Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cerebral Palsy merupakan salah satu penyakit tumbuh kembang pada


anak. Cerebral palsy adalah kondisi yang menggambarkan sekelompok
gerakan dan postur, dan dapat menyebabkan keterbatasan aktivitas yang
dikaitkan dengan gangguan non progresif dan terjadi di otak janin atau bayi
yang sedang berkembang. Cerebral palsy merupakan sekumpulan gangguan
motorik yang diakibatkan dari kerusakan pada otak yang terjadi sebelum,
selama dan sesudah kelahiran. Kerusakan otak pada anak mempengaruhi
sistem motorik dan akibatnya anak tersebut mempunyai koordinasi yang
lemah, keseimbangan yang lemah, pola gerak yang abnormal atau gabungan
dari karakteristik tersebut (Miller dan Bachrach, 2008).
Kasus Cerebral palsy di eropa dan Australia secra historis di temukan
prevalensi cerebral palsy berada di angka 1,5-2,5 per 1000 kelahiran hidup.
Namun baru-baru ini di amerika serikat, Taiwan dan mesir memiliki tingkat
prevalensi 3 per 1000 kelahiran hidup pada usia 4-48 tahun. Kelangsungan
hidup meningkat dari bayi dengan kelahiran premature dalam peningkatan
prevalensi cerebral palsy. Cerebral palsy dapat menyebabkan gangguan sikap
(postur), kontrol gerak, gangguan kekuatan otot yang biasanya disertai
gangguan neurologik berupa kelumpuhan, spastik, athetioid dan ataxic.
Winthrop Phelps menekankan pentingnya multidisiplin dalam
penanganan penderita cerebral palsy salah satunya adalah fisioterapi.
Disamping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.
Fisioterapi berperan dalam meningkatkan kemampuan fungsional agar
penderita mampu hidup mandiri sehingga dapat mengurangi ketergantungan
terhadap orang lain (Sheperd, 1995). Oleh sebab itu dalam makalah ini akan

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


dijelaskan mengenai penatalaksanaan fisioterapi dalam menangani cerebral
palsy spastic quadriplegidi YPAC Jakarta CP Centre Jakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam laporan studi kasus ini adalah bagaimana


penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsyspastic quadriplegi di
YPAC Jakarta CP Centre Jakarta?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan laporan studi kasus ini adalah untuk mengetahui
penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsyspastic quadriplegi di
YPAC Jakarta CP Centre Jakarta.

1.4 Manfaat Penulisan


Hasil penulisan laporan studi kasus ini diharapkan bermanfaat bagi:
a. Mahasiswa dan Institusi Pendidikan Fisioterapi
Hasil penulisan laporan studi kasus ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pengetahuan mengenai apa itu Cerebral Palsy serta
penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegi
di YPAC Jakarta CP CentreJakarta.
b. Fisioterapis

Hasil penulisan laporan studi kasus ini diharapkan dapat memeberikan


referensi baru bagi penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral
palsyspastic quadriplegi di YPAC Jakarta CP Centre Jakarta berdasarkan
intervensi yang tercantum di dalam laporan study kasus ini.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi Otak

Otak merupakan bagian terdepan dari sistem saraf pusat yang mengalami
perubahan dan pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung
(meningen) dan berada di dalam rongga tulang tengkorak. Pembagian otak terdiri
dari cortex cerebri, ganglion basalis, thalamus, serta hypothalamus,
mesenchepalon, batang otak dan cerebellum (Chusid, 1993). Otak terbagi menjadi
empat bagian, yaitu :

1. Cerebrum ( Otak Besar )


2. Cerebellum ( Otak Kecil )
3. Brainstem ( Batang Otak )
4. Limbic System ( System Limbic )

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


1. Cerebrum (otak besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama cerebral cortex, Forebrain atau Otak Depan. cerebrum
terbagi menjadi 4 (empat) bagian lobus. Keempat lobus tersebut antara
lain.
a. Lobus frontal : merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari
otak besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat
alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian
masalah, memberi penilaian, kreativitas, control perasaan, perilaku
seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
b. Lobus parietal : parietal berada di tengan yang berhubungan dengan
proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c. Lobus temporal: temporal berada di bagian bawah berhubungan
dengan kemampuan pendengaran pemaknaan informasi dan bahasa
dalam bentuk suara.
d. Lobus occipital : occipital berada di bagian paling belakang,
berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia
mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh
retina mata.

2. Cerebellum
Otak kecil atau cerebellum terletak di bagian belakang kepala,
dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak
fungsi otomatis otak, diantaranya : mengatur sikap atau posisi tubuh,
keseimbangan, koordinasi otot dan gerak tubuh. Otak kecil juga
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang
dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


3. Brainstem (Batang Otak)
Brainstem berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum
tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk
pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses
pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or
flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.
Batang otak terdiri dari tiga bagian yaitu:
a. Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) merupakan bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan otak besar dan otak kecil. Otak
tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran.
b. Medulla oblongata merupakan titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya.
Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung,
sirkulasi darah, pernapasan, dan pencernaan.
c. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular.

4. Limbic system (Sistem Limbik)


System limbic terletak di bagian tengah otak yang membungkus
batang otak. Komponen limbic antara lain hipotalamus, thalamus,
amigdala, hippocampus dan korteks limbic. System limbik berfungsi
menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormone, memelihara
homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,
metabolisme dan juga memori jangka panjang.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


2.2 Defenisi Cerebral Palsy

Cerebral palsy adalah kondisi yang menggambarkan sekelompok


gerakan dan postur, dan dapat menyebabkan keterbatasan aktivitas yang
dikaitkan dengan gangguan non progresif dan terjadi di otak janin atau bayi
yang sedang berkembang. Cerebral palsy merupakan sekumpulan gangguan
motorik yang diakibatkan dari kerusakan pada otak yang terjadi sebelum,
selama dan sesudah kelahiran. Kerusakan otak pada anak mempengaruhi
sistem motorik dan akibatnya anak tersebut mempunyai koordinasi yang
lemah, keseimbangan yang lemah, pola gerak yang abnormal atau gabungan
dari karakteristik tersebut (Miller dan Bachrach, 2008).
Spastisitas adalah aspek yang paling umum pada cerebral palsy,
mempengaruhi sekitar 80% dari kasus cerebral palsy. Spastisitas adalah suatu
gangguan motorik yang ditandai oleh peningkatan tonus otot yang terkait
kecepatan gerak dengan sentakan tendon berlebihan, yang dikarenakan
hipereksitabilitas dari refleks regang, sebagai suatu komponen dari sindroma
upper motor neuron (UMN) (Lance, 2002). Spastisitas akan bertambah berat
dengan berjalannya waktu dan masalah tersebut akan bertambah dengan
adanya nyeri. Jika spastisitas ini terjadi dalam waktu lama, otot yang kaku
akan menjadi pendek secara permanen yang disebut “kontraktur”. Bila terjadi
kontraktur, terapi menjadi sangat sulit, sehingga tak jarang memerlukan terapi
bedah untuk koreksi parsial. Penanganan spastisitas yang baik akan mencegah
terjadinya kontraktur.

 Klasifikasi
Cerebral palsy merupakan gangguan motorik dengan berbagai
variasi tone, distribusi anatomi dan tingkat keparahnnya. Jenis
kerusakan motorik yang dominan adalah spastic, diskynetic (dystonia)
dan ataxia. Jenis spastic dapat diklasifikasikan lebih lanjut
berdasarkan distribusi anatominya yaitu, hemiplegia, dipelgia,
quadriplegia.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


1) Spastic

Spastic di definiskan sebagai peningkatan resistensi fisiologis


otot terhadap gerak aktif. Ini adalah bagian dari upper motor neuron
syndrome yang ditandai dengan hipereksleksia, klonus, respons
plantar ekstensor dan refleks primitif. Spastic CP adalah bentuk CP
yang paling umum. Sekitar 70% sampai 80% anak dengan CP
bersifat kejang. Spastic CP secara anatomi didistribusikan ke dalam
tiga jenis.
a) Hemiplegia
Dengan hemiplegia, satu sisi tubuh terlibat dengan
ekstremitas atas dan bawah. Gangguan kejang, defisit bidang
visual, astereognosis, dan kehilangan proprioseptif cenderung
terjadi. Dua puluh persen anak dengan CP spastic mengalami
hemiplegia. Lesi fokal traumatis, vaskular, atau infeksi adalah
penyebabnya dalam banyak kasus.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


Gambar : 2.2 Clinical Classification and Anatomical Classification

Sumber: Berkker, Nadine & Selim, Yalcin. 2010. The HELP Guide To Cerebral
Palsy Second Edition. Ebook Pediatric

b) Diplegia
Dengan diplegia, ekstremitas bawah mengalami gangguan
yang lebih parah dan lengan sedikit mengalami gangguan.
Kecerdasan biasanya normal, dan epilepsi jarang terjadi. Lima
puluh persen anak dengan CP spastic telah diplegia. Sejarah
prematuritas biasa terjadi. Diplegia menjadi lebih umum karena
bayi dengan berat lahir rendah lebih bertahan.
c) Quadriplegia
Dengan quadriplegia, keempat ekstremitas, trunk dan otot
yang mengendalikan mulut, lidah, dan faring mengalami
gangguan. Tiga puluh persen anak-anak dengan CP spastic
quadriplegia Melibatkan ekstremitas bawah yang lebih serius
sering terjadi pada bayi prematur. Beberapa memiliki
ensefalopati iskemik hipoksia perinatal.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


2) Athetosis
Ada gerakan yang tidak diinginkan atau gerakan yang tidak
terkendali. Otot – otot mungkin kaku sessat dan floopy berikutnya.
Pada anak – anak tersebut basal ganglia dari otak yang rusak.
 Dyskinetic
a) Pure-Athetoid
Gerakan abnormal yang terjadi saat pasien memulai gerakan
disebut diskinesias, tidak bisa mengontrol gerakan pada distal.
Dysarthria, disfagia, dan drooling menyertai masalah gerakan.
Status mental umumnya normal, namun disartria parah
membuat komunikasi menjadi sulit dan menyebabkan
pengamat berpikir bahwa anak tersebut memiliki gangguan
intelektual. Disfungsi pendengaran sensorineural juga
mengganggu komunikasi. Dyskinetic kira-kira terjadi sekitar
10% sampai 15% dari semua kasus CP. Hiperbilirubinemia
atau anoksia berat menyebabkan disfungsi ganglia basal dan
berakibat pada CP dyskinetic.
b) Koreo-Athetoid
Dikenal juga dengan istilah Cerebral Palsy Dyskinetic,
gerakannya involuntary pada bagian proximal. Kerusakan
terjadi di ganglia basalis.
 Distonik
Terdapat kekakuan otot dan terdapat pula kelemahan otot.
Kerukan otaknya berada pada bagian korteks dan di basal
ganglia
a) Intermitten tonic spasm (pola gerak yang khas)
b) Athetosis with spasticity (tidak bisa bergerak)
3) Ataxic
Ataxia adalah kehilangan keseimbangan, koordinasi, dan
control motorik halus. Anak-anak ataksis tidak dapat
mengoordinasikan gerakan mereka. Mereka menjadi hipotonik

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


selama 2 tahun pertama kehidupan. Bentuk otot menjadi normal
dan ataksia menjadi jelas menjelang usia 2 hingga 3 tahun.
Anak-anak yang dapat berjalan memiliki gaya berjalan yang
luas dan tremor ringan (dismetria). Kecekatan dan motorik halus
kontrolnya buruk. Ataxia dikaitkan dengan lesi serebelar.
4) Hypotone
Lokasi lesi yang menyebabkan ketidaknormalan tonus otot
terutama pada brain stem . bayi pada golongan ini pada usia
bulan pertama tampak flaksid dan berbaring dengan posisi
seperti katak terlentang dan mudah di kelirukan dengan bayi
dengan kelainan motor neuron menjelang umur 1 tahun barulah
terjadi perubahan tonus otot daari rendah hingga tinggi. Bila
dibiarkan berbaring tampak flaksid dan sikap seperti katak
terlentang namun bila dirangsang atau mulai diperiksa tonus
ototnya berubah menjadi spastis .reflex otot normal atau sedikit
meningkat dan klonus jarang ditemukan. Tanda Babinski bisa
positif maupun tidak. Karakteristik dari cerebral palsy tipe ini
adalah reflex neonatus dan tonic neck reflex menetap, kadang
terbawa hingga masa kanak-kanak. Reflex tonus otot dan reflex
moro sangat jelas. Sindrom dari perubahan tonus otot dapat
disertai dengan choreoathetosis dan ataxia. Sekitar 10-25 persen
anak dengan cerebral palsy mengalami sindrom ini.
5) Mixed
Anak-anak dengan tipe campuran dari CP umumnya mengalami
spastic, distonia, dan / atau gerakan athetoid. Ataxia mungkin
merupakan komponen disfungsi motorik pada pasien dalam hal
ini kelompok. Ataksia dan kelenturan sering terjadi bersamaan.
Spastic Ataxic Diplegia adalah jenis campuran umum yang
sering dikaitkan dengan hidrosefalus.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


2.3 Epidemiologi

Cerebral palsy merupakan merupakan sebuah kpenyebab umum yang


menyebabkan kerusakan motor fungtion pada masa ank-anak. Sebagian besar
di eropa dan di Australia , secra historis di temukan prevalensi cerebral palsy
berada di angka 1,5-2,5 per 1000 kelahiran hidup. Namun baru-baru ini di
amerika serikat, Taiwan dan mesir memiliki tingkat prevalensi 3 per 1000
kelahiran hidup pada usia 4-48 tahun. Kelangsungan hidup meningkat dari
bayi dengan kelahiran premature dalam peningkatan prevalensi cerebral
palsy.

Sebagian besar anak-anak yang diidentifikasi dengan cerebral palsy


memiliki spastic cerebral palsy (77, 4%). Lebih dari setengah anak-anak
yang diidentifikasi dengan cerebral palsy (58, 2%) dapat berjalan secara
mandiri, 11, 3% berjalan menggunakan perangkat mobilitas genggam dan 30,
6% memiliki kemampuan berjalan terbatas atau tidak ada sama sekali.
Banyak anak dengan cerebral palsy juga memiliki setidaknya satu kondisi
yang terjadi bersamaan (mis. 41% Epilepsi). Insiden cerebral palsy belum
menurun meskipun perawatan perinatal dan obstetri meningkat. Bahkan di
pusat-pusat di mana kondisi optimal ada untuk perawatan perinatal dan
asfiksia kelahiran relatif jarang, kejadian cerebral palsy pada bayi cukup tetap
sama. Prevalensi keseluruhan di seluruh dunia telah meningkat selama dekade
terakhir karena meningkatnya tingkat kelangsungan hidup. Berikut adalah
beberapa fakta tentang epidemiologi cerebral palsy; insidennya adalah 2-2,5 /
1000 kelahiran hidup di Negara-negara barat prevalensinya bervariasi antara
1-5 / 1000 bayi di berbagai negara tidak ada statistik yang dapat diandalkan
dari negara-negara Asia. Beberapa anak yang terkena dampak tidak selamat

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


2.4 Etiologi

Penyebab cerebral palsy (CP) sangat beragam dan multifactorial. Beberapa


penyebabnya adalah bawaan, genetic, inflamasi, infeksi, traumatis dan
metabolisme

 Prenatal
Potensi yang mungkin terjadi pada tahap prenatal adalah infeksi pada masa
kehamilan. Infeksi merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan
kelainan pada janin, misalnya infeksi oleh toksoplasma, rubela dan penyakit
inklusi sitomegalik.
 Natal
Pada masa bayi dilahirkan ada beberapa resiko yang dapat menimbulkan
Cerebral Palsy, antara lain Brain injury. atau cidera pada kepala bayi dapat
mengakibatkan: Anoksia/hipoksia, Pendarahan otak
 Post natal
Pada masa postnatal bayi beresiko mendapatkan paparan dari luar yang
dapat mempengaruhi perkembangan otak, yang mungkin dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada otak.

2.5 Faktor Resiko

 Infeksi intrauterine
 Eksposur teratogenik
 Komplikasi plasenta
 Kondisi ibu hami seperti: retradasi mental, kejang, atau hipertiroidisme
 Pendarahan
 Hipoglikemia
 Hyperbilirubinemia
 Ensefalitis
 Traumatis

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


 Cacat fisik sejak lahir seperti hernia selangkang, bentuk tulang yang lebih
kecil dll.
 Berat badan di bawah normal
 Kelahiran kembar baik dua atau tiga
 Mengalami mikrosefali (kepala bayi lebih kecil dari ukuran normal)
 Kejang saat lahir

2.6 Tanda dan gejala

1. Postur kaku atau lemah


2. Abnormal behavior
1) Mudah menangis
2) Poor eye contact
3) Poor sleep
3. Masalah oromotor
1) Sering muntah
2) Poor sucking
3) Retraksi lidah
4. Masalah mobilitas
1) Poor neck control
2) Abnormal tone
5. Lambat untuk mencapai developmental millestone
6. Masalah neuromotor
1) Kesulitan fleksi dan ekstensi melawan gravitasi
2) Duduk
3) Funcitional ambulasi
7. Impairments
1) Primer
Balance, tonus, strength reflex, postural control
2) Sekunder
Contracture (equinus, adduction), deformitas (scoliosis)

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


3) Tersier
Mekanisme adaptive (hiperektensi knee saat stance phase)

2.7 Diagnosis

Cerebral palsy adalah salah satu penyebab utama kecacatan anak,


dengan banyak tanda, gejala, dan tantangan. Tidak ada satu tes untuk
mengkonfirmasi apakah seorang anak memiliki cerebral palsy atau sesuatu
yang lain. Tidak ada cetak biru intervensi untuk anak dengan cerebral palsy
dan setiap anak berbeda dan unik. Klasifikasi motorik kasar, motorik halus
dan komunikasi akan membantu para profesional medis dan keluarga untuk
lebih memahami kemampuan anak dan apa yang harus difokuskan untuk
intervensi.
Diagnosis cerebral palsy didasarkan pada deskripsi klinis. Diagnosis
tidak didasarkan pada hasil tes (biologis) atau pada temuan pencitraan.
Akibatnya, diagnosis dapat mengalami beberapa tingkat variabilitas Ini
berarti bahwa dua dokter anak mungkin tidak setuju pada diagnosis cerebral
palsy untuk anak yang sama. Kadang-kadang sulit bahkan bagi profesional
untuk membedakan antara cerebral palsy Spastik bilateral dan cerebral palsy
Diskinetik.
Idealnya, seorang dokter anak atau ahli saraf akan memberikan
diagnosis tetapi beberapa anak dengan cerebral palsy di negara-negara
berkembang belum pernah melihat dokter. Ada juga banyak anak di negara
berkembang dengan cerebral palsy yang telah melihat banyak dokter
sebelumnya tetapi tanpa penjelasan yang baik tentang arti dan konsekuensi
dari diagnose.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


2.8 Instrumen Fisioterapi

Gross motor function classification system (GMFCS)

Gross motor function classification system adalah sebuah level sistem


klasifikasi klinis yang menggambarkan atau mengukur fungsi motoric kasar pada
pasien cerebral palsy. Gross motor function classification system (GMFCS)
terbagi menjadi 5 klasifikasi. Tingkat klasifikasi ini di bedakan dari gerak
fungsional , keterbatasan dan kebutuhan alat bantu genggam seperti kruk atau
tongkat dan untuk tingkatan kualitas gerak yang lebih rendah. GMFCM
berdasarkan tingkat antara lain:

No Level
1. Level 1 Berjalan tanpa menggunakan alat bantu
2. Level 2 Berjalan dengan keterbatasan
3. Level 3 Berjalan menggunakan alat bantu menggenggam
tangan
4. Level 4 Berjalan dengan sangat keterbatasan menggunakan
alat bantu, terkadang memerlukan bantuan kursi
roda untuk berpergian
5. Level 5 Diangkut menggunakan kursi roda manual

Pembagian derajat fungsional cereberal palsy menurut GMFCS


dikelompokan juga disesuaikan menurut usia. Yaitu dengan kelompok usia
0 – 2 tahun, kelompok usia 4 – 6 tahun, kelompok usia 6 – 8 tahun,
kelompok usia 8 – 12 tahun, kelompok usia 12 – 18 tahun.
No Kelompok usia  bayi akan dapat bergerak maju dan mundur
0 – 2 tahun pada posisi duduk dengan kedua tangga
Level 1 bebas memainkan suatu objek.
 Bayi dapat merangkak dengan lututnya,
bayi dapat berdiri dengan berpedangan dan

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


melangkah dengan merembet di perabotan
rumah tangga.
 Bayi dapat berjalan di usia 18 bulan dan 2
tahun tanpa menggunakan alat bantu.
Level 2  Bayi mampu duduk dilantai dengan
menggunakan kedua tangannya untuk
menjaga keseimbangannya.
 Bayi dapat merayap dengan kedua tangan
dan kakinya.
 Bayi mungkin menarik untuk berdiri dan
mengambil langkah-langkah berpegangan
pada perabotan rumah tangga.
Level 3  Bayi memiliki head control namun
tumpuan pada anggota gerak tubuh bagian
atas diperlukan saat duduk di lantai.
 Bayi mampu melakukan rolling dengan
posisi mengangkat wajah dan mampu
melakukan rolling dengan posisi wajah
tertutup.
Level 4  Bayi memiliki head control namun butuh
tumpuan atau dan dan sandaran pada saat
bayi duduk, mampu melakukan rolling
dengan posisi wajah menunduk.
Level 5  Keterbasan fisik mengakibatkan
keterbatasan dalam mengontrol gerakan.
 Bayi tidak cukup baik dalam head control,
bayi membutuhkan bantuan orang dewasa
saat melakukan rolling.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


NO Level
Kelompok usia  Anak dapat duduk di lantai dengan tangan
2-4 tahun bebas untuk memainkan suatu objek,
Level 1 dalam hal pergerakan anak dapat
melakukan sendiri tanpa bantuan orang
dewasa, anak dapat berjalan sebagai bentuk
mobilisasi tanpa menggunakan alat bantu
gerak.
Level 2  Anak duduk di lantai dengan mengalami
kesulitan keseimbangannya pada saat
tangan anak memainkan suatu objek.
 Pergerakan bisa dilakukan secara mandiri
tanpa bantuan orang dewasa, tetapi pada
saat anak berdiri membutuhkan bantuan
atau pegangan agar anak dapat berdiri
biasanya anak memilih permukaan yang
stabil atau halus agar keseimbangannya
tetap stabil.
 Anak dapat merangkak dengan tumpuan di
kedua tangan dan kakinya, dengan
menggunakan pola aktif silmutan, berjalan
menggunakan bantuan.
Level 3  Anak duduk dengan menggunakan pola W
tertekuk dan internal rotasi hip dan knee
dan memungkinkan untuk memerlukan
bantuan orang dewasa untuk menjaganya
saat duduk.
 Anak-anak merangkak pada kedua tangan
dan lututnya tanpa gerakan kaki yang aktif
simultan sebagai metode utama mereka

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


bergerak.
 Anak-anak berdiri dengan cara
berpegangan dengan permukaan yang
stabil dan jarak yang pendek, dalam hal ini
anak-anak mungkin berjalan dengan jarak
tempuh yang tidak panjang atau tidak lama
didalam ruangan dan anak-anak level III
ini membutuhkan alat bantu pegangan pada
saat berjalan dan butuh bantuan dari orang
dewasa.
Level 4  Anak-anak duduk di lantai dengan bantuan
orang dewasa atau sudah di posisikan
duduk oleh orang dewasa, anak-anak tidak
bisa menjaga keselarasannya dan
keseimbangannya tanpa menggunakan
kedua tangannya untuk bertumpu.
 Anak membutuhkan alat adaptif untuk
duduk dan berdiri.
 Pergerakan yang di lakukan dengan jarak
yang pendek dapat dicapai dengan merayap
ataupun merangkak.
Level 5  Gangguan fisik tersebut akan membatasi
gerakan yang diinginkan dan kemampuan
untuk mengantur control kepala dan trunk
controlnya.
 Semua fungsi motoriknya memiliki
keterbatasan.
 Keterbatasan fungsional dalam melakukan
duduk dan berdiri tidak sepenuhnya bisa
dikompensasi oleh alat bantu.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


LEVEL
Kelompok  Anak dapat duduk dan bangkit ketika anak
untuk usia 4-6 duduk di kursi tanpa menggunakan bantuan
tahun tangan.
Level 1  Anak mampu berjalan baik di dalam
maupun di luar ruangan dan dapat naik dan
turun tangga, anak mampu untuk berlari dan
melompat.
Level 2  Anak duduk di kursi dengan kedua
tangannya bebas melakukan atau
memainkan suatu objek.
 Anak mampu bangkit dari lantai untuk
berdiri, tetapi hal ini sering membutuhkan
sesuatu pegangan yang dapat menyanggah
untuk menstabilkan tubuhnya dengan
menggunakan kedua tangan anaknya.
 Anak mampu berjalan tanpa menggunakan
alat bantuan dengan jarak tempuh yang
tidak panjang pada permukaan yang stabil
di luar ruangan.
 Anak dapat berjalan dan menaiki tangga
dengan bantuan atau berpegangan pada tepi
tangga, dalam level ini anak belum mampu
untuk melakukan berlari ataupun melompat.
Level 3  Anak dapat duduk dengan menggunakan
alat bantu pada pelvic untuk
memaksimalkan fungsi tangannya.
 Anak dapat bangkit dari duduk dengan
menggunakan alat bantu di permukaan yang
rata.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


 Anak sering kali di bantu dalam hal
pergerakan pada jarak yang jauh dan di luar
ruangan untuk jalan yang tidak rata.
Level 4  Anak mampu duduk di kursi dengan alat
bantu untuk mengkontrol keseimbangannya.
 Anak bangkit dari duduknya dengan
bantuan orang dewasa atau suatu objek
yang dapat menjadi tumupan tubuhnya
bergerak.
 Anak mampu berjalan dengan jarak yang
pendek dengan menggunakan alat bantu
walker dengan pengawasan orang dewasa,
tetapi kesulitan untuk melakukan berputar
dan menjaga keseimbangannya pada
permukaan yang rata.
 Anak di bantu menggukan alat bantu di
tempat umum.
 Anak bisa mampu mengendalikan kursi
roda yang bertenaga listrik.
Level 5  Gangguan fisik sangat membatasi
kemampuan control gerakan, head control
dan postural control.
 Semua fungsi gerak motorik sangat terbatas.
 Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang
tidak dapat dikompensasi dengan alat bantu.
 Anak tidak dapat melakukan aktifitas secara
mandiri dan dibantu untuk pergerakannya.
 Dalam level ini membutuhkan sebuah kursi
roda untuk kegiatan di luar.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


NO LEVEL
Kelompok  Anak-anak dapat berjalan didalam maupun
untuk usia 6- di luar sekolah, anak-anak dapat aktivitas
12 tahun di dalam dan diluar seperti bersekolah.
Level 1  Anak-anak dapat naik dan turun ditangga
tanpa berpegangan pada pagar tangganya.
 Anak-anak dapat berlari dan melompat
tetapi dengan keterbatasan kecepatan,
koordinasi, dan keseimbangan.
 Anak-anak dapat mengikuti kegiatan
seperti berolah raga.
Level 2  Anak-anak dapat berjalan dengan
keterbatasan, anak-anak menemukan
kesulitan ketika berjalan di permukaan
yang tidak rata, permukaan yang
condong, di lingkungan yang ramai, atau
kesulitan berjalan sambil memegang suatu
objek.
 Anak-anak dapat naik dan turun ditangga
dengan perpegangan pada pagar tangga
atau bantuan dari orang dewasa.
 Ketika di luar ruangan anak-anak
membutuhkan bantua seperti walker untuk
berjalan jarak jauh.
 Keterbatasan pada melompat dan berlari
sehingga membuat anak ini keterbatasan
mengikuti kegiatan seperti olah raga.
Level 3  Anak-anak berjalan menggunakan alat
bantu berjalan.
 Ketika anak pada level ini duduk, anak-

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


anak memerlukan sabuk pengaman untuk
keselarasan panggul dan keseimbangan
tubuhnya.
 Dari posisi duduk ke berdiri memerlukan
bantuan fisik dari orang dewasa.
 Ketika berpergian jarak jauh memerlukan
alat bantu gerak seperti kursi roda.
 Anak-anak naik dan turun tangga
berpegangan pada pagar tangga dengan
pengawasan atau bantuan fisik dari orang
dewasa.
 Keterbatasan dalam berjalan membutuhkan
adaptasi untuk berpartisipasi mengikuti
kegiatan fisik.
Level 4  Anak-anak membutuhkan alat bantu fisik
untuk bergerak.
 Anak-anak membutuhkan tempat duduk
yang khusus untuk mengkontrol panggul
dan bantuan fisik untuk perpindahan.
 Dirumah anak-anak menggunakan alat
bantu untuk bergerak di lantai (roll, creep
atau merangkak) anak berjalan dengan
jarak pendek membutuhkan bantuan fisik
atau menggunakan mobilitas bertenaga.
 Ketika anak berada diluar ruangan anak-
anak menggunakan alat bantu untuk
menjaga keseimbangannya di dalam
ruangan maupun di luar ruangan.
 Di luar ruangan anak-anak di angkut
menggunakan kursi roda.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


Level 5  Anak-anak di angkit menggunakan alat
bantu gerak seperti kursi roda.
 Anak-anak kesulitan untuk
mempertahankan antigravitasi kepala (head
control), postral tubuh, control lengan dan
gerakan kaki.
 Alat bantu dapat meningkatkan head
control, tempat duduk tetapi tidak
sepenuhnya di kompensasi olet peralatan.
 Di rumah anak-anak mampu bergerak
dengan jarak yang minim dengandi bantu
oleh orang dewasa.
 Anak-anak beradaptasi menggunakan alat
bantu bergerak untuk mengkontrol
perpindahan.
 Keterbatasan dalam bergerak
mengharuskan anak beradaptasi untuk
mengikuti atau berpartisipasi dalam
kegiatan fisik dan olah raga termasuk
bantuan fisik dan menggunakan mobilitas
bertenaga.

NO LEVEL
Kelompok  Pemuda dapat berjalan didalam maupun di
untuk usia 12- luar ruangan.
18  Pemuda dapat berjalan naik dan turun
Level 1 trotoar atau tangga tanpa menggunakan alat
bantu pagar tangga.
 Pemuda dapat melakukan keterampilan
motoric kasar seperti berlari dan melompat

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


tetapi memiliki keterbatasan dalam
kecepatan, keseimbangan dan koordinasi.
 Pemuda mampu berpartisipasi dalam
kegiatan tergantung pada pilihan individu
pemuda.
Level 2  Pemuda berjalan dengan aturan
keterbatasan berjalan di permukaan yang
tidak rata, condong, jarak yang jauh,
tuntutan waktu dan cuaca.
 Diluar ruangan pemuda membutuhkan alat
bantu untuk pemuda bisa berjalan untuk
keamanan si pemuda itu sendiri.
 Pemuda mampu berjalan menaiki dan turun
tangga dengan berpegangan pagar tangga
atau dengan bantuan fisik jika tidak
memiliki pagar pada tangganya.
 Keterbatasan pada kerja motoric kasar
membutuhkan waktu untuk beradaptasi
dalam kegiatan fisik.
Level 3  Pemuda mampu berjalan dengan
menggunakan alat bantu gerak seperti
cruck.
 Pemuda duduk dengan membutuhkan
sabuk pengaman untuk keselarasan
panggul dan menjaga keseimbangannya.
 Pemuda bangkit dari duduk di lantai
memerlukan bantuan fisik dari orang
dewasa.
 Di sekolah pemuda membutuhkan alat
bantunkursi roda manual atau

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


menggunakan yang bertenanga.
 Pemuda mampu berjalan naik ataupun
turun dengan berpegangan pada pagar
tangga dengan pengawasan dan bantuan
fisik dari orang dewasa.
 Keterbatasan dalam berjalan mungkin
memerlukan adaptasi untuk mengaktifkan
partisipas dalam kegiatan fisik dan olah
raga termasuk unutk mendorong kursi roda
atau mobilitas pengguna bertenaga.
Level 4  Pemuda menggunakan mobilitas roda di
sebagian besar waktunya.
 Pemuda membutuhkan tempat untuk duduk
adaptif sehingga dapat mengkontrol
panggul dan trunknya.
 Membutuhkan bantuan fisik ketika
berpindah temoat.
 Pemuda dapat menggunakan kakinya untuk
membantunya berdiri.
 Dalam ruangan pemuda dapat berjalan
dengan jarak yang pendek dengan bantuan
fisik dari orang dewasa.
 Ketika pemuda berada di luar ruangan
pemuda membutuhkan kursi roda, pemuda
mampu mengoperasikan kursi roda
bertenaga.
 Ketika kursi roda bertenaga tidak layak
maka membutuhkan kursi roda yang
manual.
Level 5  Pemuda di angkut menggunakan kursi roda

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


yang manual dalam semua pengaturan.
 Pemuda memiliki keterbatasan dalam
mempertahankan head control, postur
tubuh, control lengan dan gerakan kaki.
 Untuk melakukan perpindahan berat badan
atau perpindahan gerak di butuhkan tenaga
1 atau 2 orang untuk membantunya.
 Pemuda dapat mencapai pergerakannya
dengan bantuan mobilitas bertenaga.

 Ashworth Scale
Nilai Keterangan
0 Tidak ada peningkatan tonus otot
1 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya
tahanan minimal (catch and release) pada akhir ROM pada
waktu sendi digerakkan fleksi atau ekstensi
1+ Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya
pemberhentian gerakan (catch) dan diikuti dengan adanya
tahanan minimal sepanjang sisa ROM, tetapi secara umum
sendi tetap mudah digerakkan
2 Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar
ROM, tapi sendi masih mudah digerakkan
3 Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan
4 Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau
ekstensi

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


2.9 Teknologi Fisioterapi

 Bobat Metode

Bobath yaitu suatu teknik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha
Bobath pada tahun 1997. Metoda yang didasarkan pada neurologi dan reflek-
reflek primitif dan fasilitasi dari keseimbangan yang lebih tinggi dari reflek
righting yang dipersiapkan untuk keterampilannya. Metode ini khususnya
ditujukan untuk menangani gangguan system saraf pusat pada bayi dan anak-anak
(Sheperd, 1997). Agar lebih efektif, penanganan harus dimulai secepatnya,
sebaiknya sebelum anak berusia 6 bulan. Hal ini sesungguhnya masih efektif
untuk anak pada usia yang lebih tua, namun ketidaknormalan akan semakin
tampak seiring dengan bertambahnya usia anak dengan cerebral palsy dan
biasanya membawa terapi pada kehidupan sehari-hari sangat sulit dicapai
(Sheperd, 1997).

 Prinsip Metode Bobath


a. Fasilitasi
Teknik ini berupa pembuatan suatu gerakan khusus yang terjadi
cara otomatis untuk memperoleh gerakan dasar yang otomatis dan disadar.
Upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik ya
ng sempurna pada tonus otot normal. Tekniknya disebut “Key Point of
Control”.
Tujuannya :
1) Untuk memperbaiki tonus postural yang normal
2) Untuk memelihara dan mengembalikan tonus postural normal
3) Untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja

b. Inhibisi
Suatu upaya untuk menghambat dan menurunkan tonus otot.
Tekniknya disebut Reflex Inhibitory Paternt. Perubahan tonus postural dan
patern menyebabkan dapat bergerak lebih normal dengan menghambat

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


pola gerak abnormal menjadi sikap tubuh yang normal dengan mengguna-
kan teknik “Reflex Inhibitory Pattern”.Dengan Inhibiting Pattern yaitu
pengaturan posisi penderita untuk mengurangi bentuk-bentuk aktivitas
refleks abnormal dan untuk mengatasi tonus postural yang abnormal.

b. Stimulasi
Diberikan untuk merangsang arah gerak yang kita kehendaki
bertujuan untuk menimbulkan reaksi gerakan pada anak.Stimulasi terdiri
dari dua bentuk yaitu :
1) Stimulasi verbal berupa aba-aba dan suaraYaitu upaya untuk
menimbulkan reaksi yang diharapkan pada anak lewat verbal.
2) Stimulasi non verbal berupa rangsangan propioseptif & taktil yaitu
upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui
propioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak,
memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya
gravitasi secara automatic. Tapping: ditujukan pada group otot
antagonis dari otot yang spastic. Placcing dan Holding: Penempatan
pegangan. Placcing Weight Beariang : Penumpukan berat badan.
3) Tujuan
a. Memperbaiki dan mencegah postur dan pola gerakan
abnormal.
b. Mengajarkan postur dan pola duduk yang normal.

4) Intervensi

Untuk melatih keseimbangan duduk diperlukan serangkaian latihan


yang menunjang sikap seimbang terutama pada posisi duduk ride sitting
yaitu posisi duduk kangkang atau menunggangi suatu benda. Dimana
untuk mempertahankan posisi duduk stabil diperlukan adanya head
kontrol, trunk kontrol serta pe;vic kontrol yang baik. Pada seorang anak
kita dapat melakukan terapi latihan dengan prinsip dari cephalo ke
caudal. Oleh karena itu kita perlu melatih head kontrol terlebih dahulu

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


sebagai awal dari latihan yang diberikan untuk meningkatkan
keseimbangan duduk anak dengan proses latihannya sebagai berikut :

a. Latihan head control

1) Posisi anak : duduk

2) Posisi terapis : di belakang anak

3) Pelaksanaan terapi : Terapi dilakukan dengan menstimulasi


dengan sentuhan pada cervical dan menengadahkan kepala anak dan
perintahkan anak untuk sebisa mungkin dapat mempertahankan
kepalanya tetap tegak.

b. Latihan trunk control

1) Posisi anak : duduk

2) Posisi terapis : di belakang anak

3) Pelaksanaan terapi : Dengan posisi anak duduk telungkup,


tangan terapis memberi pegangan pada daerah pelvic anak kemudian
berikan stimulasi berupa dorongan atau tarikan ke depan atau
kebelakang yang membuat anak dapat mengangkat badannya ke arah
ekstensi trunk.

c. Latihan sitting balance

1) Posisi anak : duduk

2) Posisi terapis : di belakang anak

3) Pelaksanaan terapi : Dengan posisi anak duduk di abduction


bench, terapis memberikan dorongan ke kiri, ke kanan, ke depan dan ke
belakang dengan kedua kaki anak menyentuh lantai yang mana diharap
kan keseimbangan anak dapat terstimulasi dengan dorongan yang diberi
kan terapis. Dalam latihan ini anak juga bisa menggunakan hand
supportnya untuk membantu menstabilkan badannya. Setelah itu

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


instruksikan anak untuk mempertahankan posisi duduk stabil sebisa
mungkin selama 30 detik.

d. Vibrasi Therapy

Berdasarkan pada manuskrip yang termasuk dalam penelitian ini


menjelaskan bahwah Vibrasi Therapy membantu pasien dengan CP untuk
menguasai tantangan dalam kehidupan sehari-hari dengan memfasilitasi
kualitas gerak. Vibrasi Therapy dilakukan sebanyak enam kali set dengan
durasi 30 detik hingga 10 menit dalam kondisi statis dan dinamis.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


BAB III

STATUS KLINIS

1. IDENTITAS
a. Nama lengkap : An. K B P
b. Tempat dan Tanggal lahir : Lampung, 25 Januari 2009
c. Usia : 11 tahun
d. Jenis kelamin : Perempuan
e. Alamat : Jl. Flamboyan Terusan RT.7 RW.11 No.21
f. Diagnosa medis : CP Spastik Quadriplegi
g. Medika mentosa : Baclofen (Obat untuk ketegangan otot)

2. KELUHAN UTAMA (Orang tua)


Pasien belum bisa duduk dan berdiri secara mandiri

3. RIWAYAT PENYAKIT
a. Pre Natal :
1. Saat hamil ibu berusia 20 tahun.
2. Riwayat penyakit ibu menderita Hipertensi, Asma, Diabetes
Mellitus dan Maag.
3. Saat hamil ibu berkonsultasi dengan bidan secara rutin
4. Asupan gizi saat hamil tercukupi
5. Ibu mengkonsumsi obat maag saat hamil yang telah di resepkan
oleh bidan
6. Tidak ada riwayat trauma saat hamil

b. Natal :
1. Anak lahir di usia kehamilan cukup bulan (39 minggu)

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


2. Persalinan secara normal dan spontan
3. Persalinan dibantu oleh bidan
4. Apgar score 9
5. Bayi lahir langsung menangis dengan kuat
6. Bayi tidak kuning dan tidak biru
7. BB= 3kg TB=51cm

c. Post Natal :
1. Tidak ada riwayat kejang
2. Ada riwayat bayi jatuh saat usia 6 bulan
3. Imunisasi lengkap Hepatitis B (+), Polio (+), BCG (+), Campak
(+), DPT (+)
4. Konsumsi ASI sampai 8 bulan

4. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Riwayat Pengakuan Orang Waktu
Perkembangan Tua Normal
Angkat kepala 3 bulan 3 bulan
Miring kanan-kiri 3 bulan 4 bulan
Tengkurap 5 bulan 4-6 bulan
Duduk Belum mampu 7-8 bulan
Bersimpuh Belum mampu 9-10 bulan
Merangkak Belum mampu 10-11 bulan
Berdiri Belum mampu 11-12 bulan
Berjalan Belum mampu 12-17 bulan
Berbicara Belum mampu 12-17 bulan

5. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pasien merupakan anak tunggal. Pasien sudah menjalani terapi dari tahun
2010 sampai 2011 di RSIA Harapan Kita. Sempat terhenti terapinya
karena keterbatasan biaya, lalu di lakukan terapi lagi pada tahun 2017 di

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


YPAC Jakarta sampai saat ini. Dari pertama kali menjalankan terapi,
pasien sangat mendapat dukungan penuh dari keluarganya dan lingkungan
sekitar. Secara sosial pasien dapat berbaur dengan lingkungannya namun
perlu adaptasi pada lingkungan baru.

6. PEMERIKSAAN UMUM
a. Keadaan umum
 Inspeksi (Supine Position)
1) Inspeksi Statis :
a. Head control kurang baik
b. Head and Neck lateral fleksi sinistra
c. Mata tampak stabismus, anak menggunakan kacamata
karena ada silinder
d. Elbow dan wrist dextra pasien dalam posisi fleksi
e. Round back
f. Terdapat pola ATNR
g. Swan neck finger
h. Pelvic asimetris
i. Tungkai sinistra lebih panjang di banding tungkai dextra
j. Knee dextra tampak semi fleksi
k. Ankle inversi, cenderung pattern dan flat foot pada
telapak kaki
2) Inspeksi Dinamis :
a. Pasien datang menggunakan wheel chair dan diantar oleh
Ibu nya
b. Saat dipangil dengan nama pasien mampu menoleh ke
sumber suara
c. Dari kursi roda ke tempat tidur diperlukan bantuan
maksimal, dari telentang ke rolling mampu dilakukan,
dari tidur ke duduk dibutuhkan bantuan, duduk masih
belum stabil.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


b. Kesadaran : Composmentis
c. Vital sign
1. Suhu : Afebris
2. Tekanan Darah : Tidak dilakukan
3. Denyut nadi : 84x/menit
4. Pernapasan : 18x/menit
d. Berat badan : 33 kg
e. Tinggi badan : 136 cm
f. Lingkar kepala : 51 cm
g. Kesan awal
1. Alertness : Kurang baik (pasien belum dapat memahami
keadaan lingkungan sekitar)
2. Awareness : Kurang baik (Pasien belum ada bodyawareness)
3. Motivasi : Baik (Pasien mau datang terapi dan menjalani
terapi dengan baik)
4. Emosi : Moody (Emosi pasien masih dapat dikontrol)
5. Komunikasi : Pasien mampu berbahasa ekspresif(mama) namun
untuk komunikasi dua arah masih kurang mampu
mengutarakan (reseptive)

h. Kemampuan sensorik
1. Taktil : Baik (Karena pasien dapat merespon ketika
diberikan sentuhan)
2. Propioseptif : Kurang baik (Karena sulit untuk merespon saat
diberikan stimulasi)
3. Vestibular : Kurang baik (Karena belum mampu
mempertahankan posisi tubuh)
4. Visual : Kurang baik (Karena pasien ada Strabismus dan
silinder)
5. Auditory : Kurang baik(Pasien kurang merespon saat di
panggil karena mengalami gangguan ringan)

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


6. Olfactory : Baik (Karena pasien mampu mengenali aroma)
7. Gustatori : Kurang baik (Karena kemampuan pasien untuk
mengunyah makanan masih sulit)

i. Ability : Pasien sudah mampu berguling


j. Disability : Pasien belum mampu duduk mandiri
k. Tonus postural : Hipotonus
l. Pola postural : Flexi

m. Deformitas
1. Terdapat perbedaan panjang tungkai dimana sinistra lebih panjang
dibandingkan dextra dikarenakan dislokasi pada hip (panjang
tungkai sinistra 67 cm dan dextra 62cm)
2. Adanya swanneck finger pada jari dextra

n. Pemeriksaan khusus lainnya


1. Pengukuran spastisitas dengan Skala Ashworth

Upper Extermity 2 2

Lower Extermity 3 3

2. Pemeriksaan GMFCS
Pengukuran fungsional menggunakan Gross Motor Function
Measure (GMFCS) : Level GMFCS 5
Pasien memliki keterbatasan dalam mengontrol kepala dan
tubuh dan membutuhkan bantuan saat beraktifitas.

o. Associated problem
1. Visual : Strabismus dan silinder 3
2. Gangguan gustatori
3. Pasien tidak pernah kejang

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


4. Pasien mendapatkan dukungan penuh dari keluarga
p. Hasil pemeriksaan penunjang
1. X-ray (Lokasi hip bilateral)
2. EEG (Normal)
q. Problematika fisioterapi
1. Body Function And Structure Impairment
 Head kontrol kurang baik
 Hipotonus upper dan lower extremity
 Contracture flexor muscle wrist dextra
 Core muscle inadekuat
2. Activity Limitation
 Sitting balance
 Hand grip kurang pada sisi dextra
3. Participation Restriction
 Pasien kurang mampu bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar
 Kesulitan dalam menulis
i. Contextual Faktor
 Environmental Faktor : Orang tua mendukung penuh dalam
proses terapi
 Personal faktor : Kurang fokus dan mudah
terdistraks

r. Main problem : Primary


s. Diagnosa Fisioterapi (ICF)
Pasien anak atas nama KBP belum dapat duduk secara mandiri karena
core muscle inadekuat. Pasien belum mampu menulis dan
menggunakan tangannya dengan baik karena terdapat kontraktur
fleksor muscle wrist dextra dan adanya spastisitas pada upper and
lower extermity yang menyebabkan gangguan vestibular pada pasien
disebabkan karena CP Stastik Quadriplegi.

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


t. Level kemampuan : Very high support
u. Prognosa : Maintenance
v. Tujuan
1. Tujuan jangka pendek
 Meningkatkan head control
 Meningkatkan core muscle
2. Tujuan jangka panjang
 Mengurangi spastisitas otot upper and lower extermity
 Mampu duduk secara mandiri
w. Intervensi
1. Stimulasi neck tujuannya untuk meningkatkan head control
2. Stimulasi sitting dengan tumpuan kedua tangan tujuannya
untuk bodyawarness dan vestibular
3. Sit up menggunakan wedges tujuannya untuk mengaktifasi
core muscle
4. Tillting table tujuannya untuk melatih gravitasi otot
5. Latihan menapak tujuannya untuk stimulasi propioseptif
x. Home programe
Menyarankan orangtua untuk sering melatih pasien agar beraktifitas
secara mandiri serta memberikan stimulasi dari arah kanan untuk
mengaktivasi sisi kiri yang inaktif.
y. Edukasi
 Memposisikan duduk di tinggikan agar lutut tertekuk sejajar
(fleksi knee 90°)
 Tidak diperbolehkan melakukan gerakan membuka kaki kearah
samping dalam (adduksi hip 60°) untuk menghindari keparahan
dislokasi
z. Evaluasi

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil laporan studi kasus yang telah dijelaskan dalam
pembahasan sebelumnya yang dapat diambil yaitu:
1. Penanganan fisioterapi pada kondisi anak cerebral palsy, sangat
penting guna memelihara kondisi anak.
2. Penatalaksanaan pelayanan fisioterapi pada kasus cerebral palsy
quardriplegi sesuai dengan kebutuhannya
3. Penatalaksanaan pelayanan fisioterapi di YPAC Jakarta sesuai
dengan proses fisioterapi

B. Saran
Berdasarkan hasil laporan studi kasus yang telah dijelaskan sebelumnya
maka penulis memberikan beberapa saran berupa:
1. Penanganan fisioterapi bukan hanya pada saat terapi tetapi saat
dirumah, dan fisioterapi berhak memberikan home program
2. Sebaiknya orang tua agar selalu memperhatikan kondisi anak agar
tidak terjadi dislokasi yang lebih parah
3. Memperhatikan kondisi external faktor

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020


DAFTAR PUSTAKA

Chitra Sankar, Nandini Mundkur. 2005. Cerebral Palsy-Definition,Classification,


Etiology And Early Diagnosis.

Chusid, J. G. 1993. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Edisi ke-4,

Yogyakarta: Gajah Mada University Press

https://www.academia.edu/13568316/ANATOMI_DAN_FISIOLOGI_OTAK_M
ANUSIA

Indriastuti L. Semarang : dasar teori cerebral palsy dalam pelatihan tim


rehabilitasi pediatric Indonesia, 2002

Kerr Graham, Peter Rosenbaum, Nigel Paneth, Bernard Dan, Jean-Pierre Lin,
Diane L. Damiano, Jules G. Becher, Deborah Gaebler-Spira, Allan Colver,
Dinah S. Reddihough, Kylie E. Crompton And Richard L. Lieber. 2016.
“CEREBRAL PALSY”.

Mc Charthy G T. Physical disability in childhood. London: Churchill livingstone,


1992.

Palisano Robert, Rosenbaum Peter dkk. McMaster University: CanChilld Canter


for Childhood Disability Research GMFCS – E & R, 2007

D-IV Fisioterapi Universitas Binawan / YPAC Jakarta 2020

Anda mungkin juga menyukai