Anda di halaman 1dari 2

THERMOREGULATION, HYPOTHERMIA AND MALIGNANT HYPERTHERMIA

1. THERMOREGULATION AND HYPOTHERMIA


FISIOLOGI THERMOREGULATION
Hipotermia biasanya didefinisikan sebagai temperatur tubuh kurang dari 36 0c, dapat
terjadi selama anastesi dan pembedahan. Hipotermia perioperatif banyak terjadi pada
pasien dengan usia yang tua dan pasien yang akan menjalani operasi abdomen atau durasi
operasi yang lama. Khususnya dengan temperatur suhu yang dingin di kamar operasi. Hal ini
sering terjadi pada setiap pasien, kecuali kalau mengambil langkah –langkah untuk
pencegahannya.
Hipotermia dapat menurunkan kebutuhan metabolisme oksigen dan dapat
memproteksi iskemik serebral atau cardiac. Tetapi hipotermia dapat merusak banyak efek
fisiologi seperti: cardiac aritmia dan iskemik, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer,
‘left shift’ pada hemoglobin-oksigen kurva saturasi, reversibel koagulopati (disfungsi
platelet), peningkatan katabolisme protein post operasi dan respon stres, mengubah status
mental, mengganggu fungsi ginjal, metabolisme obat terlambat, penyembuhan luka
terlambat, dan meningkatkan resiko infeksi.
Temperatur inti tubuh normalnya sama dengan temperatur vena sentral (kecuali
selama periode relatif cepat perubahan temperatur seperti yang bisa terjadi selama perfusi
ekstracorporeal). Ketika tidak ada yang mencoba menghangatkan pasien anastesi
temperatur inti biasanya menurun 1-20C selama jam pertama anastesi general (fase 1).
Diikuti dengan penurunan secara bertahap 3-4 jam berikutnya (fase 2). Akhirnya sampai
pada fase yang tetap (fase 3). Dengan anastesi general, epidural atau spinal redistribusi
panas dari compartemen suhu sentral (seperti abdomen dan thorak) menjadi jaringan perifer
yang lebih dingin (seperti lengan dan kaki) dari vasodilatasi anastesi induksi menjelaskan
penurunan awal pada temperatur selama fase 1, dengan kehilangan panas yang sebenarnya
dari pasien ke lingkungan memiliki konstribusi yang kecil. Selanjutnya kahilangan panas ke
lingkungan manggambarkan respon primer penurunan selanjutnya lebih lama selama fase ke
2, pada fase stabil kehilangan panas setara dengan produksi metabolisme panas.

Pada keadaan normal pasien tanpa anastesi hipotalamus mengatur temperatus suhu
tubuh dengan toleransi yang sempit, rentang ambang batas suhu, dengan ambang untuk
berkeringat dan vasodilatasi saat satu extrem. Dan ambang untuk vasokonstriksi dan
menggigil. Agen anastesi menghambat termoregulasi pusat dengan cara mengganggu respon
reflek hipotalamus. Seperti contoh produksi isoflurene dose-dependent menurunkan
ambang temperatur penyebab vasokonstriksi (30C menurun untuk persentase inhalasi
isoflurane). Anastesi general dan regional meningkatkan rentang ambang batas, walaupun
dengan mekanisme yang berbeda. Anastesi spinal dan epidural seperti anastesi umum,
menyebabkan hipotermia karena menyebabkan vasodilatasi dan dan redistribusi panas
internal. Sehingga mengiringi penurunan nilai dari anastesi regional yang memberikan
kehilangan panas berlanjut seperti sesuai dengan yang diubah persepsi suhu dari
hipotalamus sesuai dengan suhu dermatom anastesi dari pada efek obat sentral seperti
dengan anastesi umum.
2. Intraoperative consideration
Suhu dingin udara sekitar ruang operasi, paparan yang lama dapat memperbesar luka dan
dapat memperbesar jumlah room-termperature cairan intravena atau aliran yang tinggi dari
gas yang tidak beruap dapat berkontribusi terjadi hipotermia. Menghangatkan pasien untuk
setengah jam dengan forced-air selimut penghangat mencegah hipotermia fase 1 dari
eliminasi sentral-perifer gradien temperatur. Metode untuk meminimalkan hipotermia fase 2
dari kehilangan panas selama anastesi termasuk menggunakan selimut udara penghangat
dan selimut air penghangat. Humidikasi panas gas inspirasi, menghangatkan cairan intravena
dan meningkatkan suhu sekitar ruang operasi.

POST OPERATIVE CONSIDERATION

Gemetaran dapat terjadi di postanasthesia care unit (PACUs) atau unit kritikal care sebagai
hasil dari hipotermia sebenarnya atau efek dari neurologi dari agen anastesi . gemetaran
sering terjadi setelah post partum. Gemetaran sebagi contoh efek tubuh untuk
meningkatkan produksi panas dan meningkatkan temperatur tubuh yang mungkin
berhubungan dengan vasokontriksi. Kedaruratan dari anastesi singkat kadang bisa
menyebabkan gemetaran meskipun gemetaran bisa juga menyebabkan tanda-tanda
nonspesific neurology (posturing, clonus, atau tanda babinski) yang kadang diobservasi
selama kegawat daruratan, gemetaran juga sering berhubungan dengan hipotermia dan
anatesi yang mudah menguap. Terlepas dari mekanisme nya , gemetran sering muncul
setelah operasi yang lama dan penggunaan agen yang mudah menguap dengan konsentrasi
yang lebih banyak. Terkadang bisa menyebabkan hipertermia (38-39) dan asidosis metabolik
atau keduanya yang

Anda mungkin juga menyukai