Anda di halaman 1dari 13

Low Back Pain pada Perawat Berusia 50 Tahun

Theresia Amanda Mahanani


10.2012.386 B1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no.6 Jakarta 11510
e-mail : momo.iro_sakura@yahoo.co.uk
Pendahuluan
Nyeri Punggung Bawah (NPB) merupakan salah satu keluhan yang dapat menurunkan
produktivitas manusia. Punggung harus bekerja non stop 24 jam sehari. Dalam posisi duduk,
berdiri (mengerjakan pekerjaan rumah tangga, berjalan) bahkan tidur, punggung harus
bekerja keras menyangga tubuh kita. Penyebab backpain yang paling sering adalah duduk
terlalu lama, sikap duduk yang tidak tepat, postur tubuh yang tidak ideal (improper), aktivitas
yang berlebihan, serta trauma. Nyeri punggung lalu menjadi masalah di banyak negara,
karena seringkali mempengaruhi produktivitas kerja.
Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai nyeri punggung bawah atau low back pain,
terutama yang berhubungan dengan profesi perawat, penatalaksanaan dan pencegahannya,
serta langkah-langkah menentukan diagnosis okupasi.
Low Back Pain
Nyeri pinggang atau low back pain adalah keluhan rasa nyeri, ketegangan otot, atau rasa kaku
di daerah pinggang yaitu di pinggir bawah iga sampai lipatan bawah bokong (plica glutea
inferior), dengan atau tanpa disertai penjalaran nyeri ke daerah tungkai (sciatica). Penyakit
ini dapat terjadi akibat stres fisik yang berlebihan pada sumsum tulang belakang yang normal,
atau stres fisik yang normal pada sumsum tulang belakang yang abnormal.1
Nyeri pinggang yang dipicu oleh penyakit-penyakit anorganik (spinal/nonspinal) biasanya
dapat diidentifikasi dengan adnya kelainan gambaran radiologis tulang belakang. Penyakit ini
diklasifikasikan sebagai nyeri pinggang spesifik. Kenyataannya, hampir 90% kasus nyeri
pinggang tidak dapat diidentifikasi penyebabnya. Penyakit ini diklasifikasikan sebagai nyeri
pinggang nonspesifik. 1
Nyeri pinggang nonspesifik merupakan penyakit yang sangat sering terjadi di masyarakat
umum. Lebih dari 85% individu pernah menderita nyeri pinggang selama hidupnya, terutama
di sektor industri. Dari hasil penelitian P. Loisel (1994) menyatakan bahwa 70% serangan
nyeri pinggang biasanya sembuh spontan dalam waktu paling lama 4 minggu, sehingga
sering kali kurang mendapat perhatian. Namun, kebanyakan (95%) pasien baru sembuh
setelah 6 bulan, dan 36,6% kambuh kembali 3 tahun setelah serangan pertama. Spitzer WO
(1987) menyatakan bahwa nyeri pinggang yang tidak sembuh dalam waktu 7 minggu disebut
nyeri pinggan menahun, dan tidak jarang mengakibakan timbulnya kecacatan, sehingga
individu tidak dapat bekerja lagi. 1
Etiologi
Umumnya nyeri pinggang nonspesifik disebabkan oleh masalah pekerjaan berat yang
berhubungan dengan manual material handling, seperti mengangkat, menurunkan,
mendorong, dan menarik beban yang berat, juga berkaitan dengan sering atau lamanya

membengkokkan badan, membungkuk, duduk, dan berdiri terlalu lama atau postur batang
tubuh lainnya yang janggal. 1
Faktor psikososial di lingkungan pekerjaan, faktor resiko individual, seperti tinggi dan berat
badan yang belebih, laki-laki, usia tua, kurangnya olah raga, merokok, pengetahuan sikap
kerja, merupakan faktor resiko untuk terjadinya nyeri pinggang. Walaupun sulit untuk
menjelaskan kelainan organik dari nyeri pinggang nonspsifik, tetapi diyakini bahwa stres
biomekanik vertebra lumbal akibat perubahan titik berat badan dengan kompensasi
perubahan posi tubuh akan menimbulkan nyeri. Ketegangan dan keregangan atau cedera otot,
ligamentum, permukaan sendi, medula spinalis, dan akar saraf merupakan salah satu
penyebab timbulnya kelainan ini. 1
Jenis Nyeri Pinggang Nonspesifik
Berdasarkan kelainan organik yang melatarbelakangi kasus ini, maka nyeri pinggang
nonspesifik dapat dibedakan menjadi beberapa diagnosis penyakit: low back strain,
discogenic pain, facet oint syndrome, sindrom sakroiliaka, dan hernia Nuklesus pulposus. 1
Low Back Strain (Nyeri Torakolumbal Menahun)
Oleh karena lokasi pusat massa tubuh terletak sedikit di sebelah muka dari lokasi discus
intervertebrals L5-S1, walaupun tanpa membawa beban, posisi tubuh cenderung akan selalu
jatuh ke muka. Dengan demikian, untuk mempertahankan sikap tegak tubuh, otot-otot erektor
batang tubuh (m. sacrospinalis, mm. glutealis, dan otot-otot hamstring) harus berkontraksi.
Pada pekerjaan dengan aktivitas fisik yang berat, cedera otot dapat terjadi karena kontraksi
otot-otot tersebut menjadi sangat berlebihan dalam jangka waktu yang lama. Situasi seperti
ini mencetuskan low back strain, yaitu rasa nyeri mendadak atau mulai dengan nyeri
pinggang ringan yang berangsur-angsur menjadi berat, biasanya menetap pada salah satu sisi
pinggang. Nyeri tekan yang jelas sekali di regio glutea dan/atau paralumbal. Di samping iu,
pemeriksaan dengan tes Patrick menunjukkan hasil positif. 1
Discogenic Pain
Pada saat mengangkat beban, vertebra lumbalis digunakan sebagai pengungkit, maka
kontraksi otot-otot punggung dan bokong akan menciptakan stres kompresi dan stres
putaranpada cakram antar ruas, terutama di sekitar diskus intervertebralis L5-S1. Stres
tersebut dapat mengakibatkan robeknya anulus fibrosus, hingga terjadi hernia nuklesus
pulposus, sampai akhirnya akan menekan radix n. spinalis. Walaupun kasus hernia nuklesus
pulposus yang dapat mencetuskan timbulnya nyeri neurologik (neurogenic pain) sangat
jarang, tetapi kasus-kasus ringan sebelum terjadinya kelainan ini cukup sering terjadi. 1
Misalnya peregangan atau robeknya bagian luar annulus fibrosus dan/atau ligamentum
longitudinalis posterior, serta proses degenerasi permukaan sendi intervertebra, yang
mengakibatkan terjadinya perangsangan serabut halus saraf sensorik tanpa mielin yang
terdapat di tempat-tempat tersebut, dapat menimbulkan keluhan rasa nyeri di pinggang, yang
disebut nyeri mekanik atau discogenic pain. Pada kasus ini, nyeri tekan terasa di garis tengah
pada satu atau dua ruas vertebra lumbalis, tetapi rasa nyeri tidak seberat pada kasus back
strain. Rasa nyeri akan berkurang bila dilakukan gerak ekstensi lumbalis, karena nukleus
pulposus akan terdorong ke muka. 1
Hernia Nukleus Pulposus
2

Pada kasus-kasus yang lebih berat, cedera cakram antar-ruas akan mengakibatkan degenerasi
annulus fibrosus akibat robekan multipel atau robekan tunggal annulus fibrosus. Robekan
dapat berpola marginal, tangensial, atau radial, tetapi untungnya robekan tersebut biasanya
dapat sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi, proses degenerasi robekan pada nukleus
pulposus dimanifestasikan sebagai dehidrasi dan fragmentasi menjadi skuestrum, yang
konsistensinya berubah dari seperti daging kepiting menjadi lunak bercampur gas. Robekan
annulus fibrosus, terutama pada pola radial, akan memudahkan terjadinya prolaps skuestrum
nukleus pulposus. 1
Sudut posterolateral merupakan daerah annulus fibrosus yang paling tipis dan paling lemah,
sehingga tonjolan cakram antar-ruas akibat prolaps nukleus pulposus akan menekan radix
spinalis di tempat ini, dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat, yang disebut neurogenic pain
atau nyeri radikuler. Nyeri tekan terasa di garis tengah pada satu atau dua ruas vertetbrae
lumbalis, dan biasanya menyebar ke tungkai. 1
Sindrom Sakroiliaka
Bila dilihat dari belakang, posisi os sacrum tampaknya sangat straegis sebagai tulang
pengunci lengkung panggul, karena beban dari atas akan disalurkan ke linea inominata
sampai ke caput femoris. Namun bila dilihat dari atas, ternyata posisi os sacrum yang
berbentuk seperti trapesium yang membuka ke belakang, bukan tulang pengunci yang baik.
Untuk menahan beban dari atas, os sacrum cenderung terdorong ke muka, keluar lepas dari
lengkung panggul. 1
Pada sindrom sakroiliaka, pergeseran os sacrum ke muka mengakibatkan regangan
ligamentum pengikat os sacrum, yaitu lig. sakroiskhiadikum dan lig. sakrotuberosum
sehingga menimbulkan rasa nyeri yang menyebar dari art. sakrotuberosum sehingga
menimbulkan rasa nyeri yang menyebar dari art. sakroiliaka ke pinggang dan paha bagian
belakang secara mendadak. Berbeda dengan discogenic pain, rasa nyeri pada sindrom
sakroiliaka tidak pernah terasa di tengah batang tubuh, biasanya selalu di satu sisi tubuh. Pada
penyakit ini, timbul rasa nyeri bila berdiri pada satu kaki, terbatasnya gerak-gerak di art.
sakroiliaka, nyeri tekan pada sendi tersebut, dan tes Patrick positif. 1
Facet Joint Syndrome
Posisi art. intervertebralis yang membentuk sudut 45o dengan bidang horisontal, pada posisi
tegak, mengakibatkan kedua permukaan sendi ini akan menderita beban yang berat, akibat
beban tekanan. Pada degenerasi cakram antar ruas, jarak antara kedua vertebrae menyempit,
sehingga beban pada permukaan sendi art. intervertebralis bertambah, rongga sendi
menyempit, terjadi gesekan permukaan sendi yang berulang dan memudahkan timbulnya
osteoartritis pada sendi tersebut sehingga menimbulkan rasa nyeri di pinggang. Bekerja
dengan jangkauan jauh di atas kepala atau dengan posisi membungkuk memungkinkan
pergeseran pada kedua permukaan sendi ini; sehingga pekerjaan tersebut sering kali menjadi
faktor penyebab timbulnya kasus nyeri pinggang ini. 1
Tujuh Langkah Diagnosis Okupasi dalam Penentuan Penyakit Akibat Kerja
Agar diagnosis penyakit akibat kerja dapat ditegakkan, diperlukan perhatian khusus dan
ketrampilan investigasi dari seorang dokter. Tanpa adanya kewaspadaan dan kecurigaan dari
seorang dokter, bahwa penyebab suatu penyakit ada di tempat kerja, maka diagnosis penyakit

akibat kerja sering terlewatkan. Langkah sistematis dan terarah dalam menegakkan diagnosis
tersebut dinamakan 7 langkah diagnosis okupasi.2
Langkah 1. Menentukan Diagnosis Klinis
Sebagai langkah pertama penegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja adalah menegakkan
diaghnosis klinis penyakit. Diagnosis Okupasi/ Diagnosis Penyakit Akibat Kerja tidak dapat
ditegakkan hanya berdasarkan simptom atau gejala yang dikeluhkan pasien, karena dasar dari
penegakkan diagnosis penyakit akibat kerja adalah Evidence Based, dimana penelitian yang
ada menunjukkan bahwa antara suatu pajanan dengan suatu penyakit ada hubungan spesifik.
Artinya suatu pajanan hanya menyebabkan satu atau beberapa penyakit tertentu, sesuai hasil
penelitian yang ada. Upaya diagnosis klinis mungkin memerlukan pemeriksaan laboratorium
atau pemeriksaan penunjang lainnya dan sering perlu melibatkan dokter spesialis yang terkait
dengan penyakit pasien. 2
Working Diagnosis: Low Back Pain
Low back pain atau nyeri punggung bawah, seringkali dijumpai pada setiap pekerjaan.
Insidens dan beratnya gangguan LBP lebih sering dijumpai pada pekerja wanita dibandingkan
laki-laki. Posisi statis dalam bekerja kadang-kadang tidak dapat dihindari. Bila keadaan statis
tersebut bersifat kontinu, maka dapat menyebabkan gangguan berupa LBP. LBP yang timbul
dapat mengakibatkan kehilangan jam kerja sehingga mengganggu produktivitas kerja. 3
Faktor-faktor resiko lain yang ikut mempengaruhi LBP antara lain umur, jenis kelamin,
indeks massa tubuh (IMT), jenis pekerjaan, dan masa kerja. Kebiasaan sehari-hari yang dapat
menjadi faktor resiko terjadinya LBP antara lain kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,
plahraga dan aktivitas rumah tangga sehari-hari seperti berkebun, membersihkan rumah,
mencuci, dan menjaga anak. Merokok dan konsumsi alkohol dapat menyebabkan LBP karena
diduga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah pada jaringan lunak. Pekerjaan yang dilakukan
secara berulang-ulang, vibrasi seperti pada pengemudi truk, paritas, dan stres psikososial juga
turut berperan menyebabkan LBP. 3
Seorang yang berusia lanjut akan mengalami low back pain karena penurunan fungsi-fungsi
tubuhnya terutama tulang, sehingga tidak lagi elastis seperti diwaktu muda. Sedangkan postur
merupakan faktor pendukung LBP. Kesalahan postur seperti kepala menunduk ke depan,
bahu melengkung ke depan, perut menonjol ke depan dan lordosis lumbal berlebihan dapat
menyebabkan spasme otot (ketegangan otot). Hal ini merupakan penyebab terbanyak dari
LBP. Aktivitas yang dilakukan dengan tidak benar, seperti salah posisi saat mengangkat
beban yang berat juga menjadi penyebab LBP.4
Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan low back pain sampai
umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi
timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi
misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat
menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang. 4
Indeks massa tubuh yang merupakan hasil dari berat badan dibagi dengan kuadrat tinggi
badan memiliki kaitan yang erat dengan LBP. Pada orang yang memiliki berat badan yang
berlebih risiko timbulnya nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat
badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya low back pain. Tinggi
4

badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan beban anterior maupun
lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh. 4
Anamnesis
Sebagian besar anamnesis digunakan untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri.
Anamnesis diarahkan kepada pemahaman tentang perkembangan kronologis nyeri pinggang,
karakteristik dan responnya terhadap pengobatan. Di samping menilai nyeri, menemukan
faktor-faktor yang memperberat atau memperingan nyeri sangat membantu menentukan
sumber keluhan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Dalam anamnesis dengan keluhan nyeri pinggang atau LBP, hal-hal yang perlu ditanyakan
kepada pasien mengenai riwayat penyakit sekarang antara lain1,5:
Kapan timbul nyeri? Apakah timbul mendadak atau bertahap? Lama serangan? Apa yang
sedang dilakukan oleh pasien?
Dimana nyeri terasa? Apakah diperberat bila bergerak? Bagaimana penyebaran rasa
nyeri? Rasa nyeri sering menyebar ke tungkai ipsilateral sesuai dengan alur nervus
iskhiadikus.
Bagaimana frekuensinya? LBP merupakan penyakit yang sering kambuh, biasanya
gangguan rasa nyeri timbul makin sering dan intensitasnya semakin berat.
Adakah nyeri di malam hari? Karena, bila LBP terjadi karena infeksi atau kanker, nyeri
biasanya tidak berkurang bila pasien berbaring.
Adakah gejala penyerta? Misalnya gejala penekanan sumsum tulang belakang, gangguan
fungsi buang air besar atau kecil, kelemahan, gangguan sensoris.
Adakah gejala skiatika? Apakah gejala lebih berat bila meregang atau batuk? Hal ini
menunjukkan herniasi diskus.
Adakah gejala sistemik? Misalnya demam, penurunan berat badan, menggigil.
Adakah gejala lain? Misalnya kaku di pagi hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan kepada pasien apakah pasien memiliki riwayat masalah atau operasi
punggung sebelumnya, atau apakah ada riwayat penyakit keganasan, artritis, TB, atau
endokarditis.5
Riwayat Obat-obatan, Keluarga dan Sosial
Tanyakan kepada pasien apakah pasien menggunakan analgesia atau OAINS? Penting juga
untuk menanyakan apa pekerjaan pasien untuk membantu menegakkan diagnosis okupasi.
Apakah pasien melakukan pekerjaan manual? Dan apakah pasien sudah mengambil cuti? 5
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perhatikan keadaan umum pasien, apakah pasien kesakitan atau
nyaman, lalu lakukan TTV apakah terdapat demam? Adakah tanda-tanda penyakit sistemik
seperti anemia, penurunan berat badan, ikterus atau limfadenopati?5
Vertebra harus diperiksa dalam posisi duduk atau berbaring telungkup, tetapi untuk menilai
kegarisan vertebra, pemeriksaan harus dilakukan dalam posisi berdiri. Kemiringan pelvis dan
5

bahu mencurigakan ke arah kelainan kurvatura vertebra. Otot-otot paraspinal harus selalu
dipalpasi untuk mencari adanya nyeri dan spasmus.6
Untuk menilai iritasi radiks, dapat dilakukan tes Lasegue dan Femoral nerve stretch test. Tes
Lasegue (SLR= straight leg raising) merupakan tes yang sering dilakukan. Pasien diminta
berbaring telentang dalam keadaan santai, kemudian tungkai bawah difleksikan perlahanlahan sampai 70o dengan lutut dalam keadaan ekstensi. Catat sudut yang dicapai pada waktu
pasien merasakan nyeri. Kemudian pasien diminta memfleksikan lehernya sampai dagunya
menyentuh dinding dada, atau secara pasif kakinya didorsofleksikan. Nyeri yang timbul
menandakan regangan dura (misalnya pada HNP sentral); bila nyeri tidak timbul, maka nyeri
SLR diakibatkan oleh kelainan otot harmstring atau nyeri dari daerah lumbal, atau
sakroiliaka. 6
Bila pada waktu SLR dilakukan timbul nyeri pada tungkai kontra lateral (cross over sign atau
well leg raises test), menandakan adanya kompresi intratekal oleh lesi yang besar. Bila kedua
tangkai difleksikan bersama (SLR bilateral), nyeri yang timbul sebelum sudut mencapai 70o,
mungkin berasal dari sendi sakroiliaka. Sedangkkan bila yeri timbul pada sudut 70o mungkin
berasal dari daerah lumbal. 6
Pada femoral nerve stretch test, pasien diminta berbaring pada sisi yang tidak sakit dengan
koksae dan lutut sedikit fleksi, pinggang dan pungung lurus dan kepala difleksikan. Kemdian
secara perlahan, fleksi lutut ditambah dan koksae diekstensikan. Bila timbul nyeri pada
tungkai bagian anterior, menandakan adanya iritasi pada L2, L3, dan L4. 6
Gejala Klinis
Gejala klinis tergantung pada lokasi herniasi dan variasi anatomi individual. Nyeri yang timbul
pada pinggang bawah biasanya dirasakan seperti nyeri tajam atau tumpul; menyebar atau
terlokalisir. Dapat terbatas hanya di garis tengah, bisa menyebar ke sekitarnya setinggi
muskulus gluteus dan bila mengiritasi nervus ischiadikus maka akan timbul nyeri radikular.
Spasme otot belakang dan terbatasnya gerakan juga umum ditemukan. Trigger point dapat
diraba di daerah muskulus erektor spinalis atau yang lainnya (seperti quadratus lumborum).
Spasme muskulus psoas mayor dan hamstring jarang ditemukan.7
Pada LBP akut, penderita biasanya dapat pulih kembali dalam waktu 12 minggu. Nyeri
pinggang bawah akut biasanya disebabkan oleh faktor primer seperti lama duduk, namun
penyebab yang spesifik sering kali tidak dapat diidentifikasi. Sedangkan LBP kronik biasanya
berlangsung lebih dari 12 minggu dan sering kali berkaitan dengan trauma atau degenerasi
vertebra. 7
Nyeri pinggang bawah kronik merupakan gangguan yang sering ditemukan di negara industri
dan merupakan penyebab utama ketidakmampuan pada pekerja berusia kurang dari 45 tahun.
Bila nyeri pinggang disertai iritasi/ kompresi pada radiks maka akan terjadi nyeri radikuler
yang menjalar ke tungkai sesuai dengan lokasinya. Keluhan ini dapat disertai kelemahan
motorik, gangguan sensorik dan menurunnya refleks fisiologis dengan gangguan segmental
sensorik yang jelas. 7
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis dan dikonfirmasi pada pemeriksaan fisik. Perasatperasat untuk evaluasi juga bermanfaat untuk membuat diagnosis. Radiografi mungkin
6

normal atau memperlihatkan tanda-tanda distorsi susunan tulang belakang yang umumnya
disebabkan oleh spasme otot. Radiografi juga bermanfaat untuk menyingkirkan kausa lain
nyeri punggung, tumor medula spinalis, atau tonjolan tulang.8
Pada pemeriksaan fisik, tes SLR (straight leg raise), crossed SLR serta tes Patrick yan
dilakukan untuk menilai gerak sendi koksae, mungkin menunjukkan hasil positif. Pada
pemeriksaan radiologis, baik dengan sinar X/mielografi maupun MRI jarang sekali
ditemukan tanda-tanda degenerasi diskus intervertebralis. CT atau MRI diperlukan untuk
memastikan lokasi dan tipe patologi. MRI atau CT tulang belakang akan memperlihatkan
kompresi kanalis spinalis oleh diskus yang mengalami herniasi dan mielogram CT akan
menentukan ukuran dan lokasi herniasi diskus. Dapat juga dilakukan pemeriksaan
elektromiogram (EMG) untuk menentukan secara pasti akar saraf yang terkena. Juga dapat
dilakukan uji kecepatan hantaran saraf.1,8
Penatalaksanaan
Umumnya kasus nyeri pinggang terutama karena gangguan muskuloskletal dapat sembuh
sendiri (lebih dari 90%). Sisanya 10% dapat menjadi berat, dan bahkan kadang-kadang tidak
mampu lagi bekerja. Sangat dibutuhkan bed rest total atau setidaknya mengurangi aktivitas
yang mencetuskan timbulnya rasa nyeri pada kasus low back pain akut. Bila terjadi nyeri
karena tegangan otot-ligamentum, maka penderita harus istirahat selama 2-3 hari. Setelah 3
hari, bagian yang sakit dikompres air hangat. Korset/penyokong panggul kadang-kadang
dapat mengurangi rasa nyeri pada aktivitas tertentu. membantu responden dalam
mempertahankan posisi punggung dan tulang belakang agar tetap tegak sehingga dapat
mengurangi risiko herniasi yang berdampak nyeri punggung bawah. Dengan tegaknya tulang
belakang maka tekanan pada diskus intervertebralis menjadi berkurang, sehingga risiko
kerusakan diskus yang berdampak pada nyeri punggung bawah menjadi kecil.1,3,7
Pemberian medika mentosa dengan analgesik atau OAINS, kadangkala juga perlu
ditambahkan kortikosteroid (lebih baik dengan parenteral) dan pelemas otot seperti golongan
piroksikam. Sebaiknya perlu disertai dengan latihan keregangan dengan gerakangerakan
tertentu. Pembedahan pada kasus hernia nukleus pulposus terkadang diperlukan, tetapi
hasilnya biasanya hanya untuk jangka pendek, maka pengobatan konservatif dan tindakan
pencegahan masih menjadi pilihan utama pada penatalaksanaan nyeri pinggang.1,7
Pencegahan
Posisi yang tidak ergonomis saat bekerja adalah merupakan penyebab keluhan LBP. Untuk
mengurangi keluhan LBP pada perawat dapat dilakukan tindakan seperti proteksi kerja
dengan alat pelindung diri/APD, olahraga khusus untuk memelihara kelenturan dan kekuatan
otot pinggang untuk mengurangi keluhan LBP. Alat penunjang pelayanan keperawatan yang
tidak terstandar dapat memicu timbulnya LBP karena meningkatkan beban kerja, sehingga
untuk mengurangi LBP karena faktor tersebut sebuah rumah sakit hendaknya melakukan
standarisasi alat penunjang pelayanan keperawatan. Faktor usia dan masa kerja dari hasil
penelitian berpengaruh terhadap LBP oleh karena itu seorang perawat baik yang masih muda
dan terutama yang sudah tua harus rajin berolahraga untuk memelihara kelenturan otot
sehingga LBP tidak terjadi.4
Langkah 2. Menentukan Pajanan yang Dialami Individu Tersebut dalam Pekerjaan
Suatu penyakit akibat kerja, seringkali tidak hanya disebabkan oleh pajanan yang dialami di
pekerjaan yang saat ini dilakukan, tetapi dapat disebabkan oleh pajanan-pajanan pada
7

pekerjaan-pekerjaan yang terdahulu. Selain itu beberapa pajanan bisa saja menyebabkan satu
penyakit, sehingga seorang dokter harus mendapatkan informasi mengenai semua pajanan
yang dialami dan pernah dialami oleh pasiennya, untuk dapat mengidentifikasi pajanan atau
pekerjaan mana yang penting dan mungkin berpengaruh untuk diinvestigasi lebih lanjut. 2
Untuk memperoleh informasi ini perlu dilakukan anamnesis pekerjaan yang lengkap, yang
mencakup2:
- Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis
- Periode waktu melakukan masing-masing pekerjaan
- Apa yang diproduksi
- Bahan yang digunakan
- Cara bekerja
Informasi tersebut akan semakin bernilai, bila ditunjang dengan data yang objektif, seperti
MSDS (Material Safety Data Sheet) dari bahan yang digunakan, catatan perusahaan
mengenai penempatan kerja dsb. 2
Perawat merupakan tenaga kesehatan di rumah sakit, memiliki tugas yang sangat bervariasi,
antara lain mengangkat dan mendorong pasien. Posisi yang salah atau tidak ergonomis dalam
melakukan pekerjaan sering menimbulkan ketidaknyamanan yang salah satunya adalah low
back pain. Seorang perawat yang mengalami LBP akan terganggu produktivitas kerjanya.
Produktivitas kerja yang menurun pada akhirnya akan berdampak pada kualitas pelayanan
pasien.4
Langkah 3. Menentukan Apakah ada Hubungan antara Pajanan dengan Penyakit
Melakukan identifikasi pajanan mana saja yang berhubungan dengan penyakit yang dialami.
Hubungan ini harus berdasarkan hasil-hasil penelitian epidemiologis yang pernah dilakukan
(evidence based). Identifikasi ada tidaknya hubungan antara pajanan dan penyakit dapat
dilakukan dengan mengkaji referensi/literatur yang ada. Bila belum ada bukti bahwa suatu
pajanan ada hubungan dengan suatu penyakit, maka diagnosis penyakit akibat kerja tidak
dapat ditegakkan. Bila belum ada hasil penelitian yang menujukkan adanya suatu hubungan
antara pajanan dan penyakit tertentu, tetapi dari pengalaman sangat dicurigai adanya suatu
hubungan, maka itu baru dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian awal. 2
Hubungan antara pajanan dengan penyakit juga perlu dilihat dari waktu timbulnya gejala atau
terjadinya penyakit, misalnya orang tersebut terpajan oleh bahan tertentu terlebih dahulu,
sebelum mulai timbul gejala atau penyakit. Contoh lain adalah pada Asma Bronkhiale. Bila
didapatkan, bahwa serangan asma lebih banyak terjadi pada waktu hari kerja dan berkurang
pada hari libur, masa cuti atau pada waktu tidak terpajan, hal ini akan sangat mendukung ke
diagnosis Asma Akibat Kerja. Sehingga anamnesis mengenai hubungan gejala dengan
pekerjaan perlu dilakukan juga dengan teliti. Adanya hasil pemeriksaan pra-kerja mengenai
penyakit akan mempermudah menentukan, bahwa penyakit terjadi sesudah terpajan, namun
tidak adanya hasil pemeriksaan pra-kerja dan/atau hasil pemeriksaan berkala bukan berarti
tidak dapat dilakukan diagnosis penyakit akibat kerja. 2
Posisi yang tidak ergonomis dan aktivitas tubuh yang kurang baik merupakan salah satu
penyebab terjadinya LBP. Ada hubungan yang bermakna antara faktor risiko sikap tubuh
membungkuk dengan sudut 20- 45 (fleksi sedang) dengan LBP. Salah satu sikap perawat
yang berisiko untuk terjadinya LBP bila dilakukan tidak secara ergonomis adalah waktu
mengangkat pasien. Pekerjaan perawat yang dapat mengakibatkan kemungkinan timbulnya
8

keluhan LBP adalah kegiatan memandikan, mengangkat pasien, melakukan ganti balutan
luka, merubah posisi pasien dan melakukan pengukuran urine. Posisi kerja yang statis juga
merupakan penyebab LBP. Sikap kerja yang statis dalam jangka waktu yang lama lebih cepat
menimbulkan keluhan pada sistem muskuloskeletal. Seorang perawat yang sedang merawat
luka akan cenderung dalam posisi membungkuk dan statis. Apabila hal ini dibiarkan terus
menerus dan tidak memperhatikan faktor-faktor ergonomi akan lebih mudah menimbulkan
keluhan LBP. 4
Langkah 4. Menentukan Apakah Pajanan yang Dialami Cukup
Untuk dapat menilai apakah suatu pajanan cukup besar untuk dapat menyebabkan penyakit
tertentu, perlu dimengerti patofosiologi dari penyakit tersebut dan bukti epidemiologis.
Cukup besarnya suatu pajanan dapat dinilai secara kualitatif, yaitu dengan menanyakan
kepada pasien mengenai cara kerja, proses kerja dan bagaimana lingkungan kerja. Penting
juga melakukan pengamatan dan memperhitungkan masa kerja, yaitu berapa lama pekerja
tersebut sudah terpajan. Penilaian secara kuantitatif dapat menggunakan data pengukuran
lingkungan kerja terhadap pajanan tersebut, yang telah dilakukan secara periodik oleh
perusahaan atau data monitoring biologis yang ada. Bila tidak ada, bisa dilakukan
pengukuran pada saat akan dilakukan diagnosis penyakit akibat kerja dan bila tidak ada
perubahan dalam proses dan cara kerja secara berarti pada masa kerja pekerja tersebut, dapat
diasumsikan bahwa selama masa kerja tersebut pekerja memperoleh pajanan dalam jumlah
yang sama. Hasil pengukuran yang didapat perlu dinilai apakah melebihi Nilai Ambang
Batas, atau termasuk terpajan tinggi atau tidak. Pemakaian alat pelindung perlu juga dinilai
apakah dapat mengurangi pajanan yang dialami secara berarti atau tidak, yaitu bila jenis alat
pelindung diri sesuai, dipakai secara benar dan konsisten. 2
Masa kerja yang lama dapat berpengaruh terhadap nyeri punggung bawah karena merupakan
akumulasi pembebanan pada tulang belakang. Pekerja yang mengangkat dan membawa
beban berat setiap hari, maka tulang belakangnya akan terus mengalami penekanan sehingga
lama kelamaan sikap tubuhnya akan berubah. Perubahan ini terjadi sebagai akibat dari
kebiasaan bertumpu saat membawa beban. Cara bekerja di dalam waktu lama dengan sikap
yang salah, dapat menyebabkan nyeri pinggang yang kronis. Lama pembebanan terhadap
tulang punggung meningkatkan tekanan pada diskus sehingga terjadi kerusakan dan
mengakibatkan nyeri di daerah punggung. Semakin berat beban yang diangkat, tulang
belakang akan bekerja semakin keras untuk menahan beban tersebut. Pembebanan berlebihan
pada tulang belakang mengakibatkan tulang belakang menjadi rusak sampai terjadi Hernia
Nukleus Pulposus.9
Masa kerja lebih dari atau sama dengan dua tahun dianggap telah mampu memberikan
kontribusi terhadap munculnya gangguan muskuloskeletal. Berdasarkan penelitian, 62%
kasus nyeri punggung bawah akut terjadi pada pekerja dengan masa kerja satu tahun dan
meningkat 18% pada masa kerja lebih dari dua tahun. 9
Saat ini, 90% kasus nyeri punggung bawah bukan disebabkan oleh kelainan organik,
melainkan oleh kesalahan posisi tubuh dalam bekerja. Menurut data, dalam satu bulan ratarata 23% pekerja tidak bekerja dengan benar dan absen kerja selama delapan hari
dikarenakan sakit pinggang. Berdasarkan hasil survei tentang akibat sakit leher dan pinggang,
produktivitas kerja dapat menurun sehingga hanya tinggal 60%. Menurut penelitian,
pekerjaan mannual handling dan lifting merupakan penyebab utama terjadinya cedera tulang
belakang (back pain). Di samping itu sekitar 25% kecelakaan kerja juga terjadi akibat
pekerjaan material mannual handling. Sebelumnya dilaporkan bahwa sekitar 74% cedera
9

tulang belakang disebabkan oleh aktivitas mengangkat (lifting activities). Sedangkan 50-60%
cedera pinggang disebabkan karena aktivitas mengangkat dan menurunkan material. 9
Langkah 5. Menentukan Apakah ada Faktor-faktor Individu yang Berperan
Setiap penyakit selain disebabkan oleh faktor lingkungan dan/atau faktor pekerjaan, pasti
juga ada faktor individu yang berperan. Perlu dinilai seberapa besar faktor individu itu
berperan, sehingga dapat dimengerti mengapa yang terkena adalah individu pekerja tersebut
dan bukan seluruh pekerja ditempat yang sama. Faktor individu yang mungkin berperan
adalah riwayat atopi atau alergi, riwayat dalam keluarga, higiene perorangan dsb. Adanya
faktor individu yang berperan tidak berarti diagnosis penyakit akibat kerja menjadi batal
namun diperlukan untuk menilai seberapa besar faktor individu ikut berperan. 2
Langkah 6. Menentukan Apakah ada Faktor Lain Diluar Pekerjaan
Faktor lain diluar pekerjaan, adalah pajanan lain yang juga dapat menyebabkan penyakit yang
sama, namun bukan merupakan faktor pekerjaan, misalnya rokok, pajanan yang dialami
dirumah, adanya hobi, dan sebagainya. Bila ternyata faktor pekerjaan tidak ada yang
berhubungan dengan penyakit, ada kemungkinan faktor penyebab diluar pekerjaan yang lebih
berperanan. Namun adanya kebiasaan tertentu dari pekerja, misalnya merokok, tidak bisa
meniadakan faktor penyebab di pekerjaan. 2
Langkah 7. Menentukan Diagnosis Okupasi / Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Kaji seluruh informasi yang telah dikumpulkan dari langkah-langkah terdahulu. Berdasarkan
bukti-bukti dan referensi mutakhir yang ada, buat keputusan apakah penyakit yang diderita
adalah penyakit akibat kerja atau tidak. Diagnosis sebagai penyakit akibat kerja dapat dibuat
bila dari langkah-langkah diatas dapat disimpulkan, bahwa memang ada hubungan sebabakibat antara pajanan yang dialami dengan penyakit dan faktor pekerjaan merupakan faktor
yang bermakna terhadap terjadinya penyakit dan tidak dapat diabaikan, meskipun ada faktor
individu atau faktor lain yang ikut berperan terhadap timbulnya penyakit. 2
Tabel dibawah ini merupakan table kosong yang harus diisi oleh dokter pada saat dokter
melakukan langkah-langkah diagnosis okupasi. Setiap kolom merupakan langkah diagnosis
okupasi yang dilakukan untuk satu diagnosis klinis yang ditemukan. Bila didapatkan lebih
dari satu diagnosis klinis, maka harus dilakukan 7 langkah diagnosis okupasi untuk setiap
diagnosis klinis tersebut. 2
Tabel. Tujuh langkah diagnosis okupasi setiap diagnosis klinis yang ditemukan
Langkah
Diag
Diag
Diagno
nosis 1
nosis 2
sis 3
1. Diagnosis Klinis
Dasar diagnosis
(anamnesis,
pemeriksaan fisik,
pemeriksaan
penunjang,body map,
brief survey)
2. Pajanan di tempat kerja
Fisik
Kimia
Biologi
10

Ergonomi
(sesuai
brief survey)
Psikososial
Langkah

Diag
Diag
nosis 1
nosis 2
3 . Evidence Based (sebutkan secara teoritis)
pajanan di tempat kerja yang
menyebabkan diagnosis klinis di langkah
1 (satu).

Diagno
sis 3

Dasar teorinya apa?


4. Apa pajanan cukup
menimbulkan diagnosis
klinis ??
masa kerja
jumlah jam terpajan per
hari
Pemakaian APD
Konsentrasi/dosis
pajanan
Lainnya .....................
Kesimpulan jumlah
pajanan dan dasar
perhitungannya
5. Apa ada faktor individu
yang berpengaruh thd
timbulnya diagnosis klinis?
Bila ada, sebutkan.
6 . Apa terpajan bahaya
potensial yang sama spt di
langkah 3 di luar tempat
kerja?Bila ada, sebutkan
7 . Diagnosis Okupasi
Apa diagnosis klinis ini
termasuk
penyakit akibat kerja?
Bukan penyakit akibat
kerja (diperberat
oleh pekerjaan atau
bukan sama
sekali PAK)
Butuh pemeriksaan lebih
lanjut)?

Diagnosis Okupasi/Diagnosis Penyakit Akibat Kerja tidak dapat ditegakkan, bila dari
referensi tidak ditemukan adanya hubungan antara pajanan dengan penyakit, pajanan yang
dialami tidak cukup besar untuk dapat menyebabkan penyakit tersebut (secara kuantitatif
maupun kualitatif, secara kumulatif dari masa kerja). 2

11

PERDOKI (Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia) membuat pembagian dari


hasil akhir suatu Diagnosis Okupasi menjadi2:
1. Penyakit Akibat Kerja : disini termasuk Occupational Diseases dan Work Related
Diseases
2. Penyakit yang diperberat oleh pekerjaan: ada unsur pajanan di lingkungan kerja dan
juga di luar lingkungan kerja dan atau faktor individu pekerja
3. Bukan Penyakit Akibat Kerja; hanya ada unsur pajanan di luar lingkungan kerja dan
faktor individu pekerja
4. Masih memerlukan data tambahan, artinya belum final dan masih memerlukan
pemeriksaan tambahan untuk dapat menentukan hasil akhir
Tinjauan Kasus
Kasus: seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan paha kanan
smpai kaki kanan terasa nyeri seak 3 tahun terakhir. Sudah 5 kali berobat ke dokter dan
minum obat-obatan secara teratur, tetapi keluhan tetap ada. Pekerjaan pasien adalah perawat
senior, bekerjadi sebuah rumah sakit dengan masa kerja 25 tahun. Pemeriksaan fisik: TTV
dalam batas normal, berat badan 70 kg, tinggi badan 160 cm, kepala, toraks, dan abdomen
dalam batas normal. Ekstremitas: kaki kanan reflex Laseque dan Kernig positif; kaki kiri
dalam batas nomal; edema tungkai tidak ada. Pemeriksaan penunjang: darah ruin dan urin
rutin dalam batas normal.
Berdasarkan hasil sebuah penelitian, insiden nyeri punggung bawah tertinggi terjadi pada
umur 35- 55 tahun dan semakin meningkat seiring dengan umur. Pada usia 35 tahun mulai
terjadi nyeri punggung bawah dan akan semakin meningkat pada umur 55 tahun. Pada umur
30 tahun, pada terjadi perubahan postur tubuh, degenerasi diskus intervertebralis dan
kerusakan jaringan sehingga cairan mudah keluar dari dalam. Selain itu terjadi penyempitan
rongga diskus secara permanen serta hilangnya stabilitas segmen gerak. Kekuatan otot pada
manusia, baik laki-laki maupun perempuan, akan mencapai puncak pada umur 25-35 tahun
dan akan semakin menurun setelah melewati umur 35 tahun. Setiap orang berpotensi terpapar
nyeri punggung bawah, akan tetapi risikonya akan meningkat pada umur 35 tahun karena
kekuatan otot akan menurun disertai dengan adanya perubahan postur tubuh dan degenerasi. 9
Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perawat berusia 50 tahun menderita
LBP yang diperberat oleh pekerjaan; karena melihat usianya yang memungkinkan terjadinya
degenerasi diskus intervertebralis dan kerusakan jaringan. Selain dari usia, keluhan yang
diderita oleh perawat tersebut juga mungkin diperberat faktor IMT. Dimana hasil perhitungan
IMT pasien adalah 27,34 kg/m2 yang digolongkan sebaga obesitas tingkat pertama menurut
WHO.
Penutup
Low back pain atau nyeri punggung bawah, seringkali dijumpai pada setiap pekerjaan.
Insidens dan beratnya gangguan LBP lebih sering dijumpai pada pekerja wanita dibandingkan
laki-laki. Faktor-faktor resiko lain yang ikut mempengaruhi LBP antara lain umur, jenis
kelamin, indeks massa tubuh (IMT), jenis pekerjaan, dan masa kerja. Kebiasaan sehari-hari
yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya LBP antara lain kebiasaan merokok,
mengkonsumsi alkohol, plahraga dan aktivitas rumah tangga sehari-hari seperti berkebun,
membersihkan rumah, mencuci, dan menjaga anak. Perawat merupakan tenaga kesehatan di
rumah sakit, memiliki tugas yang sangat bervariasi, antara lain mengangkat dan mendorong

12

pasien. Posisi yang salah atau tidak ergonomis dalam melakukan pekerjaan sering
menimbulkan ketidaknyamanan yang salah satunya adalah low back pain.
Daftar Pustaka
1. Harrianto R. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta: EGC; 2009.h.217-23.
2. Herqutanto, Werdhani RA (editor). Buku keterampilan klinis ilmu kedokteran komunitas.
Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI; 2014.h.54-9.
3. Samara D, Basuki B, Jannis J. Duduk statis sebagai faktor risiko terjadinya nyeri
punggung bawah pada pekerja perempuan. Universa Medicina. April-Juni 2005; 24(2):
73-8.
4. Fathoni H, Handoyo, Swasti KG. Hubungan sikap dan posisi kerja dengan low back pain
pada perawat di rsud purbalingga. Jurnal Keperawatan Soedirman. November 2009; 4(3):
131-8.
5. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.h. 77.
6. Isbagio H, Setiyohadi B. Anamnesis dan pemeriksaan fisis penyakit muskuloskeletal. Di
dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF (editor).
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h. 210-1.
7. Samara D. Lama dan sikap duduk sebagai faktor risiko terjadinya nyeri pinggang bawah.
Jurnal Kedokteran Trisakti. April-Juni 2004; 23(2): 63-7.
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC;2005.h.1099.
9. Pratiwi M, Setyaningsih Y, Kurniawan B, Martini. Beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap keluhan nyeri punggung bawah pada penjual jamu gendong. Jurnal Promosi
Kesehatan Indonesia. Januari 2009; 4(1): 61-6.

13

Anda mungkin juga menyukai