Anda di halaman 1dari 36

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

Disusun oleh:
Nobel Budiputra / 00000008204
Novia Lauren Sieto / 00000005592
Payal / 00000008916
Pingkan Widilisa Cesilia Kalumata / 00000007561
Pricilla Frinka / 00000008148
Prio Wibisono / 00000005874
Priska Oktoria / 00000006180
Priskila Putri / 00000008178

Telah disetujui untuk diujikan

dr. T. Haryanto Surijadi, Sp. PK Mayor Ckm (K) dr. Ade Netra Kartika, Sp.PD., MARS
Pembimbing Hospital Exposure Kepala Rumah Sakit Daan
Fakultas Kedokteran Universitas Mogot Tangerang Kesdam Jaya
Pelita Harapan

1
BAB I
PENDAHULUAN

Vertigo dan dizziness merupakan salah satu keluhan tersering pasien datang ke
dokter. Insiden vertigo secara umum beragam yaitu 5-30% dari populasi dan mencapai
40% pada orang yang berumur di atas 40 tahun. Di Amerika, dari data pada tahun 1999
sampai 2005 didapatkan bahwa vertigo merupakan 2.5% dari diagnosis pasien yang
datang ke ruang gawat darurat. Penyebab paling sering dari vertigo adalah Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).
BPPV biasanya ditemukan pada orang lanjut usia, yang paling sering
disebabkan oleh karena degenerasi dari sistem vestibular dari telinga dalam yang pada
puncaknya pada dekade 60 sampai 70. Pada kasus seperti ini, BPPV dapat juga disebut
idiopatik, tetapi biasanya pendapat awam adalah karena degeneratif. Sementara itu,
BPPV sekunder memiliki penyebab yang jelas, seperti infeksi setelah virus, trauma, dll.
Gejala yang muncul pada BPPV bersifat tiba-tiba dan episodik, sehingga cukup
mengganggu pasien dalam aktivitas sehari-harinya. Selain kehilangan fungsi untuk
menjalankan aktivitasnya, pasien juga tidak nyaman dalam menghadapis serangan
vertigo akibat mual dan muntah yang dapat ditimbulkan.
BPPV merupakan kondisi penyakit yang tidak berbahaya dan dapat dilakukan
terapi non-medikamentosa untuk mengurangi dan menghilangkan gejala vertigo yang
muncul. Oleh karena itu, penulis ingin mengambil kasus BPPV pasien Bpk. B. di
Rumah Sakit Daan Mogot Tangerang untuk pembahasan atau analisis kasus sebagai
bagian dari Hospital Exposure.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Bpk. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 49 tahun
Tanggal Lahir : 03 – 10 – 1968
Tempat Tinggal : Asrama Kodam Jaya, Jakarta Selatan
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Status Pendidikan : Tamat SMAD
Pekerjaan : TNI AD
No. Rekam Medik : 0369**

2. Anamnesis
Tanggal Anamnesis : 17 Agustus 2017
Tempat Anamnesis : IGD Rumah Sakit Daan Mogot, Tangerang
Allo/Autoanamnesis : Autoanamnesis

Keluhan utama
Pusing berputar 1 hari yang lalu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RS. Daan Mogot pukul 10.35 WIB diantar oleh temannya
oleh karena pusing berputar yang sedang dirasakannya. Pasien sudah merasakan pusing
berputar 1 hari yang lalu SMRS sebanyak 2 kali yaitu pada siang hari dan malam hari,
dan yang terakhir adalah pada pagi hari ini. Pusing muncul tiba-tiba dan dirasakan
ketika pasien berubah posisi saat bangun dari tempat tidur secara cepat. Pusing seperti
sekeliling pasien berputar mengelilingi pasien. Pusing berputar yang dirasakan
bertahan selama kurang dari 3 menit. Pasien tidak tahan melihat kesekelilingnya
sehingga langsung terjatuh dan tidak dapat berjalan saat pusing muncul. Pasien tidak
merasakan lemas, perasaan melayang atau mau pingsan, kelemahan, penurunan
kesadaran, sakit kepala, perubahan visual, kesemutan, kilatan cahaya, telinga

3
berdengung, penurunan pendengaran, mual dan muntah, nyeri. Faktor yang
memperburuk keluhan pasien adalah gerakan kepala menoleh. Faktor yang
memperingan keluhan adalah istirahat. Pasien tidak dapat beraktifitas akibat pusing
yang dirasakan dan skala nyeri yang dirasakan adalah 0.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah merasakan keluhan serupa sebelumnya. Pasien menyangkal
memiliki penyakit seperti Diabetes Mellitus (DM), hipertensi, asam urat, kolesterol,
penyakit jantung, stroke, hati, gangguan pendengaran, trauma, penyakit autoimun
ataupun riwayat infeksi akhir-akhir ini. Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit 2 kali
oleh karena demam berdarah dengue.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak memiliki keluhan serupa dengan pasien. Pasien kurang
mengetahui kondisi kesehatan dari kedua orangtuanya.

Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki masalah dengan buang air kecil (BAK) dan buang air
besar (BAB). Pasien menjaga pola makan sehat setiap harinya. Pasien sudah berhenti
merokok sejak 2004. Pasien sebelumnya merokok 12 batang/hari. Pasien pernah
meminum alkohol dahulu saat muda, tetapi sudah berhenti minum sekarang. Pasien
tidak pernah mengecek kesehatannya secara berkala.

Riwayat Alergi dan Medikasi


Pasien tidak memiliki alergi terhadap apapun. Pasien tidak pernah meminum
konsumsi obat rutin.

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Sekitar


Pasien tinggal terpisah dengan istri dan kedua anaknya. Kondisi ekonomi pasien
dan keluarga adalah menengah dengan penghasilan kurang lebih Rp. 3.000.000,00 –
3.500.000,00. Pasien tidak sedang dalam kondisi stress dalam pekerjaan atau
menghadapi tekanan ekonomi. Kondisi lingkungan pasien tinggal cukup bersih.

4
3. Pemeriksaan Fisik
Tanggal Pemeriksaan : 17 Agustus 2017

Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Tingkat kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4 M6 V5)
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 70 kg
BMI Asia : 25.7 (Obesitas I)

Tanda-tanda Vital
Tensi : 140/80 mmHg
Denyut nadi : 79x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36 oC

Pemeriksaan Umum
Kulit dan kuku Normal, tidak ada rash, turgor baik.

Kepala dan wajah Rambut Rambut tersebar merata, hitam.


Kulit Kulit normal, tidak ditemukan, rash, scar, massa,
deformitas, sianotik, ikterik, edema.
Fungsi Pergerakan normal tanpa adanya keterbatasan.
Mata Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada injeksi
konjungtiva, scar, rash, ataupun mata cekung. Jarak antar mata
simetris.
Pupil isokor (3 mm/3 mm).
Hidung Bentuk dan ukuran normal, tidak ditemukan deviasi, pendarahan, pus,
deformitas, tidak ada napas cuping hidung.
Telinga Bentuk dan ukuran normal, simetris, tidak ditemukan pus, tidak ada
perdarahan, perbesaran kelenjar getah bening auricular, deformitas.
Gigi dan mulut Bibir simetris, merah. Tidak ditemukan koplik’s spot di mukosa pipi.
Pemeriksaan gigi tidak dilakukan.

5
Tonsil normal (T1/T1).
Leher Tidak ditemukan rash, pembesaran tiroid, pembesaran KGB leher
dan supraklavikular.
Paru Inspeksi Simetris, tidak ada bagian dada yang tertinggal,
tidak ada retraksi sela iga, tidak ada barrel chest,
pectus excavatum, pectus carinatum.
Palpasi Tactile focal fremitus normal, simetris di seluruh
lapang paru anterior dan posterior.
Tidak ada deviasi trakea.
Perkusi Sonor di seluruh lapang paru anterior dan
posterior.
Auskultasi Suara paru vesicular di seluruh lapang paru
anterior dan posterior.
Jantung Inspeksi Tidak terlihat ictus cordis.
Palpasi Tidak ada thrill.
Perkusi Tidak dilakukan.
Auskultasi Katup aorta, pulmo, mitral, tricuspid S1/S2.
Tidak ada S3, S4, murmur, ataupun gallop.
Ekstremitas, kulit, Ekstremitas simetris, tidak ada pucat, sianotik, ikterik, rash,
dan kuku deformitas, edema.
Kulit normal, tidak ada rash, turgor baik.
Kuku tidak ada clubbing finger, ataupun koilonychia.
Cappilary refill time (CRT) < 2 detik.

Status Neurologis
Pemeriksaan Nervus Kranialis
NI Tidak diperiksa.

N II Visus : kanan (1/60), kiri (1/60).


Lapang pandang : baik.
Warna : tidak diperiksa.
N III, IV, VI Pupil isokor (3 mm/3 mm).
Refleks pupil direk (+/+).
Refleks pupil indirek (+/+).
Gerakan bola mata : baik ke segala arah.
Konvergensi : tidak diperiksa.
Nistagmus : tidak ada.

6
NV Sensorik N V.I : normal.
N V.II : normal.
N V.III : normal.
Refleks kornea : tidak diperiksa.
Motorik Temporomandibular joint : baik
N VII Sensorik Rasa 2/3 anterior lidah: tidak diperiksa.
Motorik Angkat alis, kerut dahi, tutup mata : baik, simetris.
Kembung pipi : baik, tidak bocor.
Menyeringai : baik, simetris.
Kesan : tidak ada paresis/kelemahan pada otot-otot
wajah.
N VIII Koklearis Suara bisikan : baik, simetris
Gesekan jari : baik, simetris
Tes Rinne, Weber, Swabach : tidak diperiksa.

N IX, X Arkus faring : simetris.


Uvula : terletak di tengah, simetris.
N XI Tidak diperiksa.

N XII Lidah di dalam mulut : tidak ada deviasi, fasikulasi, atrofi, maupun
tremor.
Menjulurkan lidah : tidak ada deviasi, fasikulasi, maupun atrofi.

Pemeriksaan sistem vestibular (N VIII) dan koordinasi (serebelum)


Induksi nistagmus Maneuver Dix-Hallpike Tidak diperiksa.
Supine roll Test/Head-
Tidak diperiksa.
Roll Test/Log-Roll Test
Tes kalori Tidak diperiksa.

Tes romberg Tidak diperiksa.

Tes romberg Tidak diperiksa.


dipertajam
Tes stepping Tidak diperiksa.

Fukuda
Tes past pointing Tidak terdapat deviasi.

Tes tunjuk hidung Tidak diperiksa.


Tes tumit lutut Tidak diperiksa.

7
Pemeriksaan motorik
Inspeksi Tidak ditemukan atrofi, fasikulasi.
Normotonus pada ekstremitas dextra dan
Palpasi
sinistra.
Ekstremitas atas Ekstremitas dextra : 5-5-5-5
Kekuatan
Ekstremitas sinistra : 5-5-5-5
Bisep : (+/+)
Refleks fisiologis
Trisep : (+/+)
Inspeksi Tidak ditemukan atrofi, fasikulasi
Normotonus pada ekstremitas dextra dan
Palpasi
sinistra.
Ekstremitas bawah Ekstremitas dextra : 5-5-5-5
Kekuatan
Ekstremitas sinistra : 5-5-5-5
Patella : (+/+)
Refleks fisiologis
Achilles : (+/+)
Babinski : (-/-)
Refleks Patologis
Babinski Group : (-/-)

Pemeriksaan sensorik
Rabaan Baik, simetris.
Nyeri Baik, simetris.
Suhu Tidak diperiksa.
Posisi sendi Tidak diperiksa.
Getar Tidak diperiksa.

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Nama Item Hasil Unit Referensi
WBC 6.8 103/uL 4.0-10.0
Limfosit # 1.7 103/uL 0.6-3.5
Monosit # 0.7 103/uL 0.1-0.9
Granulosit # 4.4 103/uL 1.3-6.7
Limfosit % 25.0 % 14.0-53.0
Monosit % 10.3 % 3.0-16.0

8
Granulosit % 64.7 % 30.0-90.0
RBC 4.88 106/uL 3.50-5.50
HGB 14.1 g/dL 11.0-17.9
HCT 41.9 fL 37.0-48.0
MCV 85.8 % 75.0-118.0
MCH 28.9 pg 23.2-38.7
MCHC 33.7 g/dL 31.9-37.0
RDW-SD 46.8 fL 27.0-64.0
RDW-CV 13.7 % 10.0-17.0
PLT 159 103/uL 150-350
PCT 0.092 % 0.100-0.400
MPV 5.8 fL 4.0-15.2
PDW 14.1 6.0-23.0
P-LCR 0.119 0.110-0.450
Trigliserid 229 mg/dL 0-150
Kolesterol 141 mg/dL 0-200

5. Resume
Pasien laki-laki berusia 49 tahun datang ke IGD RS. Daan Mogot oleh karena
vertigo yang sedang dirasakannya. Vertigo muncul 1 yang lalu SMRS sebanyak 2 kali
pada siang dan malam hari. Vertigo muncul saat perubahan posisi kepala dari bangun
tidur. Vertigo bertahan selama kurang dari 3 menit. Pasien tidak dapat berjalan akibat
vertigo dan membuat pasien tidak dapat beraktifitas. Faktor yang memperburuk adalah
gerakan kepala menoleh, sedangkan faktor yang memperingan keluhan adalah istirahat.
Pada pemeriksaan fisik, terdapat Hipertensi derajat I (140/80 mmHg). Pada
pemeriksaan penunjang, terdapat Hipertrigliseridemia (229 mg/dL).

6. Diagnosis Kerja
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), Hipertensi derajat I, dan
Hipertrigliseridemia.

9
7. Diagnosis Banding
1. Vertigo Sentral
2. Vestibular Neurinitis
3. Meniere Disease
4. Vestibular Migraine

8. Penanganan di Rumah Sakit


Pada pasien ini dilakukan penanganan berupa
1. Evaluasi Airway Breathing Circulation (ABC).
2. Pemberian obat berupa:
2.1. IV Fluid Drip (FD) Ringer Lactate (RL) 15 gtt/menit
2.2. Captopril 12.5 mg 2x1
2.3. Histigo 3x1
2.4. Neurodex 2x1
2.5. Gemfibrozil 2x300 mg

9. Saran Pemeriksaan Tambahan


1. Induksi Nistagmus
2. Tes Sistem Vestibular, Keseimbangan, Koordinasi (Serebelum)
3. Tes Fungsi Pendengaran (Tes Rinne, Weber, Swabach)
4. HINTS (Head Impulse Test, Nystagmus, Skew Deviation)
5. Elektronistagmografi (ENG)
6. MRI/CT Scan
7. Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu
8. Profil Lipid

10. Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

A. Definisi
Vertigo merupakan bagian dari gangguan keseimbangan (dizziness) bersama
dengan presinkop dan disekuilibrium. Vertigo adalah ilusi ketika seseorang merasa
dirinya bergerak atau berputar terhadap sekitarnya atau lingkungan yang bergerak
terhadap dirinya. Vertigo dapat disebabkan oleh proses fisiologis (misalnya vertigo saat
berada di “komidi putar”, mabuk perjalanan, adanya gangguan visual) atau bersifat
patologis (misalnya lesi pada labirin atau nucleus vestibularis). Keduanya akan
menghasilkan gejala dan tanda yang hampir serupa walau patomekanismenya berbeda
Berdasarkan lokasi lesi, vertigo dapat dibagi menjadi dua yaitu vertigo sentral dan
vertigo perifer. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab
paling sering dari vertigo perifer(1).

B. Epidemiologi dan Etiopatologi


Survei epidemiologi menunjukkan bahwa 20-30% dari populasi telah
mengalami vertigo dalam hidupnya (2). Berdasarkan penelitian Brandt dkk yang
dilakukan secara multiregional, prevalensi kasus sindrom vertigo terbanyak adalah
BPPV yang termasuk dalam kelompor vertigo perifer (Tabel 1)(3), sementara vertigo
vestibular sentral menempati urutan ketiga (12,2%). BPPV dapat muncul pada waktu
kapan saja mulai dari masa kecil sampai masa tua, tetapi bentuk idiopatik atau primer
biasanya merupakan yang paling umum (50-70%)(4).
BPPV biasanya ditemukan pada orang lanjut usia, yang paling sering
disebabkan oleh karena degenerasi dari sistem vestibular dari telinga dalam yang pada
puncaknya pada dekade 60 sampai 70. Pada kasus seperti ini, BPPV dapat juga disebut
idiopatik, tetapi biasanya pendapat awam adalah karena degeneratif. Sementara itu,
BPPV sekunder memiliki penyebab yang jelas (Tabel 2)(5).

11
Tabel 1. Prevalensi Kasus Sindrom Vertigo(3).

Tabel 2. Etiopatologi dari BPPV Sekunder(5).

C. Klasifikasi
Klasifikasi BPPV dibagi berdasarkan letak anatomis atau etiologinya. Kasus
BPPV paling sering terjadi menyangkut kanal semisirkularis posterior (90%), lalu
kanalis semisirkularis horizontal (8%), dan yang paling jarang adalah kanalis
semisirkularis anterior (2%)(4). Klasifikasi BPPV juga dapat dibagi menjadi tipikal dan
atipikal. Karena pada kebanyakan kasus terjadi pada kanalis semisirkularis posterior
sehingga BPPV yang terjadi akibat berpindahnya otokonia ke dalam kanalis
semisirkularis posterior disebut sebagai BPPV tipikal. Sementara itu, BPPK denga
lokasi anatomis yang jarang terjadi dimasukkan ke dalam kategori BPPV atipikal.

D. Patofisiologi
Patofisiologi mendasar dari BPPV adalah kondisi anatomis dengan penemuan
fisiologis yang sangat berkaitan dengan kejadian anatomis dan struktural yang terjadi.
Terdapat dua mekanisme yang mendasari munculnya BPPV yaitu kanalolitiasis dan
kupulolitiasis. Otokonia merupakan kristal kalsium karbonat yang normalnya
merupakan bagian dari membran otokonia. Otokonia ini terdapat di dalam sakulus dan
utrikulus. Otokonia yang lepas dapat bermigrasi ke dalam saluran atau kanal

12
semisirkularis. Kristal-kristal otolit dapat mengambang bebas di dalam kanal
semisirkularis dan kondisi ini disebut sebagai kanalolitiasis. Lokasi tersering adalah
kanal semisirkularis posterior, karena posisinya paling dipengaruhi oleh perbedaan
gravitasi. Inilah yang terjadi pada hampir seluruh kasus dari BPPV.
Kristal-kristal otolit yang lepas juga bisa menjadi melekat dengan kupula dan
kondisi ini disebut kupulolitiasis. Kupulolitiasis lebih sering terjadi pada kanal
semisirkularis horizontal. BBPV jarang terjadi pada kanal semisirkularis anterior, dapat
disebabkan karena posisi kanal yang paling atas, sehingga otokonia jarang masuk ke
dalamnya. BPPV dapat menyerang lebih dari satu kanal secara bersamaan dan dapat
terjadi secara bilateral(6).

Gambar 1. Patomekanisme dari BPPV.

E. Manifestasi Klinis
Pasien dengan BPPV akan mengeluhkan gejala episodik vertigo yang diinduksi
oleh gerakan kepala spesifik. Gerakan kepala yang dikeluhkan biasanya saat bangun
dari tidur, atau melihat ke atas, Gerakan lainnya adalah melihat ke bawah sesuatu
dengan telinga yang sakit menghadap ke bawah (6). Gejala utama meliputi pusing
berputar (vertigo vestibular/rotatoar) berdurasi 1 menit atau kurang, intensitas berat,
dan bisa disertai mual dan muntah. Gejala BPPV umumnya sangat khas, sehingga
seringkali dapat ditegakkan melalui anamnesis, bahkan sekaligus dapat
mengidentifikasi sisi telinga yang terkena (1).
Nistagmus biasanya timbul setelah periode laten sebentar (5 sampai 20 detik).
Nistagmus yang diprovokasi hilang dalam waktu 1 menit (biasanya 30 detik) dari onset.
Dalam sekejap, nistagmus biasanya mulai secara lambat, meningkat dalam hal
intensitas, dan kemudian berkurang dalam hal intensitas ketika ia menghilang. Ini
disebut sebagai crescendo-decrescendo nystagmus. Nistagmus sekali lagi sering
terlihat setelah pasien kembali ke posisi kepala tegak dan selama bangun, tetapi arah

13
nistagmus mungkin terbalik. Dengan tes yang berulang, nistagmus akan hilang
(fatiguability)(7,8).

F. Diagnosis
Untuk mendiagnosis BPPV dapat dilihat dari riwayat anamnesis dan
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang relevan.
1. Anamnesis
Anamnesis sesuai dengan keluhan pasien yang sesuai dengan manifestasi
klinis yang ada, yaitu pusing berputar dengan onset akut diakibatkan dengan
adanya perubahan posisi kepala, serta dapat diikuti mual ataupun muntah.

2. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan fisik untuk BPPV meliputi pemeriksaan fungsi
vestibular/serebelum, fungsi vestibular/oto-neurologis, dan.fungsi pendengaran.
2.1. Pemeriksaan fungsi vestibular/serebelum
a. Uji Romberg dan Uji Romberg (dipertajam)
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama
20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan
posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada
kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan
penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebelar badan penderita akan
bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup (9).

Gambar 2. Uji Romberg.


14
b. Uji Tandem Gait
Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler
perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan
cenderung jatuh(9).

Gambar 3. Uji Tandem Gait.

c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di
tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada
kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi
dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke
arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun
dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke
arah lesi(9).

Gambar 4. Uji Unterberger


15
d. Past-pointing Test/Uji Tunjuk Barany
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita
disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai
menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang
dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat
penyimpangan lengan penderita ke arah lesi(9).

Gambar 5. Past-ponting Test/ Uji Tunjuk Barany.

2.2. Pemeriksaan vestibular/oto-neurologis


a. BPPV untuk kanalis semisirkularis posterior
Diagnosis dapat dilihat dengan riwayat dari vertigo episodik yang
ditimbulkan dengan perubahan posisi dan nistagmus yang diprovokasi dengan
Dix-Hallpike Maneuver(8). Tes Dix-Hallpike merupakan gold standard untuk
mendiagnosis BPPV pada kanalis semisirkularis posterior. Walaupun begitu,
tes Dix-Hallpike tidak 100% sensitif, karena BPPV merupakan kondisi yang
intermiten dan variasi dalam teknik pemeriksa dan pengalaman sangat
berpengaruh dalam hasil tes. Sensitivitas dari tes Dix-Hallpike diestimasi 48-
88%, dan spesifisitasnya kurang(10). Dalam kondisi pelayanan primer, tes Dix-
Hallpike memiliki nilai prediktif negatif sebanyak 52% untuk diagnosis
BPPV(11).
Walaupun demikian, tes Dix-Hallpike sebaiknya dilakukan sebagai
pemeriksaan rutin jika memungkinkan untuk evaluasi vertigo atau dizziness.
Hasil positif dari tes cukup bisa dipertimbangkan untuk mendiagnosa BPPV,
tetapi hasil negatif belum bisa benar-benar menyingkirkan BPPV(2).

16
Gambar 6. Dix-Hallpike Maneuver.

Nistagmus yang muncul adalah ke arah atas dan torsional (upward-


beating and torsional), dengan polus atas dari mata bergerak ke sisi telinga
bagian terbawah, Nistagmus biasanya timbul setelah periode laten sebentar (2
sampai 5 detik), hilang dalam waktu 1 menit (biasanya 30 detik), dan arahnya
berbalik saat pasien duduk. Dengan tes yang berulang, nistagmus akan hilang
(fatiguability)(7).

b. BPPV untuk kanalis semisirkularis horizontal


Diagnosis dapat dilihat dengan riwayat dari vertigo episodik yang
ditimbulkan dengan perubahan posisi dan horizontal nistagmus yang
diprovokasi dengan supine roll test/head-roll test/log-roll test(8). Tes supine
roll dilakukan dengan memutar kepala pasien dari posisi kepala neutral ke
salah satu sisi dengan tubuh pasien dalam posisi supinasi. Setelah menunggu
adanya vertigo atau nistagmus berangsur hilang, kepala pasien diputar ke arah
sebaliknya. Hasil positif menunjukkan adanya horizontal nistagmus, entah
bergerak ke arah telinga dependen atau ke arah bawah (geotropik) atau
bergerak dari telinga dependen atau ke arah atas (apogeotropik) pada kedua
sisi. Untuk geotropik nistagmus, sisi yang berhubungan dengan nistagmus
kuat kemungkinan adalah sisi telinga yang terkena. Untuk apogeotropik
nistagmus, sisi yang berhubungan dengan nistagmus lemah kemungkinan sisi
telinga yang terkena(2).

17
Gambar 7. Supine Roll Test/Head-Roll Test/Log-Roll Test.

c. BPPV untuk kanalis semisirkularis anterior


BPPV yang melibatkan kanalis semisirkularis anterior sangat jarang dan
patofiosologinya tidak dimengerti seluruhnya. Nistagmus yang ditimbulkan
adalah posisional nistagmus ke arah bawah dan torsional (downward-beating
and torsional), dengan polus atas dari mata bergerak ke sisi telinga yang
terkena. Pasien dengan nistagmus tipe ini harus dievaluasi untuk melihat
adanya lesi sentral, walau lesi seperti itu jarang ditemukan (12).

d. Tes Kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Untuk melakukan tes
ini diperlukan 2 macam air, dingin (suhu 30 oC) dan panas (suhu 40 oC).
Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250 mL,
dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang
timbul. Setelah salah satu telinga dialirkan dengan air dingin, lakukan pula
untuk telinga sebaliknya. Kemudian, baru dialirkan air panas. Pada tiap selesai
pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien
diistirahatkan selama 5 menit untuk menghilangkan pusingnya (13,14).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis ialah abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada

18
arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis
menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral(9).

e. Elektronistagmografi (ENG)
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus dapat
dianalisis secara kuantitatif(9).

2.3. Pemeriksaan fungsi pendengaran


a. Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif/sensorineural dengan tes Rinne, Weber, dan Swabach. Intepretasi
dari hasil tes Rinne, Weber, Swabach:
Diagnosis telinga
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach
yang diperiksa
Tidak ada Sama dengan
+ Normal
lateralisasi pemeriksa
Lateralisasi ke
- Memanjang Tuli Konduktif
telinga yang sakit
Lateralisasi ke
+ Memendek Tuli Sensorineural
telinga yang sehat
Tabel 3. Intepretasi Hasil Tes Rinne, Weber, dan Swabach.

b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness
Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay(9).

E. Kriteria Diagnosis
1. BPPV pada kanalis semisirkularis posterior
Diagnosis BPPV pada kanalis semisirkularis posterior ditegakkan ketika (8):
Pasien melaporkan episode berulang dari vertigo yang terjadi
Riwayat
karena perubahan posisi kepala.

19
Setiap kriteria berikut terpenuhi:
 Vertigo berkaitan dengan nistagmus diprovokasi oleh tes
Dix-Hallpike.
 Ada periode laten antara selesainya tes Dix-Hallpike
Pemeriksaan Fisik
dengan onset vertigo dan nistagmus.
 Vertigo dan nistagmus yang diprovokasi meningkat dan
kemudian hilang dalam periode waktu 60 detik sejak
onset nistagmus.

Komponen nistagmus yang diprovokasi oleh manuver Dix-Hallpike


menunjukkan karakteristik gerakan ke arah atas dan torsional (upward-beating
and torsional). Karakteristik lain dari nistagmus pada BPPV kanal posterior
adalah nistagmusnya dapat mengalami kelelahan (fatigue), yakni berkurangnya
keparahan nistagmus ketika manuver tersebut diulang-ulang. Tetapi karakteristik
ini tidak termasuk kriteria diagnosis(8).

2. BPPV pada kanalis semisirkularis horizontal


Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV tetapi hasil tes Dix-
Hallpike negatif, harus dilakukan pemeriksaan untuk melihat adanya BPPV
kanalis semisirkularis horizontal. Tes supine roll adalah maneuver yang
dianjurkan untuk mendiagnosis BPPV kanalis semisirkularis horizontal. Dua
temuan nistagmus yang potensial dapat terjadi pada manuver ini, menunjukkan
dua tipe dari BPPV kanal lateral(8):
a. Tipe Geotrofik
Pada tipe ini, rotasi ke sisi patologis menyebabkan nistagmus horisontal
yang bergerak (beating) ke arah telinga paling bawah. Ketika pasien
dimiringkan ke sisi lain, sisi yang sehat, timbul nistagmus horisontal yang
tidak begitu kuat, tetapi kembali bergerak ke arah telinga paling bawah (8).
b. Tipe Apogeotrofik
Pada kasus yang lebih jarang, tes supine roll menghasilkan nistagmus
yang bergerak ke arah telinga yang paling atas. Ketika kepala dimiringkan ke
sisi yang berlawanan, nistagmus akan kembali bergerak ke sisi telinga paling
atas(8).

20
Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena diperkirakan adalah
telinga dimana sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling kuat. Di antara
kedua tipe dari BPPV kanal lateral, tipe geotrofik adalah tipe yang paling
banyak(8).

3. BPPV pada kanalis semisirkularis anterior


BPPV kanalis semisirkularis anterior berkaitan dengan posisional nistagmus ke
arah bawah dan torsional (downward-beating and torsional), kadang-kadang
dengan komponen torsi minor mengikuti posisi Dix-Hallpike. Bentuk ini mungkin
ditemui saat mengobati bentuk lain dari BPPV. Dari semua tipe BPPV, BPPV kanalis
semisirkularis anterior tampaknya tipe yang paling sering sembuh secara spontan.
Diagnosisnya harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena downward-beating
positional nystagmus yang berhubungan dengan lesi batang otak atau cerebellar
dapat menghasilkan pola yang sama(15).

4. BPPV tipe polikanalikular


BPPV tipe polikanalikular jarang, tetapi menunjukkan bahwa dua atau lebih
kanal secara bersamaan terkena pada waktu yang sama. Keadaan yang paling umum
adalah BPPV kanal posterior dikombinasikan dengan BPPV kanal horizontal.
Nistagmus ini bagaimanapun juga tetap akan terus mengikuti pola BPPV kanal
tunggal, meskipun pengobatan mungkin harus dilakukan secara bertahap dalam
beberapa kasus(15).

5. BPPV subyektif
Pada beberapa pasien mungkin tidak memunculkan nistagmus yang khas saat
pemeriksaan Dix-Hallpike, tetapi masih mengeluhkan riwayat klasik vertigo
ketika ada perubahan posisi(16). Hal ini dinamakan dengan “subyektif” BPPV, dan
pada beberapa studi telah menunjukkan bahwa manuver reposisi sangat tinggi
efektivitasnya pada kelompok pasien ini. Haynes dkk(17), Tirelli dkk(18), dan
Weider dkk(19) menemukan bahwa pasien dengan subyektif BPPV yang
dilakukan manuver reposisi memiliki respons penyembuhan 76-93% secara
umum. Beberapa teori yang mencoba untuk menjelaskan mengapa nistagmus
tidak terobservasi saat Dix-Hallpike adalah: nistagmus halus yang tidak

21
terdeteksi oleh pemeriksa, nistagmus yang hilang akibat beberapa kali
pemeriksaan (fatigue), dan BPPV yang dapat memunculkan keluhan vertigo
tetapi tidak cukup kuat sinyal neuronalnya untuk menstimulasi jalur vestibulo-
okular(16).

F. Tatalaksana
BPPV dinamakan sebagai “benign” sebab merupakan kondisi yang membaik
secara alamiah. Pada 70 orang pasien dengan BPPV kanalis semisirkularis posterior
yang diobservasi tanpa obat, membutuhkan waktu untuk resolusi dari vertigonya rata-
rata 39 hari, tetapi yang paling parah dapat mencapai 6 bulan(2). Tatalaksana BPPV
meliputi terapi medikamentosa, terapi non-medikamentosa, dan terapi surgikal.
1. Terapi medikamentosa
Pemberian obat-obat untuk mengurangi gejala simptomatik seperti dizziness,
mual, dan muntah pada vertigo meliputi golongan antikolinergik, antihistamin,
dan benzodiazepin (Tabel 5). Pemberian obat-obatan antivertigo hanya
diindikasikan untuk(1):
a. Gejala vertigo vestibular perifer atau sentral akut (maksimal 3 hari).
b. Profilaksis mual dan muntah dalam tindakan liberatory maneuver pada
BPPV.
c. Profilaksis mabuk perjalanan.
d. Sebagai terapi pada vertigo posisional sentral dengan mual.

22
Berikut indikasi penggunaan obat-obat dan terapi untuk masing-masing
penyakit yang dapat menimbulkan vertigo(3):

Tabel 4. Indikasi Pemberian Obat, Terapi Reposisi Kanalit, dan Terapi Surgikal
pada Vertigo.

23
Obat-obatan tidak direkomendasikan untuk pemberian jangka panjang
karena akan mengganggu mekanisme kompensasi sentral pad agangguan
vestibular perifer, bahkan dapat menyebabkan adiksi obat(1).

Mukosa Ekstra-
Nama Obat Dosis Obat Antiemetik Sedasi
Kering piramidal
Antihistamin
Dimenhidrinat 50 mg/4-8 jam + + + -
Prometazin 25 mg/4-8 jam + ++ ++ -
Cinarizin 25 mg/8 jam + - +
Benzodiazepin
Diazepam 2-5 mg/8 jam + +++ - -
Klonazepam 0,5 mg/4-6 jam + +++ - -
Butirofenom
Haloperidol 0,5-2 mg/8 jam ++ +++ + ++
Histaminik
24 mg/12 jam
Betahistin Sindrom: + + - +
72-144 md/hari
Penyekat kanal kalsium
5-10 mg/12
Flunarizin + + - +
jam
Antiepilepsi
200-600
Karbamazepin - + - -
mg/hari
Topiramat 50-150 mg/hari - + - -
Asam 600-1500
- + - -
valproat mg/hari
Penyekat kanal kalium
4- 5-10 mg/8-12
- - - -
Aminopiridin jam
Tabel 5. Obat-obat Medikamentosa untuk Vertigo(20).

24
2. Terapi non-medikamentosa
Patofisiologi pada BPPV adalah adanya otokonia yang masuk ke kanalis
semisirkularis atau menempel dengan kupula. Oleh karena itu, terapi non-
medikamentosa ditujukkan untuk mengembalikan posisi dari otokonia yang
lepas. Berikut ringkasan dari manuver-manuver yang dapat dilakukan untuk
melakukan reposisi kanalit untuk masing-masing BPPV(12):

Tabel 5. Terapi Reposisi Kanalit.

2.1. Terapi Reposisi Kanalit pada BPPV kanalis semisirkularis posterior


Manuver Epley merupakan tindakan yang efektif untuk pasien dengan
BBPV kanalis semisirkularis posterior. Manuver Epley dilakukan untuk
mengembalikan otokonia dari kanalis semisirkularis posterior kembali ke
utrikulus untuk kemudian akan diresorpsi kembali. Jika dilakukan dengan
benar, manuver reposisi kanalit ini akan mengeliminasi BPPV langsung pada
lebih dari 85% pasien(15). Manuver Semont atau manuver Liberatory juga
dapat digunakan sebagai terapi reposisi kanalit pada BPPV kanalis

25
semisirkularis posterior. Manuver Semont memiliki kelebihan sebab dapat
dikerjakan pada pasien yang lehernya sulit diekstensikan.
Pada saat melakukan terapi reposisi kanalit, pasien perlu mendapat
penjelasan bahwa tindakan ini dapat disertai dengan munculnya keluhan
mual, muntah, dan vertigo. Pasien juga bisa mengeluhkan gangguan
keseimbangan serta dizziness yang dipengaruhi posisi kepala selama
beberapa hari setelah manuver dilakukan. Komplikasi lain dari manuver ini
adalah konversi BPPV dari kanalis semisirkularis posterior ke kanal
horizontal(1).

Gambar 8. Manuver Epley.

26
Gambar 9. Manuver Semont.

2.2. Terapi Reposisi Kanalit pada BPPV kanalis semisirkularis horizontal


Manuver yang dapat dilakukan pada kasus BPPV pada kanalis
semisirkularis horizontal dengan nistagmus geotropik adalah rotasi barbecue
atau manuver Lempert. Manuver ini akan menyebabkan otokonia bermigrasi
dan keluar dari kanalis semisirkularis horizontal, lalu masuk ke utrikulus.
Forced prolonged positioning dan manuver Gufoni juga dapat digunakan
untuk geotropik nistagmus pada BPPV kanalis smisirkularis horizontal. Pada
forced prolonged positioning dilakukan dengan telinga yang bermasalah
pada posisi atas dan sebaliknya telinga yang tidak bermasalah dibawah
selama 12 jam. Ini dapat dilakukan terpisah atau mengikuti setelah manuver
Lempert. Posisi ini diharapkan mampu melepas otokonia ke utrikulus
kembali dengan bantuan gravitasi. Manuver Gufoni juga digunakan pada
apogeotropik nistagmus pada BPPV kanalis semisirkularis horizontal.
Manuver ini diharapkan mampu mengkonversi nistagmus apogeotropik
menjadi nistagmus geotropik(21).

27
Gambar 10. Manuver Lempert atau Rotasi Barbecue.

2.3. Terapi Reposisi Kanalit pada BPPV kanalis semisirkularis anterior


Terapi reposisi kanalit pada BPPV kanalis semisirkularis anterior adalah
manuver deep head hanging.

Gambar 11. Deep Head Hanging Maneuver.

28
2.4. Latihan mandiri di rumah
Latihan Brandt-Daroff dapat dikerjakan sendiri oleh pasien apabila
gejala tidak membaik dengan manuver Epley. Pada umumnya, vertigo
perifer terutama BPPV memiliki prognosis baik dengan kekambuhan 2 tahun
sekitar 27% bila latihan Brandt-Daroff dikerjakan secara rutin(1).

Gambar 12. Latihan Brandt-Daroff.

G. Prognosis
Vertigo akut pada BPPV umumnya bersifat self-limited dan hilang setelah
beberapa hari beristirahat. Prognosis baik jika otokonia dapat kembali dengan
manuver reposisi yang dilakukan dan vertigo akan hilang dengan sendirinya.
Walaupun prognosis yang baik, BPPV dapat menyebabkan kondisi yang cukup
parah, terlebih pada orang tua, jika tidak terdeteksi dan menyebabkan risiko jatuh
yang besar(2).

29
BAB IV
DISKUSI KASUS

Pasien laki-laki berusia 49 tahun datang dengan keluhan pusing berputar.


Keluhan pusing berputar atau vertigo merupakan salah satu gangguan keseimbangan
(dizziness), oleh karena itu harus dipastikan bahwa keluhan pasien benar-benar
merupakan vertigo. Vertigo dapat dibedakan dengan jenis gangguang keseimbangan
lainnya, yaitu disequilibrium, presyncope, dan lightheadedness. Vertigo
dikarakteristikan dengan sensasi berputar yang bisa muncul episodik atau kontinyu.
Disequilibrium adalah perasaan tidak stabil, goyang, yang dirasakan pada ekstermitas
bawah, bersifat kontinyu, dan bervariasi dalam intensitasnya. Presyncope adalah
perasaan pingsan atau hampir atau akan pingsan, dapat bersifat episodik dan bertahan
beberapa detik, dan dapat membaik dengan berbaring tidur. Lightheadedness
merupakan keluhan yang tidak spesifik, perasaan tubuh melayang atau ringan. Untuk
membedakan keluhan gangguan keseimbangan, dapat digunakan algoritma sebagai
berikut untuk menilai keluhan pasien(22):

Gambar 13. Algoritma Jenis-jenis Gangguan Keseimbangan.

30
Gambar 14. Algoritma berdasarkan Waktu Muncul Vertigo.

Keseimbangan seseorang dikontrol oleh karena adanya rangsang dari mata


(visi), telinga (labirin), dan proprioseptif (somatosensori) secara normal. Adanya defisit
dari salah satu komponen, akan menimbulkan gejala ketidakseimbangan pada diri
seseorang. Oleh karena itu, perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
membedakan penyebab dari ketidakseimbangan dari 3 komponen ini.

Gambar 15. Kontrol Keseimbangan Manusia.

31
Vertigo dapat diklasifikasikan lebih lanjut lagi berdasarkan lokasi lesi, yaitu
vertigo sentral dan perifer. Vertigo sentral, dengan lokasi lesi pada batang otak,
serebelum, dan serebrum. Vertigo perifer, dengan lokasi lesi pada telinga dalam dan
nervus vestibularis(1). Beberapa karakteristik yang dapat dilihat dari gejala vertigo
sentral dan perifer adalah sebagai berikut:
Characteristic Peripheral Central
Onset Sudden Sudden or slow
Severity Intense spinning Ill defined, less intense
Pattern Paroxysmal, intermittent Constant
Aggravated by
Yes Variable
position/movement
Nausea/diaphoresis Frequent Variable
Vertical or
Nystagmus Horizontal
multidirectional
Fatigue of
Yes No
symptoms/signs
Hearing loss/tinnitus May occur Does not occur
Abnormal tympanic
May occur Does not occur
membrane
CNS symptoms/signs Absent Usually present
Tabel 6. Perbedaan Vertigo Sentral dan Vertigo Perifer.

Pada pasien Bpk. B, dari algoritma dapat terlihat bahwa vertigo yang dirasakan
sifatnya seperti pusing berputar, dimana sekeliling mengelilingi pasien. Dari keluhan
pasien, dapat dimasukkan sebagai vertigo. Keluhan juga berdurasi < 3 menit dan
sifatnya episodik. Tidak terdapat pendengaran berkurang ataupun tinitus, tidak terdapat
tanda-tanda aura, tidak terdapat tanda kelemahan, dan tidak ada tanda-tanda penurunan
kesadaran. Hal ini sangat berguna untuk menentukan jenis vertigo sentral atau perifer.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan ke
arah vertigo sentral. Tetapi masih harus dipikirkan kemungkinan tersebut dan

32
dikonfirmasi oleh beberapa tes yang dapat diberikan sebagai saran pemeriksaan
penunjang seperti MRI/CT scan dan HINTS.
Keluhan pasien lebih mengarah kepada vertigo perifer, oleh karena pasien
mengeluhkan tiba-tiba dan episodik. Vertigo sentral kemungkinan besar bersifat
kontinyu atau persisten. Kemudian, pasien juga mengeluhkan bahwa dengan perubahan
posisi dari bangun ke tidur, pusing berputarnya baru muncul. Hal ini khas ditemukan
pada BPPV dimana vertigo baru muncul saat ada perubahan posisi kepala, biasanya
bangun dari tidur, menunduk, melihat ke atas, dll. Oleh karena itu, pada pasien ini
dicurigai mengalami BPPV. Untuk mendiagnosis pasti BPPV, harus dilihat nistagmus
sebagai tanda objektif selain dari keluhan/anamnesis sebagai tanda subjektif. Tetapi,
induksi nistagmus melalui manuver Dix-Hallpike maupun Supine Roll Test/Head-Roll
Test/Log-Roll Test tidak dapat dilakukan sebab tidak memungkinkan melakukannya
kepada pasien yang baru saja mendapat serangan vertigo. Pasien juga menolak untuk
dilakukan manuver tersebut sebab dapat menimbulkan keluhan vertigo kembali.
Terapi reposisi kanalit belum dilakukan pada pasien sebab pasien tidak
menginginkan keluhan muncul kembali. Oleh karena itu, yang dilakukan kepada pasien
hanya terapi untuk stabilisasi kondisi pasien dan meminimalisir risiko jatuh pada
pasien.

Gambar 15. Algoritma Vertigo Sentral dan Vertigo Perifer.


33
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitorus F, Ariarini NNR, Maharani K. Vertigo Vestibular Perifer. In: Aninditha


T, Wiratman W, editors. Buku Ajar Neurologi. 1st ed. Jakarta: Departemen
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. p. 271–84.
2. Nguyen-Huynh AT. Evidence-Based Practice. Management of Vertigo.
Otolaryngol Clin North Am [Internet]. Elsevier Inc; 2012;45(5):925–40.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.otc.2012.06.001
3. Brandt T, Dieterich M, Strupp M. Vertigo and Dizziness. 2nd ed. London:
Springer; 2013.
4. Ibekwe TS, Rogers C. Clinical evaluation of posterior canal benign paroxysmal
positional vertigo. Niger Med J. 2012;53(2):94–101.
5. Froehling DA, Silverstein MD, Mohr DN, Beatty CW, Offord KP, Ballard DJ.
Benign positional vertigo: incidence and prognosis in a population-based study
in Olmsted County, Minnesota. Mayo Clin Proc [Internet]. 1991 Jun [cited
2017 Aug 26];66(6):596–601. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2046397
6. Friedland DR, Minor LB. Meniere Disease, Vestibular Neurinitis, Benign
Paroxysmal Positional Vertigo, Superior Semicircular Canal Dehiscence, and
Vestibular Migraine. In: Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery. 2008.
7. DIX MR, HALLPIKE CS. The pathology symptomatology and diagnosis of
certain common disorders of the vestibular system. Proc R Soc Med [Internet].
Royal Society of Medicine Press; 1952 Jun [cited 2017 Aug 26];45(6):341–54.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14941845
8. Bhattacharyya N, Baugh RF, Orvidas L, Barrs D, Bronston LJ, Cass S, et al.
Clinical Practice Guideline: Benign Paroxysmal Positional Vertigo.
Otolaryngol Neck Surg [Internet]. 2008 Nov [cited 2017 Aug
26];139(5_suppl):47–81. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18973840
9. Wreksoatmodjo BR. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokt.
2004;144(144):41–6.
10. Halker RB, Barrs DM, Wellik KE, Wingerchuk DM, Demaerschalk BM.
Establishing a Diagnosis of Benign Paroxysmal Positional Vertigo Through the
34
Dix-Hallpike and Side-Lying Maneuvers. Neurologist [Internet]. 2008 May
[cited 2017 Aug 26];14(3):201–4. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18469678
11. Hanley K, O’ Dowd T. Symptoms of vertigo in general practice: a prospective
study of diagnosis. Br J Gen Pract [Internet]. 2002 Oct [cited 2017 Aug
26];52(483):809–12. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12392120
12. Kim J-S, Zee DS. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Solomon CG, editor.
N Engl J Med [Internet]. Massachusetts Medical Society ; 2014 Mar 20 [cited
2017 Aug 26];370(12):1138–47. Available from:
http://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJMcp1309481
13. Purnamasari P. Diagnosis and Management Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV). E-Jurnal Med Udayana [Internet]. 2013;1056–80. Available
from: https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/5625
14. Teixeira LJ, Machado JNP. Maneuvers for the treatment of benign positional
paroxysmal vertigo: a systematic review. Braz J Otorhinolaryngol [Internet].
[cited 2017 Aug 27];72(1):130–9. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16917565
15. Fife TD. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Semin Neurol.
2009;1(212):500–8.
16. Parnes LS, Agrawal SK, Atlas J. Diagnosis and management of benign
paroxysmal positional vertigo (BPPV). CMAJ [Internet]. 2003;169(7):681–93.
Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14517129%5Cnhttp://www.pubmedcentr
al.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC202288
17. Haynes DS, Resser JR, Labadie RF, Girasole CR, Kovach BT, Scheker LE, et
al. Treatment of Benign Positional Vertigo Using the Semont Maneuver:
Efficacy in Patients Presenting Without Nystagmus. Laryngoscope [Internet].
2002 May [cited 2017 Aug 27];112(5):796–801. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12150609
18. Tirelli G, D???Orlando E, Giacomarra V, Russolo M. Benign Positional
Vertigo Without Detectable Nystagmus. Laryngoscope [Internet]. 2001 Jun
[cited 2017 Aug 27];111(6):1053–6. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11404620
35
19. Weider DJ, Ryder CJ, Stram JR. Benign paroxysmal positional vertigo:
analysis of 44 cases treated by the canalith repositioning procedure of Epley.
Am J Otol [Internet]. 1994 May [cited 2017 Aug 27];15(3):321–6. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8579135
20. Tumboimbela M, Nurimaba N, Cahyani A, Bintoro AC, Amar A, I. S. Terapi
Farmakologi Vertigo. In: Pedoman Tatalaksana Vertigo. Kelompok Studi
Vertigo Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2012. p. 207–13.
21. Edward Y, Roza Y. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll Test. J Kesehat Andalas.
2014;3(1).
22. Post RE, Dickerson LM. Dizziness: A diagnostic approach. Am Fam
Physician. 2010;82(4):361–8.

36

Anda mungkin juga menyukai