Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Cerebral Palsy (CP) Spastik Quadriplegi

2.1.1 Pengertian Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi

CP spastik quadriplegi merupakan keadaan kelumpuhan otak yang

menghambat tahapan tumbuh kembang anak atau sekumpulan gangguan otak

yang bersifat non progresif dengan manifestasi berupa abnormalitas tonus postural

yang akan mengakibatkan gangguan postur dan kontrol gerak pada keempat

ekstremitas karena gangguan susunan saraf pusat otak yang dapat terjadi sebelum

otak mencapai kematangan dari proses konsepsi hingga anak berumur 5 atau 6

tahun (Soedjiningsih, 2015). Salah satu bentuk kelainan pada CP spastik

quadriplegi adalah spastisitas. Spastisitas adalah meningkatnya tonus otot yang

disebabkan oleh terjadinya hypereksitabilitas dari alpha motor neuron dengan

karakteristik yaitu : (1) tahanan meningkat terhadap gerakan pasif, (2) deep

tendon reflex meningkat, (3) bila berat menimbulkan clonus (Stanley, 2000).

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Otak

Otak merupakan bagian pertama dari sistem saraf pusat yang mengalami

perubahan dan pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung

(meninge) dan berada di dalam rongga tulang tengkorak. Pada sub bab ini akan

dipaparkan bagian-bagian dari susunan saraf otak yang berkaitan dengan

permasalahan pada anak CP spastik quadriplegi (Bate, 2008).

7
8

a. Corteks cerebri

Corteks cerebri merupakan bagian terluas dari otak yang menutup

total hemispherium cerebri. Struktur ini terdiri dari substansia grisea dan

diperkirakan mengandung sekitar sepuluh milyar neuron. Daerah

permukaan corteks cerebri luas akibat adanya penonjolan-penonjolan

(gyrus). Bagian tersebut terdiri dari campuran sel saraf, serabut saraf ,

neuroglia dan pembuluh darah (Putz, 2006).

Corteks cerebri dibagi menjadi 4 bagian yaitu : (1) lobus frontalis :

area 4 merupakan daerah motorik yang utama. Area 6 merupakan bagian

sirkuit traktus ekstrapiramidalis. Area 8 berhubungan dengan pergerakan

mata dan perubahan pupil. Area 9, 10, 11 dan 12 adalah daerah asosiasi

frontalis. Lesi pada area 4 dan 6 menyebabkan terjadinya abnormalitas

pada tonus otot yang berupa spastisitas, (2) lobus parientalis : area 1,2,

dan 3 merupakan daerah sensorik postcentralis yang utama. Area 5 dan 7

ialah daerah asosiasi sensorik, (3) lobus temporalis : area 41 adalah daerah

auditorius primer. Area 42 merupakan corteks cerebri auditorius sekunder,

atau asosiatif. Area 38, 40, 20, 21 dan 22 adalah daerah asosiasi, (4) lobus

occipitali s: area 17 yaitu cortex striata, cortex visual yang utama. Area 18

dan 19 merupakan daerah asosiasi visual (Jacobson, 2008).


9

b. Ganglia basalis

Ganglia basalis merupakan sekelompok massa substansia grisea

yang terletak di dalam setiap hemispherium cerebri (Putz, 2006). Massa-

massa tersebut adalah corpus striatum, nucleus amygdala dan claustrum.

Nucleus caudatus dan nucleus lentiformis bersama fasiculus interna

membentuk corpus striatum yang merupakan unsur penting dalam sistem

extrapyramidal. Fungsi dari ganglia basalis adalah sebagai pusat

koordinasi dan keseimbangan yang berhubungan dengan keseimbangan

postur, gerakan otomatis (ayunan lengan saat berjalan) dan gerakan yang

membutuhkan keterampilan (Jacobson, 2008).

c. Cerebellum

Permukaan cerebellum mepunyai banyak sulcus dan alur, yang

memberikan gambaran berlapis-lapis dan makin dipertegas oleh beberapa

fisura yang dalam yang membagi cerebellum menjadi beberapa lobus.

Sejumlah besar sulcus yang lebih dangkal pada masing-masing lobus,

memisahkan setiap folia yang satu dengan yang lain. Cerebellum terdiri

atas bagian medial yang kecil dan tidak berpasangan, yaitu vermis dan 2

massa lateral yang besar, yaitu hemispherium cerebelli. Fungsi cerebellum

adalah sebagai pusat koordinasi untuk mempertahankan keseimbangan dan

tonus otot (Jacobson, 2008).


10

Gambar 2.1 Struktur Otak Manusia Dari Samping (Putz, 2006).

2.1.3 Etiologi

Penyebab terjadinya CP spastik quadriplegi bisa dikarenakan oleh faktor

genetik ataupun faktor lainnya. Penyebab dari faktor genetik adalah apabila

ditemukan lebih dari satu anak dalam satu hubungan keluarga menderita kelainan

ini maka kemungkinan besar penyebabnya adalah faktor genetik. Sedangkan

faktor-faktor lain yang diperkirakan sebagai penyebab CP spastik quadriplegi

adalah :
11

a. Prenatal (sebelum lahir)

Faktor penyebab CP spastik quadriplegi yang terjadi pada masa

prenatal misalnya : (1) infeksi intrauterine, seperti herpes zoster, campak,

(2) penyakit sistem metabolik seperti diabetes melitus, (3) perbedaan

rhesus darah antara ibu dan anak, (4) kebiasaan-kebiasaan ibu seperti

alkoholik, perokok, kekurangan gizi, atau pecandu obat-obat tertentu, (5)

penyakit keturunan, (6) letak janin tidak normal akibat trauma, (7)

penyebab tanpa diketahui (±30%).

b. Perinatal (saat dilahirkan)

Faktor penyebab CP spastik quadriplegi yang terjadi pada masa

perinatal misalnya anoksia/ hipoksia, bayi lama di pintu lahir sehingga

sel-sel otak rusak karena kekurangan oksigen, trauma kelahiran,

prematuritas, postmaturitas, bayi menderita sakit kuning.

c. Postnatal (setelah lahir)

Faktor penyebab CP spastik quadriplegi yang terjadi pada masa

postnatal (setelah lahir) misalnya adalah, infeksi otak seperti meningitis,

demam sangat tinggi atau kekurangan cairan (dehidrasi), trauma kepala,

tumor otak, gangguan metabolisme, perdarahan otak dan penyebab yang

tidak diketahui.
12

2.1.4 Patofisiologi

Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube

yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi

ventral yang berlangsung pada minggu ke 5-6 masa gestasi. Setiap gangguan pada

masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis

totalis, anensefali, hidrosefalus, dan lain sebagainya. Fase selanjutnya terjadi

proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 2-4. Gangguan pada

fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali (Tanuwijaya, 2005).

Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi

bulan 3-5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sel berdiferensiasi

dan daerah periventrikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam korteks

serebri, sedangkan migrasi secara tangensial sel berdiferensiasi dan zone germinal

menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini mengakibatkan

kelainan kongenital. Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6

sampai beberapa tahun postnatal. Gangguan pada stadium ini akan

mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi

terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun postnatal. Pada stadium ini terjadi

prolifelasi sel neuron, dan pembentukan selubung myelin (Widiastuti, 2005).

Kelainan neoropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya

kerusakan. Jadi kelainan neoropatologik yang terjadi sangan kompleks dan difus

yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventrikuler


13

ganglia basalis, batang otak dan serebelum yang akan berakibat pada gangguan

kontrol kepala serta tahap kemampuan motorik seterusnya (Widiastuti, 2005).

2.1.5 Diskripsi Problematik CP Spastik Quadriplegi

Permasalahan pada postural memegang peranan penting dalam gangguan

motorik pada anak dengan kondisi CP spastik quadriplegi, dimana gangguan

postural tersebut akan mengakibatkan gangguan kontrol gerak, keseimbangan dan

koordinasi gerak yang akan berpotensi terganggunya aktifitas fungsional sehari-

hari. Pada kasus CP spastik quadriplegi secara umum mempunyai problematik

dasar yaitu postural control, yang meliputi righting reflex, equilibrium dan

protective reflex, termasuk reflex primitif yang belum terintegrasi menjadi

fungsional (Ruffin, 2009).

Salah satu problematik yang berpengaruh pada kontrol gerak menuju

aktivitas fungsional adalah spastisitas yang sulit dikontrol. Spastisitas sangat erat

berhubungan dengan kualitas tonus otot yang akan dihasilkan ketika akan

melakukan gerakan yang terstruktur atau sesuai pola tumbuh kembang. Semakin

tinggi nilai spastisitas pada anak CP spastik quadriplegi, maka semakin tinggi

tingkat ketergantungan aktivitas anak terhadap orangtua atau orang lain

disekitarnya. Bentuk alat ukur untuk mengetahui nilai spastisitas pada anak CP

spastik quadriplegi adalah dengan menggunakan skala ashworth (Mutlu, 2008).

Untuk lebih jelasnya tentang pengukuran nilai spastisitas menggunakan skala

ashworth terdapat berbagai penjelasan pada tabel 2.1


14

Tabel 2.1 Penilaian Nilai Spastisitas Pada Anak CP Spastik Quadriplegi

Menggunakan Skala Ashworth

Nilai Keterangan

0 Tidak ada peningkatan tonus otot

Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya


1 tahanan minimal (catch and release) pada akhir ROM pada waktu
sendi digerakkan fleksi atau ekstensi

Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya


pemberhentian gerakan (catch) dan diikuti dengan adanya tahanan
1+
minimal sepanjang sisa ROM, tetapi secara umum sendi tetap
mudah digerakkan

Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar


2
ROM, tapi sendi masih mudah digerakkan

3 Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan

4 Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi

Sumber : Akmer Mutlu, 2008

Selain itu, terdapat problematika fisioterapi yang dijumpai pada anak CP

spastik quadriplegi meliputi : (1) impairment : adanya abnormalitas postural dan

otot berupa spastisitas, gangguan sensoris, gangguan pada head control dan

tahapan komponen motorik kasar lainnya, gangguan pada motorik halus,

gangguan atensi konsentrasi, serta tantrum atau emosi (2) functional limitation :

keterbatasan dalam melakukan aktifitas fungsional yang menggunakan mobilitas

head control dan fleksibilitas neck, trunk dan tungkai, (3) participation restriction

: penarikan diri dari lingkungan sosial.


15

2.2 Head Control

2.2.1 Perkembangan Head Control

Pertumbuhan fisik bayi dimulai dari kepala, leher, dan berlanjut pada

anggota gerak pada tubuh. Hal ini sesuai dengan prinsip perkembangan yaitu

cephalocaudal–proximodistal, sementara perjalanan perkembangan itu

bervariasi sesuai dengan stimulus yang diperoleh pada massa tumbuh

kembang. Perkembangan head control sangat penting sebagai dasar untuk

perkembangan gerak selanjutnya, seperti duduk, merangkak, dan berdiri. Bayi

yang baru lahir misalnya, akan sedikit kesulitan didalam mengontrol

kepalanya karena kemampuan gerak dan otot–otot disekitar leher masih sangat

lemah (Widiastuti, 2005).

Pada perkembangan motorik normal, bayi akan mampu mengangkat

kepala walau hanya sebentar dan mampu mengubah posisi kepala dengan

menoleh ke kanan dan kekiri saat tengkurap. Bayi usia 6-8 minggu, akan

mampu menahan kepalanya lebih lama dan mulai terkoordinasi, dimana pada

saat terlentang bayi akan mengangkat kepalanya ketika kita menarik kedua

lengannya. Pada usia 3–4 bulan bayi mampu mengangkat kepalanya sampai

450 ketika kita menarik kedua lengannya dengan perut berkontraksi. Dan pada

usia 6 bulan bayi akan mampu menahan kepala dengan tegak dan lebih stabil

(Shamsoddini, 2014).

Bagian terpenting dari neurodevelopment postural control adalah

kematangan head control yang mana mekanismenya mendapatkan informasi


16

dari sistem visual dan vestibular. Sistem vestibular memberikan informasi

dimana posisi tubuh dan kepala saat bergerak (di berbagai permukaan).

Sedangkan sistem visual berfungsi mengimbangi gerak kepala melalui

gerakan mata (Bate, 2008).

2.2.2 Biomekanik Head Control

Cervical adalah bagian dari vertebrae sebagai input postural afferent

dan integrasi. Beberapa struktur anatomi pada cervical antara lain sendi facet

dan kapsul, ligamen, dan input propioseptif dari otot–otot cervical yang akan

bertanggung jawab untuk memelihara tegaknya posisi kepala dan leher.

Terdapat banyak mechanoreseptor pada sendi facet cervical yang akan

memberikan input postural afferent untuk jalur neurologis yang lebih tinggi,

termasuk koneksi nya dengan trochlear, abducens, spinal trigeminal, central

dan lateral cervical, serta vestibular nuclei (Bate, 2008).

Mechanoreseptor pada sendi facet cervical menjadi begitu pentingnya

dalam keseimbangan untuk menjaga posisi tubuh statis. Sebagai contoh,

ketika sendi facet pada cervical terjadi immobile, maka vestibular akan

terganggu, hal ini akan mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak stabil.

Prinsip biomekanika sangat erat hubungannya dengan latihan yang bersifat

ergonomis dan aman karena pendekatan ergonomi dapat menurunkan keluhan

muskuloskeletal leher akibat dari kelelahan pergerakan yang berlebihan atau

overuse yang berdampak pada ketidakstabilan leher terhadap produktifitas

gerakan yang akan dihasilkan pada facet joint (Adiatmika, 2007).


17

2.2.3 Input Visual dan Vestibular

Visual dan vestibular mempunyai hubungan yang sangat erat untuk

postural control. Selain itu visual dan vestibular juga mempunyai

hubungan yang sangat erat dengan cervical. Terkait dengan tiga refleks

penting dalam postural control yang timbul dari reseptor sensoris cervical

yaitu : (a) cervicoocular reflex, (b) cervicocollic reflex, (c) vestibullocollic

reflex. Cervicoocular reflex berfungsi untuk gerakan mata yang akan

berorientasi untuk perubahan posisi leher dan trunk. Sedangkan

cervicocollic reflex berperan dalam postural control, reflex ini akan

mengarahkan posisi kepala dan leher sesuai dengan posisi trunk.

Cervicocollic reflex diperoleh melalui kerja cocontraksi otot–otot cervical,

termasuk otot splenius capitis, rectus capitis major posterior dan obliqus

capitis inferior (Rycus, 2008).

Jalur antara cervicocollic dan vestibulocollic saling tumpang tindih,

hal ini mempunyai dampak apabila terjadi gangguan pada salah satu

refleks ini maka akan mudah terjadi pengambil alihan fungsi.

Vestibulocollic reflex lebih sensitif terhadap perubahan posisi kepala pada

bidang horizontal sedangkan cervicocollic reflex lebih sensitif terhadap

perubahan posisi kepala pada bidang vertikal. Namun cervicocollic

memiliki ambang rangsang yang lebih rendah, sehingga dengan stimulus

yang sedikit saja pada cervical maka cervicocollic akan bereaksi, hal ini

karena banyak nya muscle spindle pada otot–otot cervical. Hal ini
18

menunjukan bahwa refleks cervicocollic sangat tergantung pada serabut

afferent yang akan memberikan informasi untuk koreksi postural

(Shamsoddini, 2014).

2.2.4 Postural Reflex

Reflex adalah gerakan otomatis yang dilakukan tanpa ada

kemampuan atau niat dan biasanya di timbulkan oleh rangsangan sensoris

sebagai sebuah reaksi gerakan yang memberikan perubahan pada distribusi

otot. Refleks sangat penting untuk perkembangan head control , tonus otot

serta perkembangan sensoris maupun motorisnya (Arndt, 2008).

Perilaku motorik awal seorang anak di pengaruhi oleh ada atau

tidaknya refleks primitif. Refleks primitif muncul sebagai tanda

berkembangnya fungsi neurologis yang berasal dari susunan saraf pusat.

Refleks primitif akan muncul sebagai gerakan yang di tunjukkan oleh bayi

normal ketika ada rangsangan tertentu. Perkembangan motorik dimulai

dari perkembangan refleks. Ada beberapa pendapat tentang postural reflex

dalam kepentingan perkembangan normal dan abnormal (Song, 2013).

2.2.5 Righting reaction

Righting reaction bisa dianggap sebagai automatic reaction yang

memungkinkan seseorang dapat berdiri normal dan bisa menjaga stabilitas

ketika terjadi perubahan posisi. Adapun secara hirarki refleks ini


19

merupakan reaksi dari lima reaksi tegak yang menghasilkan orientasi

reaksi tegak kepala dan tubuh terhadap ruang dan tanah (ground).

Adapun kelima righting reaction adalah : (a) optical righting

reaction yaitu memberi kontribusi terhadap reaksi kepala melalui visual

input, (b) labyrinthine righting reaction yaitu orientasi kepala agar tetap

tegak melalui input sinyal dari vestibular, (c) body-on-head righting

reaction yaitu orientasi kepala agar tetap tegak melalui respon sinyal dari

proprioseptik dan taktil. Landau Reaction adalah kombinasi dari ketiga

head righting reaction di atas, (d) neck-on-body merupakan reaksi tubuh

dari cervical afferent yaitu memberi reaksi atas perubahan posisi dari leher

dan kepala, (e) body-on-body righting reaction adalah orientasi tubuh

terhadap tanah (ground) tanpa pengaruh posisi kepala

2.2.6 Balance dan Protective Reaction

Secsara hirarki balance dapat diartikan sebagai equilibrium

reaction yang meliputi : (a) tilting reaction, digunakan untuk mengontrol

center of gravity dari perubahan kemiringan permukaan, dan (b) protective

reaction, yaitu reaksi pertahanan tubuh terhadap tekanan dari luar agar

tidak cidera (Heck, 2014).

2.2.7 Interaksi Sistem Visual dan Vestibular

Sistem visual dan vestibular merupakan dua sistem penting pada

mekanisme refleks postural. Keduanya secara konstan berinteraksi untuk

membuat postural control setegak mungkin melalui kerja kelompok otot


20

postural. Dalam system kerjanya visual dan vestibular akan melibatkan

reflek vestibulo-ocular, traktus vestibulospinal dan dorsal-ventral traktus

spinocerebellar (Heck, 2014).

Fungsi reflek vestibular-ocular berhubungan dengan bidang visual,

yaitu berupa gerakan mata tertentu untuk mengimbangi rotasi kepala.

Reflek vestibulo-octular dibagi menjadi tiga komponen besar yaitu: (a)

reflex vestibulo-ocular rotasi berfungsi untuk mendeteksi rotasi kepala

melalui semicircular canal, (b) reflek vestibulo-ocular translasi berfungsi

untuk mendeteksi percepatan gerakan lurus dari kepala melalui utricle dan

sacule, (c) ocular councer-rolling response atau refleks optokinetik yaitu

penyesuaian posisi mata ketiks miring dan rotasi (Lestariningtyas, 2004).

Untuk mendeteksi gerakan kepala tractus vestibular mengirimkan

informasi kepada vestibular nuclei yang sudah terhubung pula dengan

visual, untuk mengkoreksi dan mengkoordinasi kepala dan postur tubuh

melalui refleks vestibulo-ocular. Cerebellar flocullus bertanggung jawab

untuk mengintegerasikan dan melaksanakan koreksi dari refleks vestibulo -

ocular. Cerebellum menerima informasi dari visual, saraf vestibular,

mekanoreseptor cervical untuk diterjemahkan menjadi koreksi reaksi

postural. Sedangkan yang berasal dari lateral dan medial vestibular nuclei,

akan terjadi gerakan kompensasi dari trunk dan ekstremitas terhadap

perubahan posisi kepala (Angermeir, 2013). Respon yang berasal dari

traktus vestibulospinal membantu agar postur tubuh tetap tegak. Input

visual lebih cenderung untuk adaptasi postural yang bersifat konstan,


21

sedangkan vestibular melalui tractus vestibulospinal lebih ke gangguan

postural yang bersifat cepat dan mendadak (Heck, 2014).

2.3 Stimulation Attitudinal Reflex Exercise (SARE)

2.3.1 Dasar Perkembangan Reflex Yang Terlibat Pada Attitudinal Reflex

Gerakan – gerakan yang mempunyai unsur penyeimbangan ATNR

dan STNR. Menurut Masgutova (2011) bahwa prinsip dari stimulasi ini

adalah : (1) gerak rotasi kepala diikuti ekstensi lengan homolateral fleksi

lengan heterolateral, (2) fleksi leher diikuti oleh fleksi tungkai dan trunk

serta kebalikannya yaitu ekstensi leher diikuti oleh ekstensi trunk dan

tungkai.

a. Asymmetrical Tonic Neck Reflex (ATNR)

Perkembangan dinamik ATNR reflex mulai muncul pada usia 13

minggu di dalam kandungan. Refleks ini aktif sampai usia 4–6 bulan

setelah lahir, selanjutnya refleks ini akan terintegrasi ke dalam keseluruhan

gerakan tubuh di usia antara 6–7 bulan.

b. Symetrical Tonic Neck Reflxc (STNR)

Perkembangan dinamik STNR reflex mulai muncul pada usia 18

minggu di dalam kandungan. STNR reflex aktif sampai usia 6–10 bulan di

dalam kandungan. Selanjutnya refleks ini akan terintegrasi ke dalam

keseluruhan gerakan tubuh di usia antara 10 bulan setelah lahir.


22

c. Tonic labyrinthine reflex.

Tonic labyrinthine reflex akan muncul dengan adanya reaksi

angkat kepala, reflex ini akan terintegrasi pada usia 6 bulan

2.3.2 Gerakan Stimulation Attitudional Reflex Exercise

Gerakan-gerakan stimulasi attitudional reflex yang berpengauh

pada peningkatan head control adalah sebagai berikut :

a. Rolling (berguling)

Pasien posisi terlentang, terapis memegang kedua tungkai pasien

dalam posisi flexi kemudian merotasikan ke salah satu sisi, respon yang

diharapkan adalah rotasi trunk pada salah satu sisi, sehingga akan diikuti

lengan dan kepala rotasi ke arah tengkurap sehingga akan menstimulasi

ke arah rolling (berguling) yang tepat

STEP 1 STEP 2 STEP 3

Gambar 2.2 Fasilitasi Berguling


23

b. Creeping (merayap)

Posisi pasien tengkurap, terapis merotasikan kepala pasien pada

satu sisi, kemudian diikuti flexi pada lengan dan tungkai homolateral

(tungkai membentuk sudut 900), sementara tungkai kontralateral posisi

lurus.

Gambar 2.3 Fasilitasi merayap

c. On elbow (menumpu pada siku)

Posisi pasien tengkurap, kedua lengan pasien mid position

sehinnga tumpuan pada kedua siku dengan telapak tangan membuka.

Gambar 2.4 Fasilitasi menumpu pada siku


24

d. On hand (menumpu pada tangan)

Posisi pasien tengkurap, kedua lengan ekstensi dengan telapak

tangan membuka, sehingga tumpuan berada pada kedua telapak tangan

pasien, kepala lurus menghadap ventral sementara kedua tungkai lurus

dengan pelvic tetap menempel,. Pada posisi tersebut diharapkan anak

mampu menimbulkan head control dengan tetap memperhatikan

keduan tangan tetap menumpu

Gambar 2.5 Fasilitasi menumpu pada tangan

e. Crawling (merangkak)

Latihan merangkak dilakukan pada posisi pasien tengkurap, kedua

lengan ekstensi dengan telapak tangan membuka, kedua tungkai flexi,

tumpuan pada kedua lutut dan keduanya dibuka selebar bahu, kepala

menghadap lurus ke ventral, sehingga respon yang diharapkan adalah

posisi merangkak dengan pola patterning yang tepat untuk

memunculkan head control dengan kombinasi rotasi trunk secara

bergantian
25

STEP 1 STEP 2 STEP 3

Gambar 2.6 Fasilitasi merangkak

2.4 Prone Position Wedge Exercise (PPWE)

Salah satu alat intervensi yang merangsang dalam proses kematangan anak

CP spastik quadriplegi pada tahap awal gerakan atau head control adalah dengan

menggunakan wedge terapi. Kemiringan papan atau wedge terapi tersebut adalah

pada sudut 25º dalam posisi anak tengkurap dan tetap dalam kondisi pantauan dari

seorang terapis sambil memberikan alat permainan edukasi ketika proses tindakan

intervensi tersebut diberikan. Menurut pendapat Helena Kriel (2009) seorang

fisioterapis dari University of the Free State South Africa mengenai stimulasi

pada peningkatan head control sangat efektif saat anak diposisikan tengkurap

selama 30 menit. Hal ini sangat berdampak positif terhadap perkembangan head

control dimana anak tersebut mampu mengangkat kepala 45º.


26

Gambar 2.7 Latihan head control dengan wedge

2.5 Pengukuran Head Control dengan GMFM Dimensi A

Skala pengukuran yang tepat untuk menilai fungsional motorik kasar

anak terutama pada head control pada anak CP spastik quadriplegi adalah dengan

menggunakan Gross Motor Function Measure (GMFM) dimensi A yaitu dengan

fokus pada dimensi terlentang dan tengkurap dalam menilai perkembangan

motorik kasar terutama pada tahap head control. Reliabilitas dan validitas dari

GMFM intraobserver ditemukan setiap dimensi dan total skore berkisar 0.92-0.99

dan reliabilitas interobserver berkisar 0.87-0.99. Alat ukur tersebut merupakan

instrument pengamatan standar, dirancang dan disahkan untuk mengukur

perubahan head control anak (Russel, 2002). Untuk lebih jelasnya tentang

pengukuran GMFM dimensi A terdapat berbagai penjelasan pada tabel 2.2


27

Tabel 2.2 Penilaian Pemeriksaan dan Evaluasi Gross Motor Function

Measurement (GMFM) Dimensi A

A. Dimensi terlentang dan tengkurap

No Item yang dinilai Nilai

Terlentang, kepala pada garis tengah tubuh, rotasi kepala


1
dengan ekstremitas simetris
Terlentang, menyatukan jari-jari kedua tangan dibawa pada
2
garis tengah tubuh
3 Terlentang, mengangkat kepala 45º.
4 Terlentang, fleksi hip dan knee kiri full ROM
5 Terlentang, fleksi hip dan knee kanan full ROM
Terlentang, meraih dengan lengan kiri, tangan menyilang
6
garis tengah tubuh menyentuh mainan
Terlentang, meraih dengan lengan kanan, tangan
7
menyilang garis tengah tubuh menyentuh mainan
8 Terlentang, berguling ke tengkurap melalui sisi kiri tubuh
Terlentang, berguling ke tengkurap melalui sisi kanan
9
tubuh
10 Tengkurap, mengangkat kepala keatas.
Tengkurap, menghadap kedepan, mengangkat kepala
11
dengan lengan lurus
Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuan berat badan
12
pada kaki kiri, lengan yang berlawanan diangkat ke depan
Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuan berat badan
13 pada kaki kanan, lengan yang berlawanan diangkat ke
depan
14 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kiri tubuh
15 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kanan tubuh
16 Tengkurap, berputar 90º ke kiri menggunakan ekstremitas
Tengkurap, berputar 90º ke kanan menggunakan
17
ekstremitas
Total dimensi A

Sumber : Russel, 2002


28

Keterangan penilaian pada GMFM dimensi A :

1. Nilai 0 tidak dapat melakukan.

2. Nilai 1 dapat melakukan tapi awalnya saja.

3. Nilai 2 dapat melakukan sebagian.

4. Nilai 3 dapat melakukan semuanya.

Penilaian Akhir

Tanggal :

Total.Dimensi. A
A. x100  ......%
51

Anda mungkin juga menyukai