Anda di halaman 1dari 10

CEREBRAL PALSY

Nama Kelompok:
Tanziila Satya (A520180040)
Ayni Roudhatun N (A520180042)
Fathiyah Azzahra (A520180043)
Safa Hanna Ruslan (A520180044)
Alfina Oktavia W (A520180045)
Pengertian Cerebral Palsy
Cerebral palsy atau lumpuh otak adalah
penyakit yang menyebabkan gangguan pada
gerakan dan koordinasi tubuh. Penyakit ini
disebabkan oleh gangguan perkembangan
otak, yang biasanya terjadi saat anak masih di
dalam kandungan. Gangguan perkembangan
otak ini juga dapat terjadi ketika proses
persalinan atau dua tahun pertama setelah
kelahiran.
Gejala Cerebral Palsy
 Pada anak atau bayi yang terkena cerebral palsy, dapat timbul
sejumlah gejala berikut ini:
 Kecenderungan menggunakan satu sisi tubuh. Misalnya menyeret
salah satu tungkai saat merangkak, atau menggapai sesuatu hanya
dengan satu tangan.
 Terlambatnya perkembangan kemampuan gerak (motorik), seperti
merangkak atau duduk.
 Kesulitan melakukan gerakan yang tepat, misalnya saat mengambil
suatu benda.
 Gaya berjalan yang tidak normal, seperti berjinjit, menyilang seperti
gunting, atau dengan tungkai terbuka lebar.
 Otot kaku atau malah sangat lunglai.
 Tremor.
 Gerakan menggeliat yang tidak terkontrol (athetosis).
 Kurang merespons terhadap sentuhan atau rasa nyeri.
 Masih mengompol walaupun usianya sudah
lebih besar, akibat tidak bisa menahan kencing
(inkontinensia urine).
 Gangguan kecerdasan.
 Gangguan penglihatan dan pendengaran.
 Gangguan berbicara (disartria).
 Kesulitan dalam menelan (disfagia).
 Terus-menerus mengeluarkan air liur atau ngiler.
 Kejang.
Keluhan yang terjadi ini dapat bersifat permanen
dan menimbulkan kecacatan.
Penyebab Cerebral Palsy
Belum diketahui secara pasti apa penyebab gangguan perkembangan tersebut,
namun kondisi ini diduga dipicu oleh sejumlah faktor berikut:
 Perubahan pada gen, yang memiliki peran dalam perkembangan otak.
 Infeksi saat hamil yang menular pada janin. Contohnya cacar air, rubella, sifilis,
infeksi toksoplasma, dan infeksi cytomegalovirus.
 Terganggunya suplai darah ke otak janin (stroke janin).
 Perbedaan golongan darah rhesus antara ibu dan bayi.
 Bayi kembar dua atau lebih. Risiko terjadinya cerebral palsy akan meningkat pada
salah satu bayi yang selamat, apabila bayi yang lain meninggal saat lahir.
 Berat badan bayi yang rendah saat lahir, yaitu kurang dari 2,5 kilogram.
 Kurangnya suplai oksigen pada otak bayi (asfiksia) selama proses persalinan.
 Kelahiran prematur, yaitu lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
 Kelahiran sungsang, yaitu lahir dengan kaki terlebih dulu keluar.
 Radang pada otak atau selaput otak bayi.
 Penyakit kuning yang meracuni otak (kernikterus).
 Cedera parah di kepala, misalnya akibat terjatuh atau kecelakaan.
Diagnosis Cerebral Palsy
Dokter akan menduga seorang anak mengalami cerebral palsy,
apabila terdapat sejumlah gejala yang telah dijelaskan
sebelumnya. Namun untuk memastikannya, dokter akan
menyarankan pemeriksaan lanjutan, seperti:
 Elektroensefalografi (EEG). EEG bertujuan untuk melihat
aktivitas listrik otak, dengan menggunakan bantuan alat khusus
yang disambungkan ke kulit kepala.
 Uji pencitraan. Uji pencitraan dilakukan untuk melihat area otak
yang rusak atau berkembang tidak normal. Sejumlah uji
pencitraan yang dapat dilakukan adalah MRI, CT scan, dan
USG.
Dokter saraf juga dapat menjalankan pemeriksaan fungsi luhur
untuk menemukan adanya gangguan kecerdasan, serta
gangguan dalam bicara, mendengar, melihat, dan bergerak.
Pengobatan Cerebral Palsy
Pengobatan dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
penderita dalam beraktivitas secara mandiri. Namun, sampai saat
ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan cerebral
palsy. Metode pengobatan yang umumnya diberikan pada
penderita lumpuh otak adalah:
1. Obat-obatan
Obat-obatan digunakan untuk meredakan nyeri atau melemaskan
otot yang kaku, agar pasien lebih mudah untuk bergerak. Jenis
obat yang digunakan dapat berbeda, tergantung luasnya otot
yang kaku.
Pada kaku otot yang hanya terjadi di area setempat, dokter akan
memberikan suntik botox (botulinum toxin) setiap 3 bulan. Botox
juga dapat digunakan untuk mengatasi ngiler.
Sedangkan untuk kaku otot yang terjadi di seluruh tubuh, dokter
mungkin akan meresepkan diazepam dan baclofen.
2. Terapi
Selain obat-obatan, berbagai jenis terapi juga diperlukan
untuk mengatasi gejala cerebral palsy, di antaranya:
 Fisioterapi. Fisioterapi anak bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan gerak dan kekuatan otot, serta mencegah


kontraktur (pemendekan otot yang membuat gerakan
menjadi terbatas).
 Terapi okupasi. Terapi okupasi bertujuan untuk membantu

pasien menangani kesulitan dalam beraktivitas, misalnya


mandi atau berpakaian. Terapi ini akan sangat membantu
meningkatkan kepercayaan diri dan kemandirian pasien.
 Terapi bicara. Sesuai dengan namanya, terapi ini

diperuntukkan bagi pasien cerebral palsy yang mengalami


gangguan bicara.
3. Operasi
Operasi diperlukan bila kaku otot mengakibatkan kelainan pada tulang.
Contohnya adalah:
 Bedah ortopedi. Prosedur ini dilakukan untuk mengembalikan tulang
dan sendi ke posisi yang benar. Bedah ortopedi juga dapat
memanjangkan otot dan tendon yang terlalu pendek akibat kontraktur,
agar kemampuan gerak pasien meningkat.
 Selective dorsal rhizotomy (SDR). SDR akan dilakukan bila prosedur lain
tidak mampu mengatasi nyeri dan kaku otot. Prosedur ini dilakukan
dengan memotong salah satu saraf tulang belakang.
Pada pasien dengan gejala sulit menelan (disfagia), dokter akan
menyarankan pemberian makanan lunak dan lembut, sambil melatih
otot-otot menelannya dengan fisioterapi. Sedangkan pada disfagia yang
sudah parah, dokter akan menyarankan pemasangan selang makan, baik
yang dipasang melalui hidung atau langsung dari kulit perut ke lambung
melalui operasi.
Sedangkan pada pasien yang ngiler, akan dilakukan operasi untuk
mengarahkan aliran air liur ke belakang mulut, agar tidak menetes ke
luar terus.
Komplikasi Cerebral Palsy
Otot yang kaku dan gangguan gerak tubuh
pada penderita cerebral palsy, dapat
menyebabkan sejumlah komplikasi berikut ini:
 Kekurangan nutrisi akibat sulit menelan
makanan
 Stres dan depresi
 Penyakit paru-paru
 Kepadatan tulang yang rendah (osteopenia)
 Penyakit osteoarthritis
 Gangguan penglihatan

Anda mungkin juga menyukai