Oleh :
MUZAYNATUL WAQI’AH
7315019
JOMBANG
2022
KATA PENGANTAR
Subhanahu Wa Ta’ala atas berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan
“Asuhan Keperawatan Pada Ny. P CVA ICH (Gangguan mobilitas fisik) di Ruang SADEWA
RSUD Jombang Kabupaten Jombaang”. KIAN ini merupakan satu syarat untuk memperoleh
gelar Ners (Ns) pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Saya sebagai penulis banyak mengucapkan terima kasih terhadap atas bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak dalam menyusun dan menyelesaikan kian ini. Berkaitan dengan ini
ABSTRAK
Muzaynatul Waqi’ah
Pendahuluan : Cerebrovascular Accident (CVA) merupakan kelainan fungsional sistem saraf pusat
yang terjadi ketika suplai darah ke otak terganggu yang ditandai dengan cedera fokal akut pada sistem
saraf pusat oleh penyebab vascular, infark, perdarahan intracerebral (ICH), subarachnoid
hemorrhage (SAH) dan merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia.
Terjadinya stroke disebabkan karena berbagai hal yaitu gaya hidup serta riwayat penyakit penyerta
yang dimiliki masyarakat. Penanganan terhadap Cerebrovascular Accident (CVA) dapat dilakukan
dengan tindakan operasi bedah saraf seperti kraniotomi meliputi pembukaan tengkorak dengan
membuat flap tulang dengan mengangkat potongan sirkular tulang melalui trepanasi. Prosedur ini
dapat menurunkan angka kematian dari 72% sampai 25%.
Tujuan : Untuk mempelajari dan memahami secara mendalam mengenai asuhan keperawatan pada
Ny. P CVA ICH (Gangguan Mobilitas Fisik) di Ruang SADWEA RSUD JOMBANG Kabupaten
Jombang.
Metode : Penulisan ini menggunakan desain penelitian dengan pendekatan bentuk studi kasus untuk
mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pasien CVA ICH (Ganggan Mobilitas Fisik) di Ruang
SADEWA RSUD Jombang Kabupaten jombang. Studi kasus menggunakan asuhan keperawatan
adalah rangkaian proses keperawatan individu pada pasien yang diagnosa mengalami CVA ICH
(Gangguan Mobilitas Fisik) dengan pengkajian, menetapkan diagnosa keperawatan, menyusun
perencanaan, melakukan tindakan keperawatan serta melakukan evaluasi pada pasien.
Hasil : Teratasinya masalah bersihan jalan napas tidak efektif, risiko perfusi serebral tidak efektif,
gangguan mobilitas fisik dan risiko infeksi pada pasien CVA ICH (Ganggan Mobilitas Fisik) di ruang
SADEWA RSUD Jombang.
Kesimpulan : Dari ke empat masalah keperawatan tersebut, bersihan jalan napas tidak efektif
menjadi diagnosa prioritas. Intervensi yang sesuai diterapkan pada pasien. Implementasi yang
dilakukan yaitu sesuai dengan rencana intervensi keperawatan. Evaluasi yang didapatkan yaitu
kesadaran membaik.
diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari cerebrum cerebellum, brainstem, dan limbic
system (Derrickson &Tortora, 2013). Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi
meskipun neuron-neuron telah di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif
atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak mengambil alih fungsi
dari bagian-bagian yang rusak. Otak belajar kemampuan baru, dan ini merupakan mekanisme
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem
saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf
disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dariSST adalah menghantarkan
informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2010).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya adalah:
a. Cerebrum
Bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun
dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2009). Cerebrum
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti
kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu,
dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis
(area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini
terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan
sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2010).
2) Lobus Temporalis
Mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah
posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur
daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi.
3) Lobus Parietalis
Lobus parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus postsentralis (area
4) Lobus Oksipitalis
Lobus Oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan:
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008). e) Lobus
Limbik Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan bersama
non traumatik yang terbatas pada sistem ventrikel atau yang timbul di dalam atau
pada sisi dari ventrikel. (Donna, dkk, 2011). Dari pengertian ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa kejadian IVH yang menimbulkan serangan stroke merupakan salah
satu dari jenis stroke (CVA) hemoragik yang berasal dari intra cranial atau sumber
Kejadian IVH memang sangat jarang. Hal ini menjadi alasan atas pemahaman
yang buruk terhadap gejala klinis, etiologi, dan prognosis jangka pendek maupun
panjang pada pasien IVH. Sepertiga pasien IVH tidak bertahan pada perawatan di
rumah sakit (39%). Angka kejadian IVH di antara seluruh pasien dengan perdarahan
intrakranial adalah 3,1% dengan prognosis yang dilaporkan lebih baik dari prognosis
faktor yang berhubungan dengan PIVH, namun hipertensi merupakan faktor yang
dalam setiap rentang usia, namun dengan puncak antara usia 40-60 tahun, dengan
rasio angka kejadian pada pria:wanita=1,4:1. Gambaran klinik pada kasus PIVH yang
ringan bervariasi dan mungkin berkaitan dengan banyaknya perdarahan. (Donna, dkk,
2011).
B. Etiologi
ventrikel pada otak belum diketahui,namun keadaan Hipertensi sering kali disebut
sebagai penyebab yang paling mungkin, walaupun abnormalitas arteri-vena otak dapat
pemicu terjadinya perdarahan pada otak, terutama bila memang pasien adalah
Dari penjelasan diatas, kita dapat menarik kesimpulan kecil bahwa penyebab
yang paling memungkinkan dari terjadinya IVH yang dapat menimbulkan serangan
stroke adalah hipertensi yang bersifat kronik, selain itu abnormalitas formasi vaskuler
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang
hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal
dengan hiiangnya fungsi batang otakdapat terjadi. Pasien yang selamat secara
perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba
yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral (Ropper, 2005 Dalam khoirul 2009).
Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau
1. Kehilangan Motorik.
a. Hemiplegia yaitu paralisis pada salah satu sisi yang sama seperti pada wajah, lengan
b. Hemiparesis yaitu kelemahan pada salah satu sisi tubuh yang sama seperti wajah,
a. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi) Kejadian seperti kebas dan
kesemutan pada bagian tubuh dan kesulitan dalam propriosepsi (kemampuan untuk
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot
b. Disfasia atau afasia adalah bicara detektif atau kehilangan bicara, yang terutama
sebelumnya, seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
4. Gangguan Persepsi.
mengakibatkan :
a. Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan
korteks visual.
5. Defisit Kognitif.
e. Perubahan Penilaian.
6. Defisit Emosional.
a. Kehilangan kontrol-diri.
b. Labilitas emosional.
d. Depresi.
e. Menarik diri.
g. Perasaan Isolasi.
E. Faktor resiko
1. Usia tua
2. Kebiasaan merokok
3. Alkoholisme
intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (35-50%), lobus
(30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%), caudatus (7%) dan serebelum (5%).
1. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan disebabkan
Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan keluaran yang
buruk.
- Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi cairan
serebrospina
G. Pemeriksaan diagnosa
1. Pemeriksaan Klinis
a. Riwayat penyakit sekarang (kapan timbulnya, lamanya serangan, gejala yang timbul).
b. Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, jantung, DM, disritmia, ginjal, pernah mengalami
trauma kepala).
g. Neurosensorik (sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan berkurang atau
ganda, hilang rasa sensorik kotralateral, afasia motorik, reaksi pupil tidak sama).
h. Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang berbeda, tingkah laku yang tidak stabil,
2. Pemeriksaan Penunjang
sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang
dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah
dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung
hemosiderin.
daerah lesi yang spesifik. f. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat
subarachnoid.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Rutin
b. Gula Darah
c. Urine Rutin
d. Cairan Serebrospinal
f. Biokimia Darah
g. Elektrolit
H. Penanganan
b. Masukkan klien ke unik perawatan saraf untuk dirawat di bagian bedah saraf
Parenchymatous hemorrhage.
e. Neurologis
Aminocaproic
4) Profilaksis Vasospasme
Calcium-channel
Awasi peningkatan tekanan darah sistolik klien 5-20mg, koreksi gangguan irama jantung
Kontrol terhadap tekanan edema jaringan otak dan peningkatan TIK, perawatan klien
keseimbangan asam basa, osmolaritas darah dan urine, pemeriksaan biokimia darah,
g. Pemberian Diuretik untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum
2) Manitol dapat digunakan dengan dosis 0,25-0,5 g/kgBB IV selama 20 menit, tiap 6 jam.
Tidak dianjurkan menggunakan manitol untuk jangka panjang. Manitol diberikan bila
osmolalitas serum tidak lebih dari 310 mOsm/ l. Furosemid 40 mg IV/hari dapat
2) Manitol dapat digunakan dengan dosis 0,25-0,5 g/kgBB IV selama 20 menit, tiap 6 jam.
Tidak dianjurkan menggunakan manitol untuk jangka panjang. Manitol diberikan bila
2) Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktifitas listrik otak
3) Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri kepala clauster
a. Penatalaksanaan Medis
aliran darah yang adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki disritmia serta tekanan
darah.
2) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3) Pengobatan
stabil.
G3 perfusi cerebral
- fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu
- fasilitasi melakukan
pergerakan, jika ada
Cahyati, Y. (2011). Perbandingan Latihan Rom Unilateral Dan Latihan Rom Bilateral
Terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemiparese Akibat Stroke Iskemik Di Rsud Kota
Tasikmalaya Dan Rsud Kab. Ciamis.
Hasan, dkk. (2018). Studi Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Dengan Penurunan
Kesadaran Pada Klien Stroke Hemoragik Setelah Diberikan Posisi Kepala Elevasi 30
Derajat. Poltekkes Kemenkes Pangkal Pinang
Hermawati. (2017). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Stroke Dengan
Intervensi Pemberian Posisi Elevasi Kepala Untuk Meningkatkan Nilai Saturasi Oksigen Di
Ruang Unit Stroke RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2017. Stikes
Muhammadiyah Samarinda : (https://dspace.umtk.ac.id) diakses pada 4 Oktober 2018.