Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN HOME VISIT

BLOK INTERPROFESSIONAL EDUCATION

“Low Back Pain”

Oleh

Kelompok 1 Tutorial 26

ANGGOTA :

1. Nabilah Maulidia Azahro 201810410311119


2. Frimelda Lucya Kusbaidi 201810410311113
3. Sri Ardianti Ahmad 201810410311128
4. Nurisa Fatoni 201810490311142
5. Annisa Nur Rohmadiya 201810420311096
6. Prima Fermalina Setyaningayu 201810330311055

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021
BAB 1
A. Latar belakang
1. Definisi
Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) merupakan salah satu gangguan
muskuloskeletal akibat dari ergonomi yang salah. LBP didefinisikan sebagai nyeri
yang terlokalisasi antara batas costae dan lipatan gluteaus inferior yang
berlangsung selama lebih dari satu hari. Bisa disertai dengan nyeri kaki atau mati
rasa tetapi tidak termasuk rasa sakit yang terkait dengan menstruasi dan
kehamilan. Kondisi ini dominan terjadi dapat dikarenakan duduk yang terlalu
lama dan posisi yang salah sehingga menyebabkan otot punggung kaku yang
dapat merusak jaringan disekitarnya (Harwanti, S & Panuwun Joko Nur Cahyo
2018)
2. Epidemiologi
Penyakit nyeri punggung bawah di dunia setiap tahunnya sangat bervariasi
dengan angka mencapai 15-45%. Menurut WHO menunjukan bahwa 33%
penduduk di Negara berkembang mengalami nyeri persisten. Di Inggris sekitar
17,3 juta orang pernah menderita nyeri punggung dan dari jumlah tersebut sekitar
1,1 juta orang menjadi lumpuh yang diakibatkan dari nyeri punggung tersebut.
26% orang dewasa Amerika di laporkan mengalami nyeri punggung bawah
setidaknya 1 hari dalam durasi 3 bulan (Novisca, 2021).
Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (2018), prevalensi penyakit
muskuloskeletal di Indonesia yang pernah di diagnosis oleh tenaga kesehatan
yaitu 11,9% dan berdasarkan diagnosis atau gejala yaitu 24,7%. Jumlah penderita
nyeri punggung bawah di Indonesia tidak diketahui pasti, namun diperkirakan
antara 7,6% sampai 37%. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2018), terdapat
26,74% penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja mengalami keluhan dan
gangguan kesehatan (Kemenkes RI, 2019). Hal ini diakibatkan karena semakin
bertambahnya usia kekuatan otot semakin menurun.
3. Klasifikasi
Dalam pembagiannya, nyeri punggung bawah dapat diklasifikasinya menjadi dua
yaitu:
a. Nyeri punggung bawah akut
Nyeri punggung bawah akut terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu
ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba. Rasa nyeri ini
dapat hilang atau sembuh. Nyeri punggung bawah akut dapat disebabkan
karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri
dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak
jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan
yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal masih
dapat sembuh. Sampai saat ini penatalaksanaan awal nyeri punggung akut
terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik (Rahmawati, 2021).
b. Nyeri punggung bawah kronik
Nyeri punggung bawah kronis terjadi dalam waktu lebih dari 3 bulan.
Rasa nyeri dapat berulang atau kambuh kembali. Pada fase ini biasanya
sembuh pada waktu yang lama. Nyeri punggung bawah kronik dapat
terjadi karena osteoarthritis, rheumatoid arthritis, proses degenerasi discus
intervertebralis, dan tumor (Rahmawati, 2021).

4. Etiologi dan faktor risiko


1) Faktor Umur

Nyeri pinggang merupakan keluhan yang berkaitan erat dengan umur. Secara
teori, nyeri pinggang atau nyeri punggung bawah dapat dialami oleh siapa
saja, pada umur berapa saja. Namun demikian keluhan ini jarang dijumpai
pada kelompok umur 0-10 tahun, hal ini mungkin berhubungan dengan
beberapa faktor etiologik tertentu yag lebih sering dijumpai pada umur yang
lebih tua. Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur
dekade kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima. Bahkan
keluhan nyeri pinggang ini semakin lama semakin meningkat hingga umur
sekitar 55 tahun.

2) Jenis Kelamin

Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama terhadap keluhan nyeri
pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin
seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena
pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami
siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan
kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.

3) Faktor Indeks Massa Tubuh

a) Berat Badan

Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko


timbulnya nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi
penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.

b) Tinggi Badan

Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai


lengan beban anterior maupun lengan posterior untuk mengangkat
beban tubuh.

4) Pekerjaan

Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktivitas mengangkat beban
berat, sehingga riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam penelusuran
penyebab serta penanggulangan keluhan ini. Pada pekerjaan tertentu, misalnya
seorang kuli pasar yang biasanya memikul beban di pundaknya setiap hari.
Mengangkat beban berat lebih dari 25 kg sehari akan memperbesar resiko
timbulnya keluhan nyeri pinggang.

5) Aktivitas Olahraga
Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang sering tidak
disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan.
Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi
yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja kantoran
yang terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi,
atau seorang mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada
waktu menulis. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan membungkuk atau
menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak
menopang spinal. Kasur yang diletakkan di atas lantai lebih baik daripada tempat
tidur yang bagian tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri
langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah,
seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu.
Selain sikap tubuh yang salah yang seringkali menjadi kebiasaan, beberapa
aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam
dalam sehari, melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang monoton lebih dari 2
jam dalam sehari, naik turun anak tangga lebih dari 10 anak tangga dalam sehari,
berjalan lebih dari 3,2 km dalam sehari dapat pula meningkatkan resiko timbulnya
nyeri pinggang.
6) Penyakit-Penyakit yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Pinggang\
Dalam klinik, terdapat penyakit-penyakit yang memang memiliki keluhan nyeri
pinggang, seperti :
1. Proses degeneratif, meliputi: spondilosis, HNP, stenosis spinalis, osteoartritis.
Perubahan degeneratif pada vertebrata lumbosakralis dapat terjadi pada
korpus vertebrae berikut arkus dan prosessus artikularis serta ligamenta yang
menghubungkan bagian-bagian ruas tulang belakang satu dengan yang lain.
Dulu proses degneratif ini dikenal sebagai osteoartrosis deformans, tapi kini
dinamakan spondilosis. Perubahan degeneratif dapat juga mengenai anulus
fibrosis diskus intervertebralis yang bila pada suatu saat terobek dapat disusul
dengan protusio diskus intervertebralis yang akhirnya menimbulkan hernia
nukleus pulposus (HNP). Unsur tulang belakang lain yang sering dilanda
proses degeneratif ialah kartilago artikularisnya, yang dikenal sebagai
osteoartritis.
2. Penyakit inflamasi.
Nyeri pinggang akibat inflamasi terbagi menjadi 2 macam, yang yang
pertama adalah pada artritis rematoid, yang sering timbul sebagai penyakit
akut. Persendian keempat anggota gerak dapat terkena secara serentak atau
dengan selisih beberapa hari/minggu. Yang kedua adalah pada spondilitis
angkilopoetika. Keluhan yang paling dini dihadapi oleh penderita ialah sakit
punggung dan sakit pinggang. Sifatnya ialah pegal-kaku dan pada waktu
dingin dan sembab linu dan ngilu dirasakan.
3. Osteoporotik
Sakit pinggang pada orang tua dan jompo, terutama kaum wanita, seringkali
disebabkan oleh osteoporosis. Sakitnya bersifat pegal. Nyeri yang tajam atau
nyeri atau nyeri radikular dapat juga disajikan sebagai keluhan.
4. Kelainan kongenital
Anomali kongenital yang diperlihatkan foto rontgen polos dari vertebrae
lumbosakralis terlampau sering dianggap sebagai kelainan yang mendasari sakit
pinggang. Spina bifida okultra sering ditemukan pada foto rontgen polos para
penderita yang berkunjung ke dokter bukan karena sakit pinggang, melainkan,
misalnya, keluhan urogenital atau gastrointestinal. Lumbalisasi atau adanya 6
bukan 5 korpus vertebrae lumbalis merupakan variasi anatomik yang tidak
mengandung arti patologik. Demikian juga sakralisasi, yaitu adanya 4 bukan 5
korpus vertebrae lumbalis.
5. Gangguan sirkulatorik
Adakalanya aneurisma aorta abdominalis dapat membangkitkan sakit pinggang
yang hebat, yang dapat menyerupai sprung back atau HNP. Seyogyanya
aneurisma aorta abdominalis sebagai pembangkit sakit pinggang yang hebat
teringat bilamana kita mengahadapi seorang pasien yang berumur lebih dari 50
tahun, yang sudah pernah mendapat ‘stroke’ ringan, sudah memperlihatkan tanda-
tanda arteriosklerosis seperti tungkai bawah selalu dingin dan pulsasi arteri perifer
yang lemah. Dalam hal ini palpasi abdominal untuk mencari benjolan yang
berpulsasi adalah suatu tindakan untuk cepat mendiagnosa aneurisma aorta
abdominalis (Rosadi et al., 2021).

5. Patofisiologi

Penyebab low back pain (LBP) secara umum seringkali terkait dengan trauma
mekanik akut, tetapi dapat juga sebagai akumulasi dari beberapa trauma dalam
kurun waktu tertentu. Mekanisme terjadinya dari LPB sangatlah kompleks.
Beragam struktur anatomi dan elemen dari tulang lumbal (tulang, ligamen,
tendon, otot, dan diskus) diyakini sangat berperan dalam timbulnya gangguan.
Sebagian besar dari elemen lumbal memiliki inervasi sensorik, sehingga dapat
memicu sinyal nosiseptif yang timbul sebagai respons terhadap stimulus
kerusakan jaringan. Sebab lainnya adalah gangguan pada saraf, contohnya adalah
skiatika. Pada kasus NPB kronis, seringkali dijumpai penyebabnya adalah
campuran antara nosiseptif dan neurologis. (Susanty, 2016)

6. Diagnosis
Diagnosis Low Back Pain umumnya dapat ditegakkan dengan cara anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologik, elektrodiagnosis dan radiografi. Umumnya
penderita dapat mengenali lokasi nyeri, karakter dan intensitas nyeri sehingga
diagnosis mudah ditegakkan.

7. Diagnosis banding
Diagnosis banding terbagi menjadi 2, diagnosis banding untuk dewasa dan anak-
anak ( Casiano et al., 2021 ).
Dewasa :
a. Ketegangan / keseleo otot lumbosakral
Presentasi: mengikuti insiden traumatis atau penggunaan berlebihan
berulang, nyeri memburuk dengan gerakan, lebih baik dengan istirahat,
rentang gerak terbatas, nyeri tekan pada palpasi otot
b. Spondilosis lumbal
Presentasi: pasien biasanya lebih dari 40 tahun, nyeri mungkin ada atau
menyebar dari pinggul, nyeri dengan ekstensi atau rotasi, pemeriksaan
neurologis biasanya normal
c. Herniasi diskus
Presentasi: biasanya melibatkan segmen L4 hingga S1, mungkin termasuk
parestesia, perubahan sensorik, kehilangan kekuatan atau refleks
tergantung pada tingkat keparahan dan akar saraf yang terlibat.
d. Spondilolisis, Spondilolistesis
Presentasi: mirip dengan pediatri, spondylolisthesis dapat menimbulkan
nyeri punggung dengan radiasi ke bokong dan paha posterior, defisit neuro
biasanya pada distribusi L5
e. Fraktur kompresi vertebra
Presentasi: nyeri punggung lokal yang memburuk dengan fleksi, nyeri
tekan titik pada palpasi, mungkin akut atau terjadi secara diam-diam dari
waktu ke waktu, usia, penggunaan steroid kronis, dan osteoporosis adalah
faktor risiko
f. Stenosis tulang belakang
Presentasi: nyeri punggung, yang dapat disertai dengan kehilangan
sensorik atau kelemahan pada kaki yang hilang dengan istirahat
(klaudikasio neurologis), pemeriksaan saraf dapat dalam batas normal atau
dapat memiliki kehilangan sensasi yang progresif, serta kelemahan.
g. Tumor
Presentasi: riwayat kanker metastatik, penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan, nyeri tekan fokal pada palpasi dalam pengaturan faktor
risiko
Catatan klinis: 97% tumor tulang belakang adalah penyakit metastasis;
namun, penyedia harus menyimpan multiple myeloma di diferensial
h. Infeksi: osteomielitis vertebral, diskitis, sakroiliitis septik, abses epidural,
abses otot paraspinal
Presentasi: Prosedur tulang belakang dalam 12 bulan terakhir, Penggunaan
obat intravena, Imunosupresi, operasi tulang belakang lumbar sebelumnya,
demam, luka di daerah tulang belakang, nyeri lokal, dan nyeri tekan
Catatan klinis: Penyakit granulomatosa dapat mewakili sepertiga kasus di
negara berkembang.
i. Patah
Presentasi: Trauma yang signifikan (relatif terhadap usia), Penggunaan
kortikosteroid yang berkepanjangan, osteoporosis, dan usia lebih dari 70
tahun, Kontusio, lecet, nyeri tekan pada palpasi pada prosesus spinosus
Anak-anak :
a. Tumor
Presentasi: demam, malaise, penurunan berat badan, nyeri malam hari,
skoliosis onset baru-baru ini
Catatan klinis: Osteoid osteoma adalah tumor yang paling umum yang
muncul dengan nyeri punggung - klasik, nyeri segera hilang dengan obat
anti-inflamasi seperti NSAID
b. Infeksi: osteomielitis vertebral, diskitis, sakroiliitis septik, abses epidural,
abses otot paraspinal
Presentasi: demam, malaise, penurunan berat badan, nyeri malam hari,
skoliosis onset baru-baru ini
Catatan klinis: Abses epidural harus menjadi pertimbangan dengan adanya
demam, nyeri tulang belakang, dan defisit neurologis atau nyeri radikular;
discitis dapat muncul dengan pasien yang menolak untuk berjalan atau
merangkak
c. Disk hernia, slip apophysis
Presentasi: Nyeri akut, nyeri radikular, uji angkat kaki lurus positif, nyeri
dengan fleksi ke depan tulang belakang, skoliosis onset baru-baru ini
d. Spondylolysis, spondylolisthesis, lesi, atau cedera pada lengkung posterior
Presentasi: Nyeri akut, nyeri radikuler, tes angkat kaki lurus positif, nyeri
dengan ekstensi tulang belakang, paha belakang kencang
e. Fraktur vertebra
Presentasi: nyeri akut, cedera lain, mekanisme traumatis cedera,
kehilangan neurologis
f. Ketegangan otot
Presentasi: nyeri akut, nyeri otot tanpa radiasi
g. Kifosis Scheuermann
Presentasi: nyeri kronis, kyphosis kaku
h. Spondyloarthropathies Inflamasi
Presentasi: nyeri kronis, kekakuan pagi hari yang berlangsung lebih dari
30 menit, nyeri sendi sakroiliaka
i. Gangguan Psikologis (konversi, gangguan somatisasi)
Presentasi: evaluasi normal tetapi nyeri subjektif persisten
j. Skoliosis idiopatik:
Presentasi: uji Adam positif (untuk kelengkungan sudut yang lebih
signifikan), paling sering tanpa gejala
Catatan klinis: Sebagai catatan, tidak ada bukti pasti bahwa skoliosis
menyebabkan nyeri, tetapi pasien dengan skoliosis lebih sering
melaporkan nyeri; oleh karena itu penyedia layanan harus
mengesampingkan penyebab lain sebelum menghubungkan rasa sakit
dengan skoliosis.

8. Tatalaksana
a. Terapi Non Farmakologis
Pendekatan yang bisa digunakan untuk menyembuhkan dan mencegah
terjadinya LBP ialah dengan exercise atau terapi latihan yang sering
dipakai oleh fisioterapis kepada pasien salah satunya denga William
Flexion Exercise. William Flexion Exercise merupakan terapi latihan yang
diperkenalkan Dr. Paul Williams pada tahun 1937. Latihan fisik William
Flexion Exercise ini berfungsi untuk menurunkan rasa nyeri pada
pinggang dengan memperkuat otot-otot yang memfleksikan lumbo sacral
spine, khususnya otot abdominal dan otot gluteus maksimus dan
meregangkan kelompok ekstensor punggung bawah. Latihan ini
membantu penderita low back pain sehingga kemampuan gerak sendi pada
area tulang pelakang dapat dimaksimalkan. Oleh karena itu, latihan fisik
William Flexion Exercise sangat bermanfaat bagi orang yang mengalami
nyeri punggung bawah dan dapat dilakukan 3 kali dalam seminggu dengan
waktu latihan 20 menit. Hasil maksimal dapat diperoleh bila peserta dapat
melakukan latihan fisik William Flexion Exercise dengan waktu
sekurangnya 4-5 minggu dimana dapat mengurangi nyeri punggung bawah
dan mengurangi kekakuan pada area tulang belakang.(Simanjuntak, et al,
2020)

(www.researchgate.net)

b. Terapi Farmakologis
● Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Merupakan golongan obat yang paling sering digunakan pada
tatalaksana LBP. Obat ini direkomendasikan untuk pasien LBP kronik
dalam jangka pendek. OAINS bekerja dengan menghambat produksi
prostaglandin melalui inhibisi enzim COX. OAINS masih menjadi
pilihan pertama analgesik pasien LBP kronik. Gabapentinoid
merupakan golongan obat antikonvulsan yang biasa digunakan pada
kondisi epilepsi, neuralgia post herpes, dan nyeri neuropati.
Gabapentinoid sebagai contoh adalah gabapentin dan pregabalin yang
bekerja melalui modulasi nerutransmiter pada reseptor presinaps
neuron aferen. Efek samping yang ditimbulkan pada golongan ini
adalah sedasi, pusing, edema perifer, kelelahan, mual, dan
penambahan berat badan (M. Muhlis, R., Fitria, 2020).
● Muscle relaxants (Obat Pelemas Otot)
Terdiri atas berbagai macam obat berbeda yang bekerja pada reseptor
yang berbeda. Pada LBP kronik, golongan obat ini dapat mengurangi
gejala pada pasien tertentu. Efek samping obat golongan ini adalah
sakit kepala, mual, pusing, risiko ketergantungan bahkan hingga
penyalahgunaan obat sehingga saat ini penggunaannya sangat dibatasi.
Contoh dari obat golongan ini adalah eperison, diazepam, tisanidin (M.
Muhlis, R., Fitria, 2020).
● Opioid
Obat ini cukup efektif untuk mengurangi nyeri, tetapi seringkali
menimbulkan efek samping mual dan mengantuk disamping
pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan
ketergantungan obat. Disarankan pemakaiannya hanya pada kasus
LBP yang berat. (Weinstein et al., 2008).
● Kortikosteroid Oral
Pemakaian kortikosteroid oral terbukti tidak efektif untuk LBP, tetapi
pada pemakaian jangka panjang terdapat banyak efek samping yang
ditimbulkan (Chou & Huffman ,2007b; Croft et al.,1998).
● Analgesik Adjuvant
Pada nyeri campuran dapat dipertimbangkan pemberian analgesik
adjuvan seperti : antikonvulsan (pregabalin, gabapentin, karbamasepin,
okskarbasepin, fenitoin), antidepresan (amitriptilin, duloksetin,
venlafaksin), penyekat alfa (klonidin, prasosin), opioid(kalau sangat
diperlukan), kortikosteroid (masih kontroversial). Kombinasi
pregabalin dan selekoksib lebih efektif menurunkan skor nyeri pada
NPB dibanding dengan monoterapi pregabalin atau selekoksib
(Romano et al., 2009).

9. Komplikasi

● Komplikasi Low Back Pain

1.Depresi
Pasien low back pain memiliki kecenderungan mengalami depresi sehingga akan
berdampak pada gangguan pola tidur, pola makan, dan aktivitas sehari-hari.
Apabila depresi yang dialami pasien berlangsung lama maka dapat menghambat
waktu pemulihan low back pain.
2. Peningkatan Berat Badan
Pasien low back pain biasanya akan mengalami nyeriyang hebat di bagian
punggung bawahyang menyebabkan aktivitas dan gerakan pasien
terhambat.Akibat terhambatnya aktivitas dan gerakan pasien, terjadi kenaikan berat
badan danobesitas. Selain itu, low back pain dapat mengakibatkan kelemahan otot.
Lemahnya otot akibat berdiam hanya pada 1 posisi akan mengakibatkan akumulasi
lemak dalam tubuh meningkat.
3. Kerusakan Saraf
Low backapain dapat menyebabkan kerusakan saraf terutama masalah pada
vesikaurinaria sehingga pasien dengan low back pain akan menderita inkontinensia.

10. Prognosis
Nyeri punggung bawah jarang sekali mengancam nyawa, tetapi sangat
mengganggu kualitas hidup. Nyeri punggung bawah kronis sering fluktuatif dan
memiliki episode eksaserbasi akut yang rekuren. Prognosis jumlah episode
eksaserbasi akan lebih buruk pada pasien yang memiliki riwayat serangan akut
yang sangat berat dan bertahan lama. Sekitar 90% LBP akut adalah benigna,
sembuh spontan dalam 4-6 minggu tetapi cenderung berulang. NPB dengan
sindrom radikular sembuh spontan dalam 2 minggu, sebagian kecil dalam 6-12
minggu, dan yang membutuhkan tindakan bedah hanya 1-2% (Wheeler, 2018)

B. Tujuan
Tujuan dari laporan home visit pada blok interprofessional education
(IPE) ini adalah untuk mengetahui bagaimana definisi hingga prognosis dari
penyakit low back pain yang didapatkan saat melakukan wawancara home visit
dan mengetahui peran dan tanggung jawab interprofesi kesehatan dalam
menangani pasien low back pain.

C. Manfaat
Manfaat dari laporan home visit adalah sebagai bahan pembelajaran peran dan

tanggung jawab serta kolaborasi dan koordinasi interprofesi di bidang

Kedokteran, Keperawatan, Farmasi, dan Fisioterapi.

BAB II
ISI
I. IDENTITAS
A. PENDERITA
1. Nama (Inisial) : Tn.D
2. Umur : 22 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Agama : Islam

5. Pekerjaan : Mahasiswa

6. Status Perkawinan : Belum kawin

7. Jumlah Anak :-

8. Pendidikan terakhir : SMA

9. Alamat lengkap :

II. TABEL FORM MODEL PELAYANAN KOLABORATIF DAN KOMPREHENSIF


Kegiatan Kegiatan Uraian KET
Assessmen Awal

Assessmen Awal Keluhan Utama :


Medis - Nyeri punggung bagian bawah
RPS :
- Sakit punggung bagian bawah
- Keluhan sejak September
- Keluhan dirasakan pada derajat
7
- Keluhan yg dirasakan hilang
timbul
- Nyerinya terasa bertambah
berat saat membungkuk
- Keluhan ringan setelah
stretching
- Tidak terdapat gangguan pada
kekuatan motorik
- Tidak ada riwayat trauma
- Tidak ada riwayat penyakit
seperti diabetes, hipertensi
- Belum pernah ke dokter, dan
hanya ke tukang pijit 2 kali
RPD
- Tidak ada riwayat penyakit dahulu
- Belum pernah rawat inap
- Tidak ada riwayat alergi makanan
RPK
- Keluarga dan saudara tidak memiliki
riwayat penyakit yang sama dengan
pasien
- Keluarga tidak ada riwayat alergi
RP Sosial dan Ekonomi
- Pola tidur cukup teratur
- Pola makan rutin 3x sehari
- Aktivitas sehari-hari kuliah online
- Tidak ada beban pikiran
Riwayat Obat: -
Keadaan Umum : Compos mentis
Pemeriksaan Fisik (TTV): -

Assessmen Awal DS : Px mengatakan nyeri pada daerah


Keperawatan punggung bagian bawah
DO : Px mengeluh nyeri
- P : Nyeri yang dirasakan pasien
bertambah berat saat
membungkuk.
- Q : Nyeri yang dirasakan
pasien seperti ditusuk-tusuk di
daerah pinggul kiri
- R : Nyeri yang dirasakan
pasien dapat menjalar dari
pinggul kiri sampai ke paha
atau kaki.
- S : Nyeri diukur menggunakan
skala numerik angka mendapat
hasil yaitu nyeri yang dirasakan
pada skala derajat 7.
- T : Nyeri yang dirasakan sering
hilang timbul dan nyeri terasa
berat saat pasien membungkuk.
RPD : pasien tidak pernah menjalani
rawat inap dan tidak memiliki alergi
terhadap makanan.
RPK : keluarga pasien tidak memiliki
riwayat penyakit yang sama seperti
pasien dan tidak memiliki riwayat
alergi.

Assessment Awal Keluhan utama :


Farmasi - Nyeri punggung bagian bawah
Pasien menerima pengobatan hingga
saat ini?
- Tidak
Ada tidaknya riwayat alergi
terhadap obat-obatan / makanan :
- Alergi obat : -
- Alergi makanan : Telur
- Alergi dingin : -
- Alergi debu : -
RPD
- Tidak ada riwayat penyakit
dahulu dan pasien belum pernah
rawat inap
- Pasien memiliki riwayat alergi
makanan : Telur (terasa gatal)
RPK
- Keluarga dan saudara tidak
memiliki riwayat penyakit yang
sama dengan pasien dan tidak
memiliki riwayat alergi
Jenis obat-obatan yang diterima :
- Tidak ada

Assessment Awal Pemeriksaan gerak dasar;


Fisioterapi Aktif: px tidak mampu melakukan full
flexi spine
Pasif: px harus dibantu terapis untuk
sampai full rom flexi
Isometrik: px kesulitan saat flexi spine
dengan diberi tahanan
Pemeriksaan khusus;
Single leg raise test: +
Slump test: +
Faber test: +
Valsalva maneuver: +
NRS:
Nyeri diam 5
Nyeri tekan 8
Nyeri gerak 8

Laboratorium -

Radiologi/ -
Imaging

Penunjang -
Lain

Konsultasi -

Faktor Resiko Terintegrasi

Faktor Resiko Medis Faktor risiko biologi : -


Faktor risiko fisik : -
Faktor risiko kimia : -
Faktor risiko sosial budaya : Pasien
mengikuti perkuliahan online hampir
setiap hari dan posisi duduk pasien
tidak ergonomis.
Faktor risiko ekonomi :

Faktor Resiko -
Keperawatan

Faktor Resiko 1. DRP (Drug Related Problem)


Farmasi a. Penggunaan obat tanpa
indikasi : -
b. Indikasi yang tidak
ditangani : -
c. Dosis obat kurang : -
d. Dosis obat berlebih : -
Analisis Dosis :
Ibuprofen (Analgesik / NSAID)
- Dosis lazim : 300 - 800 mg tiga
kali sehari (A to Z Drug Facts)
- Dosis maksimum : 3,2 g / hari (A
to Z Drug Facts)
- Aturan pakai : 400 mg 2 - 3 kali
sehari
e. Interaksi obat : -
f. Reaksi obat yang merugikan /
Efek samping : mual,
muntah, penurunan nafsu
makan, pusing dan sakit
kepala
g. Pilihan obat yang kurang
tepat : -
h. Gagal menerima obat : -
2. Polifarmasi : Tidak

Faktor Resiko - Postur saat belajar


Fisioterapi - Kelebihan berat badan
- Durasi lamanya berkendara

Riwayat Penyakit Di - Tidak ada riwayat penyakit


Keluarga yang sama dengan pasien

Persepsi Keluarga - Keluarga merasa khawatir


Terhadap Masalah dengan keadaan pasien
Kesehatan Pasien

Kepedulian Keluarga - Keluarga pasien peduli


Terhadap Masalah terhadap keadaan pasien
Kesehatan Pasien

Stres Dan Perubahan


Dalam Keluarga
Selain Masalah
Kesehatan Pasien

Diagnosis

Diagnosis Medis Low Back pain


Diagnosis - Nyeri akut b/d agens cedera fisik
Keperawatan - Gangguan Mobilitas Fisik b/d Nyeri

Diagnosis Farmasi Nyeri Neuropatik

Diagnosis Fisioterapi Spasm, radicular pain, weakness et


causa low back pain neurogenik

Daftar Masalah -
Keluarga

Faktor Pendukung Pasien mendapat dukungan dari


keluarga serta mendapat asupan gizi
yang cukup

Faktor Penghambat Sulit meluangkan waktu untuk


berolahraga karena kegiatan pasien
yang padat

Discharge Planning Terintegrasi

Edukasi Terintegrasi

Edukasi/Informasi - Posisi duduk yang ergonomis


Medis saat sedang kuliah online
- Pola tidur yang teratur
- Rutin berolahraga
- Konsumsi Air mineral 8 gelas
sehari atau 2 liter

Edukasi/Konseling
Gizi

Edukasi - Pasien bisa melakukan


Keperawatan pemberian kompres hangat
pada daerah nyeri.
- Memberikan edukasi terkait
duduk ergonomis yang benar

Edukasi Farmasi - Jika nyeri yang dirasa terasa


berat bisa diringankan dengan
mengkonsumsi obat golongan
NSAID seperti ibuprofen dosis
400 mg 2-3 kali sehari
- Efek samping yang mungkin
terjadi : mual, muntah,
penurunan nafsu makan,
pusing dan sakit kepala
- Untuk menghindari terjadinya
iritasi lambung, ibuprofen
diminum setelah makan.
Disarankan untuk tidak
berbaring sampai 10 menit
setelah mengkonsumsi obat
- Sebelum mengkonsumsi obat
pastikan obat tidak expired
- Cara penyimpanan obat :
simpan di kotak obat atau
tempat kering, pada suhu
kamar dan bebas dari paparan
cahaya matahari secara
langsung

Edukasi Fisioterapi - Pasien bisa memakai sabuk


punggung , penyangga
pinggang, dan kursi modifikasi
untuk menghindari posisi yang
tidak ergonomis
- Pasien merubah posisi jika
dinilai sudah terlalu lama

Terapi Yang Sedang Dijalani

Farmakologis Tidak ada


- Injeksi
- Obat Oral
- Obat Lain

Non Farmakologis Stretching dada diangkat ke atas dan


pernah datang ke tukang pijat
sebanyak 2X untuk mengurangi
keluhan yang dirasa

- Fisioterapi Tidak ada


- Dll

Usulan Tata Laksana / Intervensi

Tata Laksana Hindari faktor risiko, istirahat yang


Intervensi Medis cukup, minum air putih minimal 8 gelas
Tata Laksana
Intervensi Gizi

Tata Laksana
Intervensi Manajemen Nyeri :
Keperawatan - Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
- Identifikasi skala nyeri
- Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
- Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri.
- Jelaskan strategi
meredahkan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri.
- Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi.
- Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan.

Dukungan Mobilisasi :
- Identifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi
- Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan.

Tata Laksana
Intervensi Farmasi Konsumsi obat golongan NSAID seperti
ibuprofen dosis 400 mg 2-3 kali sehari
Tata Laksana Warming up
Intervensi Fisioterapi MCkenzie exercise
Stretching
Manual terapi
Cooling down

Rekomendasi
Penyelesaian Masalah
Berdasarkan Hasil
Assessment Masalah
Keluarga

Monitoring Dan Evaluasi

Dokter - Monitoring keluhan pasien


- Evaluasi hasil pengobatan yang
sudah diberikan ( Efek samping
obat)

Keperawatan - Menanyakan terkait keluhan


pasien
- Mencatat kembali hasil
pemeriksaan

Gizi -

Farmasi - Monitoring kepatuhan pasien


dalam mengkonsumsi obat
- Monitoring efek farmakologis dan
efek samping dari obat yang
dikonsumsi pasien

Fisioterapi - Nilai NRS <2


- Full ROM spine

Outcome/Hasil

Medis - Keluhan nyeri berkurang

Keperawatan 1. Nyeri akut b/d agens cedera fisik


- Nyeri yang dirasakan
berkurang dan tidak
kambuh lagi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan “Nyeri
Akut” pasien membaik dengan kriteria
hasil :
a. Kontrol Nyeri
- Melaporkan nyeri
terkontrol (5)
- Kemampuan mengenali
penyebab nyeri (5)
- Kemampuan
menggunakan teknik non
farmakologis (5)
- Kemampuan mengenali
onset nyeri (5)
- Keluhan nyeri (5)

2. Gangguan Mobilitas Fisik b/d


Nyeri
- Pasien dapat beraktivitas
kembali dengan baik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan “Mobilitas
Fisik” pasien membaik dengan kriteria
hasil :
- Pergerakan ekstremitas (5)
- Rentang gerak ROM (5)
- Nyeri (5)
- Gerakan terbatas (5)

Gizi -

Farmasi - Nyeri berkurang dan tidak


kambuh kembali

Fisioterapi - Tidak ada nyeri saat digerakan


- Pasien mampu melakukan
aktivitas tanpa keterbatasan gerak

BAB III

Kesimpulan :

Dari penjelasan yang sudah disampaikan kepada pasien, pasien diharapkan dapat pro aktif dan
segera memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan agar dapat mencegah keparahan
penyakitnya. Selanjutnya diharapkan kedepannya pasien bisa memperhatikan lagi ergonomi pada
saat melakukan aktivitas sehari-hari agar meminimalisir keluhan pada pasien.

Saran :
Diharapkan setelah mendapatkan edukasi, pasien mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Dengan cara menghindari berbagai faktor risiko, seperti menerapkan posisi duduk saat
beraktivitas dengan benar, berolah raga secara teratur dan menjaga berat badan agar tetap ideal.

DAFTAR PUSTAKA

● Casiano VE, Dydyk AM, Varacallo M. Back Pain. [Updated 2021 Jul 18]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538173/.
● Chou, R, Huffman, L.H. 2007b. Medications for acute and chronic low back pain: a
review of the evidence for an American Pain Society/American College of Physicians
clinical practice guideline. Ann Intern Med, 47:505- 14.
● Croft, P. R, Macfarlane, G.J, Papageorgiou, A.C. 1998. Outcome of low back pain in
general practice: one year follow-up study. BMJ, 316:1356-9.
● Harwanti, S & Panuwun Joko Nur Cahyo, P.J.N. 2018. “Pengaruh Latihan Peregangan
(William Flexion Exercise) Terhadap Penurunan Low back pain Pada Pekerja Batik Tulis
Di Desa Papringan Kecamatan Banyumas.” In Prosiding Seminar Nasional Dan Call For
Papers Pengembangan Sumber Daya Perdesaan Dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VIII
14-15 November 2018.
● Indonesia, P.P.N. (2018). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta : PPNI.
● Kementerian Kesehatan RI. 2019. IndoDatin K3. Pusat Data dan Informasi (online)
diakses dari https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/
infodatin/Infodatin-K3.pdf pada 9 Januari 2021
● M. Muhlis, R., Fitria, S. (2020) ‘Tatalaksana Medikamentosa pada Low Back Pain
Kronis The Therapy of Chronic Low Back Pain’, Medical Journal of Lampung
University, 9, pp. 1–7. Available at: https://www.juke.kedokteran.unila.ac.id.
● Novisca Priscillya Kumbea, Afnal Asrifuddin, Oksfriani Jufri Sumampouw. (2021).
Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Nelayan. Journal of Public Health and
Community Medicine. 2(1). ISSN : 2721- 9941.
● PPNI, T.P.S.D (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : PPNI.
● PPNI, T.P.S.D (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : PPNI
● Rahmawati, A. (2021) ‘Risk Factor of Low Back Pain’, Jurnal Medika Hutama, 03(01),
pp. 1601–1607.
● Rosadi, R., Antoniyus, Y., Sunaringsih, S., Wardojo, I., Amanati, S., Darwati, N. M., …
Timur, K. (2021). Analisis Faktor Risiko Nyeri Punggung Bawah Pada Perawat Di
RSUD Dr. Murjani Sampit Risk Factor Analysis Of Lower Back Pain In Nurses In
RSUD Dr. Murjani Sampit. Jurnal Fisioterapi Dan Rehabilitasi, 5(2), 125–132.

● Romano ,C.L et al. 2009. Pregabalin, celecoxib and their combination for treatment of
chronic low-back pain. J orthopaed traumatol , 10 : 185-191.
● Simanjuntak, E. Y. B., Silitonga, E. and Aryani, N. (2020) ‘Latihan Fisik dalam Upaya
Pencegahan Low Back Pain (LBP)’, Jurnal Abdidas, 1(3), pp. 119–124. doi:
10.31004/abdidas.v1i3.21.
● Susanty, D. W. (2016) ‘Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah dari
Sudut Pandang Okupasi’, Journal Kedokteran Meditek, 20(54), pp. 20–27. Available at:
http://ejournal.ukrida.ac.id/ojs/index.php/Meditek/article/view/1021.
● Weinstein, J.N, Tosteson, T.D, Lurie, J.D.2008. Surgical versus nonsurgical therapy for
lumbar spinal stenosis. NEJ, 358:794-810.
● Wheeler S, Wipf J, Staiger T, Deyo R, Jarvik J. Evaluation of low back pain in adults.
[Online]. Uptodate. Available from: https://www.uptodate.com/contents/evaluation-of-
low-back-pain-in-adults

Anda mungkin juga menyukai