Anda di halaman 1dari 15

Askep Cerebral Palsy Pendekatan Sdki

Slki dan Siki


Oleh Marthilda Suprayitna, Ners., M.Kep Juli 05, 2021 Posting Komentar
DAFTAR ISI(SHOW)

Cerebral palsy menjadi penyebab paling umum dari lumpuh pada anak-anak dan
merupakan kelompok gangguan neuromuskular yang disebabkan oleh kerusakan
sistem saraf prenatal, perinatal, atau postnatal. Pada tulisan ini Repro Note akan
merangkum mengenai konsep medik dan askep cerebral palsy dengan menggunakan
pendekatan Sdki Slki dan Siki.

Tujuan

 Memahami Klasifikasi, Penyebab, epidemiologi, patofisiologi, tanda dan gejala


cerebral palsy

 Memahami pemeriksaan dan penatalaksanaan pada pasien dengan cerebral


palsy

 Merumuskan masalah dan diagnosa keperawatan pada askep cerebral palsy


dengan pendekatan Standart diagnosa keperawatan Indonesia (Sdki)

 Merumuskan luaran dan kriteria hasil pada askep cerebral palsy menggunakan
pendekatan Standar luaran keperawatan Indonesia (Slki)

 Melaksanakan Intervensi keperawatan pada askep cerebral palsy menggunakan


pendekatan standart intervensi Keperawatan Indonesia (Siki)
Photo by Martine Perret / UNMIT on flickr

Konsep Medik Dan Askep Cerebral Palsy


Pendahuluan
Cerebral Palsy adalah sekelompok gangguan permanen yang mempengaruhi
perkembangan gerakan dan menyebabkan keterbatasan aktivitas. Gangguan non-
progresif yang bermanifestasi dalam perkembangan otak janin atau bayi menyebabkan
cerebral palsy.

Cerebral palsy adalah penyebab paling umum dari kecacatan anak. Derajat dan jenis
gangguan motorik dan kemampuan fungsional bervariasi tergantung pada etiologi.
Cerebral palsy biasanya memiliki beberapa komorbiditas terkait, seperti epilepsi,
masalah muskuloskeletal, cacat intelektual, kesulitan makan, kelainan visual, kelainan
pendengaran, dan kesulitan komunikasi.

Cerebral palsy muncul dalam tiga tipe utama yaitu spastik (70%), atetoid (20%), dan
ataksik (10%), kadang-kadang dalam bentuk campuran. Kerusakan motorik bisa
minimal, kadang-kadang hanya tampak saat penderita melakukan aktivitas fisik seperti
berlari atau kerusakan motorik parah sampai terjadinya kelumpuhan.
Pengobatan cerebral palsy harus dengan pendekatan interprofessional. Kelainan terkait
seperti kejang, gangguan bicara, dan retardasi mental juga umum terjadi. Prognosisnya
bervariasi sesuai tingkat kerusakan yang terjadi.

Untuk asuhan keperawatan pada cerebral palsy, intervensi keperawatan di fokuskan


terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi, meminimlaksan spastisitas, memaksimalkan
penggunaan alat bantu, dan pendidikan untk keluarga pasien dalam perawatan cerebral
palsy dirumah.

Klasifikasi
Cerebral palsy diklasifikasikan menurut anggota badan apa yang terlibat yang disebut
dominasi topografi. Cerebral palsy spastik, karena lesi korteks atau traktus piramidalis
adalah jenis yang paling umum dan terjadi pada sekitar 80% kasus. Jenis cerebral
palsy ini dicirikan oleh spastisitas, hiperrefleksia, klonus, dan refleks Babinski yang
sedang berlangsung.

Cerebral palsy ekstrapiramidal atau diskinetik terjadi sekitar 10-15% dari kasus
keseluruhan dan lebih ditandai dengan gerakan tak sadar yang abnormal. Cerebral
palsy ataxic terdiri kurang dari 5% dari keseluruhan kejadian cerebral palsy.

Banyak pasien memiliki karakteristik cerbral palsy spastik dan ekstrapiramidal. Jenis-
jenis cerebral palsy yang khas adalah sebagai berikut:

Hemiplegia spastik (20-30%)

Cerebral palsy jenis ini terutama mempengaruhi 1 sisi tubuh antara ain lengan dan kaki,
dengan keterlibatan kelenturan ekstremitas atas lebih dari ekstremitas bawah, misalnya
sisi kanan terlibat dengan lengan lebih dari kaki kanan. Jika kedua lengan lebih terlibat
daripada kaki, kondisi ini dapat diklasifikasikan sebagai hemiplegia ganda.

Diplegia spastik (30-40%)

Cerebral palsy mempengaruhi ekstremitas bawah bilateral lebih dari ekstremitas atas.
Dalam beberapa kasus, hanya ekstremitas bawah yang terlibat.

Spastik quadriplegia (10-15%)

Yaitu Cerebral palsy yang mempengaruhi keempat ekstremitas dan batang tubuh
(seluruh tubuh)

Cerebral palsy diskinetik (atetoid, koreoatetoid, dan distonik)

Cerebral palsy dengan tanda ekstrapiramidal yang ditandai dengan gerakan abnormal,
sering dikaitkan dengan hipertonisitas.
Cerebral palsy campuran

Cerebral palsy tanpa kualitas tunggal yang dominan, biasanya dicirikan oleh campuran
komponen spastik dan diskinetik

Cerbral palsy hipotonik

Cerebral palsy dengan hipotonia badan dan ekstremitas dengan hiperrefleksia dan
refleks primitif yang persisten.

Monoplegia

Cerebral palsy dengan keterlibatan dicatat dalam 1 anggota badan, baik lengan atau
kaki. Jika pasien memiliki monoplegia, upaya harus dilakukan untuk menyingkirkan
penyebab selain cerebral palsy.

Selain pengelompokan diatas, terdapat sistem klasifikasi fungsional yaitu membagi


pasien menjadi tipe ringan, sedang, dan berat tergantung pada keterbatasan
fungsional.

Sebagai alternatif, pasien dapat dikategorikan secara lebih komprehensif berdasarkan


kemampuan dan keterbatasan mereka, seperti yang diusulkan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2001.

Cerebral palsy umumnya dianggap sebagai ensefalopati statis nonprogresif. Namun,


presentasi klinis dari kondisi ini berubah pada saat anak-anak dan saat
perkembangan sistem saraf mereka matang.

Kemajuan dalam neurologi neonatus terus berfokus pada faktor-faktor yang berpotensi
dapat dimodifikasi selama periode neonatus yang berkontribusi pada perkembangan
Cerebral palsy.

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa


magnesium sulfat antenatal yang diberikan kepada ibu yang berisiko melahirkan bayi
prematur dikaitkan dengan penurunan yang signifikan dalam risiko Cerebral palsy.

Banyak penelitian lain berfokus pada asam amino dan perannya dalam cedera
neurologis. Harapannya adalah lebih banyak yang dapat dilakukan pada periode
neonatal untuk mencegah defisit neurologis permanen yang mengakibatkan cerebral
palsy.

Tidak ada konsesnus yang ditetapkan mengenai di mana atau kapan cedera otak dapat
terjadi, danhal tersebut dapat mencakup lebih dari satu tahap perkembangan otak janin.
Selain itu, penyebabnya multifaktor dan berpotensi multifaktorial seperti insufisiensi
vaskular, infeksi, faktor ibu, atau kelainan genetik yang mendasarinya.
Epidemiologi
Insiden cerebral palsy relatif tidak berubah dalam lebih dari 4 dekade terakhir meskipun
ada kemajuan signifikan dalam perawatan medis neonatus.

Di negara maju, perkiraan prevalensi cerebral palsy secara keseluruhan adalah 2-2,5
kasus per 1000 kelahiran hidup. Prevalensi gangguan ini di antara bayi prematur dan
sangat prematur secara substansial lebih tinggi.

Di negara berkembang, prevalensi cerebral palsy tidak diketahui dengan pasti tetapi
diperkirakan 1,5-5,6 kasus per 1000 kelahiran hidup. Angka-angka ini mungkin mewakili
perkiraan yang terlalu rendah karena kurangnya data, kurangnya akses layanan
kesehatan, representasi yang berlebihan dari kasus yang parah, dan kriteria diagnostik
yang tidak konsisten.

Semua ras dipengaruhi oleh gangguan ini. Status sosial ekonomi yang lebih rendah
dan jenis kelamin laki-laki dapat meningkatkan faktor risiko untuk cerebral palsy.

Berkaitan dengan usia, gangguan yang menimbulkan cerebral palsy terjadi pada masa
perkembangan otak yang belum matang. Menurut sebagian besar referensi, peristiwa
awal ini dapat terjadi kapan saja antara perkembangan prenatal sampai usia 3 tahun.
Namun, anak-anak biasanya tidak terdiagnosis sampai setelah usia 1 tahun, dengan
kondisi yang dapat diidentifikasi karena anak-anak gagal memenuhi standar
perkembangan.

Penyebab
Prenatal

 Pelekatan plasental yang abnormal

 Anoksia

 Iradiasi

 Isoimunisasi Malnutrisi

 Diabetes maternal

 Infeksi maternal terutama rubela saat kehamilan memasuki trimester pertama.

 Tidak adanya kompatibilitas faktor Rh atau golongan darah AB

 Toksemia
Perinatal dan kesulitan kelahiran

 Abruptio placentae

 Kelahiran sungsang

 Tanda vital maternal yang tertekan akibat anestetik umum atau tulang belakang

 Kelahiran dengan forsep

 Oksigenasi otak yang tidak cukup

 Kelahiran multiple, terutama bayi yang lahir dalam kelahiran multiple.

 Placenta previa

 Kelahiran prematur

 Korda yang mengalami prolaps, disertai keterlambatan mengeluarkan kepala

 Proses kelahiran yang berlangsung lama atau cepat secara tidak lazim

Infeksi atau trauma saat masa bayi

BACA JUGA

 Asuhan Keperawatan Infeksi Respiratory Syncytial Virus (RSV)


 Askep Vertigo Dengan Pendekatan Sdki Slki dan Siki
 Askep Meningitis Dengan Pendekatan Sdki Slki dan Siki
 Askep Hidrosefalus Pendekatan SDKI, SLKI dan SIKI

 Infeksi otak seperti meningitis atau ensefalitis

 Tumor otak

 Anomali sirkulatorik serebral yang menyebabkan ruptur pembuluh darah

 Trauma kepala atau cedera otak traumatik

 Kernikterus yang disebabkan oleh eritroblastosis fetalis

 Anoksia dalam waktu lama

 Penyakit sistemik yang menyebabkan trombosis atau embolus serebral


Tanda dan gejala
Cerebral palsy spastik

 Refleks tendon dalam hiperaktif

 Refleks peregangan meningkat

 Kontraksi otot sebagai respons terhadap manipulasi

 Otot melemah

 Kontraksi dan relaksasi otot yang bergantian dengan cepat

 Kecenderungan terhadap kontraktur

 Bagian tubuh yang diserang kurang berkembang

 Berjalan dengan jari kaki dengan cara berjalan seperti gunting, yaitu
menyilangkan satu kaki di depan kaki yang lain

Cerebral palsy atetoid

 Gerakan atetoid: meningkat saat stres, menurun saat rileks, tidak tampak saat
tidur

 Gerakan tidak terkendali atau involunter seperti menggeliat seperti menyentak


tiba tiba yang mengganggu gerakan volunter

 Gerakan involunter yang menyerang lengan lebih berat daripada kaki

 Kesulitan bicara akibat gerakan fasial involunter

Cerebral palsy ataksik

 Ataksia yang membuat gerakan mendadak atau tegas hampir mustahil


dilakukan

 Keseimbangan terganggu

 Refleks hipoaktif

 Tidak ada koordinasi (terutama di lengan)

 Kurangnya gerakan kaki saat masa bayi


 Otot lemah

 Nistagmus

 Gemetar (dan juga gemetar yang bermakna)

 Cara berjalan yang lebar saat anak mulai berjalan

Bentuk campuran

 Keabnormalan gigi

 Gangguan fungsi motorik yang menyebabkan sulit makan, terutama menelan,


sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan

 Gangguan bicara (sekitar 80%)

 Retardasi mental (mencapai 40% pasien)

 Tidak mampu membaca

 Gangguan sawan atau kejang (sekitar 25%)

 Kelainan penglihatan dan pendengaran.

Pemeriksaan diagnostik
Curigai adanya cerebral palsy jika bayi:

 Kesulitan menghisap ASI atau makan

 Jarang bergerak atau gemetar saat melakukan gerakan volunter

 Menyilangkan kakinya saat diangkat dari belakang

 Memiliki kaki yang sulit dipisahkan atau diregangkan antara kaki kanan dan kiri

 Terus menggunakan satu tangan saja atau, saat ia bertambah usia,


menggunakan kedua tangannya dengan baik, tetapi kakinya tidak.

 Computed tomography scan dan magnetic resonance imaging bisa membantu


menyingkirkan masalah lain.

Penanganan
Penanganan cerebral palsy yang utama adalah penanganan suportif dan meliputi:

 Penyangga atau bebat dan alat khusus, misalnya peralatan makan yang telah
diadaptasi dan dudukan toilet rendah yang dilengkapi lengan, untuk membantu
pasien mandiri dalam melakukan aktivitas

 Latihan jangkauan pergerakan untuk meminimalkan kontraktur

 Pembedahan ortopedi untuk mengoreksi kontraktur

 Phenytoin (Dilantin), phenobarbital, atau antikonvulsan lain untuk meminimalkan


kejang

 Relaksan otot atau bedah saraf.

Asuhan Keperawatan
Intervensi Umum

 Beri makanan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi anak. Jaga
atmosfer yang sunyi dan tidak tergesa-gesa dengan gangguan sesedikit
mungkin.

 Mungkin anak membutuhkan peralatan khusus seperti bangku dengan


penyangga kaki.

 Minta ia menempatkan makanan jauh di bagian belakang mulut untuk


memudahkannya menelan.

 Dorong anak mengunyah makanannya sampai benar-benar lumat, minum


melalui sedotan, dan mengisap permen lolipop untuk mengembangkan kontrol
otot yang diperlukan untuk meminimalkan kebiasaan meneteskan air liur.

 Izinkan anak membasuh badan dan berpakaian sendiri, bantu ia seperlunya.


Anak mungkin memerlukan modifikasi pakaian.

 Lakukan perawatan secara perlahan untuk meminimalkan spasitas otot makin


parah

 Dorong anak dan keluarganya berpartisipasi dalam perawatannya sehingga


mereka bisa melanjutkannya di rumah.

 Jika anak mengalami spastisitas, secara lembut rotasikan tangan atau kaki ke
arah dalam, kemudian rotasikan keluar. Ulangi tindakan ini untuk membantu
merilekskan ekstremitas yang mengalami spastisitas. Tekanan pada tendon
yang terletak di lekuk sendi saat rotasi akan meningkatkan relaksasi. Secara
lembut, ambil aspek lateral tangan dan gerakkan ke dalam keluar untuk
membuka tangan yang mengalami spastisitas.

 Saat memosisikan anak, panjangkan sisi yang turun, untuk memastikan bahwa
bahu yang turun sedikit tertarik keluar dan bahwa semua anggota tubuh
tertopang dengan baik.

 Ortotik tangan dan kaki bisa berguna untuk menjaga mobilitas.

 Kenali stres yang dialami keluarga dan bantu mereka mengatasinya.

 Sarankan orang tua mengunjungi organisasi komunitas suportif seperti cerebral


Palsy Association.

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki

1. Gangguan Mobilitas Fisik b/d Keterlambatan Perkembangan – Gangguan


Kognitif (D.0054)

Luaran: Mobilitas Fisik Meningkat (L. 05042)

 Pergerakan ekstermitas meningkat


 Kekuatan otot meningkat
 Rentang Gerak (ROM) meningkat
 Kecemasan menurun
 Kaku sendi menurun
 Gerak tidak terkoordinasi menurun
 Gerakan terbatas menurun
 Kelemahan fisik menurun

Intervensi Keperawatan: Dukungan Ambulasi (I.06171)

 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya


 Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
 Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)
2. Risiko Defisit Nutrisi b/d ketidakmampuan menelan dan mencerna makanan
(D.0019)

Luaran: Status nutrisi membaik (L.03030)

 Porsi makan yang dihabiskan meningkat


 Kekuatan otot mengunyah meningkat
 Kekuatan otot menelan meningkat
 Serum albumin meningkat
 Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
 Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat
 Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman meningkat
 Sikap terhadap makanan/ minuman sesuai dengan tujuan kesehatan
 Perasaan cepat kenyang menurun

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Nutrisi (I. 03119)

 Identifikasi status nutrisi


 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

b. Promosi Berat Badan

 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang


 Monitor adanya mual dan muntah
 Monitor jumlah kalorimyang dikomsumsi sehari-hari
 Monitor berat badan
 Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
 Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
 Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi pasien( mis. Makanan dengan
tekstur halus, makanan yang diblander, makanan cair yang diberikan
melalui NGT atau Gastrostomi, total perenteral nutritition sesui indikasi)
 Hidangkan makan secara menarik
 Berikan suplemen, jika perlu
 Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk peningkatan yang dicapai
 Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namuntetap terjangkau
 Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan

3. Gangguan Komunikasi Verbal b/d gangguan neuromuskuler (D.0119)

Luaran: Komunikasi Verbal meningkat (L.13118)

 Kemampuan berbicara meningkat


 Kemampuan mendengar meningkat
 Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat
 Kontak Mata meningkat
 Pelo dan gagap menurun
 Respon perilaku meningkat
 Pemahaman komunikasi meningkat

Intervensi Keperawatan: Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (I.13492)

 Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dasn diksi bicara


 Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan
bicara
 Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang menganggu bicara
 Identifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi
 Gunakan metode Komunikasi alternative (mis: menulis, berkedip, papan
Komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan computer)
 Sesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan (mis: berdiri di depan
pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu gagasan atau
pemikiran sekaligus, bicaralah dengan perlahan sambil menghindari
teriakan, gunakan Komunikasi tertulis, atau meminta bantuan keluarga
untuk memahami ucapan pasien.
 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
 Ulangi apa yang disampaikan pasien
 Berikan dukungan psikologis
 Gunakan juru bicara, jika perlu
 Anjurkan berbicara perlahan
 Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan berbicara
 Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

4. Risiko Cedera b/d perubahan fungsi psikomotor (D.0136)

Luaran: Tingkat Cedera menurun (L.14136)

 Toleransi aktivitas meningkat


 Nafsu dan toleransi makanan meningkat
 Kejadian cedera menurun
 Luka lecet dan perdarahan menurun
 Ekspresi wajah kesakitan menurun
 Agitasi dan iratibilitas menurun
 Gangguan mobilitas dan kognitif menurun
 Tekanan darah, nadi, frekwensi nafas, dan denyut jantung membaik
 Pola Istirahat tidur membaik

Intervensi Keperawatan

a. Manajemen Keselamatan Lingkungan

 Identifikasi kebutuhan keselamatan


 Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
 Hilangkan bahaya keselamatan, Jika memungkinkan
 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
 Sediakan alat bantu kemanan linkungan (mis. Pegangan tangan)
 Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel samping, pintu terkunci, pagar)
 Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan

b. Pencegahan Cidera

 Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera


 Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas
bawah
 Sediakan pencahayaan yang memadai
 Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan rawat inap
 Sediakan alas kaki antislip
 Sediakan urinal atau urinal untk eliminasi di dekat tempat tidur, Jika perlu
 Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
 Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
 Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
 Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk beberapa menit
sebelum berdiri

5. Gangguan Tumbuh Kembang b/d Efek ketidakmampuan fisik (D.0106)


Luaran: Status Perkembangan membaik (L.10101)

 Keterampilan perilaku sesuai usia meningkat


 Berat badan dan panjang/tinggi badan sesuai usia meningkat
 Lingkar kepala meningkat
 Kecepatan pertambahan berat badan meningkat
 Indeks massa tubuh meningkat
 Asupan nutrisi meningkat
 Kemampuan melakukan perawatan diri meningkat
 Respon sosial meningkat
 Kontak mata meningkat
 Kemarahan dan regresi menurun
 Afek dan pola tidur membaik

Intrevensi Keperawatan:

a. Perawatan Perkembangan (I. 10339)

 Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak


 Identifikasi isyarat prilaku dan fisiologis yang di tunjukkan bayi
 Pertahankan sentuhan seminimal mungkin pada bayi premature
 Berikan sentuhan yang bersifat gentle dan tidak ragu ragu
 Minimalkan nyeri
 Minimalkan kebisingan ruangan
 Pertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan optimal
 Motivasi anak berinteraksi dengan anak lain
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

b. Promosi Perkembangan Anak (10340)

 Identifikasi kebutuhan khusu anak dengan teman sebaya


 Fasilitasi hub anak dengan teman sebaya
 Dukung anak berinteraksi dengan anak lain
 Dukung anak mengekspresikan perasaannya secara positif
 Dukung anak dalam bermimpi atau berfantasi
 Dukung partisipasi anak di sekolah, ekstrakurikuler dan aktivitas
komunitas
 Berikan mainan yang sesuai dengan usia anak
 Bacakan dongeng/ cerita untuk anak
 Sediakan kesempatan dan alat alat untuk menggambar, melukis dan
mewarnai
 Sediakan mainan berupa puzzle dan maze
 Jelaskan anama nama benda obyek yang ada di lingkungan sekitar
 Ajarakan pengasuh milestones perkembangan dan prilaku yang dibentuk
 Ajarkan sikap kooperatif, bukan kompetisi diantara anak
 Ajarkan anak cara meminta bantuan dari anak lain, jika perlu
 Ajarkan teknik asertif pada anak dan remaja
 Demonstrasikan kegiatan yang meningkatkan perkembangan pada
pengasuh
 Rujuk untuk konseling, jika perlu

6. Defisit Perawatan Diri b/d kelemahan dan Gangguan neuromuskuler (D.0109)

Luaran: Perawatan diri meningkat (L.11103)

 Kemampuan mandi meningkat


 Kemampuan mengenakan pakaian meningkat
 Kemampuan makan meningkat
 Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) meningkat
 Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri meningkat
 Minat melakukan perawatan diri meningkat
 Mempertahankan kebersihan diri meningkat
 Mempertahankan kebersihan mulut meningkat

Intervensi Keperawatan:

 Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia


 Monitor tingkat kemandirian
 Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan
makan
 Sediakan lingkungan yang teraupetik
 Siapkan keperluan pribadi
 Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
 Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
 Jadwalkan rutinitas perawatan diri
 Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

Anda mungkin juga menyukai