DI RUANG GARDENA
Oleh :
NIM : 14901.04.17007
2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
Rahmat dan HidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Asuhan keperawatan yang berjudul “ICH (intra kranial
hematoma) di RSD. dr. SOEBANDI PETRANG JEMBER”.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
A. LATAR BELAKANG
Perdarahan intracerebral atau Intracerebral haemorrhage (ICH) adalah
penyakit yang sering dengan insiden 11-23 kasus dari 100,000 pertahun.
Walaupun termasuk 10-15% dari semua stroke, tetapi ICH adalah paling
subtipe yang paling fatal yang bisa mengakibatkan kematian lebih dari 40%.
Perdarahan intracranial dapat diklasifikasikan dari aspek anatomi dan aspek
etiologi. Berdasarkan dari anatomi terdapat beberapa perdarahan seperti
perdarahan parenkim, subarachnoid, subdural, epidural, perdarahan supra dan
infratentorial. Berdasarkan aspek etilogi perdarahan primer atau spontan
boleh dibedakan dengan perdarahan sekunder. Perdarahan primer merupakan
perdarahan spontan yang mana disebabkan oleh penyakit hipertensi
arteri.Perdarahan sekunder terjadi akibat trauma,tumor, dan akibat pengunaan
obat.
Perdarahan intracerebral adalah tipe stroke yang disebabkan oleh
perdarahan yang disebabkan oleh perdaharahan dari jaringan otak itu sendiri.
Stroke terjadi apabila jaringan otak kekurangan oksigen karena adanya
gangguan pada suplai darah. ICH paling sering terjadi disebabkan oleh
Hipertensi,arterivenous Malformasi (AVM), atau trauma kepala. Pengobatan
harus difokuskan pada penghentian pendarahan, membersihkan hematom dan
menurunkan tekanan pada otak.
Perdarahan intraserebral (ICH) biasanya disebabkan oleh pecahnya
arteri kecil di dalam jaringan otak (kiri). Darah yang terkumpul, hematoma
atau darah bekuan menyebabkan peningkatan tekanan pada otak. Malformasi
arteri (AVMs) dan tumor juga bisa menyebabkan perdarahan ke dalam
jaringan otak (kanan).
Perdarahan intracerebral Spontan (non-traumatik) adalah penyebab
semakin sering dan perdarahan subarachnoid adalah 15% dari semua jenis
stroke dengan insiden 15-30/100000.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan intracerebral haemorrhage?
2. Apa saja etiologi dari intracerebralhaemorrhage?
3. Bagaimana patofisiologi dari intracerebral haemorrhage?
4. Apa saja tanda dan gejala intracerebral haemorrhage?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari intracerebral haemorrhage?
6. Bagaimana penatalaksanaan intracerebral haemorrhage ?
7. Apa saja komplikasi dan outcome dari intracerebral haemorrhage?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan intracerebral haemorrhage?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian intracerebral haemorrhage
2. Untuk mengetahui etiologi intracerebral haemorrhage
3. Untuk mengetahui patofisiologi intracerebral haemorrhage
4. Untuk mengetahui tanda dan gejalaintracerebral haemorrhage
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang intracerebral haemorrhage
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan intracerebral haemorrhage
7. untuk mengetahui komplikasi dan outcome dari intracerebral
haemorrhage
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pasien dengan
intracerebral.haemorrhage
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
LAPORAN PENDAHULUAN
INTRA CRANIAL HEMATOM
ANATOMI FISIOLOGI OTAK
A. ANATOMI OTAK
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian,
yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)
B. FISIOLOGI OTAK
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga
disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan.
Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan
binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir,
analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan
visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas
bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut
Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan
yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-
masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus
Temporal.
a. Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan
dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan
membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan,
penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol
perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara
umum.
b. Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses
sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c. Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
d. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan
dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina
mata.
B. ETIOLOGI
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah :
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Aneurisma
10. Distrasia darah
11. Obat
12. Merokok.
C. PATOFISIOLOGI
ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas
kemedial kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang
relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria
perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat pangkalnya
dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata.
Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien
hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga
rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada
fossa posterior yang dimulai pada pons atau hemisfer serebeler.
ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar
duapertiga akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya
dalam defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran
terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan
mual dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian
TIK akibat perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala
dan tanda lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah.
Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit
motor kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan
tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal
akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila
hemisfer dominan terkena.
Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara
yaitu:
1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama
pada kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia
basal rusak.
2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang
kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan
penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel.
80% pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam eksaserbasi akut dari
hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus hematoma memecah
kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran
klinis PSA. Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90%
terjadi antara usia 45-75 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih
berisiko terhadap PIS seperti juga penderita yang mendapat antikoagulan
terutama Coumadin. Trombositopenia dengan hitung platelet kurang dari
20.000, penyakit hati, leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin
meninggikan risiko terjadinya PIS.
ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil
seperti lentikulostriata pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon,
cabang paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada
struktur dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi
kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum
16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering
menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria
serebral media yang mencatu putamen.
ICH merupakan sekitar 10% dari semua stroke. Seperti dijelaskan
diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak.
Ruptur vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh
Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering
tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS
kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid
serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling
sering mengalami perdarahan, sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan
ipernefroma adalah tumor metastatik yang tersering menimbulkan
perdarahan.
Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap
dengan defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis
terutama tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran
perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian
Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas
outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober
superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang lebih
dalam. Perluasan klot ke sistema ventrikuler memperburuk outcome. Pasien
dengan perdarahan dengan diameter lebih dari 3 cm atau volumenya lebih
dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis buruk dan yang berusia
70 tahun atau lebih cenderung mempunyai outcome buruk.
Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak
Oblongata tertekan
Penekanan pada jaringan
otak
Sel melepaskan
mediator nyeri :
prostaglandin, Ketidakefektifan Pola
sitokinin
Nafas
Luka insisi
pembedahan
Peningkatan Tekanan
Intracranial
Port d’entri
Mikroorganisme
Gangguan aliran darah
dan oksigen ke otak
Penurunan Hambatan
kesadaran Mobilitas Fisik
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
CT scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa
jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam
untuk menilai stabilitas.
3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada
cairan lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan
adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan
posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan
leukositosis yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber
bahan bakar untuk metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa
darah yang terlalu rendah maka akan dapat terjadi kerusakan pada
jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak
sebagai sumber untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi
factor risiko stroke hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai
komplikasi dan pencetus stroke hemoragik
8. GCS (glasgow coma scale)
Pengukuran Respon Skor
Eye Spontan Membuka mata 4
(Respon
membuka
mata)
Membuka mata dengan perintah (suara, sentuhan) 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri. 2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1
Verbal Berorientasi baik 5
Bingung , berbicara mengacau, disorientasi tempat 4
(Respon
dan waktu)
verbal /
Bisa membentuk kata tetapi tidak bisa membentuk 3
bicara)
kalimat
Bisa mengeluarkan suara tanpa arti (mengerang) 2
Tidak bersuara 1
Motor Mengikuti perintah 6
(respon Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan 5
10. Pemeriksaan B1 – B6
1) B 1 : Breathing (Pernafasan/Respirasi)
Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho
vesikuler.
Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya
atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema)
merupakan bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui
sekresi di dalam trakeobronkial dan alveoli.
Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan
peningkatan usaha napas)
Bentuk dada : Perubahan diameter anterior – posterior (AP)
menunjukan adanya COPD
Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi
pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks,
atau penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang
tepat.
Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-
otot interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi
paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat
terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakan dinding
dada.
Sputum : Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan
konsistensinya. Mukoid sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik
dan astma bronkiale; sputum yang purulen (kuning hijau) biasa
terjadi pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut; sputum yang
mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC,
dan kanker paru.
Selang oksigen : Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube,
diperhatikan panjangnya tube yang berada di luar.
Parameter pada ventilator : Volume Tidal Normal : 10 – 15 cc/kg
BB. Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan
status ventilasi penurunan volume tidal secara mendadak
menunjukan adanya penurunan ventilasi alveolar, yang akan
meningkat PCO2. Sedangkan peningkatan volume tidal secara
mendadak menunjukan adanya peningkatan ventilasi alveolar yang
akan menurunkan PCO2. Kapasitas Vital : Normal 50 – 60 cc / kg
BB Minute Ventilasi Forced expiratory volume Peak inspiratory
pressure
2) B 2 : Bleeding (Kardiovaskuler / Sirkulasi)
Irama jantung : Frekuensi ..x/m, reguler atau irreguler
Distensi Vena Jugularis
Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan
ventilator
Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi
akibat penutupan katup mitral dan trikuspid.
S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat
penutupan katup pulmonal dan katup aorta.
S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya
dilatasi ventrikel.
Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya
terdengar pada pasien gangguan katup atau CHF.
Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia
dapat terjadi akibat adanya hipoksia miokardial.
PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada
interkostal ke lima kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi
menunjukan adanya pembesaran ventrikel pasien hipoksemia
kronis.
Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.
3) B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)
Tingkat kesadaran : Penurunan tingkat kesadaran pada pasien
dengan respirator dapat terjadi akibat penurunan PCO2 yang
menyebabkan vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan menurunkan
sirkulasi cerebral. Untuk menilai tingkat kesadaran dapat
digunakan suatu skala pengkuran yang disebut dengan Glasgow
Coma Scale (GCS). GCS memungkinkan untuk menilai secara
obyektif respon pasien terhadap lingkungan. Komponen yang
dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon motorik, dan
respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-nilai dari
ketiga komponen tersebut. Tingkat kesadaran adalah ukuran dari
kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan. Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari
berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak
seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran
darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang
kepala.
Refleks pupil : Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri), Ukuran
pupil (kanan dan kiri; 2-6mm), Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh
: stress/takut, cedera neurologis penggunaan atropta, adrenalin, dan
kokain. Dilatasi pupil pada pasien yang menggunakan respirator
dapat terjadi akibat hipoksia cerebral. Kontraksi pupil dapat
disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan narkotik,
heroin.
4) B 4 : Bladder (Perkemihan – Eliminasi Uri/Genitourinaria)
Kateter urin : Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan
peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi
pada ginjal. Distesi kandung kemih
F. PENATALAKSANAAN
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan
stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic,
khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis.
Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal
dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar
dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu,
kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke
ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan
trombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan
karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan
antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa
memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse
2. Transfusi atau platelet
3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan
platelet (plasma segar yang dibekukan)
4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam
darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)
5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan
tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan
hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak.
G. KOMPLIKASI
1. Defisit iskemik
2. Hidrocepalus oedema otak
3. Perdarahan ulang
4. Hematomaintrakranial
5. Kejang
6. Perdarahan gastrointestinal
7. Oedema paru-paru
1. ANAMNESE
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan,
pendidikan dan status ekonomi dan yang lain.
b. Keluhan utama
Biasanya mengeluh sakit kepala dan lemas bagian ekstermitas dan
terkadang pasien tidak sadar
c. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sakit kepala, kelemahan
fisik, perubahan fungsi berbicara (pelo) sehingga mendorong pasien untuk
mencari pengobatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh
penderita yang mungkin sehubungan dengan ICH seperti hipertensi atau
diabetes militus atau karena kecelakaan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tumor otak yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
2. POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Nutrisi: terjadi perubahan dan masalah dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
karena adanya rasa mual dan muntah, kurang nafsu makan, kehilangan
sensasi rasa pada lidah, disfagia, kesulitan menelan akibat gangguan pada
refleks palatum dan faringeal.
b. Eliminasi: terjadi perubahan dalam pola pemenuhan eliminasi, pada pola
eliminasi BAK akan terjadi perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine atau anuria, pada pola eliminasi BAB dapat terjadi distensi abdomen
dan dapat terjadi obstipasi.
c. Personal hygiene: karena adanya kelemahan atau kelumpuhan motorik
sehingga klien harus dibantu dalam memenuhi kebutuhannya.
d. Istirahat dan tidur: akan didapatkan kesukaran dalam memenuhi
aktivitasnya karena kelemahan, mudah lelah ataupun intoleran terhadap
aktivitas dan sukar tidur.
e. Kebiasaan mengisi waktu luang: olahraga, nonton TV, berkebun/memasak,
dan lain-lain.
f. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan (jenis, frekuensi, jumlah, dan
lama pakai): merokok, minuman keras, dan ketergantungan terhadap obat.
g. Uraian kronologis kegiatan sehari-hari: jenis kegiatan dan lama waktu
untuk setiap kegiatan.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Sistem Pernafasan.
Klien akan didapatkan batuk tidak efektif, pernafasan tidak teratur,
kemungkinan cheynes-stokes dan terjadi paralisis otot pernafasan, bunyi
nafas ngorok ronchi, adanya sekret dan aspirasi.
b. Sistem Kardiovaskuler.
Adanya hipotensi, denyut nadi perifer berkurang tetapi nadi sentral
kuat, terdengar bunyi jantung tambahan seperti mur-mur atau gallop dan
irama jantung tidak teratur.
c. Sistem Gastro Intestinal.
Nafsu makan menurun, kehilangan sensasi pada lidah, paralise
pada otot wajah dan kerongkongan (disfagia), sehingga menimbulkan
masalah dalam menelan dan mengunyah, serta terjadi peristaltik usus
menurun yang mengakibatkan konstipasi. Distensi abdomen dan
penembahan berat badan dengan pesat terjadi pada klien stroke disertai
penyakit jantung.
d. Sistem Persarafan.
Dapat terjadi penurunan tingkat kesadaran dihitung dari nilai GCS
biasanya pada stroke dengan hemoragik, biasanya stroke infark pada
hemisfer serebri tetap sadar selama perjalanan penyakitnya.
j) Sistem Integumen.
Pada stroke yang immobilitas lama terjadi kerusakan pada
kulit daerah yang tertekan akibat immobilitasi yang menimbulkan
perubahan aliran darah ke area yang tertekan dan menonjol.
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebri b.d sumbatan pembuluh
darah otak
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan secret karena tirah
baring yang lama
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
4. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
5. Resiko infeksi b.d port d’entri mikroorganisme
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
7. Ketidakefektifan pola nafas b.d kurangnya suplai o2 ke jaringan otak
5. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn.S DENGAN COB (CEDERA OTAK BERAT) DAN ICH (INTRA
CRANIAL HEMATOM)
DI RUANG ICU RSD. Dr. SOEBANDI JEMBER
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn.S
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama / Pekerjaan : Islam / Swasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Candipuro lumajang
No. RM : 2031xx
Tanggal MRS : 15 – 01 – 2018
Diagnosa Medis : COB + ICH
Sumber Informasi : Keluarga
Penanggung : BPJS Non PBI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL LABORATORIUM
TANGGAL 05 – 03 – 2018
No Jenis pemeriksaan Hasil normal
Hematologi
1 Hemoglobin 15,6 13,2 – 17,3
2 Eritrosit 5,18 4,4 – 5,9
3 Hematokrit 41,7 40 – 52
4 Leukosit 23,94 40 – 52
5 Diffcount 1/0/81/14/4 1-2/0-1/3-5/52-62/25-33/3-7
6 Thrombosit 248 150 – 450
7 LED -
Faal hati
8 SGOT (AST) 36 <50
9 SGPT (ALT) 27 <50
Faal ginjal
10 Urea 27 20-50
11 Creatinin 1,17 0,62-1,10
ANALISA DATA
Nama Klien : Tn. S
No. RM : 203166
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWTAN
1. DS : Trauma kepala Gangguan
- Ventilasi Spontan
Pecahnya pembuluh darah
DO :
otak
- Pasien terpasang
intra serebral hematoma
trakea kanul 7,0
- Bagging 10 – 15 darah masuk ke dalam
x/menit jaringan otak
- Terpasang
Peningkatan TIK
osofaringeal tube
- Terdengar suara Perubahan neurologis pusat
- RR : 14x/menit pernafasan terganggu
Apneu,
pernafasan tidak adekuat
ANALISA DATA
Nama Klien : Tn. S
No. RM : 203166
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWTAN
2. DS : Trauma kepala Penurunan
Kapasitas Adaptif
Pecahnya pembuluh darah
DO : Intrakranial
otak
- Kesadaran koma
intra serebral hematoma
- GCS 1 x 1
- Reflek pupil positif darah masuk ke dalam
isokor jaringan otak
- Pemeriksaan
Peningkatan TIK
penunjang : foto scan
Penurunan kapasitas
kepala : fraktur pada
adaptif intrakranial
OS mandibula kiri
- Tampak lesi pada
daerah wajah
- Keluar darah dari
hidung dan telinga
ditampon kapas
ANALISA DATA
Nama Klien : Tn. S
No. RM : 203166
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWTAN
3. DS : Trauma kepala Intoleransi
Aktivitas
Pecahnya pembuluh darah
DO :
otak
- EKG irama sinus 80
intra serebral hematoma
x/menit dengan
ekstrasistole ventrikel darah masuk ke dalam
(PVC) jaringan otak
- Nadi 86x/menit
darah ke jantung terganggu
dengan irama
terjadi ekstrasistole
irreguler
ventrikel (PVC)
Intoleransi Aktivitas
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NAMA KLIEN : Tn. S TANGGAL PENGKAJIAN : 06-03-2018
NO.REG : 203766 DX.MEDIS : COB+ICH
NO DX. NOC NIC
TGL
KEPERAWATAN
1 06-03- Gangguan ventilasi Setelah dilakukan tindakn keperawatan selama Management jalan nafas :
2018 spontan 2x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi spontan ventilasi
2. Lakukan fisioterapi dada sebagi mana
mestinya
NO Indikator SA ST
3. Lakukan pengisapan endotrkheal tube
1 Frekuensi pernafasan 1 5 4. Auskultasi suara nafas dan catat area yang
2 Irama pernafasan 1 5
3 Suara auskultasi nafas 1 5 ventilasinya menurun dan tidak ada suara
4 Kepatenan jalan nafas 1 5 tambahan
5 Akumulasi sputum 1 5 5. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
6 Saturasi oksigen 1 5
7 Suara nafas tambahan 1 5 sebagai mana mestinya
8 Gangguan ekspirasi batuk 1 5 Management jalan nafas buatan
1. Monitor volume ekspirasi dan peningkatan
tekana inspirasi pada pasien yang
menggunakan ventilasi mekanik
Monitor Pernafasan
1. monitor Kecepatan nafas, irama,
kedalaman, kesulitan bernafas.
2. Monitor saturasi oksigen pada pasien
yang tersedasi (seperti: SpO2).
3. Catat perubahan pada saturasi O2,
volume tidal akhir CO2
Kolaborasi
1. Ventilasi mekanis
2. medikamentosa
DX
NO TGL NOC NIC
KEPERAWATAN
3 06-04- Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukn tindakan asuhan keperawatan Manajemen Disritmia
2018 selama 2x24 jam diharapkan pasien tidak 1. Pastikan riwayat penyakit jantung dan
mengalami intolernsi aktivitas. distritmia pasien sert keluarga
2. Pastikan pemantauan EKG dari samping
tempat tidur dilakukan oleh individu yang
No Indikator SA ST
1 Saturasi oksigen ketika 1 3 kompeten
3. Monitor perubahan EKG yang
berktivitas
2 Frekuensi nadi ketika 1 3 meningkatkan risiko terjadinya disritmia
berktivitas (misalnya, aritmia, segmen ST, iskemia, dan
3 Frekuensi pernafasan ketika 1 3 pemantauan Interval QT).
beraktivitas. 4. Catat frekuensi dan durasi disritmia.
4 Kemudahan bernafas ketika 1 3 5. Monitor reaksi hemodinamik
6. Observasi nyeri dada
beraktivitas 7. Kolaborasi obat-obatan menangani
5 Temuan/hasil EKG 1 3
disritmia.
Terapi Latihan : Mobilisasi
1. Ubah posisi pasien setiap 2 jam
2. Dukung latihan ROM dengan bantuan,
sesuai indikasi
3. Lindungi pasien dari trauma.
4. Dukung ambulasi jika memungkinkan
Bantu Perawatan Diri
1. Berikan batuan sampai pasien mampu
melakukan perawatan diri mandiri
2. Ganti pakaian kotor pasien
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NAMA KLIEN : Tn. S TANGGAL PENGKAJIAN : 06-03-2018
NO.REG : 203766 DX.MEDIS : COB+ICH
NO TGL DX. JAM IMPLEMENTASI JAM EVALUASI
KEPERAWATAN
1. 06- Gangguan ventilasi 15.30 Management jalan nafas 18.00 S:
03- spontan 1. Memposisikan kepala 30-45 O:
2018 derajat untuk membuka jalan terpasang ventilator mekanik mode
nafas dan memaksimalkan bipep, f1 o2 100%, fir 14, pressure 13
ventilasi ASB 10, respon 14, spo2 99%
2. pasien post op tracheostomi nampak nadi teraba kuat
3. melakukan fisioterpi dada tidak terdengar ronchi pada bronchial
4. melakukan suction pada jalan suara paru vesikuler pada daerah alveoli
nafas buatan (trachea) suara paru bronkovesikuler pada daerah
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NAMA KLIEN : Tn. S TANGGAL PENGKAJIAN : 06-03-2018
NO.REG : 203766 DX.MEDIS : COB+ICH
NO TGL DX. JAM IMPLEMENTASI JAM EVALUASI
KEPERAWATAN
2. 06- Penurunan 15.30 1. Memposisikan pasien 30-45 18.00 S:
03- kapasitas adaptif derajat O:
2. memberikan tampon dengan
2018 intrakranial - Tanda-tanda vital
dicampur epineprin untuk TD : 142/95 mmHg
N : 86x/menit
mencegah perdarahan
RR : 15 x/m
3. memonitor tanda-tanda vital
SPO2 : 99%
pasien - pasien tampak batuk
4. mencuci tangan 5 moment - tidak ada sianosis
5. memonitor keluarnya darah dari - akral hangat
selang EVD - produksi darah EVD: tidak berdarah
6. membatasi suction kurang dari - muntah tidak ada
15 detik Indikator SA SK ST
7. kolaborasi : Tekanan intrakranial 1 5 5
manitol 100cc/infus Tekanan darah sistolik 1 2 5
kutoin 100 mg Tekanan darah diastol 1 2 5
Kegelisahan 1 3 5
Muntah 1 5 5
Cegukan 1 3 5
Demam 1 6 5
A : Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi 1-5
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NAMA KLIEN : Tn. S TANGGAL PENGKAJIAN : 06-03-2018
NO.REG : 203766 DX.MEDIS : COB+ICH
NO TGL DX. JAM IMPLEMENTASI JAM EVALUASI
KEPERAWATAN
3. 06- Intolernsi Aktivitas 15.30 Manajemen Disritmia 18.00 S:-
03- 1. menanyakan kepada keluarga O:
TD : 142/95 mmHg
2018 apakah ada riwayat jantung. N : 86x/menit
2. Melakukan EKG di monitor pasien RR : 15 x/m
3. Mengobservasi perubahan EKG SPO2 : 99%
tidak ada ST elevasi, terdapat ADL dibantu
ROM aktif
ekstrasistole ventrikel (PVC)
Terpasang NGT
4. TD : 142/95 mmHg N :
86x/menit, RR : 15 x/m No Indikator S S S
5. Observasi nyeri dada C
6. Kolaborasi obat-obatan menangani A T
1 Saturasi oksigen ketika 1 3 1
disritmia.
Terapi Latihan : Mobilisasi berktivitas
1. Memberikan posisi miring 2 Frekuensi nadi ketika 1 3 1
A. KESIMPULAN
Perdarahan intracerebral atau Intracerebral haemorrhage (ICH) adalah
penyakit yang sering dengan insiden 11-23 kasus dari 100,000 pertahun.
Walaupun termasuk 10-15% dari semua stroke, tetapi ICH adalah paling
subtipe yang paling fatal yang bisa mengakibatkan kematian lebih dari 40%.
B. SARAN
Pencegahan ICH dapat dilakukan dengan meminimalisir risiko
terjadinya ICH dengan mencegah hipertensi yang berakibat fatal pada
kejadian pecahnya pembuluh darah dan perdarahan intra cerebral.
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T Heather. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Pearce, E.C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.
Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit hal 1174-1176. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2005. Buku ajar keperawatan medical-bedah
Brunner & Suddarth, vol:1. Jakarta: EGC.
Wim de jong; Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.