Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Kapsula interna merupakan bagian yang sangat penting dalam susunan saraf
pusat karena dilalui oleh berbagai macam serabut saraf motorik dan sensorik atau
dilewati oleh susunan piramidal dan ektrapiramidal, sehingga menjamin integrasi
yang baik antar bagian dari susunan saraf. Kapsula interna menjaga korelasi antara
impuls-impuls saraf aferen agar sampai pada area tertentu di korteks serebri dan
menjaga korelasi sistem motorik sehingga impuls saraf eferen sampai pada tujuannya.
(Ropper, 2005).
Neuroanatomi dan neurofisiologi sangat penting dan saling berkaitan dalam
mempelajari kapsula interna dimana dalam neurofisiologi diulas mengenai fungsi dari
suatu struktur organ yang dalam tinjauan pustaka ini adalah kapsula interna.
Neurofisiologi menjelaskan peranan dan proses-proses normal yang terjadi pada
suatu struktur. Apabila terjadi suatu proses patologi pada suatu organ serta di dukung
oleh anamnesis dan pemeriksaan fisik maka akan dapat ditegakkan diagnosis klinis
dan diagnosis topis dari suatu penyakit. Dari diagnosis topis dapat diketahui diagnosis
etiologi yaitu penyebab yang mungkin menyebabkan gangguan pada kapsula interna.
Penyebab tersering dan paling umum adalah gangguan vaskuler berupa stroke,

penyebab yang lain yaitu infeksi, trauma, autoimun, gangguan metabolisme, idiopatik
dan neoplasma (Duus, 2005).
Kapsula interna berada di dalam serebrum, simetris kanan dan kiri. Letaknya
diantara nukleus lentiformis dengan nukleus kaudatus dan thalamus. Dilayani oleh
percabangan arteri karotis interna yaitu percabangan arteri serebri media dan arteri
serebri anterior. Apabila ada gangguan vaskuler pada percabangan arteri tersebut
maka akan timbul berbagai gejala klinis berupa stroke. Bila lesinya kecil misal suatu
infark lakunar dapat timbul suatu pure motor hemiplegi. Bila lesinya cukup besar
maka akan timbul gejala hemiplegi dan hemianestesi. Bila lesinya luas dapat timbul
gejala trias kapsula interna yaitu hemiplegi, hemianestesi dan hemianopsi secara
lengkap. Bila awitannya akut maka kemungkinan besar adalah suatu stroke tetapi
bila berlangsung kronis progresif apalagi disertai nyeri kepala dan papil edem maka
kemungkinan suatu proses desak ruang intra kranium (Netter, 2002; Young, 2008).
Penting untuk mengetahui letak dan fungsi traktus yang melalui kapsula
interna dan pembuluh darah yang melayaninya karena berhubungan erat dengan
gejala klinis yang timbul apabila terjadi lesi pada kapsula interna. Dalam tinjauan
pustaka ini akan dijelaskan tentang neurofisiologi kapsula interna secara umum dan
fungsi traktus-traktus yang melewati kapsula interna secara lebih spesifik. Terutama
yang akan lebih ditonjolkan dalam pustaka ini adalah proses gerak, dikarenakan
kapsula interna lewati jaras jaras yang mempengaruhui gerakan manusia

BAB II
NEUROFISIOLOGI KAPSULA INTERNA

Kapsula interna adalah daerah yang dilewati oleh serabut-serabut saraf


bermyelin yang memisahkan nukleus lentiformis dengan nukleus kaudatus dan
thalamus. Berbagai serat saraf menuju korteks dan keluar dari korteks membentuk
serat berbentuk kipas yang dinamakan korona radiata kemudian melewati suatu celah
sempit yaitu kapsula interna (Saunders, 2007).

Gambar 2.1 Potongan horizontal serebrum dilihat dari atas, menunjukkan batas
antara kapsula interna, nukleus lentiformis, nukleus kaudatus dan thalamus
(Snell,2010)

Pada penampang horisontal, kapsula interna terlihat terbagi menjadi tiga bagian
yaitu krus anterior, krus posterior dan genu kapsula interna yang terletak diantara
kedua krus tersebut. (Saunder, 2007).
Sebelum masuk kebagian bagian Kapsula Interna, saya akan membahas
mengenai proses gerak.

2.1 Proses Gerak


Seperti kita ketahui proses gerak dipengaruhui oleh UMN dan LMN. Dimana
Kontrol gerak oleh Sistem Saraf Pusat terbagi menjadi Sistem Saraf Somatis (SSS)
dan Sistem Saraf Otonom (SSO). Sistem saraf somatis mengontrol kontraksi otot
skelet secara sadar (volunter). Sedangkan Sistem saraf otonom mengontrol gerak
organ visceral secara tidak sadar (involunter) (Martini, 2008).
Berdasarkan letak anatomis, motoneuron pada sistem saraf somatis terbagi
menjadi dua, yakni Upper Motorneuron (UMN) dan Lower Motorneuron (LMN).
Upper motorneuron adalah semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke lower
motorneuron dan terbagi menjadi susunan piramidalis dan extrapiramidalis. Upper
motorneuron berjalan dari korteks serebri sampai dengan medulla spinalis sehingga
kerja dari upper motorneuron akan mempengaruhi aktifitas dari lower motorneuron
(Sidharta, 2009).
Lower motorneuron adalah neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik
pada bagian perjalanan terakhir ke sel otot skeletal, hal ini, yang membedakan dengan
upper motorneuron. Lower motorneuron mempersarafi serabut otot dengan berjalan
4

melalui radix anterior, nervus spinalis dan saraf tepi. Lower motorneuron memiliki
dua jenis yaitu alfa-motorneuron memiliki akson yang besar, tebal dan menuju ke
serabut otot ekstrafusal (aliran impuls saraf yang berasal dari otak/medulla spinalis
menuju ke efektor), sedangkan gamma-motorneuron memiliki akson yang ukuran
kecil, halus dan menuju ke serabut otot intrafusal (aliran impuls saraf dari reseptor
menuju ke otak/medulla spinalis). Begitu halnya dengan nervi cranialis merupakan
dari LMN karena nervus-nervus cranialis ini sudah keluar sebelum medulla spinalis
yaitu di pons dan medulla oblongata (Sidharta, 2009 ; Snell, 2007).
A. Jaras Motorik
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia.
Gerakan diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area
motorik di korteks, ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada
dua, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal.
Jaras piramidal dan ektrapiramidal
Sistem saraf somatis secara umum melibatkan tiga tingkat neuron yang
disebut neuron descendens. Neuron tingkat satu sistem saraf somatis berada di sistem
saraf pusat tempat impuls tersebut berasal. Neuron tingkat pertama memiliki badan
sel di dalam cortex cerebri atau berada di tempat asal impuls. Neuron tingkat kedua
adalah sebuah neuron internuncial (interneuron) yang terletak di medulla spinalis.
Akson neuron tingkat kedua pendek dan bersinaps dengan neuron tingkat ketiga di
columna grisea anterior (Snell, 2002).

Gambar 1. Jaras neuron motorik


Secara fungsi klinis tractus descendens dibagi menjadi tractus pyramidals dan
extrapyramidals. Tractur pyramidals terdiri dari tractus corticospinal dan tractus
corticobulbar. Tractus extrapyramidals dibagi menjadi lateral pathway dan medial
pathway. Lateral pathway terdiri dari tractus rubrospinal dan medial pathway terdiri
dari tractus vestibulospinal, tractus tectospinal dan tractus retikulospinal. Medial

pathway mengontrol tonus otot dan pergerakan kasar daerah leher, dada dan
ekstremitas bagian proksimal (Martini, 2006).

Gambar 2. Jaras pyramidal dan ekstrapiramidal

Tractus Corticospinal
Serabut tractus corticospinal berasal dari sel pyramidal di cortex cerebri. Dua
pertiga serabut ini berasal dari gyrus precentralis dan sepertiga dari gyrus
postcentralis. Serabut desendens tersebut lalu mengumpul di corona radiata,
kemudian berjalan melalui crus posterius capsula interna. Pada medulla oblongata
tractus corticospinal nampak pada permukaan ventral yang disebut pyramids. Pada
bagian caudal medulla oblongata tersebut 85% tractus corticospinal menyilang ke sisi
kontralateral pada decussatio pyramidalis sedangkan sisanya tetap pada sisi ipsilateral
walaupun akhirnya akan tetap bersinaps pada neuron tingkat tiga pada sisi
kontralateral pada medulla spinalis. Tractus corticospinalis yang menyilang pada
ducassatio akan membentuk tractus corticospinal lateral dan yang tidak menyilang
akan membentuk tractus corticospinal anterior (Snell, 2002)

Gambar 3. Tractus Piramidalis

Tractus Corticobulbar
Serabut tractus corticobulbar mengalami perjalanan yang hampir sama dengan
tractus corticospinal, namun tractus corticobulbar bersinaps pada motor neuron
nervus cranialis III, IV, V, VI, VII, IX, X, XI, XII. Tractus coricobulbar menjalankan
fungsi kontrol volunter otot skelet yang terdapat pada mata, dagu, muka dan beberapa
otot pada faring dan leher. Seperti halnya dengan tractus corticospinal, tractus
corticobulbar pun mengalami persilangan namun persilangannya terdapat pada
tempat keluarnya motor neuron tersebut. (Martini, 2006).
Medial Pathway
Medial Pathway (jalur medial) mempersarafi dan mengendalikan tonus otot
dan pergerakan kasar dari leher, dada dan ekstremitas bagian proksimal. Upper motor
neuron jalur medial berasal dari nukleus vestibularis, colliculus superior dan formasio
retikularis. (Martini, 2006).
Nukleus vestibularis menerima informasi dari N VIII dari reseptor di
vestibulum untuk mengontrol posisi dan pergerakan kepala. Tractus descendens yang
berasal dari nukleus tersebut ialah tractus vestibulospinalis. Tujuan akhir dari sistem
ini ialah untuk menjaga postur tubuh dan keseimbangan. (Martini, 2006).
Colliculus superior menerima sensasi visual. Tractus descendens yang berasal
dari colliculus superior disebut tractus tectospinal. Fungsi tractus ini ialah untuk
mengatur refleks gerakan postural yang berkaitan dengan penglihatan (Snell, 2002).
Formasio retikularis ialah suatu sel-sel dan serabut-serabut saraf yang
membentuk jejaring (retikular). Jaring ini membentang ke atas sepanjang susunan
9

saraf pusat dari medulla spinalis sampai cerebrum. Formatio reticularis menerima
input dari hampir semua seluruh sistem sensorik dan memiliki serabut eferen yang
turun memengaruhi sel-sel saraf di semua tingkat susunan saraf pusat. Akson motor
neuron dari formatio retikularis turun melalui traktus retikulospinal tanpa menyilang
ke sisi kontralateral. Fungsi dari tractus reticulospinalis ini ialah untuk menghambat
atar memfasilitasi gerakan voluntar dan kontrol simpatis dan parasimpatis
hipotalamus (Martini 2006; Snell, 2002).

Gambar 4. Tractus Medial

10

Lateral Pathway
Lateral Pathway (jalur lateral) berfungsi sebagai kontrol tonus otot dan presisi
pergerakan dari ekstremitas bagian distal. Upper motor neuron dari jalur lateral ini
terletak dalam nukleus ruber (merah) yang terletak dalam mesencephalon. Akson
motor neuron dari nukleus ruber ini turun melalui tractus rubrospinal. Pada manusia
tractus rubrospinal kecil dan hanya mencapai corda spinalis bagian cervical. (Martini,
2006).
Traktus Ekstrapiramidal
System ekstrapiramidal tersusun dari semua jaras motorik yang tidak melalui
piramis medulla oblongata dan berkepentingan untuk mengatur sirkuit umpan balik
motorik pada medulla spinalis, batang otak, serebelum, dan kortek serebri. Selain itu,
system ini juga mencakup serabut-serabut yang menghubungkan kortek serebri
dengan masa kelabu ( seperti striata, nucleus ruber, dan subtantia nigra), dengan
formation rerikuaris dan dengan nucleus tegmental batang otak lainnya.
Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, inti-inti
talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang
otak,serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan
area 8. komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson
masing-masing komponen itu.

11

Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar yang dikenal sebagai


sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan penerima tunggal dari serabutserabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut dinamakan sirkuit striatal
yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang
(aksesori).1,3 Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a)
hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b)
hubungan korpus striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan
thalamus dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolaholah diserahkan kepada korpus striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan
hasil pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks
motorik tambahan. Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal
lainnya menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama,
maka sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik.1,3 Sirkuit striatal asesorik ke1 merupakan sirkuit yang menghubungkan stratum-globus palidus-talamus-striatum.
Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari globus palidus-korpus
subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh
hubungan yang melingkari striatum-subtansia nigra-striatum.
Lateral pathway terdiri dari tractus rubrospinal dan medial pathway terdiri
dari tractus vestibulospinal, tractus tectospinal dan tractus retikulospinal. Medial
pathway mengontrol tonus otot dan pergerakan kasar daerah leher, dada dan
ekstremitas bagian proksimal.1

12

Pada jaras ekstra piramidal, jaras ini disebut juga jaras striatal. Ini
menyampaikan saraf motorik tanpa meleawti kompinen jalur piramidal.jaras ini
penting dalam pengaturan propioseptif tubuh. Jaras ini tersusun atas komponen 3 :
1.

princpal : kortex-korpus triatum-globus palidus-talamus

2.

asesoris 1 : talamus-korpus striatum

3.

asesoris 2 : globus palidus nukleus subtalamikus

4.

asesoris 3 : korpus striatum substansia nigra

2.1 Neurofisiologi Krus Anterior Kapsula Interna


Krus anterior terdiri dari dua kelompok serat saraf yaitu:
1. Radiasio Talamika Anterior
2. Traktus Frontopontin
2.1.1. Radiasio Talamika Anterior
Radiasio talamika anterior terdiri dari serat saraf timbal balik antar nukleus
anterior talami dengan girus singuli serta nukleus medial dorsalis talami dengan
korteks area prefrontal.
Fungsi dari traktus ini berhubungan dengan : (Netter, 2002 ; Moeller 2007)
a. Fungsi kognisi yaitu tentang perhatian, memori terutama jangka pendek,
perencanaan dan motivasi.

13

b. Fungsi eksekutif misalnya kemampuan merencanakan masa depan yang


merupakan hasil dari tindakan saat ini, kemampuan membedakan tindakan
yang baik dan buruk serta dapat mencari kesamaan atau perbedaan pada
suatu benda atau keadaan.
c. Fungsi memori yang berkaitan dengan emosi
d. Mengatur sensasi rasa nyeri, rabaan kasar (umum), rabaan spesifik, suhu,
posisi dan gerakan anggota tubuh.
2.1.2. Traktus Frontopontin
Traktus Frontopontin merupakan serat desenden berasal dari regio motor
dan premotor di area asosiasi korteks serebri lobus frontal berakhir

dalam

hubungan sinaptik dengan sel-sel neuron di dalam nukleus pontin ipsilateral.


Setelah bersinap impuls ditransmisikan ke bagian medial pedunkel serebellum
pada hemisfer kontralateral melalui traktus pontoserebelar yang sebagian besar
menyilang garis median di daerah basis pontin.
Traktus ini memegang peranan penting pada pengendalian fungsi motorik
pada area wajah yaitu mengatur nervus trigeminus (N.V), nervus fasialis (N.VII)
dan nervus hipoglosus (N. XII) (Scanlon, 2006 ; Young 2008).

2.1.3. Gangguan Pada Krus Anterior

14

Gangguan pada krus anterior akan menimbulkan gejala klinis berupa: (Duus,
2005 ; Moeller 2007)
a. Sindrom lobus frontal dengan perubahan kepribadian (hilangnya representasi
diri).
b. Gangguan fungsi kognisi yaitu penurunan perhatian, tidak dapat berkonsentrasi
pada satu aktivitas dan mudah dialihkan oleh stimulus yang baru.
c. Gangguan memori terutama memori jangka pendek, IQ formal dan memori
jangka panjang relatif tetap masih utuh.
d. Gangguan fungsi eksekutif seperti tidak mampu merencanakan masa depan,
melakukan penilaian dan membuat keputusan. Penurunan fungsi ini
berlangsung secara drastis.
e. Emosi tidak tergambar pada wajah dan suara, misalnya saat merasa bahagia
tidak tersenyum. Pasien cenderung mengalami depresi, penurunan motivasi,
tidak ingin dan tidak semangat melakukan aktivitas sehari-hari.
f. Berkurangnya spontanitas dalam bentuk komunikasi, pasien tampak malas,
letargik, tidak ingin membersihkan dan merawat dirinya sendiri, berpakaian
dengan bantuan dan tidak berniat melakukan pekerjaan yang regular.
g. Anestesi total pada sisi tubuh kontralateral, rasa nyeri, rabaan kasar (umum)
dan suhu dapat pulih kembali.
h. Gangguan rasa raba spesifik, rasa posisi dan rasa gerakan anggota tubuh lambat
pulih dan mengalami gangguan berat (Greenstein, 2000).
i. Kelemahan otot-otot dagu (N.V), paralisis wajah bagian bawah dan kelemahan
ringan pada area dahi (N. VII) dan kelemahan otot lidah (N.XII) karena lesi
pada krus anterior terutama pada traktus frontopontin. (Snell, 2010).

15

Gangguan pada krus anterior dapat disebabkan oleh berbagai etiologi,


terutama paling sering karena gangguan vaskuler misal stroke atau Transient
Iskemik Attack (TIA) yang terjadi karena blokade aliran darah pada otak atau
karena ruptur pembuluh darah atau aneurisma. Penyebab yang lain dapat berupa
cedera kepala, infeksi, tumor intrakranial, proses autoimun, gangguan metabolik,
toksik dan idiopatik (Greenstein, 2000 ; Young 2008).

2.2

Neurofisiologi Genu Kapsula Interna


Genu terdiri dari hanya satu kelompok serat saraf yaitu traktus kortikonuklear

yang berasal dari daerah optokinetik frontal daerah muka (facies) pada korteks area
motorik yaitu bagian inferior girus presentralis (daerah 4) dan dari dekat girus
postsentralis. Serabut kortikonuklearis turun melalui korona radiata dan genu kapsula
interna. Kemudian melintas melalui mesensefalon sebelah medial serabut
kortikospinalis dalam basis pedunkulus. Ujung serabut bersinaps langsung dengan
lower motor neuron dalam nukleus saraf kranialis atau tidak langsung melalui
neuron-neuron internuklearis. Sebagian besar serabut kortikonuklearis ke nuklei
motorik saraf kranialis menyilang bidang medial sebelum sampai ke nuklei.
Hubungan bilateral pada semua nuklei motorik saraf kranial kecuali nukleus fasialis
yang mempersarafi otot bagian bawah wajah dan nukleus hipoglosus yang
mempersarafi muskulus genioglossus. (Snell, 2010)

16

Traktus kortikonuklear berfungsi mengatur motorik nervus okulomotorius,


nervus troclearis, nervus abduscen, nervus fasialis, nervus glossofaringeus, nervus
vagus, nervus asesorius, dan nervus hipoglosus. Nervus okulomotorius mengatur
pergerakan bola mata, mengangkat kelopak mata dan mengatur spingter pupil dan
otot-otot badan siliar. Otot-otot penggerak bola mata yaitu muskulus rektus superior,
muskulus rektus medialis, muskulus rektus inferior dan muskulus obliquus inferior.
Otot untuk mengangkat kelopak mata yaitu muskulus levator palpebra. Nervus
trochlearis berfungsi mengatur pergerakan bola mata ke arah bawah dan rotasi ke
lateral yang dikendalikan oleh muskulus obliquus superior. Nervus abduscen
melayani muskulus rektus lateralis untuk gerakan mengabduksi mata. Nervus fasialis
mengatur kemampuan pengendalian kontraksi otot-otot wajah, m. stapedius,
digastrikus venter anterior dan

stiloideus. Nervus glossofaringeus mengatur M.

stilofaringeus yang berfungsi untuk membantu menelan. Nervus vagus mempersarafi


otot-otot konstriktor faring dan otot-otot intrinsik laring. Nervus asesorius yang
mendapat serabut dari traktus kortikonuklear adalah bagian radiks kranialis. Nervus
hipoglossus mengatur otot lidah yaitu muskulus genioglosus pada sisi kontralateral
serta dan palatum mole pada sisi kontralateral
2010).

17

( Duus, 2005 ; Ropper 2005, Snell

Gambar

2.3. Traktus
Kortikonuklear

(Netter,

2002)

Gangguan pada
area genu

akan
menimbulakan

gejala

klinis yaitu :

a. Penderita tidak dapat mengadakan abduksi bola mata pada sisi kontralateral lesi,
walaupun fiksasi otomatis atau gerakan mengikuti sesuatu (following eye
movements) tidak terganggu. Gangguan gerakan di bawah pengendalian kemauan
tersebut diatas menghilang dalam waktu singkat, mungkin disebabkan karena
adanya traktus kortikonuklear yang tidak menyilang garis median yang melayani
nukleus abduscens. Gangguan gerakan bola mata melirik ke bawah dan gerakan
bola mata ke segala arah. (Campbell 2005)

18

b.

Paresis nervus fasialis kontralateral menyebabkan kehilangan kemampuan


pengendalian kontraksi otot-otot muka bagian kaudal pada sisi kontralateral,
sehingga tampak hidung dan mulut tertarik ke sisi yang sehat, sulkus nasolabialis
lebih datar daripada di sisi yang sehat dan ujung bibir sisi yang sakit lebih rendah.
Saat penderita meringis tampak seolah-olah wajah penderita mencong ke sisi yang
sehat. Penderita tidak dapat tersenyum dengan baik atas kemauan, walaupun dapat
mengerutkan dahi dan menutup kedua mata dengan baik atas perintah atau

kemauan, sedangkan senyum karena emosi tidak terganggu.


c. Paresis nervus hypoglosus yang melayani otot-otot lidah juga pada sisi
kontralateral. Lidah di dalam mulut tampak mencong ke sisi yang sehat dan jika
lidah dijulurkan ke luar tampak deviasi ke sisi yang sakit. Gangguan pengendalian
kontraksi otot lidah mempunyai kecenderungan untuk berkurang sesudah beberapa
saat. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan beberapa traktus kortikonuklear
yang tidak menyilang garis median dan menuju ke nukleus hypoglosus sisi
ipsilateral. (Duus, 2005 ; Snell 2010).
Gangguan pada genu kapsula interna umumnya disebabkan oleh gangguan
vaskular berupa stroke, penyebab yang lain dapat berupa infeksi, tumor, autoimun,
gangguan metabolik dan trauma. (Scanlon, 2006)
2.3

Neurofisiologi Krus Posterior Kapsula Interna


Krus posterior kapsula interna terbagi menjadi tiga bagian yaitu pars

thalamolentikularis, pars sublentikularis dan pars retrolentikularis (post lentikularis).

19

Krus posterior mempunyai banyak komponen penting terutama traktus kortikospinal.


Serat kortikospinal berjalan pada 2/3 anterior dari krus posterior kapsula interna dan
1/3 posterior dari krus posterior terdiri dari serat sensori, radiasio optika, serat akustik
dan serat saraf dari lobus oksipital dan lobus temporal menuju nukleus pontin. (Netter
2002)

2.3.1 Neurofisiologi Pars Talamolentikularis


Terdiri dari tiga serabut saraf yaitu traktus kortikospinal, traktus kortikorubra
dan radiasio talamika posterior (radiasio sensibilis).
2.3.1.1. Traktus Kortikospinal
Disebut juga sebagai traktus piramidalis, berasal dari korteks motorik dan
berjalan melalui substansia alba serebri (korona radiata), krus posterior kapsula
interna (serabut terletak sangat berdekatan disini), bagian sentral pedunkulus
serebri, pons dan basal medula (bagian anterior) tempat traktus terlihat sebagai
penonjolan kecil disebut piramid. Pada bagian bawah ujung medula serabut
piramidal menyilang ke sisi lain di dekusasio piramidum. Serabut yang tidak
menyilang berjalan menuruni medula spinalis di funikulus anterior ipsilateral
sebagai traktus kortikospinalis anterior. Traktus yang menyilang di dekusasio
piramidum menuruni medula spinalis di funikulus lateral kontralateral sebagai
traktus kortikospinal lateralis (Ropper, 2005 ; Saunder, 2007).
20

Memahami traktus ini berarti memahami pula bagaimana satu sisi tubuh
dikendalikan oleh

bagian otak

pada sisi kontralateral. Hemisfer kiri otak

mengontrol sisi tubuh kanan dan hemisfer kanan mengontrol sisi tubuh bagian kiri.
Korteks motorik mengirim impuls ke daerah spinal seperti mengirim suatu pesan.
Traktus kortikospinal mengatur gerakan volunter seperti gerakan pada lengan,
tungkai, jari-jari tangan dan kaki (Campbell, 2005 ; Wibowo, 2011).
2.3.1.2. Traktus Kortikorubra
Traktus ini berasal dari area Brodmann 6 menuju ke nukleus ruber pada sisi
homolateral. Termasuk dalam sistem ekstrapiramidal, bekerja terutama untuk
mengendalikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan sikap atau gerakangerakan pelan, penyesuaian tonus otot, gerakan asosiasi dan integrasi otonom.
Umumnya bersifat sebagai penghambat pusat-pusat motorik subkortikal dan
neuron-neuron motorik. (Moeller, 2007)

21

Gambar 2.5. Traktus Kortikorubra (Duus, 2005)


2.3.1.3. Radiasio Talamika Posterior
Serabut saraf yang berasal dari nukleus ventralis posterior menuju ke area
Brodmann 3,2,1. Dan sebaliknya dari area Brodmann 3,2,1 menuju ke nukleus
ventralis posterior. Serta serat dari nukleus talami ventralis anterior dan ventralis
lateralis menuju area Bodmann 6 dan 4. Nukleus ventralis

berfungsi dalam

mengaktivasi non spesifik impuls sensori dan merupakan stasiun relay untuk
impuls sensorik khusus yang kemudian dihantarkan ke area korteks yang sesuai.
Traktus ini mengendalikan sensibilitas yaitu rasa raba dan proprioseptif (Young,
2008).

22

2.3.2

Neurofisiologi Pars Sublentikular


Pars sublentikular terdiri dari empat serabut saraf yaitu radiasio akustika,

traktus kortikotektalis, traktus temporoparietioksipitopontin dan radiasio optika.


2.3.2.1. Radiasio akustika
Radiasio akustika atau radiasio auditori merupakan serat saraf yang berasal
dari korpus genikulatum medial berjalan melalui krus posterior kapsula interna
menuju area Brodmann 41 dan 42 begitu pula sebaliknya, serabut saraf dari
Brodmann 41 dan 42 menuju korpus genikulatum medial. Korpus genikulatum
medial merupakan area relay auditorik yang mengatur fungsi pendengaran,
sedangkan area Brodman 41 berfungsi sebagai area untuk memproses persepsi
nada, sedangkan area Brodmann 42 untuk persepsi fonemik. Berfungsi untuk
proses mendengar bunyi, suara, percakapan dan bunyi yang bukan percakapan
(Wibowo, 2011).

23

Gambar 2.6. Radiasio Akustika (Duus, 2005)

2.3.2.2. Traktus Kortikotektalis


Merupakan serabut saraf yang berasal dari area Brodmann 20 menuju ke
kolikulus kranialis. Fungsi dari area Brodmann 20 adalah untuk pemahaman suara
dan musik, sedangkan kolikulus kranial yang terletak di mesensefalon berfungsi
sebagai tempat memproses informasi visual dan auditorik serta mengatur refleks
optik yang berkaitan dengan gerakan-gerakan leher dan trunkus. ( Scanlon, 2006 ;
Snell, 2010).

24

2.3.2.3. Traktus Temporoparietooksipitopontin


Serabut saraf berasal dari korteks lobus temporalis, parietal dan oksipital
menuju ke nukleus pontin. Lobus temporal adalah area yang berhubungan dengan
emosi dan fungsi mental yang lebih tinggi seperti memori dan bahasa. Area ini
juga berhubungan dengan area auditori dan pengenalan wajah. Lobus temporal
posterior kiri berperan dalam proses belajar dan memori verbal. Sedangkan lobus
temporal posterior kanan berperan dalam proses belajar dan memori visual. Lobus
parietal berfungsi sebagai general sensorik pada area wajah, lengan dan tungkai,
pusat perasa lidah, memproses informasi somantik dan visual, kemampuan
matematika dan penamaan suatu objek. Sedangkan lobus oksipital berfungsi pada
penglihatan dan asosiasi penglihatan. (Greenstein, 2000).

Gambar 2.7. Traktus Kortikopontin (Duus, 2005)

25

2.3.2.4. Radiasio Optika


Merupakan serabut saraf yang berjalan bolak balik antara korpus
genikulatum lateral dan korteks area Brodmann 17. Fungsi korpus genikulatum
lateral yaitu sebagai area relay visual. Area Bodmann 17 berfungsi dalam
penglihatan kecerahan, warna, bentuk dan pergerakan suatu benda serta mengatur
kemampuan penglihatan pada

suatu lapangan pandang atau mengatur medan

penglihatan. ( Netter, 2002 ; Sidharta, 2010).

2.8. Radiasio Optika (Duus, 2005)

26

2.3.3

Neurofisiologi Pars Retrolentikular


Terdiri

dari

empat

traktus

yaitu

traktus

kortikotegmentalis,

traktus

kortikotektalis, traktus kortikorubra dan traktus kortikonigralis.


2.3.3.1 Traktus Kortikotegmentalis
Traktus kortikotegmentalis merupakan serabut saraf berasal dari korteks area
Brodmann 18 dan 19 menuju ke nukleus abduscens kontralateral. Fungsi area
Brodmann 18 berhubungan dengan lapangan pandang kuadran atas dan bawah
sedangkan Brodmann 19 berfungsi dalam memori topografi. Nukleus abduscens
berfungsi dalam mendukung otot-otot mata ekstraokuler dalam menggerakkan
bola mata kearah lateral. (Duus, 2005 ; Young, 2008).
2.3.3.2. Traktus Kortikotektalis
Traktus Kortikotektalis merupakan serabut serat saraf yang berasal dari area
Brodmann 18 dan 19 menuju ke pulvinar talami, nukleus pretektalis dan kolikulus
kranialis. Pulvinar talami memiliki hubungan timbal balik dengan area asosiasi
lobus parietal dan oksipital. Area asosiasi ini dikelilingi oleh korteks
somatosensorik, visual dan auditorik primer dan dengan demikian kemungkinan
berperan penting pada pengumpulan berbagai jenis informasi sensorik yang
datang. Nukleus pretektalis mengatur ukuran pupil (muskulus sfingter pupil) yang
merupakan respon cahaya serta mengatur akomodasi mata oleh muskulus siliaris.
Kolikulus kranial sebagai stasiun relay pendengaran dan visual, mengatur reflex
27

optik yang berkaitan dengan gerakan-gerakan leher dan trunkus. Area Brodmann
18 berperan dalam lapang pandang atas dan bawah, sedangkan area Brodmann 19
berperan dalam memori topografi. (Scanlon, 2006; Moeller, 2007).
2.3.3.3. Traktus Kortikorubra
Traktus Kortikorubra merupakan serabut saraf berjalan dari korteks area
Brodmann 19 menuju nukleus ruber. Area Brodmann 19 berperan dalam memori
topografi sedangkan nukleus ruber berperan dalam lengkung reflek yang mengatur
postur tubuh dan gerakan volunter yang tepat dan halus (Campbell, 2005).
2.3.3.4. Traktus kortikonigralis
Traktus Kortikonigralis merupakan serabut saraf berasal dari korteks area
Brodmann 19 menuju ke substansia nigra yang homolateral. Substansia nigra
adalah nukleus motorik yang besar terletak di antara tegmentum dan krus serebri
kedua sisi. Merupakan komponen penting pada sistem motorik ekstrapiramidal
(Duus, 2005; Young, 2008).
Lesi krus posterior kapsula interna menyebabkan :
a.

Fase akut menyebabkan reflek tendon profunda akan bersifat hipoaktif dan
terdapat kelemahan flaksid pada otot. Reflek muncul kembali beberapa hari
atau beberapa minggu kemudian dan menjadi hiperaktif karena spindel otot
berespon lebih sensitif terhadap regangan dibandingkan dengan keadaan

28

normal, terutama fleksor ekstremitas atas dan ekstensor ektremitas bawah.


Hipersensitif ini terjadi akibat hilangnya kontrol inhibisi sentral desenden pada
sel-sel fusimotor yang mempersarafi spindel otot. Serabut-serabut otot
intrafusal teraktivasi secara permanen dan lebih mudah berespon terhadap
peregangan otot lebih lanjut dibandingkan normal. Gangguan sirkuit regulasi
panjang otot mungkin terjadi yaitu berupa pemendekan panjang target secara
abnormal pada fleksor ekstremitas atas dan ekstensor ektremitas bawah.
Hasilnya berupa peningkatan tonus spastik dan hiperefleksia serta tanda-tanda
traktus piramidal dan klonus. Diantara tanda-tanda traktus piramidal tersebut
terdapat tanda-tanda yang sudah dikenal baik pada jari-jari tangan dan kaki
seperti tanda Babinski (ekstensi tonik ibu jari kaki sebagai respon terhadap
b.

gesekan di telapak kaki). (Greenstein, 2000 ; Young, 2008).


Gangguan pada krus posterior kapsula interna juga menimbulkan paralisis
bersifat spastik. Gangguan sensasi raba dan proprioseptif kontralateral serta
paresis ekstremitas yang dirasakan seakan-akan ekstremitas membengkak atau
terasa berat yang abnormal. Juga didapatkan kelemahan sentral yang berat
dimana pasien jatuh kearah yang berlawanan dengan sisi lesi dan mungkin tidak
dapat duduk tanpa bantuan. Manifestasi ini timbul secara sendiri-sendiri atau
bersamaan dengan transient talamic neglect yaitu baik fungsi motorik dan
sensorik terabaikan (neglect) sisi kontralateral lesi. Sedangkan lesi yang
melibatkan nukleus ventralis anterior dapat menyebabkan gangguan kesadaran

29

dan atensi karena termasuk ke dalam sistem ARAS (Snell, 2010 ; Wibowo,
c.

2011).
Lesi pada krus posterior juga akan menimbulkan gangguan dalam bidang
auditorik yaitu gangguan persepsi nada dan persepsi fonemi, gangguan dalam
belajar, memori verbal, memori visual, prosopagnosia yaitu kehilangan

d.

kemampuan mengenali wajah orang lain dan dirinya sendiri (Ropper, 2005).
Lesi juga mengakibatkan terjadinya skotoma sentral, mata kontralateral
berdeviasi ke dalam pada tatapan primer (saat melihat lurus ke depan) dan tidak
dapat diabduksi karena paresis muskulus rektus lateralis. Terdapat mata yang
juling ke dalam disebut juga strabismus konvergen. Ketika melihat kearah
hidung mata yang paresis berotasi ke atas dan dalam karena dominasi kerja
muskulus

obliquus

inferior.

Lesi

pada

traktus

kortikotegmentalis

mengakibatkan gangguan pada persepsi visual dan gangguan pergerakan bola


mata. (Scanlon, 2006 ; Sidharta 2010).
Penyebab gangguan pada krus posterior umumnya karena kejadian vaskuler
berupa stroke dengan thrombus, emboli atau perdarahan karena pecahnya pembuluh
darah atau aneurisma. Penyebab lain yang mungkin menyebabkan gangguan pada
krus posterior yaitu infeksi pada area posterior kapsula interna, trauma, tumor,
autoimun, gangguan metabolik dan idiopatik (Wibowo, 2011).

BAB III

30

RINGKASAN

Kapsula interna merupakan serabut proyeksi yang berupa kumpulan berkas


padat yang dilewati oleh banyak serabut-serabut saraf bermyelin yang memisahkan
nukleus lentiformis dengan nukleus kaudatus dan thalamus. Terletak dalam serebrum
simetris kanan dan kiri. Serabut saraf dalam kapsula interna terdiri dari serat saraf
desenden dan asenden. Kapsula interna terbagi menjadi tiga bagian yitu krus
anterior, genu dan krus posterior. Setiap bagian dilewati oleh traktus yang berbeda
serta memiliki fungsi yang berbeda pula, seperti fungsi motorik (piramidal dan
ekstrapiramidal) dan sensorik.
Sesuai dengan gambaran homunkulus pada kapsula interna, serabut-serabut
yang mengantarkan impuls untuk otot-otot wajah lewat di bagian yang paling depan
yaitu dekat dengan genu. Serabut-serabut yang mengantarkan impuls untuk otot-otot
ekstremitas superior lewat di belakangnya yaitu bagian anterior dari krus posterior.
Sedangkan serabut-serabut untuk impuls ke otot-otot ekstremitas inferior terletak
pada bagian posterior dari krus posterior.
Apabila terjadi suatu lesi destruktif misalnya infark atau hemoragik pada
kapsula interna maka akan bermanifestasi pada tubuh bagian kontralateral. Pada
kapsula interna terdapat traktus piramidal dan radiasio somatosensori talamik yang
berjalan bersama, serta traktus kortikobulbar yang juga berjalan berdekatan. Lesi

31

yang muncul yaitu hemiplegik atau hemiparese kontralateral spastik, hemianestesi


kontralateral dan kelemahan separuh wajah bagian bawah apabila lesinya terletak
pada bagian dorsal kapsula interna. Bila lesi terletak pada bagian ventral kapsula
interna yang melibatkan radiasio optika maka ketiga gejala diatas akan disertai
dengan hemianopsi homonim.

DAFTAR PUSTAKA

32

Campbell, W. 2005. De Jongs The Neurologic Examination. USA: Lippincott. pp.5254.


Duus, P. 2005. Topical Diagnosis in Neurology. Anatomy Physiology Signs
Symptoms. 4th ed. New York: Thieme. pp 334-335.
Greenstein, B. 2000. Color Atlas of neuroscience. New York: Thieme.pp.25,43.
Moeller, T. 2007 . Pocket Atlas of Sectional Anatomy. 3 th ed. New York:Thieme.
pp. 55-57.
Martini, F.H. 2006. Fundamental of Anatomy & Phisiology. Seventh Edition. San
Francisco: Pearson
Netter, F. 2002. Neuroanatomy & Neurophysiology. Special ed. USA: Icon Custom
Communication. Pp.4,14,71
Ropper, A.H. Samuels, M.A. 2005. Adams & Victors Principles of Neurology. 8 th ed.
USA: The McGraw-Hill Companies.pp.246-268.
Saunders, E. 2007. Clinical Neuroanatomy and Neuroscience. 5 th ed. Elsevier limited.
Pp 50-55.
Scanlon, F.C.2006. Essentials of Anatomy and Physiology. 5 th ed. Philadelphia:
F.A.Davis Company.pp.348-350.
Sidharta, P. 2010. Neurologi Klinis Dasar. 7th ed. Jakarta: PT Dian Rakyat.pp.3-5

33

Singh, Vishram. 2010. Textbook of Clinical Neuroanatomy. 2nd Ed. New Delhi :
Elsevier. Pp 165-168.
Snell, R. 2010. Clinical Neuroanatomy. 7th ed. USA: Lippincott. pp.155-157.
Wibowo, D. 2011. Neuroanatomi Untuk Mahasiswa Kedokteran. 1th ed. Malang:
Banyu Media Publising. pp.127-128.
Young, Paul A. 2008. Basic Clinical Neuroscience. 2th ed. USA: Lippincott. pp. 6578.

34

Anda mungkin juga menyukai