Anda di halaman 1dari 26

LP & ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny.

M DENGAN
DIAGNOSA MEDIS EXTRA CEREBRAL HEMORRHAGE (ICH) POST OP
CRANIOTOMI DI RUANG ICU

Oleh:
NUR SOFIYATI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JAKARTA SELATAN
2022
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan intracerebral (ICH) merupakan pecahnya pembuluh darah

intracerebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah kemudian masuk ke

dalam jaringan otak (Junaidi, 2011). Perdarahan intrakranial adalah perdarahan

yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada

dalam jaringan otak. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi perdarahan di

anatar neuron otak yang relatif normal. Indikasi dilakukan operasi adanya daerah

hiperdens, diameter > 3 cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah (Huda &

Kusuma, 2015). Masalah keperawatan pada pasien perdarahan intracrebral yang

sering muncul yaitu penurunan kapasitas adaptif intracranial

Menurut World Health Organization, di seluruh dunia stroke menjadi

penyebab utama kematian nomor dua. Secara global, 70% kematian disebabkan

oleh stroke (WHO, 2016). Stroke hemoragik dibagi dua jenis yaitu Intracerebral

Haemorrage (ICH) dan Subaracnoid Haemoragge (SAH).Menurut data dari WHO

(2016) pasien yang terkena SAH meninggal sebelum sampai rumah sakit dan 25%

meninggal dalam 24 jam. Pasien stroke hemoragik yang tanpa pengobatan lebih

lanjut 25% - 30% akan mengalami perdarahan ulang (WHO,20l6). Berdasarkan

hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi stroke tertinggi di Indonesia

pada tahun 2013 yaitu terjadi di provinsi Jawa Timur l6%o 100.000 penduduk.

Terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi prevalensi kejadian stroke di

Indonesia, seperti tempat tinggal yaitu desa maupun kota (dengan prevalensi di

kota lebih besar sekitar l2,7%o daripada di desa); faktor jenis kelamin yaitu lebih

banyak laki-laki (7,1%o) daripada perempuan (6,8%o); dan cenderung pula pada
2

masyarakat dengan pendidikan yang rendah serta tidak memiliki pekerjaan (Riset

Kesehatan Dasar, 2013).. Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal

28 Januari 2020 di RSPAL dr.Rame1an Surabaya di ruang ICU IGD,

didapatkan yang menderita ICH dari bulan April sampai Juli 2020 sebanyak

123 (50%) pasien dari 246 pasien.

Perdarahan intraserebral terjadi pada parenkim otak itu sendiri,

penyebab perdarahan intraserebral, antara lain hipertensi, aneurisma,

malformasi arteroivenous, neoplasma, gangguan koagulasi, antikoagulan,

vaskulitis, trauma, dan idiopatik (Raisa, 2014). Perdarahan intraserebral berlaku

secara mendadak. Setengah dari pada jumlah penderita mengeluh serangan

dimulai dengan nyeri kepala yang berat dan sering sewaktu melakukan aktivitas.

Namun pada penderita yang usianya lebih lanjut nyeri kepalanya lebih ringan

atau tidak ada. Gejala disfungsi menggambarkan perkembangan yang terus

menerus memburuk dari pada perdarahan. Dalam rentang Golden Period,

sebaiknya seorang penderita stroke harus sudah dibawa ke rumah sakit dengan

fasilitas yang mendukung, supaya dampak stroke lebih mudah diterapi dan

tidak permanen. Bila waktu penanganan melewati Golden Period, maka

dilakukan terapi konservatif, yaitu pemberian terapi injuri, pengendalian faktor

resiko rehabilitatif, dan mencegah stroke berulang. Masa golden period

sebaiknya digunakan sebaik-baiknya dan dikenali dengan baik oleh penderita

hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, serta lemah jantung

(Mufattichah, 2012). Gejala klinis stroke Intra Cerebral Hemorrhage (ICH)

meliputi kelemahan, kelumpuhan setengah badan, kesemutan, hilang sensasi

atau mati rasa setengah badan. Selain itu, setengah orang juga mengalami sulit

berbicara atau bicara pelo, merasa bingung, masalah


3

penglihatan, mual, muntah, kejang dan kehilangan kesadaran secara umum

(FKUI-RSCM, 2015). Masalah keperawatan yang sering muncul pada

penyakit Intra Cerebral Hemorrhage (ICH), seperti penurunan kapasitas

adaptif intracranial, dampak terburuknya akan terjadi Perdarahan terus-

menerus, Infeksi, Kerusakan saraf intrakranial, Koma (Aguilar, 2011). Risiko

bila tidak terpenuhi kebutuhan dasar manusia akan menyebabkan komplikasi

bahkan sampai kematian.

Perawat diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan dengan

menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi masalah

keperawatan mulai dari masalah fisik, psikologis, sosial, spiritual. Pada peran

ini perawat diharapkan mampu memberikan pelayanan keperawatan kepada

individu sesuai diagnosis masalah yang terjadi. Perawat menggunakan proses

keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan mulai dari masalah

fisik sampai pada masalah psikologis (Afandi, 2009). Peran perawat adalah

seperangkat tingkah laku yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan profesinya.

Peran perawat dalam melakukan perawatan diantaranya sebagai care giver

(pemberi asuhan keperawatan), client advocate (advokator), client educator

(pendidik), change agent (agen pengubah), peneliti, consultant (konsultan),

dan collaborator (kolaborasi). Peran perawat ini dipengaruhi oleh keadaan dan

bersifat tetap . Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan (Care Giver)

merupakan peran yang paling utama bagi seorang perawat atau pemberi asuhan

keperawatan harus memberikan asuhan keperawatan profesional kepada pasien

meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi hingga evaluasi. Perawat

melakukan observasi terhadap kondisi pasien, melakukan pendidikan kesehatan,

serta memberikan informasi


4

yang terkait dengan kebutuhan pasien sehingga masalah dapat teratasi dan

pengendalian faktor resiko melalui pengobatan (Sinaga & Sembiring, 2019). Pada

pasien Perdarahan intracerebral juga muncul masalah Bersihan jalan nafas

tidak efektif dapat dilakukan tindakan monitoring suara nafas tambahan,

fisioterapi dada dan melakukan suction, sedangkan pada hipertermia dapat

dilakukan tindakan monitoring suhu tubuh pasien dan kolaborasi pemberian

cairan dan elektrolit intravena, pada Resiko perfusi jaringan serebral dapat

dilakukan tindakan monitor frekuensi jantung, monitor tanda-tanda vital,

monitor perlambatan dan ketidaksimetrisan pupil, kolaborasi pemberian obat

untuk otak (SIKI, 2018).


Konsep Anatomi dan Fisiologi Otak

2.1.1 Anatomi Fisiologi Otak

Otak terdiri dari neuron, ganglia, dan berbagai se1 pendukung. Otak

manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon),

menerima 20% curah jantung, memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh,

dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan

yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan

terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa (Ulfah, 2017)

Otak besar (Serebrum) merupakan bagian terbesar dan terdepan dari

otak manusia. Otak besar mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas

mental, yang berkaitan dengan kepandaian (Intelegensi), ingatan (memori),

kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar terdiri atas Lobus Oksipitalis sebagai

pusat pendengaran, dan Lobus frontalis yang berfungsi sebagai pusat

kepribadian dan pusat komunikasi. Otak kecil (Serebelum) mempunyai fungsi

utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot, keseimbangan dan posisi

tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan

sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil juga berfungsi

mengkoordinasikan

10
gerakan yang halus dan cepat. Otak Tengah (Mesensefalon), terletak di depan otak

kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi penting pada refleks mata, tonus

otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh. Otak Depan (Diensefalon),

terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua

rangsang dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam

pengaturan suhu, pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap bangun, dan

penumbuhan sikap agresif. Jembatan Varol (Pons Varoli), merupakan serabut

saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan. Selain itu,

menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

LimbicSysem

Amygdala “'”

Paiahippocampal
gyruS

Spintł k0fd

Gambar 2.1 Anatomi Otak (Ariani, 2013)

2.1.2 Sifat dan Fungsi Saraf Kranial


Ada 12 pasang saraf cranialis. Beberapa adalah serabut campuran,

yaitu gabungan saraf motorik dan saraf sensorik, sementara yang lain hanya

saraf motoric, ataupun hanya saraf sensorik.


12

Tabel 2.1 Sifat dan Fungsi Saraf Kranial

SARAF KRANIAL KOMPONEN FUNGSI


I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil, sebagian besar
gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke
dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter
(menutup rahang dan
mengunyah) gerakan rahang ke
lateral
Sensorik - Kulit wajah, 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata, mukosa
hidung dan rongga mulut,
lidah dan gigi
- Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen sensorik
dibawa oleh saraf kranial V,
respons motorik melalui saraf
kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah
termasuk otot dahi, sekeliling
mata serta mulut, lakrimasi dan
salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa,
manis, asam, dan asin)
VIII Cabang Sensorik Keseimbangan
Vestibularis
vestibulokoklearis
Cabang koklearis Sensorik Pendengaran
Motorik Faring: menelan, refleks muntah
IX Glossofaringeus Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, rasa pahit
13

Motorik Faring: menelan, refleks muntah,


fonasi; visera abdomen
X Vagus
Sensorik Faring, laring: refleks muntah,
visera leher, thoraks dan abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas dari otot trapezius:
pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
Sumber : Munir (2017)

2.2 Konsep Penyakit Intra Cerebral Hemorrhage (ICH)

2.2.1 Definisi Intra Cerebral Hemorrhage (ICH)

Intra Cerebral Hemorrhage (ICH) adalah ekstravasi darah yang

berlangsung spontan dan mendadak ke dalam parenkim otak yang bukan

disebabkan oleh trauma (Non Traumatis) (Munir, 2017). Intra Cerebral

Hemorrhage (ICH) adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak

biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Pada

pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi hiperdens yang mengikuti arah girus-

girus serebri di daerah yang konservatif, tidak memerlukan terapi operatif

(Huda & Kusuma, 2015).

2.2.2 Etiologi
Intra Cerebral Hemorrhage (ICH) bukan disebabkan oleh benturan antara

parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan

deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang

terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan

subkortikal (FKUI-RSCM, 2015).


14

Gambar 2.2 Lokasi dan perdarahan yang dapat terjadi pada PIS

Penyebab utama stroke ICH dapat dikelompokkan dalam tiga kategori menurut

(Munir, 2017) yaitu :

1. Faktor anatomik pembuluh darah otak adalah Arterivenous

Malformation (AVM), Microaneurisme, Amyloid angiopathy,

Cerebral venous disease (CVOD)

2. Faktor dinamik yaitu hipertensi

3. Faktor hemostatik yaitu dengan trombosit atau system koagulasi

darah, penggunaan terapi obat antikoagulan

2.2.3 Faktor Risiko


1. Usia
Usia merupakan faktor risiko terbanyak pada perdarahan intraserebral,

insidensinya meningkat secara dramatis pada penderita usia lebih

daripada 60 tahun (Carhuapoma, 2010).

2. Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling penting dan merupakan

faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada perdarahan

intraserebral.Penderita hipertensi yang tidak mendapatkan terapi lebih

berat dibandingkan penderita hipertensi yang mendapatkan terapi.


15

Diantara faktor risiko perdarahan intraserebral, hipertensi

diperkirakan sebagai faktor risiko perdarahan pada daerah deep

hemisfer dan brainstem (Carhuapoma, 2010).

3. Cerebral Amyloid Angiopati (CAA)

Cerebral Amyloid Angiopati merupakan faktor risiko yang jarang terjadi

dari perdarahan intraserebral, akan tetapi sekarang menjadi pertimbangan faktor

risiko dari perdarahan intraserebral khususnya perdarahan lobar pada penderita

usia lanjut. Gambaran patologi yang utama adalah deposit protein amiloid pada

media dan adventitia dari arteri leptomeningeal, arteriol, kapiler dan paling

sedikit pada vena. Patogenesis CAA pada perdarahan intraserebral adalah

destruksi pada struktur vaskular yang normal melalui deposisi amiloid pada media

dan adventitia dan rangkaian formasi aneurisma. Pembuluh darah yang rapuh

dan mikroaneurisma menjadi pemicu rupturnya pembuluh darah (Carhuapoma,

2010).

4. Aneurisma dan Malformasi Vaskular

Meskipun rupture aneurisma Berry menjadi penyebab perdarahan

subarakhnoid, akan tetapi perdarahan secara langsung pada parenkim otak

tanpa ekspansi ke subarakhnoid dapat menyebabkan perdarahan

intraserebral. Malformasi vaskular yang berhubungan dengan perdarahan

intraserebral termasuk arterivenousmalformation (AVM), malformasi

kavernosus, dural arteriovenous fistula, malformasi vena dan capillary

telengiactesis (Carhuapoma,2010)
16

5. Hipokolesterolemia

Beberapa penjelasan mengenai hubungan kolesterol rendah dengan

perdarahan intraserebral adalah pengurangan agregasi platelet, peningkatan

fragilitas dan vaskularisasi serebral. Sehingga dari hasil penemuan ini,

muncul teori yang berkembang luas bahwa penggunan obat penurun

kolesterol dapat meningkatkan risiko perdarahan intraserebral (Carhuapoma,

2010).

2.2.4 Patofisiologi
Sebagian besar Perdarahan intraserebral ini disebabkan oleh karena ruptur

arteria serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah

dari pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau

didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan

tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak,

sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme

ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan

aneorisma- aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang

menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin

besar dan kadang- kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan

fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per

100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100

gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi

struktur se1 masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat

dibutuhkan oleh otak sedangkan 02 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir

tidak ada cadangan 02 dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan

aliran darah setiap saat. Bila suplay 02 terputus 8-10 detik akan terjadi

gangguan fungsi otak, bila lebih


17

lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan

kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan

menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat

berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.

Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa

menit, jam bahkan beberapa hari (Corwin, 2011).

Mekanisme ICH yang sering terjadi adalah faktor dinamik yang berupa

penigkatan tekanan darah. Hipertensi kronis yang menyebabkan pembuluh darah

arteriol yang berdiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan yang

patologik. Perubahan tersebut berupa lipohyalinosis, fragmentasi, nekrosis

fibrinoid, dan mikroaneurisma (Charcot Bouchard) pada arteria perforans kecil di

otak. Kenaikan tekanan darah secara mendadak ini dapat menginduksi

pecahnya pembuluh darah. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka akan

menyebabkan perdarahan. Perdarahan dapat berlanjut sehingga 6 jam dan jika

volume perdarahan besar sehingga akan menyebabkan kerusakan pada struktur

anatomiotak justru menyebabkan gejala klinis. Perdarahan yang luas ini boleh

menyebabkan destruksi jaringan ota, peningkatan intracranial (TIK),

penurunan perfusi ke otak, gangguan drainase otak dan yang lebih berat dapat

menyebabkan herniasi otak (Munir, 2017).


2.3 Kerangka Masalah
Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, , Hipertensi, Malformasi Arteri Venosa,
Aneurisma, Distrasia darah, Obat, Merokok

Pecahnya pembuluh darah


otak (perdarahan intracranial)

Darah masuk ke dalam


jaringan otak

Penatalaksanaan Darah membentuk massa


Kraniotomi
atau hematoma

Luka insisi —p• Port d'entri


pembedahan Mikroorganisme Penekanan pada jaringan
otak

Resiko infeksi
Peningkatan Tekanan
Intracranial

Metabolisme Gangguan aliran darah Fungsi otak menurun


Sel melepaskan
anaerob dan oksigen ke otak
mediator nyeri
prostaglandin, Refleks menelan
sitokinin Risiko Perfusi Kerusakan
Vasodilatasi menurun
Serebral Tidak neuromotorik
pembuluh darah
Efektif
Kelemahan otot Anoreksia
Impuls ke pusat
nyeri di otak progresif
(thalamus) Defısit nutrisi

ADL dibantu
Impuls ke pusat
nyeri di otak
Hambatan mobilitas
Somasensori korteks fisik
otak : nyeri
dipersepsikan

Nyeri Akut
2.3.1 Manifestasi Klinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba, ha1 ini terkadang

diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun

begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada.

Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjad i memburuk

sebagaimana peluasan pendarahaan. Tanda gejala meliputi kelemahan,

kelumpuhan setengah badan, kesemutan, hilang sensasi atau mati rasa

setengah badan. Selain itu, setengah orang juga mengalami sulit berbicara

atau bicara pelo, merasa bingung, masalah penglihatan, mual, muntah, kejang

dan kehilangan kesadaran secara umum (FKUI-RSCM, 2015).

Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati

rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang

kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan

kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang

berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau

kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan

bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut (Corwin, 2011)

manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :

a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan

membesarnya hematom.

b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.

c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.

d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.

e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan

gerakan motorn dapat timbul segera atau secara lambat.


2.3.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan CT Scan dapat dilakukan untuk mengevaluasi adanya

ICH. Gambaran yang dapat diberikan oleh CT Scan antara lain satu atau lebih

hematoma yang terlokalisir dan kadang-kadang terletak pada lokasi yang

dalam. Selain itu, dapat juga ditemukan edema pada area disekelilingi

hematoma. Jika pada CT Scan pertama tidak ditemukan perdarahan yang tidak

sesuai dengan enerji trauma, atau jika terdapat perdarahan intra serebral yang

sedikit, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT Scan follow up untuk

mendeteksi delayed ICH (FKUI-RSCM, 2015). CT Scan kepala didapatkan

gambaran hyperdense, MRI Kepala, MR Angiografi Serebral, X Ray Thorax

(Munir, 2017).

2.3.3 Penatalaksanaan Medis

Tatalaksana ICH dapat berupa konservatif atau operatif. Menegemen

operatif dapat dilakukan jika terdapat indikasi berupa penurunan kesadaran

dan adanya pergeseran atau shifting garis tengah dan letak hematoma pada regio

lobus temporal karena dapat menimbulkan herniasi meskipun tidak terdapat

peningkatan intracranial (FKUI-RSCM, 2015). Sedangkan, terapi stroke

pendarahan intraserebral menurut (Munir, 2017) :

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

2. Terapi umum (suportif) yaitu stabilisasi jalan nafas dan pernafasan, stabilisasi

hemodinamik/sirkulasi, pemeriksaan awal fisik umum, pengendalian

peninggian TIK, penanganan transformasi hemoragik, pengendalian kejang.

3. Pengendalian suhu tubuh pemeriksaan penunjang


4. Tindakan bedah pada ICH keputusan mengenai apakah dioperasi dan

kapan dioperasi masih tetap kontroversial

5. Tidak dioperasi apabila : pasien dengan perdarahan kecil (< l0cm3) atau

deficit neurologis minimal, pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4

dengan perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih

mungkin untuk life saving.

6. Dioperasi apabila : pasien dengan perdarahan selebar >3 cm dengan

perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari

obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah, ICH dengan lesi structural

seperti aneurisma malformasi AV atau angiona cavernosa dibedah jika

mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau,

pasien usia muda dengan perdarahan lebar sedang sehingga besar yang

memburuk, pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien

usia muda dengan perdarahan lebar yang luas (>50 cm3) masih menguntung
24

2.3.4 Diagnosa Keperawatan

Menurut Nur Arif & Kusuma, (2016) adapun diagnose keperawatan yang

muncul pada pasien ICH adalah sebagai berikut

1. Penurunan Kapasitas Adaptif Intracranial berhubungan dengan

perdarahan intraserebral

2. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan kerusakan neurovascular,

kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeobronkial

3. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan fungsi motorik

sekunder terhadap kerusakan motorik atas

4. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Adanya jalan nafas

buatan (trakeostomi)

5. Hambatan Komunikasi Verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada

hemisfer bahasa atau wicara kiri dan kanan

6. Risiko Peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan

volume intracranial, penekanan jaringan otak dan edema serebri

7. Defisit Perawatan Diri hygiene berhubungan dengan mobilitas fisik

dan gangguan proses kognitif


25

2.3.5 Rencana Keperawatan


Adapun rencana keperawatan Intra Cerebral Hemorrhage (ICH) menurut

SIKI (2018)

Diagnosa 1 : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

1x8 jam diharapkan jalan nafas pasien efektif

Kriteria Hasil

a. RR dalam batas normal (12-20 x/menit)

b. Produksi sputum menurun

c. Ronkhi menurun

d. Frekuensi nafas membaik

Intervensi

1. Monitor frekuensi nafas, RR dalam batas normal (12-20 x/menit)

R/ Mengetahui apabila terjadi abnormal frekuensi nafas pada pasien

2. Monitor bunyi nafas tambahan

R/ Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan

pada penerimaan atau selama stress infeksi akut.

3. Monitor sputum (jumlah, warna)

R/ Jumlah sputum yang terlalu banyak dapat menghalaangi jalan nafas

pada pasien.

4. Catat batuk berlebihan, bunyi alarm tekanan tinggi pada ventilator , secret

terlihat pada selang endotrakeal/trakeostomi, peningkatan ronkhi.

R/ pasien intubasi biasanya mengalami refleks batuk tak efektif, atau

pasien dapat mengalami gangguan neuromuscular atau neurosensory.


26

Gangguan kemampuan untuk batuk pasien ini tergantung pada pilihan

seperti penghisapan untuk membuang secret.

5. Melakukan fisioterapi dada (vibrasi dan clapping) sebelum suction

R/ Drainase dan postural bagian penting untuk membuang banyak secret

dan memperbaiki ventilasi segmen paru

6. Melakukan penghisapan sekret kurang dari 15 detik

R/ Penghisapan sekret lebih dari 15 menit dapat membuat pasien

kekurangan 02

7. Kolaborasi pemberian bronkodilator

R/ Dengan obat medis mempermudah pengenceran sekret sehingga

membersihkan jalan nafas.

Diagnosa 2 : Hipertermia

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam

diharapkan suhu tubuh dalam rentang normal.

Kriteria hasil

a. Suhu tubuh membaik (36,5°C — 37°C)

b. Tekanan darah membaik (110/80-130/100

mmHg) Intervensi :

1. Pantau suhu tubuh pasien

R/ Suhu 38,9 °C — 41,1°C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.

Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.

2. Monitor haluaran urine

R/ Peningkatan berat jenis urine atau penurunan haluaran urine

menunjukkan perubahan volume sirkulasi atau perubahan perfusi ginjal


27

3. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena

R/ Dengan pemberian cairan intravena dapat menurunkan suhu tubuh

pasien secara cepat dan dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat

hipertermia pada pasien dan mencegah terjadinya dehidrasi pada tubuh

pasien akibat hipertermia.

Diagnosa 3 : Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam

diharapkan aliran darah serebral meningkat

Kriteria hasil

a. Peningkatan tingkat kesadaran

b. Tekanan darah sistolik dan diastolic membaik. Sistolik : 90 — 120 mmHg,

Diastolik : 60-80 mmHg

c. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5°C -37°C)

Intervensi :

1. Observasi tanda-tanda vital

R/ Variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan serebral pada daerah

vasomotor otak. Hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi factor

pencetus. Hipotensi dapat terjadi karena edema, adanya factor pembekuan

darah. Tersumbatnya arteri subklavia dapat dinyatakan dengan adanya

perbedaan tekananan pada kedua lengan.

2. Monitor peningkatan tekanan darah

R/Salah satu tanda peningkatan intra kranial adalah peningkatan

tekanan darah pada pasien, apabila tekanan darah meningkat dapat

menyebabkan kerusakan pada jaringan otak


28

3. Monitor frekuensi jantung , adanya bradikardi atau takikardia

R/ Perubahan pada ritme dan disritmia dapat timbul yang

mencerminkan adanya trauma pada batang otak pada pasien yang tidak

mempunyai kelainan jantung sebelumnya.

4. Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil

R/ Pupil akan tidak simetris dan tidak ada respon apabila terjadi penurunan

kesadaran serta kerusakan jaringan pada otak.

5. Monitor penurunan tingkat kesadaran

R/ Apabila terjadi peningkatan tekanan pada intracranial maka akan terjadi

penurunan kesadaran akibat dari kerusakan jaringan pada otak.

2.3.6 Evaluasi

Dilaksanakan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah

diberikan atau dilaksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang ingin

dicapai.Pada bagian ini ditentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau

belum, dapat juga timbul masalah baru. Hasil yang diharapkan setelah pasien

dengan intracerebral hemoragic mendapatkan perencanaan adalah sebagai

berikut:

1. Skala nyeri kepala berkurang

2. Penerunan kapasitas adaptif intrakranial dengan keadaan TD yang normal

3. Hambatan mobilitas fisik berkurang

4. Tidak ada peningkatan TIK


DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Tutu A. 2013. Sistem Neurobihaviour. Yogyakarta : GRAHA ILMU


Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC
Doengoes, E.Marlyn, dkk. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3.
Jakarta : EGC
Agus Budiyono. (2015). Craniotomy, Post Cerebral, Intra Ich, Hemorrhage.
arhuapoma, dkk. (2010). Intracerebral Hemorrhage. In Intracerebral
Hemorrhage. New York: Cambridge University Press.
Christanto, dkk. (2014). Penatalaksanaan Perioperatif Perdarahan Intraserebral
Perioperative Management ofIntracerebral Hemorrhage. 3(2), 112-120.
Corwin. (2011). Hipertensi. Jakarta: EGC.
FKUI-RSCM, D. B. S. (2015). Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. JAKARTA.
Hasan, A. K. (2018). STUDY KASUS GANGGUAN PERFUSI JARINGAN
SEREBRAL DENGAN PENURUNAN KESADARAN PADA KLIEN STROKE
HEMORA GIK SETELAH DIBERIKAN POSISI KEPALA ELEVASI 30°.
Huda, A., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta.
Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI.
Mufattichah, F. U. dkk. (2012). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada
Pasien Ny. G Dengan Stroke Hemoragik Di Instalasi Gawat Darurat Rsud
Sragen Naskah Publikasi.
Munir, B. (2017). Neurologi Dasar Edisi Kedua.
Pujiarto. (2006). Analisis praktek keperawatan medikal bedah dengan pendekatan
teori adaptasi roy pada pasien gangguan persyarafan.
Raisa, M. (2014). HEMORRHAGIC STROKE. 2, 70-79.
Sinaga, J., & Sembiring, E. (2019). Pencegahan Stroke Berulang Melalui
Pemberdayaan Keluarga Dan Modifikasi Gaya Hidup. Jurnal Abdimas,
22(2), 143-150.
Sundana, k. (2014). Ventilator Pendekatan Praktis Di Unit Perawatan Kritis.
Bandung: CICU Bandung
Soebandi, A. T. (2017). NurseLine Journal. 2(2).
Sri Haryuni. (2017). Hubungan Suhu Tubuh Dengan Kejadian Mortalitas Pada

Pasien Stroke Perdarahan Intraserebral Di Rsud Mardi Waluyo Blitar Tahun


2016. 5(2), 17-21.
Ulfah, M. (2017). Pengaruh Penggunaan Citicoline Pada Stroke Hemoragik.
Kesehatan Gawat Darurat, 5-33.
Hidayat, AAA & Musrifatul Uliyah. 2013. Buku Saku Praktikum Kebutuhan
Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Viana W, Nawawi M.2017. Ventilasi Mekanik. Bagian Anestesiologi dan
Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.

Anda mungkin juga menyukai