BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap
mahluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan.
Namun sering kali harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam
masyarakat kita, umur harapan hidup semakin bertambah dan kematian
semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit kronis seperti penyakit
diabetes militus, penyakit cordpulmonaldeases, penyakit arthritis.
Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses
pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka
suatu saat akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh
kelemahan umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat
badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka
kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan
terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau
palliative care.
Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah memberikan
Asuhan Keperawatan pada Pasien kronis untuk membantu pasien menghadapi
penyakitnya.
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dari dari penyakit kronis?
2. Bagaimana dampak-dampak yang terjadi pada klien penyakit kronis?
3. Bagaimana respon klien terhadap penyakit kronis?
4. Bagaimana penatalaksanaan pada klien penyakit kronis?
5. Bagaimana konsep penyakit diabetes mellitus?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien penyakit kronis?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa
diharapkan mampu mengenal dan mengetahui tentang asuhan keperawatan
pada klien yang mengalami pennyakit kronis.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini, yaitu :
a. Agar mahasiswa dapat mengatahui dan memahami dampak-dampak
yang terjadi pada klien penyakit kronis
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Respon Klien
Terhadap Penyakit Kronis
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan
pada klien penyakit kronis
d. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mengenai penyakit
diabetes mellitus.
e. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan
keperawatan pada klien penyakit kronis
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
fisik yang terjadi dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada
individu dengan penyakit kanker.
c. Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada
penderita penyakit kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu
penderita stroke, kanker dan penyakit jantung mengalami depresi.
7. Respon keluarga
Keluarga juga mengalami respons yang sama dengan pasien atas
penyakit yang diderita oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina,
2009), yaitu :
a. Penolakan (Denial)
Sama halnya dengan pasien atau individu, keluarga yang tidak
siap atau tidak menerima dengan kondisi yang ada pada pasien.
Keluarga mengangap penyakit yang diderita tidak terlalu berat dan
menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya
akan memberi efek jangka pendek.
b. Cemas
Keluarga akan memperlihakan ekspresi cemas akan diagnose
yang telah divonis oleh pihak medis. Pihak keluarga cemas akan tidak
bisa sembuh penyakit tersebut dan takut ditinggalkan dalam jangka
waktu dekat oleh pesien.
c. Depresi
Keluarga yang terkejut dan tidak bisa menerima keadaan
terhadap situasi yang dialami pasien akan mengalami depresi.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang optimal pada klien dengan kondisi kronis
adalah sangat penting. Penatalaksanan harus melibatkan kesehatan mental,
memantau perkembangan klien, dan melibatkan keluarga. Pengobatan
sederhana tidak cukup.
Klien harus bekerja sama dengan tim kesehatan, percaya terhadap
pengobatan yang diberikan, dan mempunyai keluarga yang mendukung
8
2. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira –
kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan
beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1
dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin
terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia.
Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian
badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah
limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari
segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel
yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri
dari dua jaringan utama, yaitu :
a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar,
tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau –
pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat
total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar
masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil
adalah 50 µ, sedangkan yang terbesar 300 µ, terbanyak adalah yang
11
3. Etiologi
a. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi
dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik
biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain
yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1) Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
2) Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara
lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
3) Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi
antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi
insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4) Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang
terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
3) Neuropati diabetik
Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat
dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin
berikut:
1) Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 –
1200 mg/dl.
2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak
yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal
disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3) Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal
atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang
melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar
160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus –
tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,
potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan
timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka
pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat
badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain
14
5. Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan , yaitu :
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
16
6. Dampak Masalah
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi
kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa
terjadi meliputi :
a. Pada Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya
penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan
yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan
persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
17
2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditimbulkan dari proses
pengkajian klien dengan penyakit kronis adalah (Purwaningsih dan
kartina, 2009) :
a. Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan kehilangan
dan perubahan
b. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan
mengekspresikan perasaan
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan dampak penyakit yang
dialami
d. Defisit perawatan diri personal Hygine berhubungan dengan
ketidakmampuan dan ketidak pedulian karena stress
e. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kondisi kesehatan
f. Harga diri rendah kronik berhubungan dengan persepsi kurang di
hargai
21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT KRONIS
A. KASUS
Ny. N berumur 42 tahun, seorang ibu rumah tangga, di rawat di rumah
sakit umum daerah dengan diagnosa medis Diabetes Miletus, dan sudah
dirawat selama 3 bulan. Sebelumnya klien juga pernah di rawat di rumah sakit
dengan penyakit yang sama, namun tidak separah yang sekarang. Dari hasil
pengkajian, klien mengatakan tidak menyangka penyakitnya bertambah parah,
klien juga malu dengan keluarga dan teman-temannya karena kondisi tubuh
yang sekarang, merasa tidak berguna lagi untuk keluarganya (suami dan anak-
anaknya), klien merasa ingin mati saja, klien mengatakan tidak nyaman berada
di dekat orang lain karena takut tidak diterima, dan lebih senang jika sendiri,
klien juga takut tidak diterima oleh keluarga terdekatnya, klien sulit untuk
tidur karena merasa cemas dengan keluarganya di rumah. Dari hasil observasi,
tampak luka gangren pada kaki kiri klien sudah mengalami nekrotik yang
membuat klien sulit untuk beraktivitas dan semakin parah, dan sudah mulai
mengeluarkan bau tidak sedap, klien tampak menyendiri dan hanya mau
berkomunikasi dengan perawat yang merawatnya, klien pun tampak tidak
merawat kebersihan diri, dan keluarga klien hanya sesekali menjenguk klien.
Pengkajian keluarga, respon keluarga seperti tidak peduli dengan keadaan
klien, keluarga menyerahkan penuh prosedur perawatan kepada rumah sakit,
keluarga terdekat klien (suami) mengatakan sudah pasrah dengan kondisi yang
dialami klien. Klien tampak bernafsu untuk makan, setiap makanan yang di
saji kan selalu di habiskan, BB klien 70 kg.
22
B. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Pola Gordon
a. Persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
1) Klien mengatakan kurang mengetahui semua tentang penyakitnya
2) Klien tampak pasrah dengan penyakitnya, dan hanya mengikuti
prosedur keperawatan rumah sakit
b. Pola nutrisi metabolic
1) Nafsu makan klien meningkat.
2) Peningkatan berat badan 5 kg
3) Klien dilarang mengkonsumsi makanan yang terlalu banyak
mengandung gula
c. Pola eliminasi
1) Klien sering BAK
2) Karakteristik warna urine klien kuning, baunya khas.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Klien tidak nyeri/sesak nafas saat beraktivitas
2) Klien merasa lemah, dan merasa sakit pada kakinya saat
beraktivitas sehari-hari
e. Pola tidur dan istirahat
1) Klien mengalami gangguan pola tidur, karena cemas dan takut, dan
klien juga merasa depresi.
f. Pola kognitif/perseptual
1) Terjadi penurunan pada fungsi penglihatan, daya ingat klien masih
bagus, dan klien tanggap terhadap semua pertanyaan yang
diajukan, hanya klien banyak menunduk dan kontak mata klien
tidak baik.
g. Pola persepsi diri/konsep diri
1) Klien merasa sedih dan lebih banyak murung
2) Klien menjadi depresi
3) Klien tampak pasrah dan hanya berserah pada prosedur
keperawatan rumah sakit
23
h. Pola peran/hubungan
1) Tidak ada upaya yang berarti dari klien untuk mengatasi
masalahnya
2) Klien seorang ibu rumah tangga
3) Interaksi kliendengan orang terdekatnya (suami dan anak-anak)
kurang baik, dan orang terdekat klien pun hanya sesekali
menjenguk klien.
i. Pola seksualitas/reproduksi
1) Selama klien sakit, klien jarang berhubungan intim dengan
suaminya, dan klien merasa malu.
2) Terjadi perubahan perhatian dari keluarga terdekat terutama suami
dan anak-anaknya
j. Pola koping/toleransi stress
1) Jika klien mengalami stress, klien berbagi dengan suaminya namun
lebih sering untuk memendam masalahnya.
l. Pola nilai/kepercayaan
1) Klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap shalat tepat
pada waktunya
24
25
DO :
Klien tampak sulit
bergaul
Bicara klien lambat dan
nada suara lemah
2 Isolasi sosial berhubungan Setelah dilakukan Bina hubungan saling Rasa saling pecaya telah
dengan gangguan kondisi tindakan keperawatan percaya terbina, mempermudah
kesehatan yang ditandai selama 2x24 jam, klien perawat untuk mengkaji dan
dengan : mulia bisa bergaul mendapatkan informasi dari
DS : dengan KH : klien
Klien mengatakan tidak Klien mulai merasa Latih klien cara-cara Cara-cara dan contoh yang
nyaman jika berada nyaman jika berada berinteraksi dengan orang merupakan pembelajaran yang
didekat orang lain, didekat orang lain lain secara bertahap efesien untuk klien memulai
karena kondisinya Klien bisa untuk berani bergaul dengan
sekarang melakukan tindakan orang lain
Lebih senang sendiri di luar kamar Diskusikan dengan keluarga Dukungan keluarga sangat
Klien bisa bergaul pentingnya interaksi klien berarti untuk kesembuhan
DO : tanpa rasa malu dan dengan keluarga terdekat klien, dengan interaksi yang
27
DO :
Mulai tercium bau tidak
sedap dari tubuh dan
luka klien
Klien tampak tidak
31
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit
berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan
sering kambuh. Respon klien dalam kondisi kroni sansgat tergantung kondisi
fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada
tiap individu juga berbeda.
Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh
pasien kronis. Orang yang telah lama hidup sendiri, menderita penyakit kronis
yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap
penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan
menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang
yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani
hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai
kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien dengan penyakit kronis sering
bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap
fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis
yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.
Jadi tugas perawat untuk dapat lebih memahami dan memberi
perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Perawat juga harus mampu
memberikan asuhan keperawatan yang baik pada klien yang mengalami
penyakit kronis.
B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi kronis,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien
34
sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya
dapat meninggal dengan tenang dan damai.
2. Ketika merawat klien dengan penyakit kronis, tanggung jawab perawat
harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang
unik.
35
DAFTAR PUSTAKA