Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap
mahluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan.
Namun sering kali harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam
masyarakat kita, umur harapan hidup semakin bertambah dan kematian
semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit kronis seperti penyakit
diabetes militus, penyakit cordpulmonaldeases, penyakit arthritis.
Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses
pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka
suatu saat akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh
kelemahan umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat
badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka
kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan
terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau
palliative care.
Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah memberikan
Asuhan Keperawatan pada Pasien kronis untuk membantu pasien menghadapi
penyakitnya.
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dari dari penyakit kronis?
2. Bagaimana dampak-dampak yang terjadi pada klien penyakit kronis?
3. Bagaimana respon klien terhadap penyakit kronis?
4. Bagaimana penatalaksanaan pada klien penyakit kronis?
5. Bagaimana konsep penyakit diabetes mellitus?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien penyakit kronis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa
diharapkan mampu mengenal dan mengetahui tentang asuhan keperawatan
pada klien yang mengalami pennyakit kronis.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini, yaitu :
a. Agar mahasiswa dapat mengatahui dan memahami dampak-dampak
yang terjadi pada klien penyakit kronis
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Respon Klien
Terhadap Penyakit Kronis
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan
pada klien penyakit kronis
d. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mengenai penyakit
diabetes mellitus.
e. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan
keperawatan pada klien penyakit kronis

 
3

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit Kronis


1. Pengertian penyakit kronik
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit
berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan
sering kambuh. (Purwaningsih dan Karbina, 2009)
Ketidakmampuan/ketidakberdayaan merupakan persepsi individu
bahwa segala tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu
keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu
atau kegiatan yang baru dirasakan. (Purwaningsih dan Karbina, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas kelompok menyimpulkan bahwa
penyakit kronik yang dialami oleh seorang pasien dengan jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan seorang klien mengalami ketidakmampuan
contohnya saja kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan
yang baru dirasakan. Contoh : penyakit diabetes militus, penyakit
cordpulmonaldeases, penyakit arthritis.
2. Sifat penyakit kronik
Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik
mempunyai beberapa sifat diantaranya adalah :
a. Progresif
Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah.
Contoh penyakit jantung.
b. Menetap
Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut
akan menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.
c. Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu
dengan kondisi yang sama atau berbeda. Contoh penyakit arthritis.
3. Dampak Penyakit Kronik Terhadap Klien
4

Dampak yang dapat ditimbulkan dari penyakit kronik terhadap


klien diantaranya (Purwaningsih dan kartina, 2009) adalah :
a. Dampak psikologis
Dampak ini dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, yaitu :
1) Klien menjadi pasif
2) Tergantung
3) Kekanak-kanakan
4) Merasa tidak nyaman
5) Bingung
6) Merasa menderita
b. Dampak somatic
Dampak somatic adalah dampak yang ditimbulkan oleh tubuh
karena keadaan penyakitnya. Keluhan somatic sesuai dengan keadaan
penyakitnya. Contoh : DM adanya Trias P
1) Dampak terhadap gangguan seksual
Merupakan akibat dari perubahan fungsi secara fisik
(kerusakan organ) dan perubahan secara psikologis (persepsi klien
terhadap fungsi seksual).
2) Dampak gangguan aktivitas
Dampak ini akan mempengaruhi hubungan sosial sehingga
hubungan social dapat terganggu baik secara total maupun
sebagian.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit kronik
a. Persepsi klien terhadap situasi
b. Beratnya penyakit
c. Tersedianya support social
d. Temperamen dan kepribadian
e. Sikap dan tindakan lingkungan
f. Tersedianya fasilitas kesehatan

5. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik


5

Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon


Bio-Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan.
(Purwaningsih dan kartina, 2009).
a. Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat
berupa klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistic,
aktivitas terbatas.
b. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat
ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan,
ketergantungan
c. Kehilangan situasi
Klien merasa kehilangan  situasi yang dinikmati sehari-hari
bersama keluarga dan kelompoknya
d. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi
tubuh seperti panas, nyeri, dll
e. Kehilangan fungsi fisik
Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien
dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
f. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental
seperti klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat
berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga klien tidak dapat berpikir
secara rasional
g. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah
mencakup bentuk dan fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir secara
rasional (bodi image), peran serta identitasnya. Hal ini dapat  akan
mempengaruhi idealisme diri dan harga diri rendah
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
6

i. Klien menarik diri dari lingkungan


Hubungan sosial klien dapat terganggu sebagian maupun yang
total. Contohnya hubungan terganggu sebagian, klien masih
berhubungan dengan lingkungan sekitar, tetapi klien malu-malu dan
tidak percaya diri untuk bergaul dengan orang secara berkelompok.
Apabila terganggu total, klien sudah tidak ingin berinteraksi lagi
dengan lingkungan sekitar, klien hanya ingin menyendiri (menarik diri
dari lingkungan).

6. Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis


Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas
penyakit kronis yang dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih
dan kartina, 2009), yaitu:
a. Penolakan (Denial)
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit
kronis seperti jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang
dideritanya ini, pasien akan memperlihatkan sikap seolah-olah
penyakit yang diderita tidak terlalu berat (menolak untuk mengakui
bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat) dan menyakini bahwa
penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan memberi efek
jangka pendek (menolak untuk mengakui bahwa penyakit kronis ini
belum tentu dapat disembuhkan secara total dan menolak untuk
mengakui bahwa ada efek jangka panjang atas penyakit ini, misalnya
perubahan body image).
b. Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan
merupakan sesuatu yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa
terkejut atas reaksi dan perubahan yang terjadi pada dirinya bahkan
membayangkan kematian yang akan terjadi padanya. Bagi individu
yang telah menjalani  operasi jantung, rasa nyeri yang muncul di
daerah dada, akan memberikan reaksi emosional tersendiri. Perubahan
7

fisik yang terjadi dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada
individu dengan penyakit kanker.
c. Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada
penderita penyakit kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu
penderita stroke, kanker dan penyakit jantung mengalami depresi.
7. Respon keluarga
Keluarga juga mengalami respons yang sama dengan pasien atas
penyakit yang diderita oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina,
2009), yaitu :
a. Penolakan (Denial)
Sama halnya dengan pasien atau individu, keluarga yang tidak
siap atau tidak menerima dengan kondisi yang ada pada pasien.
Keluarga mengangap penyakit yang diderita tidak terlalu berat dan
menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya
akan memberi efek jangka pendek.
b. Cemas
Keluarga akan memperlihakan ekspresi cemas akan diagnose
yang telah divonis oleh pihak medis. Pihak keluarga cemas akan tidak
bisa sembuh penyakit tersebut dan takut ditinggalkan dalam jangka
waktu dekat oleh pesien.
c. Depresi
Keluarga yang terkejut dan tidak bisa menerima keadaan
terhadap situasi yang dialami pasien akan mengalami depresi.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang optimal pada klien dengan kondisi kronis
adalah sangat penting. Penatalaksanan harus melibatkan kesehatan mental,
memantau perkembangan klien, dan melibatkan keluarga. Pengobatan
sederhana tidak cukup.
Klien harus bekerja sama dengan tim kesehatan, percaya terhadap
pengobatan yang diberikan, dan mempunyai keluarga yang mendukung
8

dan membantu dalam rencana pengobatan. Beberapa prinsip


penatalaksanaan klien dengan kondisi kronis adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan kesehatan
Menjelaskan kepada klien tentang perjalanan penyakitnya dan
keterbatasan pengobatan. Pendidikan kesehatan harus langsung pada
penderita dan keluarganya dan harus menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti.
b. Merespons terhadap emosi
Dengarkan baik-baik, berikan waktu yang cukup bagi klien dan
keluarganya untuk mengemukakan perasaannya, kekhawatirannya, dan
harapannya.
c. Melibatkan keluarga
Dukungan pada keluarga dan petunjuk penatalaksanaan sangat
penting. Keluarga harus dibantu agar tidak melakukan sikap yang
berlebihan terhadap anak, seperti terlalu melindungi, terlalu khawatir
dan memberikan perhatian berlebihan.
d. Melibatkan pasien
Bila klien dilibatkan dalam penatalaksaan penyakitnya, maka
mereka akan lebih patuh dan bertanggungjawab.
e. Melibatkan tim multidisiplin
Beberapa ahli diperlukan dalam menatalaksana remaja dengan
kondisi kronis, seperti dokter, psikolog, pekerja sosial, okupasi-terapis,
fisioterapis, ahli gizi, dan ahli lain yang terkait.
f. Menyediakan perawatan yang berkelanjutan
Klien dengan kondisi kronis membutuhkan seseorang yang bisa
dipercaya. Paling sedikit salah satu dari anggota tim, lebih baik dokter
dari pusat kesehatan primer (seperti Puskesmas), yang membina
hubungan jangka panjang dengan penderita dan keluarganya. Peran
dokter disini adalah mengkoordinasi perawatan berbagai spesialis
(multidisiplin), memantau tumbuh kembangnya, memberikan petunjuk
yang mungkin diperlukan, dan lain sebagainya.
9

g. Menyediakan pelayanan rawat jalan yang komprehensif


Diperlukan pelayanan psikologikal, belajar bersosialisasi,
pendidikan, penelitian, dikatakan bahwa klien yang mendapatkan
pelayanan yang komprehensif, dapat menurunkan frekuensi rawat
inap, lama dirawat, biaya di rumah sakit, dan menurunkan
kemungkinan dirawat kembali.
h. Merujuk ke kelompok pendukung (kelompok sebaya atau kelompok
penyakit sejenis).
Ikut dalam kelompok pendukung dapat saling tukar
pengalaman dan informasi antara penderita dan keluarga lain dengan
masalah yang sama.
i. Mengembangkan teknik menolong diri sendiri Pelatihan (terapi
perilaku) Terhadap klien dalam teknik mengatasi stres atau rasa sakit,
dapat membantu klien mengurangi stres terhadap penyakit dan
pengobatan yang diberikan.
j. Pembatasan
Bila kepatuhan atau perilaku yang menjadi masalah, remaja
harus dibuat disiplin, dan tim yang merawat serta keluarganya harus
setuju dan mendukung.
k. Perawatan di rumah sakit
Bila diperlukan perawatan remaja di rumah sakit, terbaik bila
ditangani dalam lingkungan yang kondusif untuk kebutuhan
perkembangan remaja.

B. Konsep Dasar Diabetes Mellitus


1. Definisi
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang
kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria,
disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik,
sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
10

primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga


gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya
jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses
nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-
hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah
sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).

2. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira –
kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan
beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1
dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin
terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia.
Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian
badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah
limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari
segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel
yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri
dari dua jaringan utama, yaitu :
a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar,
tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau –
pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat
total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar
masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil
adalah 50 µ, sedangkan yang terbesar 300 µ, terbanyak adalah yang
11

besarnya 100 – 225 µ. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas


diperkirakan antara 1 – 2 juta.

Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:


a. Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi
glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang
mempunyai “ anti insulin like activity “.
b. Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
c. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat
somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan
struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans
ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah
kapiler.
Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel
beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan
untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan
protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul
insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A
dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ),
yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai
B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan
titik isoelektrik pada 5,3.
Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein
reseptor yang besar di dalam membrana sel. Insulin di sintesis sel beta
pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang
berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek
umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah
meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat.
Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak,
12

dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat


berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan
kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel
– sel otot, fibroblas dan sel lemak.

3. Etiologi
a. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi
dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik
biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain
yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1) Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
2) Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara
lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
3) Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi
antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi
insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4) Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang
terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.

b. Gangren Kaki Diabetik


Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki
diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
1) Genetik, metabolik
2) Angiopati diabetik
13

3) Neuropati diabetik

Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat

4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat
dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin
berikut:
1) Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 –
1200 mg/dl.
2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak
yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal
disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3) Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal
atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang
melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar
160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus –
tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,
potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan
timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka
pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat
badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain
14

adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi


cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya
atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan
karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan
perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya
gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik
DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1) Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar
glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport
glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi
sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah
menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan
tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2) Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya
glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung
senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran
basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun
mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh
faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang
berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi.
Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya
neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik
maupun motorik.
15

Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau


menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada
kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi
otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan
ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan
terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi
pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa
sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.
Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat
berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut
arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi,
oksigen (zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka
sulit sembuh ( Levin,1993).
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD
akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor
angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau
pengobatan dari KD.

5. Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan , yaitu :
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
16

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki


menjadi 2 (dua) golongan :
a. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya
makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar
ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
1) Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
2) Pada perabaan terasa dingin.
3) Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
4) Didapatkan ulkus sampai gangren.

b. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )


Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada
gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat,
kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah
kaki teraba baik.

6. Dampak Masalah
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi
kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa
terjadi meliputi :
a. Pada Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya
penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan
yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan
persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
17

kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan


perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang
benar dan mudah dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya
defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan
sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan,
banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.
4) Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi
rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan
istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita
mengalami perubahan.
5) Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
6) Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
7) Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
18

8) Pola persepsi dan konsep diri


Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di
organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
10) Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

b. Dampak pada keluarga


Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan
dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam –macam reaksi
psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh
seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota
keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan
mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan peran pada
19

keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan


perannya.

C. Konsep Dasar Teoritis Asuhan Keperawatan Klien dengan Penyakit Kronis


Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit kronis meliputi
proses keperawatan dari pengkajian, diagnosa dan perencanaan (Purwaningsih
dan kartina, 2009).
1. Pengkajian
a. Pengkajian terhadap klien
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Respon emosi klien terhadap diagnose
2) Kemampuan mengekspresikan perasaan sedih terhadap situasi
3) Upaya klien dalam mengatasi situasi
4) Kemampuan dalam mengambil dan memilih pengobatan
5) Persepsi dan harapan klien
6) Kemampuan mengingat masa lalu
b. Pengkajian terhadap keluarga
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Respon keluarga terhadap klien
2) Ekspresi emosi keluarga dan toleransinya
3) Kemampuan dan kekuatan keluarga yang diketahui
4) Kapasitas dan system pendukung yang ada
5) Pengertian oleh pasangan sehubungan dengan gangguan fungsional
6) Identifikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat kehilangan dan
perubahan yang terjadi
c. Pengkajian terhadap lingkungan
1) Sumber daya yang ada
2) Stigma masyarakat terhadap keadaan normal dan penyakit
3) Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan
4) Ketersediaan fasilitas partisifasi dalam asuhan keperawatan
kesempatan kerja
20

2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditimbulkan dari proses
pengkajian klien dengan penyakit kronis adalah (Purwaningsih dan
kartina, 2009) :
a. Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan kehilangan
dan perubahan
b. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan
mengekspresikan perasaan
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan dampak penyakit yang
dialami
d. Defisit perawatan diri personal Hygine berhubungan dengan
ketidakmampuan dan ketidak pedulian karena stress
e. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kondisi kesehatan
f. Harga diri rendah kronik berhubungan dengan persepsi kurang di
hargai
21

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT KRONIS

A. KASUS
Ny. N berumur 42 tahun, seorang ibu rumah tangga, di rawat di rumah
sakit umum daerah dengan diagnosa medis Diabetes Miletus, dan sudah
dirawat selama 3 bulan. Sebelumnya klien juga pernah di rawat di rumah sakit
dengan penyakit yang sama, namun tidak separah yang sekarang. Dari hasil
pengkajian, klien mengatakan tidak menyangka penyakitnya bertambah parah,
klien juga malu dengan keluarga dan teman-temannya karena kondisi tubuh
yang sekarang, merasa tidak berguna lagi untuk keluarganya (suami dan anak-
anaknya), klien merasa ingin mati saja, klien mengatakan tidak nyaman berada
di dekat orang lain karena takut tidak diterima, dan lebih senang jika sendiri,
klien juga takut tidak diterima oleh keluarga terdekatnya, klien sulit untuk
tidur karena merasa cemas dengan keluarganya di rumah. Dari hasil observasi,
tampak luka gangren pada kaki kiri klien sudah mengalami nekrotik yang
membuat klien sulit untuk beraktivitas dan semakin parah, dan sudah mulai
mengeluarkan bau tidak sedap, klien tampak menyendiri dan hanya mau
berkomunikasi dengan perawat yang merawatnya, klien pun tampak tidak
merawat kebersihan diri, dan keluarga klien hanya sesekali menjenguk klien.
Pengkajian keluarga, respon keluarga seperti tidak peduli dengan keadaan
klien, keluarga menyerahkan penuh prosedur perawatan kepada rumah sakit,
keluarga terdekat klien (suami) mengatakan sudah pasrah dengan kondisi yang
dialami klien. Klien tampak bernafsu untuk makan, setiap makanan yang di
saji kan selalu di habiskan, BB klien 70 kg.
22

B. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Pola Gordon
a. Persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
1) Klien mengatakan kurang mengetahui semua tentang penyakitnya
2) Klien tampak pasrah dengan penyakitnya, dan hanya mengikuti
prosedur keperawatan rumah sakit
b. Pola nutrisi metabolic
1) Nafsu makan klien meningkat.
2) Peningkatan berat badan 5 kg
3) Klien dilarang mengkonsumsi makanan yang terlalu banyak
mengandung gula
c. Pola eliminasi
1) Klien sering BAK
2) Karakteristik warna urine klien kuning, baunya khas.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Klien tidak nyeri/sesak nafas saat beraktivitas
2) Klien merasa lemah, dan merasa sakit pada kakinya saat
beraktivitas sehari-hari
e. Pola tidur dan istirahat
1) Klien mengalami gangguan pola tidur, karena cemas dan takut, dan
klien juga merasa depresi.
f. Pola kognitif/perseptual
1) Terjadi penurunan pada fungsi penglihatan, daya ingat klien masih
bagus, dan klien tanggap terhadap semua pertanyaan yang
diajukan, hanya klien banyak menunduk dan kontak mata klien
tidak baik.
g. Pola persepsi diri/konsep diri
1) Klien merasa sedih dan lebih banyak murung
2) Klien menjadi depresi
3) Klien tampak pasrah dan hanya berserah pada prosedur
keperawatan rumah sakit
23

h. Pola peran/hubungan
1) Tidak ada upaya yang berarti dari klien untuk mengatasi
masalahnya
2) Klien seorang ibu rumah tangga
3) Interaksi kliendengan orang terdekatnya (suami dan anak-anak)
kurang baik, dan orang terdekat klien pun hanya sesekali
menjenguk klien.
i. Pola seksualitas/reproduksi
1) Selama klien sakit, klien jarang berhubungan intim dengan
suaminya, dan klien merasa malu.
2) Terjadi perubahan perhatian dari keluarga terdekat terutama suami
dan anak-anaknya
j. Pola koping/toleransi stress
1) Jika klien mengalami stress, klien berbagi dengan suaminya namun
lebih sering untuk memendam masalahnya.
l. Pola nilai/kepercayaan
1) Klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap shalat tepat
pada waktunya
24
25

C. DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN


DIAGNOSA TUJUAN DAN
NO INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Harga diri rendah kronik Setelah dilakukan  Identifikasi kemampuan dan  Dengan cara mendiskusikan
berhubungan dengan tindakan keperawatan aspek positif yang masih bahwa klien masih memiliki
persepsi kurang di hargai selama 2x24 jam, harga dimiliki klien. sejumlah kemampuan dan
yang ditandai dengan : diri klien meningkat aspek positif untuk
DS : dengan KH : meningkatkan rasa percaya
 Klien mengatakan  Klien mulai merasa diri klien.
merasa tidak berguna diterima oleh  Beri pujian yang  Menghilangkan rasa malu dan
lagi lingkungannya realistik/nyata dan hindarkan takut tidak diterima
 Klien juga malu dengan  Rasa malu klien penilaian negatif. lingkungan.
keluarga dan teman- mulai menghilang  Yakinkan bahwa keluarga  Meyakinkan klien bahwa
temannya  Klien mulai mudah mendukung setiap aktifitas. dirinya dapat diterima oleh
 Klien merasa ingin mati bergaul keluargnya dan tidak perlu
saja takut dan malu.
 Klien takut tidak
diterima oleh orang-
orang terdekatnya
26

DO :
 Klien tampak sulit
bergaul
 Bicara klien lambat dan
nada suara lemah
2 Isolasi sosial berhubungan Setelah dilakukan  Bina hubungan saling  Rasa saling pecaya telah
dengan gangguan kondisi tindakan keperawatan percaya terbina, mempermudah
kesehatan yang ditandai selama 2x24 jam, klien perawat untuk mengkaji dan
dengan : mulia bisa bergaul mendapatkan informasi dari
DS : dengan KH : klien
 Klien mengatakan tidak  Klien mulai merasa  Latih klien cara-cara  Cara-cara dan contoh yang
nyaman jika berada nyaman jika berada berinteraksi dengan orang merupakan pembelajaran yang
didekat orang lain, didekat orang lain lain secara bertahap efesien untuk klien memulai
karena kondisinya  Klien bisa untuk berani bergaul dengan
sekarang melakukan tindakan orang lain
 Lebih senang sendiri di luar kamar  Diskusikan dengan keluarga  Dukungan keluarga sangat
 Klien bisa bergaul pentingnya interaksi klien berarti untuk kesembuhan
DO : tanpa rasa malu dan dengan keluarga terdekat klien, dengan interaksi yang
27

takut baik dapat menunjukkan rasa


perhatian
 Klien banyak diam dan
 Libatkan klien dalam terapi  Untuk membuat klien mampu
kurang mau berbicara
kelompok secara bertahap berinteraksi dengan baik, perlu
 Klien tampak sedih,
bertahap dan perlahan.
ekspresi datar dan
Dengan terapi kelompok
dangkal
memungkinkan klien bisa
berinteraski.
3 Kecemasan yang meningkat Setlah dilakukan  Kaji tingkat kecemasan klien  Untuk mengetahui kecemasan
berhubungan dengan tindakan selama 2x24 dari TTV, nafsu makan klien
ketidakmampuan jam, ansietas klien  Beri dorongan pada klien  Agar klien tenang dan
mengekspresikan perasaan berkurang dengan untuk mengungkapkan menerima kondisi
yang ditandai dengan KH : KH : pikiran dan perasaan kesehatannya sekarang
DS :  Klien mampu  Berikan penyuluhan kepada  Dukungan keluarga
 Klien merasa takut menunjukkan keluarga dan ajak untuk merupakan perhatian yang
penyakitnya tidak bisa koping yang baik bersama sama memotivasi bisa memotivasi klien untuk
disembuhkan Klien mampu klien sembuh
 Klien juga mengungkapkan
mengkhawatirkan perasaan dan bisa
28

keluarganya dirumah bertukar pikirang dan


perasaan
DO :
 Klien tampak tidak bisa
untuk tidur
 Klien tampak lemah dan
lesu akibat kurang tidur
4 Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan  Kaji secra verbal dan  Data awal untuk menentukan
berhubungan dengan perawatan selama 2x24 nonverbal respon klien intervensi yang tepat untuk
dampak penyakit yang jam, body image klien terhadap tubuhnya klien
dialami yang di tandai teratasi dengan KH :  Libatkan dan jelaskan klien  Apabila lkien tahu tentang
dengan :  Body image klien tentang pengobatan, pengobatan, perawatan
DS : positif perawatan kemajuan dan kemajuan dan prognosis
 Klien mengatakan malu  Mendeskripsikan prognosis penyakit penyakit, akan membuat klien
dengan keadaanya factual perubahan sedikit tenang. Dan mampu
sekarang fungsi tubuh menentukan intervensi yang
 Klien mengatakan tidak  Mempertahankan tepat untuknya
menyangka penyakitnya interaksi sosial  Untuk membantu klien agar
 Fasilitasi kontak dengan
bertambah parah dapat bersosialisasi dengan
individu lain dalam
29

kelompok kecil oaring lain.


DO :
 Perubahan aktual pada
fungsi
 Luka gangren klien
bertambah parah dan
mulai mengeluarkan bau
tidak sedap
5 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan  Bantu klien untuk personal  Agar kebutuhan kebersihan
personal Hygine tindakan keperawatan hygine sesuai kebutuhan terpenuhi secara baik
berhubungan dengan selama 2x24 jam, yang di anjurkan
ketidakmampuan dan personal hygiene klien  Dukung kemandirian untuk  Melatih klien untuk mandiri
ketidak pedulian karena terpenuhi dengan KH : melakukan personal hygine dan mampu melakukan
stress yang ditandai dengan  Klien mengatakan jika memungkinkan personal hygiene sendiri
KH : merasa segar dan
nyaman  Berikan penjelasan kepada  Agar klien sadar akan

 Klien mampu klien akan pentingnya pentingnya kebersihan diri dan


DS : menjaga kebersihan kebersihan diri baik secara mampu menjaga kebersihan
 Klien mengatakan tidak dirinya kesehatan, agama maupun dirinya sendiri.
30

mampu untuk  Tidak tercium lagi sosial


membersihkan diri bau tidak sedap
secara maksimal  Klien tampak bersih
 Klien mengatakan tidak mulai dari pakaian
peduli mau mandi atau
tidak, yang dia pikirkan
hanya penyakitnya
 Klien mengatakan tidak
mengetahui cara
merawat luka dengan
baik dan benar, hanya
menunggu perawat saja
yang melakukannya

DO :
 Mulai tercium bau tidak
sedap dari tubuh dan
luka klien
 Klien tampak tidak
31

menjaga kebersihan diri.


32
33

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit
berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan
sering kambuh. Respon klien dalam kondisi kroni sansgat tergantung kondisi
fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada
tiap individu juga berbeda.
Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh
pasien kronis. Orang yang telah lama hidup sendiri, menderita penyakit kronis
yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap
penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan
menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang
yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani
hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai
kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien dengan penyakit kronis sering
bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap
fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis
yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.
Jadi tugas perawat untuk dapat lebih memahami dan memberi
perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Perawat juga harus mampu
memberikan asuhan keperawatan yang baik pada klien yang mengalami
penyakit kronis.

B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi kronis,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien
34

sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya
dapat meninggal dengan tenang dan damai.
2. Ketika merawat klien dengan penyakit kronis, tanggung jawab perawat
harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang
unik.
35

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC


Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Herdman, Heather. 2010. Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai