PENDAHULUAN
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Cerebral Palsy Athetoid.
2. Untuk mengetahui patofisiologi dari Cerebral Palsy Athetoid.
3. Untuk mengetahui pemeriksaan dan pengukuran pada Cerebral Palsy Athetoid.
4. Untuk mengetahui problematika fisioterapi pada Cerebral Palsy Athetoid.
5. Untuk mengetahui tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang fisioterapi
pada Cerebral Palsy Athetoid.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada Cerebral Palsy Athetoid.
7. Untuk mengetahui evaluasi setelah dilakukan intervensi fisioterapi pada Cerbral
Palsy Athetoid.
D. Manfaat Penulisan
1. Dapat memberi pengetahuan penulis dan pembaca tentang Cerebral Palsy
Athetoid.
2. Dapat meambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai penanganan pada
kasus Cerebral Palsy Athetoid
BAB II
PEMBAHASAN
e. Berdiri
Posisi Px duduk. Px akan latihan berdiri dengan latihan duduk
-berdiri. Sebelum latihan duduk-berdiri dilakukan release tendon
asciles dan dorso flexor angkle untuk menurunkan spastisitas. Untuk
melakukan gerak duduk-berdiri pelvic dan gluteus harus kontraksi.
Tx menfiksasi pelvic untuk membantu ketika posisi berdiri
1. Latihan koordinasi
Latihan koordinasi ini menggunakan play terapi yang sudah di
modifikasi Bobath/NDT. NDT tetap ada unsur input visual ,propioseptif,
dan tactile..
Latihan yang pertama yaitu dengan menggunakan guling besar. Px
Diposisikan tengkurap diatas guling. Tx beradaa di belakang Px atau di
samping Px. Tx yang lain berada di depan px atau ibunya Px dengan
membawa bola. Px di intruksikan untuk mengambil bola dari tangan
terapis di depannya. Latihan ini juga bisa untuk melatih head controlnya.
Latihan yang kedua yaitu dengan duduk di atas guling. Latihan ini
untuk anak yang keseimbangannya sudah bagus. Ada Tx yang berada di
belakang Px. Tx yang lain berada di depannya dengan membawa bola
dan Px di intruksikan untuk meraih bola tersebut.
Latihan ketiga yaitu dengan permainan bola basket. Posisi sama
dengan latihan kedua yaitu posisi duduk di atas guling. Kemudian px
memegang bola. Setelah px di minta untuk melempar bola yang di
pengangnya untuk di masukan kedalam ring yang ada di depannya.
Latihan ke empat yaitu dengan permainan menara donat. Posisi px
duduk Px di intruksikan untuk memasukkan donat ke menara yang
berada didepannya. Setelah sudah bisa, jarak menaranya yang di
depannya bisa di jauhkan sehingga Px akan beusaha melemparkan donat
tersebut ke menara.
2) Edukasi
- Memberikan edukasi kepada keluarga untuk tetap memberikan motivasi
kepada anak agar tetap semangat dalam melakukan terapi.
- Kadang sering diajak jalan keluar agar mampu berinteraksi dan
bersosialisasi dengan dunia luar.
- Sering menyentuh wajah anak dan seluruh tubuh dengan tangan (keluarga
mampu melakukan NS sendiri).
- Cara menggendong dengan benar yaitu posisi kedua tungkai lurus dan
kedua lengan di depan, menggendong anak menghadap ke depan dengan
tangan kanan ibu memegang paha anak dari bawah dan tangan kiri ibu di
dada anak, usahakan agar punggung anak tidak terlalu bersandar.
- Cara mengangkat anak yang benar yaitu dengan cara tangan ibu pada bahu
belakang anak, miringkan anak terlebih dahulu lalu angkatbahu anak
kemudian bokongnya.
- Bermain dengan posisi anak telungkup dan diganjal bantal pada area dada
sesering mungkin. Biarkan kepala anak terangkat dan tegak.
- Bermain atau makan diposisikan duduk bersila atau dipangkuan orang tua.
- Pasang back slap pada kedua lengan anak dan diarahkan kedua tangan
anak untuk menumpu di depan atau di samping badannya. Pastikan anak
aman dan dalam pengawasan orang tua.
7. Rencana Evaluasi (pemeriksaan harus ada)
Pengukuran spastisitas dengan skala Ashworth.
Penilaian spastisitas dengan skala asworth dengan kriteria sebagai berikut :
0 : tonus normal,
1 : terasa tahanan diakhir sendi bisa full ROM,
2 : terasa tahanan ditengah sampai akhir sendi bisa full ROM,
3 : terasa tahanan dari awal sampai akhir sendi bisa full ROM,
4 : terasa tahanan dari awal sampai akhir sendi, tidak full ROM,
5 : rigid / kaku.
Jadi, spastisitas diukur sebelum dan sesudah diberikan terapi. Jadi kita tahu ada
perubahan tidak dari spastisitasnya supaya bisa dijadikan acuan untuk pemberian
terapi selanjutnya.
Pengukuran reflek patologis dengan stimulus.
Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu
normal. Refleks patologis pada ekstemitas bawah lebih konstan, lebih mudah
muncul, lebih reliabel dan lebih mempunyai korelasi secara klinis dibandingkan
pada ekstremitas atas.
Dasar pemeriksaan reflex :
Selain dengan jari-jari tangan untuk pemeriksaan reflex ekstremitas atas,bisa
juga dengan menggunakan reflex hammer.
Pasien harus dalam posisi enak dan santai
Rangsangan harus diberikan dengan cepat dan langsung
Jenis-jenis pemeriksaan refleks patologis :
a. Refleks Hoffmann-Tromner
Cara pemeriksaan : tangan penderita dipegang pada pergelangannya dan suruh
pasien melekukan fleksi ringan jari-jarinya. Kemudian jari tengah pasien
diregangkan dan dijepit diantara jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Lalu
lakukan :
Hoffmann : Goresan pada ujung jari tengah pasien reaksi : fleksi dan
adduksi ibu jari disertai dengan fleksi telunjuk dan jari-jari lainnya.
Tromner : Colekan pada ujung jari pasien maka akan muncul reaksi yang
sama dengan hoffmann.
b. Babinsky sign
Pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks.
Reaksi : Dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan melebar
jari-jari lainnya.
Refleks Grup Babinsky :
• Chaddocks sign
Cara : Pemeriksa menggores dibawah dan sekitar maleolus eksterna ke
arah lateral dengan palu refleks ujung tumpul.
Reaksi : sama dengan babinski sign
• Gordons sign
Cara : Pemeriksa menekan oto-otot betis dengan kuat.
Reaksi : sama dengan babinski sign
• Schaeffers sign
Cara : Pemeriksa menekan tendo Achilles dengan kuat
Reaksi : sama dengan babinskis sign
• Oppenheims sign
Cara : Pemeriksa memberi tekanan yang kuat dengan ibu jari dan telunjuk
pada permukaan anterior tibia kemudian digeser ke arah distal.
Reaksi : sama dengan babinskis sign
Pengukuran kemampuan fungsional motorik kasar memakai GMFM.
Gross Motor Function Measure (GMFM) adalah suatu jenis pengukuran
klinis untuk mengevaluasi perubahan fungsi gross motor pada penderita CP.
Terdiri dari 88 item pemeriksaan, aktifitas pada posisi berbaring dan berguling (17
item), duduk (20 item), berlari dan melompat (12item). Penilaian GMFM terdiri
dari 4 skor yaitu 0, 1, 2 dan 3 yang masing- masing mepunyai arti yang sama
meskipun deskripsinya berbeda tergantung item kemampuan yang dinilai.
Keterangan nilai GMFM, sebagai berikut:
0: tidak memiliki inisiatif
1 : ada inisiatif
2 : sebagian dilengkapi
3 : dilengkapi
NT : Not Tested (tidak di tes)
DAFTAR PUSTAKA
Anugraheni, Rana. 2017. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Cerebral Palsy Spastic
Athetoid Quadriplegi Tipe Ekstensi Et Causa Hemiatrofi Cerebri Sinistra dengan
Metode Neuro Development Treatment (NDT) di Klinik Griya Fisio Bunda Novy
Yogyakarta. Skripsi. Sueakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Eka Ratnasari, Karina Susanti, dan Nur. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Cerebral
Palsy Hipertonus Spastik Athetoid Diplegi Menggunakan Metode Neuro
Development Treatment dan Brain Gym di YPAC. Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Ichsan, Muhammad Khairil. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Cerebral Palsy
Spastic Athetoid Quadriplegi di Pediatric and Neurodevelopmental Therapy
Centre (PNTC). Skripsi. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.