PENDAHULUAN
Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal dimulai dari daerah servikal
pertama hingga sacral. Tumor medula spinalis merupakan kasus neoplasma yang langka, yaitu
hanya sekitar 15% dari seluruh kasus tumor sistem saraf pusat dan 90% kasusnya terjadi pada
usia >20 tahun, jarang terdapat kasusnya pada usia anak-anak atau geriatrik. Salah satu hal yang
penting dalam menentukan diagnosis dari tumor atau massa di spinal adalah menentukan lokasi
tumor dan jenis tumor karena berkaitan dengan terapi hingga prognosis pada penyakitnya.
Tumor spinal dapat tumbuh di luar lapisan pembungkus saraf spinal/duramater (ekstradural) atau
di dalam lapisan duramater (intradural). Massa pada intradural dapat diklasifikasikan menjadi
dua berdasarkan lokasinya, yaitu massa yang berkembang di dalam medulla (intramedula) atau
diluar medulla (ekstramedula). 1
Arnautovic K, Arnautovic A. Extramedullary intradural spinal tumors: a review of modern
diagnostic and treatment options and a report of a series. Bosnian journal of basic medical
sciences. 2009;9(Suppl1):S40.
Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor sekunder.
Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis, sedangkan tumor sekunder
merupakan mestastase dari tumor di bagian tubuh lainnya. Jumah insidensi tumor medula
spinalis di Amerika Serikat mencapai 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah
penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun.
Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak
di segmen lumbosakral. Sementara di Indonesia sendiri, belum ada data mengenai tumor medula
spinalis. 2
Chamberlain MC, Tredway TL. Adult Primary Intradural Spinal Cord Tumors: A Review.
2011;11:320–328.
Prevalensi tumor medula spinalis lebih sedikit dibandingkan tumor intrakranial, dengan
rasio 1:4. Sedangkan tumor primer di medula spinalis sangat jarang, insidensinya hanya 1,3 per
100.000 populasi. Berbeda dengan tumor intrakranial, umumnya tumor spinal adalah jinak dan
gejala yang timbul teruatama akibat efek penekanan pada medula spinalis bukan akibat invasi
tumornya. Oleh karena itu sebagian tumor intraspinal dapat dilakukan tindakan eksisi sehingga
deteksi dini adanya tumor dapat mencegah defisit neurologis yang lebih berat. Tumor medula
spinalis dapat berasal dari sel parenkim medula spinalis, serabut saraf, selaput myelin, jaringan
1
vaskuler intraspinal, rantai simpatik, atau kolumna vertebralis. Tumor medula spinalis umumnya
bersifat jinak (onset biasanya gradual) dan dua pertiga pasien dioperasi antara 1-2 tahun setelah
onset gejala. 2,3
Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print
Gejala klinis pasien tumor medula spinalis dapat berawal dari nyeri lokal yang
terlokalisir dan atau tidak, sehingga pada awal perjalanan penyakit, pasien sering mengabaikan
keluhan nyeri tersebut. Gejala lain yang muncul pada tahap lanjut dari progresivitas penyakit ini
adalah kelemahan anggota gerak sampai rasa baal pada kulit yang dipersarafi distribusi saraf
sesuai. Pasien tumor medula spinalis lebih sering datang ke unit gawat darurat dengan keluhan
kelemahan pada anggota gerak, meskipun nyeri merupakan klinis yang paling banyak dikeluhkan
pada awal perjalanan penyakit. 4
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Oleh karena insiden tumor medula spinalis lebih rendah dibanding tumor serebri, masih
sedikit laporan dan analisis kasus yang dapat menjadi sumber bacaan bagi klinisi, sehingga
informasi mengenai pasien tumor medula spinalis masih sangat minimal. Dengan adanya artikel
dan laporan-laporan kasus pasien tumor medula spinalis di unit rawatan, akan memberikan
gambaran mengenai pathogenesis, gejala, cara mendiagnosis dan tatalaksana yang tepat bagi
pasien dengan tumor medula spinalis. Mengingat tumor medula spinalis lebih banyak bersifat
benign, operable sehingga dengan diagnosis yang tepat, tatalaksana yang efektif akan
meminimalkan kecacatan permanen.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Kelemahan anggota gerak
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUZA dengan keluhan
kelemahan di kedua tangan dan kaki sejak 4 bulan SMRS. Awalnya terasa lemah di kaki
kemudian sampai ke tangan, namun pasien masih bisa berjalan dengan bantuan. Saat ini pasien
sudah tidak bisa berjalan dan menggerakkan tangan dan kakinya lagi. Pasien mengeluhkan rasa
baal sejak 4 bulan SMRS, yang awalnya muncul di kaki dan sekarang juga dirasakan sampai
tangan. Pasien juga mengeluh nyeri di leher. Keluhan nyeri leher sejak 1 tahun SMRS, semakin
memberat sejak 4 bulan terakhir, nyeri memberat saat melakukan gerakan sujud dalam shalat,
dan memberat saat pasien batuk, nyeri juga dirasakan sampai belakang kepala. Nyeri tidak
berkurang dengan obat pereda nyeri. Tidak ada keluhan mual dan muntah, mulut merot, bicara
pelo, pandangan ganda dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah dirawat di RSUDZA 4 bulan lalu dengan susp. Tumor
medulla spinalis. Pasien tidak memiliki riwayat Hipertensi, penyakit jantung, dan stroke.
Riwayat DM tidak diketahui.
3
2.3 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik pertama sekali di ruang IGD RSUDZA, didapatkan pasien
tampak sakit sedang. Tanda vital, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 90 kali per menit
isi cukup, reguler, frekuensi nafas 20 kali per menit simetris, reguler dan suhu 36,7oC.
Pada status generalis, didapatkan kepala normosepali, konjungtiva tidak pucat dan sklera
tidak ikterik. Pada leher, tampak trakea di tengah, tidak dijumpai adanya pembesaran tiroid dan
juga pembesaran kelenjar getah bening, tekanan vena jugular dalam batas normal. Dada tampak
simetris saat statis dan dinamis, auskultasi paru vesikuler, tidak terdapat ronkhi dan mengi.
Bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak terdapat murmur maupun gallop, batas tidak melebar.
Abdomen simetris dan soepel, hepar dan lien tidak teraba, peristaltic usus dalam batas normal,
nyeri tekan tidak ada, defans muscular tidak ditemukan, balotemen (-). Pada punggung tidak
dijumpai adanya deformitas. Ekstremitas hangat , tidak dijumpai adanya sianosis, tidak dijumpai
edema pada kedua lengan dan tungkai.
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan GCS E4M6V5. Pupil bulat isokor3 mm/3 mm,
dengan reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+). Kaku kuduk (-), cheek sign (-),
symphysis sign (-), leg sign (-). neck sign (-). Pada pemeriksaan nervus cranialis tidak dijumpai
adanya paresis. Visus OD : 5/20 , Visus OS : 5/20. Pada pemeriksaan kekuatan motorik
ekstremitas atas sebesar 3333/3333 dan ekstremitas bawah 1111/1111. Pemeriksaan sensorik
ditemukan hipoestesi setinggi segmen torakal ke delapan kebawah. Reflek fisiologis dalam batas
normal, reflek patologis hofman trimmer negatif, babinski group tidak dijumpai. Pada fungsi
otonom tidak dijumpai inkontinensia uri maupun alvi.
4
Status Generalis
5
atas dan
bawah
Kuku Sianosis (-). CRT< 3 detik.
Status neurologis
GCS : E4 M6 V5
Bentuk
RCL Bulat Bulat
6
N. III, IV, dan VI
Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia
Palpebra superior Retraksi Normal
Konj. Tarsalis sup/inf Sekret (+) Sekret (+)
Pergerakan bola mata
Nasal Baik Baik
Temporal Baik Baik
- Sistem Motorik
Kekuatan motorik 3333 3333
1111 1111
Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Athetose : (-)
Mioklonik : (-)
Trofik : eutrofik
Tonus : hipotonus
- Sistem sensorik
Rasa raba : terganggu
Rasa nyeri : terganggu
Rasa suhu : Baik
Rasa getar : Baik
Rasa arah : Baik
Rasa sikap : Baik
8
Refleks fisiologis Dekstra Sinistra
BPR ++ ++
TPR ++ ++
KPR ++ ++
APR ++ ++
- Fungsi otonom
Miksi : baik
Defekasi : baik
Eksresi keringat : baik
Laboratorium
Tanggal 23 Januari 2020 21.18
9
Basophil :0%
Netrofilbatang : 0 %
Netrofilsegmen : 680 %
Limfosit : 13 %
Monosit :6%
Hematologi
Faal Hemostasis
PT : 0,81
APTT : 29,10
HbA1c : 14,20%
SGOT : 11
SGPT : 11
Fosfatase alkali : 67
Kolseterol total : 172
HDL : 27
LDL : 121
Trigliseria : 158
GDP : 267
Darah Rutin
Hemoglobin : 13,0 mg/dl
Hematokrit : 40 %
Eritrosit: 4,6 x106/mm3
Leukosit : 7,6 x 103/mm3
Trombosit: 475 x 103/mm3
10
MCV : 86 fL
MCH : 28 pg
MCHC : 33%
Diftel count:
Eosinophil :3%
Basophil :1%
Netrofil batang : 1 %
Netrofil segmen : 70 %
Limfosit : 19 %
Monosit :6%
GDS : 180 mg/d/L
13
Periksa KGD per hari, urinalisa, HbA1c
2.4 Diagnosis
2.5 Tatalaksana
B. Terapi Medikamentosa
PO Cefadroxil 500 mg per 12 jam
IV. Mecobalamin 500 mg per 12 jam
IV Omeprazole 40 mg per 8 Jam
IV Citicolin 500 mg per 8 jam
PO Gabapentin 300 mg per 24 jam
PO Metilprednisolon 8 mg per 8 jam
SC Lantus 0-0-0-12 unit
SC Apidra 8-8-8 unit
PO Piracetam 120 mg per 12 jam
2.6 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
- Quo ad sanactionam : dubia ad malam
-
14
2.7 Follow up
Ass/ Tetraparese +
Hipoestesi setinggi L1 l2
ke bawah + Lesi
intramedular C2-C3 ec
SOL Medula Spinalis
15
26-1- kelemahan Pupil Bulat isokor protein
anggota gerak 3mm/3mm, RCL (+/+), IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/mnit
20
TD:110/70 RTCL ( +/+) IV. Mecobalamin 500 mg per
N:78 Nn.Craniales : parese(-) 12 jam
RR:20 Motorik: IV Omeprazole 40 mg per 8
T:36,5 Ekst atas:3333/3333 jam
Skala nyeri : Ekst bawah :1111/1111 PO Gabapentin 300 mg per 24
5/NRS R. Fisiologis: +2/+2 jam
R. Patologis: -/- SC Lantus 0-0-0-10 unit
Sensoris : hipoestesi SC Apidra 6-6-6 unit
setinggi Th 8 ke bawah
Otonom : dbn P/ Persiapan operasi
Ass/ Tetraparese +
Hipoestesi setinggi L1 l2
ke bawah + Lesi
intramedular C2-C3 ec
SOL Medula Spinalis
16
4/NRS R. Fisiologis: +2/+2 jam
R. Patologis: -/- SC Lantus 0-0-0-10 unit
Sensoris : hipoestesi SC Apidra 6-6-6 unit
setinggi Th 8 ke bawah
Otonom : dbn
P/Persiapan operasi
Ass/ Tetraparese +
Hipoestesi setinggi L1 l2
ke bawah + Lesi
intramedular C2-C3 ec
SOL Medula Spinalis
17
Hipoestesi setinggi L1 l2 P/ Jadwal ulang operasi
ke bawah + Lesi
intramedular C2-C3 ec
SOL Medula Spinalis
+ DM Tipe 2
18
intramedular C2-C3 ec
SOL Medula Spinalis
+ DM Tipe 2
19
intramedular C2-C3 ec
SOL Medula Spinalis
+ DM Tipe 2
Ass/ Tetraparese +
Hipoestesi setinggi L1 l2
ke bawah + Lesi
intramedular C2-C3 ec
SOL Medula Spinalis
+ DM Tipe 2
20
Otonom : dbn
Ass/ Tetraparese +
Hipoestesi setinggi L1
l2 ke bawah + Lesi
intramedular C2-C3 ec
SOL Medula Spinalis
+ DM Tipe 2 +
Post op craniectomy
removal tumor
Ass/ Tetraparese +
Hipoestesi setinggi L1
l2 ke bawah + Lesi
intramedular C2-C3 ec
SOL Medula Spinalis
+ DM Tipe 2 +
Post op craniectomy
removal tumor
21
T:36,6 Motorik: 12 jam
Skala nyeri : Ekst atas:3333/3333 IV Omeprazole 40 mg per 8
4/NRS Ekst bawah : Jam
1111/1111 IV Citicolin 500 mg per 8 jam
R. Fisiologis: +4/+4 PO Gabapentin 300 mg per 24
Klonus (+) jam
R. Patologis: PO Metilprednisolon 8 mg per
Babinski (+/+) 8 jam
Sensoris : hipoestesi SC Lantus 0-0-0-12 unit
setinggi Th 8 ke SC Apidra 8-8-8 unit
bawah
PO Piracetam 120 mg per 12
Otonom : dbn
jam
Ass/ Tetraparese +
Hipoestesi setinggi L1
l2 ke bawah + Lesi
intramedular C2-C3 ec
SOL Medula Spinalis
+ DM Tipe 2 +
Post op craniectomy
removal tumor
H16 Kaku pada GCS : E4M6V5 s. Diet MB 1200kkal+55gr
leher, Pupil Bulat isokor protein
8-2-
kelemahan 3mm/3mm, RCL IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/mnit
20 anggota gerak (+/+), RTCL ( +/+) PO Cefadroxil 500 mg per 12
TD:120/80 Nn.Craniales : jam
N:72 parese(-) IV. Mecobalamin 500 mg per
RR:20 Motorik: 12 jam
T:36,6 Ekst atas:3333/3333 IV Omeprazole 40 mg per 8
Skala nyeri : Ekst bawah : Jam
4/NRS 1111/1111 IV Citicolin 500 mg per 8 jam
R. Fisiologis: +4/+4 PO Gabapentin 300 mg per 24
Klonus (+) jam
R. Patologis:
PO Metilprednisolon 8 mg per
Babinski (+/+)
8 jam
Sensoris : hipoestesi
SC Lantus 0-0-0-12 unit
setinggi Th 8 ke
bawah SC Apidra 8-8-8 unit
Otonom : dbn PO Piracetam 120 mg per 12
jam
Ass/ Tetraparese +
Hipoestesi setinggi L1 P/
l2 ke bawah + Lesi
intramedular C2-C3 ec
SOL Medula Spinalis
+ DM Tipe 2 +
Post op craniectomy
22
removal tumor
H17 Nyeri leher, GCS : E4M6V5 t. Diet MB 1200kkal+55gr
kelemahan Pupil Bulat isokor protein
7-2-
anggota gerak 3mm/3mm, RCL IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/menit
20 TD:100/70 (+/+), RTCL ( +/+) u. Diet MB 1200kkal+55gr
N:72 Nn.Craniales : protein
RR:20 parese(-) IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/menit
T:36,6 Motorik: PO Cefadroxil 500 mg per 12
Skala nyeri : Ekst atas:3333/3333 jam
4/NRS Ekst bawah : IV. Mecobalamin 500 mg per
1111/1111 12 jam
R. Fisiologis: +4/+4 IV Omeprazole 40 mg per 8
Klonus (+) Jam
R. Patologis: IV Citicolin 500 mg per 8 jam
Babinski (+/+)
PO Gabapentin 300 mg per 24
Sensoris : hipoestesi
jam
setinggi Th 8 ke
PO Metilprednisolon 8 mg per
bawah
8 jam
Otonom : dbn
SC Lantus 0-0-0-12 unit
Ass/ Tetraparese + SC Apidra 8-8-8 unit
Hipoestesi setinggi L1 PO Piracetam 120 mg per 12
l2 ke bawah + Lesi jam
intramedular C2-C3 ec
SOL Medula Spinalis
+ DM Tipe 2 + P/
Post op craniectomy
removal tumor
H18 Nyeri leher, GCS : E4M6V5 v. Diet MB 1200kkal+55gr
kelemahan Pupil Bulat isokor protein
8-2-
anggota gerak 3mm/3mm, RCL IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/menit
20 TD:100/70 (+/+), RTCL ( +/+) w. Diet MB 1200kkal+55gr
N:72 Nn.Craniales : protein
RR:20 parese(-) IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/menit
T:36,6 Motorik: PO Cefadroxil 500 mg per 12
Skala nyeri : Ekst atas:3333/3333 jam
2/NRS Ekst bawah : IV. Mecobalamin 500 mg per
1111/1111 12 jam
R. Fisiologis: +4/+4 IV Omeprazole 40 mg per 8
Klonus (+) Jam
R. Patologis: IV Citicolin 500 mg per 8 jam
Babinski (+/+)
PO Gabapentin 300 mg per 24
Sensoris : hipoestesi
jam
setinggi Th 8 ke
PO Metilprednisolon 8 mg per
bawah
8 jam
Otonom : dbn
SC Lantus 0-0-0-12 unit
23
Ass/ Tetraparese + SC Apidra 8-8-8 unit
Hipoestesi setinggi L1 PO Piracetam 120 mg per 12
l2 ke bawah + Lesi jam
intramedular C2-C3 ec
SOL Medula Spinalis
+ DM Tipe 2 +
P/
Post op craniectomy
removal tumor
BAB III
24
PEMBAHASAN
25
Gambar 3.1 Segmen nervus medula spinalis5
(
Gates P. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology: Anatomy, Physiology, Signs, Symptoms, 4th
edition - By M. Baehr and M. Frotscher. 2006;36:557–557.)
Pada potongan transversal korda spinalis dapat terlihat kanalis sentralis dikelilingi oleh
substansia grisea berwarna abu berbentuk huruf H, yang dikelilingi lagi oleh substansia alba
bewarna keputihan yang didalamnya terdapat traktus asenden dan desenden dari sistem saraf
pusat. Pada posterior horns dari substansia grisea, serabut sensoris masuk dari akar saraf
posterior. Sedangkan pada anterior horns terdapat sel-sel motorik yang merupakan lanjutan dari
serabut saraf motoris akar saraf anterior. Pada korda spinalis torakal dan lumbal bagian atas
dapat ditemukan lateral horn pada sisi sampingnya, mengandung sel-sel saraf simpatis.5,6
26
Gambar 3.2 Potongan transversa korda spinalis6
Ellis H. Clinically Oriented Anatomy 11th Edition. Blacwell Publishing New York.
2006;245:2534.
Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan Lower Motor
Neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang
menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik cerebrum sampai inti-inti motorik di
saraf kranial di batang otak sampai cornu anterior medulla spinalis. Berdasarkan perbedaan
anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan
ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar.
Traktus kortikobulbar fungsinya untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan
traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak. Sedangkan
lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari
cornu anterior medulla spinalis sampai ke efektor dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh
seseorang. 5,6
UMN dibagi menjadi dua sistem, yaitu:
1. Sistem Piramidal yang dimulai dari sel-sel neuron di lapisan V koreks precentralis (area
4 Brodmann). Neuron-neuron tersebut tertata di daerah gyrus precentralis yang mengatur
gerakan tubuh tertentu menuju penataan somatotropik. Kelainan traktus piramidalis setinggi
27
hemisfer akan menyebabkan hemiparese tipikal (gangguan ekstremitas sesisi dengan nervus
cranialis dan kontralateral terhadap lesi), lesi pada batang otak akan menyebabkan hemiparesis
alternans (gangguan ekstremitas kontralateral terhadap lesi dan nervus cranialisnya). Lesi pada
medula spinalis akan menyebabkan tetra/Paraparese
2. Sistem Ekstrapiramidal yang dimulai dari serebral korteks, basal ganglia, subkortikal
nukleus secara tidak langsung ke spinal cord, melalui multisynap conection. Inti-inti yang
menyusun ekstrapyramidal terdiri dari korteks motorik tambahan (area 4s, 6, 8), ganglia basalis
(Nucleus kaudatus, Putamen, Globus pallidus, substansia nigra), korpus subtalamikum (Luysii),
Nucleus ventrolateralis Talami., nucleus ruber & substansia retikularis batang otak, dan
serebelum. Berfungsi untuk gerak otot dasar /gerak tonic, pembagian tonus secara harmonis,
mengendalikan aktifitas piramidal. Gangguan pada ekstrapiramidal akan menyebabkan
kekakuan, rigiditas, ataksia, tremor, balismus, khorea, dan atetose.
Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik
dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula
spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke
tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa
informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan
traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi
tubuh). Motorneuron dengan aksonnya merupakan satu-satunya saluran bagi impuls motorik
yang dapat menggerakkan serabut otot. Bilamana terjadi kerusakan pada motorneuron, maka
serabut otot yang tergabung dalam unit motoriknya tidak dapat berkontraksi, kendatipun impuls
motorik masih dapat disampaikan oleh sistem pyramidal dan ekstrapiramidal kepada tujuannya.
Tiap motorneuron menjulurkan 1 akson yang bercabang-cabang dan tiap cabangnya mensarafi
seutas serabut otot. Otot untuk gerakan tangkas terdiri dari banyak unit motorik yang kecil-kecil,
sedangkan otot untuk gerakan sederhana terdiri dari kesatuan motoric besar berjumlah sedikit.5,6
Pola impuls motorik dari lintasan piramidal menyalurkan impuls ke sistem output striatal
extrapiramidal, fungsinya untuk menggalakkan/menghambat α-γ-motoneuron. Bila hubungan
antara UMN dan LMN diputus, motoneuron masih bisa menggerakkan otot, akan tetapi
gerakannya tidak sesuai dan cenderung reflektorik, massif. Namun bila motoneuronnya yang
rusak, impuls tetap disampaikan, namun otot yang terhubungan tidak bisa digerakkan sehingga
menimbulkan atrofi otot. 5,6
28
3.2 Tumor Medula Spinalis
3.2.1 Definisi
Tumor medula spinalisadalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah
cervical pertama hingga sacral, yang dapat dibedakan atas tumor primer dan sekunder. Tumor
primer adalah tumor yang jinak yang berasal dari tulang ,serabut saraf, selaput otak dan jaringan
otak dan tumor yang ganas yang berasal dari jaringan saraf.1
3.2.2 Epidemiologi Tumor Spinalis (Chamberlain MC, Tredway TL. Adult Primary Intradural
Spinal Cord Tumors: A Review. 2011;11:320–328.)
Tumor pada spinal adalah kasus yang langka, hanya sekitar 15% dari seluruh kasus tumor
sistem saraf pusat dan 90% kasusnya terjadi pada usia >20 tahun. Pada kasus massa intradural,
tumor intradural-ekstramedula lebih sering terjadi dibandingkan tumor intradural-intramedula,
yaitu sekitar 40% dari seluruh kasus tumor spinal sedangkan tumor intradural-intramedula hanya
5%. Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50
tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20%
terletak di segmen lumbosakral.7
Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma, astrositoma dan
hemangioblastoma. Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan
meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering 53,7% dengan insidensi laki-laki lebih
sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada daerah lumbal.
Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada kelompok intraduralekstramedullar tumor.
Meningioma menempati kira-kira 25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal
meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal,
dan 2% pada foramen magnum.7
3.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi menjadi
tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak maupun ganas, sementara
tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan metastasis dari proses keganasan di
tempat lain seperti kanker paru-paru, payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau
29
limfoma. Tumor primer yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan
kordoma, sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma.8,9
Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu sendiri dibagi lagi menjadi tumor
intramedular dan ekstramedular. Macam-macam tumor medula spinalis terlampir pada gambar
berikut :
30
berlokasi di intradural, sisanya adalah schwannoma ekstradural atau schwannoma intradural
yang membentuk massa dumbbell ke arah luar dura. Gejala awal schwannoma spinal adalah
nyeri terlokalisir di satu tempat, kadang-kadang tersebar di kedua sisi, beberapa bersifat
sementara dan hilang timbul, tetapi beberapa bersifat terus-menerus di tempat yang sama dan
terasa seperti tersayat pisau. Saat kompresi meningkat pada korda spinalis, traktus spinalis akan
mengalami kerusakan dan myelopati serta gangguan fungsi motoris muncul sebagai gejala
lanjutan.8,9
2. Neurofibroma
Neurofibroma adalah tumor jinak yang berkembang dari saraf sensoris perifer. Terdapat
dua tipe yang dikenal : soliter dan pleksiform. Neurofibroma soliter bisa tampak terlokalisasi,
globular atau nodul fusiform. Neurofibroma pleksiform dikenal dengan bundel serabut saraf
yang berlebihan dan jaringan tumor dengan pola yang tidak teorganisisir pada beberapa akar
saraf sekaligus. Bertolak belakang dengan schwannoma, neurofibroma akan menyelubungi
serabut saraf, bukan menggeser serabut saraf tersebut. Nyeri spontan (nyeri tanpa induksi
palpasi) dan dyestesia adalah gejala neurofibroma yang paling umum.
3. Meningioma
Meningioma adalah tumor yang tumbuh dari cap cell arachnoid pada dura dan dapat
tumbuh pada berbagai lokasi dimana terdapat dura, baik di spinal atau otak. Mayoritas
meningioma pada spinal berlokasi di intradural, hanya sekitar 10% yang berlokasi di ekstradural.
Meningioma juga dapat tumbuh dari fibroblast pada dura atau pia. Lebih dari 80% pasien
meningioma adalah perempuan dan 80% kasus meningioma pada perempuan terjadi di regio
torakal. Pada pria, kasus meningioma korda spinalis terdistribusi merata antara regio servikal dan
torakal. Secara keseluruhan,15% dari meningioma korda spinalis terjadi pada regio servikal, 81%
di regio torakal, dan 4% pada regio lumbal. Menigiomas spinal lebih sering terjadi pada pasien
usia lanjut, dengan demikian, terjadinya pada pasien yang lebih muda harus meningkatkan
kecurigaan gangguan genetik dan kemungkinan terjadinya tumor lain seperti neurofibromatosis.
Meningioma spinal tumbuh secara lambat dan karena itu, meningioma menyebabkan gejala
hanya setelah mencapai ukuran yang menyebabkan kompresi sumsum tulang belakang yang
signifikan. Nyeri lokal adalah salah satu gejala utama. Dalam sejumlah besar pasien, diagnosis
dapat ditegakkan sebelum defisit neurologis atau gangguan gaya berjalan muncul. (Jeon JH,
31
Hwang HS, Jeong JH, Park SH, Moon JG, Kim CH. Spinal Schwannoma; Analysis of 40 Cases.
2008;43:135.)
32
spinalis progresif yang berat berupa paresis spastik pada bagian tubuh yang suplai
fungsinya oleh korda spinalis di tingkat bawah dari lesi dan kemudian berkembang
menjadi disfungsi kandung kemih dan usus.10,11
Tumor Intradural Intramedula dapat dibedakan dengan tumor ekstramedula oleh beberapa
manifestasi klinis berikut:
1. Tumor intradural intramedula jarang menyebabkan nyeri radikuler, biasanya nyeri
bersifat tumpul dan difus atau seperti rasa terbakar.
2. Defisit sensoris disosiatif biasanya merupakan temuan awal gejala.
3. Disfungsi kandung kemih dan usus muncul di awal pertumbuhan tumor.
4. Tingkat sensoris (batas atas dari defisit sensoris) bisa naik ke tingkat sensoris yang lebih
tinggi (contoh : dari C4 ke C3) akibat pertumbuhan tumor intramedula yang longitudinal,
sedangkan pada tumor ekstramedula tingkat defisit sensoris tetap konstan karena
pertumbuhannya yang transversal.
5. Atrofi otot akibat lesi pada anterior horn lebih umum terjadi pada tumor intramedula
daripada tumor ekstramedula.
Pada tumor spinal, manifestasi klinis yang muncul juga dapat dibedakan berdasarkan
lokasi lesi kompresinya pada vertebra. Apabila tumor terdapat pada segmen servikal, maka akan
menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikuler yang melibatkan bahu dan
lengan dan mungkin juga menyerang tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas
(misal, diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melalui
arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat kelemahan dan atrofi bahu dan lengan. Tumor
servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks tendon
ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang tepi
radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada
lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah. (Gates P.
Duus’ Topical Diagnosis in Neurology: Anatomy, Physiology, Signs, Symptoms, 4th edition -
By M. Baehr and M. Frotscher. 2006;36:557–557.).10,11
Neoplasma yang terdapat pada medula spinalis khususnya segmen servikal atas seringkali
pada awalnya menunjukkan gejala nyeri di leher, regio oksipital, dan bahu. Servikal pertama
tidak memiliki distribusi dermatom sensorik, tetapi servikal kedua menginervasi bagian posterior
dari kulit kepala, menjelaskan pola nyeri radikuler pada lokasi ini. Jika tumor mengenai level
33
servikal 3-4, nyeri radikuler dapat diproyeksikan ke leher atau puncak bahu. Nyeri umumnya
diprovokasi oleh gerakan leher, sehingga terdapat keterbatasan pada gerakan spontan menoleh
atau menunduk. 10,11
Gangguan motorik merupakan gejala kedua yang sering muncul setelah nyeri, Hal
tersebut diduga karena traktus piramidal lebih sensitif terhadap penekanan dibandingkan jalur
sensorik. Untuk membedakan tumor intramedular dan ekstramedular dengan gejala motorik
sangatlah sulit karena kedua jenis tumor ini kelemahan yang timbul keduanya bersifat progresif.
Pada tumor intramedular biasanya kelemahan menyebar dari proximal kearah distal. Keluhan
yang umumnya muncul adalah terdapatnya kelemahan pada anggota gerak ipsilateral.
Kelemahan ini dapat berlanjut ke sisi kontralateral anggota gerak bawah dan kemudian ke kontra
lateral anggota gerak atas. Keluhan pada sensorik umumnya diawali di ekstremitas atas sama
dengan keluhan motorik dengan distribusi dan jenis yang bervariasi.10,11
Gejala sensorik yang timbul umumnya adalah adanya rasa baal dan kesemutan. Parestesi
muncul pada 10% kasus epidural tumor, tumor selubung saraf dan tumor intramedular sedang
pada meningioma didapatkan dengan frekuensi 23-37%. Pada tumor intramedular biasanya
ditemui gangguan sensorik (hipestesi) yang bersifat descending dan bersifat segmental sedang
pada tumor ekstramedular bersifat ascending, hal ini berhubungan dengan letak dari tumor. 10,11
Pada tumor medulla spinalis, gangguan otonom pada tumor intramedular maupun pada
tumor ekstramedular merupakan gejala terakhir yang timbul setelah gangguan sensorik dan
motorik kecuali bila tumor terdapat pada konus medularis atau cauda equina. Tumor pada
cervical, torakal, dan lumbal bagian atas menimbulkan gejala dari disfungsi sfingter yaitu
peningkatan frekuensi dan urgensi dari miksi.10,11
(Byrne TN, Waxman SG. Spinal Cord Compression. Diagnosis and Principles of Management.
Philadelphia, Davis Company; 1990:49-50, 184-187)
34
dapat dilokalisasi dengan tepat, dan sering disertai rasa panas serta diperberat oleh gerakan dari
spinal. Pada kasus tumor intradural ekstra medular nyeri radikular sering merupakan keluhan
utama dan sering ada selama beberapa bulan atau tahun sampai diagnosis ditegakkan. Pada
kasus tumor intramedular sangat jarang ditemukan nyeri radikular, biasanya nyeri bersifat
funikular.12
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor yang
terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang menyebabkan nyeri
radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya biasanya hebat dan mengenai beberapa
radiks. Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali dengan gejala
TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema, gangguan penglihatan,
dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah
besar protein ke dalam likuor, yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen
subarakhnoid spinal, dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan
kejadian hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer.12 (National
Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and Spinal Cord Tumors - Hope
Through Research)
Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di sepanjang
medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang selevel dengan lokasi
tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor di tengah medula spinalis (pada
segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang menyebar ke dada depan (girdleshape pattern)
dan bertambah nyeri saat batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen
cervical dapat menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor
yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung atau nyeri
pada tungkai.12 (National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and
Spinal Cord Tumors - Hope Through Research)
3.2.6 Diagnosis
Diagnosis pada semua jenis tumor spinal dapat diketahui melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada tumor ekstramedular, gejala yang mendominasi adalah
kompresi serabut saraf spinalis, sehingga yang paling awal tampak adalah nyeri, mula-mula di
punggung dan kemudian di sepanjang radiks spinal. Seperti pada tumor ekstradural, nyeri
35
diperberat oleh traksi oleh gerakan, batuk, bersin atau mengedan, dan paling berat terjadi pada
malam hari. Nyeri yang menghebat pada malam hari disebabkan oleh traksi pada radiks saraf
yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari
gravitasi. Defisit sensorik berangsur-angsur naik hingga di bawah tingkat segmen medulla
spinalis 8,13
Untuk menegakkan diagnosis kerja dari kasus tumor spinal digunakan beberapa
pemeriksaan penunjang.
1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Modalitas utama diagnostik pada kasus tumor spinal adalah MRI dengan atau tanpa
kontras. MRI memungkinkan pencitraan resolusi tinggi, tidak hanya struktur tulang tetapi juga
struktur jaringan lunak serta MRI penting untuk diagnosis dini tumor spinal. Rangkaian MRI
yang rutin dilakukan pada diagnosis tumor spinal adalah sagittal dan axial T1 dan T2, sagittal
STIR, coronal T2 serta axial dan sagittal T1 dengan kontras. Penggunaan kontras penting untuk
deteksi tumor, delineasi, karakterisasi, dan grading. Kontras membantu membedakan apakah
kista atau tumor dan asal tumornya apakah dari sumsum tulang belakang, akar saraf, atau
kantung tekal. Pada tumor intradural-ekstramedula, tumor terletak di ruang subarachnoid antara
dura dan korda spinal. Tumor akan terlihat sebagai defek pengisian intradural dibatasi oleh
meniscus dengan pembesaran ruang subarachnoid dan deviasi dari korda spinal menjauhi massa.8
(Ravi N, Manjappa BH, Nagaraj BR, Naveen KG, Lakshmeesha MT, Ramesh V, et al. MRI
Evaluation of Different Spectrum of Spinal Tumors. SSRG Int J Med Sci. 2018;1(2).)
36
(A) Gambar skematik tumor Intradural-ekstramedula (B) Gambar MRI tumor intradural-
ekstramedula13
37
Gambar 3.6 X-ray Oblique kiri dari vertebra servikal menunjukkan pelebaran kanal neural C4/5.
(Ravi N, Manjappa BH, Nagaraj BR, Naveen KG, Lakshmeesha MT, Ramesh V, et al. MRI
Evaluation of Different Spectrum of Spinal Tumors. SSRG Int J Med Sci. 2018;1(2).)
4. CT-scan
CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan terkadang dapat
memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter
mendeteksi adanya edema, perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat
membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas tumor.13,14
3.2.8 Tatalaksana 15
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular
adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total dengan
menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intraduralekstramedular
dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada
post operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara
38
histologist dan tidak secara total di hilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi radiasi
post operasi.15,16
(Muir C. Management of spinal tumors. FALL 2011; 6(2): 25-29 )
Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :
1. Pembedahan
Pembedahan sejak dulu merupakan terapi utama pada tumor medulla spinalis. Pengangkatan
yang lengkap dan defisit minimal post operasi, dapat mencapai 90% pada ependymoma, 40%
pada astrositoma dan 100% pada hemangioblastoma. Pembedahan juga merupakan
penatalaksanaan terpilih untuk tumor ekstramedular. Pembedahan, dengan tujuan mengangkat
tumor seluruhnya, aman dan merupakan pilihan yang efektif.
2. Terapi radiasi
Tujuan dari terapi radiasi pada penatalaksanaan tumor medulla spinalis adalah untuk
memperbaiki kontrol lokal, serta dapat menyelamatkan dan memperbaiki fungsi neurologik.
Tarapi radiasi juga digunakan pada reseksi tumor yang inkomplit yang dilakukan pada daerah
yang terkena.
3. Kemoterapi
Penatalaksanaan farmakologi pada tumor intramedular hanya mempunyai sedikit
manfaat. Kortikosteroid intravena dengan dosis tinggi dapat meningkatkan fungsi neurologis
untuk sementara tetapi pengobatan ini tidak dilakukan untuk jangka waktu yang lama. Walaupun
steroid dapat menurunkan edema vasogenik, obat-obatan ini tidak dapat menanggulangi gejala
akibat kondisi tersebut. Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama dapat menyababkan ulkus
gaster, hiperglikemia dan penekanan system imun dengan resiko cushing symdrome dikemudian
hari. Regimen kemoterapi hanya meunjukkan angka keberhasilan yang kecil pada terapi tumor
medulla spinalis. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya sawar darah otak yang membatasi
masuknya agen kemotaksis pada CSS.15,16 (Muir C. Management of spinal tumors. FALL 2011;
6(2): 25-29 )
Tatalaksana pada tumor spinal bervariasi bergantung pada stabilitas tulang belakang,
status neurologis dan tingkat nyeri pasien. Kebanyakan tumor intraduralekstramedular dapat
direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post
operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara
histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapidengan terapi radiasi
39
post operasi. Pada kasus keganasan ditambahkan kemoterapi pada rencana pengobatan
pasien.15,16
Pada beberapa kasus, tumor intradural ekstramedula dapat tumbuh menonjol keluar ke
arah ekstraoraminal sehingga menyerupai bentukan dumbbell seperti pada gambar di atas.
Pembedahan dengan pendekatan posterior dapat dilakukan pada tipe I, IIa, IIIa, beberapa tipe
IIIb pada servikal atas dan beberapa tipe VI. Pada tipe IIa dan IIIa biasanya memerlukan total
facetectomi. Pendekatan anterior dan kombinasi anterior/posterior, direkomendasikan pada lesi
tipe IIb, IIc, dan IIIb dimana ekstensi ekstraforaminalnya berukuran besar. Rekonstruksi dengan
instrumentasi dibutuhkan pada beberapa tumor tipe IV, IIIb dan VI. Nyeri merupakan gejala
utama tumor spinal intradural ekstramedula. Untuk mengatasi nyerinya, dapata digunakan
beberapa pilihan golongan obat seperti NSAID, anti-konvulsan, antidepresan trisiklik, steroid
dan opioid. Untuk nyeri neuropatik, penggunaan gabapentin dan pregabalin menunjukkan
pengurangan gejala pada pasien.8,15,16
(Greenberg, Mark S. Handbook of Neurosurgery 8th Edition. Thieme. New York; 2016.)
3.2.9 Prognosis
Prognosis untuk proses penyembuhan dari defisit neurologis akibat kompresi korda
spinalis bergantung padadurasi dan keparahan dari kondisi pasien saat tatalaksana dimulai. Pada
kasus disfungsi sfingter dan disfungsi kandung kemih memiliki prognosis yang buruk. Tumor
spinal primer biasanya tidak bersifat metastasis dan umumnya memiliki prognosis hidup jangka
panjang yang lebih baik daripada tumor metastasis. (Granados S´anchez AM, Garc´ıa Posada
LM, Ortega Toscano CA, L´opez AL. Diagnostic Approach to Myelopathies Enfoque Diagn
´ostico de Las Mielopat´ıas. Rev Colomb Radiol. 2011;22(3):1–21)17
40
memberat sejak 4 bulan terakhir, nyeri memberat saat pasien tidur terlentang, saat melakukan
gerakan sujud dalam shalat, dan memberat saat pasien batuk, nyeri juga dirasakan sampai
belakang kepala. Nyeri tidak berkurang dengan obat pereda nyeri. Tidak ada keluhan mual dan
muntah, mulut merot, bicara pelo, pandangan ganda dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Sesuai dengan studi epidemiologi, tumor medulla spinalis intradura ekstramedula jenis
schwannoma adalah tumor yang paling sering terjadi dibanding jenis lain. Schwannoma lebih
sering dialami laki-laki dibanding perempuan. Pasien memiliki keluhan rasa baal dari dada
kebawah, yang dikonfirmasi dari hasil pemeriksaan sensorik dengan hipestesi setinggi segmen
Thorakal delapan. Manifestasi klinis berupa hipestesi yang ditimbulkan dari tumor medula
spinalis bergantung pada lokasi tumor dan memiliki karakteristik khas yang berbeda-beda. Pada
tumor esktradural biasanya menimbulkan keluhan nyeri yang sangat dominan sesuai dengan
lokasi dan penjalaran radiks dermatomal. Gangguan sensorik terjadi karena penekanan pada saraf
sensorik yang menyuplai persarafan pada organ tertentu, dalam hal ini adalah anggota gerak,
dada, perut dan punggung. Batas abnormal sensasi sensorik adalah setinggi vertebrae paling atas
yang mengalami penekanan oleh tumor. Rasa nyeri di punggung yang makin bertambah buruk
apabila batuk, bersin atau saat meregangkan otot dan dipengaruhi suhu.18,19
Westphal M. Intramedullary tumors. Dalam: Tonn JC, Westphal M, Rutka JT, editors. Oncology
of CNS tumor. London: Springer; 2010:688-708.
Manchikanti L, Singh V, datta S, Cohen SP, Hirsch JA. Comprehensive review of epidemiology,
scope, and impact of spinal pain. Pain Physician Journal. 2009; 12(1)
Pasien mengeluhkan nyeri di leher sampai belakang kepala sejak 1 tahun SMRS, sebelum
keluhan kelemahan motorik muncul. Manifestasi klinis berupa nyeri sering mendahului tanda
dan gejala neurologis. Pada tumor intradural ekstramedular munculnya nyeri berkaitan dengan
radiks saraf, oleh karena itu nyeri radikular yang bersifat kronik mendahului gejala-gejala
lainnya. Nyeri yang dirasakan terutama pada saat malam hari. Nyeri akan diperberat dengan
adanya maneuver valsasa seperti batuk dan mengedan karena maneuver tersebut akan
meningkatkan tekanan dan efek kompresi terhadap radiks saraf spinal terdekat dengan lokasi
tumor. Akibatnya nyeri akan terasa semakin berat saat pasien batuk, mengedan dan melakukan
gerakan yang meregang serabut saraf spinal. 18,19
Sejak 4 bulan SMRS pasien mengeluhkan adanya kelemahan yang berawal dari kaki dan
saat ini terasa lemah sampai tangan, dengan aktivitas sehari-hari yang sangat terbatas.
41
Progresifitas dari pembesaran tumor nantinya akan menimbulkan desakan lebih lanjut yang akan
memperparah gangguan neurologis seperti kelemahan motorik bergantung pada lokasi tumor dan
pola dermatomal inervasi saraf.18,19
Pada pemeriksaan motorik, didapatkan kelemahan kedua tungkai dengan nilai kekuatan
motorik 1/1, pemeriksaan refleks fisiologis ditemukan hiperefleks kedua tungkai (patella dan
achilles) dan refleks patologis (babinsky) didapatkan hasil positif. Kemudian, pada pemeriksaan
klonus pasien didapatkanhasil positif pada kedua tungkai . Gangguan motoris yang muncul
berupa gejala upper motor neuron (UMN) yaitu adanya gangguan hipertonik, hiperefleks, serta
mungkin terdapat paraparese maupun quadriparese bergantung pada setinggi level lesi.20
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) atau
kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan yang terjadi pada kerusakan
Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya
bisa dalam bentuk jaringan scar, atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus
intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang
berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot. Pada columna vertebralis terdapat
nervus spinalis, yaitu nervus servikal, thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh
pada nervus spinalis dari servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan
pada keempat anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah ini maka
akan berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi
komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat menyebabkankehilangan kontrol otot dan sensorik
secara total dari bagian dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi
kelumpuhan otot ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat
menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese flaksid.20
42
Gambar 3.7 Level cedera medula spinalis20
Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2015.
MRI diaggap sebagai modalitas terbaik untuk menggambarkan tumor spina. Umumnya
schwannoma tampak memberikan signal hipointens pada T1-weighted dan intensits heterogen
pada T2-weighted tergantung dari komponen di dalam schwannoma tersebut. Gambaran
hipointens pada T2-weighted di MRI sering berhubungan dengan perdarahan, densitas seluler
atau deposit kolagen.21
Rao UM, Perisetti BB, Reddy S, Lalitha J. Magnetic resonance evaluation of intradural spinal
tumors with histopathology correlation. Int J Res Med Sci. 2015; 3(11)
Diagnosa pasti (gold standard) ditegakkan berdasarkan gambaran histopatologi. Pada
pasien ini dilakukan pemeriksaan histopatologi cairan serebrospinal, dengan hasil ditemukannya
schwannoma. Spinal schwannoma intradural merupakan tumor jinak yang tumbuh lambat dan
berasal dari sel-sel pembungkus saraf spinal spinal yaitu sel Schwann.Scwannnoma merupakan
tumor intradural. Pada kasus tumor(schwannoma) karakteristik khas yang dapat ditemukan
adalah gross appearance yang massa nya dibatasi oleh jaringan degenerative variasi compact
spindle, hiposelular, mikrositik, yang mengandung banyak makrofag dan jaringan kolagen serta
adanya kapsul yang berbatas tegas.22
(Canbay S, Hasturk AE, Basmaci M, Erten F, Harman F. Management of thoracal and lumbar
chwannomas using a unilateral approach without instability: an analysis of 15 cases. Asian Spine
J. 2012
43
Pasien kemudian ditatalaksana secara farmakologis menggunakan agen neuroprotektor,
dan terapi simptomatis lain serta tatalaksana utama dengan pembedahan (removal tumor).
Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mereseksi jaringan tumor seluas-luasnya dengan
harapan dapat mempertahankan fungsi neurologis. Berdasarkan kepustakaan penatalaksanaan
untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular adalah dengan
pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan
fungsi neurologis secara maksimal. Tumor intradural - ekstramedular dapat direseksi secara total
dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor biasanya
diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik,
laser, dan mikroskop digunakan pada pembedahan tumor medula spinalis. Gejala klinis
umumnya terjadi akibat penekanan saraf radiks spinalis daerah lumbal dan karena
pertumbuhannya yang lambat gejala klinis berat biasanya terjadi setelah ukuran massa membesar
dan menekan radik spinalis. Intervensi bedah disarankan jika terjadi deficit neurologis yang
progresif. Eksisi total merupakan pilihan terbaik untuk meminimalisir kekambuhan dan
meningkatkan peluang kesembuhan.23
Avramov T, Kyuchukov G, Kiryakov I, Obreshkov N, Handjiev D. Result of spinal tumors surgery.
Journal of IMAB. 2009
BAB IV
PENUTUP
44
Tumor medula spinalis adalah tumor neurologi yang jarang terjadi dibandingkan tumor
kepala lainnya. Tumor medula spinalis dapat berupa tumor intradura intramedula dan intradura
ekstramedula serta ekstradura. Tumor intradura ekstramedula adalah jenis tumor yang paling
banyak, dan schwannoma (neurinoma) merupakan tumor ekstramedula terbanyak. Gejala yang
muncul pada tumor medula spinalis biasanya terjadi akibat efek kompresi tumor terhadap serabut
saraf spinal, sehingga mengganggu fungsi saraf spinal, yaitu gejala sensorik, motorik dan
otonom. Gejala paling banyak adalah nyeri yang kronik dan progresif, kelemahan ekstremitas,
parestesia, rasa baal, sampai konstipasi kronik.
Pasien Tn. AS 34 tahun datang dengan gejala kelemahan pada keempat anggota gerak
sejak 4 bulan SMRS. Awalnya lemah terasa di kaki, dan sekarang sampai kedua tangan. Sejak
satu tahun sebelumnya pasien mengeluh nyeri di leher, nyeri dirasakan memberat saat batuk dan
membungkuk. Saat ini pasien juga megeluh kurang rasa dari daerah dada sampai ke kaki.
Adanya kelemahan dan parestesi pada keempat anggota gerak, kurang rasa dari dada ke bawah
disertai nyeri local di leher yang kronik, mengarahkan kasus ini ke suatu proses neoplasma di
medula spinalis sebagai unit yang mengatur fungsi motorik dan sensorik serta dermatomal.
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan neurologis ditemukan adanya kelemahan motorik dengan
kelemahan lebih berat pada ekstremitas bawah, refleks Babinski (+), refleks fisiologis meningkat
disertai klonus, hipoestesi setinggi segmen thorakal 10. Berdasarkan hasil X-ray vertebra
ditemukan adanya , pemeriksaan PA juga ditemukan suatu schwannoma, dengan hasil MRI
yang mendukung.
DAFTAR PUSTAKA
45
1. Arnautovic K, Arnautovic A. Extramedullary intradural spinal tumors: a review of
modern diagnostic and treatment options and a report of a series. Bosnian journal of basic
medical sciences. 2009;9(Suppl1):S40.
2. Chamberlain MC, Tredway TL. Adult Primary Intradural Spinal Cord Tumors: A
Review.
2011;11:320–328.
3. Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print
4. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
5. Gates P. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology: Anatomy, Physiology, Signs,
Symptoms, 4th edition - By M. Baehr and M. Frotscher. 2006;36:557–557.
6. Ellis H. Clinically Oriented Anatomy 11th Edition. Blacwell Publishing New York.
2006;245:2534.
7. Chamberlain MC, Tredway TL. Adult Primary Intradural Spinal Cord Tumors: A
Review. 2011;11:320–328
8. Ravi N, Manjappa BH, Nagaraj BR, Naveen KG, Lakshmeesha MT, Ramesh V, et al.
MRI Evaluation of Different Spectrum of Spinal Tumors. SSRG Int J Med Sci.
2018;1(2). Available from: www.internationaljournalssrg. org/IJMS/2014/Volume1-
Issue2/ IJMS-V1I2P102.pdf.)
9. (Jeon JH, Hwang HS, Jeong JH, Park SH, Moon JG, Kim CH. Spinal Schwannoma;
Analysis of 40 Cases. 2008;43:135.)
10. Granados S´anchez AM, Garc´ıa Posada LM, Ortega Toscano CA, L´opez AL.
Diagnostic Approach to Myelopathies Enfoque Diagn´ostico de Las Mielopat´ıas. Rev
Colomb Radiol. 2011;22(3):1–21)
11. Byrne TN, Waxman SG. Spinal Cord Compression. Diagnosis and Principles of
Management. Philadelphia, Davis Company; 1990:49-50, 184-187)
12. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and Spinal Cord
Tumors - Hope Through Research
13. Greenberg, Mark S. Handbook of Neurosurgery 8th Edition. Thieme. New York; 2016.)
46
14. Serban D, Calina NA, Exergian F, Podea M, Zamfir C, Morosanu E, et al. The upper
cervical spine tumor pathology C1-C2- therapeutic attitude. Romanian Nurosurgery
Journal. 2012;
15. Raj VS and Lofton LT. Invited review: rehabilitation and treatment of spinal cord
tumors. The Journal of Spinal Cord Medicine. 2013; 36(1):1-8.
16. Muir C. Management of spinal tumors. FALL 2011; 6(2): 25-29
17. Putz C, van Middendorp JJ, Pouw MH, Moradi B, Rupp R, Weidner N, et al. Malignant
cord compression: a critical appraisal of prognostic factors predicting functional outcome
after surgical treatment. J Craniovertebr Junction Spine. 2010
18. Westphal M. Intramedullary tumors. Dalam: Tonn JC, Westphal M, Rutka JT, editors.
Oncology of CNS tumor. London: Springer; 2010:688-708.
19. Manchikanti L, Singh V, datta S, Cohen SP, Hirsch JA. Comprehensive review of
epidemiology, scope, and impact of spinal pain. Pain Physician Journal. 2009; 12(1)
20. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2015.
21. Rao UM, Perisetti BB, Reddy S, Lalitha J. Magnetic resonance evaluation of intradural
spinal tumors with histopathology correlation. Int J Res Med Sci. 2015; 3(11)
22. Canbay S, Hasturk AE, Basmaci M, Erten F, Harman F. Management of thoracal and
lumbar chwannomas using a unilateral approach without instability: an analysis of 15
cases. Asian Spine J. 2012
23. Avramov T, Kyuchukov G, Kiryakov I, Obreshkov N, Handjiev D. Result of spinal
tumors surgery. Journal of IMAB. 2009
47