Lompat ke Komentar
Nyeri bersifat sangat subjektif serta mempunyai manifestasi yang unik untuk masing masing individu.
Nyeri merupakan pengalaman yang kompleks yang melibatkan beberapa dimensi, yaitu : (1) dimensi fisiologis,
meliputi lokasi, onzet, durasi, etiologi dan syndrome, (2) dimensi sensoris yang meliputi intensitas, kualitas dan
pola nyeri, (3) dimensi afektif yang meliputi suasana hati, ketidaknyamanan, depresi dan kesejahteraan, (4)
dimensi kognitif meliputi pengertian nyeri, pandangan diri terhadap nyeri, strategi dan kemampuan
menanggulangi nyeri, perilaku dan keyakinan serta faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri itu sendiri, (5)
dimensi behavioural yang meliputi komunikasi, interaksi interpersonal, aktifitas fisik, (6) dimensi sosiokultural
dan etnokultural yang meliputi kehidupan keluarga dan sosial, responsibility di rumah dan di tempat kerja,
rekreasi dan leisure, faktor lingkungan dan pengeruh sosial.
Dikarenakan demikian kompleksnya penyebab dan akibat nyeri, maka dalam konsep pemeriksaan nyeri
pendekatan “SOAP” (Subjective, Objective, Assesment, Plan) merupakan acuan yang cukup bisa dipertanggung
jawabkan. Aspek subjective didapat melalui penggalian riwayat keluhan pasien, aspek objective didapat melalui
observasi dan aspek assesment. Ketiga aspek tersebut tentunya melalui perencanaan yang matang sehingga
dalam pelaksanaan pemeriksaan kemungkinan terjadinya penyimpangan data dapat diminimalkan.
I. JENIS PEMERIKSAAN
A. Riwayat Pasien
Kasus yang berbeda terkadang mengenai usia yang berbeda, misalnya problem discus biasanya mengenai usia
antara 15 s/d 40 th. Ankylosing spondylitis biasanya mengenai usia antara 18 s/d 45 th. Osteoarthritis dan
spondylosis lebih banyak mengenai usia > 45 th. (Magge, D.J., 2000)
*)Disampaikan pada pelatihan Low Back Pain di Poltekkes Surakarta Jurusan Fisioterapi Tanggal 6 – 7 April
2006
Nyeri punggung bawah lebih banyak mengenai orang yang pekerjaannya mengakibatkan terjadinya stressor
pada punggung bawahnya sebagai contoh sopir truck (adanya vibrasi) mempunyai insiden yang tinggi,
demikian pula juru ketik (tekanan statis yang lama) (Waddel, G, 1993). Perlu pula ditanyakan seberapa aktif
pasien di tempat kerja ? (misalnya: full time, paruh waktu, tidak masuk kerja karena back pain dll.).
Nyeri punggung bawah lebih banyak mengenai wanita, untuk itu perlu ditanyakan mengenai segala sesuatu
yang berhubungan dengan menstruasi. Misalnya, pola nyerinya, keteraturan mensesnya dan adanya oedem pada
abdomen atau mammae. Ankylosing spondylitis lebih banyak mengenai lelaki (Magge, D.J., 2000).
Nyeri punggung bawah banyak disebabkan saat mengangkat benda berat. Hal itu disebabkan karena gaya
mendesak vertebrae lumbalis atau discus. Sebagai contoh seorang lelaki dengan BB 77 kg. mengangkat benda
91 kg. setinggi 36 cm pada posisi membungkuk 900 dengan kedua tungkai sejajar, menghasilkan gaya tekan
pada discus sebesar 940 kg (gaya yang menekan discus sekitar 10 kali berat benda yang diangkat). Apabila
posisi vertebrae lumbal tidak baik maka gaya tersebut dapat terfokus pada satu titik. Bila posisi membungkuk
1300 dari lantai beban pada discus berkurang hingga 50 %. Penggunaan lengan sebagai penyangga juga dapat
mengurangi beban pada discus. Jika satu tungkai di depan, beban pada discus berkurang sekitar 35 %. Beban
pada lelaki 15 % s/d 20 % lebih tinggi dibanding pada wanita (Nachemson, A. and C. Elfstrom, 1970).
Nyeri punggung bawah akut sekitar 3 s/d 4 minggu pertama. Sub-akut 4 s/d 12 minggu, kronis > 12 minggu.
Waddell, G. (1993) membuat garis besar prediksi kronisitas nyeri punggung bawah (yellow flags) sbb.:
Nyeri menjalar
Terdapat riwayat nyeri hebat saat stadium akut
Nyeri berhubungan dengan kerja
Psychologic distress
Psychologic aspects of work
kompensasi
Dapatkah pasien melokalisir letak nyerinya atau nyeri terasa general ? Semakin spesifik letak nyerinya,
semakin mudah untuk melokalisir area patologisnya. Nyeri unilateral tanpa disertai referral pain di tungkai
bawah kemungkinan disebabkan injury pada otot (strain) atau ligamen (sprain), facet joint atau pada sendi
sacro-iliac. Hal itu disebut mechanical low back pain atau lumbago.
Nyeri yang disebabkan karena cidera otot atau ligamen berakibat penurunan kemampuan gerak dan
peningkatan nyeri saat bergerak. Bila letak cidera pada facet joint, LGS biasanya normal (hanya kesulitan saat
awal bergerak) tetapi nyeri akan bertambah saat pengulangan gerak. Cidera pada sendi sacroiliaca, nyeri
bertambah saat doprovokasi (stress test). Cidera minor pada discus (protruksi) nyeri terasa bilateral.
Problem pada discus sekitar 5 % dari LBP dan mesti disertai neurological pain pada bawah lutut (Hall, A.,
1992). Dengan demikian akan terdapat nyeri pada punggung bawah dan tungkai, yang mana nyeri pada tungkai
lebih dominan (Waddell, G., 1993). Nyeri menjalar pada tungkai homolateral biasanya dikarenakan problem
discus L-4, sedangkan nyeri menjalar pada posterior kaki disebabkan cidera pada discus L-5 bila terdapat
riwayat injury discus. Nyeri menjalar pada bawah lutut dapat dipastikan lesinya adalah pada discus, tetapi nyeri
terpusat pada pantat dapat pula disebabkan karena injury minor pada meniscus. Nyeri regio lumbar dan
sacroiliac cenderung menjalar ke pantat dan posterior tungkai. Nyeri pada hip cenderung menjalar ke pangkal
paha dan anterior paha serta terkadang sampai ke bagian medial lutut. Nyeri pada lumbal dapat pula
disebabkan referred dari area lain, misalnya tumor pada pancreas dan apendixitis.
Pertanyaan tentang letak dan type nyeri tersebut terkadang membantu untuk melokalisir struktur yang
cidera. Pada cidera discus letak nyeri adalah di dalam dan sifat nyeri biasanya menyengat. Sedangkan cidera
otot / ligamen bisa di dalam atau superficial dengan sifat nyeri yang tidak menyengat.
Pertanyaan tersebut berguna untuk memprediksi apakah kondisinya masih akut atau pada fase
penyembuhan.
1. 10. Apakah terjadi peningkatan nyeri saat batuk? Bersin? Deep breathing? Tertawa?
Bila nyeri bertambah untuk aktifitas tersebut di atas menandakan bahwa letak problem pada vertebrae
lumbal dan mengenai jaringan syaraf.
1. 11. Adakah sikap atau aktifitas khusus yang dapat meningkatkan nyeri atau menurunkan nyeri?
Apabila saat duduk nyeri bertambah, maka gerak fleksi pasti juga bertambah nyeri. Sehingga aktifitas
mengangkat, memutar dan menekuk vertebrae berakibat nyeri bertambah pula, serta disertai terjadinya nyeri
menjalar hingga bawah lutut. Hal itu menunjukkan letak cideranya adalah discus.
Bila saat berdiri nyeri bertambah, maka gerak ekstensi juga berakibat nyeri bertambah. Bila saat berjala
nyeri bertambah maka gerak ekstensi juga meningkatkan nyeri. Bila berbaring (terutama tengkurap) nyeri
bertambah, berarti ekstensi juga meningkatkan nyeri. Bila tengkurap meningkatkan nyeri kemungkinan LBP
neurogenic atau lesi intervertebrae misalnya karena infeksi, oedem atau tumor.
Stiffness atau nyeri setelah istirahat (bangun tidur) kemungkinan diindikai ankylosing spondylitis atau
osteoarthritis, yang mana akan berkurang setelah digunakan untuk aktifitas. Sedangkan nyeri yang memburuk
pada sore hari kemungkinan ketegangan otot atau cidera minor pada discus.
Penurunan kemampuan sensasi menandakan adanya penekanan pada akar syaraf. Pada orang dewasa
medulla spinalis berakhir pada pangkal VL-1 yang selanjutnya menyebar menjadi corda equina sehingga sangat
mudah terkena desakan discus intervertebralis.
1. 14. Apakah pasien mengalami kelemahan otot?
Kelemahan otot dapat terjadi karena injury pada otot itu sendiri atau syaraf yang menginervasinya.
Bila ya perlu lebih waspada karena cidera tidak hanya di vertebrae lumbalis, kemungkinan karena kasus
yang lain misalnya myelopathy, caudo equina syndrome, tabes dorsalis atau tumor. Kasus-kasus tersebut
mengakibatkan spinal stenosis dengan LBP minimal atau tanpa LBP yang menyebabkan total urinary retention
atau partial retention.
Penggunaan therapy steroid jangka panjang dapat mengakibatkan osteoporosis. Pasien yang
mengkonsumsi analgesik sebelum pemeriksaan dapat menghasilkan kualitas nyeri yang palsu (nyeri sudah
turun akibat pengaruh analgesik.
B. Observasi
1. Type Tubuh
Apakah pasien termasuk type ectomorphic yang ditandai dengan tubuh besar (tebal) yang merupakan
hasil dari tumbuh kembang ectoderm sejak embryonal, mesomorphic yang ditandai dengan tubuh berotot yang
merupakan hasil tumbuh kembang mesoderm, atau endomorphic yang ditandai dengan tubuh gemuk berlemak
yang merupakan hasil tumbuh kembang dari endoderm.
2. Evaluasi Gait
Apakah pasien berjalan dengan pola jalan yang normal? Adakah fase-fase berjalan yang hilang? Pada
LBP seringkali menyebabkan hilangnya fase trunk glide.
Posture pasien diobservasi pada posisi berdiri. Observasi dilakukan dari depan, belakang dan samping.
Dilihat apakah ada perubahan posture (lordosis, khyposis, scoliosis dan ketinggian bahu serta ketinggian
pelvic). Perbedaan ketinggian pelvic (crista iliaca kanan-kiri) menunjukan adanya perbedaan panjang tungkai
fungsional yang kemungkinan disebabkan perbedaan panjang tungkai atau perubahan mekanis (misalnya satu
kaki pronasi).
Eksorotasi Endorotasi
Sacroiliaca Anterior rotasi Posterior rotasi
Edinburgh, 1986.
4. Skin Markings
Adanya seikat rambut tumbuh disekitar punggung terkadang indikasi adanya spina bifida.
1. 5. Step Deformity
Adanya step deformity (sesuatu yang menonjol seperti pijakan) pada vertebrae lumbal kemungkinan
indikasi adanya spondylolithesis. Tonjolan bisa terjadi karena procc. spinosus vertebrae lebih menonjol atau
bergeser ke depan.
C. Pemeriksaan Gerak
Posisi pasien berdiri, terapis memperhatikan gerakan yang dilakukan pasien dan mengamati kesulitan gerak
pasien. Pasien diminta menggerakan badannya membungkuk dengan tangan lepas, gerak ke belakang dengan
kedua tangan berkacak pinggang, menggerakkan badan ke samping kanan dan kiri (dengan tangan lepas) dan
memutar badannya ke kanan-kiri (kedua tangan menyilang dada). Amati apakah pasien mengeluh nyeri pada
akhir gerak?, jika problemnya adalah mechanical maka akan didapati adanya nyeri pada akhir gerak untuk satu
atau beberapa gerakan. Selain itu juga diamati apakah terjadi keterbatasan gerak yang kemungkinan disebabkan
nyeri, spasme, stiffness atau blocking.
Jika pasien mampu bergerak full ROM tanpa disertai nyeri, berikan tekanan pasif secara ekstra hati-hati
(untuk meneruskan dengan pemeriksaan gerak pasif sekaligus untuk mengetahui endfeel, endfeel normal untuk
vertebrae lumbalis ke segala arah adalah lunak / shoft ). Jika saat diberi tekanan pasif pasien mengeluh adanya
peningkatan gejala, pasien diminta mempertahankan posisi tersebut untuk bebarapa saat (sekitar 10 – 20 detik)
untuk mengetahui seberapa besar gejala meningkat.
Rotasi 30 – 180
Pada keadaan injury discus yang berat akan mengakibatkan keterbatasan gerak. Pada degenerasi discus,
akan terjadi peningkatan gerak intersegmental. Menurut Kirkaldy-Willis (dikutip dari Magee, 2000) perubahan
degenerasi discus dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : (1) tahap dysfunctional, (2) tahap unstable dan (3) tahap
stable. Pada tahap dysfunctional dan unstable terjadi peningkatan gerak intersegmental. Saat gerak fleksi, rotasi
dan lateral fleksi dan kemudian akan menurun saat pada tahap stabil. Pada tahap unstable seringkali terdapat
instability jog terutama saat bergerak fleksi, dari fleksi ke posisi semula atau lateral fleksi. Instability jog adalah
gerak kejut dari otot selama gerak aktif.
Selama pemeriksaan gerak aktif (terutama gerak fleksi / ekstensi) perlu diperhatikan ada tidaknya
painful arc. Painful arc merujuk adanya gangguan neurologis atau instabilitas.
Pemeriksaan gerak resisted isometrik ditujukan untuk mengetahui kekuatan otot-otot lumbar sekaligus
ada tidaknya nyeri pada otot. Pemeriksaan meliputi kontraksi isometrik ke arah fleksi-ekstensi, lateral fleksi dan
rotasi.
6. Intertransversarii T7 – L1
T7 – L1
L1 – L5
Ekstensi 1. Latissimus dorsi Thoracodorsal
(C6 – C8)
L1 – L5
L1- L5
Lateral fleksi 1. Latissimus dorsi Thoracodorsal
(C6 – C8)
L1 – L3
1. Erector spine iliocostalis
lumborum L1 – L3
2. Erector spine longissimus thoracis
3. Transversalis L1 – L5
4. Intertransversarii
5. Quadratus lumborum L1 – L5
6. Psoas major
T12 – L4
7. External abdominal oblique
L1 – L3
T7 – T12
Rotasi 1. Transversalia L1 –L5
2. Rotatores
L1 –L5
3. Multifidus
L1 –L5
Sumber: Magge, D.J., 2000, Orthopedic Physical Assessment, Edisi 4, W.B. Saunders Co., Philadelphia.
D. Pemeriksaan Khusus
Pada garis di bawah ini, tolong gambarkan “keadaan nyeri” saudara hari ini
a. ISOM
Sumber: Russe, A.O. and Gerhardt, J.J., 1975, ISOM International SFTR Method of Measuring and Recording
Joint Motion, Hans Huber Publisher, Stuttgart.
b. LGS Fungsional
Posisi awal berdiri tegak, ukur jarak antara procc. spinosus S1 – T12, kemudian pasien diminta
membungkukkan badan sejauh mungkin dan ukur kembali jarak antara procc. spinosus S1 – T12 . dalam
keadaan normal jaraknya sekitar 7 – 8 cm.
Posisi pasien: Telentang hip 450 , knee 900 kedua lengan di samping badan, dibuat garis di sebelah distal
jari tengah sejauh 8 cm (untuk pasien > 40 th.) atau 12 cm (untuk pasien < 40 th.).
Gerakan: Angkat kepala dan punggung atas kemudian raih garis yang dibuat tadi dengan ujung jari.
Pengulangan: 25 x / menit
Tes ini digunakan untuk mengetahui ketahanan otot iliocostalis lumborum (erector spine dan multifidus).
Posisi pasien: Tengkurap hip dan knee lurus serta distabilkan dengan sabuk. Kedua lengan menyilang
dada.
Pengulangan: 25 x / menit
Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan di belakang leher, scapula terangkat
penuh dan menahan posisi tersebut selama 20 – 30 detik.
Good (4), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan menyilang dada, scapula terangkat penuh dan
menahan posisi tersebut selama 15 – 20 detik.
Fair (3), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan lurus di samping badan, scapula terangkat penuh dan
menahan posisi tersebut selama 10 – 15 detik.
Poor (2), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan lurus di samping badan, bagian atas scapula terangkat
dan menahan posisi tersebut selama 1 – 10 detik.
Tes ini digunakan untuk mengetahui kekuatan otot iliocostalis lumborum (erector spine dan multifidus).
Posisi pasien: Tengkurap hip dan knee lurus serta distabilkan dengan sabuk.
Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat kepala, dada dan costa serta ekstensi lumbar dengan kedua
tangan di belakang leher, dan menahan posisi tersebut selama 20 – 30 detik.
Good (4), bila mampu mengangkat kepala, dada dan costa serta ekstensi lumbar dengan kedua tangan di
samping badan, penuh dan menahan posisi tersebut selama 15 – 20 detik.
Fair (3), bila mampu mengangkat kepala dan sternum, ekstensi lumbar dengan kedua tangan lurus di samping
badan, serta menahan posisi tersebut selama 10 – 15 detik.
Poor (2), bila mampu mengangkat kepala dengan kedua tangan lurus di samping badan, serta menahan posisi
tersebut selama 1 – 10 detik.
Trace (1), bila hanya mampu mengkontraksikan ototnya tanpa diserta gerakan.
Tes ini digunakan untuk mengetes otot abdominal, dan hanya dilakukan bila Dynamic Abdominal
Endurance Test atau Isometric Abdominal Test hasilnya normal.
Posisi pasien: Telentang kedua hip fleksi 900 dan kemudian luruskan lutut.
Intepretasi: Normal (5), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan kedua tungkai
hingga 00 – 150 dari bed.
Good (4), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menahan pelvic pada posisi netral dan
menurunkan kedua tungkai hingga 160 – 450 dari bed.
Fair (3), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan kedua tungkai hingga 460 – 750 dari
bed.
Poor (2), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan kedua tungkai hingga 750 – 900 dari
bed.
Trace (4), bila tidak mampu menahan pelvis pada posisi netral
Tes ini digunakan untuk mengetes otot abdominal internus satu sisi dan otot abdominal externus sisi
yang lain secara bersamaan.
Gerakan: Angkat kepala dan bahu (fleksi vertebrae lumbalis) serta putar (rotasi vertebrae lumbalis) ke satu
sisi, kedua tangan di belakang kepala / menyilang dada / tangan heterolateral meraih tangan homo lateral. Tahan
posisi akhir tersebut semampu mungkin.
Intepretasi: Normal (5), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan tangan di belakang kepala
dan menahannya selama 20 – 30 detik.
Good (4), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan kedua tangan menyilang dada dan menahan
posisi tersebut selama 15 – 20 detik.
Fair (3), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan tangan heterolateral meraih tangan homo
lateral dan menahan posisi tersebut selama 10 – 15 detik.
Poor (2), bila tidak mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis
Trace (1), bila hanya mampu kontraksi tanpa terjadi gerak fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis
Posisi pasien: Berbaring miring pada sisi heterolateral dengan badan bagian atas disangga siku.
Gerakan: Angkat pelvis dan luruskan vertebrae. Tahan posisi akhir tersebut semampu mungkin.
Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat pelvis dan meluruskan vertebrae serta menahannya selama
10 – 20 detik.
Good (4), bila mampu mengangkat pelvis namun kesulitan meluruskan vertebrae, mampu menahan posisi
tersebut selama 5 – 10 detik.
Fair (3), bila mampu mengangkat pelvis namun tidak mampu meluruskan vertebrae, mampu menahan posisi
tersebut selama < 5 detik.
Tes ini digunakan untuk mengetes otot rotator lumbar dan multifidus untuk menstabilkan vertebrae
selama ekstremitas bergerak dinamis.
Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat satu lengan dan tungkai heterolateral lurus serta
menahannya selama 20 – 30 detik.
Good (4), bila mampu mempertahankan posisi pelvis saat mengangkat satu tungkai lurus serta mampu
menahan posisi tersebut selama 20 detik.
Fair (3), bila mampu mempertahankan posisi pelvis saat mengangkat satu lengan lurus serta mampu menahan
posisi tersebut selama 20 detik
Jika hasil test isokenetik menunjukkan bahwa otot ekstensor lebih kuat
dibanding fleksor, berarti:
Pada saat fleksi lelaki menghasilkan gaya sekitar 65 % BB, sedangkan
pada wanita sekitar 65 % – 70 % BB
Pada saat ekstensi lelaki menghasilkan gaya sekitar 90 % – 95 %
BB, sedangkan pada wanita sekitar 80 % – 95 % BB
Poor (2), tidak mampu mempertahankan pelvis saat mengangkat satu lengan lurus.
Tes ini digunakan untuk mengetahui apakah ada bloking pada sendi sacroiliaca
Posisi pasien: Berdiri tegak, terapis mempalpasi SIPS kanan kiri dengan ibu jari.
Gerakan: Fleksikan hip secara penuh, terapis merasakan apakah SIPS sisi yang sama drops (berarti
normal) atau elevasi (yang berarti sendi sacroiliaca terkunci. Ulangi prosedur tersebut untuk SIPS sisi satunya.
Sumber: Magge, D.J., 2000, Orthopedic Physical Assessment, Edisi 4, W.B. Saunders Co., Philadelphia.
a. Slump Test
Gerakan: (1). Terapis mempertahankan kepala pasien pada posisi netral, pasien diminta mengendorkan
punggungnya (fleksi lumbal), (2) kemudian beri tekanan (kompresi) pada bahu kanan kiri untuk
mempertahankan posisi fleksi lumbal, (3) selanjutnya pasien diminta menggerakkan fleksi leher dan kepala
sejauh mungkin, (4) kemudian terapis mempertahankan posisi maksimal fleksi vertebrae tersebut dengan
memberi tekanan pada kepala bagian belakang, (5) terapis menahan kaki pasien pada maksimal dorsi fleksi,
pasien diminta meluruskan lututnya dan pasien diminta meluruskan (ekstensi) lututnya, (6) jika pasien tidak
mampu meluruskan lututnya (karena nyeri), tekanan pada kepala dipindah ke bahu kanan kiri.
Intepretasi: Bila saat tekanan pada kepala dipindah ke bahu pasien, mampu menambah gerakan ekstensi lutut
atau nyeri berkurang, berarti tes positif.
Posisi awal : Pasien duduk dengan hip fleksi 900, leher fleksi
Intepretasi: Bila nyeri terasa di pantat, paha belakang dan betis berarti terdapat penekanan syaraf ischiadicus
Gerakan: (1) Terapis mengangkat tungkai pasien (350 - 700), bila pasien mengeluh nyeri pada pantat / paha
belakang, (2) untuk lebih meyakinkan bahwa yang terprovokasi adalah syaraf ischiadicus, sedikit turunkan
tungkai kemudian lakukan gerakan dorsi fleksi ankle kemudian lepaskan dan (3) pasien diminta mengangkat
kepalanya (fleksi leher).
Intepretasi: Bila nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang sifatnya central atau
karena herniasi discus
Bila nyeri pertama terasa di posterior tungkai berarti terdapat penekanan syaraf yang lebih lateral (akar
syaraf/perifer)
Catatan: SLR disertai fleksi leher disebut pula sebagai hyndman’s sign,
Lidner’s sign atau Soto-Hill test
SLR disertai dorsi fleksi ankle disebit pula sebagai Bragard’s test.
d. Naffziger’s Test
Gerakan: Terapis menekan vena jugularis kanan-kiri sekitar 10 detik, kemudian pasien diminta untuk
batuk-batuk.
Intepretasi: Bila saat batuk terasa nyeri pada punggung bawah berarti tes positif
Gerakan: Aktif fleksi leher diikuti dengan fleksi hip (dengan knee lurus) kemudian memfleksikan lututnya.
Intepretasi: Bila saat hip di fleksikan (dengan lutut lurus) nyeri terasa kemudian saat lutut difleksikan nyeri
hilang berarti tes positif
Gerakan: Terapis memfleksikan lutut pasien sejauh mungkin (hati-hati jangan sampai terjadi gerak rotasi
hip) dan menahannya pada posisi maksimal fleksi sekitar 45 – 60 detik
Intepretasi: Bila nyeri pada punggung bawah, pantat atau paha belakang berarti terjadi penekanan akar
syaraf L2 atau L3
8. Pemeriksaan Fungsional
(diterjemahkan dari Fairbank, J.C., J. Couper, J.B. Davies, and J.P. O’Brien., The Owestry Low Back
Pain Disability Questionnaire. Physiotherapy Journal 66:271 – 273, 1980)
Seksi 4 : Berjalan
Seksi 5 : Duduk
Saya mampu duduk pada semua jenis kursi selama aku mau
Saya mampu duduk pada kursi tertentu selama aku mau
Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 1 jam karena nyeri
Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 1/2 jam karena nyeri
Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 10 menit karena nyeri
Saya tidak mampu duduk karena nyeri
Seksi 6 : Berdiri
Seksi 7 : T i d u r
Lebih dari 3 bulan yang lalu, apakah Saudara pernah mendapatkan pengobatan (tablet/kapsul, suntikan atau
jenis pengobatan yang lain) untuk nyeri punggung bawah?
Tidak pernah
Pernah (jika pernah, tulislah jenis pengobatannya)
DAFTAR PUSTAKA
Borenstein, D.G., S.W. Wiesel, and S.D. Boden., 1995, Low Back Pain: Medical Diagnosis and Comprehensive
Management, W.B. Saunders Co., Philadelphia.
Fairbank, J.C., J. Couper, J.B. Davies, and J.P. O’Brien., 1980, The Owestry Low Back Pain Disability
Questionnaire. Physiotherapy Journal 66:271 – 273.
Hall, H., 1992, A Simple approach to Back Pain Management, Patient Care 15:77–91.
Magge, D.J., 2000, Orthopedic Physical Assessment, Edisi 4, W.B. Saunders Co., Philadelphia.
Nachemson, A. and C. Elfstrom, 1970. Intravital Dynamic Pressure Measurements in Lumbar Disc.,
Scandinavian Journal Rehabilitation Medicine (Suppl. 1):5-40.
Russe, A.O. and Gerhardt, J.J., 1975, ISOM International SFTR Method of Measuring and Recording Joint
Motion, Hans Huber Publisher, Stuttgart.
Waddel, G., 1993, The Back Pain Revolution, Churchill Livingstone, New York.
Wallace, L.A., 1986, Lower Quarter Pain: Mechanical Evaluation and Treatment, dalam Grieve, G.P., Modern
Manual therapy of The Vertebrae Collumn, Churchill Livingstone, Edinburgh.
http://fisiohealth.wordpress.com/2009/10/30/pemeriksaan-low-back-pain-oleh-yulianto-wahyono-dipl-pt-m-
kes/