Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MILETUS

DISUSUN OLEH :
1. Devy Amalia Pramusynta (173210047)
2. Hanifa Eka Oktavia (173210052 )
3. Nurul Dwi Pramitasari (173210062)
4. Rizki utami (173210067)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG

2019

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai .tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikiranya .

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca ,untuk kedepannya dapat memberikan bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi .

Karena keterbatasan pengalaman kami, kami yakin masih banyak


kekurangan dalam makalah ini ,oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun bagi pembaca demi kesempurnaan makalah ini .

Tim penyusun

Jombang ,desember 2019

2
3
Daftar Isi
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI...........................................................................................................3
A. Konsep Dasar Penyakit Kronis...............................................................................3
B. Konsep Dasar Diabetes Mellitus..........................................................................10
C. Konsep Dasar Teoritis Asuhan Keperawatan Klien dengan Penyakit Kronis.......19
BAB III............................................................................................................................21
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT KRONIS.........................21
A. KASUS................................................................................................................21
B. PENGKAJIAN.....................................................................................................21
C. DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN..............................................24
BAB IV............................................................................................................................31
PENUTUP.......................................................................................................................31
A. Kesimpulan..............................................................................................................31
B. Saran........................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................33

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap
mahluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan.
Namun sering kali harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam
masyarakat kita, umur harapan hidup semakin bertambah dan kematian
semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit kronis seperti penyakit
diabetes militus, penyakit cordpulmonaldeases, penyakit arthritis.
Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses
pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka
suatu saat akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh
kelemahan umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat
badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka
kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan
terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau
palliative care.
Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah memberikan
Asuhan Keperawatan pada Pasien kronis untuk membantu pasien menghadapi
penyakitnya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dari dari penyakit kronis?
2. Bagaimana dampak-dampak yang terjadi pada klien penyakit
kronis?
3. Bagaimana respon klien terhadap penyakit kronis?
4. Bagaimana penatalaksanaan pada klien penyakit kronis?
5. Bagaimana konsep penyakit diabetes mellitus?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien penyakit kronis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa
diharapkan mampu mengenal dan mengetahui tentang asuhan keperawatan
pada klien yang mengalami pennyakit kronis.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini, yaitu :
a. Agar mahasiswa dapat mengatahui dan memahami dampak-
dampak yang terjadi pada klien penyakit kronis
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Respon Klien
Terhadap Penyakit Kronis
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami
penatalaksanaan pada klien penyakit kronis
d. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mengenai
penyakit diabetes mellitus.
e. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan
keperawatan pada klien penyakit kronis

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit Kronis


1. Pengertian penyakit kronik
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit
berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan
sering kambuh. (Purwaningsih dan Karbina, 2009)
Ketidakmampuan/ketidakberdayaan merupakan persepsi individu
bahwa segala tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu
keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu
atau kegiatan yang baru dirasakan. (Purwaningsih dan Karbina, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas kelompok menyimpulkan bahwa
penyakit kronik yang dialami oleh seorang pasien dengan jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan seorang klien mengalami ketidakmampuan
contohnya saja kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan
yang baru dirasakan. Contoh : penyakit diabetes militus, penyakit
cordpulmonaldeases, penyakit arthritis.
2. Sifat penyakit kronik
Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik
mempunyai beberapa sifat diantaranya adalah :
a. Progresif
Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah.
Contoh penyakit jantung.
b. Menetap
Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut
akan menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.
c. Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu
dengan kondisi yang sama atau berbeda. Contoh penyakit arthritis.
3. Dampak Penyakit Kronik Terhadap Klien
Dampak yang dapat ditimbulkan dari penyakit kronik terhadap
klien diantaranya (Purwaningsih dan kartina, 2009) adalah :
a. Dampak psikologis

3
Dampak ini dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, yaitu :
1) Klien menjadi pasif
2) Tergantung
3) Kekanak-kanakan
4) Merasa tidak nyaman
5) Bingung
6) Merasa menderita
b. Dampak somatic
Dampak somatic adalah dampak yang ditimbulkan oleh tubuh
karena keadaan penyakitnya. Keluhan somatic sesuai dengan keadaan
penyakitnya. Contoh : DM adanya Trias P
1) Dampak terhadap gangguan seksual
Merupakan akibat dari perubahan fungsi secara fisik
(kerusakan organ) dan perubahan secara psikologis (persepsi klien
terhadap fungsi seksual).
2) Dampak gangguan aktivitas
Dampak ini akan mempengaruhi hubungan sosial sehingga
hubungan social dapat terganggu baik secara total maupun
sebagian.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit kronik
a. Persepsi klien terhadap situasi
b. Beratnya penyakit
c. Tersedianya support social
d. Temperamen dan kepribadian
e. Sikap dan tindakan lingkungan
f. Tersedianya fasilitas kesehatan

5. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik


Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon
Bio-Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan.
(Purwaningsih dan kartina, 2009).
a. Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat
berupa klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistic,
aktivitas terbatas.
b. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat
ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan,
ketergantungan
c. Kehilangan situasi

4
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari
bersama keluarga dan kelompoknya
d. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi
tubuh seperti panas, nyeri, dll
e. Kehilangan fungsi fisik
Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien
dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
f. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental
seperti klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat
berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga klien tidak dapat berpikir
secara rasional
g. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah
mencakup bentuk dan fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir secara
rasional (bodi image), peran serta identitasnya. Hal ini dapat akan
mempengaruhi idealisme diri dan harga diri rendah
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
i. Klien menarik diri dari lingkungan
Hubungan sosial klien dapat terganggu sebagian maupun yang
total. Contohnya hubungan terganggu sebagian, klien masih
berhubungan dengan lingkungan sekitar, tetapi klien malu-malu dan
tidak percaya diri untuk bergaul dengan orang secara berkelompok.
Apabila terganggu total, klien sudah tidak ingin berinteraksi lagi
dengan lingkungan sekitar, klien hanya ingin menyendiri (menarik diri
dari lingkungan).

6. Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis


Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas
penyakit kronis yang dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih
dan kartina, 2009), yaitu:
a. Penolakan (Denial)
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit
kronis seperti jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang
dideritanya ini, pasien akan memperlihatkan sikap seolah-olah

5
penyakit yang diderita tidak terlalu berat (menolak untuk mengakui
bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat) dan menyakini bahwa
penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan memberi efek
jangka pendek (menolak untuk mengakui bahwa penyakit kronis ini
belum tentu dapat disembuhkan secara total dan menolak untuk
mengakui bahwa ada efek jangka panjang atas penyakit ini, misalnya
perubahan body image).
b. Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan
merupakan sesuatu yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa
terkejut atas reaksi dan perubahan yang terjadi pada dirinya bahkan
membayangkan kematian yang akan terjadi padanya. Bagi individu
yang telah menjalani operasi jantung, rasa nyeri yang muncul di
daerah dada, akan memberikan reaksi emosional tersendiri. Perubahan
fisik yang terjadi dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada
individu dengan penyakit kanker.
c. Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada
penderita penyakit kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu
penderita stroke, kanker dan penyakit jantung mengalami depresi.
7. Respon keluarga
Keluarga juga mengalami respons yang sama dengan pasien atas
penyakit yang diderita oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina,
2009), yaitu :
a. Penolakan (Denial)
Sama halnya dengan pasien atau individu, keluarga yang tidak
siap atau tidak menerima dengan kondisi yang ada pada pasien.
Keluarga mengangap penyakit yang diderita tidak terlalu berat dan
menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya
akan memberi efek jangka pendek.
b. Cemas
Keluarga akan memperlihakan ekspresi cemas akan diagnose
yang telah divonis oleh pihak medis. Pihak keluarga cemas akan tidak

6
bisa sembuh penyakit tersebut dan takut ditinggalkan dalam jangka
waktu dekat oleh pesien.
c. Depresi
Keluarga yang terkejut dan tidak bisa menerima keadaan
terhadap situasi yang dialami pasien akan mengalami depresi.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang optimal pada klien dengan kondisi kronis
adalah sangat penting. Penatalaksanan harus melibatkan kesehatan mental,
memantau perkembangan klien, dan melibatkan keluarga. Pengobatan
sederhana tidak cukup.
Klien harus bekerja sama dengan tim kesehatan, percaya terhadap
pengobatan yang diberikan, dan mempunyai keluarga yang mendukung
dan membantu dalam rencana pengobatan. Beberapa prinsip
penatalaksanaan klien dengan kondisi kronis adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan kesehatan
Menjelaskan kepada klien tentang perjalanan penyakitnya dan
keterbatasan pengobatan. Pendidikan kesehatan harus langsung pada
penderita dan keluarganya dan harus menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti.
b. Merespons terhadap emosi
Dengarkan baik-baik, berikan waktu yang cukup bagi klien dan
keluarganya untuk mengemukakan perasaannya, kekhawatirannya, dan
harapannya.
c. Melibatkan keluarga
Dukungan pada keluarga dan petunjuk penatalaksanaan sangat
penting. Keluarga harus dibantu agar tidak melakukan sikap yang
berlebihan terhadap anak, seperti terlalu melindungi, terlalu khawatir
dan memberikan perhatian berlebihan.
d. Melibatkan pasien
Bila klien dilibatkan dalam penatalaksaan penyakitnya, maka
mereka akan lebih patuh dan bertanggungjawab.
e. Melibatkan tim multidisiplin
Beberapa ahli diperlukan dalam menatalaksana remaja dengan
kondisi kronis, seperti dokter, psikolog, pekerja sosial, okupasi-terapis,
fisioterapis, ahli gizi, dan ahli lain yang terkait.
f. Menyediakan perawatan yang berkelanjutan

7
Klien dengan kondisi kronis membutuhkan seseorang yang bisa
dipercaya. Paling sedikit salah satu dari anggota tim, lebih baik dokter
dari pusat kesehatan primer (seperti Puskesmas), yang membina
hubungan jangka panjang dengan penderita dan keluarganya. Peran
dokter disini adalah mengkoordinasi perawatan berbagai spesialis
(multidisiplin), memantau tumbuh kembangnya, memberikan petunjuk
yang mungkin diperlukan, dan lain sebagainya.
g. Menyediakan pelayanan rawat jalan yang komprehensif
Diperlukan pelayanan psikologikal, belajar bersosialisasi,
pendidikan, penelitian, dikatakan bahwa klien yang mendapatkan
pelayanan yang komprehensif, dapat menurunkan frekuensi rawat
inap, lama dirawat, biaya di rumah sakit, dan menurunkan
kemungkinan dirawat kembali.
h. Merujuk ke kelompok pendukung (kelompok sebaya atau
kelompok penyakit sejenis).
Ikut dalam kelompok pendukung dapat saling tukar
pengalaman dan informasi antara penderita dan keluarga lain dengan
masalah yang sama.
i. Mengembangkan teknik menolong diri sendiri Pelatihan (terapi
perilaku) Terhadap klien dalam teknik mengatasi stres atau rasa sakit,
dapat membantu klien mengurangi stres terhadap penyakit dan
pengobatan yang diberikan.
j. Pembatasan
Bila kepatuhan atau perilaku yang menjadi masalah, remaja
harus dibuat disiplin, dan tim yang merawat serta keluarganya harus
setuju dan mendukung.
k. Perawatan di rumah sakit
Bila diperlukan perawatan remaja di rumah sakit, terbaik bila
ditangani dalam lingkungan yang kondusif untuk kebutuhan
perkembangan remaja.

B. Konsep Dasar Diabetes Mellitus


1. Definisi

8
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang
kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria,
disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik,
sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya
jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses
nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-
hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah
sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).

2. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira –
kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan
beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1
dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin
terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia.
Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian
badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah
limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari
segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel
yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri
dari dua jaringan utama, yaitu :
a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar,
tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau –
pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat
total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar
masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil
adalah 50 µ, sedangkan yang terbesar 300 µ, terbanyak adalah yang

9
besarnya 100 – 225 µ. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas
diperkirakan antara 1 – 2 juta.

Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:


a. Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi
glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang
mempunyai “ anti insulin like activity “.
b. Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat
insulin.
c. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat
somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan
struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans
ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah
kapiler.
Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel
beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan
untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan
protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul
insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A
dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ),
yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai
B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan
titik isoelektrik pada 5,3.
Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein
reseptor yang besar di dalam membrana sel. Insulin di sintesis sel beta
pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang
berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek
umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah
meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat.
Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak,
dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat

10
berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan
kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel
– sel otot, fibroblas dan sel lemak.

3. Etiologi
a. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi
dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik
biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain
yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1) Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta
sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
2) Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta,
antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana
pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan,
obesitas dan kehamilan.
3) Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi
antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi
insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4) Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan
kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor
insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap
insulin.

b. Gangren Kaki Diabetik


Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki
diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
1) Genetik, metabolik
2) Angiopati diabetik
3) Neuropati diabetik

Faktor eksogen :
a. Trauma

11
b. Infeksi
c. Obat

4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat
dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin
berikut:
1) Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 –
1200 mg/dl.
2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan
lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang
abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding
pembuluh darah.
3) Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal
atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang
melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar
160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus –
tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,
potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan
timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka
pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat
badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain
adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi
cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya
atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan
karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan

12
perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya
gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik
DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1) Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar
glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport
glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi
sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah
menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan
tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2) Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya
glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung
senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran
basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun
mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh
faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang
berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi.
Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya
neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik
maupun motorik.
Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada
kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi
otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan
ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan
terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi
pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa
sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.

13
Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat
berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut
arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi,
oksigen (zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka
sulit sembuh ( Levin,1993).
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD
akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor
angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau
pengobatan dari KD.

5. Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan , yaitu :
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan
atau tanpa selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki
menjadi 2 (dua) golongan :
a. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya
makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar
ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
1) Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
2) Pada perabaan terasa dingin.
3) Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
4) Didapatkan ulkus sampai gangren.

b. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )


Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada
gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat,

14
kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah
kaki teraba baik.

6. Dampak Masalah
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi
kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa
terjadi meliputi :
a. Pada Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya
penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan
yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan
persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang
benar dan mudah dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya
defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan
sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan,
banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.
4) Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi
rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan

15
istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita
mengalami perubahan.
5) Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
6) Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
7) Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di
organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
10) Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

16
b. Dampak pada keluarga
Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan
dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam –macam reaksi
psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh
seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota
keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan
mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan peran pada
keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan
perannya.

C. Konsep Dasar Teoritis Asuhan Keperawatan Klien dengan


Penyakit Kronis
Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit kronis meliputi
proses keperawatan dari pengkajian, diagnosa dan perencanaan (Purwaningsih
dan kartina, 2009).
1. Pengkajian
a. Pengkajian terhadap klien
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Respon emosi klien terhadap diagnose
2) Kemampuan mengekspresikan perasaan sedih terhadap
situasi
3) Upaya klien dalam mengatasi situasi
4) Kemampuan dalam mengambil dan memilih pengobatan
5) Persepsi dan harapan klien
6) Kemampuan mengingat masa lalu
b. Pengkajian terhadap keluarga
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Respon keluarga terhadap klien
2) Ekspresi emosi keluarga dan toleransinya
3) Kemampuan dan kekuatan keluarga yang diketahui
4) Kapasitas dan system pendukung yang ada
5) Pengertian oleh pasangan sehubungan dengan gangguan
fungsional
6) Identifikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat
kehilangan dan perubahan yang terjadi
c. Pengkajian terhadap lingkungan
1) Sumber daya yang ada
2) Stigma masyarakat terhadap keadaan normal dan penyakit

17
3) Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan
4) Ketersediaan fasilitas partisifasi dalam asuhan keperawatan
kesempatan kerja

2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditimbulkan dari proses
pengkajian klien dengan penyakit kronis adalah (Purwaningsih dan
kartina, 2009) :
a. Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan
kehilangan dan perubahan
b. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan
mengekspresikan perasaan
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan dampak penyakit yang
dialami
d. Defisit perawatan diri personal Hygine berhubungan dengan
ketidakmampuan dan ketidak pedulian karena stress
e. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kondisi kesehatan
f. Harga diri rendah kronik berhubungan dengan persepsi kurang di
hargai

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT KRONIS

A. KASUS
Ny. N berumur 42 tahun, seorang ibu rumah tangga, di rawat di rumah
sakit umum daerah dengan diagnosa medis Diabetes Miletus, dan sudah

18
dirawat selama 3 bulan. Sebelumnya klien juga pernah di rawat di rumah sakit
dengan penyakit yang sama, namun tidak separah yang sekarang. Dari hasil
pengkajian, klien mengatakan tidak menyangka penyakitnya bertambah parah,
klien juga malu dengan keluarga dan teman-temannya karena kondisi tubuh
yang sekarang, merasa tidak berguna lagi untuk keluarganya (suami dan anak-
anaknya), klien merasa ingin mati saja, klien mengatakan tidak nyaman berada
di dekat orang lain karena takut tidak diterima, dan lebih senang jika sendiri,
klien juga takut tidak diterima oleh keluarga terdekatnya, klien sulit untuk
tidur karena merasa cemas dengan keluarganya di rumah. Dari hasil observasi,
tampak luka gangren pada kaki kiri klien sudah mengalami nekrotik yang
membuat klien sulit untuk beraktivitas dan semakin parah, dan sudah mulai
mengeluarkan bau tidak sedap, klien tampak menyendiri dan hanya mau
berkomunikasi dengan perawat yang merawatnya, klien pun tampak tidak
merawat kebersihan diri, dan keluarga klien hanya sesekali menjenguk klien.
Pengkajian keluarga, respon keluarga seperti tidak peduli dengan keadaan
klien, keluarga menyerahkan penuh prosedur perawatan kepada rumah sakit,
keluarga terdekat klien (suami) mengatakan sudah pasrah dengan kondisi yang
dialami klien. Klien tampak bernafsu untuk makan, setiap makanan yang di
saji kan selalu di habiskan, BB klien 70 kg.

B. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Pola Gordon
a. Persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
1) Klien mengatakan kurang mengetahui semua tentang
penyakitnya
2) Klien tampak pasrah dengan penyakitnya, dan hanya
mengikuti prosedur keperawatan rumah sakit
b. Pola nutrisi metabolic
1) Nafsu makan klien meningkat.
2) Peningkatan berat badan 5 kg
3) Klien dilarang mengkonsumsi makanan yang terlalu banyak
mengandung gula

19
c. Pola eliminasi
1) Klien sering BAK
2) Karakteristik warna urine klien kuning, baunya khas.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Klien tidak nyeri/sesak nafas saat beraktivitas
2) Klien merasa lemah, dan merasa sakit pada kakinya saat
beraktivitas sehari-hari
e. Pola tidur dan istirahat
1) Klien mengalami gangguan pola tidur, karena cemas dan
takut, dan klien juga merasa depresi.
f. Pola kognitif/perseptual
1) Terjadi penurunan pada fungsi penglihatan, daya ingat klien
masih bagus, dan klien tanggap terhadap semua pertanyaan yang
diajukan, hanya klien banyak menunduk dan kontak mata klien
tidak baik.
g. Pola persepsi diri/konsep diri
1) Klien merasa sedih dan lebih banyak murung
2) Klien menjadi depresi
3) Klien tampak pasrah dan hanya berserah pada prosedur
keperawatan rumah sakit
h. Pola peran/hubungan
1) Tidak ada upaya yang berarti dari klien untuk mengatasi
masalahnya
2) Klien seorang ibu rumah tangga
3) Interaksi kliendengan orang terdekatnya (suami dan anak-
anak) kurang baik, dan orang terdekat klien pun hanya sesekali
menjenguk klien.
i. Pola seksualitas/reproduksi
1) Selama klien sakit, klien jarang berhubungan intim dengan
suaminya, dan klien merasa malu.
2) Terjadi perubahan perhatian dari keluarga terdekat terutama
suami dan anak-anaknya
j. Pola koping/toleransi stress
1) Jika klien mengalami stress, klien berbagi dengan suaminya
namun lebih sering untuk memendam masalahnya.
l. Pola nilai/kepercayaan
1) Klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap shalat
tepat pada waktunya

20
21
C. DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN
NO INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Harga diri rendah kronik Setelah dilakukan  Identifikasi kemampuan dan  Dengan cara mendiskusikan
berhubungan dengan tindakan keperawatan aspek positif yang masih bahwa klien masih memiliki
persepsi kurang di hargai selama 2x24 jam, harga dimiliki klien. sejumlah kemampuan dan
yang ditandai dengan : diri klien meningkat aspek positif untuk
DS : dengan KH : meningkatkan rasa percaya
 Klien mengatakan  Klien mulai merasa diri klien.
 Menghilangkan rasa malu
merasa tidak berguna diterima oleh  Beri pujian yang
dan takut tidak diterima
lagi lingkungannya realistik/nyata dan
 Klien juga malu dengan  Rasa malu klien lingkungan.
hindarkan penilaian negatif.
 Meyakinkan klien bahwa
keluarga dan teman- mulai menghilang  Yakinkan bahwa keluarga
 Klien mulai mudah dirinya dapat diterima oleh
temannya mendukung setiap aktifitas.
 Klien merasa ingin mati bergaul keluargnya dan tidak perlu
saja takut dan malu.
 Klien takut tidak
diterima oleh orang-
orang terdekatnya

22
DO :
 Klien tampak sulit
bergaul
 Bicara klien lambat dan
nada suara lemah
2 Isolasi sosial berhubungan Setelah dilakukan  Bina hubungan saling  Rasa saling pecaya telah
dengan gangguan kondisi tindakan keperawatan percaya terbina, mempermudah
kesehatan yang ditandai selama 2x24 jam, klien perawat untuk mengkaji dan
dengan : mulia bisa bergaul mendapatkan informasi dari
DS : dengan KH : klien
 Cara-cara dan contoh
 Klien mengatakan  Klien mulai  Latih klien cara-cara
yang merupakan
tidak nyaman jika merasa nyaman jika berinteraksi dengan orang
pembelajaran yang efesien
berada didekat orang berada didekat lain secara bertahap
untuk klien memulai untuk
lain, karena kondisinya orang lain
 Klien bisa berani bergaul dengan orang
sekarang
 Lebih senang melakukan lain
 Diskusikan dengan
 Dukungan keluarga
sendiri tindakan di luar
keluarga pentingnya
sangat berarti untuk
kamar
interaksi klien dengan
 Klien bisa kesembuhan klien, dengan
DO :
keluarga terdekat
bergaul tanpa rasa interaksi yang baik dapat
 Klien banyak diam

23
malu dan takut menunjukkan rasa perhatian
 Untuk membuat klien
 Libatkan klien dalam
dan kurang mau mampu berinteraksi dengan
terapi kelompok secara
berbicara baik, perlu bertahap dan
bertahap
 Klien tampak sedih,
perlahan. Dengan terapi
ekspresi datar dan
kelompok memungkinkan
dangkal
klien bisa berinteraski.

3 Kecemasan yang Setlah dilakukan  Kaji tingkat kecemasan  Untuk mengetahui


meningkat berhubungan tindakan selama 2x24 klien dari TTV, nafsu kecemasan klien
 Agar klien tenang dan
dengan ketidakmampuan jam, ansietas klien makan
 Beri dorongan pada menerima kondisi
mengekspresikan perasaan berkurang dengan
klien untuk mengungkapkan kesehatannya sekarang
yang ditandai dengan KH : KH :
 Dukungan keluarga
pikiran dan perasaan
DS :  Klien mampu
 Berikan penyuluhan merupakan perhatian yang
 Klien merasa takut menunjukkan
kepada keluarga dan ajak bisa memotivasi klien untuk
penyakitnya tidak bisa koping yang baik
untuk bersama sama sembuh
disembuhkan Klien mampu
memotivasi klien
 Klien juga
mengungkapkan
mengkhawatirkan
perasaan dan bisa
keluarganya dirumah

24
bertukar pikirang dan
DO : perasaan
 Klien tampak tidak
bisa untuk tidur
 Klien tampak lemah
dan lesu akibat kurang
tidur
4 Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan  Kaji secra verbal dan  Data awal untuk
berhubungan dengan perawatan selama 2x24 nonverbal respon klien menentukan intervensi yang
dampak penyakit yang jam, body image klien terhadap tubuhnya tepat untuk klien
 Libatkan dan jelaskan  Apabila lkien tahu
dialami yang di tandai teratasi dengan KH :
klien tentang pengobatan, tentang pengobatan,
dengan :  Body image
perawatan kemajuan dan perawatan kemajuan dan
DS : klien positif
 Mendeskripsika prognosis penyakit prognosis penyakit, akan
 Klien mengatakan
n factual perubahan membuat klien sedikit
malu dengan keadaanya
fungsi tubuh tenang. Dan mampu
sekarang
 Mempertahanka
 Klien mengatakan menentukan intervensi yang
n interaksi sosial
tidak menyangka tepat untuknya
 Fasilitasi kontak dengan  Untuk membantu klien
penyakitnya bertambah
individu lain dalam agar dapat bersosialisasi
parah

25
kelompok kecil dengan oaring lain.
DO :
 Perubahan aktual
pada fungsi
 Luka gangren klien
bertambah parah dan
mulai mengeluarkan
bau tidak sedap
5 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan  Bantu klien untuk  Agar kebutuhan
personal Hygine tindakan keperawatan personal hygine sesuai kebersihan terpenuhi secara
berhubungan dengan selama 2x24 jam, kebutuhan yang di anjurkan baik
 Dukung kemandirian
ketidakmampuan dan personal hygiene klien
 Melatih klien untuk
untuk melakukan personal
ketidak pedulian karena terpenuhi dengan KH :
mandiri dan mampu
hygine jika memungkinkan
stress yang ditandai dengan  Klien
melakukan personal hygiene
KH : mengatakan merasa  Berikan penjelasan
sendiri
segar dan nyaman kepada klien akan
 Klien mampu  Agar klien sadar akan
pentingnya kebersihan diri
menjaga kebersihan pentingnya kebersihan diri
DS : baik secara kesehatan,
dirinya dan mampu menjaga
 Klien mengatakan agama maupun sosial
 Tidak tercium
tidak mampu untuk

26
membersihkan diri lagi bau tidak sedap kebersihan dirinya sendiri.
 Klien tampak
secara maksimal
 Klien mengatakan bersih mulai dari
tidak peduli mau mandi pakaian
atau tidak, yang dia
pikirkan hanya
penyakitnya
 Klien mengatakan
tidak mengetahui cara
merawat luka dengan
baik dan benar, hanya
menunggu perawat saja
yang melakukannya

DO :
 Mulai tercium bau
tidak sedap dari tubuh
dan luka klien
 Klien tampak tidak
menjaga kebersihan

27
diri.

28
29
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit
berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan
sering kambuh. Respon klien dalam kondisi kroni sansgat tergantung kondisi
fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada
tiap individu juga berbeda.
Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh
pasien kronis. Orang yang telah lama hidup sendiri, menderita penyakit kronis
yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap
penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan
menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang
yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani
hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai
kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien dengan penyakit kronis sering
bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap
fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis
yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.
Jadi tugas perawat untuk dapat lebih memahami dan memberi
perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Perawat juga harus mampu
memberikan asuhan keperawatan yang baik pada klien yang mengalami
penyakit kronis.

30
B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi
kronis, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi
klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan
akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
2. Ketika merawat klien dengan penyakit kronis, tanggung jawab
perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social
yang unik.

31
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC


Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Herdman, Heather. 2010. Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional. Jakarta:
EGC

32

Anda mungkin juga menyukai