Anda di halaman 1dari 7

Cerebral Palsy

Adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif. Terjadi
pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) dan merintangi perkembangan otak normal dengan
gambaran klinis dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalamsikap dan
pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastic, gangguan ganglia basal dan
sereblim dan kelianan mental. (Latief, abdul dkk. 2007)

Cerebral palsy adalah istilah nonspesifik yang digunakan untuk gangguan pergerakan dan
postur. Penyakit ini nonprogresif dan mungkin disertai dengan masalah perceptual, deficit
bahasa, dan perjalanan penyakit bervariasi dan ditandai dengan tonus serta koordinasi otot
abnormal sebagai gangguan primer. Cerebral palsi merupakan disabilitas fisik permanen yang
banyak terjadi pada masa anak-anak diinsidensinya dilaporkan sekitar 1,5 – 3 per 1000 kelahiran
hidup. (Dabney, Lipton, dan Miller, 1997)

Berbagai faktor prenatal, perinatal, dan pascanatal berkontribusi pada etiologi cerebral
palsy baik tunggal maupun banyak faktor. Meskipun hipotesis yang kuat menyatakan bahwa
cerebral palsy bersumber dari masalah perinatal, khususnya asfiksia lahir, saat ini diketahui
bahwa cerebral palsy lebih sering berasal dari abnormalitas otak prenatal. Pelahiran premature
berlanjut menjadi faktor resiko tunggal yang paling penting bagi saraf pusat. Namun, pada kira-
kira 24% kasus, tidak ada penyebab yang jelas. (Paneth, 1993)

Klasifikasi Cerebral Palsy

1. Klasifikasi manurut tipe fisioligis

A. Cerebral palsy spastik.

Ventuk cerebral palsy yang tersering, terjadi pada 70-80% individu dengan cerebral
palsy. Tipe ini diakibatkan oleh cedera pada upper motor neuron traktus
piramidalis. Anak dengan bentuk cerebral palsy ini sering menunjukan hipotonia
trunkus pada tahun pertama kehidupannya. Spastisitas yang merupakan resistensi
terhadap peregangan bergantung kecepatan, menjadi jelas pada usia 2 tahun dan
secara khas disertai dengan peningkatan reflex tendo dalam dan klonus.

B. Cerebral palsy diskinetik.

Terjadi pada 10-15% individu dengan cerebral palsy. Tipe ini ditandai dengan
berbagai kelainan tonus yang melibatkan seluruh tubuh. Terdapat juga gerakan-
gerakan involunter yang sering juga disertai dengan gerakan tersentak involunter
yang disebut chorea. Bentuk cerebral palsy ini adalah akibat dari cedera pada
ganglia basalis dan secara klasik dihubungkan dengan kern ikterus. Cerebral palsy
tipe ini menjadi lebih jarang dengan adanya manajemen hiperbilirubinemia
neonates yang agresif. Pada cerebral palsy diskenetik ini, jumlah kejang lebih
sedikit dan fungsi kongnitif lebih normal dari pada bentuk cerebral palsy lain,
walaupun gangguan pendengaran lebih sering terjadi dan gangguan bicara motorik
dapat menyerupai retardasi.

C. Cerebral palsy ataksik

5% kasus cerebral palsy. Bentuk cerebral palsy yang jarang ini merupakan akihbat
dari cedera serebelum. Tipe ini ditandai dengan kelainan gerakan volunteer dan
keseimbangan. Anak dengan tipe ini mempunyai gaya berjalan tidak stabil, berbasis
lebar, dan sering juga menderita kelainan tonus otot.

D. Cerebral palsy campuran

10-15% dari semua kasus. Istilah yang dgunakan bila ada lebih dari satu tipe pola
motorik dan bila satu pola tidak secara jelas mendominasi yang lain. Cerebral palsy
ini secara khas disertai dengan banyak komplikasi, termasuk deficit sensoris,
kejang-kejang, dan gangguan kongsitif persepsi.

2. Klasifikasi menurut distribusi

A. Displegia spastik

25-35% individu dengan cerevral palsy mengenai ekstermitas bawah dan secara khas
terjadi pada bayi berat badan lahir rendah. Tipe ini disebabkan oleh asfiksia serebral,
dengan atautanpa perdarahan inventrikular dari matriks germinal imatur.

B. Kuadriplegia spastik

40-45% melibatkan keempat ekstermitas, tipe ini disebabkan oleh berat badan lahir
rendah dan asfiksia berat serta dapat mengakibatkan RM, kejang, kesulitan makan,
skoliosis dan masalah ortopedi lainnya.

C. Hemiplagia spastik

25-40% dapat disebabkan oleh situasi seperti yang baru diuraikan, tetapi dapat juga
disebabkan oleh kerusakan serebrovaskular, misalnya fenomena emboli atau malformasi
vascular. Bisa terdapat gangguan motorikdan kesulitan pemrosesan bahasa yang
bermakna

Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:


1. Pranatal : infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelianan pada janin,
misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubella dan penyakit inklusi sitomegalik. Kelainan
yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental. Anoksia dalam
kandungan, terkena radiasi sinar – x dan keracunan kehamilan yang menimbulnya
cerebral palsy.
2. Perinatal :

a. Anoksia/hipoksia

Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah “brain injury”. Keadaan
inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat pada keadaan presentasi
bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi
plasenta, partus menggunakan bantuan instrument tertentu dan lahir dengan seksio
kaesar.

b. Perdarahan otak

Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya,


misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan
dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia, perdarahan dapat terjadi diruang
subaraknoid akan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mengakibatkan
hidrosefalus. Perdarahan diruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga
timbul kelumpuhan spastis.

c. Prematuritas

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak
dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan, karena pembumbuluh darah, enzim,
faktor pembeluan darah dan lain-lain masih belum sempurna.

d. Ikterus

Ikterus pada neonates dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat
masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas
golongan darah.

e. Meningitis purulenia

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terhambat atau tidak tepat pengobatannya
akan mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral palsy.
3. Postnatal : setiap kerusakan pad ajaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat
menyebabkan “cerebral palsy”. Misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensefalitis dan
luka parut pada otak pasca operasi.

Patofisiologi Cerebral Plasy

Sulit untuk menentukan lokasi lesi neurologik dengan tepat berdasarkan pada etiologi
atau tanda-tanda klinis, karena tidak ada pola patologis yang khas. Sebagian pasien malformasi
otak, pasien terbukti mengalami oklusi vascular, atrofi, kehilangan neuron, dan degenerasi.
Anoksi berperan paling signifikan pada keadaan patologis kerusakan otak, yang sering terjadi
sekunder pada mekanisme penyebab lainnya. (Donna L. Wong, 2008)

Kelainan tergantung dari berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Pada keadaan
yang berat tampak ensafalomalasia kistik multiple atau iskemia yang menyeluruh. Pada keadaan
yang lebih ringan terjadi ‘patchy necrosis’ didaerah paraventrikular substansia alba dan dapat
terjadi atrofi yang difus pada substansi grisea korteks serebri. Kelahiran tersebut dapat fokal atau
menyeluruh tergantung tempat yang terkena. (Latief, abdul dkk. 2007.)

Manifestasi Klinis Cerebral Palsy

Gejala klinis yang bisa dilihat dari gangguan motorik berupa kelaianan fungsi dan
lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang menyulitkan gambaran klinis “cerebral palsy.
Kelainan fungsi motorik terdiri dari:

1. Spasisitas

Terdapat peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus dan reflek babinski
yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita
dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot,
karena hal itu tampak sikap yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur. Kerusakan
biasanya terletak pada kortikospinalis. Golongan spastisitas ini meliputi 2/3 – ¾ penderita
cerebral palsi.

2. Tonus otot yang berubah

Pada usia bulan pertama tampak flasid dan berbaring seperti kodok terlentang, sehingga
tampak seperti kelaiann pada “lower motor neuron”. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi
perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak flasid dan
sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau diperiknya tonus ototnya
berubah menjadi spastis. Kerusakan biasanya terletak pada batang otak dan disebabkan oleh
asfiksia perinatal dan ikterus. Golongan ini meliputi 10 – 20% dari kasus serebral palsy.
3. Koreo- atetosis

Sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involunter
movement). Pada 6 bulan pertama tampak bayi flasid, tetapi sesudah itu barulah muncul
kelainan tersebut, tampak adanya perebuhan tonus otot, timbul juga gejala spasisitas dan
ataksia. Kerusakan terletak di ganglia basal dan disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus
kern. Golongan ini meliputi 5-15% dari kasus serebral palsy.

4. Ataksia

Ataksia ialah gangguan koordinasi. Golongan ini biasanya flasid dan menunjukan
perkembangan motorik yang terlambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar
duduk. Mulai berjalan sangan lambat dan semu pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan
ini terjadi di serebelum. Golongan ini terdapat kira-kira 5% dari kasus cerebral palsy.

5. Gangguan pendengaran

Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit
menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis. Golongan ini terdapat 5-10%
anak dengan cerebral palsy.

6. Gangguan bicara

Disebabkan oleh gangguan pendengaran dan reterdasi mental gerakan yang terjadi dengan
sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga nak
sulit membentuk kata-kata dan sering tampak berliur.

7. Gangguan Mata

Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelianan refraksi. Pada keadaan
asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hamper 25% penderita cerebral palsy menderita
kelainan mata.

Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan anak fakultas
kedokteran universitas Indonesia.
WOC Neuralgia Trigeminal

Idiopatik

Tumor (neurinoma, akustik, NEURALGIA TRIGEMINAL


osteoma, angioma,dsb)

Sclerosis multiple Pencabutan gigi Sinusitis dan trauma


yang tidak benar pada hidung
Kompresi pembuluh darah
Adabya plak
arteri vena
demielinas Infeksi mandibula Abses orofasial
dan atau maksila
Malformasi pembuluh darah
Oksigen tidak bisa
arteri vena Kompresi nervus
masuk ke otak
Abses dental optikus
Peningkatan aktifitas aferen Infark serebri
serabut saraf Nyeri mengunyah Penurunan sensasi
kornea

MK: ganngguan
perfusi jaringan MK: resiko cedera
serebri mata

Komprei nervus Ekskresi asam


MK: ketidakseimbangan
trigeminus aminoeksitatori glutamat
nutrsi kurang dari
kebutuhan
Letupan spontan Potensial aksi dan aksivasi
intraneuron N reseptor glutamate lain. N
trigeminus methyl-D-aspartate
Mk: kurangnya
pengetahuan mengenai
kondisi dan kebutuhan
Pe Ca2- di CIS
pengobatan

Sensitifitas sentral Medika mentosa yang terlalu


jangka panjang lama dengan
antikonvalsan
MK: Nyeri akut
WOC cerebral palsy

Cerebral
Palsy

Malformasi Socsio
kongental ceasare

Hambatan Nyeri Diplegia, Pusat Asfiksia


komunikasi akut Hemiplegi, pernapasan kongenital
verbal kelumpuhan terganggu
spastisitas,
tetraplegia

Muntah , Cedera otak


Anoksia
nyeri

Anda mungkin juga menyukai