Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

Nama : Salsabila Zahrah

NIM : 20210940100153

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan
tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24
jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke
hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai
bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat,
atau kematian (Junaidi, 2011).
Stroke adalah perubahan neurologis yang diakibatkan oleh interupsi aliran
darah menuju ke bagian-bagian otak tertentu (Black dan Hawks, 2005) Stroke
adalah gangguan alirah darah ke otak secara tiba-tiba atau mendadak (Stroke
Center, 2017)
Stroke atau cedera Serebrovaskuler (CVA) adalah ketidaknormalan fungsi
Sistem Saraf Pusat (SSP) yang disebabkan oleh gangguan aliran darah serebral.
Stroke adalah defisit neurologi yang mempunyai awitan mendadak dan
berlangsung dalam waktu 24 jam sebagai sebab dari Serebral Vaskulaer Disease
(CVD) (Smeltezer dan Bare, 2008)
Stroke diklasifikasikan menjadi dua (Wardhana,2011) yaitu :
1) Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan darah
yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak.
Penyumbatnya adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung
kolestrol yang ada dalam darah. Penyumbatan bisa terjadi pada pembukuh
darah besar (arteri karotis), atau pembuluh darah sedang (arteri serebri),
atau pembuluh darah kecil
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau
pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menutupi ruang-
ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang menutupi jaringan sel otak
akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan
kerusakan fungsi kontrol otak.

 Pembagian otak
1. Otak Besar
Sesuai namanya, otak besar (cerebrum) merupakan bagian yang paling
besar dan fungsinya juga paling banyak. Permukaan luar otak besar
disebut korteks serebri dan bagian inilah yang terlihat saat kita
membayangkan gambar otak manusia.Korteks serebri adalah bagian
otak yang melekuk-lekuk.Otak besar dibagi menjadi dua bagian, kiri
dan kanan yang disebut dengan hemisfer.Hemisfer kiri dan kanan juga
sering disebut sebagai otak kiri dan otak kanan. Keduanya dipisahkan
oleh struktur seperti parit yang disebut fisura interhemisfer atau fisura
longitudinal.Lalu, masing-masing hemisfer tersebut dibagi lagi
menjadi bagian-bagian otak yang disebut dengan lobus.Masing-masing
lobus otak memiliki peran dan fungsinya tersendiri.
a. Lobus Frontalis
Lobus frontalis adalah yang terbesar dibandingkan dengan lobus
lainnya. Lobus ini terletak di otak bagian depan, kira-kira sejajar
dengan tulang dahi.Fungsinya adalah untuk mengoordinasikan
perilaku yang memerlukan kemampuan tingkat tinggi, seperti
kemampuan motorik, menyelesaikan masalah, perencanaan, fokus,
dan menimbang baik dan buruk. Lobus frontalis juga berperan
untuk mengatur emosi serta mengatur impuls atau informasi
rangsang.
b. Lobus Parietal
Lobus parietal terletak di belakang lobus frontal. Bagian ini
berperan dalam kemampuan mengatur sensasi tubuh, tulisan
tangan, posisi tubuh, dan menerjemahkan informasi yang
dikirimkan oleh bagian otak lain.
c. Lobus Temporal
Lobus temporal terletak di sisi sebelah kiri dan kanan otak, dekat
telinga. Bagian otak ini berfungsi untuk mengendalikan
kemampuan daya ingat visual (misalnya mengingat wajah
seseorang), daya ingat verbal (mengerti bahasa tertentu),
pendengaran, dan menginterpretasikan emosi dan reaksi orang lain.
d. Lobus Oksipital
Lobus oksipital terletak di bagian belakang otak.Bagian ini
berperan besar dalam kemampuan seseorang untuk bisa membaca
dan mengenali literasi serta aspek penglihatan lainnya.
2. Otak kecil
Otak kecil atau cerebellum terletak di belakang, tepatnya di bawah
lobus oksipital.Bagian otak ini berperan penting dalam kemampuan
motorik halus, seperti koordinasi tangan dan kaki.Otak kecil juga
berperan dalam keseimbangan tubuh, postur, dan pemerataan fungsi
otak kiri dan kanan (equilibrium).
3. Batang Otak
Batang otak adalah bagian otak yang terletak di depan otak kecil dan
menyambung ke susunan saraf di tulang belakang. Batang otak
kemudian dibagi lagi menjadi:
a. Otak Tengah
Otak tengah berfungsi untuk mengatur pergerakan mata
memproses informasi visual dan suara yang diterima oleh otak.
b. Pons
Pons merupakan bagian terbesar dari batang otak. Terletak di
bawah otak tengah, pons merupakan kumpulan dari saraf-saraf
yang menghubungkan berbagai bagian otak.Pada bagian ini juga
terdapat ujung awal saraf kranial.Saraf kranial adalah saraf yang
berperan dalam pergerakan wajah dan mengantarkan informasi
sensori ke otak.
c. Medulla oblongata
Medulla oblongata adalah bagian otak yang letaknya paling
bawah.Bagian ini berfungsi sebagai pusat pengaturan fungsi
jantung dan paru-paru.Seperti yang kita tahu, jantung dan paru-
paru kita bergerak secara otomatis, tanpa perlu ada keinginan atau
perintah terlebih dahulu.Bagian inilah yang menjadi pusat
kontrolnya.Medulla oblongata berperan dalam berbagai fungsi
penting di tubuh, mulai dari bernapas, bersin, hingga menelan.

2. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), anatara lain :
1) Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan
penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2) Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang
sama)
b. Hemiplegi (paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama)
c. Ataksia (Berjalan tidak sempurna dan tidak mampu menyatukan
kaki)
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk mnghasilkan bicara
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3) Defisit Sensorik : Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4) Defisit Verbal
a. Afasia Ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami)
b. Afasia Reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia Global (Kombinal, baik afasia reseptif dan ekspresif)
5) Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6) Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan, dan marah

 FAST merupakan suatu metode deteksi dini pasien stroke yang bisa dilakukan
secara cepat. FAST terdiri dari Facial Movement, Arm movement dan Speech.
- Facial movement merupakan penilaian pada otot wajah, pemeriksaan ini
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a) Minta pasien untuk tersenyum atau menunjukkan giginya.
b) Amati simetrisitas dari bibir pasien, tandai pilihan “YES” bila terlihat
ada deviasi dari sudut mulut saat diam atau saat tersenyum.
c) Kemudian identifikasi sisi sebelah mana yang tertinggal atau tampak
tertarik, lalu tandai apakah di sebelah kiri “L” atau sebelah kanan “R”
- Arm movement merupakan penilaian pergerakan lengan untuk
menentukan apakah terdapat kelemahan pada ekstremitas, pemeriksaannya
dilakukan dengan tahapan berikut:
a) Angkat kedua lengan atas pasien bersamaan dengan sudut 90o bila
pasien duduk dan 45o bila pasien terlentang. Minta pasien untuk
menahannya selama 5 detik.
b) Amati apakah ada lengan yang lebih dulu terjatuh dibandingkan
lengan lainnya.
c) Jika ada tandai lengan yang terjatuh tersebut sebelah kiri atau kanan.
- Speech merupakan penilaian bicara yang meliputi cara dan kualitas bicara.
Pemeriksaannya dilakukan dengan tahapan berikut :
a) Perhatikan jika pasien berusaha untuk mengucapkan sesuatu.
b) Nilai apakah ada Gangguan dalam berbicara.
c) Dengarkan apakah ada suara pelo.
d) Dengarkan apakah ada kesulitan untuk mengungkapkan atau
menemukan kata- kata. Hal ini bias dikonfirmasi dengan meminta
pasien untuk menyebutkan benda-benda yang terdapat di sekitar,
seperti pulpen, gelas, piring dan lain-lain.
e) Apabila terdapat gangguang penglihatan, letakkan barang tersebut di
tangan pasien dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut.
 Gangguan komunikasi verbal pada pasien stroke non hemoragik dapat berupa
afasia dan disartria. Afasia dapat dibagi dua yaitu afasia motorik dan afasia
sensorik.
a) Afasia motorik
Lesi di sekitar daerah Broca mengakibatkan afisia motorik. Afasia
motorik terberat apabila pasien sama sekali tidak dapat mengeluarkan
kata – kata. Namun demikian, pasien masih mengerti bahasa verbal
dan visual. Pada afasia motorik umumnya kemampuan menulis kata –
kata tidak terganggu. Tetapi, bisa juga terjadi agrafia (hilangnya
kemampuan untuk ekspresi dengan tulisan) (Mahar Mardjono dan
Priguna Sidharta, 2006).
b) Afasia sensorik
Afasia sensorik atau afasia perseptif dikenal juga sebagai afasia
Wernicke. Kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan visual
terganggu atau hilang sama sekali. Tetapi, kemampuan untuk
mengucapkan kata – kata dan menulis kata – kata masih ada.
Gangguan ini diakibatkan adanya lesi di daerah antara bagian belakang
lobus temporalis, lobus oksipitalis dan lobus parietalis. Daerah tersebut
dikenal sebagai daerah Wernicke. Apabila daerah itu hancur, maka
akan hilang daya untuk mengerti apa yang dibicarakan dan ditulis.
Pasien dapat menulis dan mengucapkan kata – kata, namun tidak
mengerti mengenai apa yang ia katakan dan ia tulis (Mahar Mardjono
dan Priguna Sidharta, 2006).
 Disartria (gangguan artikulasi)
Gangguan artikulasi dinamakan disartria. Pada disartria hanya cara
mengucapkan kata – kata terganggu tetapi tata bahasanya baik. Pada lesi
UMN (Upper Motor Neuron) unilateral, sebagai gejala bagian dari
hemiparesis dijumpai disartria yang ringan sekali. Dalam hal ini, terbatasnya
kebebasan lidah untuk bergerak ke satu sisi merupakan sebab gangguan
artikulasi. Disartria UMN berat timbul akibat lesi UMN bilateral. Seperti pada
paralisis pseudobulbaris. Dalam hal ini, lidah sukar dikeluarkan dan umumnya
kaku untuk digerakkan ke seluruh jurusan (Mahar Mardjono dan Priguna
Sidharta, 2006).
Pada disartria LMN (Lower Motor Neuron) akan terdengar berbagai
macam disartria tergantung pada kelompok otot yang terganggu. Pada pasien
dengan paralisis bulbaris terutama lidah yang lumpuh dan cara berbicara
dengan lidah yang lumpuh dikenal sebagai “pelo”. Jika palatum mole lumpuh,
disartria yang timbul bersifat sengau (Mahar Mardjono dan Priguna Sidharta,
2006).
 Tanda peningkatan TIK
- Hipertensi
- Penurunan kesadaran (letargi, stupor, koma)
- Papil edema
- Kelumpuhan nervus VI
- Muntah proyektil
- Trias Cushing (hipertensi, bradikardi, dan pernapasan irregular)
3. Etiologi dan Faktor Resiko
1) Thrombosis (Bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orangtua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda
dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah
thrombosis.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Atherosclerosis
Atherosclerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematocrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral
c. Arteritis (radang pada arteri)
2) Embolisme cerebral (Bekuan darah atau materi lain)
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
- Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Disease
(RHD)
- Myokard infark
- Fibrilasi, keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil
- Endocarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium
3) Haemorhagi
Perdarahan intracranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosclerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi
otak
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi;
- Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital
- Aneurisma fusiformis dan atherosclerosis
- Aneurisma myocotik dari vasculitis nekrose dan emboli septis
- Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh
darah srteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena
- Rupture srteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah
4) Hypoksia umum
- Hipertensi yang parah
- Cardiac Pulmonary Arrest
- Cardiac output turun akibat aritmia
5) Hipoksia setempat
- Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid
- Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain
Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
- Usia
- Ras
- Anatomi pembuluh darah
- Jenis kelamin
- Keturunan

Faktor resiko yang dapat diubah :

- Hipertensi
- Penyakit kardiovaskuler
- Hiperkolestrol
- Obesitas
- Diabetes
- Merokok
- Penyalahgunaan obat
- Konsumsi alcohol
- Stress
4. Pemeriksaan Penunjang
a) Computerized Tomography Scan (CT Scan)
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak
b) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Menggunakan gelombang magnetic untuk menetukan posisi dan
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat hemoragik
c) Carotid Doppler Ultrasound
Untuk melihat apakah ada penyempitan atau penurunan aliran darah,
terutama pada arteri carotis
d) EKG
Untuk mengevaluasi fungsi jantung sehingga dapat diketahui apakah
gangguan pada jantung yang dapat merupakan sumber emboli
e) Tes Darah
Darah rutin, sedimentation rate, dan C-reactive protein dapat diusulkan.
Kadar elektrolit atau fungsi ginjal juga dapat dipertimbangkan

5. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakalogi


Penatalaksanaan Non Farmakologi
a. Pertahankan fungsi vital seperti : Jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi,
dan sirkulasi
b. Pencegahan peningkatan TIK, dengan meninggikan kepala 15-30o
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason
c. Pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang

Penatalaksanaan Farmakalogi :
- Neuroprotektan
- Diuretik Osmotik
- Antikoagulan
- Antifibrinolitik
- AntihipertensiAntidislipidemia

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengakajian
a. Riwayat Keperawatan
a) Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidka
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke iskemik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsive, dan konia
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan penggunaan
obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberika tindakan
selanjutnya
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu

b. Pemeriksaan Fisik : Data Fokus


Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
3. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor
atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji
tandatanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat

 Pemeriksaan 12 saraf kranial


2) SARAF I: OLFAKTORIUS
- Tutup mata pasien
- Tutup salah satu lubang hidung saat menilai
- Berikan bau yang non iritatif
- Tanyakan bau apa yang dihirup
3) SARAF II: OPTIKUS
- Gunakan Snellen Chart, berdiri jarak 6 meter
- Tutup salah satu mata
- Baca huruf terbesar sampai terkecil (visus 6/6, 6/9, 6/60 dll)
Jika huruf terbesar tidak terbaca, maju 1 meter, sampai
maksimal jarak 1 meter dengan pasien/kartu
- Jika dengan kartu tidak bias, gunakan hitung jari dalam jarak 1
meter, visus 1/60
- Jika tidak terlihat, gunakan telapak tangan dalam jarak 1 meter,
visus 1/300 Jika tetap tidak terlihat, ginakan pen light, hasil
light perception positif/negative
- Lakukan test buta warna
4) SARAF III, IV, VI Occulomotorius, Trochlearis, Abducens)
- Cek apakah ada ptosis (minta pasien buka mata lebar-lebar, cek
kelopak mata apakah ada bagian yang jatuh atau layuh)
- Cek kedudukan bola mata, lihat posisi bola mata saat pasien
memandang lurus kedepan: apakah simstris alau tidak (cek
strabismus)
- Cek gerakan bola mata kesemua arah, lihat apakah ada
kelumpuhan otot penggerak mata, tanyakan apakah ada
diplopia
- Cek reflek akomodasi, minta pasien melihat benda yang jauh,
mendadak diminta melihat jari pemeriksa yang diletakkan
ditengah didepan hidung 10 cm dan mendadak minta melihal
jauh lagi, lakukan berulang2.
- Positif bila gerakan bola mata kelengah: konvergency dan pupil
mengecil (miosis).
5) SARAF V. TRIGEMINUS
- Cek rahang apakah ada deviasi
- Minta pasien membuka dan menutup mulut
- Minta pasien mengigit dengan kuat, raba otot maseter dan
temporalis
- Cek rellek maseter minta pasien membuka mulut, ketuk dengan
menggunak an hanimer pada dagu, apakah reflek rahang
mengalup.
6) SARAF VII: FASIALIS
- Minta pasien untuk mengerutkan dahi, kelopax mata, sudut
mata lipatan sudut mulut, cek simetris atau tidak
- Minta pasien mengeritkan dahi/angkat alis, menutup mata
sekuatnya, meringis, mencucu, mengembungkan pipi, cek
apakah smetris atau tidak
- Cek pengecapan, berikan glukosa 4%, NaCl 2,5%, jik tidak
tersedia, bisa gunakan gula atau garam
- Minta pasien menutup mata, julurkan lidah, sebutkan/tuliskan
zat yang diberikan.
7) SARAF VIII: AUDITORIUS/VESTIBULOCOCHLEARIS
- Tes Bisik : Gesekkan jari pereriksa, minta pasien
membandingkan kanan dan kiri
- Tes Swabach : Gunakan garputa a 123 Hz atau 512 Hz,
tempatkan lengan garputala di dekat telinga, setelah tidak
terdengar, letakkan garputala di dekat telinga pemeriksa (bila
pemeriksa masih mendengar, test swabach memendek)
- Tes Rinne : Gunakan garputala 128 Hz atau 512 Hz, pangkal
garputala lelakkan dimastoid peasien, minta pasien
mendengarkan, bila sudah tidak terdengar, letakkan dekat
telinga pasien, jika masih mendengar, hasil Rinne positit.
- Tes Weber: Gunakan garputala 128 Hz atau 512 Hz, tempelkan
di vertek kepala pasien tepat ditergah, minta pasien
mendengarkan, dan tanyakan lelinga mana yang lebih jelas
terdengar. Jika leb h jelas kanan, maka weber lateralisasi
kanan.
8) SARAF IX DAN X: GLOSOFARINGEUS DAN VAGUS
- Minta pasien membuka mulut, dan mengucapkan 'aaaghh",
dengan menggunakan penlight cek palatum mcle apakah ada
asimetri arkus faringatau deviasi uvula
- Cek reflek muntah: Siapka spatel lidah dan idi kapas, minta
pasien buka mulut, tekan lidah dengan spatel lidah seningga
terlihat dinding faring belakang, dengan lidi kapas, sentuh
dinding posterior faring kanan kiri bergantian, apakah ada
reflek muntah.
- Disfonia: Minta pasien menirukan kata "mama", "haha'apakah
ada gangguan dalam fonasi.
9) SARAF XI: ASESORIUS
- Muskulus Trapezius": minta pasien mengangkat bahu kanan
dan kiri, ke atas, pemeriksa menahan dengan tangan,
bandingkan kkuatan kanan dan kiri.
- Muskulus sternokleidomastoideus: minta pasien menoleh
kekanan dan kiri, tahen rahang pasien, cek kekualannya.
10) SARAF XII HIPOGLOSUS AV
- Inspeksi: Minta pasien buka mulut, apakah ada atrofi lidah,
deviasi lidah.
- Minta pasien menjulurkan lidah, cek apakah ada deviasi lidah
- Minta paslen dengan lidahnya menekan pipi pasien dengan
tangan pemeriksa menekan pipi pasien, cke kekuatan kanan
dan kiri 6.

 Pemeriksaan GCS
1) Mata
- Nilai (4) untuk mata terbuka dengan spontan.
- Nilai (3) untuk mata terbuka ketika diberikan respons suara atau
diperintahkan membuka mata
- Nilai (2) untuk mata terbuka ketika diberikan rangsangan nyeri.
- Nilai (1) untuk mata tidak terbuka meskipun diberikan
rangsangan.
2) Respons verbal
- Nilai (5) untuk mampu berbicara normal dan sadar terhadap
lingkungan sekitarnya
- Nilai (4) untuk cara bicara yang tidak jelas atau diulang-ulang,
serta mengalami disorientasi atau tidak mengenali lingkungannya.
- Nilai (3) untuk mampu berbicara tapi tidak dapat berkomunikasi.
- Nilai (2) untuk bersuara namun tidak berkata-kata atau hanya
mengerang saja.
- Nilai (1) untuk tidak bersuara sama sekali.
3) Gerakan tubuh (motorik)
- Nilai (6) untuk dapat mengikuti semua perintah yang
diinstruksikan.
- Nilai (5) untuk dapat menjangkau atau menjauhkan stimulus
ketika diberikan rangsangan nyeri.
- Nilai (4) untuk dapat menghindari atau menarik tubuh menjauhi
stimulus ketika diberi rangsangan nyeri.
- Nilai (3) untuk satu atau kedua tangan menekuk (abnormal
flexion) ketika diberikan rangsangan nyeri.
- Nilai (2) untuk satu atau kedua tangan lurus (abnormal extension)
ketika diberikan rasa nyeri.
- Nilai (1) untuk tidak ada respons sama sekali.
 Sirkulasi pembuluh darah otak
Pembuluh darah yang memperdarahi otak yaitu
- Arteri vertebral
- Arteri karotis eksterna dan interna
- Arteri cerebri anterior media dan posterior
2. Patofisiolgi

Stroke Hemoragik Stroke Iskemik

Peningkatan tekanan Trombus/Emboli di


sistemik cerebral

Suplai darah ke jaringan


Aneurisma
cerebral tdk adekuat

Perdarahan Gangguan Perfusi Jaringan


arachnoid/ventrikel Serebral

Vasospasme arteri
Hematoma Cerebral cerebral/saraf cerebral Area
Grocca

Iskemik/infark Kerusakan
PTIK/Hemiasi Cerebral
fungsi N. VII
dan N.XII

Defisit neurologi
Arteri Vertebra Basilasris
Gangguan Komunikasi Verbal

Penurunan fungsi N.X Hemisfer kanan


dan N.IX
Hemisfer Kiri

Proses menelan tidak Hemiparise kiri


efektif
Hemiparise kanan

Refluks
Hambatan Mobilitas Fisik

Disfagia Gangguan Kebutuhan Nutrisi


3. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai oksigen di
otak menurun
2) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmmapuan untuk mengabsorpsi nutrisi
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusukan neurovaskuler
; kerusakan sentral bicara

4. Perencanaan
a. Diagnosa : Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
suplai oksigen di otak menurun
Tujuan (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan perfusi
jaringan dapat tercapai secara optimal
Kriteria Hasil :
a) Mampu mempertahankan tingkat kesadaran
b) Fungsi sensori dan motoric membaik

Intervensi (NIC)

1. Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya


Rasional : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan
penurunan tekanan darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK.
Napas tidak teratur menunjukkan adanya peningkatan TIK
2. Kaji respon motoric terhadap perintah sederhana
Rasional : Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien
3. Pantau status neurologis secara teratur
Rasional : Mencegah atau menurunkan atelektasis
4. Dorong latihan kaki aktif atau pasif
Rasional : Menurunkan statis vena
5. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya komplikasi

b. Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


b.d Ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrisi
Tujuan (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien
dapat terpenuhi

Kritria Hasil :

a) Menjelaskan komponen kedekatan diet


b) Melaporkan keadekuatan tingkat gizi
c) Nilai laboratorium (mis : trasferin,albomen dan eletrolit) dalam batas
normal
d) Toleransi terhadap gizi yang dianjurkan.

Intevensi (NIC) :

1. Pengelolaan gangguan makanan


2. Pengelulaan nutrisi
3. Bantuan menaikkan BB

Aktivitas keperawatan :

1. Tentukan motivasi klien untuk mengubah kebiasaan makan


Rasional : Motivasi klien mempengaruhi dalam perubahan nutrisi
2. Ketahui makanan kesukaan klien
Rasional : Makanan kesukaan klien untuk mempermudah pemberian
nutrisi
3. Rujuk kedokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi
Rasional : Merujuk kedokter untuk mengetahui perubahan klien serta
untuk proses penyembuhan
4. Bantu makan sesuai dengan kebutuhan klien
Rasional : Membantu makan untuk mengetahui perubahan nutrisi serta
untuk pengkajian
5. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
Rasional : Menciptakan lingkungan untuk kenyamanan istirahat klien
serta utk ketenangan dalam ruangan/kamar

c. Diagnosa : Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot


Tujuan (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien menunjukkan
peningkatan dalam mobilitas
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan.
b. Meminta bantuan untuk beraktivitas mobilisasi jika diperlukan.
c. Menyangga BAB
d. Menggunakan kursi roda secara efektif.

Intevensi (NIC) :

1. Terapi aktivitas, ambulasi


2. Terapi aktivitas, mobilitas sendi.
3. Perubahan posisi

Aktivitas Keperawatan :

1. Ajarkan klien tentang dan pantau penggunaan alat


Rasional : Mengajarkan klien tentang dan pantau penggunaan alat
bantu mobilitas klien lebih mudah.
2. Bantu mobilitas.
Rasional : Membantu klien dalam proses perpindahan akan membantu
klien latihan dengan cara tersebut.
3. Ajarkan dan bantu klien dalam proses perpindahan
Rasional : Pemberian penguatan positif selama aktivitas akan mem-
bantu klien semangat dalam latihan.
4. Berikan penguatan positif selama beraktivitas
Rasional : Mempercepat klien dalam mobilisasi dan mengkendorkan
otot-otot
5. Dukung teknik latihan ROM
Rasional : Mengetahui perkembangan mobilisasi klien sesudah latihan
ROM
6. Kolaborasi dengan tim medis tentang mobilitas klien
Rasional : Kolaborasi dengan tim medis dapat membatu peningkatkan
mobilitas pasien seperti kolaborasi dengan fisioterapis

d. Diagnosa : Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular,


kerusakan sentral bicara
Tujuan (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan komunikasi klien dapat
berjalan dengan baik

Kriteria Hasil :

a. Klien dapat mengekspresikan perasaan


b. Memahami maksud dan pembicaraan orang lain
c. Pembicaraan pasien dapat dipahami

Intervensi (NIC) :

1. Lakukan komunikasi dengan wajar, bahasa jelas, sederhana dan bila


perlu diulang
Rasional : Mencek komunikasi klien apakah benar-benar tidak bisa
melakukan komunikasi
2. Dengarkan dengan tekun jika pasien mulai berbicara
Rasional : Mengetahui bagaimana kemampuan komunikasi klien
tersebut
3. Berdiri di dalam lapang pandang pasien pada saat bicara
Rasional : Mengetahui derajat/tingkatan kemampuan berkomunikasi
klien
4. Latih otot bicara secara optimal
Rasional : Menurunkan terjadinya komplikasi lanjutan
5. Libatkan keluarga dalam melatih komunikasi verbal pada pasien
Rasional : Keluarga mengetahui & mampu mendemonstrasikan cara
melatih komunikasi verbal pd klien tanpa bantuan perawat
6. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara
Rasional : Mengetahui perkembangan komunikasi verbal klien
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. 2010. Pengkajian Keperawatan Pada Praktik Klinik. Jakarta : Salemba Madika
Battica, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan Dengan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba
Medika
Esti, Amira dan Trimona Rita. 2020. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Askep Stroke.
Padang : Pustaka Galeri Mandiri
Hidayat, A.A.A. 2011. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika
Kozier, Barbara. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 7. Jakarta : EGC
Rahmani, Agnia. 2015. Pengaruh Volume Perdarahan terhadap Tekanan Intrakranial
(TIK) pada Pasien Stroke Hemoragik menggunakan TCD di RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://ojs.unud.ac.id/
index.php/eum/article/download/
5117/3910&ved=2ahUKEwj9667k1cDtAhUQVH0KHSC_BFgQFjABegQIAhAB&usg=
AOvVaw3P0Vk9pVzNpP39uCzR9zIB diakses pada 9 Desember 2020 pukul 16.29 WIB

Anda mungkin juga menyukai