MYELOPATI
Oleh
Mardhiyatul Aflah
NIM. 1708436509
Pembimbing:
dr.Sucipto,Sp.S
STATUS PASIEN
Nama koass Mardhiyatul Aflah
NIM 1708436509
Pembimbing dr. Sucipto Sp.S
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Tn. Z
Umur 35 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Alamat Rupat, Bengkalis
Agama Islam
Status perkawinan Menikah
Pekerjaan Petani
Tanggal masuk RS 21 April 2019
Medical record 0098855xx
II. ANAMNESIS
1
3 minggu SMRS, pasien mengeluhkan kelemahan anggota gerak bawah
semakin memberat. Pasien juga mulai mengeluhkan kebas pada kedua tungkai.
Pasien juga mengeluhkan sulit BAB dan BAK. Pasien kemudian berobat ke
RSUD Bengkalis kemudian dirujuk ke RSUD Arifin Achmad.
Riwayat kebiasaan
- Pasien seorang petani karet
Resume anamnesis
Tn. Z umur 35 tahun datang ke IGD RSUD Arifin Achmadi Pekanbaru
dengan kelemahan anggota gerak bawah sejak 2 bulan SMRS. Sejak 3 bulan
SMRS pasien mengeluhkan nyeri pada punggung yang menjalar ke pinggang. 2
bulan SMRS, pasien mulai mengeluhkan kelemahan anggota gerak bawah dan
juga kebas. Pasien berobat ke RSUD Bengkalis kemudian dirujuk ke RSUD
2
Arifin Achmad. Pasien juga mengeluhkan terdapat benjolan pada leher kanan
yang sudah pecah mengeluarkan nanah sejak 1 tahun SMRS.
III. PEMERIKSAAN
A. Keadaan umum
Tekanan darah : kanan : 130/80 mmHg kiri : 130/80 mmHg
Denyut nadi : kanan : 102x/menit, teratur
kiri : 102x/menit, teratur
Jantung : HR : 102x/menit, irama regular
Paru : respirasi : 20x/menit, tipe abdomino-torakal
Status gizi : berat badan : 76 kg tinggi badan:170 cm
IMT : 26,3 kg/m2 (Kesan: overweight)
Lain-lain : suhu tubuh : 37oC
B. Status neurologik
1) Kesadaran : Composmentis, GCS E3M6V4
2) Fungsi luhur : normal
3) Kaku kuduk : tidak ditemukan
4) Saraf kranial
1. N. I (Olfactorius)
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau Normal Normal Normal
2. N. II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan Normal Normal
Lapang pandang Normal Normal Normal
Pengenalan warna Normal Normal
3. N. III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm Normal
3
Gerak bola mata Tidak terbatas Tidak terbatas
Refleks pupil
Langsung (+) (+)
Tidak langsung (+) (+)
4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Tidak terbatas Tidak terbatas Normal
5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Normal Normal
Sensibilitas Normal Normal Normal
Refleks kornea (+) (+)
6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Tidak terbatas Tidak terbatas
Strabismus (-) (-) Normal
Deviasi (-) (-)
7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Tic (-) (-)
Motorik
Mengerutkan dahi Normal Normal
Mengangkat alis Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Normal
Sudut mulut Tertarik ke kanan Tertarik ke kiri
Lipatan nasolabial Tertarik ke kanan Tertarik ke kiri
Daya perasa Normal Normal
Tanda chovstek (-) (-)
8. N. VIII (Vestibulocochlear)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran Normal Normal Normal
4
9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus faring Normal Normal
Daya perasa Normal Normal Normal
Refleks muntah (+) (+)
10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus faring Normal Normal
Normal
Dysfonia (-) (-)
11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Normal Normal
Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
5
Trofi Atrofi Atrofi
Ger. Involunter (-) (-)
Abdomen
Trofi Eutrofi Eutrofi
Reflek abdominal
Gerakan involunter (-) (-)
(-)
Reflek abdominal (-) (-)
V. SISTEM SENSORIK
Kanan Kiri Keterangan
Raba Menurun T10 Menurun T10 Hipoestesia pada
Nyeri Menurun T10 Menurun T10 dermatom
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan segmen T10 ke
Proprioseptif Tidak dilakukan Tidak dilakukan bawah
VI. REFLEKS
Kanan Kiri Keterangan
Refleks Fisiologis
Biseps (++) (++)
Triseps (++) (++)
Reflek fisiologis
KPR (+++) (+++)
(+++) (+++) (Hipereflek)
APR
Refleks patologis
Babinski (+) (+)
Chaddock (-) (-)
Hoffman-Tromer (-) (-) Refleks patologis (+)
Refleks primitif
Palmomental (-) (-)
Snout (-) (-)
6
Tes tumit-lutut Sulit dinilai Sulit dinilai
Gait Tidak dilakukan Tidak dilakukan Sulit dinilai
Tandem Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Romberg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
X. RESUME PEMERIKSAAN
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS 13 (E3M6V4)
Tekanan darah : Normal
Pernafasan : Normal
Nadi : Normal
Fungsi luhur : Normal
Rangsang meningeal : (-)
Saraf kranial : Normal
Motorik : Derajat kekuatan motorik ekstremitas superior dextra 5
Derajat kekuatan motorik ekstremitas superior sinistra 5
Derajat kekuatan motorik ekstremitas inferior dextra 2
Derajat kekuatan motorik ekstremitas infeior sinistra 2
Paraparesis inferior
7
Sensorik : Hipoestesia pada dermatom segmen T10-S5
Koordinasi : Sulit dinilai
Otonom : Tes keringat (-), konstipasi (+)
Refleks :
- Fisiologis : Hipereflek
- Patologis : (+ /+)
Pemeriksaan lain : Valsava test (+), Naff ziger (+)
8
Kimia darah (20 April 2019)
- Gula darah sewaktu : 124 mg/dl
- Albumin : 3.6 g/dl
- AST : 16 U/L
- ALT : 16 U/L
Kadar elektrolit serum (20 April 2019)
- Na : 133 mmol/L
- K : 4.3 mmol/L
- Cl : 100 mmol/L
Kesan :
- Kompresi Thorakal 10
9
MRI torakal dengan kontras (22 April 2019)
Kesan :
Kompresif pada korpus vertebra Th 10-11 dengan penekanan fragmen
posterior ke canalis spinalis dan medulla spinalis disertai perubahan
signal korpus vertebra Th10-11 disertai dengan penebalan jaringan
lunak paravertbra setinggi Th9-12 yang memberikan enhancement ec.
Susp.Spondilitis
10
XV. RENCANA TERAPI
- IVFD RL 20 tpm
- OAT kategori 1
- Inj. Tramadol 3x100 mg IV
- Inj. Gabapentin 2x100 mg IV
- Inj. Mecobalamin 3x500 mg IV
- Inj. Ranitidine 2x125 mg IV
- Konsul dokter spesialis ortopedi
XVI. FOLLOW-UP
Selasa, 23 April 2019
S : kelemahan anggota gerak bawah, nyeri pada punggung (+), sulit BAB (+),
kebas (+)
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS E3M6V4
Tekanan darah : 130/80 mmHg Respirasi : 20 x/menit
Frekuensi nadi : 90 x/menit Suhu : 36,6oC
Status generalis dalam batas normal
Status neurologis
- N. cranialis : dalam batas normal
- Motorik : 5 5
2 2
- Sensorik : Hipoestesia T10-S5
- Otonom : Keringat (-)
- Refleks fisiologis : + +
++ ++
- Refleks patologis : Babinski (+)
A : Myelopati thorakal ec.Susp. Spondilitis TB
P : IVFD RL 20 tpm Konsul ortopedi : Spondilitis
OAT kategori 1 TB Th.10 Susp. TB +abses
Inj. Tramadol 3x100 mg IV paravertebra
Inj. Gabapentin 2x100 mg IV R/Decompresi + Stabilisasi
11
Inj. Mecobalamin 3x500 mg IV
Inj. Ranitidine 2x125 mg IV
Laxadine syr. 1x 30 cc
Rabu, 24 April 2019
S : kelemahan anggota gerak bawah, nyeri pada punggung (+), sulit BAB (+),
kebas (+)
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS E3M6V4
Tekanan darah : 130/80 mmHg Respirasi : 26 x/menit
Frekuensi nadi : 94 x/menit Suhu : 36,7oC
Status generalis dalam batas normal
Status neurologis
- N. cranialis : dalam batas normal
- Motorik : 5 5
2 2
- Sensorik : Hipoestesia segmen T10-S5
- Otonom : Kontipasi (+)
- Refleks fisiologis : + +
++ ++
Refleks patologis : Babinski (+)
A : Myelopati thorakal ec. Spondilitis TB
P : IVFD RL 20 tpm
OAT kategori 1
Inj. Tramadol 3x100 mg IV
Inj. Gabapentin 2x100 mg IV
Inj. Mecobalamin 3x500 mg IV
Inj. Ranitidine 2x125 mg IV
Laxadine syr. 1x 30 cc
Kamis, 25 April 2019
S : kelemahan anggota gerak bawah, nyeri pada punggung (+), sulit BAB (+),
kebas (+)
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang
13
Kesadaran : Composmentis, GCS E3M6V4
Tekanan darah : 130/80 mmHg Respirasi : 26 x/menit
Frekuensi nadi : 96 x/menit Suhu : 36,7oC
Status generalis dalam batas normal
Status neurologis
- N. cranialis : dalam batas normal
- Motorik : 5 5
2 2
- Sensorik : Hipoestesia segmen T10-S5
- Otonom : Kontipasi (+)
- Refleks fisiologis : + +
++ ++
- Refleks patologis : Babinski (+)
A : Myelopati thorakal ec. Spondilitis TB
P : IVFD RL 20 tpm
OAT kategori 1
Inj. Tramadol 3x100 mg IV
Inj. Gabapentin 2x100 mg IV
Inj. Mecobalamin 3x500 mg IV
Inj. Ranitidine 2x125 mg IV
Laxadine syr. 1x 30 cc
Jumat, 26 April 2019
S : kelemahan anggota gerak bawah, nyeri pada punggung (+), sulit BAB (+),
kebas (+)
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS E3M6V4
Tekanan darah : 120/80 mmHg Respirasi : 24 x/menit
Frekuensi nadi : 90 x/menit Suhu : 36,4oC
Status generalis dalam batas normal
Status neurologis
- N. cranialis : dalam batas normal
- Motorik : 5 5
14
2 2
- Sensorik : Hipoestesia segmen T10-S5
- Otonom : Kontipasi (+)
- Refleks fisiologis : + +
++ ++
- Refleks patologis : Babinski (+)
A : Myelopati thorakal ec. Spondilitis TB
P : IVFD RL 20 tpm
OAT kategori 1
Inj. Tramadol 3x100 mg IV
Inj. Gabapentin 2x100 mg IV
Inj. Mecobalamin 3x500 mg IV
Inj. Ranitidine 2x125 mg IV
Laxadine syr. 1x 30 cc
OAT kategori 1
Sabtu, 27 April 2019
S : kelemahan anggota gerak bawah, nyeri pada punggung (+), kebas (+)
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS E3M6V4
Tekanan darah : 130/80 mmHg Respirasi : 20 x/menit
Frekuensi nadi : 93 x/menit Suhu : 37oC
Status generalis dalam batas normal
Status neurologis
- N. cranialis : dalam batas normal
- Motorik : 5 5
2 2
- Sensorik : Hipoestesia segmen T10-S5
- Otonom : Kontipasi (+)
- Refleks fisiologis : + +
++ ++
- Refleks patologis : Babinski (+)
A : Myelopati thorakal ec. Spondilitis TB
15
P : IVFD RL 20 tpm
OAT kategori 1
Inj. Tramadol 3x100 mg IV
Inj. Gabapentin 2x100 mg IV
Inj. Mecobalamin 3x500 mg IV
Inj. Ranitidine 2x125 mg IV
Laxadine syr. 1x 30 cc
OAT kategori 1
16
PEMBAHASAN
1. Myelopati
1.1 Anatomi tulang belakang
Tulang belakang (vertebra) terdiri dari 33 tulang: 7 buah tulang cervical, 12
buah tulangthoracal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral dan 4 tulang
coccygeus. Tulang cervical,thoracal dan lumbal membentuk columna vertebralis,
sedangkan tulang sacral dan coccygeussatu sama lain menyatu membentuk dua
tulang yaitu tulang sacrum dan coccygeus. Discusintervertebralis merupakan
penghubung antara dua corpus vertebra.
17
Gambar 2. Anatomi tulang belakang
18
Gambar 4. Vaskularisasi tulang belakang
19
1.2 Definisi
Compressive Non-compressive
Trauma (bone lesion, HNP, perdarahan Toxic substances and physical agents
epidural) (lathyrism, arsenic, tri-ortho-cresyl
phosphate, nitric oxide, intrathecal
methotrexate, radiation, electric injury)
20
Syringomyelia
2. Spondilitis Tuberkulosis
2.1 Definisi
Spondilitis tuberkulosis yang disebut juga pott’s disease of the spine.
Spondilitis tuberkulosa adalah suatu peradangan tulang vertebra yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosa.1
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO, kasus baru TB di dunia lebih dari 8 juta per
tahun. Diperkirakan 20-33% dari penduduk dunia terinfeksi oleh
Mycobacteriumtuberculosis. Indonesia adalah penyumbang terbesarketiga setelah
India dan China yaitu dengan penemuan kasus baru 583.000 orang pertahun,
kasus TB menular 262.000 orang dan angka kematian 140.000 orang pertahun.1,2
Kejadian TB ekstrapulmonal sekitar 4000 kasus setiap tahun di Amerika, tempat
yang paling sering terkena adalah tulang belakang yaitu terjadi hampir setengah
dari kejadian TB ekstrapulmonal yang mengenai tulang dan sendi.1,3
2.3 Etiologi
2.4 Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB, karena
ukuran bakteri sangat kecil 1-5 µ, kuman TB yang terhirup mencapai alveolus dan
21
segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB dan sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan
kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang-biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan
kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman
TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.5
22
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar tersebut.7
23
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas selular
yang akan membatasi pertumbuhan.6,7
24
Manifestasi klinis pada spondilitis TB tidak ditemukan pada bayi di bawah
1 tahun. Penyakit ini baru muncul setelah anak belajar berjalan atau melompat.
Gejala pertama biasanya dikeluhkan adanya benjolan pada tulang belakang yang
disertai oleh nyeri. Untuk mengurangi rasa nyeri, pasien akan enggan
menggerakkan punggungnya, sehingga seakan-akan kaku. Pasien akan menolak
jika diperintahkan untuk membungkuk atau mengangkat barang dari lantai. Nyeri
tersebut akan berkurang jika pasien beristirahat. Keluhan deformitas pada tulang
belakang (kyphosis) terjadi pada 80% kasus disertai oleh timbulnya gibbus yaitu
punggung yang membungkuk dan membentuk sudut, merupakan lesi yang tidak
stabil serta dapat berkembang secara progresif. Terdapat 2 tipe klinis kiposis yaitu
mobile dan rigid. Pada 80% kasus, terjadi kiposis 10%, 20% kasusmemiliki
kiposis lebih dari 10% dan hanya 4% kasus lebih dari 30%. Kelainan yang sudah
berlangsung lama dapat disertai oleh paraplegia ataupun tanpa paraplegia. Abses
dapat terjadi pada tulang belakang yang dapat menjalar ke rongga dada bagian
bawah atau ke bawah ligamen inguinal.1,9,10
2.5 Diagnosis
25
2.6 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
26
Gambar 6. Gibbus formation
Pada beberapa kasus infeksi terjadi di bagian anterior dari badan vertebrae
sampai ke diskus intervertebrae yang ditandai oleh destruksi dari end
plate.Elemen posterior biasanya juga terkena. Penyebaran ke diskus
intervertebrae terjadi secara langsung sehingga menampakkan erosi pada badan
27
vertebra anterior yang disebabkan oleh abses jaringan lunak. Ketersediaan
computerized tomography scan (CT scan) yang tersebarluas dan magnetic
resonance scan (MR scan) telah meningkat penggunaannya pada manajemen TB
tulang belakang. CT scan dikerjakan untuk dapat menjelaskan sklerosis tulang
belakang dan destruksi pada badan vertebrae sehingga dapat menentukan
kerusakan danperluasan ekstensi posterior jaringan yang mengalami radang,
material tulang, dan untuk mendiagnosis keter-libatan spinal posterior serta
keterlibatan sacroiliac join dan sacrum. Hal tersebut dapat membantu memandu
biopsi dan intervensi perencanaan pembedahan. Pe-meriksaan CT scan
diindikasikan bila pemeriksaan radiologi hasilnya meragukan. Gambaran CT scan
pada spondilitis TB tampak kalsifikasi pada psoas disertai dengan adanya
kalsifikasi periperal.9Magnetic resonanceimaging (MRI) dilaksanakan untuk
mendeteksi massajaringan, appendicular TB, luas penyakit, dan penyebaran
subligamentous dari debris tuberculous.9
Biopsi tulang juga dapat bermanfaat pada kasus yang sulit, namun
memerlukan tingkat pengerjaan dan pengalaman yang tinggi serta pemeriksaan
histologi yang baik. Pada pemeriksaan histologi akan ditemukan nekrosis kaseosa
dan formasi sel raksasa, sedangkan bakteri tahan asam tidak ditemukan dan
biakan sering memberikan hasil yang negatif.11
28
2.10 Tatalaksana
2.10.1 Medikamentosa
Tabel 2.1 Dosis rekomendasi OAT pada anak < 12 tahun dan dewasa
2.10.2 Pembedahan
Intervensi bedah diperlukan pada kasus lanjut dengan destruksi tulang
ekstensif, pembentukan abses atau gangguan neurologis. Tujuan pembedahan
adalah untuk mencegah atau memperbaiki defisit neurologis dan deformitas
spinal. Pembedahan juga memfasilitasi kemoterapi yang sukses, karena kavitas
29
abses menimbulkan lingkungan yang melindungi basil dari antibiotik sistemik.
Ketika diperlukan pembedahan, hasilnya paling baik jika dilakukan pada awal
proses penyakit, sebelum terbentuk fibrosis dan jaringan parut.
Selanjutnya,pembentukan jaringan parut yang padat menyebabkan perlekatan ke
pembuluh darah besar atau struktur vital, menyebabkan diseksi dan paparan
pembedahan menjadi berbahaya. Respon klinis terhadap pembedahan juga lebih
cepat dan lebih lengkap pada pasien dengan penyakit aktif jika dibandingkan
dengan pasien dengan penyakit kronis dan deformitas.
Indikasi untuk pembedahan pada spondilitis tuberkulosa secara umum
mencakup defisit neurologis (perburukan neurologis akut, paraparesis), deformitas
spinal dengan instabilitas atau nyeri, tidak menunjukkan respon terhadap terapi
medis (kifosis atau instabilitas yang terus berlanjut), abses paraspinal yang besar,
biopsi diagnsotik.
Indikasi pembedahan mencakup faktor klinis (keterlibatan saraf,
paraplegia dan abses retrofaring besar yang menyebabkan gangguan ventilasi atau
menelan), faktor pengobatan (deficit persisten atau progresif saat pemberian terapi
konservatif yang sesuai, faktor imejing yaitu keterlibtan panvertebral (skoliosis
atau kifosis berat pda foto polos, destruksi global pada CT atau MRI) atau
kompresi ekstradural (kompresi medulla spinalis akibat jaringan granulasi pada
MRI) dan faktor pasien (spasme yang menyakitkan atau kompresi daraf).
Keterlibatan vertebra servikalis cukup jarang dan pasien biasanya
menunjukkan gejala nyeri, kaku dan tortikolis. Abses yang besar dapat
menyebabkan suara serak, stridor dan disfagia. Indikasi untuk pembedahan adalah
jika abses menyebabkan disfagia, stridor, atau kesulitan bernafas. Pada spondilitis
tuberkulosa yang melibatkan vertebra servikalis, faktor yang membenarkan
intervensi bedah dini adalah defisit neurologis dengan frekuensi dan keparahan
yang berat, kompresi abses yang berat yang menyebabkan disfagi atau asfiksia,
instabilitas vertebra servikalis. Dengan indikasi yang tepat, tindakan bedah lebih
unggul dalam mencegah perburukan neurologis, mempertahankan stabilitas,
pemulihan dan mobilisasi segera.
30
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah kiposis berat. Hal ini terjadi oleh
karena kerusakan tulang yang terjadi sangat hebat sehingga tulang yang
mengalami destruksi sangat besar. Hal ini juga akan mempermudah terjadinya
paraplegia pada ekstremitas inferior yang dikenal dengan istilah Pott’s
paraplegia.20,21
2.12 Prognosis
31
DASAR DIAGNOSIS
32
MRI dilakukan untuk menemukan etiologi serta menyingkirkan
diagnosis banding dan merencanakan tatalaksana terhadap penyakit.
7. Dasar penatalaksanaan
Infus RL 20 tetes/menit untuk mempertahankan keadaaan euvolemik.
OAT kategori 1 untuk obat anti tuberkulosis extrapulmonal
Mecobalamin3 x 500 mg untuk neurotropic
Tramadol 3x100 mg IV untuk analgetik
Gabapentin 2x100 mg IV untuk adjuvant analgetik
Ranitidin 2x125 mg IV untuk gastricprotector
33
DAFTAR PUSTAKA
7. Munoz FM, Starke JR. Tuberculosis. Dalam: Berhman, RE, Kliegman RM,
Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-17.
Philadelphia: WB Saunders Company; 2004. h. 958-72.
8. Harisinghani MG, McLoud TC, Shepard JO, Ko JP. Tuberculosis from head
totoe1. Radiographics: 2000; 20:449-70.
34
12. Vali ·P, Chaloupka R. Management of tuberculous spondylitis. Scripta Medica
(Brno) 2010;3:165–8
14. Rahajoe NN. Berbagai masalah diagnosis dan tatalaksana tuberculosis anak.
Dalam: Rahajoe N, Rahajoe NN, Boediman I, Said M, Wirjodiardjo M,
Supriatno B. Penyunting. Perkembangan dan masalah pulmunologi anak saat
ini. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI
XXXIII. FKUI; Jakarta: BP FKUI, 1994.
19. Resnick D. Osteomyelitis, septic arthritis, and soft tissue infection: organism.
Dalam: Chaterin F, penyunting. Bone and joint imaging. Edisi ke 2.
Philadelphia: WB Saunders; 2012. h. 684-716.
21. Moon MS. Tuberculosis of the spine. Controversies and a new challenge.
Spine: 2008; 15: 1791-7.
35