Oleh
WA ODE RUSFITRIANTI
P201902046
T3NR
PRODI SI KEPERAWATAN
TAHUN 2020
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga Makalah yang berjudul : Tugas Mata Kuliah Leb Pengkajian
Paliatif Care “Asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus Kronis” dapat
terselesaikan sebagaimana mestinya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat-Nya hingga akhir zaman.
Penulis mengakui bahwa dalam penulisan Makalah ini telah mencurahkan segala
kemampuan, namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa sebagai manusia biasa tentu tidak
luput dari kesalahan Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
berbagai pihak yang sifatnya membangun dan menyempurnakan penulisan Makalah ini.
Wa Ode Rusfitrianti
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR.............................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah................................................................................... 4
C. Tujuan ................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Kesimpulan............................................................................................ 27
B. Saran...................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 28
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap
mahluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan.
Namun sering kali harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam
masyarakat kita, umur harapan hidup semakin bertambah dan kematian
semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit kronis seperti penyakit
diabetes militus, penyakit cordpulmonaldeases, penyakit arthritis.
Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses
pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka
suatu saat akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan olehkelemahan
umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat
badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka
kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan /
pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan
psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan
interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care.
Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah memberikan
Asuhan Keperawatan pada Pasien kronis untuk membantu pasien menghadapi
penyakitnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dari penyakit kronis?
2. Bagaimana dampak-dampak yang teradi pada klien penyakit kronis?
3. Bagaimana respon klien terhadap penyakit kronis?
4. Bagaimana penatalaksanaan pada klien penyakit kronis?
5. Bagaimana konsep penyakit diabetes mellitus?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien penyakit kronis?
4
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa
diharapkan mampu mengenal dan mengetahui tentang asuhan keperawatan
pada klien yang mengalami penyakit kronis.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu:
a. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami dampak-dampak
yang terjadi pada klien penyakit kronis.
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Respon Klien
Terhadap Penyakit Kronis.
c. Agar mahasiswa dapat menegtahui dan memahami penatalaksanaan
pada klien penyakit kronis.
d. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mengenai penyakit
diabetes mellitus.
e. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan
keperawatan pada klien penyakit kronis.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
6
4) Merasa tidak nyaman
5) Bingung
6) Merasa menderita
b. Damapak Somatic
Dampak somatic adalah dampak yang ditimbulkan oleh tubuh
karena keadaan penyakitnya. Keluhan somatic sesuai dengan
keadaan penyakitnya. Contoh : DM adanya Trias P
a. Dampak terhadap gangguan seksual
Merupakan akibat dari perubahan fungsi secara fisik
(kerusakan organ) dan perubahan secara psikologis (persepsi
klien terhadap fungsi seksual).
b. Dampak gangguan aktivitas
Dampak ini akan mempengaruhi hubungan sosial
sehingga hubungan sosial dapat terganggu baik secara total
maupun sebagian.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Kronik
a. Persepsi klien terhadap situasi
b. Beratnya penyakit
c. Tersedianya support sosial
d. Temperamen dan kepribadian
e. Sikap dan tindakan lingkungan
f. Tersediaanya fasilitas kesehatan
5. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon
Bio-Psiko-sosial-spritual ini akan meliputi respon kehilangan.
(Purwaningsih dan kartina, 2009).
a. Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat
berupa klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak
realistic,aktivitas terbatas.
b. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat
ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan,
ketergantungan
c. Kehilangan situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari
bersama keluarga dan kelompoknya.
7
d. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan
fungsi tubuh seperti panas, nyeri, dll.
e. Kehilangan fungsi fisik
Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien
dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
f. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi
mental seperti klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak
dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga klien tidak
dapat berpikir secara rasional.
g. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah
mencakup bentuk dan fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir
secararasional (bodi image), peran serta identitasnya. Hal ini
dapat mempengaruhi idealisme diri dan harga diri rendah.
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
i. Klien menarik diri dari lingkungan
Hubungan sosial klien dapat terganggu sebagian maupun
yang total. Contohnya hubungan terganggu sebagian, klien masih
berhubungan dengan lingkungan sekitar, tetapi klien malu-malu
dantidak percaya diri untuk bergaul dengan orang secara
berkelompok. Apabila terganggu total, klien sudah tidak ingin
berinteraksi lagi dengan lingkungan sekitar, klien hanya ingin
menyendiri (menarik diri dari lingkungan).
6. Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronik
Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas
penyakit kronis yang dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih
dan kartina, 2009), yaitu :
a. Penolakan (Denial)
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita
penyakit kronis seperti jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit
yang dideritanya ini, pasien akan memperlihatkan sikap seolah-
olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat (menolak untuk
mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat) dan
menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan
hanya akan memberi efek jangka pendek (menolak untuk
mengakui bahwa penyakit kronis ini belum tentu dapat
disembuhkan secara total dan menolak untuk mengakui bahwa
8
ada efek jangka panjang atas penyakit ini, misalnya perubahan
body image).
b. Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan
merupakan sesuatu yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa
terkejut atas reaksi dan perubahan yang terjadi pada dirinya
bahkan membayangkan kematian yang akan terjadi padanya.
Bagi individu yang telah menjalani operasi jantung, rasa nyeri
yang muncul didaerah dada, akan memberikan reaksi emosional
tersendiri. Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat akan
memicu reaksi cemas pada individu dengan penyakit kanker.
c. Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada
penderita penyakit kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu
penderita stroke, kanker dan penyakit jantung mengalami depresi.
7. Respon Keluarga
Keluarga juga mengalami respons yang sama dengan pasien atas
penyakit yang diderita oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina,
2009), yaitu :
a. Penolakan (Denial)
Sama halnya dengan pasien atau individu, keluarga yang
tidak siap atau tidak menerima dengan kondisi yang ada pada
pasien. Keluarga mengangap penyakit yang diderita tidak terlalu
berat dan menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera
sembuh dan hanya akan memberi efek jangka pendek.
b. Cemas
Keluarga akan memperlihatkan ekspresi cemas akan
diagnosa yang telah divonis oleh pihak medis. Pihak keluarga
cemas akan tidak bisa sembuh penyakit tersebut dan takut
ditinggalkan dalam jangka waktu dekat oleh pesien.
c. Depresi
Keluarga yang terkejut dan tidak bisa menerima keadaan
terhadap situasi yang dialami pasien akan mengalami depresi.
8. Penatalaksaan
Penatalaksanaan yang optimal pada klien dengan kondisi kronis
adalah sangat penting. Penatalaksanan harus melibatkan kesehatan mental,
memantau perkembangan klien, dan melibatkan keluarga. Pengobatan
sederhana tidak cukup.
9
Klien harus bekerja sama dengan tim kesehatan, percaya terhadap
pengobatan yang diberikan, dan mempunyai keluarga yang
mendukungdan membantu dalam rencana pengobatan. Beberapa prinsip
penatalaksanaan klien dengan kondisi kronis adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan kesehatan
Menjelaskan kepada klien tentang perjalanan penyakitnya
dan keterbatasan pengobatan. Pendidikan kesehatan harus
langsung pada penderita dan keluarganya dan harus
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
b. Merespons terhadap emosi
Dengarkan baik-baik, berikan waktu yang cukup bagi klien
dan keluarganya untuk mengemukakan perasaannya,
kekhawatirannya, dan harapannya.
c. Melibatkan keluarga
Dukungan pada keluarga dan petunjuk penatalaksanaan
sangat penting. Keluarga harus dibantu agar tidak melakukan
sikap yang berlebihan terhadap anak, seperti terlalu melindungi,
terlalu khawatir dan memberikan perhatian berlebihan.
d. Melibatkan pasien
Bila klien dilibatkan dalam penatalaksaan penyakitnya,
maka mereka akan lebih patuh dan bertanggung jawab.
e. Melibatkan tim multidisiplin
Beberapa ahli diperlukan dalam menatalaksana remaja
dengan kondisi kronis, seperti dokter, psikolog, pekerja sosial,
okupasi-terapis, fisioterapis, ahli gizi, dan ahli lain yang terkait.
f. Menyediakan perawatan yang berkelanjutan
Klien dengan kondisi kronis membutuhkan seseorang yang
bisa dipercaya. Paling sedikit salah satu dari anggota tim, lebih
baik dokter dari pusat kesehatan primer (seperti Puskesmas),
yang membina hubungan jangka panjang dengan penderita dan
keluarganya. Peran dokter disini adalah mengkoordinasi
perawatan berbagai spesialis (multidisiplin), memantau tumbuh
kembangnya, memberikan petunjuk yang mungkin diperlukan,
dan lain sebagainya.
g. Menyediakan pelayanan rawat jalan komprehensif
Diperlukan pelayanan psikologikal, belajar bersosialisasi,
pendidikan, penelitian, dikatakan bahwa klien yang mendapatkan
pelayanan yang komprehensif, dapat menurunkan frekuensi rawat
10
inap, lama dirawat, biaya di rumah sakit, dan menurunkan
kemungkinan dirawat kembali.
h. Merujuk ke kelompok pendukung (kelompok sebaya atau
kelompok penyakit sejenis)
Ikut dalam kelompok pendukung dapat saling tukar
pengalaman dan informasi antara penderita dan keluarga lain
dengan masalah yang sama.
i. Mengembangkan tehnik menolong diri sendiri Pelatihan (terapi
perilaku)
Terhadap klien dalam teknik mengatasi stres atau rasa sakit,
dapat membantu klien mengurangi stres terhadap penyakit dan
pengobatan yang diberikan.
j. Pembatasan
Bila kepatuhan atau perilaku yang menjadi masalah, remaja
harus dibuat disiplin, dan tim yang merawat serta keluarganya
harus setuju dan mendukung.
k. Perawatan di rumah sakit
Bila diperlukan perawatan remaja di rumah sakit, terbaik
bila ditangani dalam lingkungan yang kondusif untuk kebutuhan
perkembangan remaja.
11
2. Etiologi
a. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) mempunyai etiologi yang heterogen,
dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi
determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada
mayoritas DM. 9aktor lainyang dianggap sebagai kemungkinan
etiologi DM yaitu :
1) Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta
sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
2) Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta,
antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet
dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses
secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3) Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
auto imunitas yang disertai pembentukan sel-sel antibody,
antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel-sel
penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta
oleh virus.
4) Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan
kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor
insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir
terhadap insulin.
12
3. Patofisiologi
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan
dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1) Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi
300-1200 mg/dl.
2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan
lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak
yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada
dinding pembuluh darah.
3) Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami de!isiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
normalatau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia
yang parah yangmelebihi ambang ginjal normal (konsentrasi
glukosa darah sebesar 160-180mg/100 ml), akan timbul
glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik
yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium,
klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan
dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar
bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan
protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung
terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat lelah dan
mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan
karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis
dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
13
b. Gangrene Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM
akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1) Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar
glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport
glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi
sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan
diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam
sel/jaringantersebut dan menyebabkan kerusakan dan
perubahan fungsi.
2) Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya
glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung
senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein
membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik
makro maupun mikro vascular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh
faktor -faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang
berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan
infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya
KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya
gangguan sensorik maupun motorik.
Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan
mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya
ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan
terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang
menyebab kanul setrasi pada kaki pasien. Angiopati akan
menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar
maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia
berjalan pada jarak tertentu.
Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat
berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari,
denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan.
Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya
14
penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika
sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin, 1993).
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD
akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga
faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap
penyembuhan atau pengobatan dari KD.
4. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan , yaitu :
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh
dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti
“claw,callus”.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki
dengan atau tanpa selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren
kaki menjadi 2 (dua) golongan :
1) Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI)
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat
adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah
besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
a) Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
b) Pada perabaan terasa dingin.
c) Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
d) Didapatkan ulkus sampai gangren.
15
5. Dampak Masalah
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi
kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa
terjadi meliputi :
a. Pada Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya
penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi
kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan
tersebut.
1) Pola persepsi dan tata hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan
persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetik
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap
dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu
adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya
defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat
dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya
diuresisosmotik yang menyebabkan pasien sering kencing
(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ).
Pada eliminasi alvirelatif tidak ada gangguan.
4) Pola tidur dan istrahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi
rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan
istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur
penderita mengalami perubahan.
5) Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot-otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
16
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal,
penderita mudah mengalami kelelahan.
6) Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau
menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari
pergaulan.
7) Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami
neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap
adanya trauma.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga ( self esteem ).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah
diorgan reproduksi sehingga menyebabkan gangguan
potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
10) Pola mekanisme stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif /adaptif.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan
fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat
penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi
pola ibadah penderita.
17
b. Dampak Pada Keluarga
Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit
dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam-macam
reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang
dialami oleh seorang anggota keluarga akan mempengaruhi
seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan
biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi
keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu
anggota keluarga tidak dapat menjalankan perannya.
18
4) Ketersediaan fasilitas partisifasi dalam asuhan keperawatan
kesempatan kerja
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditimbulkan dari proses
pengkajian klien dengan penyakit kronis adalah (Purwaningsih dan
kartina, 2009) :
a. Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan
kehilangan dan perubahan.
b. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidak
mampuan mengekspresikan perasaan.
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan dampak penyakit
yang dialami.
d. Defisit perawatan diri personal hygine berhubungan dengan
ketidak mampuan dan ketidak pedulian karena stresse.
e. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kondisi kesehatan.
f. Harga diri rendah kronik berhubungan dengan persepsi kurang
dihargai
19
BAB III
A. Kasus
B. Pengkajian
1. Pengkajian Pola Gordon
a. Persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
1) Klien mengatakan kurang mengetahui semua tentang penyakitnya.
2) Klien tampak pasrah dengan penyakitnya, dan hanya mengikuti
prosedur keperawatan rumah sakit
b. Pola nutrisi metabolic
1) Nafsu makan klien meningkat
2) Peningkatan berat badan 5 kg
3) Klien dilarang mengkonsumsi makanan yang terlalu banyak
mengandung gula.
20
c. Pola eliminasi
1) Klien sering BAK
2) Karakteristik warna urine klien kuning, baunya khas
d. Pola aktifitas dan latihan
1) Klien tidak nyeri/sesak nafas saat beraktivitas
2) Klien merasa lemah dan sakit pada kakinya saat beraktivitas
sehari-hari
e. Pola tidur dan istrahat
Klien mengalami gangguan pola tidur, karena cemas dan takut, klien
juga merasa depresi.
f. Pola kognitif/perseptual
Terjadi penurunan pada fungsi penglihatan, daya ingat klien masih
bagus dank lien tanggap terhadap semua pertanyaan yang diajukan,
hnya klien banyak menunduk dan kontak mata klien tidak baik.
g. Pola persepsi diri/konsep diri
1) Klien merasa sedih dan lebih banyak murung
2) Klien menjadi depresi
3) Klien tampak pasrah dan hanya berserah pada prosedur
keperawtan rumah sakit
h. Pola peran/hubungan
1) Tidak ada upaya yang berarti bagi klien untuk mengatasi
masalahnya
2) Klien seorang ibu rumah tangga
3) Interaksi klien dengan orang terdekatnya (suami dan anak-anak)
kurang baik dan orang terdekat klien hnya sesekali menjenguk
klien.
i. Pola seksualitas/reproduksi
1) Selama klien sakit, klien jarang berhubungan intim dengan
suaminya dank lien merasa malu
2) Terjadi perubahan perhatian dari keluarga terdekat terutama
suamidan anak-anaknya
j. Pola koping/toleransi stress
Jika klien mengalami stress, klien berbagi dengan suaminya namun
lebih sering untuk memendam masalahnya.
k. Pola nilai/kepercayaan
Klien tetap melaksakan keagamaan dengan tetap sholat te[at pada
waktunya.
21
2. Analisa data
DS : DO :
Klien mengatakan merasa Klien tampak sulit bergaul
tidak berguna lagi Bicara klien lembat dan
Klien juga malu dengan nada suara lemah
keluarga dan teman-temannya Klien banyak diam kurang
Klien merasa ingin mati saja mau berbicara
Klien takut tidak diterima oleh Klien tampak sedih,
orang-orang terdekatnya ekspresi datar dan dangkal
Klien mengatakan tidak Klien tampak tidak bisa
nyaman jika berada didekat untuk tidur
orang lain. Karena kondisinya Klien tampak lemah dan
sekarang lesu akibat kurang tidur
Lebih senang sendiri Perubahan actual pada
Klien merasa takut fungsi
penyakitnya tidak bisa Luka gangrene klien
disembuhkan bertambah parah dan mulai
Klien juga mengkhawatirkan mengeluarkan bau tidak
keluarganya dirumah sedap
Klien mengatakan malu Mulai tercium bau tidak
dengan keadaannya yang sedap dari tubuh dan luka
sekarang klien
Klien mengatakan tidak Klien tampak tidak menjaga
menyangka penyakitnya kebersihan diri
bertambah parah
Klien mengatakan tidak
mampu untuk membersihkan
diri secara maksimal
Klien mengatakan tidak
perduli mau mandi atau tidak,
yang dia pikirkan hanya
penyakitnya
Klien mengatakan tidak
mengetahui cara merawat luka
dengan baik dan benar, hanya
menunggu perawat saja yang
melakukannya
22
C. Diangnosa dan Rencana Keperawatan
23
lain, karena kondisinya didekat orang lain orang lain
sekarang Klien bisa Diskusikan dengan keluarga Dukungan keluarga sangat berarti
Lebih senang sendiri melakukan tindakan pentingnya interaksi klien dengan untuk untuk kesembuhan klien,
DO : di luar kamar keluarga terdekat dengan interaksi yang baik dapat
Klien banyak diam dan Klien bisa bergaul menunjukkan rasa perhatian
kurang mau bicara tanpa rasa malu dan Libatkan klien dengan terapi Untuk membuat klien mampu
Klien tampak sedih, takut kelompok secara bertahap berinteraksi dengan baik, perlu
ekpresi datar dan bertahap dan perlahan. Dengan
dangkal terapi kelompok memungkinkan
klien bisa berinteraksi
3 Kecemasan yang Setelah dilakukan Kaji tingkat kecemasan klien dari Untuk mengetahui kecemasan
meningkat berhubungan tindakan selama 2x24 TTV, nsfsu makan klien
dengan ketidak mampuan jam, ansietas klien Beri dorongan pada klien untuk Agar klien tenang dan menerima
mengekspresikan perasaan berkurang dengan KH : mengungkapkan pikiran dan kondisi kesehatannya sekarang
yang ditandai dengan KH: Klien mampu perasaan
DS : menunjukan Berikan penyuluhan kepada Dukungan keluarga merupakan
Klien merasa takut koping yang baik keluraga dan ajak untuk bersama – perhatian yang bisa memotivasi
penyakitnya tidak bisa Klien mampu sama memotivasi klien klien untuk sembuh
disembuhkan mengungkapkan
Klien juga perasaan dan bisa
mengkhawatirkan bertukar pikiran
keluarganya dirumah dan perasaan
DO :
Klien tampak tidak
bisa untuk tidur
Klien tampak lemah
dan lesu akibat kurang
tidur
4 Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan Kaji secara verbal dan nonverbal Data awal untuk menentukan
berhubungan dengan perawatan 2x24 jam, respon klien terhadap tubuhnya intervensi yang tepat untuk klien
dampak penyakit yang di body image klien Libatkan dan jelaskan klien tentang Apabila klien tahu tentang
alami ditandai dengan : teratasi dengan KH : pengobatan, perawatan kemajuan pengobatan, perawatan kemajuan
DS : Body image klien dan prognosis penyakit dan prognosis penyakit, akan
Klien mengatakan positif membuat klien sedikit tenang dan
malu dengan Mendeskripsikan mampu menentukan intervensi
24
keadaannya sekarang factual perubahan yang tepat untuknya
Klien mengatakan fungsi tubuh Fasiltasi kontak dengan individu Untuk membantu klien agar dapat
tidak menyangka Mempertahankan lain dalam kelompok kecil bersosialisasi dengan orang lain
penyakitnya bertambah interaksi sosial
parah
DO :
Perubahan aktual pada
fungsi
Luka ganggren klien
bertambah parah dan
mulai mengeluarkan
bau tidak sedap
5 Deficit perawatan diri Setelah dilakukan Bantu klien untuk personal Agar kebutuhan kebersihan
personal Hygiene tindakan keperawatan Hygiene sesuai kebutuhan yang terpenuhi secara baik
berhubungan dengan selama 2x24 jam, dianjurkan
ketidak mampuan dan personal Hygiene klien Dukung kemandirian untuk Melatih klen untuk mandiri dan
ketidak pedulian karena terpenuhi dengan KH : melakukan personal hygiene jika mampu melakukan personal
stress yang di tandai Klienmengatakan memungkinkan hygiene sendiri
dengan KH : merasa segar dan Berikan penjelasan kepada akan Agar klien sadar akan pentingnya
DS : nyaman pentingnya kebersihan diri baik kebersihan diri dan mampu
Klien mengatakan Klien mampu secara kesehatan, agama maupun menjaga kebersihan dirinya
tudak mampu untuk menjaga sosial
membersihkan diri kebersihan dirinya
secara maksimal Tidak tercium lagi
Klienmengatakan tidak bau tidak sedap
peduli mau mndi atau Klien tampak
tidak, yang dia bersih mulai dari
pikirkan hnya pakaian
penyakitnya
Klien mengatakan
tidak mengetahui cara
merawat luka dengan
baik dan benar, hanya
menunggu perawat
saja yang
25
melakukannya
DO :
Mulai tercium bau
tidak sedap dari tubuh
dan luka klien
Klien tampak tidak
menjaga kebersihan
diri
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpilan
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit
berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan
sering kambuh. Respon klien dalam kondisi kronik sangat tergantung kondisi
fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan
pada tiap individu juga berbeda.
Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh
pasien kronis. Orang yang telah lama hidup sendiri, menderita penyakit kronis
yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap
penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan
menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang
yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikucilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani
hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai
kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien dengan penyakit kronis sering
bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap
fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis
yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.
Jadi tugas perawat untuk dapat lebih memahami dan memberi perawatan
yang sesuai dengan kondisi pasien. Perawat juga harus mampu memberikan
asuhan keperawatan yang baik pada klien yang mengalami penyakit kronis.
B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi kronis,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien
sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya
dapat meninggal dengan tenang dan damai.
2. Ketika merawat klien dengan penyakit kronis, psikologis dan sosial yang
unik.
27
DAFTAR PUSTAKA
28