Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem saraf dan sistem hormonal adalah cara – cara bagian – bagian

tubuh untuk saling berkomunikasi. Sistem saraf dapat dibagi menjadi susunan

saraf pusat yang terdiri dari jalur – jalur saraf – saraf di otak dari korda

spinalis dari susunan saraf prifer yang terdiri dari saraf – saraf yang mensarafi

bagian tubuh lainya. Koordinasi sistem saraf pusat dan prifer memungkinkan

kita bergerak, berpikir, berbicara dan berspon.

Cerebral palcy merupakan penyakit/kelainan kognetal persarafan

dimana terjadi kerusakan jaringan otak yang kekal pada bunyi sebelum

selama atau segera setelah lahir yang dapat menyebabkan disfungsi motorik

disetai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spatis juga kelainan mental.

Cerebral palcy merupakan paralisis yang di akibatkan oleh kerusakan otak

non-progresif yang dapat terjadi setiap waktu sebelum otak mencapai

kematangan dari konspsi hingga usia 5 atau 6 tahun (Garison,1995). Insiden

kurang lebih 5,5 tiap 1000 kelahiran hidup dan tersebar merta pada kedua

jenis kelamin, segala ras dari berbagai Negara.

Di inggris 1,7 per 100 menurut ashner dan schonell, 1950 dikutip oleh

(pearson,1972). Di Indonesia sendiri angka kejadian cerebral palcy belum

dapat di kaji secara pasti, namun dilaporkan oleh instansi kesehatan di

Indonesia diantarnya,Yayasan pembinaan anak cacat (YPAC) :  Tahun    2001

1
2

: 313 anak, 2002 : 242 anak, 2002 : 265 anak, 2002 : 239 anak, 2002 : 118

anak, 2006 : 112 anak, 2007 : 192 anak

Upaya yang dilakukan dalam pencegahan cereral palsy yaitu dengan

terapi dan dari penelitian  dilakukan untuk memperbaiki keadaan tersebut

terutama pada bayi - bayi yang mengalami masalah pernapasan dan

penggunaan terapi medikasi untuk mencegah perdarahan pada otak

sebelum/segera setelah lahir.

Berdasarkan uraian diatas dan angka kejadian yang terjadi pada kasus

tersebut serta pentingnya peran perawat dalam penanganan maka kamu

tertarik untuk menyusun asuhan keperawatan dengan judul “resume

keperawatan pada pasien An. A yang mengalami Cerebral Palsy di Ruang

Poli Anak RSUD. Prof. dr. H. M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui resume keperawatan pada An. A yang

mengalami Cerebral Palsy di Ruang Poli Anak RSUD. Prof. dr. H. M.

Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pengkajian resume keperawatan pada An. A yang

mengalami Cerebral Palsy di Ruang Poli Anak RSUD. Prof. Dr. H. M.

Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng.


3

b. Untuk mengetahui diagnosa resume keperawatan pada An. A yang

mengalami Cerebral Palsy di Ruang Poli Anak RSUD. Prof. Dr. H. M.

Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng.

c. Untuk mengetahui intervensi resume keperawatan pada An. A yang

mengalami Cerebral Palsy di Ruang Poli Anak RSUD. Prof. Dr. H. M.

Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng.

d. Untuk mengetahui implementasi resume keperawatan pada An. A yang

mengalami Cerebral Palsy di Ruang Poli Anak RSUD. Prof. Dr. H. M.

Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng.

e. Untuk mengetahui evaluasi resume keperawatan pada An. A yang

mengalami Cerebral Palsy di Ruang Poli Anak RSUD. Prof. Dr. H. M.

Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng.

C. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Resume Keperawatan ini di harapkan dapat menjadi sumber

informasi bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada

pasien cerebral palsy.

2. Manfaat Aplikatif

Sebagai bahan pelajaran bagi mahasiswa keperawatan dan perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan.


4

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep dasar medis

1. Defenisi

Cerebral palsy adalah suatu kondisi dimana anak mengalami

gangguan permanen pada pergerakan maupun postur tubuh, yang terjadi

disebabkan karena adanya kerusakan pada saat perkembangan otak saat

prenatal maupun post natal, yang mengakibatkan keterbatasan pergerakan

dan dengan adanya gangguan motorik ini diikuti dengan adanya kelainan

pada persepsi sensori, kognitif, komunikasi dan perilaku, epilepsi dan

kelainan muskuloskleletal dapatan (Rachmawati & Krisnana, 2017)

Cerebral Parcy adalah keadaan kerusakan jaringan otak yang tidak

progresif, yang bisa terjadi pada waktu muda (sejak dilahirkan) serta

merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik

menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan disertai kelainan

neurologis berupa kelumpuhan spastic, gangguan ganglia basal dan

sereblum, serta kelainan mental (Marmi & Kukuh R. 2012).

Cerebral Palcy merupakan suatu gangguan non spesifik yang

disebabkan oleh abnormalitas system mayor piramida (motorik korteks,

basal ganglia dan otak kecil) yang di tandai dengan kerusakan pergerakan

dan postur pada serangan awal. (Suriadi & Rita Yuliani 2010)

2. Etiologi
5

Adanya cedera otak pada saat perkembangan otak, bisa terjadi pada

saat prenatal, perinatal ataupun postnatal,

1. Pre natal (70 – 80%)

1) Infeksi intrauterin

2) Teratogenic exponsure

3) Kondisi ibu, seperti: mental retardation, kejang, hipertiroid, trauma

4) Asfiksia uterin (sebab: aprupsio plasenta, plasenta previa)

5) Percobaan pengguguran

6) Kelainan Genetik

7) BBLR dan Prematur (10 – 18% dengan BB 500 – 999 gram)

8) Cystic periventricular leukomalacia (CPVL)

2. Perinatal:

1) Trauma saat persalinan atau Asfiksia (<10%)

2) Infeksi

3) Kelianan plasenta

4) Perdarahan antepartum

5) Toksemia

6) Hipoglikemia

3. Postnatal (12% – 21%):

1) Toxic,

2) Meningitis/ Encephalitis,

3) Traumatic

4) Gangguan pembuluh darah otak.


6

3. Klasifikasi

Berdasarkan letak kelainan otak dan fungsi gerak Cerebral palsy

dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

1. Cerebral Palsy Spastik

Merupakan bentukan CP Anatomi yang mengalami kerusakan

pada kortex cerebellum yang menyebabkan hiperaktive reflex dan

stretch reflex terjadi terbanyak (70 – 80%). Otot mengalami kekakuan

dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai

mengalami spastisitas pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai

tampak bergerak kaku dan lurus. Cerebral Palsy spastik dapat

dikelompokkan menurut kelainan pokoknya yaitu berdasarkan jumlah

ekstremitas yang terkena :

1) Monoplegia adalah Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja,

biasanya lengan.

2) Diplegia yaitu Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih

berat daripada kedua lengan.

3) Tetraplegia / Quadriplegia yaitu Tetraplegia bila mengenai 3

ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai kedua lengan dan

1 kaki. Quadriplegia bila keempat ekstremitas terkena dengan

derajat yang sama.

4) Hemiplegia yaitu Bila mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan

terkena lebih berat, Serangan epilepsi fokal tidak begitu umum,


7

tetapi secara banding lebih sering dijumpai pada anak hemiplegia

spastik daripada anak non-spastik.

2. Cerebral Palsy athetosis / diskenetik / koreoatetosis

Bentuk Cerebral palsy ini menyerang kerusakan pada bangsal

banglia yang mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak

terkontrol dan perlahan. Kondisi ini melibatkan sistem

ekstrapiramidal. Karakteristik yang ditampakkan adalah gerakan –

gerakan yang involunter dengan ayunan yang melebar. Gerakan

abnormal ini mengenai lengan atau tungkai dan pada sebagian besar

kasus, otot muka dan lidah menyebabkan anak-anak menyeringai dan

selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama

periode peningkatan stress dan hilang pada saat tidur.

Pasien juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara

(disartria). CP atetosis terjadi pada 10-20% penderita CP. Atetotis

dibagi menjadi 2 yaitu;

1) Distonik

Kondisi ini sangat jarang sehingga penderita yang

mengalami distonik dapat mengalami misdiagnosis. Gerakan

distonia tidak seperti kondisi yang ditunjukkan oleh distonia

lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan sebelah

proksimal. Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang-ulang,

terutama pada leher dan kepala.


8

2) Diskinetik

Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan –

gerakan involunter tidak terkontrol, berulang – ulang dan kadang

melakukan gerakan stereotipe.

3. Cerebral Palsy ataksid/ataxia

Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang

buruk, berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar,

meletakkan kedua kaki dengan posisi saling berjauhan, berjalan gontai

kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya

menulis, atau mengancingkan baju.

4. Cerebral Palsy campuran

Seseorang mempunyai kelainan dua atau lebih dar tipe – tipe

kelainan di atas. Berdasarkan estimasi tingkat derajat kecacatan :

1) Minimal

a) Perkembangan motrik normal hanya terganggu secara

kualitatif

b) Gejala : kelainan tonus sementara, reflex primitif menetap

tidak terlalu lama, kelainan postur ringan, gangguan motoric

kasar dan halus, misalnya clumpsy.

c) Penyakit penyerta gangguan komunikasi, dan gangguan belajar

spesifik.
9

2) Ringan

a) Perkembangan motoric Berjalan usia 24 bulan – 36 bulan ,

penderita masih bisa melakukan pekerjaan atau aktvitas sehari

– hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali

membutuhkan bantuan khusus

b) Gejala : beberapa kelainan pada pemeriksaan neurologis,

perkembangan refleks primitive abnormal,respon postural

terganggu, gangguan motorik (tremor), gangguan koordinasi

c) Penyakit penyerta gangguan komunikasi, dan gangguan belajar

spesifik

3) Sedang

a) Perkembangan motoric : berjalan usia >3 tahun, anak berjalan

dengan atau tanpa alat bantu ,kadang memerlukan bracing

untuk ambulasi seperti tripod atau tongkat. Kaki atau tungkai

masih dapat berfungsi sebagai pengontrol gaya berat badan.

Aktivitas terbatas akan tetapi dapat melakukan aktivitas sehari

– hari secara mandiri , penderita membutuhkan sedikit bantuan

khusus dan pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya

sendiri, dapat bergerak dan berbicara. Pengertian atau rasa

keindahan masih ada , dengan pertolongan khusus diharapkan

penderita dapat meningkatkan kualitas hidup sehingga dapat

bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat.


10

b) Gejala : Berbagai kelainan neurologis, refleks primitif menetap

dan kuat, respon postural melambat

c) Penyakit penyerta tingkat kecerdasan ,gangguan belajar,

komunikasi, kadang disertai kejang.

4) Berat

a) Perkembangan motoric : Penderita sama sekali tidak bisa

melakukan aktivitas fisik (berjalan) atau berjalan dengan alat

bantu khusus seperti kursi roda kadang perlu operasi. Penderita

tidak mungkin hidup tanpa pertolongan orang lain, dan

membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi, bicara serta

tidak dapat menolong diri – sendiri. pertolongan atau

pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya.

Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dengan reterdasi

mental, yang pengertian dan rasa keindahan tidak ada sehingga

akan menimbulkan gangguan social – emosional baik bagi

keluarganya maupun lingkungannya.

b) Gejala : neurolgis dominan, refleks primitif menetap dan

respon postural tidak muncul.

Berdasarkan defisit neurologis, Cerebral Palsy terdiri dari :

1) Tipe spastik atau piramidal

Pada tipe ini gejala yang selalu ada adalah :

a) Hipertoni (fenomena pisau lipat)

b) Hiperfleksi yang disertai klonus


11

c) Kecenderungan timbul kontraktur

d) Refleks patologis

2) Tipe ekstrapiramidal

Akan berpengaruh pada bentuk, gerakan involunter, seperti

atetosis, dystonia, dan ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan

emosional dan retardasi mental. Pada tipe ini kontraktur jarang

ditemukan apabila mengenai saraf otak bisa melihat wajah yang

asimetris dan disartria.

4. Faktor resiko

Faktor – faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya

CP semakin besar antara lain adalah :

a) Letak sungsang.

b) Proses persalinan sulit

Masalah vascular atau respirasi bayi selama persalinan

merupakan tanda awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan

otak atau otak bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi

tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.

c) Apgar Score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran

d) BBLR dan prematus

e) Kehamilan ganda

f) Malformasi SSP (Sistem saraf pusat)

Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP

memperlihatkan malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala


12

abnormal (mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah

telah pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.

g) Perdarahan Maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir

kehamilan.

Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan

peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan

peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi.

h) Hipertiroids maternal, mental retardasi dan kejang

i) Kejang dan bayi baru lahir.

5. Manifestasi Klinik

Tanda awal Cerebral Palsy biasanya tampak pada usia kurang dari

3 tahun, dan orangtua sering mencurigai ketika kemampuan

perkembangan motorik anak tidak normal (Sitorus, 2016) Bayi dengan CP

sering kelambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk, merangkak,

atau berjalan.

Sebagian mengalami abnormalitas tonus otot. Penurunan tonus otot

atau hipotonia (keadaan sulit berjalan) dapat menyebabkan bayi tampak

lemah dan lemas serta bayi tampak kaku. Pada sebagian kasus, bayi pada

periode awal tampak hipotonia dan selanjutya berkembang menjadi

hypertonia setelah 2-3 bulan pertama. Anak CP mungkin menunjukkan

postur abnormal pada salah satu sisi tubuh. Anak CP memiliki

karakteristik berikut :
13

a) Kemampuan motorik

Anak CP memiliki gangguan fungsi motorik. Gangguan ini

berupa kekauan, kelumpuhan,kurang koordinasi, hilang keseimbangan

dan munculnya gerakan-gerakan ritmis.gangguan ini tidak hanya

berakibat kepada fungsi anggota gerak tetapi fungsi-fungsi lain yang

berhubungan dengan masalah motorik lain seperti gangguan bicara,

mengunyah, dan menelan.

b) Kemampuan sensoris

Pada umumnya anak CP juga memiliki gangguan dalam hal

sensorisnya. Gangguan sensoris tersebut meliputi gangguan

penglihatan, gangguan pendengaran, dan gangguan kinestetik-taktil

c) Kemampuan intelektual

Kemampuan intelektual anak CP beragam rentang dari rentang

idiot sampai gifted. Dengan tingkat kecerdasan bervariasi sekitar 45%

mengalami keterbelakangan mental , 35% mempunyai tingkat

kecerdasan normal hingga diatas rata-rata dan sisanya mengalami

cenderung dibawah rata-rata.

d) Kemampuan persepsi

Peristiwa persepsi terjadi di otak. Karena kerusakan anak CP

terjadi di otak, maka pada umumnya mereka juga mengalami

gangguan persepsi baik itu secara visual, auditif maupun kinestetik-

taktil.
14

e) Kemampuan berbicara dan komunikasi

Sebagian besar anak CP mengalami gangguan bicara sebagai

akibat dari kekakuan otot-otot motorik bicara mereka. Gangguan

bicara yang terjadi dapat mengarah kepada gangguan komunikasi.

Anak CP mengalami kesulitan dan mengungkapkan ide dan gagasan

mereka bahkan diantara mereka bicaranya tidak jelas sehingga sukar

dipahami maksut pembicaraannya.

f) Kemampuan Emosi dan penyesuaian Sosial

Kebanyakan CP mengalami kesulitan dalam penyesuaian

sosial ini berkaitan dengan konsep yang mereka miliki.

6. Patofisiologi

Pada CP terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan

terganggunya fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan korteks cerebri

terjadi kontraksi otak yang terus menerus dimana disebabkan karena tidak

terdapatnya inhibisi langsung pada lengkung reflex. Bila terdapat cidera

berat pada system ekstra pyramidal dapat menyebabkan gangguan pada

semua gerak atau hypotonic, termasuk kemampuan bicara. Namun bila

hanya cedera ringan maka gerakan gross motor dapat dilakukan tetapi

tidak terkoordinasi dengan baik dan gerakan motorik halus sering kali

tidak dapat dilakukan. Gangguan proses sensorik primer terjadi di

sereblum yang mengakibatkan terjadinya ataksia. Pada keterbatasan gerak

akibat fungsi motor control akan berdampak juga pada proses sensorik

(Herdiman, 2012)
15

7. Pathway

Prenatal Natal Post natal

 Malformasi congenital  Anoksiaalhipoksia  Trauma capitis


 Infeksi dalam kandungan  Perdarahan intracranial  Infeksi
 Radiasi  Trauma lahir  Kern interns
 Tok gravidarum  Prematuritas
 Asfiksia dalam kandungan
Cerebral Palsy

Non operative Operative


Adanya gangguan Kerusakan sensus Kecacatan Kerusakan Kerusakan N.
pada N. Vagus okolomotorius multifasef motorik Troklearis
Fisioterapi Luka insisi

Kemampuan menelan Batuk Strabismus Gangguan Tumbuh Kelumpuhan Gangguan Kerusakan jaringan
terganggu kembang spastitisitasi pendengaran
hemiplegi
Gangguan
Gangguan Resiko infeksi
Edema, spasme komunikasi Merangsang sel – sel
Nafsu makan citra tubuh
menurun bronkus verbal Gangguan massif menghasilkan
mobilitas fisik histamine, bradikini, Talamus
Mual muntah Peningkatan secret Gelisah dan prostaglandin
Korteks serebri
16

Kurangnya Defisit pengetahuan Medulla spinalis


Defisit Nutrisi Bersihan jalan
informasi Nyeri akut
napas tidak efektif
17

8. Komplikasi

a) Retardasi mental

Tidak semua Cerebral Palsy (CP) mengalami gangguan

kognitif, tetapi ada hubungan antara tingkat keparahan CP dengan

kejadian retardasi mental. Anak dengan spastisitas quadriplegi

memiliki tingkat kecenderungan mengalami retardasi mental

dibanding anak dengan spastisitas hemiplegi.

b) Epilepsi

Epilepsi menunjukkan adanya tingkat keparahan trauma

neurologi yang dialami oleh anak dengan cerebral palsy. Epilepsi

sering dialami anak dengan quadriplegi dan hemiplegi cerebral palsy.

c) Nutrisi dan pertumbuhan

Masalah ini sering dialami oleh anak dengan cerebral palsy

yang berat. Nutrisi yang kurang disebabkan oleh kelumpuhan saraf

pseudobulbar, sehingga anak mengalami gangguan dalam menghisap,

mmengunyah dan menelan. Kelumpuhan saraf ini juga mengakibatkan

gastroesofageal refluks yang membuat anak dapat mengalami

regurgitasi, muntah dan kemungkinan aspirasi.

d) Gangguan mikturisi

Anak dengan cerebral palsy spastik dapat mengalami

spastisitas pada otot detrusor buli – buli, sehingga mengakibatkan

anak sering kencing atau bahkan mengompol karena tingkat

pengosongan dan iritabilitas pengisian buli yang rendah.


18

e) Gangguan defekasi

Gangguan ini merupakan akibat dari berbagai faktor termasuk

nutrisi yang inadekuat, intake cairan yang sedikit dan akibat dari

immobilitas fisik.

f) Gangguan istirahat/ tidur

Anak tidak bisa tidur dengan nyenyak dan sering terbangun di

malam hari.

g) Hipersalivasi

Pada kasus CP, kejadian ini diakibatkan oleh kelumpuhan

saraf pseudobulbar. Sehingga mulut anak selalu terbuka dan

mengalami kesulitan menelan. Hal ini dapat meningkatkan resiko

kejadian aspirasi pada anak dengan CP.

h) Kehilangan pendengaran

Masalah ini dialami anak dengan CP yang diakibatkan oleh

kern – ikterus, post meningitis dan infeksi TORCH selama periode

kehamilan. Jika tidak dideteksi dari awal akan mengganggu proses

perkembangan dan rehabilitasi anak.

i) Kelainan (gangguan) penglihatan

Kelainan ini dialami anak dengan CP oleh karena sebab lahir

prematur. Kelainan yang dialami dapat berupa retinopati, miopia,

strabismus, glaukoma dan ambliopia. Kelainan pada penglihatan

disebabkan adanya kerusakan pada korteks visual pada lobus

oksipital.
19

j) Kelainan ortopedik

Spastisitas dapat mengakibatkan kontraktur sendi,

pemendekan massa otot, dan kelainan tulang paha atau deformitas

kaki. Kelainan lain yang dapat ditemukan pada CP adalah skoliosis,

fraktur akibat osteoporosis atau osteomalasia.

9. Pemeriksaan Diagnostik

Cerebral palsy dapat didiagnosis menggunakan kriteria Levine

(POSTER). POSTER terdiri dari :

a) P – Posturing / Abnormal Movement (Gangguan Posisi Tubuh atau

Gangguan Bergerak).

b) O – Oropharyngeal Problems (Gangguan Menelan atau Fokus di

Lidah).

c) S – Strabismus (Kedudukan Bola Mata Tidak Sejajar)

d) T – Tone (Hipertonus atau Hipotonus).

e) E – Evolution Maldevelopment (Refleks Primitif Menetap atau

Refleks Protective Equilibrium Gagal Berkembang).

f) R – Reflexes (Peningkatan Refleks Tendon atau Refleks Babinski

menetep).

Abnormalitas empat dari enam kategori diatas dapat menguatkan

diagnosis CP. Menurut (Rachmawati & Krisnana, 2017) untuk

pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan dengan :

a) Electroencephalogram (EEG)
20

Dengan pemeriksaan ini, aktifitas sel – sel saraf otak kortek

yang fungsinya untuk kegiatan sehari-hari, seperti tidur, istirahat, dan

lain-lain, dapat direkam. Pada infeksi susunan saraf pusat seperti

meningitis, ensefalitis, pemeriksaan EEG perlu dilakukan untuk

melihat kemungkinan, misalnya terjadi kejang yang tersembunyi atau

adanya bagian otak yang terganggu.

b) Elektromiografi (EMG) dan Nerve Conduction Velocity (NCV)

Alat ini berguna untuk membuktikan dugaan adanya kerusakan

pada otot atau saraf. NCV digunakan terlebih dahulu sebelum EMG,

dan digunakan untuk mengukur kecepatan saat dimana saraf-saraf

mentransmisikan sinyal. Selama pemeriksaan NCV, elektroda

ditempelkan pada kulit yang dilalui saraf yang spesifik untuk suatu

otot atau sekelompok otot. Alat ini mendeteksi bagaimana otot

bekerja.

c) Tes Laboratorium

1) Analisa kromosom dapat menunjukkan identifikasi suatu anomali

genetic, contohnya Down’s syndrome, ketika anomali tersebut

muncul pada sistem organ.

2) Tes fungsi tiroid dapat menunjukkan kadar hormon tiroid yang

rendah dapat menyebabkan beberapa cacat bawaan dan retardasi

mental berat.

3) Tes kadar ammonia darah yaitu Kadar ammonia yang tinggi dalam

darah (hiperammonemia) bersifat toksik terhadap sistem saraf


21

pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Defisiensi beberapa

enzim menyebabkan kerusakan asam amino yang menimbulkan

hiperammonemia. Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan hati

atau kelainan metabolisme bawaan.

d) Imaging test

Imaging test sangat membantu dalam mendiagnosis

hidrosefalus, abnormalitas structural,dan tumor. Informasi yang

diberikan dapat membantu dalam menentukan prognosis jangka

panjang seorang anak.

1) Computed Tomography Scan (CT Scan)

Teknik ini merupakan gabungan sinar X dan teknologi

computer yang menghasilkan suatu gambar yang memperlihatkan

setiap bagian tubuh secara terinci termasuk tulang, otot, lemak dan

organ-organ tubuh. CT scan kepala dapat menjabarkan struktur

jaringan otak, seperti area otak yang kurang berkembang, kista

abnormal, malformasi bawaan, haemoragic dan PVL pada

bayi.dengan informasi dari CT scan, dokter dapat menentukan

prognosis penderita CP.

2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI menggunakan medan magnet dan gelombang radio

untuk menciptakan gambar dan struktur internal otak. Dilakukan

pada anak-anak yang lebih tua. MRI adalah teknik imaging yang

canggih, menghasilkan gambar yang lebih baik dalam hal struktur


22

atau area abnormal dengan lokasi dekat dengan tulang

dibandingkan CT Scan kepala. MRI dapat mendefinisikan

abnormalitas dari substansia alba (white matter) dan korteks

motorik lebih jelas daripada metode-metode lainnya. Dikatakan

neuroimaging direkomendasikan jika dalam evaluasi anak dengan

CP etiologinya tidak dapat ditemukan.

3) Ultrasonography (USG)

USG menggunakan echo dari gelombang suara yang

dipantulkan kedalam tubuh untuk membentuk suatu gambar yang

disebut sonogram. Alat ini dapat menggambarkan masalah dalam

jaringan otak. USG dapat digunakan pada bayi sebelum tulang

kepala mengeras dan UUB tertutup. Walaupun hasilnya kurang

akurat dibandingkan MRI dan CT Scan, pemeriksaan ini dapat

mendeteksi kista dan struktur otak, lebih murah dan tidak

membutuhkan periode lama pemeriksaannya

4) Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat

pendidikan yang diperlukan.

5) Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain

retardasi mental. Selain pemeriksaan di atas, kadang-kadang

diperlukan pemeriksaan arteriografi dan pneumoensefalografi

individu. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penderita CP

perlu ditangani oleh suatu tim yang terdiri dari: dokter anak, ahli

saraf, ahli jiwa, ahli bedah tulang, ahli fisioterapi, occupational


23

therapist,guru luar biasa, orang tua penderita dan bila perlu

ditambah dengan ahli mata, ahli THT, perawat anak dan lain-lain.

10. Penatalaksanaan

Perawatan pada anak CP memerlukan pengertian dan kerjasama

yang baik dari pihak orangtua / keluarga penderita. Hal ini akan sangat

tercapai dengan baik jika diorganisasi terpadu pada satu pusat klinik

khusus. CP yang dikelola tenaga-tenaga dari berbagai multi-disipliner,

seperti dokter anak, neurologis, dokter ahli ortopedi, bedah saraf, THT,

dan guru luar biasa. Perlu ditekankan pada orangtua penderita CP,

bahwa tujuan dari pengobatan bukan membuat anak menjadi seperti

anak normal lainnya. Tetapi mengembangkan sisa kemampuan yang

ada pada anak tersebut seoptimal mungkin, sehingga diharapkan anak

tersebut dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan atau hanya

membutuhkan sedikit bantuan saja.

Penatalaksanaan Medis anak CP secara garis besar adalah

sebagai berikut :

a. Aspek medis

1) Aspek medis umum

a) Gizi

Gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi

penderita CP. Karena sering terdapat kelainan pada gigi,

kesulitan menelan, sukar untuk menyatakan keinginan untuk


24

makan. Pencatatan rutin perkembangan berat badan anak

perlu dilaksanakan.

Hal – hal lain seperti imunisasi dan perawatan

kesehatan juga perlu diperhatikan dan dilakukan. Anak

dengan CP seringkali terjadi konstipasi dan dekubitus pada

anak-anak yang sering tidak berpindah-pindah posisi.

2) Medikamentosa

Pemberian obat-obatan bertujuan untuk memperbaiki

gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol

serangan kejang. Pada penderita CP yang kejang pemberian obat

anti kejang memamerkan hasil yang baik dalam mengontrol

kejang, tetapi pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang

berhasil. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance

anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya,

misalnya luminal, dilatin dan sebagainya. Pada keadaan tonus

otot yang berlebihan, otot golongan benzodiazepine, misalnya :

valium, Librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan

choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine)

diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif

dapat diberikan dextroamphetamine 5 – 10 mg pada pagi hari

dan 2,5 – 5 mg pada waktu tengah hari.


25

3) Pembedahan Ortopedi

Banyak yang dapat dibantu dengan bedah ortopedi,

misalnya tendon yang memendek akibat kekakuan/spastisitas

otot, rasa sakit yang terlalu mengganggu dan lain-lain yang

dengan fisioterapi tidak berhasil. Salah satu indikasi dilakukan

tindakan ortopedi jika sudah terjadi deformitas akibat proses

spasme otot atau telah terjadi kontraktur pada otot dan tendon.

Dalam hal ini perlu dipertimbangkan secara matang beberapa

faktor sebelum melakukan tindakan pembedahan. Tujuan dari

tindakan bedah ini adalah untuk stabilitas, melemahkan otot

yang terlalu kuat atau untuk transfer dari fungsi.

4) Fisioterapi

Fisioterapi merupakan salah satu terapi dasar bagi

penderita CP. Fisioterapi cepat dilaksanakan pada penderita

yang masih muda pada tahap dini manfaatnya jauh lebih nyata

jika dibandingkan dengan penderita yang lebih lambat.

Fisioterapi ini dilakukan sepanjang hidup. Adapun jenisnya

adalah :

a) Teknik tradisional yaitu Latihan luas gerak sendi, stretching,

latihan penguatan dan peningkatan daya tahan otot, latihan

duduk, latihan berdiri, latihan jalan, latihan pindah.

Contohnya adalah teknik dari Deaver, yaitu menggunakan


26

extensive bracing, membatasi semua kecuali dua gerakan

ekstremitas.

b) Motor function training dengan menggunakan sistem khusus

yang umumnya dikelompokkan sebagai neuromuscular

facilitation exercise. Dimana digunakan pengetahuan

neurofisiologidan neuropatologi dari refleks didalam latihan

untuk mencapai suatu postur dan gerakan yang dikehendaki.

Secara umum konsep latihan ini berdasarkan prinsip bahwa

dengan beberapa bentuk stimulasi akan menimbulkan reaksi

otot yang dikehendaki, yang kemudian bila ini dilakukan

berulang-ulang akan berintegrasi kedalam pola gerak motorik

yang bersangkutan. Contohnya pada teknik dari Phelps, Fay-

Doman, Bobath, Brunnstorm, Kabat-Knott-Vos.

5) Terapi okupasi

Terutama untuk latihan melakukan aktivitas sehari-hari,

evaluasi penggunaan alat-alat bantu, latihan keterampilan

tangan,dan aktivitas bimanual. Latihan bimanual ini

dimaksudkan agar menghasilkan pola dominan pada salah satu

sisi hemisfer otak.

a) Latihan diberikan dalam bentuk aktifitas permainan, dengan

menggunakan plastisin, manik-manik, puzzle; dengan

berbagai bentuk gerakan, ketepatan arah, permainan yang

memerlukan keberanian.
27

b) Aktifitas kehidupan sehari-hari : berpakaian, makan minum,

penggunaan alat perkakas rumah tangga dan aktifitas

belajar.

c) Seni dan ketrampilan : menggunting, menusuk, melipat,

menempel dan mengamplas

6) Ortotik

Menggunakan brace dan bidai (splint), tongkat ketiak,

tripod, walker, kursi roda, dan lain-lain.Secara umum program

bracing bertujuan:

a) Untuk stabilitas, terutama bracing untuk tungkai dan tubuh.

b) Mencegah kontraktur.

c) Mencegah kembalinya deformitas setelah operasi.

d) Agar tangan lebih berfungsi

7) Terapi Wicara

Angka kejadian gangguan bicara pada penderita CP

diperkirakan berkisar 30-70%. Gangguan bicara dapat berupa

disfonia, disritmia, disartria, disfasia dan bentuk campuran.

Terapi wicara dilakukan oleh terapis wicara. pada anak dengan

gangguan komunikasi/bicara dengan latihan dalam bahasa pasif

anggota tubuh, benda-benda di dalam/diluar rumah dan

disekolah dan dalam bahasa konsonan, suku kata, kata dan

kalimat dengan pengucapan huruf hidup/vocal.


28

8) Psikolog

Psikolog dibutuhkan untuk membantu penderita dan

keluarga.

b. Aspek Non-medis

1) Pendidikan

2) Pekerjaan

3) Problem dan Pekerja Sosial

B. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Pengkajian yang pelu dilakukan pada anak dengan Cerebral Palsy yaitu

(Suriadi, 2010) :

a) Menilai setiap kunjungan ke posyandu mengenai keterlambatan

perkembangan.

b) Mencatat masalah defisit pada ortopedi, visual, auditori atau

intelektual.

c) Menilai reflek bayi baru lahir, pada anak dengan cerebral palsy dapat

bertahan setelah usia normal.

d) Mengidentifikasi bayi yang memiliki gangguan pada otot atau postur

tubuh tidak normal (tulang belakang melengkung, kaku saat

bergerak melawan gravitasi, leher atau ekstremitas resisten terhadap

gerakan pasif).
29

e) Mengidentifikasi gangguan motorik, seperti asimetris dan abnormal

saat merangkak (menggunakan 2 atau 3 ekstremitas), menggunakan

tangan dominan sebelum anak berusia prasekolah

2) Data demografi

a) Laki – laki lebih banyak dari pada wanita.

b) Sering terjadi pada anak pertama dan kesulitan pada waktu

melahirkan.

c) Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar.

d) Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.

3) Keluhan utama

Biasanya pada cerebral palsy didapatkan keluhan utama yaitu :

Sukar makan atau menelan, otot kaku, sulit bicara, kejang, badan

gemetar, perkembangan yang terlambat dari anak normal,

perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh abnormal, refleks bayi

persisten, ataxic, kurang tonus otot dan permasalahan pada BAB dan

BAK.

4) Riwayat kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada anak dengan cerebral palsy di dapatkan postur tubuh

abnormal, pergerakan kurang, otot kaku, gerakan involunter atau

tidak terkoordinasi, Peningkatan atau penurunan tahanan pada

gerakan pasif, postur opistotonik (lengkung punggung berlebihan)

Kelemahan Otot, Retardasi Mental, Gangguan Hebat – Hipotonia,


30

Melempar / Hisap Makan, Gangguan Bicara / Suara, Visual dan

Mendengar.

b) Riwayat Kesehatan masa lalu

(1) Prenatal : adanya gangguan pergerakan janin, adanya penyakit

ibu (toxoplasmosis, rubella), keracunan kehamilan.

(2) Natal : adanya premature, penumbungan atau lilitan tali pusar,

trauma lahir.

(3) Post natal : adanya truma kapitis, meningitis, luka paruh pada

otak pasca operasi, atau lesi karena trauma.

5) Riwayat kehamilan dan persalinan

Cerebral palsy biasanya terjadi pada ibu hamil yang usianya

lebih dari 40 tahun, riwayat jatuh, kecelakaan ,terjadi kesulitan waktu

melahirkan, anoxia janin.

6) Fungsi Intelektual

Biasanya ditemukan pembelajaran dan penalaran subnormal

(retardasi mental pada kira-kira dua pertiga individu), kecerdasan di

bawah normal, kesulitan belajar dan gangguan perilaku.

7) Pemeriksaan reflek

Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada

usia berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro,

plantar, dan menggenggam menetap atau hiperaktif, hiperefleksia,

klonus pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada banyak

kelompok otot pada gerakan pasif cepat.


31

8) Pemeriksaan tonus

Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur

opistotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku dalam

memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok, kaku

atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi

duduk (tanda awal).

9) Pertumbuhan dan Perkembangan

a) Perlambatan perkembangan motorik kasar

Manifestasi umum, pelambatan pada semua pencapaian

motorik, meningkat sejalan dengan pertumbuhan, Monitor Respon

Bermain Anak Lambat.

b) Tampilan motorik abnormal

Penggunaan tangan unilateral yang terlalu dini, merangkak

asimetris abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau

tidak terkoordinasi, menghisap buruk, kesulitan makan, sariawan

lidah menetap.

b. Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan mobilitas fisik b.d spasme dan kelemahan otot.

2) Gangguan tumbuh dan kembang b.d gangguan neurovaskular.

3) Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neurovaskular dan

kesukaran dalam artikulasi

4) Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesukaran menelan dan

meningkatnya aktivitas.
32

C. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI


1 Gangguan mobilitas fisik b.d spasme Ekspektasi Meningkat, dengna  Identifikasi adanya nyeri atau kelemahan fisik
dan kelemahan otot, ditandai dengan kriteri hasil :  Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
DS :  Pergerakan ekstremitas (5)  Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
 Mengeluh sulit menggerakkan  Kekuatan otot (5) sebelum memulai mobilisasi
ekstremitas  Rentan gerak (5)  Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
 Mengeluh nyeri saat bergerak  Nyeri (1)  Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis.
 Merasa cemas saat bergerak  Kecemasan (1) pagar tempat tidur)
 Enggan melakukan pergerakan  Kaku sendi (1)  Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
DO :  Gerakan terbatas (1)  Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
 Kekuatan otot menurun  Kelemahan fisik (1) meningkatkan pergerakan
 Rentan gerak menurun  Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Sendi kaku  Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Gerakan tidak terkordinasi  Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
 Gerakan terbatas (mis. duduk di tempat tidur, duduk disisi tempat
 Fisik lemah tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
33

2 Gangguan tumbuh dan kembang b.d Ekspektasi Membaik, dengna  Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
gangguan neurovaskular, ditandai kriteri hasil :  Berikan sentuhan yang bersifat gentle dan tidak ragu
dengan  keterampilan atau perilaku khas – ragu
DS :- sesuai kelompok usianya (5)  Minimalkan nyeri
DO :  kemampuan melakukan  Motivasi anak untuk berorientasi dengan anak lain
 Tidak mampu melakukan perawatan diri sesuai usia (5)  Sediakan aktivitas yang memotivasi anak
keterampilan atau perilaku khas  Respon sosial (5) berinteraksi dengan anak lainnya
sesuai kelompok usianya  Kontak mata (5)  Pertahankan kenyamanan anak
 Pertumbuhan fisik terganggu  Nafsu makan (5)  Fasilitasi anak melatih keterampilan pemenuhan
 Tidak mampu melakukan kebutuhan secara mandiri
perawatan diri sesuai usia
 Nafsu makan menurun
 Lesu
3 Gangguan komunikasi verbal b.d Ekspektasi Meningkat, dengna  Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan
gangguan neurovaskular dan kesukaran kriteri hasil : diksi bicara
dalam artikulasi, ditandai dengan  Kemampuan berbicara (5)  Monitor frustasi, marah, depresi atau hal lain yang
DS :  Kemampuan mendengar (5) menggu bicara
 Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai
34

DO :  Keseusuaian ekspresi wajah (5) bentuk komunikasi


 Tidak dapat berbicara  Kontak mata (5)  Gunakan metode komunikasi alternative (mis.
 Menunjukkan respon yang tidak  Respons perilaku (5) Menulis, mata berkedip)
sesuai  Pemahaman komunikasi (5)  Berikan dukungan psikologis
 Tidak ada kontak mata  Anjutkan berbicara perlahan
 Sulit memahami komunikasi
 Verbalisasi tidak tepat
4 Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan Ekspektasi Membaik, dengna  Identifikasi status nutrisi
tubuh b.d kesukaran menelan dan kriteri hasil :  Identifikasi intoleransi dan alergi makanan
meningkatnya aktivitas, ditandai dengan  Porsi makanan yang  Identifikasi makanan yang disukai
DS : dihabiskan (5)  Monitor asupan makanan
 Nafsu makan menurun  kekuatan Otot menelan (5)  Monitor berat badan
DO :  kekuatan Otot pengunyah (5)  Berikan suplemen makanan
 Berat badan menurun 10% di  Membrane mukosa (5)  Ajarkan diet yang diprogramkan
bawah rentang ideal  berat badan (5)
 Bising usus hiperaktif  IMT (5)
 Otot menelan lemah  frekuensi makan (5)
 Otot pengunyah lemah  nafsu makan (5)
35

 Membrane mukosa pucat  bising usus (5)


5 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d Ekspektasi Meningkat, dengan Observasi
hipersekresi jalan napas, di tandai kriteri hasil :  Monitor Pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
dengan :  Batuk efektif (5) napas)
DS :  Produksi sputum (1)  Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling,
 Pasien batuk berlendir  Sulit berbicara (1) mengi, wheezing, ronkhi kering)
DO :  Ronkhi (1)  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Susah berbicara  Frekuensi napas membaik(5) Terapeutik
 Nampak batuk  Pola napas membaik (5)  Pertahankan kepatenan jalan napas
 Sputum (+) banyak (+) Edukasi
 Frekuensi napas 26x/menit  Anjurkan tehnik batuk efektif
 Ronkhi (+) Kolaboratif
Pola napas cepat, irama irreguler  Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu

6 Nyeri akut berhubungan dengan Agen Ekspektasi Menurun, dengan kriteri Observasi
pencedera fisiologis (inflamasi), di hasil :
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
tandai dengan :
 Keluhan nyeri (5) kualitas, intensitas nyeri
DS :
 Meringis (5)  Identifikasi skala nyeri
36

 Mengeluh nyeri  Sikap protektif (5) Terapeutik


DO :  Kesulitan tidur (5)
 Berikan terapi nonfarmakologis untuk mengurangi
 Nampak meringis  Diaforesis (5)
rasa nyeri
 Bersikap protektif, posisi  Anorexia (5) Edukasi
menghindari nyeri  Frekuensi nadi(5)
 Takikardi  Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 Pola napas (5)
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Nafsu makan berubah  Nafsu makan (5)
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Pola napas berubah  Pola tidur (5)
 Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi
 P : Nyeri saat beraktivitas
rasa nyeri
Q : Seperti Tertekan
Kolaboratif
R : ektremitas atas dan bawah
S : Skala nyeri 6 NRS  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
T : Nyeri hilang timbul setiap 1 - 2
jam dengan durasi ≤30 menit
37

D. Implementasi

Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan

keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan

keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan

keperawatan yang di prioritaskan.

Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada kebutuhan

pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,

strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi .

Ada 4 tahap operasional yang harus diperhatikan oleh perawat

dalam melakukan implementasi keperawatan, yaitu sebagai berikut :

1. Tahap Prainteraksi
Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan,
analisis kekuatan dan keterbatasan professional pada diri sendiri,
memahami rencana keperawatan yang baik, menguasai keterampilan
teknis keperawatan, memahami rasional ilmiah dan tindakan yang
akan dilakukan, mengetahui sumber daya yang diperlukan,
memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam
pelayanan keperawatan, memahami standar praktik klinik
keperawatan untuk mengukur keberhasilan dan penampilan perawat
harus meyakinkan
2. Tahap Perkenalan
Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, enanyakan
nama, umur, alamat pasien, menginformasikan kepada pasien tujuan
dan tindakan yang akan dilakukan oleh perawat, memberitahu
kontrak waktu, dan memberi kesempatan pada pasien untuk
bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan
38

3. Tahap Kerja
Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah
direncanakan, hal – hal yang perlu diperhatikan pada saat
pelaksanaan tindakan adalah energy pasien, pencegahan kecelakaan
dan komplikasi, rasa aman, kondisi pasien, respon pasien terhadap
tindakan yang telah diberikan.
4. Tahap Terminasi
Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya
setelah dilakukan tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik
kepada pasien dan puji atas kerjasama pasien, kontrak waktu
selanjutnya, rapikan peralatan dan lingkungan pasein dan lakukan
terminasi, berikan salam sebelum menginggalkan pasien, lakukan
pendokumentasian
E. Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk


menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi proses atau
promotif dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan
menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah
tidak teratasi atau muncul masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon pasien

Anda mungkin juga menyukai