Anda di halaman 1dari 55

DIPHTHERIA

RENNY BAGUS, dr, SpA.


JAMES T, dr,SpA ,
Annet R, Sp.A
Helena M, Sp.A

LAB / SMF Ilmu Kesehatan Anak


FK UNCEN / RSUD DOK II
JAYAPURA
Masalah kesehatan

Apa Dampak

Diagnosis Tata laksana


DEFINISI:

• penyakit infeksi toksik akut


• sangat menular
• penyebab: Corynebacterium diphtheriae
• pembentukan pseudomembran pada kulit dan/atau
mukosa
ETIOLOGI
Corynebacterium diphtheriae:
. batang gram positif, tidak bergerak,
pleiomorphic, tdk berkapsul, tdk membentuk
spora, mati pd 60 C, tahan beku & kering
tumbuh aerob, media mengandung K-telurit/
Loeffler
ETIOLOGI

3 tipe Corynebacterium diphtheriae:


• gravis, intermedius, mitis
•Banyak tipe serologis
•Membentuk eksotoksin, BM 62000 dalton, terdiri
dari 2 fragmen: A dan B
EPIDEMIOLOGI

•tersebar luas di seluruh dunia


•Mortalitas 5-10% R.Infeksi & Ped. Tropik 1993:0
•80% kasus <15 tahun tgt.imunitas populasi
•Penularan: droplet mell.Batuk, bersin, bicara
•Muntahan & debu sbg wahana transmisi

•Difteri kulit berperan dlm .kekebalan populasi


. wabah difteri fucial
DISTRIBUSI KLB DIPHTERI DI JATIM TH 2000 – 2012 ( 8 Peb 2013 )

40 JML MATI JML Kasus 1000


954
900
35
800
30

bagaimana
700
665
25
600

situasi
20 500

400
15

DIFTERI
304 300
10
200

di jawa timur
140
5
86 89 100
71 76
57 52 44
4
36 5
30 4 9 40
2 0 1 1 1 2
32 0 1 1 0 4 4 4 6 12 8 21 20 37 3
23 20 17 18 16 11 15
0 0 5 0
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
bwk keren
Tahun
PATOGENESIS DAN
PATOFISIOLOGI
Kuman masuk mukosa/ kulit

Melekat & berbiak toksin

Merembes ke sekeliling

Menyebar ke seluruh tubuh mell. Limfe & darah


C. Diphtheriae non-toksigenik

Bakteriophage

C.diphtheriae toksigenik

TOKSIN
Toksin difteri
Efek toksik pd jar tubuh: hambatan pembentukan
protein
Inaktivasi enzim translokase
Pembentukan protein dalam sel  penggabungan 2
asam amino diikat 2 tRNA
Pembentukan polipeptida  ditambahkan asam amino
lain  memerlukan proses translokasi
Toksin difteri ( fragmen B)  menempel
pd membran sel
Toksin difteri (fragmen A)  masuk sel 
inaktivasi enzim translokase
Figure 2a. The
Diphtheria
Toxin (DT)
Monomer
A (red) is the
catalytic
domain; B
(yellow) is the
binding domain
which displays
the receptor for
cell attachment;
T (blue) is the
hydrophobic
domain
responsible for
insertion into
the endosome
membrane to
secure the
release of A. The
protein is
illustrated in its
"closed"
configuration.
Figure 3. Uptake and
activity of the
diphtheria toxin in
Eukaryotic cells
The figure above was
redrawn from the
Diphtheria Toxin
Homepage at UCLA.
A represents the A/B
toxin's A (catalytic)
domain; B is the B
(receptor) domain: T is
the hydrophobic
domain that inserts into
the cell membrane.
MANIFESTASI KLINIK
•Variasi gejala: tanpa gejala hipertoksik & fatal
-Faktor-faktor: - primer: imunitas, virulensi/
toksinogenesitas C.diphth., lokasi anatomis
- lain-lain: umur, peny sistemik penyerta,
peny pada nasofaring
•Masa tunas: 2-6 hari
•Demam <38,90 C
•Gejala lain tgt lokalisasi penyakit
DIPHTHERIA HIDUNG
•Mula-mula mirip common cold
•Sekret hidung berangsur jadi serosanguinous
mukopurulen lecet pada nares & bibir atas
•Membran putih pada septum nasi
•Absorpsi toksin lambat; gejala sistemik sedikit
diagnosis lambat
DIPHTHERIA TONSIL-
FARING
•Anoreksia, malaise, demam ringan, nyeri telan
•Membran melekat, putih-kelabu dalam 1-2 hari menutup
tonsil & dinding faring, meluas ke uvula & palatum molle
atau ke laring & trakhea
•Dpt terjadi lymphadenitis cervicalis & submandibularis,
bila + edema jar lunak leher bullneck
•Kasus ringan: membran lepas dlm 7-10 hari
•Sedang: sembuh berangsur; dpt+miokardiopati/neuropati
•Berat: gagal nafas/sirkulasi, paralisis palat. molle, ke-†
Manifestasi klinis
DIPHTHERIA
LARING
•Perluasan difteri faring; bila primer gejala terutama
obstruksi sal nafas atas. Bila perluasan, disertai gejala
toksemia
•Gejala infectious croup: nafas bunyi, stridor progresif,
suara parau, batuk kering. Bila berat: retraksi
suprasternal, subcostal, supraclavicular
•Pelepasan membran  menutup jalan nafas  ke-†
•Berat: membran meluas ke percab, trakheo-bronkhial
Manifestasi klinis

DIFTERI
KULIT,VULVOVAG.,KONJUNG.,TELINGA
•Difteri kulit: tukak tepi jelas, membran pada
dasar
•Difteri mata: lesi konjungtiva berupa
kemerahan, edema & membran pada
konjungtiva palpebra
•Difteri telinga: otitis eksterna, sekret purulen
& bau
DIAGNOSIS

•Klinis
•Penentuan kuman: isolasi C.diphtheriae,
dilanjutkan tes toksinogenesitas vivo
(marmut) & vitro (tes Elek)
•PCR
Diagnosis banding

DIAGNOSIS BANDING
Difteri hidung:
•Rhinorrhea (common cold, sinusitis, adenoiditis)
•Benda asing
•Snuffles (lues congenita)
Difteri faring:
•Tonsilitis membranosa akuta ok Streptokokus
•Mononucleosis infectiosa
•Tonsilitis herpatica primer
•Blood dyscrasia
•Pasca tonsilektomi
Diagnosis banding

Difteri Laring
•Infectious croup yang lain
•Spasmodic croup
•Angioneurotic edema pada laring
•Benda asing
Difteri Kulit
•Impetigo
•Infeksi streptokokus/ stafilokokus
Komplikasi
Bagaimana “
membuat DIFTERI “
• Kerusakan sel akibat tidak mampu
protein (sampai di-peptida saja)

menyebabkan
Miokarditis : kerusakan sel miokard (akhir mgg 1)
Block : udema akibat kerusakan sel dan kematian sel saraf,
putusnya hubungan antara SA node dan AV node, total AV
blok, RBBBkematian
atau LBBB, (mgg ke 2) ...?
Acute Kidney Injury : gangguan faal ginjal, (mgg ke-2-3)
Paralisa saraf lokal : pallatum molle paralisis, (mgg ke 2)
Paralisa nervi cranialis : strabismus, diplopia, (mgg ke 3-
4)
Miokarditis
Paralisa itu: parese
nervus perifer ada tangan
dan &mematikan
kaki, (mgg ke 6-8)
 sequelae minimal
KOMPLIKASI

myocar PARALISA
SYARAF
PARALISA PARALISA
ditis LOKAL
NERVE
PERIFER
NERVE
PERIFER

Mggu ke 12 3 4 5 6 7 8 9 10

BLOCK PARALISA
NERVE KOMPLIKASI YG LAIN :
CRANIALIS
 Endocarditis
AKUT
KIDNEY
 Arthritis
INJURI
 osteomyelitis
Tata laksana

TATA LAKSANA

1. Isolasi dan karantina


Isolasi penderita: sampai biakan (-) 3x berturut-turut
Kontak: isolasi sampai terlaksana
• biakan hidung-tenggorok
• tes Schick (kerentanan thd difteri)
• gejala klinis diikuti sampai masa tunas lewat
Bila imunisasi dasar lengkap: booster
Tata laksana

Tata Laksana Epidemiologis

Hasil Kultur Tes Schick Tindakan


– – Bebas isolasi
+ – Terapi carrier
+ +, gejala (–) ADS + Penisilin
– + Toksoid
(imunisasi aktif)
Tata laksana
2. Pengobatan
•Umum: istirahat mutlak ±2 minggu, cairan/ diit
adekuat, jaga nafas tetap bebas, kelembaban udara.
Trakheostomi bila: gelisah, iritabel & gangguan
pernafasan progresif
•Khusus:
-antitoksin; serum anti difteri (ADS) segera sedia
adrenalin 1:1000 dalam semprit; didahului tes
kulit/tes kojungtiva
Dosis ADS: 20.000 – 120.000 KI secara tetesan intra
vena dalam larutan 200cc dalam kira-kira 4 jam
Tata laksana

-antimikrobial: untuk menghentikan produksi toksin


Procain penic 50.000 – 100.000 KI/Kg/hari atau
eritomisin 40 mg/Kg/hari
-kortikosteroid: kontroversi
Ruang infeksi & pediatri tropik: pada obstruksi
sal nafas atas dan miokarditis
-pengobatan penyulit: terutama ditujukan menjaga
hemodinamika tetap baik
Tata laksana

Pengobatan carrier

Carrier: tidak menunjukkan keluhan, Schick (-),


mengandung C.diphth. dalam nasofaring

Penisilin oral atau suntikan, atau eritomisin 1 minggu

Mungkin perlu tonsilektomi/ adenoidektomi


Tata laksana

PENCEGAHAN

•Umum: kebersihan & pengetahuan ttg


bahaya penyakit
•Khusus: imunisasi DPT & pengobatan
carrier
IMUNITAS
•Tes kekebalan:
•*Schick: menentukan kerantanan thd difteri;
disuntikkan toksin difteri (dilemahkan) intrakutan. Tes
positif bila tak terdapat kekebalan antitoksik (terjadi
nekrosis jaringan)
•*Moloney: menentukan sensitivitas thd produk kuman
difteri. Tes positif berarti:-tertdp pengalaman dengan
basil difteri sebelumnya hipersensitivitas-pemberian
toksoid difteri bisa akibatkan reaksi
•Kekebalan pasif: dari ibu dan suntikan antitoksin
•Kekebalan aktif: dgn menderita sakit, inapparent inf,
imunisasi toksoid difteri
ELEK TES

Tes untuk menentukan virulensi bakteri C.


Diphteri
Memakai kertas filter ditempelkan pada daerah
dengan pertumbuhan kuman banyak di tunggu 24
jam kuman toksigenik  reaksi muncul garis
2x pada filter
ALERGI ADS /ATS

Secara Bedreska

0,05 cc menggunakan lar 1:20 Sc

0,1 cc menggunakan lar 1: 20 Sc

0,1cc menggunakan lar 1: 10 Sc

0,1cc tidak dilarutkan Sc

0,3cc tidak dilarutkan Im

0,5cc tidak dilarutkan Im

0,1cc tidak dilarutkan Iv


SURVILANCE DIPHTERIA

Kasus Suspek
• adalah orang dengan gejala Laringitis,
Nasofaringitis atau Tonsilitis ditambah
pseudomembrane putih keabuan yang
tak mudah lepas dan mudah berdarah di
faring, laring, tonsil.
Kasus Probable
Adalah orang dengan suspek difteri ditambah salah
satu dari :
 Pernah kontak dengan kasus (<2 minggu)
 Ada didaerah endemis difteria
 Stridor , Bullneck
 Pendarahan Submucusa atau petechiae pada kulit
 Gagal jantung toxic,
 Gagal ginjal akut
 Myocarditis and/or kelumpuhan motorik 1 s/d 6
minggu setelah onset
 Mati
Kasus konfirmasi
• orang kasus probable yang hasil isolasi
ternyata positiv C difteriae yang toxigenic
(dari usap hidung, tenggorok, ulcus kulit,
jaringan, conjunctiva, telinga, vagina)
atau
• serum antitoxin meningkat 4 kali lipat atau lebih
(hanya bila kedua sampel serum diperoleh sebelum
pemberian toxoid difteri atau antitoxin)
Apa yg harus
dilakukan jika
terjadi kasus
difteri ...
PROFILAKSIS ERITROMISIN
 Diberikan untuk Profilaksis secepat nya .

 Dosis : 50mg / kg BB / hari

 Waktu pemberian : 4 X sehari

 Lama Pemberian : 7 hari

 Cara pemberian : Setelah makan

 Pada Anak : 250 mg , 4 X sehari

 Balita : Sirup

 Dewasa : 500 mg , 4 X sehari

 Pantau : Pengawasan minum Obat ; Jangan D O

 Efek samping : Perih ; diare


SURVEY CAKUPAN IMUNISASI

 MENCARI SEBANYAK 30-40 BALITA SEKITAR RUMAH


PENDERITA

 MENANYAKAN STATUS IMUNISASI DPT1, DPT2, DPT3, &


DT

 MENANYAKAN KENAPA TIDAK IMUNISASI ( TAK


LENGKAP), BILA IMUNISASINYA TAK LENGKAP
SURVEILANS INTENSIV

 EDARAN SEBAGAI PERINGATAN (SKD-KLB) UNTUK


PELAPORAN KASUS DENGAN GEJALA SERUPA

 KESIAPAN LOGISTIK DAN TENAGA MENGHADAPI KLB

 PERHATIAN SERIUS PADA PASIEN DENGAN GEJALA ISPA

 KOORDINASI LEBIH INTENSIV KEPADA SELURUH


JAJARAN KESEHATAN

 PENINGKATAN PADA UPAYA MANAJEMEN IMUNISASI &


IMUNISASI RUTIN

 DLL
EVALUASI :
- tetap dilakukan surveilans intensiv

- pengobatan prohilaksis selesai

- bagi kontak yg masih POSITIP (+), obati lagi


dan ganti eritromisin ( original product )

- Bila Kontak sudah NEGATIP,ya..alhamdulillah ...!

Anda mungkin juga menyukai