KELOMPOK 2
MARIANA 201801103
MULHAERI 201801104
NURANI ST. JUWAERIYAH 201801009
RESKY SHAFA 201801011
PUTRI MUSTHARI MAKMUR 201801100
PENA MELINDAH 201801102
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah
dengan judul Efek Kondisi Kritis Terhadap Pasien Dan Keluarga, Issue End
Of Life sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Kritis.
Pembuatan makalah ini tidak akan terlaksana tanpa adanya kerjasama,
bantuan, dukungan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang membantu penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini banyak kekurangan, untuk itu penyusun
mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah
ini, yang diharapkan dapat menjadi perbaikan kami di masa mendatang.
Demikian makalah ini disusun, apabila banyak kesalahan penyusun mohon
maaf dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
LATAR BELAKANG
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2
Adapun efek psikologis terhadap pasien kritis antara lain:
1) Stres akibat kondisi penyakit
Stress: muncul apabila pasien dihadapkan dengan stimulus yang
menyebabkan ketidakseimbangan antara fungsi fisiologis dan
psikologis.
3
Respon terhadap kecemasan:
a. Respon fisologis: frekuensi nadi cepat, peningkatan tekanan darah,
peningkatan pernapasan, dilatasi pupil, mulut kering, dan
vasokontriksi perifer dapat tidak terdeteksi
b. Respon sosiopsikologis : respon perilaku yang menandakan
kecemasan seringkali didasari oleh sikap keluarga dan budaya.
3) Depresi
Depresi (major depressive disorder) adalah gangguan mood atau
suasana hati berupa penurunan perasaan (mudah sedih, marah atau
tersinggung), penurunan motorik (kehilangan motivasi juga
ketertarikan terhadap segala hal) dan penurunan proses berpikir
(bersikap apatis dan putus asa seakan tak layak lagi untuk hidup).
Depresi berbeda dengan fluktuasi mood yang dialami banyak orang
sebagai bagian dari kehidupan normal. Respons emosional sementara
seperti bersedih atau berduka.
4) Perasaan rapuh karena ketergantungan fisik dan emosional (perasaan
Isolasi).
Adapun efek non psikologis terhadap pasien kritis antara lain:
1) Ketidakberdayaan
2) Pukulan (perubahan) konsep diri
3) Perubahan citra diri
4) Perubahan pola hidup
5) Perubahan pada aspek sosial-ekonomi (pekerjaan, financial pasien,
kesejahteraan pasien dan keluarga)
6) Keterbatasan komunikasi (tidak mampu berkomunikasi).
4
e) Kepekaan budaya
f) Kehadiran dan penenangan
g) Teknik kognitif
5
Penyebab stress pada keluarga ini dapat berasal dari :
1) Kondisi keluarga yang masuk ICU dan tidak dapat mengunjungi keluarga
karena ruangan intensif.
2) Keluarga tidak mampu beradaptasi dengan stressor yang dimiliki yaitu
memikirkan kondisi pasien yang berada di ICU.
3) Keluarga merasa takut akan kematian atau kecacatan tubuh yang terjadi
pada pasien yang sedang dirawat di ICU.
4) Masalah keuangan tarif di ruang ICU relatif mahal.
b. Kecemasan
Kecemasan adalah perasaan yang tidak senang dan tidak nyaman sehingga
orang-orang berusaha untuk menghindarinya (Stuart, 2009). Penyebab kecemasan
dapat berasal dari perilaku (Behaviour). Teori ini menjelaskan bahwa kecemasan
akan meningkat melalui konflik yang terjadi sehingga tercipta persepsi dan
menuju rasa tidak berdaya. Kecemasan dapat menimbulkan berbagai respon,
diantaranya:
1) Kognitif: Gangguan kognitif merupakan gangguan pada proses berpikir,
memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan mengingat.
2) Psikomotor: Gangguan psikomotor merupakan gangguan yang terjadi saat
melakukan aktivitas fisik.
3) Fisiologis: Gangguan fisiologis merupakan gangguan fungsi tubuh yang
mendukung kehidupan.
4) Perasaan Tidak Nyaman: Perasaan tidak nyaman terjadi ketika seseorang
merasa berada di dalam bahaya.
c. Traumatis
Traumatis berkaitan erat dengan pengalaman yang dilalui seseorang yang
bersifat psikis hingga memberikan dampak yang negatif pada dirinya untuk
sekarang dan masa depan. Trauma psikologis akan terus terbayang selama hidup
jika individu tersebut tidak menemukan dukungan. Dukungan yang diperlukan
biasanya berasal dari keluarga dan teman-teman terdekat. Traumatis adalah sikap
6
dengan dukungan keluarga pasien dapat menurunkan level kecemasan dan
meningkatkan level kenyamanan ( Holly, 2012).
Menurut Mc Adam,dkk (2008) peran keluarga :
a) Active Presence (keluarga berada di sisi pasien)
b) Protector (Memastikan perawatan terbaik)
c) Facilitator( memberikan fasilitas sesuai dengan kebutuhan pasien)
d) Historian ( Sumber informasi )
e) Coaching ( Pendukung pasien )
Sakit kritis merupakan kejadian yang tiba-tiba dan tidak diharapkan serta
membahayakan hidup bagi pasien dan keluarga yang mengancam keadaan stabil.
Stress dan penyakit merupakan efek dari kondisi kritis terhadap pasien. Stress
didefinisikan sebagai suatu stimulus yg mengakibatkan ketidakseimbangan fungsi
fisiologis dan psikologis.
Pada kenyataannya, bahwa dengan diterimanya pasien di ICU menjadikan
tanpa adanya ancaman terhadap kehidupan dan kesejahteraan pada semua individu
yang dirawat. Di sisi lain, perawat keperawatan kritis merasakan bahwa unit
keperawatan kritis merupakan tempat di mana hidup dengan kewaspadaan. Di sisi
lain juga pasien dan keluarga merasa bahwa diterimanya di ICU sebagai tanda
akan tiba kematian karena pengalaman mereka sendiri atau orang lain. Karena
perbedaan persepsi tentang perawatan kritis antara pasien, keluarga, dan perawat,
maka terputusnya komunikasi kedua pihak harus diantisipasi.
Peran sakit pada pasien yang sering ditemukan adalah peran tidak berdaya.
Stres karena penerimaan peran sakit, ketidakberdayaan dapat menyebabkan
7
terputusnya komunikasi antara pasien dan perawat. Ketidakberdayaan sering
dihubungkan dengan ansietas yang menjelaskan bahwa mengalami kemunduran
pada pasien dewasa.
Berbagai macam perilaku koping pasien seperti mengingkari, marah, pasif,
atau agresif umumnya dapat dijumpai pada pasien. Upaya koping pasien mungkin
efektif atau tidak efektif dalam mengatasi stres dan ini mengakibatkan ansietas.
Jika perilaku koping efektif, energi dibebaskan dan diarahkan langsung ke
penyembuhan. Jika upaya koping gagal atau tidak efektif, maka keadaan tegang
meningkatkan dan terjadi peningkatan kebutuhan energi.
Hubungan antara stres, ansietas, dan mekanisme koping adalah kompleks dan
ditunjukkan secara kontinyu dalam berbagai situasi keperawatan kritis. Tingkat
stres yang ekstrem merusak jaringan tubuh dan dapat mempengaruhi respon
adaptif jaringan patologis. Jika koping tidak efektif, ketidakseimbangan dapat
terjadi dan respon pikiran serta tubuh akan meningkat berupaya untuk
mengembalikan keseimbangan.
8
tindakan ini bertujuan untuk membuat orang hidup dengan sebaik-baiknya
selama sisa hidupnya dan meninggal dengan bermartabat.
End of Life Care diberikan pada pasien yang menjelang meninggal atau
fase kritis dengan menerapkan Teori Peaceful End of Life. (Ruland & Moore,
1998 dalam Aligood & Tomey, 2014). Teori ini terdiri dari konsep persiapan
yang baik dalam menghadapi kematian. Intervensi dalam konsep teori ini
dilakukan yang bertujuan pasien merasa bebas dari rasa nyeri, merasa nyaman,
merasa dihargai, dihormati dan berada dalam kedamaian dan ketenangan juga
merasa dekat dengan orang dirawatnya.
Beberapa kesulitan perawat dalam pendampingan pasien terlantar yang
menjelang ajal yaitu banyaknya pasien yang dalam kondisi emergency yang
dilakukan tindakan terlebih dahulu. Perawatan pasien dalam tahap End of Life,
yang membutuhkan penanganan yang bertujuan untuk memberikan rasa
nyaman, ketenangan, kedekatan suport sosial (Beckstrand et.al, 2012, Decker,
et.al, 2015). Perawatan pasien yang menjelang fase End of Life melibatkan
berbagai displin yang meliputi pekerja sosial, ahli agama, perawat, dokter
(dokter ahli atau dokter umum yang berfokus pada perawatan yang holistic
meliputi fisik, emosional, sosial, dan spiritual. (Hockenberry &Wilson, 2005).
Perawat harus tetap bersikap profesional menghormati harkat dan martabat
pasien dalam memberikan perawatan. Konflik batin, emosi, perasaan hati
tersentuh muncul dengan melihat kondisi pasien terlantar menjelang ajal.
9
b) Hak untuk mengetahui dan memilih
Semua orang yang menerima perawatan kesehatan memiliki hak untuk
diberitahu tentang kondisi mereka dan pilihan pengobatan mereka. Mereka
memiliki hak untuk menerima atau menolak pengobatan dalam
memperpanjang hidup. Pemberi perawatan memiliki kewajiban etika dan
hukum untuk mengakui dan menghormati pilihan- pilihan sesuai dengan
pedoman.
c) Menahan dan menghentikan pengobatan dalam mempertahankan hidup
Perawatan end of life yang tepat harus bertujuan untuk memberikan
pengobatan yang terbaik untuk individu. Ini berarti bahwa tujuan utama
perawatan untuk mengakomodasi kenyamanan dan martabat, maka
menahan atau menarik intervensi untuk mempertahankan hidup mungkin
diperbolehkan dalam kepentingan terbaik dari pasien yang sekarat.
d) Sebuah pendekatan kolaboratif dalam perawatan
Keluarga dan tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk bekerja sama
untuk membuat keputusan bagi pasien yang kurang bisadalam
pengambilan keputusan, dengan mempertimbangkan keinginan pasien.
e) Transparansi dan akuntabilitas
Dalam rangka menjaga kepercayaan dari penerima perawatan, dan untuk
memastikan bahwa keputusan yang tepat dibuat, maka proses
pengambilan keputusan dan hasilnya harus dijelaskan kepada para pasien
dan akurat didokumentasikan.
f) Perawatan non diskriminatif
Keputusan pengobatan pada akhir hidup harus non-diskriminatif dan
harus bergantung hanya pada faktor-faktor yang relevan dengan kondisi
medis, nilai-nilai dan keinginan pasien.
g) Hak dan kewajiban tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan tidak berkewajiban untuk memberikan perawatan yang
tidak rasional, khususnya, pengobatan yang tidak bermanfaat bagi pasien.
Pasien memiliki hak untuk menerima perawatan yang sesuai, dan tenaga
kesehatan memiliki tanggung jawab untuk memberikan pengobatan yang
10
sesuai dengan norma-norma profesional dan standar hokum
h) Perbaikan terus-menerus
Tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk berusaha dalam
memperbaiki intervensi yang diberikan pada standar perawatan end of
life baik kepada pasien maupun kepada keluarga.
11
pelayanan” (Ruland & Moore, 1998). Ini melibatkan kedekatan fisik dan
emosi yang diekspresikan dengan kehangatan, dan hubungan yang dekat
(intim).
Pada saat pasien menolak suatu perawatan, masalah etik, legal, dan
praktik menjadi meningkat. Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki
kebijakan spesifik terkait permasalahan tersebut.
12
permasalahan adalah ketika keluarga tidak menyetujui dan tetap ingin
melanjutkan terapi. Pemberi perawatan kesehatan juga tidak mempunyai
jalan legal untuk melawan keluarga yang menolak mencabut bantuan
hidup kecuali sebelumnya pasien sudah meninggalkan petunjuk tertulis
pada saat pasien masih kompeten (Morton & Fontaine, 2009).
3) Advance Directives : Living Will and Power of Attorney
Menurut (Richard, 2011) advances directive merupakan instruksi
spesifik yang dipersiapkan pada penyakit serius yang sudah lanjut.
Dimaksudkan untuk menuntun pelayan kesehatan berdasarkan keinginan
pasien jika suatu saat pasien tidak kompeten/mampu lagi untuk
menyatakan pilihan atau mengambil keputusan terkait perawatan
kesehatannya. Adapun keputusan tersebut seperti hal nya sebagai berikut:
a) Penggunaan cairan intravena dan pemberian nutrisi secara
parenteral
b) Resusitasi kardiopulmonal
13
Perawat kritis harus mampu menjelaskan sebaik-baiknya kepada
pasien dan keluarga terkait living will maupun power of attorney dan
dalam hal ini perawat dapat berperan sebagai advokat klien.
4) Do Not Resusitation (DNR)
Menurut Morton & Fontaine (2009), angka keberhasilan RJP pada
pasien rawat inap sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh lingkungan
pasien dan faktor resusitatif. Akan tetapi, RJP tidak selalu tepat untuk
dilakukan ke semua pasien, karena sifatnya yang invasif dan dapat
bermakna sebagai suatu pelanggaran hak individu untuk meninggal secara
bermartabat. Oleh karena itu, RJP bisa tidak diindikasikan pada pasien-
pasien yang mengalami kasus ireversibel, penyakit yang terminal, dan saat
pasien tidak mendapat manfaat apapun dari tindakan ini.
Oleh karena itu, setiap rumah sakit perlu memiliki aturan yang jelas
mengenai tindakan DNR tersebut. Menurut Urden (2011) , aturan
mengenai DNR tersebut, harus diatur dalam suatu kebijakan tertulis yang
mencakup hal- hal dibawah ini :
a) Perintah DNR harus terdokumentasi dengan baik oleh dokter yang
bertanggung jawab
b) Perintah DNR harus dilengkapi dengan second opinion dari
dokter yang lain
c) Kebijakan DNR harus ditinjau ulang secara berkala
14
diharapkan mendapatkan izin keluarga untuk menghentikan terapi pada
pasien yang mengalami kematian otak, namun tidak ada keharusan.
Di Indonesia sendiri kematian otak diatur dalam UU Kesehatan No 36
Tahun 2009 yang berbunyi “Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi
sistem jantung-sirkulasi dan sistem pernapasan terbukti telah berhenti
secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dibuktikan.
6) Donasi Organ
Menurut Dewi (2008), hukum memandang transplantasi adalah suatu
usaha yang baik dan mulia di dalam upaya menyehatkan dan
menyejahterakan manusia, walaupun jika dilihat dari tindakannya adalah
tindakan melawan hukum berupa penganiayaan.
Donasi organ di Indonesia diatur dalam UU Kesehatan No .36 Tahun
2009. Dalam UU ini dijelaskan bahwa tubuh yang telah mengalami mati
batang otak dapat dilakukan tindakan pemanfaatan organ untuk
kepentingan transplantasi organ. Tindakan transplantasi organ dilakukan
hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
Ketentuan UU ini juga diperkuat oleh PP No.18 Tahun 1981 tentang
bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis, dan transplantasi alat dan
jaringan tubuh manusia. Didalam PP tersebut dijelaskan bahwa untuk
melakukan transplantasi organ sebelumnya harus ada informed consent,
baik pendonor dan penerima telah diberitahukan resiko dan kemungkinan-
kemungkinan yang bisa terjadi, selain itu donasi organ dilakukan tidak
dengan tujuan komersil serta tidak boleh menerima atau mengirim organ
tubuh dari dan ke luar negeri.
15
BAB III
PENUTUP
16
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/39516723/Isu_End_of_life_di_Keperawa
tan_kritis diakses pada tanggal 14 september 2019
17