Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus

MYELOPATI

Oleh
Mardhiyatul Aflah
NIM. 1708436509

Pembimbing:
dr.Sucipto,Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2019
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS RIAU
FAKULTAS KEDOKTERAN
BAGIAN SARAF
Sekretariat : Gedung Kelas 03, RSUD Arifin Achmad Lantai 04
Jl. Mustika, Telp. 0761-7894000, Email : saraffkur@gmail.com

STATUS PASIEN
Nama koass Mardhiyatul Aflah
NIM 1708436509
Pembimbing dr. Sucipto Sp.S

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Tn. Z
Umur 35 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Alamat Rupat, Bengkalis
Agama Islam
Status perkawinan Menikah
Pekerjaan Petani
Tanggal masuk RS 21 April 2019
Medical record 0098855xx

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis (22 April 2019)


Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak bawah sejak 2 bulan SMRS
Riwayat penyakit sekarang
3 bulan SMRS, pasien mengeluhkan nyeri pada punggung yang menjalar
ke pinggang. Nyeri dirasakan hilang-timbul, semakin memberat saat pasien
beraktivitas dan berkurang dengan obat pereda nyeri. Riwayat jatuh sebelumnya
disangkal.

2 bulan SMRS, pasien mengeluhkan kelemahan anggota gerak bawah.


Pasien sulit untuk berjalan namun pasien masih bisa menggerakkan tungkainya
saat berbaring. Pasien hanya melakukan pengobatan secara tradisional.

1
3 minggu SMRS, pasien mengeluhkan kelemahan anggota gerak bawah
semakin memberat. Pasien juga mulai mengeluhkan kebas pada kedua tungkai.
Pasien juga mengeluhkan sulit BAB dan BAK. Pasien kemudian berobat ke
RSUD Bengkalis kemudian dirujuk ke RSUD Arifin Achmad.

Riwayat penyakit dahulu


- 1 tahun SMRS, pasien mengeluhkan terdapat benjolan di leher kanan. Sebulan
kemudian, benjolan pecah dan mengeluarkan nanah. Pasien tidak berobat ke
dokter.
- Pasien tidak memiliki riwayat minum obat selama 6 bulan, batuk lama (-),
keringat malam hari (+), penurunan berat badan (+), nyeri sendi dan tulang (-
), demam subfebris (+)
- Riwayat Diabetes melitus (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat stroke (-)

Riwayat penyakit keluarga


- Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama
- Riwayat minum obat selama 6 bulan, batuk lama (-), keringat malam hari (-),
nyeri sendi dan tulang (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Diabetes mellitus (-)

Riwayat kebiasaan
- Pasien seorang petani karet

Resume anamnesis
Tn. Z umur 35 tahun datang ke IGD RSUD Arifin Achmadi Pekanbaru
dengan kelemahan anggota gerak bawah sejak 2 bulan SMRS. Sejak 3 bulan
SMRS pasien mengeluhkan nyeri pada punggung yang menjalar ke pinggang. 2
bulan SMRS, pasien mulai mengeluhkan kelemahan anggota gerak bawah dan
juga kebas. Pasien berobat ke RSUD Bengkalis kemudian dirujuk ke RSUD

2
Arifin Achmad. Pasien juga mengeluhkan terdapat benjolan pada leher kanan
yang sudah pecah mengeluarkan nanah sejak 1 tahun SMRS.

III. PEMERIKSAAN
A. Keadaan umum
Tekanan darah : kanan : 130/80 mmHg kiri : 130/80 mmHg
Denyut nadi : kanan : 102x/menit, teratur
kiri : 102x/menit, teratur
Jantung : HR : 102x/menit, irama regular
Paru : respirasi : 20x/menit, tipe abdomino-torakal
Status gizi : berat badan : 76 kg tinggi badan:170 cm
IMT : 26,3 kg/m2 (Kesan: overweight)
Lain-lain : suhu tubuh : 37oC

B. Status neurologik
1) Kesadaran : Composmentis, GCS E3M6V4
2) Fungsi luhur : normal
3) Kaku kuduk : tidak ditemukan
4) Saraf kranial
1. N. I (Olfactorius)
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau Normal Normal Normal

2. N. II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan Normal Normal
Lapang pandang Normal Normal Normal
Pengenalan warna Normal Normal

3. N. III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm Normal

3
Gerak bola mata Tidak terbatas Tidak terbatas
Refleks pupil
Langsung (+) (+)
Tidak langsung (+) (+)

4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Tidak terbatas Tidak terbatas Normal

5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Normal Normal
Sensibilitas Normal Normal Normal
Refleks kornea (+) (+)

6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Tidak terbatas Tidak terbatas
Strabismus (-) (-) Normal
Deviasi (-) (-)
7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Tic (-) (-)
Motorik
Mengerutkan dahi Normal Normal
Mengangkat alis Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Normal
Sudut mulut Tertarik ke kanan Tertarik ke kiri
Lipatan nasolabial Tertarik ke kanan Tertarik ke kiri
Daya perasa Normal Normal
Tanda chovstek (-) (-)

8. N. VIII (Vestibulocochlear)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran Normal Normal Normal

4
9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus faring Normal Normal
Daya perasa Normal Normal Normal
Refleks muntah (+) (+)

10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus faring Normal Normal
Normal
Dysfonia (-) (-)

11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Normal Normal
Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi

12. N. XII (Hipoglossus)


Kanan Kiri Keterangan
Motorik Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Normal
Tremor (-) (-)
Disartri (+) (+)

IV. SISTEM MOTORIK


Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan
Distal 5 5
Proksimal 5 5
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi Paraparesis
Ger. Involunter (-) (-) inferior
Ekstremitas bawah
Kekuatan
Distal 2 2
Proksimal 2 2
Tonus Hipertonus Hipertonus

5
Trofi Atrofi Atrofi
Ger. Involunter (-) (-)
Abdomen
Trofi Eutrofi Eutrofi
Reflek abdominal
Gerakan involunter (-) (-)
(-)
Reflek abdominal (-) (-)

V. SISTEM SENSORIK
Kanan Kiri Keterangan
Raba Menurun T10 Menurun T10 Hipoestesia pada
Nyeri Menurun T10 Menurun T10 dermatom
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan segmen T10 ke
Proprioseptif Tidak dilakukan Tidak dilakukan bawah

VI. REFLEKS
Kanan Kiri Keterangan
Refleks Fisiologis
Biseps (++) (++)
Triseps (++) (++)
Reflek fisiologis
KPR (+++) (+++)
(+++) (+++) (Hipereflek)
APR

Refleks patologis
Babinski (+) (+)
Chaddock (-) (-)
Hoffman-Tromer (-) (-) Refleks patologis (+)
Refleks primitif
Palmomental (-) (-)
Snout (-) (-)

VII. FUNGSI KOORDINASI


Kanan Kiri Keterangan
Tes telunjuk-hidung Normal Normal

6
Tes tumit-lutut Sulit dinilai Sulit dinilai
Gait Tidak dilakukan Tidak dilakukan Sulit dinilai
Tandem Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Romberg Tidak dilakukan Tidak dilakukan

VIII. SISTEM OTONOM


Miksi : Gangguan miksi (+)
Defekasi : Konstipasi (+)
Keringat : Tes keringat (-) pada T10-S5

IX. PEMERIKSAAN KHUSUS / LAIN


a. Laseque : Tidak terbatas
b. Kernig : Tidak terbatas
c. Patrick : (-/-)
d. Kontrapatrick : (-/-)
e. Valsava test : (+)
f. Brudzinski : (-/-)
g. Naff ziger : (+)

X. RESUME PEMERIKSAAN
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS 13 (E3M6V4)
Tekanan darah : Normal
Pernafasan : Normal
Nadi : Normal
Fungsi luhur : Normal
Rangsang meningeal : (-)
Saraf kranial : Normal
Motorik : Derajat kekuatan motorik ekstremitas superior dextra 5
Derajat kekuatan motorik ekstremitas superior sinistra 5
Derajat kekuatan motorik ekstremitas inferior dextra 2
Derajat kekuatan motorik ekstremitas infeior sinistra 2
Paraparesis inferior

7
Sensorik : Hipoestesia pada dermatom segmen T10-S5
Koordinasi : Sulit dinilai
Otonom : Tes keringat (-), konstipasi (+)
Refleks :
- Fisiologis : Hipereflek
- Patologis : (+ /+)
Pemeriksaan lain : Valsava test (+), Naff ziger (+)

XI. DIAGNOSIS KERJA


Diagnosis klinis :
 Paraparesis inferior tipe UMN
 Hipoestesia pada dermatom segmen T10-S5
 Disfungsi atonom
Diagnosis topik : Segmen medula spinalis T10
Diagnosis etiologik : Myelopati thorakal ec. Suspect Spondilitis TB
Diagnosis banding : Susp. Tumor medula spinalis

XII. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Darah rutin
- Kimia darah
- Kadar elektrolit serum
- X-Ray Thorax
- Foto torakal AP dan lateral
- MRI torakal

XIII. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Darah rutin (20 April 2019)  Profil lipid (22 April 2019)
- Hb : 14,7 gr/dl - Asam urat : 4.4 mg/dl
- WBC : 7.700/𝜇l - Kolesterol total : 153 mg/dl
- Ht : 44% - Kolesterol LDL : 106 mg/dl
- PLT : 452.000/𝜇l - Kolesterol HDL : 26 mg/dl
- Trigliserida : 105 mg/dl

8
 Kimia darah (20 April 2019)
- Gula darah sewaktu : 124 mg/dl
- Albumin : 3.6 g/dl
- AST : 16 U/L
- ALT : 16 U/L
 Kadar elektrolit serum (20 April 2019)
- Na : 133 mmol/L
- K : 4.3 mmol/L
- Cl : 100 mmol/L

 X-Ray Thorax (22 April 2019)

- Cor: CTR > 50%


(Kesan: cardiomegali)
- Pulmo: corakan bronkovaskular normal,
infiltrat di paracardial dextra
(Kesan: Susp.Proses spesifik)

 Foto torakal AP dan Lateral (22 April 2019)

Kesan :
- Kompresi Thorakal 10

9
 MRI torakal dengan kontras (22 April 2019)

Kesan :
Kompresif pada korpus vertebra Th 10-11 dengan penekanan fragmen
posterior ke canalis spinalis dan medulla spinalis disertai perubahan
signal korpus vertebra Th10-11 disertai dengan penebalan jaringan
lunak paravertbra setinggi Th9-12 yang memberikan enhancement ec.
Susp.Spondilitis

XIV. DIAGNOSIS AKHIR


Myelopati thorakal ec. Susp. Spondilitis TB

10
XV. RENCANA TERAPI
- IVFD RL 20 tpm
- OAT kategori 1
- Inj. Tramadol 3x100 mg IV
- Inj. Gabapentin 2x100 mg IV
- Inj. Mecobalamin 3x500 mg IV
- Inj. Ranitidine 2x125 mg IV
- Konsul dokter spesialis ortopedi

XVI. FOLLOW-UP
Selasa, 23 April 2019
S : kelemahan anggota gerak bawah, nyeri pada punggung (+), sulit BAB (+),
kebas (+)
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS E3M6V4
Tekanan darah : 130/80 mmHg Respirasi : 20 x/menit
Frekuensi nadi : 90 x/menit Suhu : 36,6oC
Status generalis dalam batas normal
Status neurologis
- N. cranialis : dalam batas normal
- Motorik : 5 5
2 2
- Sensorik : Hipoestesia T10-S5
- Otonom : Keringat (-)
- Refleks fisiologis : + +

++ ++
- Refleks patologis : Babinski (+)
A : Myelopati thorakal ec.Susp. Spondilitis TB
P : IVFD RL 20 tpm Konsul ortopedi : Spondilitis
OAT kategori 1 TB Th.10 Susp. TB +abses
Inj. Tramadol 3x100 mg IV paravertebra
Inj. Gabapentin 2x100 mg IV R/Decompresi + Stabilisasi

11
Inj. Mecobalamin 3x500 mg IV
Inj. Ranitidine 2x125 mg IV
Laxadine syr. 1x 30 cc
Rabu, 24 April 2019
S : kelemahan anggota gerak bawah, nyeri pada punggung (+), sulit BAB (+),
kebas (+)
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS E3M6V4
Tekanan darah : 130/80 mmHg Respirasi : 26 x/menit
Frekuensi nadi : 94 x/menit Suhu : 36,7oC
Status generalis dalam batas normal
Status neurologis
- N. cranialis : dalam batas normal
- Motorik : 5 5
2 2
- Sensorik : Hipoestesia segmen T10-S5
- Otonom : Kontipasi (+)
- Refleks fisiologis : + +

++ ++
Refleks patologis : Babinski (+)
A : Myelopati thorakal ec. Spondilitis TB
P : IVFD RL 20 tpm
OAT kategori 1
Inj. Tramadol 3x100 mg IV
Inj. Gabapentin 2x100 mg IV
Inj. Mecobalamin 3x500 mg IV
Inj. Ranitidine 2x125 mg IV
Laxadine syr. 1x 30 cc
Kamis, 25 April 2019
S : kelemahan anggota gerak bawah, nyeri pada punggung (+), sulit BAB (+),
kebas (+)
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang

13
Kesadaran : Composmentis, GCS E3M6V4
Tekanan darah : 130/80 mmHg Respirasi : 26 x/menit
Frekuensi nadi : 96 x/menit Suhu : 36,7oC
Status generalis dalam batas normal
Status neurologis
- N. cranialis : dalam batas normal
- Motorik : 5 5
2 2
- Sensorik : Hipoestesia segmen T10-S5
- Otonom : Kontipasi (+)
- Refleks fisiologis : + +

++ ++
- Refleks patologis : Babinski (+)
A : Myelopati thorakal ec. Spondilitis TB
P : IVFD RL 20 tpm
OAT kategori 1
Inj. Tramadol 3x100 mg IV
Inj. Gabapentin 2x100 mg IV
Inj. Mecobalamin 3x500 mg IV
Inj. Ranitidine 2x125 mg IV
Laxadine syr. 1x 30 cc
Jumat, 26 April 2019
S : kelemahan anggota gerak bawah, nyeri pada punggung (+), sulit BAB (+),
kebas (+)
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS E3M6V4
Tekanan darah : 120/80 mmHg Respirasi : 24 x/menit
Frekuensi nadi : 90 x/menit Suhu : 36,4oC
Status generalis dalam batas normal
Status neurologis
- N. cranialis : dalam batas normal
- Motorik : 5 5

14
2 2
- Sensorik : Hipoestesia segmen T10-S5
- Otonom : Kontipasi (+)
- Refleks fisiologis : + +

++ ++
- Refleks patologis : Babinski (+)
A : Myelopati thorakal ec. Spondilitis TB
P : IVFD RL 20 tpm
OAT kategori 1
Inj. Tramadol 3x100 mg IV
Inj. Gabapentin 2x100 mg IV
Inj. Mecobalamin 3x500 mg IV
Inj. Ranitidine 2x125 mg IV
Laxadine syr. 1x 30 cc
OAT kategori 1
Sabtu, 27 April 2019
S : kelemahan anggota gerak bawah, nyeri pada punggung (+), kebas (+)
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS E3M6V4
Tekanan darah : 130/80 mmHg Respirasi : 20 x/menit
Frekuensi nadi : 93 x/menit Suhu : 37oC
Status generalis dalam batas normal
Status neurologis
- N. cranialis : dalam batas normal
- Motorik : 5 5
2 2
- Sensorik : Hipoestesia segmen T10-S5
- Otonom : Kontipasi (+)
- Refleks fisiologis : + +

++ ++
- Refleks patologis : Babinski (+)
A : Myelopati thorakal ec. Spondilitis TB

15
P : IVFD RL 20 tpm
OAT kategori 1
Inj. Tramadol 3x100 mg IV
Inj. Gabapentin 2x100 mg IV
Inj. Mecobalamin 3x500 mg IV
Inj. Ranitidine 2x125 mg IV
Laxadine syr. 1x 30 cc
OAT kategori 1

16
PEMBAHASAN

1. Myelopati
1.1 Anatomi tulang belakang
Tulang belakang (vertebra) terdiri dari 33 tulang: 7 buah tulang cervical, 12
buah tulangthoracal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral dan 4 tulang
coccygeus. Tulang cervical,thoracal dan lumbal membentuk columna vertebralis,
sedangkan tulang sacral dan coccygeussatu sama lain menyatu membentuk dua
tulang yaitu tulang sacrum dan coccygeus. Discusintervertebralis merupakan
penghubung antara dua corpus vertebra.

Gambar 1. Anatomi tulang belakang

17
Gambar 2. Anatomi tulang belakang

Gambar 3. Vaskularisasi tulang belakang

18
Gambar 4. Vaskularisasi tulang belakang

19
1.2 Definisi

Myelopati adalah suatu kondisi patologis yang menyebabkan kerusakan atau


disfungsi medula spinalis, meningeal, atau ruang perimeningeal. Etiologi dapat
berupa trauma, gangguan vaskuler, infeksi, inflamasi, autoimun. Manifestasi
klinis myelopati yaitu kuadriplegia, paraplegia, defisit sensorik berat.
1.3 Etiologi

Compressive Non-compressive

Degenerative Infectious transverse myelitis (viral,


bacterial, spirochetes, fungi)

Acute disseminated encephalitis


(demyelinating diseases, multiple
sclerosis, neuromyelitis optica, Eale’s
disease)

Vascular (spinal arterial thrombosis,


central nervous system vasculitis)

Trauma (bone lesion, HNP, perdarahan Toxic substances and physical agents
epidural) (lathyrism, arsenic, tri-ortho-cresyl
phosphate, nitric oxide, intrathecal
methotrexate, radiation, electric injury)

Infeksi (abses) Degenerative (primary lateral sclerosis,


familial spastic paraparesis,
spinocerebellar ataxia, Friedriech’s
ataxia)

Tumor (extradural, intradural) Metabolik (vitamin B12 deficiency,


vitamin E deficiency,chronic hepatic,
renal disease, hexosamidase deficiency)

Vascular (arterio-venous malformation) Paraneoplastic

20
Syringomyelia

2. Spondilitis Tuberkulosis

2.1 Definisi
Spondilitis tuberkulosis yang disebut juga pott’s disease of the spine.
Spondilitis tuberkulosa adalah suatu peradangan tulang vertebra yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosa.1
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO, kasus baru TB di dunia lebih dari 8 juta per
tahun. Diperkirakan 20-33% dari penduduk dunia terinfeksi oleh
Mycobacteriumtuberculosis. Indonesia adalah penyumbang terbesarketiga setelah
India dan China yaitu dengan penemuan kasus baru 583.000 orang pertahun,
kasus TB menular 262.000 orang dan angka kematian 140.000 orang pertahun.1,2
Kejadian TB ekstrapulmonal sekitar 4000 kasus setiap tahun di Amerika, tempat
yang paling sering terkena adalah tulang belakang yaitu terjadi hampir setengah
dari kejadian TB ekstrapulmonal yang mengenai tulang dan sendi.1,3

2.3 Etiologi

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis yang merupakan anggota ordo Actinomicetales dan
famili Mycobacteriase. Basil tuberkel berbentuk batang lengkung, gram positif
lemah yaitu sulit untuk diwarnai tetapi sekali berhasil diwarnai sulit untuk dihapus
walaupun dengan zat asam, sehingga disebut sebagai kuman batang tahan asam.
Hal ini disebabkan oleh karena kuman bakterium memiliki dinding sel yang tebal
yang terdiri dari lapisan lilin dan lemak (asam lemak mikolat). Selain itu bersifat
pleimorfik, tidak bergerak dan tidak membentuk spora serta memiliki panjang
sekitar 2-4 μm.5

2.4 Patogenesis

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB, karena
ukuran bakteri sangat kecil 1-5 µ, kuman TB yang terhirup mencapai alveolus dan

21
segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB dan sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan
kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang-biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan
kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman
TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.5

Diawali dari fokus primer kuman TB menyebar melalui saluran limfe


menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika
fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).3,6

Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan


rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh
hingga mencapai jumlah 104 yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas selular.6,7 Pada saat terbentuk kompleks primer, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuk hipersensitivitas
terhadap protein tu-berkulosis, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks
primer terbentuk, imunitas selular tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada
sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem
imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil
kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular telah
terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan.4,6

Setelah imunitas selular terbentuk fokus primer di jaringan paru biasanya


mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

22
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar tersebut.7

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi


pertumbuhannya oleh imunitas selular, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.
Fokus tersebut umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi
berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi, disebut sebagai fokus Simon.
Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus Simon
ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait,
misalnya meningitis, TB tulang dan lain-lain.2,3,7

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat


terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer sedangkan
pada penyebaran hematogen kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.6

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk


penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread), kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan
gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh
tubuh. Organ yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik,
misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas
paru. Bagian pada tulang belakang yang sering terserang adalah8 peridiskal terjadi
pada 33% kasus spondilitis TB dan dimulai dari bagian metafisis tulang, dengan
penyebaran melalui ligamentum longitudinal. Anterior terjadi sekitar 2,1% kasus
spondilitis TB. Penyakit dimulai dan menyebar dari ligamentum anterior
longitudinal. Radiologi menunjukkan adanya skaloping vertebra anterior, sentral
terjadi sekitar 11,6% kasus spondilitis TB. Penyakit terbatas pada bagian tengah
dari badan vertebra tunggal, sehingga dapat menyebabkan kolap vertebra yang
menghasilkan deformitas kiposis. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan

23
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas selular
yang akan membatasi pertumbuhan.6,7

Gambar 5. Penyebaran bakteri di vertebra

2.5 Manifestasi klinik

Seperti manifestasi klinik pasien TB pada umumnya, pasien mengalami


keadaan sebagai berikut, berat badan menurun selama 3 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas, demam subfebris,diaphoresis nocturnal, menggigil, malaise
pembesaran kelenjar limfe superfisial yang tidak sakit, batuk lebih dari 30 hari1-
4,7,8

24
Manifestasi klinis pada spondilitis TB tidak ditemukan pada bayi di bawah
1 tahun. Penyakit ini baru muncul setelah anak belajar berjalan atau melompat.
Gejala pertama biasanya dikeluhkan adanya benjolan pada tulang belakang yang
disertai oleh nyeri. Untuk mengurangi rasa nyeri, pasien akan enggan
menggerakkan punggungnya, sehingga seakan-akan kaku. Pasien akan menolak
jika diperintahkan untuk membungkuk atau mengangkat barang dari lantai. Nyeri
tersebut akan berkurang jika pasien beristirahat. Keluhan deformitas pada tulang
belakang (kyphosis) terjadi pada 80% kasus disertai oleh timbulnya gibbus yaitu
punggung yang membungkuk dan membentuk sudut, merupakan lesi yang tidak
stabil serta dapat berkembang secara progresif. Terdapat 2 tipe klinis kiposis yaitu
mobile dan rigid. Pada 80% kasus, terjadi kiposis 10%, 20% kasusmemiliki
kiposis lebih dari 10% dan hanya 4% kasus lebih dari 30%. Kelainan yang sudah
berlangsung lama dapat disertai oleh paraplegia ataupun tanpa paraplegia. Abses
dapat terjadi pada tulang belakang yang dapat menjalar ke rongga dada bagian
bawah atau ke bawah ligamen inguinal.1,9,10

Paraplegia pada pasien spondilitis TB dengan penyakit aktif atau yang


dikenal dengan istilah Pott’s paraplegi, terdapat 2 tipe defisit neurologi
ditemukan pada stadium awal dari penyakit yaitu dikenal dengan onset awal, dan
paraplegia pada pasien yang telah sembuh yang biasanya berkembang beberapa
tahun setelah penyakit primer sembuh yaitu dikenal dengan onset lambat.11

2.5 Diagnosis

Diagnosis spondilitis TB dapat ditegakkan dengan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan klinis secara lengkap
termasuk riwayat kontak dekat dengan pasien TB, epidemiologi, gejala klinis dan
pemeriksaan neurologi. Metode pencitraan modern seperti X ray, CT scan, MRI
dan ultrasound akan sangat membantu menegakkan diagnosis spondilitis TB,
pemeriksaan laboratorium dengan ditemukan basil Mycobacterium tuberculosis
akan memberikan diagnosis pasti.10,11

25
2.6 Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis, nyeri punggung belakang adalah keluhan yang paling awal,


sering tidak spesi󿬁k dan membuat diagnosis yang dini menjadi sulit. Maka dari
itu, setiap pasien TB paru dengan keluhan nyeri punggung harus dicurigai
mengidap spondilitis TB sebelum terbukti sebaliknya. Selain itu, dari anamnesis bisa
didapatkan adanya riwayat TB paru, atau riwayat gejala-gejala klasik (demam subfebris, diaforesis
nokturnal, batuk lama, penurunan berat badan) jika TB paru belum ditegakkan sebelumnya. Demam
lama merupakan keluhan yang paling sering ditemukan namun cepat menghilang (satu hingga empat
hari) jika diobati secara adekuat. Paraparesis adalah gejala yang biasanya menjadi keluhan utama yang
membawa pasien datang mencari pengobatan. Gejala neurologis lainnya yang mungkin: rasa kebas, baal,
gangguan defekasi dan miksi.9,10

Pemeriksaan fisik, dari inspeksi didapatkan pasien terlihat lemah, pucat,


dan tulang belakang terlihat kifosis, aligment tulang. Palpasi gibus pada area
tulang yang mengalami infeksi, abses paravetrebra ,bila terdapat abses maka akan
teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnyaterasasedikit hangat (cold
abcess), nyeri tekanpada daerah yang infeksi pada auskultasi akan terdengar ronki
di paru dengan predileksi diparu.9,10

26
Gambar 6. Gibbus formation

2.7 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan rutin yang biasa dilakukan untuk menentukan adanya infeksi


Mycobacterium tuberculosis adalah dengan menggunakan uji tuberkulin
(Mantoux tes). Uji tuberkulin merupakan tes yang dapat mendeteksi adanya
infeksi tanpa adanya menifestasi penyakit, dapat menjadi negatif oleh karena
alergi yang berat atau kekurangan energi protein. Uji tuberkulin ini tidak dapat
untuk menentukan adanya TB aktif. Pemeriksaan laju endap darah (LED)
dilakukan dan LED yang meningkat dengan hasil >100 mm/jam. Pemeriksaan
radiologi pada tulang belakang sangat mutlak dilaksanakan untuk melihat
kolumna vertebralis yang terinfeksi pada 25%-60% kasus. Vertebra lumbal I
paling sering terinfeksi. Pemeriksaan radiologi dapat ditemukan fokus infeksi
pada bagian anterior korpus vertebre dan menyebar ke lapisan subkondral tulang.

Pada beberapa kasus infeksi terjadi di bagian anterior dari badan vertebrae
sampai ke diskus intervertebrae yang ditandai oleh destruksi dari end
plate.Elemen posterior biasanya juga terkena. Penyebaran ke diskus
intervertebrae terjadi secara langsung sehingga menampakkan erosi pada badan

27
vertebra anterior yang disebabkan oleh abses jaringan lunak. Ketersediaan
computerized tomography scan (CT scan) yang tersebarluas dan magnetic
resonance scan (MR scan) telah meningkat penggunaannya pada manajemen TB
tulang belakang. CT scan dikerjakan untuk dapat menjelaskan sklerosis tulang
belakang dan destruksi pada badan vertebrae sehingga dapat menentukan
kerusakan danperluasan ekstensi posterior jaringan yang mengalami radang,
material tulang, dan untuk mendiagnosis keter-libatan spinal posterior serta
keterlibatan sacroiliac join dan sacrum. Hal tersebut dapat membantu memandu
biopsi dan intervensi perencanaan pembedahan. Pe-meriksaan CT scan
diindikasikan bila pemeriksaan radiologi hasilnya meragukan. Gambaran CT scan
pada spondilitis TB tampak kalsifikasi pada psoas disertai dengan adanya
kalsifikasi periperal.9Magnetic resonanceimaging (MRI) dilaksanakan untuk
mendeteksi massajaringan, appendicular TB, luas penyakit, dan penyebaran
subligamentous dari debris tuberculous.9

Biopsi tulang juga dapat bermanfaat pada kasus yang sulit, namun
memerlukan tingkat pengerjaan dan pengalaman yang tinggi serta pemeriksaan
histologi yang baik. Pada pemeriksaan histologi akan ditemukan nekrosis kaseosa
dan formasi sel raksasa, sedangkan bakteri tahan asam tidak ditemukan dan
biakan sering memberikan hasil yang negatif.11

2.9 Diagnosis banding

Spondilitis TB dapat dibedakan dengan infeksi piogenik yang


menunjukkan gejala nyeri di daerah infeksi yang lebih berat. Selain itu juga
terdapat gejala bengkak, kemerahan dan pasien akan tampak lebih toksis dengan
perjalanan yang lebih singkat dan mengenailebih dari 1 tingkat vertebrae. Tetapi
gambaran yang spesifik tidak ada sehingga spondilitis TB sulit dibedakan dengan
infeksi piogenik secara klinis.12 Selain itu spondilitis TB juga dapat dibedakan
dengan tumor, yang menunjukkan gejala tidak spesifik.

28
2.10 Tatalaksana

2.10.1 Medikamentosa

Saat ini pengobatan spondilitis TB berdasarkan terapi diutamakan dengan


pemberian obat anti TB dikombinasikan dengan imobilisasi menggunakan
korset.11,12 Pengobatan non-operatif dengan menggunakan kombinasi paling tidak
4 jenis obat anti tuberkulosis. Pengobatan dapat disesuaikan dengan informasi
kepekaan kuman terhadap obat. Pengobatan INH dan rifampisin harus diberikan
selama seluruh pengobatan.6,12

Regimen 4 macam obat biasanya termasuk INH, rifampisin, dan


pirazinamid dan etambutol. Lama pengobatan masih
kontroversial.BritishMedical ResearchCouncil menyarankan bahwa spondilitis
TB torakolumbal harus diberikan kemoterapi OAT selama 6 – 9 bulan. Untuk
pasien dengan lesi vertebra multipel, tingkat servikal, dan dengan defisit
neurologis belum dapat dievaluasi, namun beberapa ahli menyarankan durasi
kemoterapi selama 9–12 bulan.12

Tabel 2.1 Dosis rekomendasi OAT pada anak < 12 tahun dan dewasa

2.10.2 Pembedahan
Intervensi bedah diperlukan pada kasus lanjut dengan destruksi tulang
ekstensif, pembentukan abses atau gangguan neurologis. Tujuan pembedahan
adalah untuk mencegah atau memperbaiki defisit neurologis dan deformitas
spinal. Pembedahan juga memfasilitasi kemoterapi yang sukses, karena kavitas

29
abses menimbulkan lingkungan yang melindungi basil dari antibiotik sistemik.
Ketika diperlukan pembedahan, hasilnya paling baik jika dilakukan pada awal
proses penyakit, sebelum terbentuk fibrosis dan jaringan parut.
Selanjutnya,pembentukan jaringan parut yang padat menyebabkan perlekatan ke
pembuluh darah besar atau struktur vital, menyebabkan diseksi dan paparan
pembedahan menjadi berbahaya. Respon klinis terhadap pembedahan juga lebih
cepat dan lebih lengkap pada pasien dengan penyakit aktif jika dibandingkan
dengan pasien dengan penyakit kronis dan deformitas.
Indikasi untuk pembedahan pada spondilitis tuberkulosa secara umum
mencakup defisit neurologis (perburukan neurologis akut, paraparesis), deformitas
spinal dengan instabilitas atau nyeri, tidak menunjukkan respon terhadap terapi
medis (kifosis atau instabilitas yang terus berlanjut), abses paraspinal yang besar,
biopsi diagnsotik.
Indikasi pembedahan mencakup faktor klinis (keterlibatan saraf,
paraplegia dan abses retrofaring besar yang menyebabkan gangguan ventilasi atau
menelan), faktor pengobatan (deficit persisten atau progresif saat pemberian terapi
konservatif yang sesuai, faktor imejing yaitu keterlibtan panvertebral (skoliosis
atau kifosis berat pda foto polos, destruksi global pada CT atau MRI) atau
kompresi ekstradural (kompresi medulla spinalis akibat jaringan granulasi pada
MRI) dan faktor pasien (spasme yang menyakitkan atau kompresi daraf).
Keterlibatan vertebra servikalis cukup jarang dan pasien biasanya
menunjukkan gejala nyeri, kaku dan tortikolis. Abses yang besar dapat
menyebabkan suara serak, stridor dan disfagia. Indikasi untuk pembedahan adalah
jika abses menyebabkan disfagia, stridor, atau kesulitan bernafas. Pada spondilitis
tuberkulosa yang melibatkan vertebra servikalis, faktor yang membenarkan
intervensi bedah dini adalah defisit neurologis dengan frekuensi dan keparahan
yang berat, kompresi abses yang berat yang menyebabkan disfagi atau asfiksia,
instabilitas vertebra servikalis. Dengan indikasi yang tepat, tindakan bedah lebih
unggul dalam mencegah perburukan neurologis, mempertahankan stabilitas,
pemulihan dan mobilisasi segera.

30
2.11 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah kiposis berat. Hal ini terjadi oleh
karena kerusakan tulang yang terjadi sangat hebat sehingga tulang yang
mengalami destruksi sangat besar. Hal ini juga akan mempermudah terjadinya
paraplegia pada ekstremitas inferior yang dikenal dengan istilah Pott’s
paraplegia.20,21

2.12 Prognosis

Prognosis spondilitis TB bervariasi tergantung dari manifestasi klinik yang


terjadi. Prognosis yang buruk berhubungan dengan TB milier, dan meningitis TB,
dapat terjadi sekuele antara lain tuli, buta, paraplegi, retardasi mental, gangguan
bergerak dan lain-lain. Prognosis bertambah baik bila pengobatan lebih cepat
dilakukan. Mortalitas yang tinggi terjadi pada anak dengan usia kurang dari 5
tahun sampai 30%.6,16,17

31
DASAR DIAGNOSIS

1. Dasar diagnosis klinis


Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami
kelemahan anggota gerak bawah (tipe UMN), hipoestesia dari dermatom T10
kebawah, dan disfungsi otonom (abnormal miksi dan defekasi).

2. Dasar diagnosis topik


Berdasarkan anamnesis pasien mengeluhkan kelemahan anggota gerak
bawah dan kebas. Pada pemeriksaan sensorik didapatkan hipoestesia pada
dermaton segmen T10 kebawah. Berdasarkan dermatom, terdapat gangguan
medula spinalis pada segmen T10.

3. Dasar diagnosis etiologic


Diagnosis etiologi spondilitis TB berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Ditemukan gejala Tb yaitu demam subfebris lama, keringat malam hari,
penurunan berat badan, adanya benjolan yang pecah mengeluarkan nanah, 1 tahun
SMRS. Kemudian pasien mulai mengeluhkan nyeri punggung, kelemahan pada
anggta gerak bawah, kebas dan gangguan otonom.

4. Dasar diagnosis banding


Tumor medulla spinalis adalah salah satu diagnosis banding dari kasus ini
karena manifestasi klinis nya yang hampir mirip, seperti nyeri punggung,
kelemahan anggota gerak bawah dan rasa kebas. Pada pasien, pemeriksaan
penunjang sangat diperlukan.

5. Dasar usulan pemeriksaan penunjang


 Pemeriksaan laboratorium : untuk mengetahui faktor risiko infeksi dan
mengetahui kondisi umum pasien untuk di tatalaksana.
 Rongten Thorax : untuk menemukan etiologi pada kasus ini (sumber
infeksi)
 Rontgen thorakal lateral dan AP: untuk mendeteksi kelainan pada
vertebra torakal.

32
 MRI dilakukan untuk menemukan etiologi serta menyingkirkan
diagnosis banding dan merencanakan tatalaksana terhadap penyakit.

6. Dasar diagnosis akhir


Diagonosis akhir pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, didapatkan
gejala demam subfebris, keringat malam hari, penurunan berat badan, bejolan
yang pecah mengeluarkan nanah 1 tahun SMRS. Kemudian disertai nyeri
punggung, keluhan kelemahan anggota gerak bawah, kebas, dan gangguan
otonom. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan paraparesis inferior tipe UMN,
hipoestesia dermatom segmen T10 kebawah, tes keringat (-). Pada pemeriksaan
penunjang pencitraan didapatkan kompresif korpus vertebra T10-11 dengan
penekanan ke kanalis spinalis dan medulla spinalis diserta penebalan jaringan
lunak paravertebra setinggi Th 9-12 memberikan enhancement ec susp.
spondilitis.

7. Dasar penatalaksanaan
 Infus RL 20 tetes/menit untuk mempertahankan keadaaan euvolemik.
 OAT kategori 1 untuk obat anti tuberkulosis extrapulmonal
 Mecobalamin3 x 500 mg untuk neurotropic
 Tramadol 3x100 mg IV untuk analgetik
 Gabapentin 2x100 mg IV untuk adjuvant analgetik
 Ranitidin 2x125 mg IV untuk gastricprotector

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Hidalgo A. Pott disease (tuberculous spondylitis). Didapat dari http://


www.emedicine.com/med/topic1902.htm.
2. Herchline T. Tuberculosis. Didapat dari http://
www.emedicine.com/med/topic2324.htm.
3.Batra V. Tuberculosis. Didapat
darihttp://www.emedicine.com/ped/topic2321.htm.
4. Salim Samuel S, Hsu L. Tuberculous spondylitis. Didapat dari: URL:
http://www.gentili.net/frame. asp?ID= 823&URLID =313541. Diakses
Januari 2018.
5. Utji R, Harun H. Kuman tahan asam. Dalam: Syarurahman A, Chatim A,
Soebandrio AWK. penyunting. Buku ajar mikrobiologi Kedokteran. Edisi
revisi. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994. h. 191-9.
6. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS. Pedoman nasional TB anak. Edisi ke 1.
Jakarta: UKK Pulmunologi PP IDAI; 2015. h. 17-28.

7. Munoz FM, Starke JR. Tuberculosis. Dalam: Berhman, RE, Kliegman RM,
Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-17.
Philadelphia: WB Saunders Company; 2004. h. 958-72.

8. Harisinghani MG, McLoud TC, Shepard JO, Ko JP. Tuberculosis from head
totoe1. Radiographics: 2000; 20:449-70.

9. Anonim. Tuberculosis. Didapat dari


http://www.wheelessonline.com/ortho/tuberculosis. Diakses padaJanuari 2018.

10. Anonim. Tuberculous arthritis. Didapat dari


http://www.pennhealth.com/ency/article/000417.htm. Diakses padaJanuari
2018.

11. Anonim. Tuberculous spondylitis, Didapat dari


http://www.wheelessonline.com/ortho/tuberculous spondylitis.
DiaksespadaJanuari 2018.

34
12. Vali ·P, Chaloupka R. Management of tuberculous spondylitis. Scripta Medica
(Brno) 2010;3:165–8

13. Müller I. Mistakes in the diagnosis and treatment of tuberculous spondylitis. A


case study. Scripta Medica (Brno) 2010; 3:157 –60.

14. Rahajoe NN. Berbagai masalah diagnosis dan tatalaksana tuberculosis anak.
Dalam: Rahajoe N, Rahajoe NN, Boediman I, Said M, Wirjodiardjo M,
Supriatno B. Penyunting. Perkembangan dan masalah pulmunologi anak saat
ini. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI
XXXIII. FKUI; Jakarta: BP FKUI, 1994.

15. Crofton J, Horne N, Fred M. Tuberkulosis pada anak. Dalam: Tuberkulosis


klinis. Harun N, penyunting. Edisi ke 2. Jakarta: Widya Medika; 2002. h. 31-
79.

16.Anil K, Jail MS. Treatment of tuberculosis of the spine with neurologic


complication. Clinical orthopaedics and related research 2012; 398:75-84.

17. Mankin H. The back. Dalam: Solomon L, Warwick D, Nayagam S.


Penyunting. System of orthopaedics and fractures. Edisi ke 8. New York:
Oxford University Press; 2011.h.371-404.

18.Wood GW. Infection of spine. Dalam: Crenshaw AH, penyunting.


Champbell’s operative orthopaedics. Edisi ke 7. New York: Mosby
Company; 2009. h. 3323-42.

19. Resnick D. Osteomyelitis, septic arthritis, and soft tissue infection: organism.
Dalam: Chaterin F, penyunting. Bone and joint imaging. Edisi ke 2.
Philadelphia: WB Saunders; 2012. h. 684-716.

20. Banerjee A, Tow DE. Tuberculous spondylitis Didapat dari http://www.med.


harvard.edu /JPNM/BoneTF /Case14/WriteUp14.html. Diakses pada Januari
2018.

21. Moon MS. Tuberculosis of the spine. Controversies and a new challenge.
Spine: 2008; 15: 1791-7.

35

Anda mungkin juga menyukai