Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa merupakan aspek penting dalam mewujudkan

kesehatan sejahtera. Menurut (Stuart, 2009 dalam Zaini 2019) kesehatan

jiwa merupakan suatu kondisi sejahtera dimana individu menyadari

kemampuan yang dimiliki, dapat mmengatasi stres dalam kehidupannya,

dapat bekerja secara produktif dan mempunyai kontribusi dalam

kehidupan bermasyarakat. Seseorang yang yang memiliki kesehatan jiwa

yang kurang optimal akan mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa

adalah suatu perubahanan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderita

pada individu atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Individu

yang sehat jiwa terdiri dari, menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya,

mampu menghadapi stres kehidpuan wajar, mampu bekerja produktif dan

memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan

hidup, menerima dengan baik dirinya sendiri dan merasa nyaman dengan

orang lain (Abdul M & Abdul N, 2011).

Menurut World Health Organization (2016), di dunia terdapat

sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta

orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta orang terkena dimensia. Menurut

hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013 angka kejadian

gangguan jiwa yang disebabkan skizofrenia yaitu 1,7 kasus per 1000

orang. Pada tahun 2018 mengalami kenaikan menjadi 7 kasus per 1000

orang. Sedangkan di Jawa Barat angka kejadian gangguan jiwa yang


disebabkan skizofrenia pada tahun 2013 yaitu 400.000 orang atau

sebanyak 1,7 kasus per 1000 orang. pada tahun 2018 mengalami kenaikan

menjadi 5 kasus per 1000 orang (Kemnkes RI, 2018).

Skizofrenia adalah suatu sindroom klinis berbagai keadaan

psikopatologis yang sangat mengganggu , melibatkan proses pikir, emosi,

persepsi, dan tingkah laku dengan insiden pada pria lebih besar dari pada

wanita. Gejala yang khas dari skizofrenia aadalah halusinasi (Fadli dan

Mitra, 2013).

Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman

indera yang tidak terdapat stimulasi terhadap reseptornya. Dimana

hilangnya suatu kemampuan individu dalam membedakan rangsangan

internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar) (Kusumawati,

2010). Menurut (Yosep, 2007 dalam Dermawan 2017) halusinasi

merupakan terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak

terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi

pendengaran (Auditory-Hearing Voices or Sounds), pengelihatan (Visual-

Seeing Persons or Things), penciuman (Olfactory-Smelling Odors),

pengecapan (Gustatory-Experiencing Tastes) Pasien yang mengalami

halusinasi disebabkan karena ketidakmampuan pasien dalam menghadapi

stressor dan kurangnya kemampuan dalam mengontrol halusinasi

(Hidayati, 2014 dalam Dermawan, 2017). Menurut Stuart (2016)

halusinasi yang sering dialami ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa)

adalah halusinasi pendengaran dengan angka kejadian 70%, halusinasi


penglihatan 20% dari angka kejadian, halusinasi penciuman, pengacapan,

dan perabaan sebanyak 10%.

Menurut UU No. 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa

menjelaskan bahwa setiap orang dapat hidup sejahtera lahir dan batin serta

memperoleh pelayanan kesehatan dengan penyelenggaraan pembangunan

kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan berbagai upaya

kesehatan termasuk upaya kesehatan jiwa dengan pendekatan promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya kesehatan harus

diselenggarakan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan

oleh Pemerintah Daerah dan Tenaga Kesehatan.

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas angka prevelensi

gangguan jiwa di dunia terutama di Indonesia mengalami kenaikan dari

tahun 2013 ke 2018. Masalah gangguan jiwa yang sering dijumpai adalah

skizofrenia yang gejalanya adalah halusinasi. Halusinasi pendengaran

merupakan angka prevelensi tertinggi dari beberapa jenis halusinasi. Oleh

karena itu, penulis perlu untuk melakukan studi kasus karya tulis ilmiah

pada klien dengan gangguan persepsi sendori: halusinasi pendengaran.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Tujuan Penyusunan laporan studi kasus ini adalah untuk memahami


asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatam penulis dapat:
a. Melaksanakan pengkajian pada klien dengan gangguan persepsi

sensori: halusinasi pendengaran.

b. Merumuskan diagnnosa keperawatan pada klien dengan gangguan

persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

c. Menyusun perencanaan asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada klien dengan

gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

pada klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi

pendengaran.

C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan laporan kuliah lapangan ini, penulis menggunakan
metode pengumpulan data diantaranya:
1. Metode wawancara
2. Metode studi
3. Metode observasi
4. Sumber dan jenis data

D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB 1 pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan
BAB II tinjauan teoritis yang berisi tentang konsep dasar gangguan sensori
persepsi: Halusinasi pendengaran
BAB III Berisi tentang tinjauan kasus dan pembahasan
BAB IV Berisi tentang kesimpulan dan saran
BAB II
LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren :
persepsi palsu. (Prabowo, 2014 : 129).
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara(Kusumawati & Hartono, 2012:102).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012: 53)

B. PSIKODINAMIKA
1. Penyebab
Menurut Trimeilia (2011), beberapa faktor penyebab halusinasi
adalah sebagai berikut:
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Terdapat lesi pada area frontal, temporal dan limbik.
2) Faktor Perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan
individu tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi,
hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
3) Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima di lingkungannya akan
merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.
4) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan di alami individu maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusnogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytransferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmiter otak. Misalnya
terjadi ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
5) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjeremus pada penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu
ibu yang pencemas, overprotektif, dingin, tidak sensitif, pola
asuh tidak adekuat, konflik perkawinan, koping tidak adekuat
juga berpengaruh pada ketidakmampuan individu dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.
Individu lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam
nyata menuju alam nyata.
6) Faktor Genetik
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang di asuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung akan mengalami skizofrenia juga.
b. Faktor Presipitasi
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respons
neurobiologik yang maladaptif termasuk gangguan dalam
putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi dan
adanya abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi rangsangan.
2) Pemicu gejala
Pemicu atas stimulusyang sering menimbulkan episode baru
suatu penyakit yang biasanya terdapat pada respons
neurobiologis yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan,
lingkungan, sikap dan perilaku individu.
a) Kesehatan, seperti gizi buruk, kurang tidur, keletihan,
infeksi, obat Sistem Syaraf Pusat, gangguan proses
informasi, kurang olah raga, alam perasaan abnormal dan
cemas.
b) Lingkungan, seperti lingkungan penuh kritik, gangguan
dalam hubungan interpersonal, masalah perumahan, stress,
kemiskinan, tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam
kehidupan dan pola aktivitas sehari-hari, kesepian (kurang
dukungan) dan tekanan pekerjaan.
c) Perilaku, seperti konsep diri rendah, keputusasaan,
kehilangan motivasi, tidak mampu memenuhi kebutuhan
spiritual, bertindak berbeda dengan orang lain, kurang
keterampilan sosial, perilaku agresif dan amuk.
c. Perilaku
Berikut adalah berbagai gangguan fungsi yang akan berpengaruh
pada perilaku klien halusinasi:
1) Fungsi kognitif
a) Terjadi perubahan daya ingat
b) Sukar untuk menilai dan menggunakan memorinya,
sehingga terjadi ganguan daya ingat jangka panjang atau
pendek
c) Menjadi pelupa dan tidak berminat
d) Cara berpikir magis dan primitif
e) Perhatian terganggu, yaitu tidak mampu mempertahankan
perhatian, mudah beralih dan konsentrasi buruk
f) Isi pikir terganggu, yaitu tidak mampu memproses
stimulus internal dan eksternal dengan baik
g) Tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan
yang logis dan koheren, seperti berikut:
(1) Kehilangan asosiasi, yaitu pembicaraan tidak ada
hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya
dan klien tidak menyadarinya.
(2) Tangensial, yaitu pembicaraan yang berbelit-belit tapi
tidak sampai pada tujuan.
(3) Inkoheren, yaitu pembicaraan yang tidak nyambung
(4) Sirkumstansial, yaitu pembicaraan yang berbelit-belit
tapi sampai pada tujuan pembicaraan.
(5) Flight of ideas, yaitu pembicaraan yang meloncat dari
satu topik ke topik lainnya, masih ada hubungan yang
tidak logis dan tidak sampai pada tujuan.
(6) Blocking, yaitu pembicaraan berhenti tiba-tiba tanpa
gangguan eksternal kemudian dilanjutkan kembali.
(7) Perseverasi, yaitu pembicaraan yang diulang berkali-
kali.
2) Fungsi Emosi (mood dan afek)
Mood adalah suasana emosi yang mempengaruhi kepribadian
dan fungsi kehidupan. Sedangkan afek adalah ekspresi emosi,
seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh dan tangan, nada
suara.Afek yang maladaptif adalah:
a) Afek tumpul, yaitu kurang respon emosional terhadap
pikiran/pengalaman orang lain, seperti klien apatis.
b) Afek datar, yaitu tidak tampak ekspresi, suara monoton,
tidak ada keterlibatan emosi terhadap stimulus menyenang
kan atau menyedihkan.
c) Afek tidak sesuai, yaitu emosi yang tidak
sesuai/bertentangan dengan stimulus yang ada.
d) Afek labil, yaitu emosi yang cepat berubah-ubah
e) Reaksi berlebihan, yaitu reaksi emosi yang berlebihan
terhadap suatu kejadian.
f) Ambivalensi, yaitu timbulnya dua perasaan yang
bertentangan pada waktu bersamaan.
3) Fungsi Motorik:
a) Agitasi adalah gerakan motorik yang menunjukkan
kegelisahan.
b) Tik adalah gerakan-gerakan kecil pada otot muka yang
tidak terkontrol.
c) Grimasen adalah gerakan otot muka yang berubah-ubah
yang tidak dapat di kontrol klien
d) Tremor adalah jari-jari yang tampak gemetar ketika klien
menjulurkan tangan dan merentangkan jari-jari.
e) Kompulsif adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
seperti berulang-ulang mencuci tangan, mencuci muka,
mandi, mengeringkan tangan dan sebagainya.
4) Fungsi sosial
a) Kesepian seperti perasaan terisolasi, terasing, kosong dan
merasa putus asa, sehingga individu terpisah dengan orang
lain
b) Isolasi sosial terjadi ketika klien menarik diri secara fisik
dan emosional dari lingkungan. Isolasi klien tergantung
pada tingkat kesedihan dan kecemasan yang berkaitan
dalam berhubungan dengan orang lain. Pengalaman
hubungan yang tidak menyenangkan menyebabkan klien
menganggap hubungan saat ini membahayakan. Individu
merasa terancam setiap ditemani orang lain karena
menganggap orang lain akan mengontrolnya, mengancam
atau menuntutnya. Oleh sebab itu individu memilih tetap
mengisolasi dari pada pengalaman yang menyedihkan
terulang kembali.
c) Harga diri rendah : individu mempunyai perasaan tidak
berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan sehingga akan mempengaruhi hubungan
interpersonal.

Menurut Rawlins dan Heacokck (dalam Trimeilia, 2011) penyebab


halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi berikut:
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik,
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasidapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut, sehingga
klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi intelektual
Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan
adanya penurunan fungsi ego. Pada awlanya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien
dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau
orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek
penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien
dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama
sirkadiannya terganggu karena sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi
lemah dalam menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

2. Tanda dan Gejala


Menurut Prabowo (2014) beberapa perilaku pasien yang berkaitan
dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri.
b. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan
respon verbal lambat.
c. Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri
dari orang lain.
d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang
tidak nyata.
e. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
.
f. Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa
detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
g. Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya) dan takut.
h. Sulit berhubungan dengan orang lain.
i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah.
j. Tidak mampu mengikuti perintah.
k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan
kataton.
Menurut Trimeilia (2011) tahapan proses terjadinya halusinasi
adalah sebagai berikut:
1) Tahap I (Sleep Disorder)
Fase awal individu sebelum muncul halusinasi. Karakteristiknya:
a) Individu merasa banyak masalah, ingin menghindar dari orang
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak
masalah.
b) Masalah semakin terasa sulit,karena berbagai stressor
terakumulasi (misal: putus cinta, dikhianati, di PHK,
bercerai,masalah dikampus,dll).
c) Masalah semakin terasa menekan, support sistem kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk.
d) Sulit tidur terus menerus sehingga tebiasa mengkhayal.
e) Klien menganggap lamunan-lamunan awal tesebut sebagai
upayapemecahan masalah.
2) Tahap II (Comforting Moderate Level of Anxiety)
Halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum individu
terima sebagai sesuatu yang alami. Karakteristiknya:
a) Individu mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya
perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan.
b) Individu mencoba untuk memusatkan pemikiran pada
timbulnya kecemasan dan pada penenangan pikiran untuk
mengurangi kecemasan tesebut.
c) Individu beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensori
yang dialaminya dapat dikontrol atau dikendalikan jika
kecemasannya bisa diatasi.Dalam tahap ini ada kecenderungan
individu merasa nyaman dengan halusinasinya dan halusinasi
bersifat sementara.
d) Prilaku yang muncul adalah menyeringai atau tetawa yang
tidak sesuai, menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara,
gerekan mata cepat, respon verbal lamban, diam dan dipenuhi
oleh sesuatu yang mengasyikan.
3) Tahap III (Condemning Severe Level of Anxiety)
Halusinasi bersifat menyalahkan, sering mendatangi individu, dan
secara umum halusinasi menjijikkan. Karakteristiknya:
a) Pengalaman sensori individu menjadi sering datang dan
mengalami bias.
b) Pengalaman sesnori mulai bersifat menjijikkan dan
menakutkan.
c) Mulai merasa kehilangan kendali dan merasatidak mampu lagi
mengontrolnya.
d) Mulai berusaha untukmenjaga jarak antara dirinya dengan
objek sumber yang dipersepsikan individu.
e) Individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya
tersebut dan menarik diri dari orang lain dengan intensitas
waktu yang lama.
f) Perilaku yang muncul adalah terjadi peningkatan sistem saraf
otonom yang menunjukkan ansietasatau kecemasan, seperti:
pernafasan meningkat, tekanan darah dan denyut nadi
meningkat,konsentrasi menurun,dipenuhi dengan pengalaman
sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dan realita.
4) Tahap IV (Controling Severe Levelof Anxiety)
Halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi tidak
relevan dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi
penguasa. Karakteristiknya:
a) Halusinasi menjadi menonjol, menguasai dan mengontrol
individu.
b) Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal
yang datang.
c) Klien menjadi tidak berdaya dan menyerah untuk melawan
halusinasi, sehingga membiarkan halusinasinya menguasai
dirinya.
d) Individu mungkin akan mengalami kesepian jika
pengalamansensori atau halusinasinya tersebut berakhir (dari
sisnilah dimulai fase gangguan psikotik).
e) Perilaku yang muncul: cenderung mengikuti petunjuk sesuai
halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang
perhatian hanya beberapa detik/ menit, gejala fisik dari
kecemasan berat, seperti: berkeringat, tremor, ketidakmampuan
untuk mengikuti petunjuk.
5) Tahap V (Conceuring Panic Level of Anxiety)
Halusinasi bersifat menaklukan, halusinasi menjadi lebih rumit dan
klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
Karakteristiknya:
a) Pengalaman sensorinya menjadi terganggu.
b) Halusinasi berubah mengancam, memerintah, memarahi dan
menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya,sehingga
klien mulai terasaterancam.
c) Klien merasaterpaku dan tidak berdaya melepaskan diri,kllien
tidak dapat berhubungan dengan orang lain dan
menjadimenarik diri. Kllien berada dalam duniamenakutkan
dalam waktu yang singkat atau bisa juga beberapa jam atau
beberapa hari atau selamanya/kronis (terjadi gangguan psikotik
berat).
Perilaku yang muncul adalah perilakumenyerang, risikobunuh diri atau
membunuh, kegiatan fisikyang merefleksikan isi halusinasi
(amuk,agitasi, menarik diri), tidak mampu berespons tehadap petunjuk
yang kompleks dan lebh dari satu orang.
3. Rentang Respon
C. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Lyer et al, 2012). Untuk mengkaji pasien isolasi sosial
diperlukan teknik wawancara dan observasi (Muhith,2015).
1. Faktor Predisposisi
a. Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, apakah

hal tersebut mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan sekitar

b. Apakah pernah melakukan dan atau mengalami dan atau

menyaksikan penganiyayaan fisik, seksual, penolaka, dari

lingkungan.

c. Apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,

apakah haltersebut mempengaruhi interaksi klien dengan lingkungan

sekitar

d. Apakah klien memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan

seperti kegaglan, perpisahan trauma, selama tumbuh kembang yang

pernah dialami klien pada masa lalu. Apakah hal tersebut

mempengaruhi interaksi klien dengan lingkungan sekitar (Varcolis,

2010).
2. Faktor presipitasi
a. Genogram
Dengan siapa klien tinggal dirmah kepada siapa klien mengadu saa
keadaan krisis, gambran keluarga (Varcolis, 2010)
b. Konsep diri

1. Citra tubuh klien mendeskripsikan bagian tubuh mana yang

ia suka dan bagian tubuh mana yang ingin ia ubah

2. identitas diri mengatakan bahwa klien merasa kurang percaya

diri dan merasa aneh atau berbeda dari yang lain dan tidak

percaya bahwa mereka berharga.

3. fungsi peran klien mengalami frustasi besar dalam berusaha

untuk memenuhi peran dalam keluarga dan masyrakat

4. ideal diri klien dengan isolasi sosial merasa bahwa dirinya

tidak mampu memenuhi harapan orang lain

5. Harga diri klien isolasi sosial cenderung merasa bahwa orang

lain menolak dia (Townsend,2005) mengatakan bahwa klien

merasa kurang percaya diri dan aneh atu berbeda dari yang

lain dan tidak percaya bahwa mereka berharga

c. Hubungan sosial

1. Orang yang paling berarti dalam hidup klien tempat mengadu

tempat berbicara minta bantuan dan kosongkan bagaimana

hubungan klien dengan orang tersebut

2. upaya yang bisa dilakukan bila ada masalah

dikomunikasikan dengan siapa bgaimana hasilnya

kepuasanya
3. Kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat.

Bagaimana interaksi klien dengan kelompok tersebut

4. hambatan dalam hubungan dengan orang lain dalam hal apa?

Tanyakan sejauh mana keterlibatan klien isolasi sosial

cenderung tidak mau brinteraksi mereka lebih asik

menyendiri

d. Spiritual dan agama (Varcolis, 2010)

Pandangan klien dengan pentingnya nilai dan keyakinan,

keyakinan klien tentang penyakit, pandangan masyarakat

setempat tentang gsngguan jiwa, kegiatan ibadah, apakah

penyakit klien mempengaruhi, apakah peran agama dalam

kehidupanya

3. Sumber dan mekanisme koping


Perilaku yang mewakili untuk melindungi diri sendiri dan pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi termasuk:
a. Regresi, menghindari stres kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengulangi
ansiaetas
b. Proyeksi keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi mampu
psikologis reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar
su,mber stressor, misalnya menjauhi polusi sedangkan reaksi
psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

4. Perilaku
5. Aspek medik

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran/ penglihatan/
penciuman/ perabaan/pengecapan
b. Isolasi sosial
c. Risiko Perilaku Kekerasan
E. Perencanaan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

Nama Klien : …………………… DX Medis : …………………..

No CM : …………………… Ruangan : …………………..

No Dx Perencanaan Rasional
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Gangguan TUM :
sensori pesepsi :
halusinasi Klien tidak mencederai
orang lain 1. Ekspresi wajah
bersahabat menunjukan
Tuk 1 : rasa senang ada kontak
1. Bina hubungan saling percaya Hubungan saling percaya
mata. Mau berjabat
Klien dapat membina dengan mengungkapkan yang baik merupakan dasar
tangan, mau
hubungan saling prinsip komunikasi terapentik. yang kuat bagi klien dalam
menyebutkan nama,  Sapa klien dengan ramah
percaya mau menjawab salam, mengekspresikan
baik verbal maupun non
klien mau duduk verbal perasaannya.
berdampingan dengan  Perkenalkan diri dengan
perawat, mau sopan
mengungkapkan
masalah yang dihadapi.  Tanyakan nama lengkap
klien dan nama panggilan
yang disukai klien
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukan sikp simpati dan
menerima apa adanya
 Beri perhatian pada
kebutuhan dasar klien
TUK 2 : 2. Klien dapat Adakan kontak sering dan Klien dapat mengenal
Klien dapat mengenal menyebutkan waktu, isi, singkat secara bertahap masalahnya sehingga
halusinasinya frekuensi dan situasi Observasi tingkah laku klien memudahkan kien
yang menimbulkan terkait dengan halusinsinya; memecahkan masalahnya
halusinasi bicara dan tertawa tanpa dengan bantuan tim
stimulus memandang kesehatan.
kekiri/ke kanan/ ke depan
seolah-olah ada teman
bicara
Bantu klien mengenal
halusinasinya :
a. Jika menemukan klien
yang sedang halusinasi,
 Tanyakan apakah ada
suara yang didengar
 Jika klien menjawab
ada, lanjutkan : apa apa
yang dikatakan
 Katakan bahwa perawat
percaya klien
mendengar suara itu,
namun perawat sendiri
tidak mendengarnya
(dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi)
 Katakan bahwa klien
lain juga ada seperti
klien
 Katakan bahwa perawat
akan membantu klien.
b.Jika Klien tidak sedang
berhalusinasi klari fikasi
tentang adanya
pengalaman halusinasi.
Diskusikan dengan klien :
 Situasi yang
menimbulkan/tidak
menimbulkan halusinasi
( jika sendiri, jengkel /
sedih)
 Waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi
(pagi, siang sore, dan
malam atau sering dan
kadang-kadang)
2. Klien dapat Diskusikan dengan klien Perasaan senang pada
mengungkapkan bagaimana perasaannya jika halusinasi, klien berada
perasaan terhadap terjadi halusinasi (marah/takut, pada tahap 2 halusinasi:
halusinasi nya sedih, senang) dan beri conforoting moderate
kesempatan untuk level of anxiety yang
mengungkapkan perasaannya. pada tahap ini ada
kecenderungan klien
merasa nyaman dengan
halusinasinya.
Perasaan marah atau
takut terhadap halusinasi
mungkin klien sedang
pada tahap 5 halusinasi:
conquering Panic Level
of anxiety, dimana
pengalaman sensorinya
terganggu, klien mulai
merasa terancam dengan
datangnya halusinasi.
TUK 3 : 3. Klien dapat 3.1. Identifikasi bersama klien Memberi tahu kepada
Klien dapat menyebutkan tindakan cara atau tindakan yang klien cara adaptif untuk
mengontrol yang biasanya dilakukan jika terjadi mengontrol halusinasi
halusinasinya dilakukan untuk halusinasi (tidur, marah, sehingga klien dapat
mengendali-kan menyibukan diri dll) menggunakan cara yang
halusinasinya 3.2. Diskusikan manfaat dan disukainya untuk
3. Klien dapat cara yang digunakan mengontrol perilaku
menyebutkan cara baru klien, jika bermanfaat beri kekerasan.
3. Klien dapat memilih pujian
cara mengatasi 3.3. Diskusikan cara baru
halusinasi seperti yang untuk memutus/
telah didiskusikan mengontrol timbulnya
dengan klien halusinasi :
3. Klien dapat  Katakan : “saya tidak mau
melaksanakan cara dengar/lihat kamu” (pada
yang telah dipilih untuk saat halusinasi terjadi)
mengendalikan  Menemui orang lain
halusinasinya (perawat/teman/anggota
3. Klien dapat mengikuti keluarga) untuk bercakap
terapi aktivitas cakap atau mengatakan
kelompok halusinasi yang didengar /
dilihat
 Membuat jadwal kegiatan
sehari hari agar halusinasi
tidak sempat muncul
 Meminta keluarga/teman/
perawat menyapa jika
tampak bicara sendiri
3.4 Bantu Klien memilih dan
melatih cara memutus
halusinasi secara bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang
dilatih. Evaluasi hasilnya
dan beri pujian jika
berhasil
3.6 Anjurkan klien mengikuti
terapi aktivitas kelompok,
orientasi realita, stimulasi
persepsi
TUK 4 : 4. Keluarga dapat 4.1 Anjurkan Klien untuk Keluarga adalah support
Kilen dapat membina hubungan memberitahu keluarga jika sistem utama bagi klien.
dukungan dari saling percaya dengan mengalami halusinasi Keluarga merupakan
keluarga dalam perawat 4.2 Diskusikan dengan perawat klien selepas
mengontrol 4. Keluarga dapat keluarga )pada saat keluar dari rumah sakit.
halusinasinya menyebutkan keluarga berkunjung/pada Keluarga memiliki
pengertian, tanda dan saat kunjungan rumah) peranan penting bagi
tindakan untuk  Gejala halusinasi yang di ksembuhan klien
mengendali kan alami klien
halusinasi  Cara yang dapat dilakukan
klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi
 Cara merawat anggota
keluarga yang halusinasi di
rumah : beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri,
makan bersama,
berpergian bersama
 Beri informasi waktu follow
up atau kapan perlu
mendapat bantuan
halusinasi tidak terkontrol,
dan resiko mencederai
orang lain
TUK 5 : 5. Klien dan keluarga 5.1 Diskusikan dengan klien Agar klien patuh minum
Klien dapat dapat menyebutkan dan keluarga tentang obat dengan tepat dan
memanfaatkan obat manfaat, dosis dan dosis,efek samping dan benar.
dengan baik efek samping obat manfaat obat
5. Klien dapat
mendemontrasi kan 5.2 Anjurkan Klien minta
penggunaan obat dgn sendiri obat pada perawat
benar dan merasakan manfaatnya
5. Klien dapat informasi
tentang manfaat dan 5.3 Anjurkan klien bicara
efek samping obat dengan dokter tentang
5. Klien memahami manfaat dan efek samping
akibat berhenti obat yang dirasakan
minum obat tanpa
konsultasi 5.4 Diskusikan akibat berhenti
5. Klien dapat minum obat tanpa
menyebutkan prinsip konsultasi
5 benar penggunaan
obat 5.5 Bantu klien menggunakan
obat dengan prinsip 5
(lima) benar
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

Nama Klien : …………………… DX Medis : …………………..

No CM : …………………… Ruangan : …………………..

No Dx Perencanaan Rasional
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Isolasi Sosial TUM:

Klien mampu
berinteraksi
sosial.

TUK:

1. Klien dapat
membina 1. Klien menunjukkan tanda- 1.1Bina hubungan saling percaya Hubungan saling
hubungan tanda percaya kepada / percaya yang baik
saling percaya terhadap perawat: dengan: merupakan dasar yang
kuat bagi klien dalam
o Wajah cerah, tersenyum  Beri salam setiap mengekspresikan
o Mau berkenalan berinteraksi.
perasaannya.
o Ada kontak mata  Perkenalkan nama, nama
o Bersedia menceritakan panggilan perawat dan
perasaan tujuan perawat berkenalan
o Bersedia  Tanyakan dan panggil nama
mengungkapkan kesukaan klien
masalahnya  Tunjukkan sikap jujur dan
o Bersedia menepati janji setiap kali
mengungkapkan berinteraksi
masalahnya  Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi kllien
 Buat kontrak interaksi yang
jelas
 Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan
klien.
2. Klien mampu 2. Klien dapat menyebutkan 2.1 Tanyakan pada klien tentang: Dengan mengetahui
menyebutkan satu penyebab menarik diri penyebab klien
penyebab dari:  Orang yang tinggal serumah menarik diri, dapat
/ teman sekamar klien
menarik diri ditentukan langkah
o diri sendiri  Orang yang paling dekat
dengan klien di rumah/ di RS intervensi selanjutnya.
o orang lain
o lingkungan  Apa yang membuat klien
dekat dengan orang tersebut

 Orang yang tidak dekat


dengan klien di rumah/di RS
 Apa yang membuat klien
tidak dekat dengan orang
tersebut
 Upaya yang harus dilakukan
agar dekat dengan orang lain
2.2 Beri kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan
penyebab menarik diri atau
tidak mau bergaul

2.3 Beri pujian terhadap kemampuan


klien mengungkapkan
perasaannya
3.Klien mampu 3. Klien dapat menyebutkan 3.1. Tanyakan pada klien tentang : Berikan reinforcement
menyebutkan keuntungan berhubungan  Manfaat jika berhubungan jika klien mampu
keuntungan denga orang lain, misalnya dengan orang lain. menjawab pertanyaan.
o banyak teman  Kerugian jika tidak
berhubungan Reinforcement dapat
o tidak kesepian berhubungan dengan orang
dengan orang o bisa diskusi lain. meningkatkan harga
lain dan o saling menolong, 3.2. Beri kesempatan pada klien diri klien.
kerugian tidak dan kerugian tidak untuk mengungkapkan perasaan
berhubungan berhubungan dengan orang tentang keuntungan
lain, misalnya: berhubungan dengan orang lain
dengan orang
dan kerugian tidak berhubungan
lain dengan orang lain.
o sendiri
o kesepian 3.3. Diskusikan bersama klien
o tidak bisa diskusi tentang manfaat berhubungan
dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan
orang lain.
3.4. Beri pujian terhadap
kemempuan klien
mengungkapkan perasaannya
4. Klien dapat 4. Klien dapat melakukan 4.1 Observasi perilaku klien dengan Mengetahui sejauh
melaksanaka hubungan sosial secara berhubungan dengan orang lain mana klien dapat
n hubungan bertahap antara: berhubungan sosial
social secara 4.2 Motivasi dan bantu klien untuk dengan orang lain.
bertahap o K–P berkenalan / berkomunikasi
o K – Perawat lain dengan :
o K – klien lain
o K – kelp/masy  Perawat
 Perawat lain
 Klien lain
 Kelompok masyarakat

4.3 Libatkan klien dalam Terapi


Aktivitas Kelompok Sosialisasi

4.4 Motivasi klien untuk mengikuti


kegiatan ruangan

4.5 Beri pujian terhadap


kemampuan klien memperluas
pergaulannya

4.6 Diskusikan jadwal harian yang


dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan
klien bersosialisasi

5. Klien mampu 5. Setelah … x pertemuan Klien Beri kesempatan klien untuk Agar klien lebih
mengungkap dapat mengungkapkan mengungkapkan perasaannya percaya diri untuk
an perasaanya setelah setelah berhubungan dengan orang behubungn sosial
perasaanya lain
berhubungan dengan orang dengan yang lain
setelah Diskusikan dengan klien tentang
berhubungan lain untuk : perasaannya setelah berhubungan
dengan dengan orang lain
o diri sendiri
orang lain Beri pujian terhadap kemampuan
o orang lain
klien mengungkapkan perasaannya.
o lingkungan
6. Klien dapat 6. Keluarga dapat: 6.1. Diskusikan pentingnya peran Keluarga adalah
dukungan o menjelaskan cara serta keluarga sebagai support sistem utama
keluarga merawat klien menarik pendukung untuk mengatasi bagi klien. Keluarga
diri
dalam prilaku menarik diri. merupakan perawat
o mengungkapkan rasa
memperluas puas dalam merawat 6.2. Diskusikan potensi keluarga klien selepas keluar
hubungan klien untuk membantu klien dari rumah sakit.
dengan orang mengatasi perilaku menarik diri Keluarga memiliki
lain dan peranan penting bagi
6.3. Jelaskan cara merawat klien
lingkungan klien isolasi sosial.
menarik diri yang dapat
dilaksanakan oleh keluarga.

6.4. Motivasi keluarga agar


membantu klien untuk
bersosialisasi.

6.5. Beri pujian kepada keluarga atas


keterlibatan merawat klien di
rumah sakit

6.7. Tanyakan perasaan keluarga


setelah melakukan latihan.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Nama Klien : …………………… DX Medis : …………………..

No CM : …………………… Ruangan : …………………..

No Dx Perencanaan Rasional
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Risiko Perilaku TUM:


Kekerasan
Klien dalam kondisi
tenang dan

TUK:

1. Klien dapat
membina 1. Klien menunjukkan tanda- 1. Bina hubungan saling percaya Hubungan saling percaya
hubungan tanda percaya kepada dengan: yang baik merupakan dasar
saling percaya perawat:  Beri salam setiap yang kuat bagi klien dalam
o Wajah cerah, berinteraksi.
mengekspresikan
tersenyum  Perkenalkan nama, nama perasaannya.
o Mau berkenalan panggilan perawat dan
o Ada kontak mata tujuan perawat berkenalan
o Bersedia  Tanyakan dan panggil
menceritakan nama kesukaan klien
perasaan  Tunjukkan sikap empati,
jujur dan menepati janji
setiap kali berinteraksi
 Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang dihadapi
klien
 Buat kontrak interaksi
yang jelas
 Dengarkan dengan penuh
perhatian ungkapan
perasaan klien
2. Klien dapat 2. Klien menceritakan 2. Bantu klien mengungkapkan Menentukan mekanisme
mengidentifikasi penyebab perilaku perasaan marahnya: koping yang dimiliki klien
penyebab perilaku kekerasan yang  Motivasi klien untuk dalam menghadapi
menceritakan penyebab
kekerasan yang dilakukannya: masalah dan juga sebagai
rasa kesal atau jengkelnya
dilakukannya  Dengarkan tanpa menyela langkah awal dalam
o Menceritakan menyusun strategi
penyebab perasaan atau memberi penilaian
setiap ungkapan perasaan berikutnya.
jengkel/kesal baik
dari diri sendiri klien
maupun
lingkungannya
3. Klien dapat 3. Klien menceritakan 3. Bantu klien Deteksi dini sehingga dapat
mengidentifikasi keadaan mengungkapkan tanda- mencegah tindakan yang
tanda-tanda tanda perilaku kekerasan bisa mencegah tindakan
o Fisik : mata merah, yang dialaminya: yang bisa membahayakan
perilaku kekerasan
tangan mengepal,  Motivasi klien
klien, orang lain, dan
ekspresi tegang, dan menceritakan kondisi fisik
lain-lain. saat perilaku kekerasan lingkungan sekitar.
o Emosional : perasaan terjadi
marah, jengkel,  Motivasi klien
bicara kasar. menceritakan kondisi
o Sosial : bermusuhan emosinya saat terjadi
yang dialami saat perilaku kekerasan
terjadi perilaku  Motivasi klien
kekerasan. menceritakan kondisi
psikologis saat terjadi
perilaku kekerasan
 Motivasi klien
menceritakan kondisi
hubungan dengan orang
lainh saat terjadi perilaku
kekerasan
4. Klien dapat 4. Klien menjelaskan: 4. Diskusikan dengan klien perilaku Melihat transisi koping
mengidentifikasi kekerasan yang dilakukannya kendali dalam
jenis perilaku o Jenis-jenis ekspresi menyelesaikan masalah
selama ini:
kemarahan yang
kekerasan yang yang dihadapi.
selama ini telah  Motivasi klien
pernah dilakukannya menceritakan jenis-jenis
dilakukannya o Perasaannya saat tindak kekerasan yang
melakukan selama ini permah
kekerasan dilakukannya.
o Efektivitas cara yang  Motivasi klien
dipakai dalam menceritakan perasaan
menyelesaikan klien setelah tindak
masalah kekerasan tersebut terjadi
 Diskusikan apakah dengan
tindak kekerasan yang
dilakukannya masalah
yang dialami teratasi.
5. Klien dapat 5. Klien menjelaskan akibat 5. Diskusikan dengan klien akibat Membantu klien melihat
mengidentifikasi tindak kekerasan yang negatif (kerugian) cara yang dampak yang ditimbulkan
akibat perilaku dilakukannya dilakukan pada: akibat perilaku kekerasan
kekerasan yang dilakukan klien.
o Diri sendiri : luka,  Diri sendiri
dijauhi teman, dll  Orang lain/keluarga
o Orang lain/keluarga :  Lingkungan
luka, tersinggung,
ketakutan, dll
o Lingkungan : barang
atau benda rusak dll
6. Klien dapat 6. Klien : 6. Diskusikan dengan klien: Menurunkan perilaku yang
mengidentifikasi destruktif yang akan
cara konstruktif o Menjelaskan cara-  Apakah klien mau mencederai klien, orang
cara sehat mempelajari cara baru
dalam lain, dan lingkungan.
mengungkapkan mengungkapkan marah
mengungkapkan marah yang sehat
kemarahan  Jelaskan berbagai
alternatif pilihan untuk
mengungkapkan marah
selain perilaku kekerasan
yang diketahui klien.
 Jelaskan cara-cara sehat
untuk mengungkapkan
marah:
 Cara fisik: nafas dalam,
pukul bantal atau kasur,
olah raga.
 Verbal:
mengungkapkan bahwa
dirinya sedang kesal
kepada orang lain.
 Sosial: latihan asertif
dengan orang lain.
 Spiritual:
sembahyang/doa, zikir,
meditasi, dsb sesuai
keyakinan agamanya
masing-masing
7. Klien dapat 7. Klien memperagakan cara 7. 1. Diskusikan cara yang mungkin Memberi tahu kepada
mendemonstrasika mengontrol perilaku dipilih dan anjurkan klien klienn cara adaptif untuk
n cara mengontrol kekerasan: memilih cara yang mungkin mengontrol marah
perilaku kekerasan untuk mengungkapkan sehingga klien dapat
o Fisik: tarik nafas kemarahan. menggunakan cara yang
dalam, memukul
disukainya untuk
bantal/kasur 7.2. Latih klien memperagakan
o Verbal: mengontrol perilaku
cara yang dipilih: kekerasan.
mengungkapkan
perasaan  Peragakan cara
kesal/jengkel pada
orang lain tanpa melaksanakan cara yang
menyakiti dipilih.
o Spiritual: zikir/doa,  Jelaskan manfaat cara
meditasi sesuai tersebut
agamanya  Anjurkan klien menirukan
peragaan yang sudah
dilakukan.
 Beri penguatan pada klien,
perbaiki cara yang masih
belum sempurna
7.3. Anjurkan klien menggunakan
cara yang sudah dilatih saat
marah/jengkel
8. Klien mendapat 8. Keluarga: 8.1. Diskusikan pentingnya peran Keluarga adalah support
dukungan keluarga serta keluarga sebagai sistem utama bagi klien.
o Menjelaskan cara
untuk mengontrol pendukung klien untuk Keluarga merupakan
merawat klien
perilaku kekerasan mengatasi perilaku perawat klien selepas
dengan perilaku
kekerasan kekerasan. keluar dari rumah sakit.
o Mengungkapkan rasa Keluarga memiliki peranan
puas dalam merawat 8.2. Diskusikan potensi keluarga penting bagi kesembuhan
klien untuk membantu klien klien.
mengatasi perilaku kekerasan

8.3. Jelaskan pengertian,


penyebab, akibat dan cara
merawat klien perilaku
kekerasan yang dapat
dilaksanakan oleh keluarga.

8.4. Peragakan cara merawat klien


(menangani PK )

8.5.Beri kesempatan keluarga


untuk memperagakan ulang

8.6. Beri pujian kepada keluarga


setelah peragaan

8.7. Tanyakan perasaan keluarga


setelah mencoba cara yang
dilatihkan

9. Klien menggunakan 9. Klien menjelaskan: 9.1. Jelaskan manfaat Agar klien patuh minum
obat sesuai menggunakan obat secara obat dengan tepat dan
program yang telah o Manfaat minum obat teratur dan kerugian jika benar.
o Kerugian tidak minum
ditetapkan tidak menggunakan obat
obat
o Nama obat
9.2. Jelaskan kepada klien:
o Bentuk dan warna
obat  Jenis obat (nama, wanrna
o Dosis yang diberikan dan bentuk obat)
kepadanya  Dosis yang tepat untuk
o Waktu pemakaian klien
o Cara pemakaian  Waktu pemakaian
o Efek yang dirasakan  Cara pemakaian
10. Klien menggunakan obat
sesuai program  Efek yang akan dirasakan
klien
9.3. Anjurkan klien:

 Minta dan menggunakan


obat tepat waktu
 Lapor ke perawat/dokter
jika mengalami efek yang
tidak biasa
 Beri pujian terhadap
kedisplinan klien
menggunakan obat.
F. Implementasi
Tindakan keperawatan merupakan standar dari standar asuhan yang

berhubungan dengan aktifitas keperawatan profesional yang dilakukan

oleh perawat diman implementasi dilakukan pada klien keluarga dan

komunitas berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat (Damayanti,

2012). Pelaksanaan keperawatan jiwa bisa dilakukan dengan strategi

pelaksanaan kounikasi terapetik yang dapat diuraikan sebagai berikut.

Fase orientasi

a. Salam terapetik : memberi salam pembuka menanyakan nama klien

dan pangilanya, memperkenalkan diri perawat serta kontrak praktek

dirumah sakit jiwa.

b. Evalusi validasi :menanyakan perasaan klien

c. Kontrak : waktu tempat dan kontrak

d. Tujuan : menetapkan tujuan yang disetujui bersama

(Townsead, 2015)

a. Sp gangguan sensori persepsi halusinasi

1) SP1 Halusinasi : membantu pasien mengenal halusinasi,

menjelaskan cara caa mengontrol halusinasi dengan cara pertama

menghardik halusinasi

2) SP 2 Halusinasi : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan

bercakapa cakap bersama orang lain

3) SP 3 Halusinasi : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan

melaksanakan aktifitas terjadwal


4) SP 4 Halusinasi : melatih pasien minum obat secara teratur (Keliat,

2010)

Fase terminasi

a. Evaluasi subjektif : evaluasi perawat terhadap perasaan klien setelah

berinteraksi

b. Evaluasi objektif : evluasi perawat mengenai tindakan yang telah

dianjurkan pada klien

c. Rencana tindak lanjut : rencana yang harus dilakukan oleh klien secara

rutin

d. Kontrak yang akan datang : topik, tempat, waktu (Keliat,2010)

Fase kerja

a. Sp isolasi sosial

1) SP 1 isolasi sosial : membina hubungan saling percaya, membantu

pasien mengenal manfaat berhubungan dan kerugian tidak

berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan

2) SP 2 Klien: mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap

3) SP 3 Klien : melatih pasien berinteraksi secara bertahap (

berkenalan dengan orang kedua) ( Keliat, 2010)

Fase kerja
a. SP Risiko Perilaku Kekerasan
SP 1. Risiko Perilaku Kekerasan : melatih pasien mengendalikan emosi
dengan napas dalam
SP 2. Risiko Perilaku Kekerasan : Melatih pasien mengendalikan emosi
dengan minum obat
SP 3 Risiko Perilaku Kekerasan : melatih pasien mengontrol emosi dengan
cara fisik yang kedua yaitu pukul bantal atau kasur
SP 4 Risiko Perilaku Kekerasan : Melatih pasien mengontrol emosi
dengan cara verbal
SP 5 Risiko Perilaku Kekerasan : Melatih pasien mengontrol emosi
dengan cara spiritual
G. Evaluasi
Stuart : (dalam Kel, 2016) mengatakan evaluasi merupakan proses timbal

balik berdsarkan tujuan awal yangteridentifikasi tentang klien dan

keluaraga serta kepuasaan mereka dengan proses dan hasil asuhan. Yusuf

et al(2015) mengatakan evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan

untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ada

dua macam yaitu (1) evsluasi proses atau evaluasi formatif, yang

dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan (2) evaluasi hasil atau

sumatif, yaitu dilakukan dengan mmbandingkan respon klien pada tujuan

khusus danumum yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan dengan

pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut

S : respon subjektuf klienterhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

O : respon objektif lien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

A : analisis terhadap data subjektif dan data objektif untuk menyimpulkan

apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau kontraindikasi

dengan masalah yang masih ada

P : tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respon klien

Anda mungkin juga menyukai