Dikarenakan demikian kompleksnya penyebab dan akibat nyeri, maka dalam konsep
pemeriksaan nyeri pendekatan “SOAP” (Subjective, Objective, Assesment, Plan) merupakan
acuan yang cukup bisa dipertanggung jawabkan. Aspek subjective didapat melalui penggalian
riwayat keluhan pasien, aspek objective didapat melalui observasi dan aspek assesment. Ketiga
aspek tersebut tentunya melalui perencanaan yang matang sehingga dalam pelaksanaan
pemeriksaan kemungkinan terjadinya penyimpangan data dapat diminimalkan.
I. JENIS PEMERIKSAAN
A. Riwayat Pasien
1. 1. Berapa usia pasien?
Kasus yang berbeda terkadang mengenai usia yang berbeda, misalnya problem discus biasanya
mengenai usia antara 15 s/d 40 th. Ankylosing spondylitis biasanya mengenai usia antara 18 s/d
45 th. Osteoarthritis dan spondylosis lebih banyak mengenai usia > 45 th. (Magge, D.J., 2000)
*)Disampaikan pada pelatihan Low Back Pain di Poltekkes Surakarta Jurusan Fisioterapi
Tanggal 6 – 7 April 2006
Nyeri punggung bawah lebih banyak mengenai wanita, untuk itu perlu ditanyakan mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan menstruasi. Misalnya, pola nyerinya, keteraturan
mensesnya dan adanya oedem pada abdomen atau mammae. Ankylosing spondylitis lebih
banyak mengenai lelaki (Magge, D.J., 2000).
Nyeri punggung bawah banyak disebabkan saat mengangkat benda berat. Hal itu disebabkan
karena gaya mendesak vertebrae lumbalis atau discus. Sebagai contoh seorang lelaki dengan BB
77 kg. mengangkat benda 91 kg. setinggi 36 cm pada posisi membungkuk 900 dengan kedua
tungkai sejajar, menghasilkan gaya tekan pada discus sebesar 940 kg (gaya yang menekan
discus sekitar 10 kali berat benda yang diangkat). Apabila posisi vertebrae lumbal tidak baik
maka gaya tersebut dapat terfokus pada satu titik. Bila posisi membungkuk 1300 dari lantai beban
pada discus berkurang hingga 50 %. Penggunaan lengan sebagai penyangga juga dapat
mengurangi beban pada discus. Jika satu tungkai di depan, beban pada discus berkurang sekitar
35 %. Beban pada lelaki 15 % s/d 20 % lebih tinggi dibanding pada wanita (Nachemson, A. and
C. Elfstrom, 1970).
Nyeri punggung bawah akut sekitar 3 s/d 4 minggu pertama. Sub-akut 4 s/d 12 minggu, kronis >
12 minggu. Waddell, G. (1993) membuat garis besar prediksi kronisitas nyeri punggung bawah
(yellow flags) sbb.:
Prediksi
kronisitas LBP
pada 6 – 8
minggu pertama
(“Yellow
Flags”):
Nyeri
menjalar
Terdapat
riwayat
nyeri hebat saat stadium akut
Nyeri berhubungan dengan kerja
Psychologic distress
Psychologic aspects of work
kompensasi
Dapatkah pasien melokalisir letak nyerinya atau nyeri terasa general ? Semakin spesifik letak
nyerinya, semakin mudah untuk melokalisir area patologisnya. Nyeri unilateral tanpa disertai
referral pain di tungkai bawah kemungkinan disebabkan injury pada otot (strain) atau ligamen
(sprain), facet joint atau pada sendi sacro-iliac. Hal itu disebut mechanical low back pain atau
lumbago.
Nyeri yang disebabkan karena cidera otot atau ligamen berakibat penurunan kemampuan gerak
dan peningkatan nyeri saat bergerak. Bila letak cidera pada facet joint, LGS biasanya normal
(hanya kesulitan saat awal bergerak) tetapi nyeri akan bertambah saat pengulangan gerak. Cidera
pada sendi sacroiliaca, nyeri bertambah saat doprovokasi (stress test). Cidera minor pada discus
(protruksi) nyeri terasa bilateral.
Tanda-tanda mechanical low back pain:
Nyeri biasanya ada siklusnya.
Terkadang LBP menjalar ke pantat / paha
Terkadang ada morning stiffness atau nyeri
Saat mulai bergerak, nyeri timbul
Nyeri timbul saat gerak fleksi atau kembali ke posisi tegak
Nyeri terkadang bertambah hebat bila bergerak ekstensi, side
fleksi, rotasi, berdiri, berjalan atau duduk.
Nyeri biasanya datang setelah beraktifitas sepanjang hari.
Nyeri berkurang bila berubah posisi
Nyeri berkurang bila berbaring, terutama tengkurap.
Problem pada discus sekitar 5 % dari LBP dan mesti disertai neurological pain pada bawah lutut
(Hall, A., 1992). Dengan demikian akan terdapat nyeri pada punggung bawah dan tungkai, yang
mana nyeri pada tungkai lebih dominan (Waddell, G., 1993). Nyeri menjalar pada tungkai
homolateral biasanya dikarenakan problem discus L-4, sedangkan nyeri menjalar pada posterior
kaki disebabkan cidera pada discus L-5 bila terdapat riwayat injury discus. Nyeri menjalar pada
bawah lutut dapat dipastikan lesinya adalah pada discus, tetapi nyeri terpusat pada pantat dapat
pula disebabkan karena injury minor pada meniscus. Nyeri regio lumbar dan sacroiliac
cenderung menjalar ke pantat dan posterior tungkai. Nyeri pada hip cenderung menjalar ke
pangkal paha dan anterior paha serta terkadang sampai ke bagian medial lutut.
Nyeri pada lumbal dapat pula disebabkan referred dari area lain, misalnya tumor pada pancreas
dan apendixitis.
Pertanyaan tentang letak dan type nyeri tersebut terkadang membantu untuk melokalisir struktur
yang cidera. Pada cidera discus letak nyeri adalah di dalam dan sifat nyeri biasanya menyengat.
Sedangkan cidera otot / ligamen bisa di dalam atau superficial dengan sifat nyeri yang tidak
menyengat.
1. 9. Apakah nyeri membaik? Bertambah buruk? Atau tetap sama?
Pertanyaan tersebut berguna untuk memprediksi apakah kondisinya masih akut atau pada fase
penyembuhan.
10. Apakah terjadi peningkatan nyeri saat batuk? Bersin? Deep breathing? Tertawa?
Bila nyeri bertambah untuk aktifitas tersebut di atas menandakan bahwa letak problem pada
vertebrae lumbal dan mengenai jaringan syaraf.
11. Adakah sikap atau aktifitas khusus yang dapat meningkatkan nyeri atau menurunkan nyeri?
Apabila saat duduk nyeri bertambah, maka gerak fleksi pasti juga bertambah nyeri. Sehingga
aktifitas mengangkat, memutar dan menekuk vertebrae berakibat nyeri bertambah pula, serta
disertai terjadinya nyeri menjalar hingga bawah lutut. Hal itu menunjukkan letak cideranya
adalah discus.
Bila saat berdiri nyeri bertambah, maka gerak ekstensi juga berakibat nyeri bertambah. Bila saat
berjala nyeri bertambah maka gerak ekstensi juga meningkatkan nyeri. Bila berbaring (terutama
tengkurap) nyeri bertambah, berarti ekstensi juga meningkatkan nyeri. Bila tengkurap
meningkatkan nyeri kemungkinan LBP neurogenic atau lesi intervertebrae misalnya karena
infeksi, oedem atau tumor.
Stiffness atau nyeri setelah istirahat (bangun tidur) kemungkinan diindikai ankylosing spondylitis
atau osteoarthritis, yang mana akan berkurang setelah digunakan untuk aktifitas. Sedangkan
nyeri yang memburuk pada sore hari kemungkinan ketegangan otot atau cidera minor pada
discus.
Penurunan kemampuan sensasi menandakan adanya penekanan pada akar syaraf. Pada orang
dewasa medulla spinalis berakhir pada pangkal VL-1 yang selanjutnya menyebar menjadi corda
equina sehingga sangat mudah terkena desakan discus intervertebralis.
14. Apakah pasien mengalami kelemahan otot?
Kelemahan otot dapat terjadi karena injury pada otot itu sendiri atau syaraf yang
menginervasinya.
Bila ya perlu lebih waspada karena cidera tidak hanya di vertebrae lumbalis, kemungkinan
karena kasus yang lain misalnya myelopathy, caudo equina syndrome, tabes dorsalis atau tumor.
Kasus-kasus tersebut mengakibatkan spinal stenosis dengan LBP minimal atau tanpa LBP yang
menyebabkan total urinary retention atau partial retention.
Penggunaan therapy steroid jangka panjang dapat mengakibatkan osteoporosis. Pasien yang
mengkonsumsi analgesik sebelum pemeriksaan dapat menghasilkan kualitas nyeri yang palsu
(nyeri sudah turun akibat pengaruh analgesik.
B. Observasi
Apakah pasien termasuk type ectomorphic yang ditandai dengan tubuh besar (tebal) yang
merupakan hasil dari tumbuh kembang ectoderm sejak embryonal, mesomorphic yang ditandai
dengan tubuh berotot yang merupakan hasil tumbuh kembang mesoderm, atau endomorphic
yang ditandai dengan tubuh gemuk berlemak yang merupakan hasil tumbuh kembang dari
endoderm.
Posture pasien diobservasi pada posisi berdiri. Observasi dilakukan dari depan, belakang dan
samping. Dilihat apakah ada perubahan posture (lordosis, khyposis, scoliosis dan ketinggian
bahu serta ketinggian pelvic). Perbedaan ketinggian pelvic (crista iliaca kanan-kiri) menunjukan
adanya perbedaan panjang tungkai fungsional yang kemungkinan disebabkan perbedaan panjang
tungkai atau perubahan mekanis (misalnya satu kaki pronasi).
Ekstensi Fleksi
Eksorotasi Endorotasi
Sacroiliaca Anterior rotasi Posterior rotasi
Edinburgh, 1986.
1. 5. Step Deformity
Adanya step deformity (sesuatu yang menonjol seperti pijakan) pada vertebrae lumbal
kemungkinan indikasi adanya spondylolithesis. Tonjolan bisa terjadi karena procc. spinosus
vertebrae lebih menonjol atau bergeser ke depan.
C. Pemeriksaan Gerak
Posisi pasien berdiri, terapis memperhatikan gerakan yang dilakukan pasien dan mengamati
kesulitan gerak pasien. Pasien diminta menggerakan badannya membungkuk dengan tangan
lepas, gerak ke belakang dengan kedua tangan berkacak pinggang, menggerakkan badan ke
samping kanan dan kiri (dengan tangan lepas) dan memutar badannya ke kanan-kiri (kedua
tangan menyilang dada). Amati apakah pasien mengeluh nyeri pada akhir gerak?, jika
problemnya adalah mechanical maka akan didapati adanya nyeri pada akhir gerak untuk satu
atau beberapa gerakan. Selain itu juga diamati apakah terjadi keterbatasan gerak yang
kemungkinan disebabkan nyeri, spasme, stiffness atau blocking.
Jika pasien mampu bergerak full ROM tanpa disertai nyeri, berikan tekanan pasif secara ekstra
hati-hati (untuk meneruskan dengan pemeriksaan gerak pasif sekaligus untuk mengetahui
endfeel, endfeel normal untuk vertebrae lumbalis ke segala arah adalah lunak / shoft ). Jika saat
diberi tekanan pasif pasien mengeluh adanya peningkatan gejala, pasien diminta
mempertahankan posisi tersebut untuk bebarapa saat (sekitar 10 – 20 detik) untuk mengetahui
seberapa besar gejala meningkat.
Lingkup gerak aktif Vertebrae lumbalis:
Fleksi 400 – 600
Ekstensi 200 – 350
Lateral fleksi 150 – 200
Rotasi 30 – 180
Pada keadaan injury discus yang berat akan mengakibatkan keterbatasan gerak. Pada degenerasi
discus, akan terjadi peningkatan gerak intersegmental. Menurut Kirkaldy-Willis (dikutip dari
Magee, 2000) perubahan degenerasi discus dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : (1) tahap
dysfunctional, (2) tahap unstable dan (3) tahap stable. Pada tahap dysfunctional dan unstable
terjadi peningkatan gerak intersegmental. Saat gerak fleksi, rotasi dan lateral fleksi dan kemudian
akan menurun saat pada tahap stabil. Pada tahap unstable seringkali terdapat instability jog
terutama saat bergerak fleksi, dari fleksi ke posisi semula atau lateral fleksi. Instability jog adalah
gerak kejut dari otot selama gerak aktif.
Selama pemeriksaan gerak aktif (terutama gerak fleksi / ekstensi) perlu diperhatikan ada
tidaknya painful arc. Painful arc merujuk adanya gangguan neurologis atau instabilitas.
Pemeriksaan gerak resisted isometrik ditujukan untuk mengetahui kekuatan otot-otot lumbar
sekaligus ada tidaknya nyeri pada otot. Pemeriksaan meliputi kontraksi isometrik ke arah fleksi-
ekstensi, lateral fleksi dan rotasi.
T7 – L1
L1 – L5
Ekstensi 1. Latissimus dorsi Thoracodorsa
l
(C6 – C8)
1. Erector spine iliocostalis
lumborum L1 – L3
2. Erector spine longissimus thoracis
3. Transversospinalis
4. Interspinalis
5. Quadratus lumborum L1 – L3
6. Multifidus
7. Rotatores L1 – L3
8. Gluteus maximus
L1 – L5
L1 – L5
T12 – L4
L1 – L5
L1- L5
Lateral fleksi 1. Latissimus dorsi Thoracodorsa
l
(C6 – C8)
1. Erector spine iliocostalis
lumborum L1 – L3
2. Erector spine longissimus thoracis
3. Transversalis L1 – L3
4. Intertransversarii
5. Quadratus lumborum L1 – L5
6. Psoas major
7. External abdominal oblique L1 – L5
T12 – L4
L1 – L3
T7 – T12
Rotasi 1. Transversalia L1 –L5
2. Rotatores
3. Multifidus L1 –L5
L1 –L5
Sumber: Magge, D.J., 2000, Orthopedic Physical Assessment, Edisi 4, W.B. Saunders Co.,
Philadelphia.
Pada garis di bawah ini, tolong gambarkan “keadaan nyeri” saudara hari ini
a. ISOM
Sumber: Russe, A.O. and Gerhardt, J.J., 1975, ISOM International SFTR Method of Measuring
and Recording Joint Motion, Hans Huber Publisher, Stuttgart.
Posisi awal berdiri tegak, ukur jarak antara procc. spinosus S1 – T12, kemudian pasien diminta
membungkukkan badan sejauh mungkin dan ukur kembali jarak antara procc. spinosus S1 –
T12 . dalam keadaan normal jaraknya sekitar 7 – 8 cm.
Posisi pasien: Telentang hip 450 , knee 900 kedua lengan di samping badan, dibuat garis di
sebelah distal jari tengah sejauh 8 cm (untuk pasien > 40 th.) atau 12 cm (untuk pasien < 40 th.).
Gerakan: Angkat kepala dan punggung atas kemudian raih garis yang dibuat tadi dengan
ujung jari.
Pengulangan: 25 x / menit
Tes ini digunakan untuk mengetahui ketahanan otot iliocostalis lumborum (erector spine dan
multifidus).
Posisi pasien: Tengkurap hip dan knee lurus serta distabilkan dengan sabuk. Kedua lengan
menyilang dada.
Pengulangan: 25 x / menit
Intepretasi : bila pasien mampu (tanpa kelelahan) berarti normal
Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan di belakang leher,
scapula terangkat penuh dan menahan posisi tersebut selama 20 – 30 detik.
Good (4), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan menyilang dada, scapula terangkat
penuh dan menahan posisi tersebut selama 15 – 20 detik.
Fair (3), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan lurus di samping badan, scapula
terangkat penuh dan menahan posisi tersebut selama 10 – 15 detik.
Poor (2), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan lurus di samping badan, bagian atas
scapula terangkat dan menahan posisi tersebut selama 1 – 10 detik.
Tes ini digunakan untuk mengetahui kekuatan otot iliocostalis lumborum (erector spine dan
multifidus).
Posisi pasien: Tengkurap hip dan knee lurus serta distabilkan dengan sabuk.
Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat kepala, dada dan costa serta ekstensi lumbar
dengan kedua tangan di belakang leher, dan menahan posisi tersebut selama 20 – 30 detik.
Good (4), bila mampu mengangkat kepala, dada dan costa serta ekstensi lumbar dengan kedua
tangan di samping badan, penuh dan menahan posisi tersebut selama 15 – 20 detik.
Fair (3), bila mampu mengangkat kepala dan sternum, ekstensi lumbar dengan kedua tangan
lurus di samping badan, serta menahan posisi tersebut selama 10 – 15 detik.
Poor (2), bila mampu mengangkat kepala dengan kedua tangan lurus di samping badan, serta
menahan posisi tersebut selama 1 – 10 detik.
Trace (1), bila hanya mampu mengkontraksikan ototnya tanpa diserta gerakan.
Tes ini digunakan untuk mengetes otot abdominal, dan hanya dilakukan bila Dynamic
Abdominal Endurance Test atau Isometric Abdominal Test hasilnya normal.
Posisi pasien: Telentang kedua hip fleksi 900 dan kemudian luruskan lutut.
Intepretasi: Normal (5), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan
kedua tungkai hingga 00 – 150 dari bed.
Good (4), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menahan pelvic pada posisi netral
dan menurunkan kedua tungkai hingga 160 – 450 dari bed.
Fair (3), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan kedua tungkai hingga
460 – 750 dari bed.
Poor (2), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan kedua tungkai hingga
750 – 900 dari bed.
Trace (4), bila tidak mampu menahan pelvis pada posisi netral
Tes ini digunakan untuk mengetes otot abdominal internus satu sisi dan otot abdominal externus
sisi yang lain secara bersamaan.
Gerakan: Angkat kepala dan bahu (fleksi vertebrae lumbalis) serta putar (rotasi vertebrae
lumbalis) ke satu sisi, kedua tangan di belakang kepala / menyilang dada / tangan heterolateral
meraih tangan homo lateral. Tahan posisi akhir tersebut semampu mungkin.
Intepretasi: Normal (5), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan tangan di
belakang kepala dan menahannya selama 20 – 30 detik.
Good (4), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan kedua tangan menyilang dada
dan menahan posisi tersebut selama 15 – 20 detik.
Fair (3), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan tangan heterolateral meraih
tangan homo lateral dan menahan posisi tersebut selama 10 – 15 detik.
Poor (2), bila tidak mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis
Trace (1), bila hanya mampu kontraksi tanpa terjadi gerak fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis
Posisi pasien: Berbaring miring pada sisi heterolateral dengan badan bagian atas disangga
siku.
Gerakan: Angkat pelvis dan luruskan vertebrae. Tahan posisi akhir tersebut semampu
mungkin.
Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat pelvis dan meluruskan vertebrae serta
menahannya selama 10 – 20 detik.
Good (4), bila mampu mengangkat pelvis namun kesulitan meluruskan vertebrae, mampu
menahan posisi tersebut selama 5 – 10 detik.
Fair (3), bila mampu mengangkat pelvis namun tidak mampu meluruskan vertebrae, mampu
menahan posisi tersebut selama < 5 detik.
Tes ini digunakan untuk mengetes otot rotator lumbar dan multifidus untuk menstabilkan
vertebrae selama ekstremitas bergerak dinamis.
Good (4), bila mampu mempertahankan posisi pelvis saat mengangkat satu tungkai lurus serta
mampu menahan posisi tersebut selama 20 detik.
Fair (3), bila mampu mempertahankan posisi pelvis saat mengangkat satu lengan lurus serta
mampu menahan posisi tersebut selama 20 detik
Jika hasil test isokenetik menunjukkan bahwa otot ekstensor lebih kuat
dibanding fleksor, berarti:
Poor (2), tidak mampu mempertahankan pelvis saat mengangkat satu lengan lurus.
Tes ini digunakan untuk mengetahui apakah ada bloking pada sendi sacroiliaca
Posisi pasien: Berdiri tegak, terapis mempalpasi SIPS kanan kiri dengan ibu jari.
Gerakan: Fleksikan hip secara penuh, terapis merasakan apakah SIPS sisi yang sama
drops (berarti normal) atau elevasi (yang berarti sendi sacroiliaca terkunci. Ulangi prosedur
tersebut untuk SIPS sisi satunya.
Sumber: Magge, D.J., 2000, Orthopedic Physical Assessment, Edisi 4, W.B. Saunders Co.,
Philadelphia.
a. Slump Test
Gerakan: (1). Terapis mempertahankan kepala pasien pada posisi netral, pasien diminta
mengendorkan punggungnya (fleksi lumbal), (2) kemudian beri tekanan (kompresi) pada bahu
kanan kiri untuk mempertahankan posisi fleksi lumbal, (3) selanjutnya pasien diminta
menggerakkan fleksi leher dan kepala sejauh mungkin, (4) kemudian terapis mempertahankan
posisi maksimal fleksi vertebrae tersebut dengan memberi tekanan pada kepala bagian belakang,
(5) terapis menahan kaki pasien pada maksimal dorsi fleksi, pasien diminta meluruskan lututnya
dan pasien diminta meluruskan (ekstensi) lututnya, (6) jika pasien tidak mampu meluruskan
lututnya (karena nyeri), tekanan pada kepala dipindah ke bahu kanan kiri.
Intepretasi: Bila saat tekanan pada kepala dipindah ke bahu pasien, mampu menambah
gerakan ekstensi lutut atau nyeri berkurang, berarti tes positif.
Posisi awal : Pasien duduk dengan hip fleksi 900, leher fleksi
Intepretasi: Bila nyeri terasa di pantat, paha belakang dan betis berarti terdapat penekanan
syaraf ischiadicus
Gerakan: (1) Terapis mengangkat tungkai pasien (350 – 700), bila pasien mengeluh nyeri
pada pantat / paha belakang, (2) untuk lebih meyakinkan bahwa yang terprovokasi adalah syaraf
ischiadicus, sedikit turunkan tungkai kemudian lakukan gerakan dorsi fleksi ankle kemudian
lepaskan dan (3) pasien diminta mengangkat kepalanya (fleksi leher).
Intepretasi: Bila nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang sifatnya
central atau karena herniasi discus
Bila nyeri pertama terasa di posterior tungkai berarti terdapat penekanan syaraf yang lebih lateral
(akar syaraf/perifer)
Catatan: SLR disertai fleksi leher disebut pula sebagai hyndman’s sign,
Lidner’s sign atau Soto-Hill test
SLR disertai dorsi fleksi ankle disebit pula sebagai Bragard’s test.
Nyeri saat fleksi leher atau dorsi fleksi ankledikarenakan penguluran
duramater medulla spinalis atau lesi medulla spinalis, misalnya karena HNP,
tumor, meningitis.
d. Naffziger’s Test
Gerakan: Terapis menekan vena jugularis kanan-kiri sekitar 10 detik, kemudian pasien
diminta untuk batuk-batuk.
Intepretasi: Bila saat batuk terasa nyeri pada punggung bawah berarti tes positif
Gerakan: Aktif fleksi leher diikuti dengan fleksi hip (dengan knee lurus) kemudian
memfleksikan lututnya.
Intepretasi: Bila saat hip di fleksikan (dengan lutut lurus) nyeri terasa kemudian saat lutut
difleksikan nyeri hilang berarti tes positif
f. Prone Knee Bending (PKB/ Nachlas) Test
Gerakan: Terapis memfleksikan lutut pasien sejauh mungkin (hati-hati jangan sampai terjadi
gerak rotasi hip) dan menahannya pada posisi maksimal fleksi sekitar 45 – 60 detik
Intepretasi: Bila nyeri pada punggung bawah, pantat atau paha belakang berarti terjadi
penekanan akar syaraf L2 atau L3
8. Pemeriksaan Fungsional
(diterjemahkan dari Fairbank, J.C., J. Couper, J.B. Davies, and J.P. O’Brien., The Owestry Low
Back Pain Disability Questionnaire. Physiotherapy Journal 66:271 – 273, 1980)
Seksi 4 : Berjalan
Seksi 5 : Duduk
Saya mampu duduk pada semua jenis kursi selama aku mau
Saya mampu duduk pada kursi tertentu selama aku mau
Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 1 jam karena nyeri
Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 1/2 jam karena nyeri
Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 10 menit karena nyeri
Saya tidak mampu duduk karena nyeri
Seksi 6 : Berdiri
Seksi 7 : T i d u r
Tidurku tak pernah terganggu oleh timbulnya nyeri
Tidurku terkadang terganggu oleh timbulnya nyeri
Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 6 jam
Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 4 jam
Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 2 jam
Saya tidak bisa tidur karena nyeri
Seksi 11 : Pengobatan Terdahulu
Lebih dari 3 bulan yang lalu, apakah Saudara pernah mendapatkan pengobatan (tablet/kapsul,
suntikan atau jenis pengobatan yang lain) untuk nyeri punggung bawah?
Tidak pernah
Pernah (jika pernah, tulislah jenis pengobatannya)
DAFTAR PUSTAKA
Borenstein, D.G., S.W. Wiesel, and S.D. Boden., 1995, Low Back Pain: Medical Diagnosis and
Comprehensive Management, W.B. Saunders Co., Philadelphia.
Fairbank, J.C., J. Couper, J.B. Davies, and J.P. O’Brien., 1980, The Owestry Low Back Pain
Disability Questionnaire. Physiotherapy Journal 66:271 – 273.
Hall, H., 1992, A Simple approach to Back Pain Management, Patient Care 15:77–91.
Magge, D.J., 2000, Orthopedic Physical Assessment, Edisi 4, W.B. Saunders Co., Philadelphia.
Russe, A.O. and Gerhardt, J.J., 1975, ISOM International SFTR Method of Measuring and
Recording Joint Motion, Hans Huber Publisher, Stuttgart.
Waddel, G., 1993, The Back Pain Revolution, Churchill Livingstone, New York.
Wallace, L.A., 1986, Lower Quarter Pain: Mechanical Evaluation and Treatment, dalam Grieve,
G.P., Modern Manual therapy of The Vertebrae Collumn, Churchill Livingstone, Edinburgh.