Anda di halaman 1dari 11

Konsep Ergonomi

Ergonomi

Bermula dari bahasa Yunani “Ergon” yang artinya kerja dan “Nomos” yang memiliki arti

peraturan atau hukum. Secara harfiah Ergonomi diartikan sebagai “Ilmu aturan tentang kerja”.

Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan

mereka. Sasaran sikap ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara

singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi

tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain

berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan,

pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh

manusia. Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “ fitting the job

to the worker”. ILO (2013) menyatakan bahwa ergonomi adalah ilmu terapan biologi manusia

dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan

kepuasan kerja serta meningkatkan produktivitasnya. Tujuan dengan dilakukannya ergonomi

tidak lain untuk mengatur kerja agar pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan rasa aman,

selamat, efisien, efektif dan produktif serta terhindar dari bahaya yang mungkin muncul di

lingkungan kerja (Budiono A.M, 2016).

Sumber bahaya ergonomi bisa dibagi menjadi tiga yaitu ergonomi fisik, ergonomi kognitif dan

ergonomi organisasi.

1. Ergonomi fisik, meliputi sikap, aktivitas mengangkat beban, gerakan berulang-

ulang, penyakit muskuloskelatal akibat kerja, tata letak tempat kerja, kesehatan

dan keselamatan kerja.


2. Ergonomi kognitif, meliputi beban mental, pengambilan keputusan, penampilan

kerja, interaksi manusia dengan mesin, pelatihan yang berhubungan dengan

sistem perencanaan.

3. Ergonomi organisasi meliputi komunikasi antar pekerja, manajemen sumber

daya pekerja, perencanaan tugas, perencanaan waktu kerja, kerja sama tim dan

manajemen kualitas

Pada posisi berdiri, tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm dibawah siku. Posisi

tubuh saat bekerja dengan posisi berdiri yang menyebabkan beban tubuh mengalir

pada kedua kaki menuju tanah. Hal ini disebabkan oleh faktor gaya gravitasi bumi.

Kestabilan tubuh ketika posisi berdiri dipengaruhi posisi kedua kaki. Kaki yang

sejajar lurus dengan jarak sesuai dengan tulang pinggul akan menjaga tubuh dari

tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara anggota bagian atas dengan

anggota bagian bawah.

Posisi membungkuk juga sering dilakukan perawat, Padahal posisi ini sangat tidak

nyaman dan membuat perawat cepat lelah. Posisi tubuh membungkuk adalah posisi

tubuh yang sangat berisiko terjadi ketegangan otot (strain) terutama pada ligamentum

interspinosus, diikuti dengan ligamentum flavum. Untuk menghindari posisi

membungkuk, perawat dapat mengaturan tempat tidur saat melakukan tindakan

keperawatan serta melakukan pendidikan atau pelatihan mengenai postur ergonomis

saat bekerja. (Ni Putu Widya Sulasmi,2020)


Sikap tubuh dalam bekerja yang dapat dikatakan ergonomi adalah yang

memberikan rasa nyaman, aman, sehat dan selamat dalam bekerja, yang dapat

dilakukan antara lain dengan cara :

1. Menghindari sikap yang tidak alamiah dalam bekerja

2. Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya

3. Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan kerja

yang sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja penggunanya

4. Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk dan berdiri secara bergantian.

Sikap saat membawa beban yang terlalu berat dapat menyebabkan cedera pada

tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat mengangkat beban yang

berlebihan. Begitu pun saat menjinjing barang. ILO telah membuat aturan

dalam mengangkat barang. Beban barang yang diangkat untuk laki-laki usia

16-18 tahun maksimal 15-20kg, wanita 18-20 tahun maksimal mengangkat

beban seberat 15-20kg. Sedangkan, beban maksimal untuk laki-laki dewasa 40

kg, wanita dewasa 15-20kg.

Saat mengangkat beban ada hal yang perlu diperhatikan yaitu :

1. Posisi horizontal beban yang diangkat, Dengan merapatkan beban yang

diangkat sedekat mungkin dengan permukaan tubuh, maka gaya kompresi yang

diderita oleh diskus intervertebralis L5-S1 makin kecil.

2. Metode mengangkat beban dari lantai. Bila beban diangkat dengan cara

meletakkannya di antara kedua lutut yang terbuka (squat lifting) akan

menghasilkan stress biomekanik yang lebih kecil bila dibandingkan dengan


cara meletakkan di muka lutut (stoop lifting). Akan tetapi, beban yang besar

lebih sulit untuk diangkat dengan squat lifting, karena jarak antara kedua lutut

yang terbuka tidak akan cukup untuk meletakkan beban tersebut. Bila ditinjau

dari sudut tenaga yang dikeluarkan, cara squat lifting harus mengerahkan

seluruh tubuh setiap kali mengangkat beban. Oleh karenanya tersebut kurang

menguntungkan bila dibandingkan dengan stoop lifting. Agaknya, metode

semisquat lifting (free style posture), merupakan cara yang paling efisien untuk

aktivitas mengangkat beban karena beban diistirahatkan sementara di atas paha

sebelum diangkat ke atas.

3. Membawa beban dengan melangkah ke samping Terjadinya rotasi aksial

sebesar 45° atau fleksi lateral sebesar 20° ternyata akan meningkatkan tekanan

intradiskus. Oleh sebab itu, membawa beban dengan melangkah ke samping,

akan menimbulnya momen gaya membengkok ke sisi lateral, yang sangat

memberatkan gaya kompresi pada diskus inbtervertebralis L5-S1.

4. Tugas mengangkat beban yang membutuhkan rotasi batang tubuh.

Pekerjaan mengangkat beban yang dilaksanakan sambil duduk sering kali

membutuhkan rotasi batang tubuh, yang akan mengakibatkan stres fisik yang

berat pada vertebrae lumbalis, karena pelvis terpaku pada tempat duduk

sehingga seluruh gaya rotasi di derita oleh vertebrae lumbalis. Dengan

demikian, pekerjaan yang memerlukan rotasi batang tubuh sebaiknya

dilakukan sambil berdiri, karena gerakan tungkai akan membantu mengurangi

gaya rotasi pada vertebra lumbalis.


Gambar 2.1

Posisi tubuh saat mengangkat beban

(a) (b)

Sumber : LaDou J. Editor. Current occupational & envirmental medicine

Adapun karakteristik beban yang diangkat sebagai berikut :

1. Besar beban yang diangkat. Diskus intervertebralis L5-S1 akan menang gung

gaya kompresi yang lebih besar bila mengangkat beban yang bervolume lebih

besar dibandingkan mengangkat beban yang sama beratnya tetapi bervolume

lebih kecil.

2. Bentuk dan karakteristik beban yang diangkat. Nilai ambang batas mengangkat

beban dengan kemasan yang liat atau dapat mengempis (collapsible) lebih

tinggi bila dibandingkan mengangkat beban berupa boks (non collapsible)

3. Distribusi beban dan stabilitas. Beban yang tidak terisi penuh akan mengurangi

nilai ambang batas mengangkat beban.


Konsep Low Back Pain

Low Back Pain

Kejadian LBP (low back pain) merupakan gangguan musculoskeletal yang paling

sering terjadi pada orang dewasa. LBP dapat berubah menjadi kronik jika tidak

ditangani dan berlangsung selama lebih dari 12 minggu. LBP dapat dikategorikan

menjadi dua jenis, LBP spesifik dan nonspesifik.

Pada LBP spesifik penyebab nyeri dapat diidentifikasi melalui gambaran radiologis

dan pemeriksaan fisik ditemukan adanya penyakit yang berhubungan dengan tulang

belakang (sciatica, osteomyelitis) atau pun yang tidak berhubungan dengan tulang

belakang (batu ginjal, kehamilan). Sedangkan, LBP non-spesifik penyebab nyerinya

tidak diketahui. Jenis LBP nonspesifik ini sangat sering ditemukan di masyarakat,

prevalensinya kedua terbanyak setelah influenza. Pada umumnya kejadian LBP non-

spesifik disebebkan oleh masalah posisi yang tidak ergonomi saat melakukan

pekerjaan seperti mengangkat, menurunkan, mendorong, dan menarik beban berat,

juga posisi statis yang terlalu lama atau postur tubuh lainnya yang janggal.

Berdasarkan tingkat nyeri, LBP dibagi menjadi dua yaitu nyeri kronik dan nyeri

akut. LBP dengan nyeri akut ditandai dengan rasa nyeri yang muncul tiba-tiba dan

rentang waktunya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Kondisi ini

biasaya disebabkan oleh trauma seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri

dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga

dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur
tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri. Sedangkan LBP

dengan nyeri kronik ditandai dengan nyeri lebih dari 3 bulan. Rasa nyeri ini dirasakan

berulang-ulang atau kambuh. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan

sembuh pada waktu yang lama. Kondisi ini dapat terjadi karena osteoarthritis,

rheumatoidarthritis, proses degenerasi diskus intervertebralis dan tumor.

Etiologi

Umumnya penyebab LBP disebabkan oleh masalah pekerjaan yang berhubungan

dengan mengangkat, menurunkan, mendorong dan menarik beban berat. Selain itu,

membengkokkan badan, membungkuk, duduk atau berdiri terlalu lama dan

melakukan postur tubuh yang tidak sesuai. Infeksi, neoplasma primer atau

metastatic, spondylosis, osteoarthritis dan radicular syndrome dapat menjadi etilogi

dari LBP spesifik. Diyakini bahwa stress biomekanik vertebra lumbal yang

mengakibatkan perubahan titik berat badan dengan kompensasi perubahan posisi

tubuh menjadi penyebab nyeri. (Ridwan Harrianto, 2010).

Faktor resiko

Faktor resiko dapat terjadi jika seseorang memiliki penyakit tertentu seperti,

gangguan gastrointestinal, gangguan genitouriner, gangguan ginekologi,

fibromyalgia, sindrom psikiatrik, ansietas dan depresi. Selain itu seseorang yang

pernah mengalami cedera mekanis atau trauma sehingga mengalami strain otot,

fraktur dan penyakit diskul lumbal. Selain itu, faktor dari individu juga berpengaruh
terdahap kejadian LBP seperti kebiasaan merokok, usia, jenis kelamin, status

pendidikan, status pernikahan, pekerjaan, berat badan, merokok dan paparan rokok,

durasi duduk, kegiatan rutin dan orang dengan osteoporosis (Yi-Chun Chou, 2012).

Patofisiologi

Pada saat seseorang mengangkat beban berat dengan posisi yang tidak sesuai dan

gerakan mengangkat dengan sentakan, kerja diskus intervertebtralis L5-S1 akan

menerima tekanan yang besar, keadaan ini akan memberi tekanan intens dan tiba-

tiba pada tulang belakang. Tekanan akan difokuskan pada punggung daripada

tungkai. Tekanan yang berlebihan pada diskus dapat menimbulkan tekanan pada

lapisan luar dan memaksa mucleus pulposus keluar. Hal ini paling sering terjadi pada

diskus di regio lumbal. Nukleus pulposus dipaksa keluar, biasanya pada bagian

posterior, tempat tekanan pada nervus spinalis terjadi. Kejadian tersebut dinamakan

herniasi diskus yang dapat sangat nyeri dan menyebabkan kerusakan jaringan.

Kerusakan jaringan ini memicu pengeluaran prostaglandin, histamin dan bradikin.

Neurotrasmitter tesebut akan dikeluarkan dan diterima oleh reseptor nyeri atau

nosiseptor dan membuka kanal ion (natrium, kalium, kalsium). Impuls listrik yang

terbentuk kemudian berjalan melalui akson nosiseptor primer menuju medulla

spinalis, batang otak, talamus, dan korteks. Terdapat dua tipe nosiseptor primer:

serabut A-delta (A) dan serabut C. Serabut A adalah serabut berukuran besar

dengan yang diselubungi oleh mielin, menghantarkan sensasi nyeri yang tajam,

melokalisasi dengan baik, seperti terbakar atau tertusuk pada kulit dengan cepat.
Aktivasi serabut ini akan menyebabkan refleks spinal berupa penarikan area tubuh

yang terpapar dengan stimulus, sebelum sensari nyeri diterima. Serabut C berjumlah

paling banyak, berukuran lebih kecil dan tidak bermielin, serta dijumpai di otot,

tendon, organ tubuh, serta di kulit. Serabut ini secara lambat mentransmisikan

sensasi nyeri tumpul atau rasa terbakar yang tidak terlokalisasi dengan jelas dan

seringkali bersifat konstan.

Lalu impuls nyeri sepanjang serabut A dan C (neuron tingkat pertama) menuju

kornu posterior medula spinalis. Pada substansia gelatinosa kornu posterior,

terbentuk sinaps dengan interneuron eksitasi atau inhibisi (neuron tingkat kedua).

Impuls kemudian bersinaps dengan neuron proyeksi (neuron tingkat ketiga),

menyilang garis tengah medula spinalis, dan naik ke otak melalui dua traktus

spinotalamikus lateralis. Traktus neospinotalamikus (traktus spinotalamikus anterior)

membawa impuls cepat untuk nyeri akut yang tajam. Traktus paleospinotalamikus

(traktus spinotalamikus lateralis) membawa impuls nyeri tumpul atau kronik. Nyeri

tajam yang cepat dirasakan dahulu, diikuti oleh nyeri tumpul dan berdenyut. Traktus-

traktus tersebut berhubungan dengan formation retikularis, hipotalamus, thalamus

(stasiun relay utama untuk informasi sensoris), dan sistem limbik. Impuls kemudian

diproyeksikan ke korteks somatosensoris untuk interpretasi lokasi dan intensitas

nyeri.

Manifestasi Klinis
Manifestasi yang dapat muncul berupa perubahan cara berjalan seperti berjalan dengan

kondisi fleksi dan kaku, tidak mampu menahan pada pergelangan tangan, pincang

yang dapat megindikasikan gangguan saraf skiatik. Nyeri merupakan manifestasi yang

paling umum seperti nyeri tungkai pada saat berjalan, nyeri lokal yang berkelanjutan

pada otot yang berdekatan dengan diskus yang terkena, nyeri menjalar ke bagian

posterior bawah tungkai, nyeri tajam dan seperti terbakar di area paha atau betis

posterior, nyeri tengah bokong, nyeri hebat saat meninggikan tungkai lurus.

Evaluasi dan Penatalaksanaan

Uji laboratorium seperti biopsy, hitung darah lengkap, C-reactive protein (CRP)

dapat digunakan jika pasien dicurigai infeksi atau adanya neoplasma sum-sum

tulang. Pemeriksaan menggunakan CT-scan belum diperlukan jika tidak ada indikasi

yang serius. Jika dicurigai terdapat kondisi yang serius maka dapat dilakukan CT-

scan atau MRI jika tidak ada kontraindikasi. Radiografi sangat berguna untuk pasien

LBP dengan kondisi serius, selebihnya radiografi dinilai kurang berarti untuk pasien

dengan LBP tanpa dicurigai keadaan yang serius, karena dinilai kurang sensitif dan

kurang spesifik. Penatalaksanaan dengan bedah tulang belakang terjadi pada pasien

dengan nyeri kronik. Sedangkan pasien dengan nyeri sub-akut dan akut banyak

menggunakan obat pereda nyeri. Dalam mengatasi LBP nonspesifik dapat diberikan

medikasi nonstreroidal anti-inflamatory drugs (NSAIDs). Praktik kualitas menengah

menunjukkan bawah relaksan otot non-benzodiazepine (tizanidine, cyclobenzaprine,

metaxalone) dapat digunakan sebagai penangan LBP. Kebanyakan nyeri berkurang

setelah 14 hari dan dapat berlanjut sampai 4 minggu setelahnya, terapi dengan
menggunakan metode McKenzie atau gerakan stabilisasi tulang belakang.

Penanganan nyeri dengan bed rest kurang direkomendasikan. Hal ini dikarenakan

dapat mengurangi fungsi tulang itu sendiri. Bed rest jangka Panjang dapat

menimbulkan kekakuan pada sendi, atropi pada otot, hilangnya mineral tulang, ulkus

decubitus dan tromboembolisme venosus (Brian A., 2012).

Anda mungkin juga menyukai