Anda di halaman 1dari 9

Puskesmas Kutai

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

LAPORAN KASUS

I.

II.

Tanggal Anamnesa

: Selasa, 26 Januari 2016

Tempat Anamnesa

: Puskesmas Kutai

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ibu Mirnawati
Nomor RM
: 20239
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 42 tahun
Alamat
: Jl. Kana 1 C 10/28
Status
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Karyawati
ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Anamnesis dilakukan secara autoamnesis dengan pasien.
A. Keluhan Utama
Gatal pada ruam di daerah pergelangan tangan kiri dan di kedua paha 3 hari yang
lalu.
B. Keluhan Tambahan
Tidak ada.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan gatal pada ruam di daerah pergelangan tangan kiri
dan di kedua paha 3 hari yang lalu sejak datang ke Puskesmas. Awalnya muncul bengkak
pada kedua paha, kemudian bagian itu mulai berubah menjadi kemerahan dan disertai
rasa gatal yang hebat mengelilingi daerah ruam. Pasien kurang begitu tahu bagaimana
muncul awal bengkak pada kedua paha. Pasien menemukan bengkak yang juga memerah
dan gatal di pergelangan tangan kiri sehari setelahnya. Pasien kesulitan untuk
mendeskripsikan ciri-ciri ruam yang timbul. Gatal yang dirasakan tidak disertai rasa
sakit, rasa panas, rasa tertusuk-tusuk, kesemutan ataupun gangguan fungsi sensorik.
Pasien merasa gatalnya makin hari makin memburuk. Pasien menggunakan salep
Dermafit 1 hari yang lalu. Menurut pasien, bagian yang ruam mulai mengering dan
gatalnya berkurang sedikit. Pasien sempat menggaruk ruamnya dan bertambah parah.
Pasien masih bisa beraktifitas dengan normal walaupun gatalnya sangat mengganggu.

Puskesmas Kutai

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya. Pasien
mengaku tidak mengalami luka ataupun gangguan kulit pada bagian yang dikeluhkan.
Pasien belum pernah pergi berobat untuk mengatasi gatalnya. Pasien tidak memiliki
riwayat diabetes mellitus, hiperkolesterolemia dan hipertensi. Pasien sedang tidak dalam
pengobatan terapi kortikosteroid, terapi anti inflamasi non steroid, ataupun terapi
imunosupresi lainnya.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan sama seperti pasien.
F. Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi sepanjang hidupnya.
G. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku mandi 2x sehari dan memakai sabun pembunuh kuman (Dettol).
Pasien memakai celana panjang ketat dan baju lengan panjang saat berpergian dan jarang
mencucinya hampir 1x seminggu. Pasien cukup rajin mengganti sprei atau alas tidur 1x
seminggu. Pasien tidak ada kontak dengan binatang akhir-akhir ini. Pasien tidak merokok
ataupun meminum alkohol. Pasien BAK dan BAB dengan normal. Pasien menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan dengan baik.

III.

H. FIFE
Feelings
: Pasien merasa tidak nyaman dengan gatal yang dirasakan.
Insight
: Pasien mengira hanya alergi biasa.
Function
: Gatal yang muncul sangat mengganggu aktifitas pasien.
Expectation : Pasien ingin segera sembuh.
PEMERIKSAAN FISIK
A. TTV
- Kesadaran
: Compos mentis
- HR
: 75x/menit
- RR
: 20x/menit
- BP
: 120/80
- Temperatur
: 36.5 C
- BB/TB
: 70/160
- BMI
: 27.3 (berat badan berlebih/overweight)
B. General Examination
- Kepala
: normocephali
- Mata
: CA (-/-)

Puskesmas Kutai

Hidung

Telinga
Mulut dan Gigi

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)


SI (-/-)
: Napas cuping hidung
Septum nasal di tengah
Mukosa hidung tidak hiperemis
: Penampakan telinga kanan dan kiri normal
: Bibir normal dan tidak ada cyanosis
Faring normal
Tonsil (T1/T1)

C. Tangan dan Pergelangan Tangan


- Inspeksi :
Lesi multipel berkelompok pada pergelangan tangan :
o Plak dengan batas jelas, simetris, dan bersisik (scaly)
o Ukuran 2 cm
o Membentuk bulatan seperti struktur cincin konsentris
o Warna lebih merah di daerah perifer dan pucat di daerah pusat
o Tidak ditemukan adanya vesikel atau pustul pada lesi
Massa
Kelainan kulit lainnya di sekitar lesi
Clubbing finger
Leukonychia
- Palpasi :
Radial pulses : penuh, kuat, teratur.
Atrofi thenar dan hypothenar
Nyeri tekan
Panas pada lesi
Mobilitas massa
D. Kaki (Paha)
Pasien tidak bersedia untuk diperiksa bagian kakinya tetapi pasien mengaku ciriciri lesi di paha sama dengan di pergelangan tangannya, hanya saja ukuran yang berbeda
yaitu sekitar 5 cm.
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan
Tidak ada.
B. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
Pemeriksaan mikroskopik yang diambil dari kerokan kulit pada lesi. Bila
memungkinkan dapat dilakukan kultur dari sediaan yang sama.
Tujuan: Menentukan tipe organisme yang menyebabkan penyakit pasien.

V.

RESUME

Puskesmas Kutai

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

Pasien perempuan bernama Ibu Mirnawati berusia 42 tahun datang dengan


keluhan utama pruritus pada lesi di regio antebrachii anterior dan di kedua regio femoris
anterior 3 hari yang lalu. Lesi berawal muncul dari kedua regio femoris anterior kemudian
keesokan harinya muncul pada regio antebrachii anterior. Pemakaian salep Dermafit
memperingan lesi dan gatalnya dan diperparah jika pasien menggaruk lesi. Pruritus yang
dirasakan sangat mengganggu aktivitas pasien.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan lesi multipel berkelompok pada regio
antebrachii anterior dan memiliki ciri-ciri yaitu plak dengan batas jelas, simetris, dan
bersisik (scaly) dan berukuran 2 cm. Lesi berbentuk bulatan seperti struktur cincin
konsentris dengan warna yang lebih merah pada daerah perifer dan semakin pucat pada
daerah pusat. Tidak ada vesikel ataupun pustul pada daerah lesi. Pada lesi di regio femoris
anterior berukuran 2 cm dan memiliki ciri-ciri yang sama dengan lesi pada regio
antebrachii anterior.
VI.
VII.

Diagnosis : Tinea corporis


Differential Diagnosis : Nummular eczema, Erythema Annulare Centrifugum (EAC)
REVIEW OF DISEASE : Tinea Corporis
1. Definisi dan Epidemiologi
Tinea corporis merupakan infeksi dermatofit superfisial kulit glabrosa (kulit yang
tidak berambut) kecuali lokasi kulit pada jari tangan dan jari kaki (Tinea unguinum),
telapak tangan dan telapak kaki (Tinea pedis et manum), kulit kepala (Tinnea capitis),
dagu dan jenggot (Tinea barbe), ataupun daerah genitokrural, sekitar anus, dan bokong
(Tinea kruris). Mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis karena
iklimnya yang mendukung pertumbuhan jamur. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua
usia baik laki-laki maupun wanita.
2. Etiologi
Tinea corporis seperti dermatofit lainnya dapat disebabkan oleh berbagai spesies
dari genus Tricophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Dilaporkan penyebab
dermatofitosis yang dapat dibiakkan di Jakarta adalah T. rubrum 57,6%, E. floccosum
17,5%, M. canis 9,2%, T.mentagrophytes var. granulare 9,0%, M. gypseum 3,2%, T.
concentricum 0,5% (Made,2001).
3. Patogenesis

Puskesmas Kutai

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

Infeksi Dermatofita diawali dengan perlekatan jamur atau elemen jamur yang
dapat tumbuh dan berkembang pada stratum korneum. Pada saat perlekatan, jamur
dermatofita harus tahan terhadap rintangan seperti sinar ultraviolet, variasi temperatur
dan kelembaban, kompetensi dengan flora normal, spingosin dan asam lemak. Kerusakan
stratum korneum, tempat yang tertutup dan maserasi memudahkan masuknya jamur ke
epidermis.
Masuknya dermatofita ke epidermis menyebabkan respon imun host baik respon
imun nonspesifik maupun respon imun spesifik. Respon imun nonspesifik merupakan
pertahanan lini pertama melawan infeksi jamur. Mekanisme ini dapat dipengaruhi faktor
umum, seperti gizi, keadaan hormonal, usia, dan faktor khusus seperti penghalang
mekanik dari kulit dan mukosa, sekresi permukaan dan respons radang. Respons radang
merupakan mekanisme pertahanan nonspesifik terpenting yang dirangsang oleh penetrasi
elemen jamur.
Respon imun spesifik membentuk lini kedua pertahanan melawan jamur setelah
jamur mengalahkan pertahanan nonspesifik. Limfosit T dan limfosit B merupakan sel
yang berperan penting pada pertahanan tubuh spesifik. Kedua mekanisme ini sangat
penting dalam infeksi jamur dan dapat dicetuskan oleh adanya kontak dengan antigen
pada jamur.
5. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang khas dari Tinea corporis adalah lesi anuler dengan skuama
eritema pada daerah tepi, dimana pada daerah tepi ini dapat berupa vesikuler dan
berkembang secara sentrifugal. Tengah lesi dapat berskuama atau bahkan menyembuh.
Terdapat rasa gatal yang kadang menghebat, derajat inflamasi bervariasi dengan
morfologi dari eritema sampai vesikel dan pustul.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis Tinea corporis dapat dengan
pemeriksaan mikroskopik langsung dan kultur. Pemeriksaan mikroskopik dilakukan
dengan membuat preparat langsung dari kerokan kulit, kemudian sediaan dituangi larutan
KOH 10%. Pemeriksaan ini memberikan hasil positif hifa ditemukan hifa (benangbenang) yang bersepta atau bercabang, selain itu tampak juga spora berupa bola kecil

Puskesmas Kutai

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

sebesar 1-3. Kultur dilakukan dalam media agar sabaroud pada suhu kamar (25-30C).
Spesies jamur dapat ditentukan melalui bentuk koloni, bentuk hifa dan bentuk spora.

5. Pengobatan
Pengobatan infeksi jamur dibedakan menjadi pengobatan medikamentosa dan non
medikamentosa. Pengobatan medikamentosa untuk Tine corporis dapat diberikan secara
loka maupun sistemik. Untuk lesi terbatas, cukup diberikan obat topikal. Anti jamut
topikal yang diberikan antara lain derivat imidazole, toksilkat, haloprogin, dan tolnaftat.
Pengobatan lokal pada lesi yang meradang disertai vesikel dan eksudat terlebih dahulu
dilakukan dengan kompres basah secara terbuka. Lama pengobatan bervariasi antara 1-4
minggu tergantung jenis obat. Pengobatan sistemik untuk Tinea corporis adalah
griseofulvin (pilihan pertama), ketokonazol, dan itrakonazol.
Pengobatan non medikamentosa yang dianjurkan adalah menggunakan handuk
tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena infeksi, membersihkan kulit setiap
hari dengan sabun dan air, menjaga kebersihan diri, mencuci pakaian yang
terkontaminasi, dan sebisa mungkin menghindari kontak langsung dengan orang yang
mengalami infeksi jamur.
6. Daftar pustaka
1. Idris, S. I. (2013). Tinea korporis et causa Tricophyton rubrum Tipe Granular. Jurnal
Bionature, 14(1), p.44-48.
2. Adrienne, Dewi. (2014). Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Akademi Kebidanan Sehat
Medan Angkatan 2012 Tentang Penyakit Tinea Korporis. Universitas Sumatera
Utara. Downloaded from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41454/4/Chapter%20II.pdf.
3. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. (2008). Superficial fungal Infection:
Dermatophytosis, onychomycosis, tinea nigra, piedra. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, et al. (2008). Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th ed. New
York: Mcgraw Hill, p. 1807-1821.
VIII.

CLINICAL REASONING
Pasien datang dengan keluhan gatal pada bagian yang ruam di kulit pada regio
antebrachii anterior dan femoris anterior. Gatal yang timbul hanya gatal biasa tetapi sangan
mengganggu pasien. Tempat dimana lesi muncul mengindikasikan suatu informasi penting

Puskesmas Kutai

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

yaitu bagian yang terinfeksi merupakan daerah yang umumnya jarang ditumbuhi oleh rambut
(kulit glabrosa).
Kemungkinan untuk terkena infeksi bakteri lebih rendah karena biasanya infeksi
bakteri lebih sering terjadi pada kulit lapisan stratum korneum dan ditumbuhi rambut, yang
berhubungan dengan pertumbuhan yang berlebih dari flora normal kulit pada tempat oklusi
disertai dengan tingginya kelembaban pada area tersebut. Didukung dengan anamnesa,
pasien tidak mengalami luka pada daerah tersebut. Infeksi kulit karena bakteri yang masuk
akibat adanya luka dapat disingkirkan.
Infeksi virus juga dapat disingkirkan sebab tidak ada gejala inflamasi sistemik yang
muncul dan lokasi lesi yang terlokalisir pada daerah bagian tubuh tertentu. Infeksi gigitan
serangga masih memungkinkan tetapi menurut anamnesa dengan pasien, pasien cukup rajin
mengganti sprei dan menjaga kebersihan rumah dan lingkungan dengan baik. Infeksi karena
jamur masih mungkin sebab faktor resiko pasien masih ada yaitu pakaian pasien yang
relative jarang dicuci dan dikenakan terus menerus. Kebiasaan pasien yang memakai pakaian
ketat juga meningkatkan faktor resiko tumbuhnya jamur di daerah yang lembab dan tertutup.
Setelah diamati, ternyata terdapat lesi yang dapat dideskripsikan sebagai berikut lesi
multipel berkelompok dan memiliki ciri-ciri yaitu plak dengan batas jelas, simetris, dan
bersisik (scaly). Hasil temuan lesi pada kulit pasien dapat dicocokkan dengan algoritma yang
ada sesuai dengan ciri-ciri yang telah ditemukan.

Sumber: Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 7th ed.

Puskesmas Kutai

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

Pada kasus pasien, lesi berbentuk plak (plaque) yaitu lesi dengan peninggian yang
rata (plateu-like elevation) dan bentuk khas sirkular konsentris membentuk struktur seperti
cincing (ring worm). Tanda lesi seperti ini sangat khas ditemukan pada Tinea corporis,
ditambah lokasi lesi yang sesuai dengan predileksi penyakit. Perlu dibedakan juga antara
Tinea corporis dan nummular eczema yang memiliki ciri-ciri hampir mirip.
Pada nummular eczema dapat ditemukan lesi dengan bentuk plak juga berbatas tegas
dan bisa berbentuk irregular ataupun membulat disertai dengan sisik (scaly). Perbedaan
paling besar adalah pada Tinea corporis warna khas merah yang terdapat di pinggir/perifer
dan pada bagian tengahnya yang pucat (central clearing). Sedangkan pada nummular eczema
tidak ditemukan penyebaran warna yang khas seperti ini. Erythema Annulare Centrifugum
(EAC) juga dapat dibedakan dengan Tinea corporis dengan tidak adanya sisik (scaling skin)
dan tidak adanya gatal pada lesi. EAC sering muncul pada penyakit sistemik seperti penyakit
liver, Sjgren syndrome, Systemic Lupus Erythematosus, Graves disease, hypereosinophilic
syndrome, dan lainnya.
Gatal pada Tinea corporis dapat muncul karena pada kulit terdapat ujung-ujung
terminal syaraf pruriceptive teraktivasi ketika kulit kita terluka dan chemical/irritant masuk
dan menginduksi respon imun tubuh kita. Reseptor pruriceptive ini merupakan bagian dari

Puskesmas Kutai

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

sekelompok neuron syaraf nociceptive, yang sensitif terhadap berbagai stimulus seperti
panas, capcaisin, histamine, dan stimulus yang berbahaya lainnya (noxious stimuli). Jika
mikroorganisme masuk dan respon tubuh mengeluarkan banyak mediator inflamasi, salah
satunya histamin maka ini akan merangsang reseptor tersebut dan menghasilkan respon gatal
dan menggaruk sebagai salah satu cara mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeliminasi
bahan irritant/chemical atau mikroorganisme yang masuk.
IX.

LAMPIRAN
Lesi kulit pada regio
antebrachii anterior

http://www.consultantlive.com/skin-diseases/differentiating-common-annular-lesions-tineacorporis-vs-granuloma-annulare
https://nationaleczema.org/eczema/types-of-eczema/nummular-eczema/
http://emedicine.medscape.com/article/1122701-overview#a5 = tentang EAC
http://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/psoriasis/understanding-psoriasis-basics
= tentang Psoriasis
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/dermatology/commonskin-infections/ = DD tentang skin infections (bacteria, fungal, virus, insect bites)

Anda mungkin juga menyukai