Anda di halaman 1dari 58

SEMINAR

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN ICH (INTRA CRANIAL HEMATOMA)

DI RUANG GARDENA

RSD. dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh :

NAMA : AQIK ZAMANIL YAQIN

NIM : 14901.04.17007

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY

ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO

2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
Rahmat dan HidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Asuhan keperawatan yang berjudul “ICH (intra kranial
hematoma) di RSD. dr. SOEBANDI PETRANG JEMBER”.

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini dibuat dengan tujuan


untuk menambah pengentahuan saya dan untuk memenuhi tugas kuliah
Pendidikan Kesehatan.

Demi kesempurnaan Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini,


saya mohon kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.

Demikianlah Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini saya buat


semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca semua, apabila ada kekurangan
mohon maaf sebesar-besarnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jember, 15 Mei 2018


BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perdarahan intracerebral atau Intracerebral haemorrhage (ICH) adalah
penyakit yang sering dengan insiden 11-23 kasus dari 100,000 pertahun.
Walaupun termasuk 10-15% dari semua stroke, tetapi ICH adalah paling
subtipe yang paling fatal yang bisa mengakibatkan kematian lebih dari 40%.
Perdarahan intracranial dapat diklasifikasikan dari aspek anatomi dan aspek
etiologi. Berdasarkan dari anatomi terdapat beberapa perdarahan seperti
perdarahan parenkim, subarachnoid, subdural, epidural, perdarahan supra dan
infratentorial. Berdasarkan aspek etilogi perdarahan primer atau spontan
boleh dibedakan dengan perdarahan sekunder. Perdarahan primer merupakan
perdarahan spontan yang mana disebabkan oleh penyakit hipertensi
arteri.Perdarahan sekunder terjadi akibat trauma,tumor, dan akibat pengunaan
obat.
Perdarahan intracerebral adalah tipe stroke yang disebabkan oleh
perdarahan yang disebabkan oleh perdaharahan dari jaringan otak itu sendiri.
Stroke terjadi apabila jaringan otak kekurangan oksigen karena adanya
gangguan pada suplai darah. ICH paling sering terjadi disebabkan oleh
Hipertensi,arterivenous Malformasi (AVM), atau trauma kepala. Pengobatan
harus difokuskan pada penghentian pendarahan, membersihkan hematom dan
menurunkan tekanan pada otak.
Perdarahan intraserebral (ICH) biasanya disebabkan oleh pecahnya
arteri kecil di dalam jaringan otak (kiri). Darah yang terkumpul, hematoma
atau darah bekuan menyebabkan peningkatan tekanan pada otak. Malformasi
arteri (AVMs) dan tumor juga bisa menyebabkan perdarahan ke dalam
jaringan otak (kanan).
Perdarahan intracerebral Spontan (non-traumatik) adalah penyebab
semakin sering dan perdarahan subarachnoid adalah 15% dari semua jenis
stroke dengan insiden 15-30/100000.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan intracerebral haemorrhage?
2. Apa saja etiologi dari intracerebralhaemorrhage?
3. Bagaimana patofisiologi dari intracerebral haemorrhage?
4. Apa saja tanda dan gejala intracerebral haemorrhage?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari intracerebral haemorrhage?
6. Bagaimana penatalaksanaan intracerebral haemorrhage ?
7. Apa saja komplikasi dan outcome dari intracerebral haemorrhage?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan intracerebral haemorrhage?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian intracerebral haemorrhage
2. Untuk mengetahui etiologi intracerebral haemorrhage
3. Untuk mengetahui patofisiologi intracerebral haemorrhage
4. Untuk mengetahui tanda dan gejalaintracerebral haemorrhage
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang intracerebral haemorrhage
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan intracerebral haemorrhage
7. untuk mengetahui komplikasi dan outcome dari intracerebral
haemorrhage
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pasien dengan
intracerebral.haemorrhage

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN
INTRA CRANIAL HEMATOM
ANATOMI FISIOLOGI OTAK

A. ANATOMI OTAK
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian,
yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)

B. FISIOLOGI OTAK
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga
disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan.
Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan
binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir,
analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan
visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas
bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut
Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan
yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-
masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus
Temporal.
a. Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan
dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan
membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan,
penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol
perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara
umum.
b. Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses
sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c. Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
d. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan
dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina
mata.

Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi


menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat
pada gambar di bawah ini.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa
dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanandan belahan otak
kiri. Kedua belahan itu terhubung olehkabel-kabel saraf di bagian
bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh,
dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat
dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk
logika dan berpikir rasional. Mengenai fungsi Otak Kanan dan Otak Kiri
sudah kami bahas pada halaman tersendiri.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala,
dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak
fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak
Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis
yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan
pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak
terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan
makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau
rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung
atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar
manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh,
mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar
manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya.
Oleh karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak
reptil mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya
anda akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak
Anda kenal terlalu dekat dengan anda.
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan
Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan
tubuh dan pendengaran.
b. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah
kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya.
Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung,
sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
c. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah
kita terjaga atau tertidur.
Catatan: Kelompok tertentu mengklaim bahwa Otak Tengah
berhubungan dengan kemampuan supranatural seperti melihat dengan
mata tertutup. Klaim ini ditentang oleh para ilmuwan dan para dokter saraf
karena tidak terbukti dan tidak ada dasar ilmiahnya.
4. Limbic System (Sistem Limbik)

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang


otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.
Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering
disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus,
thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik
berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara
homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,
metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang
salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu
mendapat perhatian dan mana yang tidak. Misalnya Anda lebih
memperhatikan anak Anda sendiri dibanding dengan anak orang yang
tidak Anda kenal. Mengapa? Karena Anda punya hubungan emosional
yang kuat dengan anak Anda. Begitu juga, ketika Anda membenci
seseorang, Anda malah sering memperhatikan atau mengingatkan. Hal ini
terjadi karena Anda punya hubungan emosional dengan orang yang Anda
benci.
Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh
oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat
bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung menyebutnya
sebagai “Alam Bawah Sadar” atau ketidaksadaran kolektif, yang
diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus
lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk
bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan
kejujuran.
Perbedaan Fungsi Otak Kiri dan Otak Kanan
Perbedaan dua fungsi otak sebelah kiri dan kanan akan membentuk sifat,
karakteristik dan kemampuan yang berbeda pada seseorang. Perbedaan teori
fungsi otak kiri dan otak kanan ini telah populer sejak tahun 1960an, dari hasil
penelitian Roger Sperry.
Otak besar atau cerebrum yang merupakan bagian terbesar dari otak
manusia adalah bagian yang memproses semua kegiatan intelektual, seperti
kemampuan berpikir, menalarkan, mengingat, membayangkan, serta
merencanakan masa depan.
Otak besar dibagi menjadi belahan kiri dan belahan kanan, atau yang lebih
dikenal dengan Otak Kiri dan Otak Kanan. Masing-masing belahan mempunyai
fungsi yang berbeda. Otak kiri berfungsi dalam hal-hal yang berhubungan dengan
logika, rasio, kemampuan menulis dan membaca, serta merupakan pusat
matematika. Beberapa pakar menyebutkan bahwa otak kiri merupakan
pusat Intelligence Quotient (IQ).
Sementara itu otak kanan berfungsi dalam perkembangan Emotional
Quotient (EQ). Misalnya sosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia lain
serta pengendalian emosi. Pada otak kanan ini pula terletak kemampuan intuitif,
kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh, seperti menyanyi,
menari, melukis dan segala jenis kegiatan kreatif lainnya.
Belahan otak mana yang lebih baik? Keduanya baik. Setiap belahan otak
punya fungsi masing-masing yang penting bagi kelangsungan hidup manusia.
Akan tetapi, menurut penelitian, sebagian besar orang di dunia hidup dengan lebih
mengandalkan otak kirinya. Hal ini disebabkan oleh pendidikan formal (sekolah
dan kuliah) lebih banyak mengasah kemampuan otak kiri dan hanya sedikit
mengembangkan otak kanan.
Orang yang dominan otak kirinya, pandai melakukan analisa dan proses
pemikiran logis, namun kurang pandai dalam hubungan sosial. Mereka juga
cenderung memiliki telinga kanan lebih tajam, kaki dan tangan kanannya juga
lebih tajam daripada tangan dan kaki kirinya. Sedangkan orang yang dominan
otak kanannya bisa jadi adalah orang yang pandai bergaul, namun mengalami
kesulitan dalam belajar hal-hal yang teknis.
Ada banyak cara untuk mengetahui apakah seseorang dominan otak kanan
atau dominan otak kiri. Misalnya dengan melihat perilaku sehari-hari, cara
berpakaian, dengan mengisi kuisioner yang dirancang khusus atau dengan
peralatan Electroencephalograph yang bisa mengamati bagian otak mana yang
paling aktif.
Disekitar Anda pastinya ada orang yang pandai dalam ilmu pengetahuan,
tapi tidak pandai bergaul. Sebaliknya ada orang yang pandai bergaul, tapi kurang
pandai di sekolahnya. Keadaan semacam ini disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara otak kanan dan otak kiri.
Idealnya, otak kiri dan otak kanan haruslah seimbang dan semuanya
berfungsi secara optimal. Orang yang otak kanan dan otak kirinya seimbang,
maka dia bisa menjadi orang yang cerdas sekaligus pandai bergaul atau
bersosialisasi.
Untuk mengoptimalkan dan menyeimbangkan kinerja dua belahan otak,
Anda bisa menggunakan teknologi CD Aktivasi Otak. Metode ini sangat mudah
diikuti karena Anda hanya perlu mendengarkan semacam musik instrumental yang
dirancang khusus untuk menyelaraskan dan mengaktifkan kedua belahan otak
Anda.
A. DEFINISI
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan
otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.
Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-
kadang disertai lateralisasi.
Perdarahan intracerebral (ICH) terjadi akibat pecahnya pembuluh
intraserebral mengarah pada pengembangan hematoma di dalam substansi
otak.
Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang
biasanya diakibatkan oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap
pembuluh –pembuluh darah dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena
cidera tekanan .ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter.
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu
sendiri . hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau
cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita
strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.

B. ETIOLOGI
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah :
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Aneurisma
10. Distrasia darah
11. Obat
12. Merokok.
C. PATOFISIOLOGI
ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas
kemedial kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang
relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria
perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat pangkalnya
dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata.
Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien
hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga
rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada
fossa posterior yang dimulai pada pons atau hemisfer serebeler.
ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar
duapertiga akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya
dalam defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran
terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan
mual dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian
TIK akibat perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala
dan tanda lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah.
Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit
motor kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan
tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal
akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila
hemisfer dominan terkena.
Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara
yaitu:
1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama
pada kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia
basal rusak.
2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang
kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan
penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel.
80% pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam eksaserbasi akut dari
hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus hematoma memecah
kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran
klinis PSA. Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90%
terjadi antara usia 45-75 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih
berisiko terhadap PIS seperti juga penderita yang mendapat antikoagulan
terutama Coumadin. Trombositopenia dengan hitung platelet kurang dari
20.000, penyakit hati, leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin
meninggikan risiko terjadinya PIS.
ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil
seperti lentikulostriata pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon,
cabang paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada
struktur dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi
kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum
16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering
menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria
serebral media yang mencatu putamen.
ICH merupakan sekitar 10% dari semua stroke. Seperti dijelaskan
diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak.
Ruptur vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh
Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering
tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS
kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid
serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling
sering mengalami perdarahan, sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan
ipernefroma adalah tumor metastatik yang tersering menimbulkan
perdarahan.
Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap
dengan defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis
terutama tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran
perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian
Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas
outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober
superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang lebih
dalam. Perluasan klot ke sistema ventrikuler memperburuk outcome. Pasien
dengan perdarahan dengan diameter lebih dari 3 cm atau volumenya lebih
dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis buruk dan yang berusia
70 tahun atau lebih cenderung mempunyai outcome buruk.
Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak

Pada batang otak


Penatalaksanaan:
Kraniotomi

Oblongata tertekan
Penekanan pada jaringan
otak

Impuls ke pusat nyeri di otak


(thalamus) Pecahnya pembuluh darah
otak (perdarahan intracranial)

Soma sensori korteks otak : nyeri


Intracerebral hemoragik
sipersepsikan
(ICH)
Resiko infeksi
Darah masuk ke dalam
jaringan otak
Refleks menelan
Metabolisme menurun
anaerob
Darah membentuk massa
atau hematoma

Sel melepaskan
mediator nyeri :
prostaglandin, Ketidakefektifan Pola
sitokinin
Nafas
Luka insisi
pembedahan
Peningkatan Tekanan
Intracranial
Port d’entri
Mikroorganisme
Gangguan aliran darah
dan oksigen ke otak

Nyeri Akut Fungsi otak


menurun
Kerusakan Anoreksia
neuromotorik

Penurunan Hambatan
kesadaran Mobilitas Fisik

Tirah baring yang Terjadinya Kerusakan integritas


lama dekubitus kulit
D. MANIFESTASI KLINIS
Penurunan reflek Penumpukan Ketidakefektifan
Intracerebral hemorrhage
sekret mulai dengan tiba-tiba.
bersihan Diawali dengan
jalan nafas
batuk
sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang
tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala
terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan
pendarahaan. Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan
mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang
kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan
kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang
berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau
kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan
Vasodilatasi pembuluh
bisa terjadi di dalam
darah hitungan detik sampai menit.
Menurut Corwin 2014 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral
Kelemahan otot Ketidakseimbangan
Hematom yaitu
Risiko :
ketidakefektifan progresif nutrisi kurang dari
Perfusi Jaringan Otak kebutuhan tubuh
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra kranium.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
CT scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa
jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam
untuk menilai stabilitas.

3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada
cairan lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan
adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan
posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).

6. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan
leukositosis yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber
bahan bakar untuk metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa
darah yang terlalu rendah maka akan dapat terjadi kerusakan pada
jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak
sebagai sumber untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi
factor risiko stroke hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai
komplikasi dan pencetus stroke hemoragik
8. GCS (glasgow coma scale)
Pengukuran Respon Skor
Eye Spontan Membuka mata 4
(Respon
membuka
mata)
Membuka mata dengan perintah (suara, sentuhan) 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri. 2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1
Verbal Berorientasi baik 5
Bingung , berbicara mengacau, disorientasi tempat 4
(Respon
dan waktu)
verbal /
Bisa membentuk kata tetapi tidak bisa membentuk 3
bicara)
kalimat
Bisa mengeluarkan suara tanpa arti (mengerang) 2
Tidak bersuara 1
Motor Mengikuti perintah 6
(respon Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan 5

motoric) stimulus saat diberi rangsang nyeri)


Withdraw (menghindar / menarik extremitas atau 4
tubuh menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri
Menjauhi rangsang nyeri 3
Extensi spontan 2
Tidak ada gerakan 1
Nilai Normal GCS 15
9. Tingkat kesadaran :
1. Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik
terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dan dapat
menjawab pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan baik.
2. Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh
terhadap lingkungannya.
3. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan
gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh
gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-ronta.
4. Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih
dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur
kembali.
5. Sopor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya
rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
menjawab pertanyaan dengan baik.
6. Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali,
respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea
dan pupil masih baik.
7. coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons
terhadap rangsang nyeri.

10. Pemeriksaan B1 – B6
1) B 1 : Breathing (Pernafasan/Respirasi)
 Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
 Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho
vesikuler.
 Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya
atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
 Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema)
merupakan bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui
sekresi di dalam trakeobronkial dan alveoli.
 Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan
peningkatan usaha napas)
 Bentuk dada : Perubahan diameter anterior – posterior (AP)
menunjukan adanya COPD
 Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
 Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi
pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks,
atau penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang
tepat.
 Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-
otot interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi
paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat
terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakan dinding
dada.
 Sputum : Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan
konsistensinya. Mukoid sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik
dan astma bronkiale; sputum yang purulen (kuning hijau) biasa
terjadi pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut; sputum yang
mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC,
dan kanker paru.
 Selang oksigen : Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube,
diperhatikan panjangnya tube yang berada di luar.
 Parameter pada ventilator : Volume Tidal Normal : 10 – 15 cc/kg
BB. Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan
status ventilasi penurunan volume tidal secara mendadak
menunjukan adanya penurunan ventilasi alveolar, yang akan
meningkat PCO2. Sedangkan peningkatan volume tidal secara
mendadak menunjukan adanya peningkatan ventilasi alveolar yang
akan menurunkan PCO2. Kapasitas Vital : Normal 50 – 60 cc / kg
BB Minute Ventilasi Forced expiratory volume Peak inspiratory
pressure
2) B 2 : Bleeding (Kardiovaskuler / Sirkulasi)
 Irama jantung : Frekuensi ..x/m, reguler atau irreguler
 Distensi Vena Jugularis
 Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan
ventilator
 Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi
akibat penutupan katup mitral dan trikuspid.
S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat
penutupan katup pulmonal dan katup aorta.
S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya
dilatasi ventrikel.
Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya
terdengar pada pasien gangguan katup atau CHF.
Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia
dapat terjadi akibat adanya hipoksia miokardial.
PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada
interkostal ke lima kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi
menunjukan adanya pembesaran ventrikel pasien hipoksemia
kronis.
Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.

3) B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)
 Tingkat kesadaran : Penurunan tingkat kesadaran pada pasien
dengan respirator dapat terjadi akibat penurunan PCO2 yang
menyebabkan vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan menurunkan
sirkulasi cerebral. Untuk menilai tingkat kesadaran dapat
digunakan suatu skala pengkuran yang disebut dengan Glasgow
Coma Scale (GCS). GCS memungkinkan untuk menilai secara
obyektif respon pasien terhadap lingkungan. Komponen yang
dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon motorik, dan
respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-nilai dari
ketiga komponen tersebut. Tingkat kesadaran adalah ukuran dari
kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan. Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari
berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak
seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran
darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang
kepala.
 Refleks pupil : Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri), Ukuran
pupil (kanan dan kiri; 2-6mm), Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh
: stress/takut, cedera neurologis penggunaan atropta, adrenalin, dan
kokain. Dilatasi pupil pada pasien yang menggunakan respirator
dapat terjadi akibat hipoksia cerebral. Kontraksi pupil dapat
disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan narkotik,
heroin.
4) B 4 : Bladder (Perkemihan – Eliminasi Uri/Genitourinaria)
 Kateter urin : Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan
peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi
pada ginjal. Distesi kandung kemih

5) B 5 : Bowel (Pencernaan – Eliminasi Alvi/Gastrointestinal)


 Rongga mulut : Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada
mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya
dehidarsi.
 Bising usus : Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus
dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus dapat
terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising
usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi
akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang
endotrakeal dan nasotrakeal.
 Distensi abdomen : Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan.
Asites dapat diketahui dengan memeriksa adanya gelombang air
pada abdomen. Distensi abdomen dapat juga terjadi akibat
perdarahan yang disebabkan karena penggunaan IPPV. Penyebab
lain perdarahan saluran cerna pada pasien dengan respirator adalah
stres, hipersekresi gaster, penggunaan steroid yang berlebihan,
kurangnya terapi antasid, dan kurangnya pemasukan makanan.
 Nyeri : Dapat menunjukan adanya perdarahan gastriintestinal,
Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya, Mual dan muntah.
6) B 6 : Bone (Tulang – Otot – Integumen)
 Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit : Adanya
perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya
sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan
membran mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat
berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau shok.
Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan ventilator dapat
terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada
pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibatpenurunan
aliran darah portal akibat dari penggunaan FRC dalam jangka
waktu lama. Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna
tersebut tidak begitu jelas terlihat,. Warna kemerahan pada kulit
dapat menunjukan adanya demam, infeksi. Pada pasien yang
menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan
pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril.
 Integritas kulit
 Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus

F. PENATALAKSANAAN
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan
stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic,
khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis.
Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal
dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar
dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu,
kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke
ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan
trombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan
karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan
antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa
memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse
2. Transfusi atau platelet
3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan
platelet (plasma segar yang dibekukan)
4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam
darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)
5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan
tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan
hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak.

Corwin (2014) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral


Hematom adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan tirah baring terlalu lama
2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secara bedah
3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis
4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok
5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi
6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.

G. KOMPLIKASI
1. Defisit iskemik
2. Hidrocepalus oedema otak
3. Perdarahan ulang
4. Hematomaintrakranial
5. Kejang
6. Perdarahan gastrointestinal
7. Oedema paru-paru

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. ANAMNESE
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan,
pendidikan dan status ekonomi dan yang lain.
b. Keluhan utama
Biasanya mengeluh sakit kepala dan lemas bagian ekstermitas dan
terkadang pasien tidak sadar
c. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sakit kepala, kelemahan
fisik, perubahan fungsi berbicara (pelo) sehingga mendorong pasien untuk
mencari pengobatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh
penderita yang mungkin sehubungan dengan ICH seperti hipertensi atau
diabetes militus atau karena kecelakaan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tumor otak yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
2. POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Nutrisi: terjadi perubahan dan masalah dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
karena adanya rasa mual dan muntah, kurang nafsu makan, kehilangan
sensasi rasa pada lidah, disfagia, kesulitan menelan akibat gangguan pada
refleks palatum dan faringeal.
b. Eliminasi: terjadi perubahan dalam pola pemenuhan eliminasi, pada pola
eliminasi BAK akan terjadi perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine atau anuria, pada pola eliminasi BAB dapat terjadi distensi abdomen
dan dapat terjadi obstipasi.
c. Personal hygiene: karena adanya kelemahan atau kelumpuhan motorik
sehingga klien harus dibantu dalam memenuhi kebutuhannya.
d. Istirahat dan tidur: akan didapatkan kesukaran dalam memenuhi
aktivitasnya karena kelemahan, mudah lelah ataupun intoleran terhadap
aktivitas dan sukar tidur.
e. Kebiasaan mengisi waktu luang: olahraga, nonton TV, berkebun/memasak,
dan lain-lain.
f. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan (jenis, frekuensi, jumlah, dan
lama pakai): merokok, minuman keras, dan ketergantungan terhadap obat.
g. Uraian kronologis kegiatan sehari-hari: jenis kegiatan dan lama waktu
untuk setiap kegiatan.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Sistem Pernafasan.
Klien akan didapatkan batuk tidak efektif, pernafasan tidak teratur,
kemungkinan cheynes-stokes dan terjadi paralisis otot pernafasan, bunyi
nafas ngorok ronchi, adanya sekret dan aspirasi.
b. Sistem Kardiovaskuler.
Adanya hipotensi, denyut nadi perifer berkurang tetapi nadi sentral
kuat, terdengar bunyi jantung tambahan seperti mur-mur atau gallop dan
irama jantung tidak teratur.
c. Sistem Gastro Intestinal.
Nafsu makan menurun, kehilangan sensasi pada lidah, paralise
pada otot wajah dan kerongkongan (disfagia), sehingga menimbulkan
masalah dalam menelan dan mengunyah, serta terjadi peristaltik usus
menurun yang mengakibatkan konstipasi. Distensi abdomen dan
penembahan berat badan dengan pesat terjadi pada klien stroke disertai
penyakit jantung.
d. Sistem Persarafan.
Dapat terjadi penurunan tingkat kesadaran dihitung dari nilai GCS
biasanya pada stroke dengan hemoragik, biasanya stroke infark pada
hemisfer serebri tetap sadar selama perjalanan penyakitnya.

a) Tes Fungsi Serebral.


 Status Mental.
Dapat timbul gejala disorientasi waktu, tempat dan
orang, menjadi kurang konsentrasi dan perhitungan, ataupun
dalam memori.
 Pengkajian Bicara.
Klien dengan stroke didapatkan bicara menjadi tidak
jelas, bicara rero, pelo dan tidak dimengerti.
b) Tes Fungsi Nervus Kranial.
 Kerusakan Nervus I (olfaktorius) memperlihatkan gejala
penurunan daya penciuman.
 Nervus II (optikus). Penurunan daya penglihatan kehilangan
sebagian penglihatannya, atau bahkan terjadi diplopia.
 Nervus III (okulamotorius), Nervus IV (troklearis) dan Nervus
VI (abdusens). Kerusakannya akan menyebabkan penurunan
lapang pandang perubahan ukuran pupil, pupil tidak sama,
pupil berdilatasi, pergerakan bola mata tidak simetris.
 Nervus V (trigeminus). Kerusakannya akan menyebabkan
gangguan dalam mengunyah, terjadi paralisis otot wajah dan
penurunan fungsi reflek kornea.
 Nervus VII (fasialis). Asimetris wajah saat tersenyum,
melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa 2/3
bagian tidak anterior lidah.
 Nervus VIII (akustikus). Menyebabkan menurunnya fungsi
pendengaran dan daya keseimbangan tubuh.
 Nervus IX (glosofaringeus), Nervus X (vagus). Biasanya
terjadi cegukan (hiccuping), biasa terjadi pada klien dengan
resiko peningkatan intra kranial, menurunnya reflek menelan,
menurunnya fungsi rasa pada 1/3 posterior lidah.
 Nervus XI (asesorius). Biasanya terjadi penurunan kekuatan
otot sternokleidomastoideus dan otot trapezius.
 Nervus XII (Hipoglosus). Gejala yang biasa timbul adalah
jatuhnya lidah ke salah satu sisi, menurunnya fungsi pergerakan
lidah.
c) Pemeriksaan motorik.
Dapat terjadi massa otot atropi, tonus otot menjadi kurang
baik, terdapat penurunan kekuatan otot.
d) Fungsi sensoris.
Bila terjadi kerusakan pada neuron sensoriknya
kemungkinan klien tidak dapat merasakan sentuhan atau goresan
tumpul, tajam dan halus. Tidak dapat membedakan panas dan
dingin.
e) Fungsi serebelum.
Fungsi koordinasi menjadi kurang sempurna dan terdapat
gangguan keseimbangan tubuh.
f) Tes fungsi refleks.
Terjadi penurunan reflek-reflek karena menurunya respon
motorik involunter yang ditimbulkan karena adanya rangsangan di
sepanjang lengkung reflek .
g) Rangsang selaput meningeal.
Pada klien dengan stroke perdarahan intra serebral pun
tanda meningeal dapat positif apabila stroke tersebut disebabkan
karena sebelumnya ada riwayat hipertensi.
h) Sistem Perkemihan.
Terjadi perubahan pola eliminasi seperti inkontinensia
urine karena adanya paralise spinkter uretra.
i) Sistem Muskuloskeletal.
Biasanya terjadi kesulitan dalam aktivitas karena lemah,
kehilangan fungsi sensasi, paralisis pada sebagian atau seluruh
motorik, perubahan tonus otot, kelelahan, adanya pengurangan
massa otot, terbatasnya Range Of Motion.

j) Sistem Integumen.
Pada stroke yang immobilitas lama terjadi kerusakan pada
kulit daerah yang tertekan akibat immobilitasi yang menimbulkan
perubahan aliran darah ke area yang tertekan dan menonjol.
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebri b.d sumbatan pembuluh
darah otak
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan secret karena tirah
baring yang lama
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
4. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
5. Resiko infeksi b.d port d’entri mikroorganisme
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
7. Ketidakefektifan pola nafas b.d kurangnya suplai o2 ke jaringan otak
5. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


KEPERAWATAN
1 Perfusi jaringan Setelah dilakukan 1. Monitor status
serebral tidak efektif tindakan keperawatan neurologis klien
b.d. Sumbatan selama 2x24 jam dengan GCS
pembuluh darah otak diharapkan : 2. Letakkan kepala
Perfusi jaringan agak ditinggikan
adekuat, dengan kriteria dengan posisi
hasil : netral
-Status neurologic 3. Kelola obat sesuai
normal order
-TTV dalam batas 4. Monitor tanda-
normal tanda vital
5. Pantau ukuran,
bentuk,
kesimetrisan, dan
reaktivitas pupil
6. Pantau adanya
penglihatan kabur,
ketajaman
penglihatan
7. Pantau adanya sakit
kepala
8. Pantau adanya
parestesi: mati rasa
dan kesemutan
9. Pantau status cairan
termasuk asupan
dan haluaran
10. Kolaborasi
pemberian therapy
medis
2 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan  Beri pasien 6
tidak efektif b.d asuhan selama x24 sampai 8 gelas
penumpukan secret ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral teratasi cairan/hari
kecuali terdapat
NOC : kor pulmonal
 Respiratory status :  Ajarkan dan
Ventilation berikan
 Respiratory status : dorongan
Airway patency penggunaan
 Aspiration Control
teknik
Kriteria Hasil :
pernapasan
 Mendemonstrasikan
diafragmatik
batuk efektif dan
dan batuk.
suara nafas yang  Bantu dalam
bersih, tidak ada pemberian
sianosis dan dyspneu tindakan
(mampu nebuliser,
mengeluarkan inhaler dosis
sputum, mampu terukur
 Lakukan
bernafas dengan
drainage
mudah, tidak ada
postural dengan
pursed lips)
 Menunjukkan jalan perkusi dan
nafas yang paten vibrasi pada
(klien tidak merasa pagi hari dan
tercekik, irama nafas, malam hari
frekuensi pernafasan sesuai yang
dalam rentang diharuskan
 Instruksikan
normal, tidak ada
pasien untuk
suara nafas abnormal)
 Mampu menghindari
mengidentifikasikan iritan seperti
dan mencegah factor asap rokok,
yang dapat aerosol, suhu
menghambat jalan yang ekstrim,
nafas dan asap.
 Ajarkan tentang
tanda-tanda dini
infeksi yang
harus
dilaporkan pada
dokter dengan
segera:
peningkatan
sputum,
perubahan
warna sputum,
kekentalan
sputum,
peningkatan
napas pendek,
rasa sesak
didada,
keletihan
 Berikan
antibiotik
sesuai yang
diharuskan
 Berikan
dorongan pada
pasien untuk
melakukan
imunisasi
terhadap
influenzae dan
streptococcus
pneumoniae.
3 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan Exercise promotion
fisik berhubungan tindakan keperawatan 1. Bantu identifikasi
dengan tidak nyaman selama 2x 24 jam dapat program latihan
nyeri, intoleransi teridentifikasi Mobility yang sesuai
aktivitas, penurunan level 2. Diskusikan dan
kekuatan otot. Joint movement: aktif. instruksikan pada
Self care:ADLs klien mengenai
Dengan criteria hasil: latihan yang tepat
a) aktivitas fisik Exercise terapi
meningkat ambulasi
b) ROM normal 1. Anjurkan dan
c) Melaporkan perasaan Bantu klien duduk
peningkatan kekuatan di tempat tidur
kemampuan dalam sesuai toleransi
bergerak 2. Atur posisi setiap 2
d) klien _ant melakukan jam atau sesuai
aktivitas toleransi
3. Fasilitasi
e) kebersihan diri klien
penggunaan alat
terpenuhi walaupun Bantu
dibantu oleh perawat
atau keluarga

4 Nyeri akut b.d Tujuan : setelah . 1. Observasi secara


peningkatan tekanan dilakukan tindakan subjektiv skal nyeri
intrakranial (TIK) keperawatan dalam yang dirasakan pasien
waktu 3X24 jam 22. Beri posisi yang
diharapkan rasa nyeri nyaman
yang dirasak pasien 33. Ajari metode
dapat berkurang atau relaksasi seperti
bahkan hilang distraksi, nafas dalam,
Kriteria Hasil : dan bila emosi ajarkan
- Wajah imajinasi terpimpin
tidak mengurung dan 44. Anjurkan pasien
menahan kesakitan untuk melakukan
- Skala nyeri turun pemeriksaan CT-Scan
- Pasien 55. Kolaborasikan
tidak memegangi bagia dengan pihak medis
n yang sakit untuk terapi obat
6. Berikan HE tentang
pentingnya ambulansi
saat emergensi
77. Observasi penurunan
skala nyeri yang
dirasakan
BAB 3
TINJAUAN KASUS

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY
ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGI
TAHUN 2018

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn.S DENGAN COB (CEDERA OTAK BERAT) DAN ICH (INTRA
CRANIAL HEMATOM)
DI RUANG ICU RSD. Dr. SOEBANDI JEMBER

Data Diambil Tanggal : 06 – 03 – 2018, jam : 09.00


Ruang : ICU
No Rekan Medik : 2031xx

I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn.S
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama / Pekerjaan : Islam / Swasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Candipuro lumajang
No. RM : 2031xx
Tanggal MRS : 15 – 01 – 2018
Diagnosa Medis : COB + ICH
Sumber Informasi : Keluarga
Penanggung : BPJS Non PBI

II. KELUHAN UTAMA

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


 Alasan Masuk Rumah Sakit : Pasien sebelumnya kecelakaan di
lumajang kemudian di bawak ke RSUD Lumajang lalu karena disana
kondisi pasien semakin memburuk kemudian pasien diminta untuk di
rujuk ke Jember ke RSD. Dr. Soebandi.
 Upaya Yang Telah Dilakukan : sebelum tiba di ICU pasien diberi
tindakan operasi pemasangan EVD dan tindakan trakeostomi.
 Terapi / Operasi Yang Dilakukan : operasi Trepanasi dan Trakeostomi.

IV. RIWAYAT KESEHATAN / PENYAKIT DAHULU


 Penyakit Yang Pernah Diderita : sekitar satu tahun yang lalu pasien
memiliki riwayat penyakit diabetes militus tipe 2 sampai sekarang.
 Obat – Obatan Yang Biasa Dikonsumsi : obat yang diberikan oleh
perawat atau dokter tempat biasa pasien periksa.
 Alergi : keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki riwayat
alergi sebelumnya.
 Kebiasaan Merokok / Alkohol : keluarga mengatakan bahwa pasien
memang sudah merokok.

V. RIWAYAT KESEHATAN / PENYAKIT KELUARGA


Sebelumnya dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat
kecelakaan yang sama dan riwayat penyakit Hipertensi, DM dan Kanker.
VI. PEMERIKSAAN FISIK
1. B1 (Breathing)
 Pasien terpasang tracea canule no.7,0
 Bagging 10 – 15x/menit, 15 lpm, konsentrasi O2 100%
 Keluar darah kotor dari hidung
 Terpasang mayo atau orovaringial tube
 SPO2 : 99%
 RR 15x/menit
a. Inspeksi
 Bentuk dada normal chest
 Pergerakan dada sama tidak ada yang tertinggal, Simetris antara
kanan dan kiri
 Tidak tampak lesi pada dada
 Tidak tampak benjolan
b. Palpasi
 Tidak teraba krepitasi pada hidung
 Tidak teraba krepitasi pada dada
 Vocal fremitus sama kanan dan kiri
c. Perkusi
 Suara sonor pada seluruh lapang paru
d. Auskultasi
 Bronkial : terdengar suara ronchi pada daerah bronkial
 Bronkovesikuler : terdengar suara bronkovesikuler pada daerah
percabangan bronkial
 Vesikuler : terdengar suara vesikuler pada daerah alveoli
2. B2 (BLOOD)
Perfusi : Akral hangat, kering, dan pucat. Crt <2 detik EKG irama
sinus 80 x/menit dengan ekstrasistole ventrikel (PVC) TD : 142 / 95
mmHg Nadi 86x/menit dengan irama irreguler Suhu : 34,5°C
Infus 1500 cc/jam, perdarahan ada/tidak,
Hasil foto thorak : hasil bacaan ctr
Pemeriksan jantung :
a. Inspeksi
 Tidak tampak ictus cordis
b. Palpasi
 Teraba ictus cordis di ics 4 sinistra midklavikula
c. Perkusi
 Bunyi redup pada ICS 4 midklavikula ICS 6 midaxila
d. Auskultasi
 Suara jantung s1 dan s2 tunggal
3. B3 (BRAIN)
 Terdapat luka lesi bekas operasi trepanasi
 Terpasang selang EVD produksi negatif
 Kesadaran koma, GCS 1 – X – 1
 Reflek pupil positif, isikor 3mm/3mm, reflek cahaya baik
 Kejang tidak ada, spastik tidak ada, reflek patologis tidak ada
 Pemeriksaan penunjang : foto rontgen kepala : fraktur pada OS
mandibula kiri
4. B4 (BLADDER)
 Terpasang selang kateter no 16, produksi urine 250 cc/8 jam warna
kuning pekat hari pertama
5. B5 (BOWEL)
 Terpasang selang NGT no 16, keluar darah jumlah 90 cc
berwarna hitam
a. Inspeksi
 Bentuk abdomen datar
b. Auskultasi
 Bising usu 6x/menit
c. Palpasi
 Tidak terdapat distraksi abdomen
 Tidak terdapat asites
 Tidak teraba benjolan
d. Perkusi
 Lambung, tympany di epigastrik regio
 Hati , redup di hypocondrial regio
6. B6 (BONE)
 Turgor kulit < 2 detik
 Kelembapan kulit : kulit lembab
 Tidak beraktivitas secara normal
 Terdapat krepitasi pada OS mandibula kiri
 Aktivitas diatas tempat tidur
 Pasien tirah baring diatas tempat tidur
 Kekuatan otot

PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL LABORATORIUM
TANGGAL 05 – 03 – 2018
No Jenis pemeriksaan Hasil normal
Hematologi
1 Hemoglobin 15,6 13,2 – 17,3
2 Eritrosit 5,18 4,4 – 5,9
3 Hematokrit 41,7 40 – 52
4 Leukosit 23,94 40 – 52
5 Diffcount 1/0/81/14/4 1-2/0-1/3-5/52-62/25-33/3-7
6 Thrombosit 248 150 – 450
7 LED -
Faal hati
8 SGOT (AST) 36 <50
9 SGPT (ALT) 27 <50
Faal ginjal
10 Urea 27 20-50
11 Creatinin 1,17 0,62-1,10

ANALISA DATA
Nama Klien : Tn. S
No. RM : 203166
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWTAN
1. DS : Trauma kepala Gangguan
- Ventilasi Spontan
Pecahnya pembuluh darah
DO :
otak
- Pasien terpasang
intra serebral hematoma
trakea kanul 7,0
- Bagging 10 – 15 darah masuk ke dalam
x/menit jaringan otak
- Terpasang
Peningkatan TIK
osofaringeal tube
- Terdengar suara Perubahan neurologis pusat
- RR : 14x/menit pernafasan terganggu

Apneu,
pernafasan tidak adekuat

Gangguan ventilasi spontan

ANALISA DATA
Nama Klien : Tn. S
No. RM : 203166
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWTAN
2. DS : Trauma kepala Penurunan
Kapasitas Adaptif
Pecahnya pembuluh darah
DO : Intrakranial
otak
- Kesadaran koma
intra serebral hematoma
- GCS 1 x 1
- Reflek pupil positif darah masuk ke dalam
isokor jaringan otak
- Pemeriksaan
Peningkatan TIK
penunjang : foto scan
Penurunan kapasitas
kepala : fraktur pada
adaptif intrakranial
OS mandibula kiri
- Tampak lesi pada
daerah wajah
- Keluar darah dari
hidung dan telinga
ditampon kapas
ANALISA DATA
Nama Klien : Tn. S
No. RM : 203166
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWTAN
3. DS : Trauma kepala Intoleransi
Aktivitas
Pecahnya pembuluh darah
DO :
otak
- EKG irama sinus 80
intra serebral hematoma
x/menit dengan
ekstrasistole ventrikel darah masuk ke dalam
(PVC) jaringan otak
- Nadi 86x/menit
darah ke jantung terganggu
dengan irama
terjadi ekstrasistole
irreguler
ventrikel (PVC)

Intoleransi Aktivitas
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NAMA KLIEN : Tn. S TANGGAL PENGKAJIAN : 06-03-2018
NO.REG : 203766 DX.MEDIS : COB+ICH
NO DX. NOC NIC
TGL
KEPERAWATAN
1 06-03- Gangguan ventilasi Setelah dilakukan tindakn keperawatan selama Management jalan nafas :
2018 spontan 2x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi spontan ventilasi
2. Lakukan fisioterapi dada sebagi mana
mestinya
NO Indikator SA ST
3. Lakukan pengisapan endotrkheal tube
1 Frekuensi pernafasan 1 5 4. Auskultasi suara nafas dan catat area yang
2 Irama pernafasan 1 5
3 Suara auskultasi nafas 1 5 ventilasinya menurun dan tidak ada suara
4 Kepatenan jalan nafas 1 5 tambahan
5 Akumulasi sputum 1 5 5. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
6 Saturasi oksigen 1 5
7 Suara nafas tambahan 1 5 sebagai mana mestinya
8 Gangguan ekspirasi batuk 1 5 Management jalan nafas buatan
1. Monitor volume ekspirasi dan peningkatan
tekana inspirasi pada pasien yang
menggunakan ventilasi mekanik
Monitor Pernafasan
1. monitor Kecepatan nafas, irama,
kedalaman, kesulitan bernafas.
2. Monitor saturasi oksigen pada pasien
yang tersedasi (seperti: SpO2).
3. Catat perubahan pada saturasi O2,
volume tidal akhir CO2
Kolaborasi
1. Ventilasi mekanis
2. medikamentosa

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


NAMA KLIEN : Tn. S TANGGAL PENGKAJIAN : 06-03-2018
NO.REG : 203766 DX.MEDIS : COB+ICH
NO DX. NOC NIC
TGL
KEPERAWATAN
2 06-03- Penurunan kapasitas Setelah dilakukan tindakn keperawatan selama Magement edema serebral
2018 adaptif intrakranial 2x24 jam diharapkan pasien tidak mengalami 1. Monitor status neurologi dengan ketat dan
penurunan kesadaran bandingkan dengan nilai normal
2. Analisa TIK
3. Monitor karakteristik cairan serebrospinal:
Indikator SA ST warna, kejernihan, dan konsistensi
Tekanan intrakranial 1 5 4. Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30
Tekanan darah sistolik 1 5 derajat atau lebih
Tekanan darah diastolik 1 5 5. Lakukan tindakan pencegahan terjadinya
Kegelisahan 1 5 kejang
Muntah 1 5 6. Monitor intake dan output
Cegukan 1 5 7. Batasi suction kurang dari 15 detik
8. Pertahankan suhu normal
Demam 1 5 9. LAB : elektrolit, dan urine
10. Kolaborasi : sedasi, anti kejang, diuretik
osmotik
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NAMA KLIEN : Tn. S TANGGAL PENGKAJIAN : 06-03-2018
NO.REG : 203766 DX.MEDIS : COB+ICH

DX
NO TGL NOC NIC
KEPERAWATAN
3 06-04- Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukn tindakan asuhan keperawatan  Manajemen Disritmia
2018 selama 2x24 jam diharapkan pasien tidak 1. Pastikan riwayat penyakit jantung dan
mengalami intolernsi aktivitas. distritmia pasien sert keluarga
2. Pastikan pemantauan EKG dari samping
tempat tidur dilakukan oleh individu yang
No Indikator SA ST
1 Saturasi oksigen ketika 1 3 kompeten
3. Monitor perubahan EKG yang
berktivitas
2 Frekuensi nadi ketika 1 3 meningkatkan risiko terjadinya disritmia
berktivitas (misalnya, aritmia, segmen ST, iskemia, dan
3 Frekuensi pernafasan ketika 1 3 pemantauan Interval QT).
beraktivitas. 4. Catat frekuensi dan durasi disritmia.
4 Kemudahan bernafas ketika 1 3 5. Monitor reaksi hemodinamik
6. Observasi nyeri dada
beraktivitas 7. Kolaborasi obat-obatan menangani
5 Temuan/hasil EKG 1 3
disritmia.
Terapi Latihan : Mobilisasi
1. Ubah posisi pasien setiap 2 jam
2. Dukung latihan ROM dengan bantuan,
sesuai indikasi
3. Lindungi pasien dari trauma.
4. Dukung ambulasi jika memungkinkan
Bantu Perawatan Diri
1. Berikan batuan sampai pasien mampu
melakukan perawatan diri mandiri
2. Ganti pakaian kotor pasien

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NAMA KLIEN : Tn. S TANGGAL PENGKAJIAN : 06-03-2018
NO.REG : 203766 DX.MEDIS : COB+ICH
NO TGL DX. JAM IMPLEMENTASI JAM EVALUASI
KEPERAWATAN
1. 06- Gangguan ventilasi 15.30 Management jalan nafas 18.00 S:
03- spontan 1. Memposisikan kepala 30-45 O:
2018 derajat untuk membuka jalan  terpasang ventilator mekanik mode
nafas dan memaksimalkan bipep, f1 o2 100%, fir 14, pressure 13
ventilasi ASB 10, respon 14, spo2 99%
2. pasien post op tracheostomi  nampak nadi teraba kuat
3. melakukan fisioterpi dada  tidak terdengar ronchi pada bronchial
4. melakukan suction pada jalan  suara paru vesikuler pada daerah alveoli
nafas buatan (trachea)  suara paru bronkovesikuler pada daerah

Management jalan nafas buatan percabangan bronkial

5. memasangkan ventilator mekanik Indikator SA SK ST


6. memonitoring tanda tanda vital Frekuensi pernafasan 1 2 5
7. memasang NGT dan pasien di Irama pernafasan 1 2 5
Suara auskultasi 1 4 5
puasakan untuk mencegah
pernafasan
aspirasi
Kepatenan jalan nafas 1 4 5
8. pasien di puasakan dan
Saturasi oksigen 1 3 5
mendapatkan cairan aminofluid Akumulasi sputum 1 4 5
9. perawatan trakea Suara nafas tambahan 1 4 5
10. jumlah cairan masuk pasien Gangguan ekspirasi 1 3 5
-inf asering 1500 cc/24 jam
-urine output 750 cc/6jam batuk
A : masalah teratasi sebagian
Monitor Pernafasan
P : lanjutkan intervensi 1-9
1. RR : 15X/mnt, pergerakan dada
sama antara kanan dan kiri
2. spo2 99%
kolaborasi
1. pemasangan ventilator mode bipep,
f1 o2 100%, fr 14, pressure 13 ASB
10,

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NAMA KLIEN : Tn. S TANGGAL PENGKAJIAN : 06-03-2018
NO.REG : 203766 DX.MEDIS : COB+ICH
NO TGL DX. JAM IMPLEMENTASI JAM EVALUASI
KEPERAWATAN
2. 06- Penurunan 15.30 1. Memposisikan pasien 30-45 18.00 S:
03- kapasitas adaptif derajat O:
2. memberikan tampon dengan
2018 intrakranial - Tanda-tanda vital
dicampur epineprin untuk TD : 142/95 mmHg
N : 86x/menit
mencegah perdarahan
RR : 15 x/m
3. memonitor tanda-tanda vital
SPO2 : 99%
pasien - pasien tampak batuk
4. mencuci tangan 5 moment - tidak ada sianosis
5. memonitor keluarnya darah dari - akral hangat
selang EVD - produksi darah EVD: tidak berdarah
6. membatasi suction kurang dari - muntah tidak ada
15 detik Indikator SA SK ST
7. kolaborasi : Tekanan intrakranial 1 5 5
manitol 100cc/infus Tekanan darah sistolik 1 2 5
kutoin 100 mg Tekanan darah diastol 1 2 5
Kegelisahan 1 3 5
Muntah 1 5 5
Cegukan 1 3 5
Demam 1 6 5
A : Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi 1-5
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NAMA KLIEN : Tn. S TANGGAL PENGKAJIAN : 06-03-2018
NO.REG : 203766 DX.MEDIS : COB+ICH
NO TGL DX. JAM IMPLEMENTASI JAM EVALUASI
KEPERAWATAN
3. 06- Intolernsi Aktivitas 15.30 Manajemen Disritmia 18.00 S:-
03- 1. menanyakan kepada keluarga O:
TD : 142/95 mmHg
2018 apakah ada riwayat jantung. N : 86x/menit
2. Melakukan EKG di monitor pasien RR : 15 x/m
3. Mengobservasi perubahan EKG SPO2 : 99%
tidak ada ST elevasi, terdapat  ADL dibantu
 ROM aktif
ekstrasistole ventrikel (PVC)
 Terpasang NGT
4. TD : 142/95 mmHg N :
86x/menit, RR : 15 x/m No Indikator S S S
5. Observasi nyeri dada C
6. Kolaborasi obat-obatan menangani A T
1 Saturasi oksigen ketika 1 3 1
disritmia.
Terapi Latihan : Mobilisasi berktivitas
1. Memberikan posisi miring 2 Frekuensi nadi ketika 1 3 1

kanan dan kiri setiap 2 jam berktivitas


2. melakukan latihan ROM 3 Frekuensi pernafasan 1 3 1

kepada pasien mulai dari ketika beraktivitas.


4 Kemudahan bernafas 1 3 1
tangan sampai kaki
3. memasang pagar bed ketika beraktivitas
4. melakukan ambulasi jika 5 Temuan/hasil EKG 1 3 1

keadaan pasien memungkinkan


Bantu Perawatan Diri A : masalah belum teratasi
1. memandikan pasien pada jam
P : lanjutkan semua intervensi
17.00 wib dan melakukan
personal hygien
2. mengganti linen dan pakaian
kotor
BAB 4
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perdarahan intracerebral atau Intracerebral haemorrhage (ICH) adalah
penyakit yang sering dengan insiden 11-23 kasus dari 100,000 pertahun.
Walaupun termasuk 10-15% dari semua stroke, tetapi ICH adalah paling
subtipe yang paling fatal yang bisa mengakibatkan kematian lebih dari 40%.

B. SARAN
Pencegahan ICH dapat dilakukan dengan meminimalisir risiko
terjadinya ICH dengan mencegah hipertensi yang berakibat fatal pada
kejadian pecahnya pembuluh darah dan perdarahan intra cerebral.

DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T Heather. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC.

Johnson, M.,et all, 2012, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Pearce, E.C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.

Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit hal 1174-1176. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2005. Buku ajar keperawatan medical-bedah
Brunner & Suddarth, vol:1. Jakarta: EGC.

Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Wim de jong; Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.

Ester, Monica, 2004, Keperawatan Medikal Bedah Pendekatan Sistem cranial.


Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai