dan menyebabkan 30% dari
semua infeksi jamur superfisial. Onikomikosis bukan hanya masalah kosmetik karena penyakit ini
dapat menimbulkan masalah fisik, psikososial dan pekerjaan.2-5

Diagnosis tinea corporis et cruris dan onikomikosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala
klinis yang tampak pada pemeriksaan fisik dan dapat dibantu oleh pemeriksaan penunjang.

Pengobatan untuk tinea corporis et cruris dan onikomikosis sendiri dapat diberikan anti jamur
dan juga antibiotic apabila terdapat infeksi sekunder dan juga simtomatik.

Prognosis untuk pasien dengan tinea corporis et cruris dan onikomikosis adalah baik jika
pasien dapat patuh terhadap terapi yang diberikan oleh dokter.
BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke Poli Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum
Daerah Sekarwangi dengan keluhan gatal diseluruh tubuh sejak 1 tahun yang lalu. Gatal dirasakan
berawal didaerah tangan kemudian menjalar sampai punggung, selangkangan hingga kaki. Pasien
merasa gatal terus menerus dan semakin gatal apabila pasien berkeringat. Seluruh tubuh pasien
terdapat bercak-bercak kemeraha yang apabila digaruk, terdapat seperti serpihan-serpihan halus
yang lepas dari kulit pasien yang di garuk. Pasien juga mengeluh kuku yang warnanya berubah
menjadi kuning kecoklatan dan copot sendiri seperti terkelupas di ujungnya, hal ini dirasakan
hampir bersamaan setelah gatal diseluruh tubuh pasien. Pasien sebelumnya belum pernah
mengalami hal seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit yang diderita oleh pasien.
Keluhan yang sama di keluarga juga disangkal. Pasien pernah berobat ke mantri dan bidan 6 bulan
yang lalu namun tidak terdapat perubahan, namun makin meluas. Pasien bekerja sebagai buruh,
kerja tidak menentu. Namun dalam 1 tahun terakhir ini pasien lebih sering dirumah, namun karena
udara panas didalam rumah pasien sering berkeringat hingga pakaian pasien basah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien composmentis, keadaan umum pasien
tampak sakit ringan, tanda vital dalam batas normal, tekanan darah 134/85 mmHg dan nadi
78x/menit.
Tampak makula eritematous dengan batas tegas di seluruh tubuh (gambar 2.1), dengan
skuama dan terdapat papul minimal di tepi lesi, pada tepi lesi tampak aktif (gambar 2.2). Pada
kuku jari tangan pasien ditemukan distrofi dan hiperpigmentasi (Gambar 2.3).
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis apabila dari gambaran klinis masih meragukan. Diagnosis
tinea corporis et cruris dan onikomikosis pada pasien ini didapatkan berdasarkan hasil anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang dilakukan. Pada anamesis didapatkan keluhan mulai timbul sejak 1
tahun yang lali, di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Dari pemeriksaan fisik
tampak adanya macula eritematous dengan batas tegas diseluruh tubuh dan didapatkan skuama
juga adanya tanda khas pada tinea corporis et cruris, yaitu letak dan bentuk lesi.
Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa obat antipruritik cetirizine 10 mg tab 2x1
untuk mengurangi rasa gatal,. Anti jamur baik topical maupun sistemik, pada pasien ini dapat
diberikan Topikal mikonazole 2%, 1x 2 kali, Sistemik griseofulvin 500 mg

Gambar 2.2 Skuama dan tepi aktif


Gambar 2.1 Tampak makula
eritem

Gambar 2.3 distrofi dan


hiperpigmentasi pada kuku
BAB III
DISKUSI

Tinea Corporis et cruris adalah penyakit yang dapat diderita oleh semua orang, dari
berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Dari bulan sampai tahunan. Sedangkan
Onikomikosis sendiri dapat mengenai semua ras. Meningkatnya populasi berusia tua, infeksi HIV
atau terapi imunosupresi, hobi olahraga, dan berenang. Lebih sering terkena pada pria dibandin
wanita. Pada pasien ini sendiri adalah seorang laki-laki berusia 55 tahun . Hal ini sesuai dengan
dengan epidemiologi dari tinea cruris et corporis dan onikomikosis.
Dermatofitosis sendiri sering terjadi pada iklim tropis dimana cuaca panas dan lembab yang
menjadi tempat berkembangnya jamur. Hal ini sesuai dengan pasien yang memang tinggal di
Indonesia yang beriklim tropis, selain itu pasien mengaku udara panas didalam rumah , sehingga
pasien sering berkeringat hingga pakaian pasien basah dan lembab sehingga menjadi tempat untuk
berkembangnya jamur.
Untuk gambaran klinis menyokong Tinea Corporis et cruris yaitu terdapat Gatal, Lesi bulat
atau lonjong, Lesi berbatas tegas, terdiri dari bermacam-macam effloresensi kulit,( polimofik
),Tepi lesi lebih aktif dengan tampakan papul dan vesikel, di tengahnya lebih terang ( central
healing ),Eritema dan berskuama. Sedangkan Onikomikosis sendiri terbagi-bagi yaitu yang
pertama adalah Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral ,merupakan bentuk onikomikosis
yang paling sering dijumpai. Infeksi dari distal dapat meluas kelateral kuku sehingga memberi
gambaran onikomikosis distal dan lateral. Lempeng kuku bagian distal berwarna kuning atau
putih. Terjadi hiperkeratosis subungual, yang menyebabkan onikolisis (terlepasnya lempeng kuku
dari nail bed) dan terbentuknya ruang subungual berisi debris yang menjadi “mycotic reservoir”
bagi infeksi sekunder oleh bakteri.1-5Penyebab tersering adalah T. Mentagrophytes, T. Tonsurans
dan E. Floccosum.1-5,9-10Onikomikosis Superfisial Putih Gambaran klinis kedua yang paling
banyak ditemukan sesudah onikomikosis subungual distal lateral. Nama lainnya adalah leukonikia
mikotika, mencakup sekitar 10% dari seluruh kasus onikomikosis. Invasi jamur terjadi pada
permukaan superfisial lempeng kuku.2-4 Gambaran yang khas adalah “white island” berbatas tegas
pada permukaan kuku, tumbuh secara radial,berkonfluensi, dapat menutupi seluruh permukaan
kuku. Pertumbuhan jamur menjalar melalui lapisan tanduk menuju nail bed (bantalan kuku) dan
hiponikium. Lambat laun kuku menjadi kasar, lunak dan rapuh. Penyebab tersering adalah T.
Mentagrophytes.1-5,9-10 Onikomikosis Subungual Proksimal Merupakan gambaran klinis yang
sering ditemukan pada pasien imunokompromais, penderita penyakit vaskular perifer, dan paling
jarang ditemukan pada populasi imunokompeten. Didahului dengan invasi jamur pada lipat kuku
proksimal kemudian menuju distal dan matriks, sehingga pada akhirnya menginvasi lempeng kuku
dari arah bawah. Gambaran klinis berupa hiperkeratosis subungual, onikolisis proksimal,
leukonikia, dan akhirnya dapat mengakibatkan destruksi lempeng kuku proksimal. Penyebab
tersering adalah T. Rubrum.1-5,9-10 Onikomikosis Distrofik Total, Jamur menginfeksi lempeng kuku
sehingga mengalami kerusakan berat. Infeksi dimulai dengan lateral atau distal onikomikosis dan
kemudian menginvasi seluruh kuku secara progresif. Kuku tampak berkerut dan hancur. Keluhan
subjektif dirasakan sebagai nyeri ringan dan yang lebih berat dapat terjadi infeksi sekunder.1-5,9-10
Onikomikosis Candida Umumnya menyerang kuku tangan dan hampir setengah onikomikosis
terkait kuku tangan adalah disebabkan spesies Candida. Lebih umum dilaporkan pada wanita
akibat sering mencuci tangan dengan air dan sabun saat mengerjakan tugas-tugas rumah tangga
juga bisa menjadi faktor pendukung.3-4 Pada pasien sendiri Gatal dirasakan berawal didaerah
tangan kemudian menjalar sampai punggung, selangkangan hingga kaki. Pasien merasa gatal terus
menerus dan semakin gatal apabila pasien berkeringat. Seluruh tubuh pasien terdapat bercak-
bercak kemeraha yang apabila digaruk, terdapat seperti serpihan-serpihan halus yang lepas dari
kulit pasien yang di garuk. Pasien juga mengeluh kuku yang warnanya berubah menjadi kuning
kecoklatan dan copot sendiri seperti terkelupas di ujungnya, hal ini dirasakan hampir bersamaan
setelah gatal diseluruh tubuh pasien.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang karena berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik sudah cukup untuk menegakkan diagnosis tinea coporis et cruris dan
onikomikosis. Meskipun begitu, pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis apabila gejala klinis yang tampak tidak khas dan meragukan untuk
menentukan diagnosis suatu penyakit. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis Tine corporis et cruris adalah Pemeriksaan laboratorium Pada kerokan kulit
dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan
artrospora (hifa yang bercabang) yang khas pada infeksi dermatofita. Pemeriksaan dengan
pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk
menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada
media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium Agar Dekstrosa
Sabouraud.4,5,7Diagnosis onikomikosis, diperlukan pemeriksaan penunjang. Saat ini dikenal
beberapa metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis onikomikosis antara lain
pemeriksan mikroskopis dengan KOH 20%, pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan PAS
(Periodic Acid Schiff), pemeriksaan mikroskopik imunofloresensi dengan pewarnaan calcoflour,
pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan metode kultur.12-13 Namun pemeriksaan yang
biasanya tersedia dalam praktik klinis sehari-hari adalah pemeriksaan KOH 20%, metode
pewarnaan PAS dan kultur.12-13 Diagnosis laboratorium yang baik ditentukan oleh cara
pengambilan bahan pemeriksaan.12-13 Pada pemeriksaan KOH 20% jika terdapatnya sejumlah
besar filamen dalam lempeng kuku, terutama bila berupa artospora memiliki arti diagnostik untuk
dermatofita. Adanya pseudofilamen dan filamen disertai ragi di dalam nail bed memberi petunjuk
onikomikosis oleh Candida spp. Terdapatnya filamen-filamen tipis dan tebal, dengan bermacam-
macam ukuran, bentuk dan arah di dalam nail bed yang sama memberi kesan infeksi campuran
beberapa jamur patogen.4,12,13

Pada pasien ini diberikan terapi berupa antipruritik, dan anti jamur yang diberikan topical
dan sistemik. Pada pasien ini dianjurkan penggunaan kombinasi dikarenakan lesi sudah sangat luas
dan berada diseluruh tubuh pasien.Menurut teori sendiri tersedia bermacam pengobatan topical
maupun sistemik untuk berbagai tipe dermatofitosis, tergantung dari kasus pada pasien yang di
hadapi.
Kesimpulan pada kasus ini adalah pasien sudah dapat didiagnosis tinea corporis et cruris
dan onikomikosis yang ditegakkan melalui hasil anamnesis dan gejala klinis yang tampak saat
dilakukan pemeriksaan fisik. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Prognosis
dapat dikatakan prognosi baik (dubia ad bonam) apabila pasien patuh terhadap pemberian terapi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Widaty S, Budimuja U. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 7 Cetakan Pertama. 2015.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 109-116.
2. Schieke SM, Garg A. Superficial fungal infection. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilcherst BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill Companies Inc; 2012.h.1425-7
3. Kaur R, Kashyap B, Bhalla P. Onychomycosis-epidemiology, diagnosis and management.
Indian Journal of Medical Microbiology. 2008;26(2):108-16
4. Tinea korporis, diunduh dari http://madesunaria.wordpress.com/2009/11/13/tinea-
corporis/
5. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi 2. EGC. Jakarta:2008, halaman
17-33 5.
6. Hay RJ, Ashbee HR. Micology Dalam Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffits C. Rook’s
Textbook of Dermatology Eight Ed. 2010. United Kingdom: Wiley-Blackwell. Hal 36.18-
36.53
7. Budimulja, U. Prof. Diagnosis dan penatalaksanaan dermatomikosis. FKUI.Jakarta,
halaman47-53
8. Roberts DT,Taylor WD, Boyle J. Guidelines for treatment of onychomicosis. British
Journal of Dermatology, 2003;148:402-410
9. Gelotar P, Vachhani S, Patel B, Makwana N. The prevalence of fungi in fingernail
onychomycosis. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2013;7(2):250-52
10. Bala AD, Taher A. Onychomycosis and Its treatment. IJAPBC. 2013;2(1):123-9
11. Kardjeva V, Summerbell R, Kantardijev T, Panagiotidou DD, Sotiriou E, Graser Y. Forty
eight hour diagnosis of onychomycosis with subtyping of Trichophyton rubrum strains. J
Clin Microbiol. 2006;44(4):1419-27
12. Hussein M, Hassab M, Ibrahim M, Shaheen, Abdo HM, Mohamed HA. Comparative study
for the reliability of potassium hydroxide mount versus nail clipping biopsy in diagnosis
of onychomycosis. The Gulf Journal of Dermatology and Venereology. 2011;18(1):14-22
13. Meireles TEF, Fabio M, Rocha G, Brilhante RSN, Cordeiro RA, Sidrim JJ. Successive
mycological nail test for onychomycosis: a strategy to improve diagnosis efficiency. The
Brazilian Journal of Infectious Diseases and Contexto Publishing. The Brazilian Journal of
Infectious Diseases. 2008; 12(4):333-37

Anda mungkin juga menyukai