Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM KEPERAWATAN

“KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PENYAKIT KRONIS”

Dosen Pengajar : Ns. Agus Dwi Pranata, S. Kep., M. Kep.

Disusun Oleh : Kelompok 8

1. Ayu Sri Mulyani (211030121693)

2. Indah Nur Cahyani (211030121698)

3. Intan Syahfitri Lyguna (211030121801)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA

TANGERANG SELATAN

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah

ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas

komunikasi terapeutik dalam keperawatan tentang “Komunikasi Terapeutik Pada

Penyakit Kronis” dalam kehidupan sehari-hari.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.

Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat

membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk

penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi

kita sekalian.

Pamulang, 21 September 2022

Kelompok 8
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan dan Manfaat

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
2.2 Respon Kehilangan dan Berduka Pada Pasien Penyakit Kronik
2.3 Perilaku Pasien Penyakit Kronik dan Keluarga
2.4 Teknik Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Penyakit Kronik

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,

bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik

mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Suatu bentuk pelayanan

kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan

berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan

pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. Dalam hal ini asuhan keperawatan

yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditunjukan pada individu,

keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup

seluruh kehidupan manusia.

Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuan-bantuan kepada pasien

karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta

kurangnya kemampuan dan atau kemauan dalam melaksanakan aktivitas

kehidupan sehari-harisecara mandiri. Maka kebutuhan pasien yang memiliki

penyakit kronis tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga

pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang

dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan

paliatif atau palliative care.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan penyakit kronis?

2. Apa saja respon kehilangan dan berduka yang timbul pada pasien penyakit

kronis?
3. Bagaimana cara berkomunikasi pada pasien dengan gangguan penyakit

kronik?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah komunikasi keperawatan

2. Untuk menjelaskan apa itu penyakit kronik / kronis

3. Untuk menjelaskan cara berkomunikasi dengan pasien atau keluarga yang

sedang mengalami penyakit kronik / kronis


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit

berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering

kambuh, (Purwaningsih dan Karbina, 2009). Menurut WHO (World Health

Organization) penyakit kronik adalah penyakit yang terjadi dengan durasi

panjang yang pada umumnya berkembang secara lambat serta terjadi akibat

faktor genetik, fisiologis, lingkungan dan perilaku. WHO mengeluarkan laporan

kondisi global mengenai penyakit-penyakit tidak menular yang dalam tahun

2008 mengakibatkan enam puluh tiga persen kematian. Delapan puluh persen

dari kematian itu terjadi di negara-negara berkembang.

Penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes militus (gula) dan

kanker, sekarang menyebabkan lebih banyak kematian dan kecacatan daripada

gabungan semua penyakit lainnya dan memberikan dampak lebih besar daripada

penyakit menular seperti malaria, HIV dan TBC bahkan di negara-negara

berkembang. Untuk itu manajemen penyakit, memegang peranan sangat penting

sebagai sistem kesehatan yang terdiri dari tenaga kerja kesehatan profesional,

asuransi kesehatan, analisa data terhadap penyakit dan layanan pribadi untuk

meningkatkan kesehatan pribadi jangka panjang. Tujuannya adalah sebagai

pengawasan ketat dan intervensi awal untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik

mempunyai beberapa sifat diantaranya adalah :


a. Progresif

Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah.

Contoh penyakit jantung.

b. Menetap

Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan

menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.

c. Kambuh

Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan

kondisi yang sama atau berbeda. Contoh penyakit arthritis

2.2 Respon kehilangan dan berduka pada pasien penyakit kronik

1. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik

Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-

Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan. (Purwaningsih dan kartina,

2009).

a. Kehilangan kesehatan

Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa

klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas

terbatas.

b. Kehilangan kemandirian

Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat

ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan,

ketergantungan.
c. Kehilangan situasi

Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama

keluarga dan kelompoknya.

d. Kehilangan rasa nyaman

Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh

seperti panas, nyeri, dll

e. Kehilangan fungsi fisik

Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan

gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa

f. Kehilangan fungsi mental

Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti

klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi

dan berpikir efisien sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional

g. Kehilangan konsep diri

Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup

bentuk dan fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional

(bodi image), peran serta identitasnya. Hal ini dapat akan

mempengaruhi idealisme diri dan harga diri rendah.

h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga

i. Klien menarik diri dari lingkungan

Hubungan sosial klien dapat terganggu sebagian maupun yang total.

Contohnya hubungan terganggu sebagian, klien masih berhubungan

dengan lingkungan sekitar, tetapi klien malu-malu dan tidak percaya


diri untuk bergaul dengan orang secara berkelompok. Apabila

terganggu total, klien sudah tidak ingin berinteraksi lagi dengan

lingkungan sekitar, klien hanya ingin menyendiri (menarik diri dari

lingkungan).

2.3 Perilaku pasien penyakit kronik dan keluarga

Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit

kronis yang dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina,

2009), yaitu:

a. Penolakan (Denial)

Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti

jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien akan

memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat

(menolak untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat)

dan menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya

akan memberi efek jangka pendek (menolak untuk mengakui bahwa

penyakit kronis ini belum tentu dapat disembuhkan secara total dan menolak

untuk mengakui bahwa ada efek jangka panjang atas penyakit ini, misalnya

perubahan body image).

b. Cemas

Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan merupakan

sesuatu yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas reaksi dan

perubahan yang terjadi pada dirinya bahkan membayangkan kematian yang

akan terjadi padanya. Bagi individu yang telah menjalani operasi jantung,

rasa nyeri yang muncul di daerah dada, akan memberikan reaksi emosional
tersendiri. Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat akan memicu reaksi

cemas pada individu dengan penyakit kanker.

c. Depresi

Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit

kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan

penyakit jantung mengalami depresi.

Keluarga juga mengalami respons yang sama dengan pasien atas penyakit

yang diderita oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina, 2009),

yaitu

a. Penolakan (Denial)

Sama halnya dengan pasien atau individu, keluarga yang tidak siap atau

tidak menerima dengan kondisi yang ada pada pasien. Keluarga mengangap

penyakit yang diderita tidak terlalu berat dan menyakini bahwa penyakit

kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan memberi efek jangka pendek.

b. Cemas

Keluarga akan memperlihakan ekspresi cemas akan diagnose yang telah

divonis oleh pihak medis. Pihak keluarga cemas akan tidak bisa sembuh

penyakit tersebut dan takut ditinggalkan dalam jangka waktu dekat oleh

pesien.

c. Depresi

Keluarga yang terkejut dan tidak bisa menerima keadaan terhadap situasi

yang dialami pasien akan mengalami depresi.

2.3 Teknik Komunikasi Tarafeutik pada Pasien Penyakit Kronik


Tiap fase yang di alami oleh psien kritis mempunyai karakteristik yang berbeda.

Sehingga perawat juga memberikan respon yang berbeda pula. Dalam berkomonikasi

perwat juga harus memperhatikan pasien tersebut berada di fase mana, sehingga mudah

bagi perawat dalam menyesuaikan fase kehilangan yang di alami pasien.

1. Fase Denial (pengikraran)

Reaksi pertama individu ketika mengalami kehilangan adalah syok. Tidak percaya

atau menolak kenyataan bahwa kehlangn itu terjadi dengan mengatakan “Tidak, saya

tidak percaya bahwa itu terjadi“. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit

kronis, akan terus menerus mencari informasi tambahan.Reaksi fisik yang terjadi pada

fase pengikraran adalah letih,lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak

jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak tau harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas

cepat berakhir dlam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.Teknik komonikasi

yang di gunakan, yaitu memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang

kontruktif dalam menghadapi kehilangan dan kematian, selalu berada di dekat klien,

pertahankan kontak mata.

2. Fase anger (marah)

Fase ini di mulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan yang terjadinya

kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering di proyeksikan

kepada orang yang ada di sekitarnya, ornag ornag tertentu atau di tunjukkan pada dirinya

sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan prilaku agresif, bicara kasar, menolak

pengobatan, dan menuduh perawat ataupun dokter tidak becus. Respon fisik yang sering

terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan

menggepai.
Teknik komonikasi yang di gunakan, yaitu memberikan kesempatan pada pasien

untuk mengekspresikan perasaannya, hearing, menggunakan teknik respek.

3. Fase bargening (tawar menawar)

Apabila individu sudah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif,

maka ia akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon kemurahan tuhan.

Respon ini sering di nyataka dengan kata kata “kalau saja kejadian ini bisa di tunda,

maka saya akan selalu berdoa“. Apabila proses berduka ini di alami keluarga, maka

pernyataan seperti ini sering di jumpai “kalau saja yang sakit bukan anak saya“. Teknik

komonikasi yang di gunakan, yaitu memberi kesempatan kepada pasien untuk menawar,

menanyakan kepada pasien apa yang diinginkan.

4. Fase depression

Individu fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mau

berbicara, kadang kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut atau

dengan ungkapan yang menyatakan keputus asaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik

yang sering di perlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libugo

menurun.Teknik komonikasi yang di gunakan, yaitu jangan mencoba menenangkan

klien, biarkan klien dan keluarga mengekspresikan kesedihannya.

5. Fase acceptance (penerimaan)

Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Fase menerima ini

biasanya di nyatakan dengan kata kata ini “apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat

sembuh?” Apabila individu dapat memulai fase fase tersebut dan masuk pada fase damai

atau penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi

perasaan kehilnagannya secara tuntas. Tapi apabila individu tetep berada pada salah satu
fase dan tidak sampai pada fase penerimaan. Jika mengalami kehilangan lagi sulit

baginya masuk pada fase penerimaan.Teknik komunikasi yang digunakan perawat adalah

meluangkan waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan

keluarga terhadap kematian pasien.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hubungan perawat dan klien yang baik adalah perbaikan emosi klien. Dalam hal ini

perawat memakai dirinya secara terapeutik dengan menggunakan berbagai

teknik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah yang positif secara optimal. Agar

perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus menganalisadirinya dari

kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang

bertanggungjawab. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan  perawat (verbal atau

non verbal) hendaknya bertujuan terapeutik untuk klien. Analisa hubungan intim yang

terapeutik perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan

teknik dan keterampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien

dengan prinsip di sini dan saat ini (here and now) rasa aman merupakan hal utama yang

harus diberikan pada klien agar klien bebas mengemukakan perasaannya tanpa kritik dan

hukuman.

3.2 Saran
Seorang perawat harus bisa mengekspresikan perasaan yang sebenarnya secara

spontan. Di samping itu perawat juga harus mampu menghargai klien dengan menerima

klien apa adanya. Menghargai dapat dikomunikasikan melalui duduk bersama klien yang

menangis,minta maaf atas hal yang tidak disukai klien,dan menerima permintaan klien

untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu . Memberi alternatif ide untuk pemecahan

masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan dengan

klien,terutama pada pasien kronis yang klien itu sendiri sudah tidak merasa hidupnya

berguna lagi. Perawat perlu menganalisa teknik komunikasi yang tepat setiapkali ia

berhubungan dengan klien. Melalui komunikasi verbal dapat diungkapkan informasi

yang akurat tetapi aspek emosi dan perasaan tidak dapat diungkapkan seluruhnya secara

verbal. Dengan mengerti proses komunikasi dan menguasai berbagai keterampilan

berkomunikasi, perawat dapat memakai dirinya secara utuh dalam berkomunikasi kepada

klien.
Daftar Pustaka

http://sitirochana.blogspot.com/2010/04/tehnik-komunikasi-pada-keadaan-khusus.html.

Depkes RI Pusdiknakes. 995. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan dan Penyakit

kronik dan terminal Jakarta: Depkes RI.

http://catatancalonperawat.blogspot.com/2011/02/sikap-perawat-dalamkomunikasi.html.

Anda mungkin juga menyukai