Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE INFARK

Laporan Pendahuluan

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah II

Oleh:

Ajep Tohajudin
P2.06.20.2.17.043
3B Keperawatan

POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN CIREBON
Jl.Pemuda Nomor 38 Kota Cirebon
2019
A. Pengertian
Stroke atau disebut juga kecelakaan serebrovaskular (Cerebrovascular Accident, CVA)
timbul sebagai akibat langsung gangguan aliran darah ke otak yang disebabkan oleh oklusi
atau hemoragi pembuluh darah akibat ruptur pembuluh darah (Nair & Peate, 2015).
Stroke adalah defisit (gangguan) fungsi sistem saraf yang terjadi mendadak dan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Stroke terjadi akibat gangguan pembuluh
darah di otak. Gangguan peredarah darah otak dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah
otak atau pecahnya pembuluh darah di otak (Pinzon & Asanti, 2010).
Stroke infark disebut juga sebagai stroke iskemik atau stroke non-hemoragik terjadi
ketika bekuan darah memblokir arteria ke otak, yang mengakibatkan interupsi aliran darah ke
sel otak. Kadar kolesterol tinggi yang menyebabkan ‘penebalan’ arteria adalah penyebab
utama stroke infark (Hickey, 2009).

B. Anatomi Fisiologi
Sistem saraf dibagi menjadi dua bagian utama yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
tepi (SST). SSP terdiri dari otak dan medula spinalis termasuk saraf kranial dari otak dan
medula spinalis. SST dibagi menjadi sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom, yang
dibagi menjaddi saraf simpatis dan parasimpatis
Otak atau ensefalon, yang terbungkus di dalam kranium (tengkorak), adalah sistem
kontrol tubuh dan terdiri dari empat bagian utama yaitu serebrum, serebelum, diensefalon, dan
batang otak. Serebrum (korteks serebri) merupakan bagian terbesar dari otak dan terletak di
dalam tengkorak paling atas. Srebrum dibagi menjadi 4 lobus yang masing-masing memiliki
fungsi khusus. Lobus frontalis berfungsi untuk pikiran sadar, berpikir abstrak, reaksi afektif,
memori, penilaian, dan permulaan pada aktivitas motorik. Lobus parietalis berfungsi untuk
sensorik dan asosiasi persepsi sensorik. Lobus temporalis untuk pemrosesan informasi
auditorius dan asosiasi auditorius. Lobus oksipital berfungsi dalam pemrosesan visual dan
asosiasi. Serebelum berperan dalam keseimbangan, postur, gerak halus, dan koordinasi.
Diensefalon terdiri atas talamus dan hipotalamus. Talamus berperan penting dalam dalam
kesadaran akan nyeri dan sistem limbik pada otak, yang mengendalikan dorongan naluri dan
emosi, misalnya rasa lapar, rasa takut, dorongan seksual, dan memori jangka pendek.
Hipotalamus empunyai banyak peran dalam pengaturan homeostasis. Batang otak
menghubungkan medula spinalis ke bagian pengingat pad otak dan bertanggung jawab dalam
banyak fungsi penting, yang mencakup masukan dan keluaran dari 10 dan 12 saraf kranial
otak (Peate & Nair, 2017).

Gambar. Anatomi otak. Sumber: Peate & Nair (2017).

C. Patofisiologi
Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan terganggu.
Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron).
Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Pinzon & Asanti, 2010).
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung) (Purwanto, 2016).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran
darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah
terbawa sebagai emboli dalam aliran darah (Purwanto, 2016).
Pembuluh darah Aterosklerosis Trombus/emboli Stroke non-
otak tersumbat di cerebral hemoragik

Hipoksia serebri Suplai darah dan Proses metabolisme sel otak


O2 ke otak ↓ terganggu

Ketidak efektifan perfusi Infark jaringan Kerusakan pusat gerak motorik di


jaringan serebral otak lobus frontalis

Fungsi N.X (vagus), N.IX Gangguan Hemiparase/plegia


(glosovaringeus) ↓ mobilitas fisik kanan/kiri

Proses menelan Gangguan persepsi Mobilitas menurun


tidak efektif sensori

Tirah baring lama


refluks

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari Defisit perawatan
Disfagia Anoreksia diri
kebutuhan tubuh

Sumber: Nurarif & Kusuma (2015); Price (2006).

D. Kemungkinan Data Fokus Hasil Wawancara


1. Biodata
Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, alamat, status perkawinan, agama, suku,
pendidikan, pekerjaan, No. Register, diagnosa medis, tanggal masuk, tanggal pengkajian.
Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, alamat.
2. Keluhan utama
Gunakan pertanyaan pembukaan singkat seperti “Apa masalah yang membuat Anda
datang ke sini?” catat kata-kata klien atau orang tua.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Uraian keluhan utama secara kronoligis. Untuk membantu dalam mengutarakan
keluhannya secara lengkap, kita dapat menggunakan analisis simtom PQRST sebagai
berikut (Priharjo, 2013).
P (Provokatif-paliatif): apakah yang menyebabkan gejala? Apakah yang dapat mengurangi
atau memperbaiki gejala? Apakah yang memperburuk gejala?
Q (Kualitas-kuantitas): bagaimana gejala dirasakan? Lebih parah atau lebih ringan dari
yan dirasakan sebelumnya?
R (Region-radiasi): dimana gejala terasa? Apakah menyebar?
S (Skala): seberapakah keparahan yang dirasakan? (nilai dengan menggunakan skala 1-10
(nilai 10 paling parah).
T (Timing/waktu): tanggal dan jam gejala terjadi? Tiba-tiba atau bertahap? Setiap jam,
hari, minggu, bulan, sepanjang hari, pagi, siang, malam? Berapa lama gejala dirasakan?
4. Riwayat kesehatan dahu
Dalam mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan dahulu, perawat mengajukan
pertanyaan untuk mengetahui apakah pasien pernah mengalami stroke (Priharjo, 2013).
5. Riwayat kesehatan keluarga
Data yang berkaitan dengan riwayat kesehatan keluarga meliputi data tentang adanya
anggota keluarga yang menderita gangguan persarafan, hipertensi, atau stroke (Priharjo,
2013).
6. Data biologis
a. Penampilan umum
Keadaan sakit diamati apakah sakit, berat, ringan atau tampak tidak sakit. Amati pula
status gizi pasien apakah gemuk, normal atau kurus. Kesadaran pasien diamati apakah
sadar sepenuhnya(kompotis), apatis, somnolen,delirium, semikoma, atau koma
(Priharjo, 2013).
b. Activity daily living: nutrisi, istirahat tidur, eliminasi, personal hygiene, mobilitas dan
aktivitas.
E. Kemungkinan Data Fokus Hasil Pemeriksaan Fisik
1. Sistem persyarafan
a. Status mental
b. Tingkat kesadaran
Kesadaran pasien diamati apakah sadar sepenuhnya (kompos mentis), apatis,
somnolen, delirium, semikoma, atau koma (Priharjo, 2013).
c. Refleks-refleks: bisep, trisep, patella.
d. Nerveus cranial

Sumber: Syaifuddin (2011).


2. Sistem pernapasan
Dada diinspeksi terutama postur, bentuk, dan kesimetrisan, ekspansi, serta keadaan kulit.
Pada saat mengkaji bentuk dada, perawat mrngamati adaya kelainan bentuk dada.
Pengamatan dada pada saat bergerak dilakukan untuk mengetahui frekuensi, sifat, dan
ritme / irama pernapasan. Auskultasi berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkial dan mengetahui adanya sumbatan aliran udara (Priharjo, 2013).
3. Sistem pencernaan
Perawat melakukan auskultasi untuk mendengarkan suara abdomen, yaitu bising usus
(peristaltic usus). Perkusi dilakukan untuk mendengarkan/ mendeteksi adanya gas, cairan,
atau massa di dalam abdomen (Priharjo, 2013).
4. Sistem kardiovakuler
Inspeksi dan palpasi pulsasi pada area apikal. Dengarkan adanya bunyi tambahan atau
murmur (durasi sistole dan diastole adalah sebanding pada saat frekuensi jantung
meningkat) (Priharjo, 2013).
5. Sistem integumen
Terdapat defisit sensoris yang menyebabkan lesi pada ekstremitas sehingga menyebabkan
resiko kerusakan integritas kulit (Masriadi, 2016).
6. Sistem muskulodkeletal
Terjadi hemiparese/hemiplegia, hemiparestesia, gangguan gerakan tangkas atau gerakan
tidak terkoordinasi, kelumpuhan pada sisi badan (Masriadi, 2016).
7. Sistem genitourinaria
Kandung kemih teraba terutama bila mengalami distensi akibat penimbunan urine. Bila
ditemukan adanya distensi, lakukan perkusi pada area kandung kemih untuk mengetahui
suara/tingkatan redupnya Inspeksi skrotum dan perhatikan bila ada tanda kemerahan,
bengkak, ulkus, ekskoriasi, atau nodular (Priharjo, 2013).
F. Kemungkinan Hasil Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang digunakan untuk membantu mendiagnosa stroke
adalah (Batticaca, 2008):
1. Angiografi serebral, menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan
atau subatan arteri.
2. Scan tomografi komputer (Computer Tomografi Scan- CT Scan). Mengetahui adanya
tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan intra kranial (TIK).
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI), menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi
arterovena (MAV).
4. Ultrasonografi Doppler (USG Dopler). Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
sistem arteri karotis) dan arterosklerosis.
5. Electroencephalogram- EEG, mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan
memperlihatkankan daerah lesi yang spesifik.
6. Sinar tengkorak, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan di massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis
serebral; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
G. Diagnosa Keperawatan berdasarkan NANDA
Merujuk pada NANDA Internasional, diagnosa keperawatan pada klien dengan stroke infark
adalah:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah,

ditandai dengan: perubahan tingkat kesadaran, perubahan respon motorik/sensori, defisit

sensori, bahasa, intelektual, emosi, dan perubahan TTV.

2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak

mampuan makan ditandai dengan: BB kurang dari ideal, bising usus hiperaktif,

kelemahan otot mengunyah, tonus otot menurun.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungaan dengan gangguan neuromuskular ditandai

dengan mengeluh sulit menggerakan ektremitas, kekuatan otot menurun rentang gerak

menurun.

4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan hipoksia serebral dutandai dengan

respons tidak sesuai, konsentrasi buruk.

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler ditandai dengan

tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke tolilet/berhias secara mandiri.

6. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilisasi.


H. Intervensi Sesuai NIC dan NOC
No. Tujuan Intervensi Rasional
Dx
1. NOC: NIC:
Circulation status Mandiri
Tissue perfusion: cerebral 1. Tentukan faktor yang berhubungan dengan 1. Kerusakan atau kemunduran
Kriteria hasil: situasi individual, penyebab koma, tanda/gejala neurologis atau kegagalan
Mendemonstrasikan statatus penurunan perfusi serebral, dan memperbaikinya setelah fase awal
sirkulasi yang ditandai kemungkinan peningkatan tekanan intra memerlukan tindakan lanjutan.
dengan: kranial (TIK).
 Tekanan darah dalm 2. Pantau dan catat status neurologis secara 2. Mengetahui kecenderungan tingkat
rentang yang teratur kesadaran dan potensi penigkatan TIK.
diharapkan. 3. Monitor tanda-tanda vital. menunjukkan 3. Variasi mungkin terjadi karena trauma
 Tidak ada peningkatan hipertensi atau hipotensi, bandingkan serebral pada daerah vasomotor otak.
TIK. tekanan darah di kedua lengan.
4. Frekuensi dan irama jantung: auskultasi 4. Perubahan bradikardi dapat terjadi
untuk bising (murmur) sebagai akibat adanya kerusakan otak.
5. Perhatikan pola dan irama nafas periode 5. Ketidak teraturan napas dapat
apnea setelah hiperventilasi, pernafasan memberikan gambaran lokasi kerusakan
cheyne-stokes. serebral dan kebutuhan untuk intervensi
selanjutnya.
6. Evaluasi pupil, catat ukuran bentuk, 6. Reaksi pupil dapat menentukan apakah
kesamaan dan reaktivitas terhadap cahaya batang otak masih berfungsi.
7. Dokumentasikan perubahan penglihatan, 7. Gangguan penglihatan yang sfesifik
seperti pandangan kabur dan perubahan mencerminkan daerah otak yang
lapang visual atau persepsi lapang terkena.
pandang.
8. Kepala dielevasikan perlahan lahan pada 8. Menurunkan tekanan arteridan
posisi netral. meningkatkan sirkulasi serebral
9. Pertahankan tirah baring, berikan 9. Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat
lingkungan yang tenang, dan batasi meningkatkan TIK
pengunjung atau aktivitas, sesuai indikasi.
Kolaborasi
10. Berikan oksigen sesuai indikasi. 10. Menurunkan hipoksia yang dapat
menyebabkan vsodilatasi serebral dan
tekanan meningkat/terbentuknya edema.
11. Berikan medikasi, sesuai indikasi, 11. Meningkatkan atau memperbaiki aliran
misalnya: darah serebral.
Agens antitrombosit, seperti aspirin
(ASA), aspirin dengan dipiridamol lepas
panjang (Aggrenox), tiklopidin (Ticlid),
dan klopiridogrel (Plavix).
Antihipertensi, seperti penyekat beta
(misal,, labetalol [ttrandate]) dan inhibitor
enzim pengonversi angiotensin (ACEIs)
(misal enalapril [vasotec]).

2. NOC : 1. Kaji kemampuan klien untuk mengunyah, 1. Kelemahan otot dan refleks yang
Nutritional Status : food and menelan, batuk,pada keadaan yang teratur. hipoaktif/ hiperaktif dapat
Fluid Intake mengindikasikan kebutuhan akan
Nutritional Status: nutrient metode makan alternative, seperti
intake melaluiselang NGT dan sebagainya.
Weight control 2. Auskultasi bising usus, evaluasi adanya 2. Perubahan fungsi lambung sering terjadi
Kriteria Hasil : distensi abdomen. sebagai akibat dari paralisis/ mobilisasi.
1. Adanya peningkatan 3. Catat asupan kalori setiap hari. 3. Mengidentifikasi kekurangan makanan
berat badan sesuai dan kebutuhannya.
dengan tujuan 4. Catat makanan yang disukai/ tidak disukai 4. Meningkatkan rasa control dan mungkin
2. Berat badan ideal oleh pasien dan termasuk dalam pilihan diet juga dapat meningkatkan usaha untuk
sesuai dengan tinggi yang dikehendakinya. Berikan makanan makan. Makanan lunak/ setengah padat
badan setengah padat/ cair. menurunkan risiko terjadinya aspirasi.
3. Mampu
mengidentifikasi 5. Anjurkan untuk makan sendiri jika 5. Derajat hilangnya control motorik
kebutuhan nutrisi memungkinkan. Izinkan untuk makan mempengaruhi kemampuan untuk
4. Tidak ada tanda sesuai waktu yang diinginkan/ yang makan sendiri. Harga diri dan perasaan
tanda malnutrisi menyenangkan bagi pasien untuk terus control oleh upaya yang diarahkan
5. Tidak terjadi berusaha sendiri. Beri bantuan/ beri makan sendiri meskipun bila sangat terbatas.
penurunan berat sesuai kebutuhan.
badan yang berarti
Menunjukkan peningkatan 6. Anjurkan orang terdekat untuk ikut 6. Memberikan waktu bersosialisasi yang
fungsi pengecapan dari berpartisipasi pada waktu makan, seperti dapat meningkatkan jumlah masukan
menelan. member makan dan membawa makanan makanan pada pasien.
kesukaan pasien dari rumah.

7. Timbang berat badan setiap hari. 7. Mengkaji keefektifan aturan diet.


Kolaborasi:
8. Berikan diet tinggi kalori atau protein 8. Makanan suplementasi dapat
nabati, seperti eggnog. meningkatkan pemasukan nutrisi.
9. Pasang/ pertahankan selang NGT, berikan 9. Dapat diberikan jika pasien tidak mampu
makanan enteral/ parenteral. untuk menelan (atau jika refleks
menelan/ gag mengalami kerusakan)
untuk pemasukan makanan, kalori,
elektrolit, dan mineral.
3. Konsekuensi imobilitas: Mandiri
fisiologis 1. Kaji kemampuan secara 1. Membantu dalam pemilihan intervensi
Ktiteria hasil; fungsional/luasnya kerusakan awal dan
1. Mempertahankan atau dengan cara yang teratur.
meningkatkan kekuatan 2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam 2. Menurunkan risiko terjadinya
dan fungsi bagian tubuh (telentang,miring) dan jika memungkinkan trauma/iskemi jaringan.
yang terganggu atau bisa lebih sering jika klien diposisikan
yang terpengaruh miring ke sisi bagian tubuh yang
2. Mempertahankan posisi terganggu.
fungsi yang optimal 3. Posisikan tengkurap satu atau dua kali 3. Membantu mempertahankan ekstensi
sebagaimana dibuktikan sehari jika klien dapat mentoleransinya pinggul fungsional
dengan tidak terjadi 4. Sangga ekstremitas dalam posisi 4. Mencegah kontraktur dan
kontraktur dan footdrop fungsional; gunakan papan kaki selama memfasilitasi kegunaanya jika
3. Mempertahankan periode paralisis flaksid. Pertahankan berfungsi kembali.
perilaku yang posisi kepala netral
memungkinkan adanya 5. konsultasi dengan ahli terapi fisik tentang 5. Program khusus dapat dikembangkan
aktivitas latihan aktif dan resistif, dan ambulasi untuk menentukan kebutuhan yang
4. Mempertahankan klien. berarti
integritas kulit 6. bantu dengan stimulasi elektrik-unit 6. Membantu memulihkan kekuatan otot
stimulator saraf elektrik transkutaneus dan meningkatkan kontrol tot volunter.
(TENS), sesuai indikasi
berikan relaksan otot dan antispasmodik
sesuai indikasi, seperti baklofen (Lioresal)
dan dantrolen (Dantrium).
4. NOC:
Meningkatnya persepsi 1. Tentukan kondisi patologis klien 1. Membantu dalam
sensorik : perabaan secara mengkaji/mengantisipasi defisit
optimal. spesifik
Kriteria hasil : 2. Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan 2. Penurunan kesadaran berpengaruh
1. Klien dapat panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian buruk terhadap keseimbangan
mempertahankan tingkat tubuh/otot, rasa persendian
kesadaran dan 3. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, 3. Membantu melatih kembali jaras
fungsi persepsi seperti memberikan klien suatu benda untuk sensorik utuk mengintergrasikan
2. Klien mengakui menyentuh, meraba. Biarkan klien persepsi.
perubahan dalam menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
kemampuan untuk 4. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, 4. Meningkatkan keamanan pasien yang
meraba dan merasa kaji adanya lindungan yang berbahaya. menurunkan risiko terjadinya trauma.
3. Klien dapat Anjurkan pada klien dan keluarga untuk
menunjukkan perilaku melakukan pemeriksaan terhadap suhu air
untuk mengkompensasi dengan tangan yang normal
terhadap perubahan 5. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan 5. Penggunaan strimulasi penglihatan dan
sensori tangannya bila perlu dan menyadari posisi sentuhan membantu mengintgrasikan
bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar kembali sisi yang sakit.
akan semua bagian tubuh yang terabaikan
seperti stimulasi sensorik pada daerah yang
sakit, latihan yang membawa area yang
sakit melewati garis tengah, ingatkan
individu untuk merawata sisi yang sakit.
6. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal 6. Menurunkan ansietas dan respon
yang berlebihan. emosi berlebih.
Lakukan validasi terhadap persepsi klien
5. NOC: NIC: 1. Membantu dalam mengantisipasi atau
self care: activity of daily 1. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan merencanakan pemenuhankebutuhan
living (ADLs) (menggunakan skala 0-4) untuk secara individual.
kriteria hasil : melakukan kebutuhan sehari-hari.
1. Klien terbebas dari bau 2. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien 2. Pasien ini mungkin menjadi sangat
badan yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi ketakutan dan sangta tergantung dan
2. Menyatakan berikan bantuan sesuai kebutuhan. meskipunbantuan yang diberikan
kenyamanan terhadap bermanfaat dalam mencegah frustasi,
kemampuan untuk adalah penting bagi pasien untuk
melakukan aktifitas melakukan sebanyak mungkinuntuk
3. Dapat melakukan diri sendiri untuk mempertahankan
aktivitas dengan harga diri dan meningkatkan
bantuan pemulihan.
3. Sadari perilaku/aktivitas implusif karena 3. Dapat menunjukkan kebutuhan
gangguan dalam mengambil keputusan. intervensi dan pengawasan tambahan
untuk meningkatkan kemampuan
pasien.
4. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas, 4. Pasien akan memerlukan empati tetapi
beri pasien waktu yang cukup untuk perlu untuk mengetahui pemeri asuhan
mengerjakan tugasnya. yang akan membantu pasien secara
konsisten.
5. Berikan umpan balik yang positif untuk 5. Meningkatkan perasaan makna diri.
setiap usaha yang dilakukan atau Meningkatkan kemandirian, dan
keberhasilannya. mendorong pasien untuk berusaha
secara konsisten.
6. Letakan makanan dan alat-alat lainnya 6. Meningkatkan perasaan makna diri.
pada sisi pasien yang tidak sakit. Meningkatkan kemandirian, dan
mendorong pasien untuk berusaha
secara kontinu.
7. Sesuaikan tempat tidur sehingga sisi 7. Pasien akan dapat melihat untuk
tubuhpasien yang tidak sakit menghadap memakan makanannya.
ke ruangan dengan sisi yang sakit
menghadap dinding.
8. Posisikan perabot menjauhi dinding. 8. Akan dapat melihat jika naik/turun dari
tempat tidur, dapat mengobservasi
orang yang datang ke ruangan tersebut.
9. Gunakan alat bantu pribadi, seperti 9. Memberi keamanan ketika pasien
kombinasi pisau bercabang, sikat tangkai bergerak di ruangan untuk
panjang, tangkai panjang untuk menurunkan risiko jatuh/terbentur
mengambil sesuatu dari lantai, kursi perabot tersebut.
mandi, pancuran, kloset duduk yang agak
tinggi.
10. Kaji kemampuan pasien untuk 10. Pasien dapat menangani diri sendiri,
berkomunikasi tentang kebutuhannya meningkatkan kemandirian dan harga
untuk menghindari dan/atau kemampuan diri.
untuk menggunakan urinal, bedpan. Bawa
pasien ke kamar mandi dengan
teratur/interval waktu tertentu untuk
berkemih jika memungkinkan.
11. Identifikasi kebiasaan defekasi 11. Mungkin mengalami gangguan saraf
sebelumnya dan kembalikan pada kandung kemih, tidak dapat
kebiasaan pola normal tersebut. Kadar mengatakan kebutuhannyapada fase
makanan yang berserat, anjurkan untuk pemulihan akut, tetapi biasanya dapat
minumbanyak dan tingkatkan aktivitas. mengontrol kembali fungsi ini sesuai
perkembangan proses penyembuhan.
Kolaborasi
12. Berikan obat supositoria dan pelunak fese. 12. Mengkaji perkembangan program
latihan (mandiri) dan membantu dalam
pencegahan konstipasi dan sembelit
(pengaruh jangka panjang).
13. Konsultasikan dengan ahli fisioterpi/ahli 13. Memberikan bantuan yang mantap
terapi okupasi. untuk mengembangkan rencana terafi
dan mengidentifikasi kebutuhan alat
penyokong khusus.

Sumber: Doenges dkk (2012).

I. Daftar Pustaka
1. Batticaca, F.B. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

2. Doenges, M. E, et.al. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. Alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta: EGC.
3. Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Trans Info.
4. Nair, M. & Peate, I. (2015) Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan: Panduan Penting untuk Mahasiswa Keperawatan dan

Kesehatan. (Barrarah dkk, penerjemah). Jakarta: Bumi Medika.

5. Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-
NOC. Jakarta: MediaAction.
6. Pinzon, R & Asanti, L. (2010). Awas Stroke!. Yogyakarta: ANDI.
7. Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Keperawatan dan Kebidanan. (Edisi keempat).
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai