Anda di halaman 1dari 34

UJI EFEK HEMOLISIS EKSTRAK DAUN KENIKIR

(Cosmos caudatus Kunth) SECARA IN VITRO

Usulan Penelitian untuk Karya Tulis Ilmiah

Diajukan Oleh :

YESZY ASTHYA LABAN

F.15.150

Kepada

PROGRAM STUDI DIPLOMA-III FARMASI


AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
KENDARI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hemolisis adalah peristiwa keluarnya hemoglobin dari dalam sel darah

menuju cairan disekelilingnya, keluarnya hemoglobin ini disebabkan karena

pecahnya membran sel darah merah. Membran sel darah termasuk membran yang

permeabel selektif. Membran sel darah merah mudah dilalui atau ditembus oleh

ion-ion H+, OH-, NH4+, PO4, HCO3-, Cl-, dan substansi seperti glukosa, asam

amino, urea, dan asam urat. Sebaliknya sel darah merah tidak dapat ditembus oleh

Na+, K+, Ca2+, Mg2+, fosfat organik, hemoglobin dan protein plasma. (Watson,

2007).

Ada dua macam hemolisis yaitu hemolisis osmotik yang terjadi karena

adanya perbedaan yang besar antara tekanan osmosa cairan didalam sel darah

merah dengan cairan yang berada disekeliling sel darah merah. Tekanan osmosa

sel darah merah adalah sama dengan osmosa larutan NaCl 0, 9 %, bila sel darah

merah dimasukkan kedalam larutan NaCl 0, 65 % belum terlihat adanya hemolisa,

tetapi sel darah merah yang dimasukkan kedalam larutan NaCl 0, 45 % hanya

sebagian saja dari sel darah merah yang mengalami hemolisis dan sebagian lagi

sel darah merahnya masih utuh. Perbedaan ini desebabkan karena umur sel darah

merah yang sudah tua, membran sel mudah pecah, sedangkan se darah merah

yang muda, membran selnya masih kuat. Bila sel darah merah dimasukkan

kedalam laritan NaCl 0,25 %, semua sel darh merah akan mengalami hemolisa

sempurna. Yang kedua, hemolisis kimiawi membran sel darah merah dirusak oleh
macam-macam substansi kimia. Seperti, kloroform, aseton, alkohol, benzena dan

eter, substansi lain adalah bisa ular, kalajengking, dan garam empedu (Wulangi,

2009).

Hemolisis yang terjadi pada eritrosit disebabkan oleh kehadiran tiba-tiba

larutan merah cerah yang berasal dari hemoglobin keluar dari eritrosit, dan sering

digunakan untuk mengukur kecepatan penetrasi suatu komponen masuk ke dalam

eritrosit (Girrese, 1979).

Penelitian yang berkembang terutama pada segi farmakologi maupun

fitokimia berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang telah digunakan sebagian

masyarakat dengan khasiat yang teruji secara impiris. Salah satu tanaman yang

secara tradisional dapat berkhasiat sebagai obat adalah daun Kenikir (Cosmos

caudatus Kunth).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bunawan dkk 2014 tumbuhan

kenikir memiliki efek antioksidan tinggi, antibakteri, antijamur, antiosteoporosis,

antihipertensi, antidiabetes dan asteoporosis. Pada penelitian Ratna Budi Pebriana,

dkk Tahun 2008 mengatakan bahwa ekstrak metanolik daun kenikir (Cosmos

caudatus Kunth) memiliki sifat sitotoksik terhadap sel T47D dengan IC sebesar

344,91 µg/mL serta memiliki kemungkinan aktivitas dalam meningkatkan

apoptosis melalui berbagai macam kemungkinan mekanisme (Anti kanker).

Studi pendahuluan mengenai fitokimia daun kenikir yang diesktraksi

menggunakan etanol dan pelarut lain menunjukkan adanya senyawa aktif

flavonoid, saponin, terpenoid, alkaloid, tanin dan minyak atsiri (Harborne, 1998

dalam Rasdi dkk, 2010).


Peneltian Riansyah dkk., (2015) menyatakan bahwa Flavonoid merupakan

senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi sebagai antiinflamasi. Mekanisme

flavonoid sebagai antiinflamasi dapat melalui beberapa jalur yaitu dengan

penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase (COX) dan lipooksigenase,

penghamabatan akumulasi leukosit, penghambatan pelepasan histamin.

Pada prinsipnya pemeriksaan in vitro adalah jenis pemeriksaan yang

dilakukan dalam tabung reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh mahluk hidup.

Penelitian in vitro mensyaratkan adanya kontak antara bahan atau suatu

komponen bahan dengan sel, enzim, atau isolasi dari suatu sistem bilogik.

Pemeriksaan in vitro dapat digunakan untuk mengetahui sitotoksisitas atau

pertumbuhan sel, metabolisme sel, fungsi sel. Bisa pula pemeriksaan in vitro

untuk mengetahui suatu bahan terhadap genetik sel. Ada beberapa keuntungan

dari pemeriksaan in vitro yaitu: Membutuhkan waktu yang relatif singkat,

menbutuhkan biaya yang relatif sedikit, dapat dilakukan standarisasi, bisa

dilakukan kontrol.

Berdasarkan latar belakang diatas sehingga peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul UJI EFEK HEMOLISIS EKSTRAK DAUN

KENIKIR (Cosmos caudatus Kunth) SECARA IN VITRO.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian diatas, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) mempengaruhi

hemolisis?

2. Konsentrasi berapakah yang dapat memberikan pengaruh terhadap hemolisis?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai beriut :

1. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hemolisis dari ekstrak

daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) dengan konsentrasi 10, 100, 500 dan

1000 µg/mL.

2. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus

Kunth) dapat mempengaruhi hemolisis yang di uji secara in vitro.

3. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak dan manfaat antara

lain sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

a. Memberikan wawasan dan pengalaman berharga bagi peneliti.

b. Memberikan informasi bagi kampus bahwa penelitian tentang manfaat

ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) dapat mempegaruhi

hemolisis sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.


c. Sebagai sumber yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya bagi

perekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Manfaat praktis

a. Sebagai informasi kepada masyarakat mengenai manfaat ekstrak Daun

kenikir yang dapat mempengaruhi hemolisis.

b. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai efek senyawa

yang terkandung dalam Daun kenikir.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Rujukan penelitian

Penelitian yang menjadi rujukan atau referensi dalam penelitian ini antara

lain adalah :

1. Riansyah dkk, (2015) “uji aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol daun ubi jalar

ungu (ipome batatas L.) terhadap tikus putih jantan galur wistar” menyatakan

bahwa Flavonoid merupakan senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi

sebagai antiinflamasi. Mekanisme flavonoid sebagai antiinflamasi dapat

melalui beberapa jalur yaitu dengan penghambatan aktivitas enzim

siklooksigenase (COX) dan lipooksigenase, penghamabatan akumulasi

leukosit, penghambatan pelepasan histamin.

2. Edi Wiranto dkk, 2016“ Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro Ekstrak

Teripang Butoh Keling (Holothuria leucospilota Brandt) dari Pulau

Lemukutan” Metabolit sekunder yang diduga memiliki kemampuan dalam

menstabilkan membran adalah steroid, triterpenoid dan flavonoid. Ekstrak

metanol H. leucospilota memiliki aktivitas antiinflamasi pada berbagai

variasi konsentrasi (10, 100, 500 dan 1000 μg/mL), yaitu masing-masing

sebesar 31,27; 57,19; 59,18 dan 61,23%. Ekstrak H. leucospilota Brandt

berpotensi sebagai obat antiinflamasi.

3. Ratna Budhi Pebriana dkk, 2008 ”Pengaruh Ekstrak Metanolik Daun Kenikir

(Cosmos caudatus Kunth) Terhadap Pemacuan Apoptosis Sel Kanker

Payudara” Berdasarkan hasil penelitian ini, ekstrak metanolik daun kenikir


memiliki aktivitas dalam memacu kematian sel T47D melalui mekanisme

apoptosis, sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker

dengan target aksi spesifik.

B. Landasan Teori

1. Uraian Kenikir

Kenikir bisa kita jumpai di mana saja. Kenikir merupakan tumbuhan

tahunan yang memiliki batang seperti pipa dengan garis-garis yang

membujur, tingginya dapat mencapai 1 m dan daunnya bertangkai panjang,

bercabang banyak daunnya bersilang berhadapan, berbagi menyirip, ujung

runcing, baunya seperti damar apabila di remas. Kenikir juga memiliki bunga

yang sangat menarik sehingga biasa kita jumpai di pekarangan rumah sebagai

hiasan. Kenikir juga biasa di jadikan sebagai lalapan, sebagai pelengkap nasi

pecel dan terlebih makanan desa. Kenikir juga ternyata memiliki beberapa

manfaat, seperti dapat menyembuhkan maag dan lemah lambung, dapat

menyembuhkan kanker, sebagai obat lemah jantung, sebagai obat gondongan,

dll. Tetapi belum banyak masyarakat yang mengetahui manfaat dari kenikir

tersebut.

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth) merupakan herba yang tersebar di

Pulau Jawa dan tumbuh pada ketinggian 10-1400 m dpl. Tumbuhan yang

termasuk dalam suku Asteraceae ini berasal dari Amerika Tengah, dan

tersebar luas di seluruh wilayah Malaysia. Bagian daun muda kenikir

biasanya digunakan masyarakat sebagai lalapan atau dijadikan makanan

pembuka karena memiliki rasa dan aroma yang khas (Shui, 2005).
Daun tanaman kenikir (Cosmos caudatus Kunth) mengandung

beberapa senyawa seperti quercetin 3-O-glikosida, quercetin pentose,

quercetin deoxyl-heksose, chlorogenic acid, neochlorogenic acid,

cryptochlorogenic acid, ferulic acid dan caffeic acid (Bunawan dkk., 2014).

Batari (2007) mengatakan bahwa kadar quercetin daun kenikir kering 413,57

mg/100g dan kaemferol 7,28 mg/100g. Quercetin mempunyai potensi sebagai

antihipertensi dengan mekanisme meningkatkan pengeluaran urin dan

natrium dari dalam tubuh (Mackraj, dkk., 2008). Mounnissamy and Nagar,

(2015) menyebutkan bahwa quercetin yang di isolasi dari Cansjera rheedi J.

Gamelin mampu meningkatkan volume pengeluaran urin yang lebih tinggi

18,34 % dari furosemid. Pemberian rebusan daun kenikir pada dosis

250mg/kgBB, 500mg/kgBB, dan 1000mg/kgBB pada tikus dinyatakan

signifikan meningkatkan volume urin tikus (p<0,001) (Amalia dkk., 2012).

Kenikir mengandung senyawa kuersetin (golongan flavonoid) yang

dapat berperan dalam menginduksi apoptosis sel kanker (Taraphadar dkk.,

2001).

1. Habitat

Jenis sayuran indigenous yang banyak dibudidayakan adalah

sayuran daun tahunan. Hal ini disebabkan karena sayuran tersebut mudah

di budidayakan dan panen yang dilakukan dapat lebih dari satu kali.

Beberapa sayuran daun tahunan yang sering dikonsumsi adalah kenikir

(Cosmos caudatus Kunth) tanaman perdu yang banyak ditanam di

pekarangan ((Sunarto, 1994) dan (Van Den Bergh, 1994)). tanaman ini
memiliki kandungan gizi yang cukup baik seperti kandungan protein

sekitar 3% dari berat kering, vitamin, mineral dan serat serta memiliki

khasiat obat.

2. Morfologi dan Anatomi

Tanaman kenikir termasuk dalam familia Asteraceae, dengan genus

Cosmos dan nama spesies Cosmos caudatus. Nama Daerah : kenikir

(Jawa), ulam raja (Melayu). Tanaman kenikir merupakan tanaman herba

dan berumur singkat dengan tinggi 1-2,5 m. Memiliki batang yang

berbentuk segiempat beralur dan sedikit berambut. Memiliki tangkai yang

panjang, daun berhadapan seperti talang, helaian daun menyirip rangkap 3-

4 atau berbagi menyirip dengan panjang dan lebar 15-25 cm. Semakin

keatas tangkai daun semakin pendek, semakin kecil dan kurang terbagi.

Bongkol di ketiak daun (terminal), memiliki tangkai panjang yang

berusuk. Bunga memiliki daun pembalut sejumlah 8 berwarna hijau

dengan dasar bunga majemuk berbentuk sisik seperti jerami. Tepi

memanjang berbentuk bulat telur terbalik ujungnya bergigi 3, berwarna

kemerah-merahan atau keunguan. Bunga berkelamin ganda, berbentuk

cakram, panjang mahkota bunga 1 cm dengan taju 5, pucat dengan ujung

kuning dan mempunyai benang sari berwarna coklat agak hitam (Stennis

dkk., 2005).
Gambar 1. Tanaman kenikir diambil dari Bunawan, dkk. (2014)

3. Klasifikasi Daun Kenikir

Berdasarkan taksonominya, tumbuhan kenikir di klasifikasikan

sebagai berikut (Simpson, 2006):

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Fabales

Suku : Asteraceae

Marga : Cosmos

Jenis : Cosmos caudatus Kunth.

4. Kandungan Kimia Daun Kenikir

Berdasarkan hasil skrining fitokoimia, daun kenikir secara umum

mengandung senyawa flavonoid, polifenol, saponin, terpenoid, steroid dan

minyak atsiri. Bagian akar kenikir mengandung hidroksieugenol dan

koniferil alkohol (Sarmoko dan Sulistyorini, 2010; Liliwiarinis dkk., 2011;

Bunawan dkk., 2014).


5. Manfaat Daun Kenikir

Daunnya biasa dimakan sebagai lalapan atau sayur oleh

masyarakat. Daun kenikir secara tradisional bermanfaat untuk anti

pengeroposan tulang, melancarkan sirkulasi darah, dan menurunkan

tekanan darah (Bunawan dkk., 2014). Menurut berbagai penelitian ekstrak

daun kenikir memiliki aktivitas sebagai antihipertensi dan diuretik (Amalia

dkk., 2012), antibakteri (Rasdi dkk., 2010), antifungal (Salehan dkk.,

2013), antioksidan (Andarwulan and Batari, 2012), antiosteoporosis

(Mohamed dkk., 2013) dan antidiabetes (Loh and Hadira, 2011).

2. Uraian Hemolisis

Hemolisis adalah peristiwa keluarnya hemoglobin dari dalam sel darah

menuju cairan disekelilingnya, keluarnya hemoglobin ini disebabkan karena

pecahnya membran sel darah merah. Membran sel darah termasuk membran

yang permeabel selektif (Watson, 2007).

Sel darah merah yang berada di luar cairannya dapat mempertahankan

bentuknya apabila dimasukkan dalam cairan yang isotonis dengan

sitoplasmanya. Apabila sel darah merah berada di dalam cairan yang hipertonis

maka sel darah merah akan mengalami pengerutan (krenasi), apabila sel darah

merah berada dalam cairan yang bersifat hipotonis maka sel akan pecah dan

hemoglobin akan ke luar (hemolisis) (Srikini, 2000).

Hemolisis yang terjadi pada eritrosit disebabkan oleh kehadiran tiba-

tiba larutan merah cerah yang berasal dari hemoglobin keluar dari eritrosit, dan
sering digunakan untuk mengukur kecepatan penetrasi suatu komponen masuk

ke dalam eritrosit (Girrese, 1979).

Parameter-parameter yang penting dan dapat digunakan untuk

mendeteksi kerusakan akibat toksik pada membran eritrosit antara lain adalah

hemolisis, kehilangan ion potasium, autooksidasi membran lipid, perubahan

fluiditas eritrosit, perubahan bentuk membran, pengendapan protein membran,

dan perubahan rasio volume terhadap luas permukaan membran sel (Luke &

Betton, 1987).

Eritrosit sangat mudah mengalami lipid peroksidasi dikarenakan

kandungan lemak tidak jenuh ganda yang sangat tinggi, kandungan oksigen

yang tinggi, dan keberadaan logam transisi. PUFA (Poly Unsaturated Faty

Acids), fosfolipid, dan kolesterol bebas adalah dasar dan konstituen permanen

bagi membran seluler. Membran-membran seluler ini terbentuk dalam lapisan

bilayer dimana senyawa makromolekul protein seperti reseptor, pembawa

spesifik, dan enzim dimasukkan. Pada sistem biologis, UFA (Unsaturated Faty

Acids) merupakan komponen esensial dari biomembran, yang bersifat sangat

rentan terhadap peroksidasi (Bermond, 1990).

Eritrosit merupakan media yang tepat untuk menganalisa kapasitas

antioksidan ataupun daya toksik suatu zat tertentu secara in vitro, terutama

terhadap stabilitas biomembrannya. Reactive oxygen species (ROS) yang

terbentuk pada fase air atau lipid dapat menyerang membran eritrosit yang

mengakibatkan oksidasi lipid dan protein, memicu kerusakan membran yang

berakibat pada terjadinya hemolisis (Zhu dkk., 2002).


Eritrosit memiliki berberapa sistem membran yang dapat melindungi

dirinya dari kerusakan oksidatif dan hemolisis, antara lain superoksida

dismutase (SOD), glutation peroksidase, dan katalase. Juga terdapat asam

askorbat dan asam urat yang berfungsi sebagai penangkap radikal bebas larut

air (berada di plasma) dan tokoferol yang berfungsi sebagai penangkap radikal

bebas larut lemak yang terdapat di membran eritrosit (Zhu dkk., 2002).

Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin

bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit

dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis ke

dalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia

tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi

darah serta adanya radikal bebas yang berinteraksi dengan membran.

Membran eritrosit tersusun atas polisakarida dan protein spesifik yang

berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Penggunaan eritrosit sebagai

model pada penelitian sudah banyak dilakukan, seperti yang dilakukan oleh

Mrowczynska (2007) yang menggunakan eritrosit sebagai model untuk

membandingkan dan menghubungkan aktivitas hemolitik terhadap sifat

sitotoksik garam empedu, Zhu et al. (2002) yang mengukur pengaruh flavonoid

kakao terhadap ketahanan membran eritrosit yang dioksidasi dengan AAPH

(2,2 azobis 2-aminodipropane dihydroxychloride), Suwalsky (2007) yang

mengukur sifat antioksidan tumbuhan Ugni molinae dan pengaruhnya pada

eritrosit manusia dalam menanggulangi stress oksidatif yang dipicu dengan

HClO, dan Karimi (2008) yang mengukur efek perlindungan eritrosit oleh
silimarin. Untuk melakukan uji menggunakan eritrosit suhu dipertahankan

370C dengan konsentrasi CO2 5% dan O2 95% untuk menyamakan dengan

kondisi di dalam tubuh. Selain memberikan pengaruh langsung terhadap sel,

temperatur juga mempengaruhi pH melalui peningkatan kelarutan CO2 dan

melalui perubahan ionisasi dan dari pH buffer (Freshney,1994).

3. Natrium Diklofenak

Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang menyerupai

florbifrofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

siklooxigenase yang kuat dengan efek atiinflamasi, analgesik dan antipiretik.

Diklofenak cepat diabsorbsi setelah pemberian oral dan mempunyai waktu

paruh yang pendek. Seperti flurbiprofen, obat ini berkumpul di cairan sinovial.

Potensi diklofenak lebih besar dari pada naproksen. Obat ini dianjurkan untuk

kondisi peradangan kronis seperti artritis rematoid dan osteoartritis serta untuk

pengobatan nyeri otot rangka akut (Katzung., 2004).

4. Uraian Ekstraksi

a. Definisi

Ekstarksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan

mentah obat dan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang

dinginkan larut. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat aktif baik dari simplisia nabati maupun simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan sehingga diperoleh ekstrak yang dikehendaki. Metode


pembuatan ekstrak yang umum digunakan adalah maserasi, perkolasi, dan

sokhletasi (Depkes RI., 2000).

b. Tujuan

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang

terdapat dalam simplisia.Ekstrak ini didasarkan pada perpindahan masa

komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi

pada lapisan antar muka, kemudian terdifusi masuk kedalam pelarut (Ansel.,

1989).

c. Jenis ekstraksi

1) Ekstraksi secara dingin (Depkes RI., 2000)

a) Maserasi

b) Perkolasi

2) Ekstraksi secara panas (Depkes RI., 2000)

a) Soxhletasi

b) Refluks

c) Infusa

d) Dekok

e) Destilasi

d. Metode maserasi

Metode maserasi (macerase = mengairi, melunakkan) adalah cara

ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai

dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau serbuk kasar)

disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut


disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis

cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali (R.Voigt, 1995).Metode

maserasi digunakan untuk komponen kimia yang mudah larut dalam cairan

penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks, dan lilin. Maserasi pada

umumnya dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan halus,

ditambahkan dengan 75 bagian penyari dan dibiarkan selama 5 hari (Ansel.,

1989).

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

maserasi karena merupakan cara penyarian yang sederhana dan murah.

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Prinsip kerja ekstraksi maserasi yaitu cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel, zat aktif akan larut

dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam

sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.

Peristiwa tersebut terjadi secara berulang sehingga terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes RI., 2000).

1) Prinsip kerja Metode Maserasi

Prinsip maserasi penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga

hari pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya, cairan penyari akan

masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.

Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh
cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa

tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan

di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan

pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang

diperoleh dipisahkan dari filtratnya dipekatkan. Maserasi merupakan cara

penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur

kamar dan terlindung dari cahaya (Anonim, 2011).

2) Keuntungan Maserasi

Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan

dan peralatan yang digunakan sederhana (Tiwari, dkk., 2011).

3) Kerugian Maserasi

Yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang

banyak dan penyarian kurang sempurna (Tiwari, dkk., 2011).

5. Pelarut

Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat

lain. Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat

tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi (Ncube

dkk., 2008). Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut

yang rendah, mudah menguap pada suhu yang rendah, dapat mengekstraksi

komponen senyawa dengan cepat (Tiwari dkk., 2011).


6. Kerangka Teori

Reseptor

COX-1 COX-2
membentuk prostaglandin yang merupakan enzim yang terbentuk
di butuhkan untuk proses- hanya pada saat terjadi
proses normal tubuh, antara lain peradangan/cedera, yang
memberikan efek perlindungan menghasilkan prostaglandin yang
terhadap mukosa lambung. menjadi mediator nyeri/radang

Gejala Hemolisis : Penyebab Inflamasi:

1. rubor (kemerahan) Respon protektif setempat yang


2. kalor (panas)
ditimbulkan oleh cedera atau
3. tumor(pembengkakan)
4. 4. dolor (nyeri) kerusakan pada jaringan yang
5. functio laesa berfungsi untuk menghancurkan,
6. (kehilangan fungsi) mengurangi, atau melokalisasi
(sekuster) baik agen pencedera
maupun jaringan yang cedera itu.

antiinflamasi

Ekstrak daun kenikir

10 µg/ml 100 µg/ml 500 µg/ml 1000 µg/ml

Sel darah merah


Penapisan fitokimia

Uji Antiinflamasi
secara In Vitro

Hasil

Ya/Tidak

Gambar 4. Kerangka Teori


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitan eksperimen. Eksperimen

yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

penelitian serta kontrol.s

B. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dimana dilakukan

perlakuan terhadap subjek uji, yaitu untuk megetahui efek hemolisis dari ekstrak

daun kenikir.

Konsentrasi Ekstrak daun kenikir Natrium diklofenak


(µg/mL)
% stabilitas % hemolisis % stabilitas % hemolisis
10
100
500
1000

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei - Juni 2018 bertempat di

Laboratorium Teknologi Farmasi Bina Husada Kendari, Sulawesi Tenggara.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Daun kenikir (Cosmos caudatus

Kunth) yang diambil di Wayong 1, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.


2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Ekstrak Daun Kenikir (Cosmos

caudatus Kunth) yang kemudian di ekstraksi dengan menggunakan metode

maserasi.

E. Kerangka Konsep

Daun kenikir
(Cosmos caudatus
Kunth)

Ekstrak daun
kenikir

Uji hemolisis secara in


Sel darah merah Etanol 96%
vitro

Gambar 3. Kerangka Konseptual

Keterangan : Variabel yang tidak diteliti

Variabel yang d iteliti

F. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, variabel dibagi menjadi dua yaitu :

1. Variabel bebas : Ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth).

2. Variabel terikat : Efek hemolisis secara in vitro


G. Defenisi Operasional variabel

Untuk menghindari kesalahfahaman dalam menafsirkan variabel maka

dikemukakan definisi operasional variabel sebagai berikut :

1. Cosmos caudatus Kunth di Indonesia di kenal dengan sebutan kenikir atau

dalam bahasa melayu di sebut suring maupun ulam raja. Kenikir merupakan

tumbuhan yang memiliki aroma khas, sangat umum di gunakan sebagai

sayuran dan daun mentahnya sering di gunakan sebagai lalapan.

2. Ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) adalah sediaan kental yang

diperoleh dari hasil maserasi dengan perbandingan sampel dan pelarut 1:7,5.

3. Hemolisis adalah peristiwa keluarnya hemoglobin dari dalam sel darah

menuju cairan disekelilingnya, keluarnya hemoglobin ini disebabkan karena

pecahnya membran sel darah merah.

4. Uji efek hemolisis adalah uji yang dilakukan menggunakan metode sel darah

merah dari ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth).

5. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu

sampel sebagai fungsi panjang gelombang, sedangkan pengukuran

menggunakan spektrofotometri, metode yang digunakan sering disebut dengan

spektrofotometer.

H. Hipotesis

Daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) yang dibuat menjadi ekstrak dapat

memberikan efek hemolisis.


I. Prosedur Penelitian

1. Alat, bahan dan subjek penelitian

a. Alat

Alat-alat yag digunakan pada penelitian ini adalah Rotary Vacum

Evaporator, timbangan analitik, Gelas ukur, hot plate, Erlenmeyer, Corong,

Tabung reaksi, Gelas kimia, Labu takar, Autoklaf, Sentrifuge, Tabung

sentrifuge, spatula, toples, batang pengaduk, pipet tetes, mikropipet 1000µL,

seperangkat alat fotometer, vortex, pH meter, Oven, rak tabung.

b. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam

sulfat, aluminium foil, aquadest, dinatrium hidrogen fosfat

(Na2HPO4.2HO), ekstrak daun kenikir, etanol 96%, kertas saring, Larutan

hHiposalin, Larutan isosalin, NaCl, natriun dihidrogen fosfat

(NaH2PO4.HO), FeCl3, (1%), HCl, Na diklofenak, pereaksi Dragendorf,

pereaksi Lieberman-Buchard, dan serbuk magnesium.

2. Cara Kerja

a. Penyiapan sampel

1. Diambil sampel di Jl Y.Wayong, kota Kendari

2. Dipisahkan sampel dari sisa kotoran

3. Dicuci bersih di bawah air mengalir kemudian ditiriskan lalu di

keringan dengan cara diangin-anginkan

4. Setelah kering, sampel di haluskan dengan cara di blender sampai

menjadi serbuk
b. Pembuatan ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) dengan

metode maserasi.

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Ditimbang daun kenikir sebanyak 500 gram

3. Dicatat berat sampel lalu di masukkan ke dalam wadah maserat

(toples)

4. Ditambahkan pelarut (etanol 96%) dengan perbandingan 10 bagian

sampel berbanding dengan 75 bagian pearut, yaitu sebanyak 3.750 mL

pelarut.

5. Dilakukan pengadukan sesekali selama 3×24 jam.

6. Setelah hari ke-3 sampel di saring menggunakan kain flanel dan di

masukan ke dalam wadah maserat.

7. Maserat disaring menggunakan kain flanel.

8. Dipekatkan dengan menggunakan vakum rotavapor.

9. Kemudian di masukkan ke dalam botol reagen.

c. Penapisan fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak yang telah

diperoleh. Uji penapisan fitokimia yang dilakukan meliputi uji flavonoid,

fenol, saponin, terpenoid, steroid dan minyak atsiri.

1. Identifikasi senyawa flavonoid

Sebanyak 1 gram ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

kemudian dilarutkan dengan etanol. Kemudian ditambahkan 0,5 ml HCl


pekat dan beberapa butir logam magnesium. Terbentuk warna merah

atau merah jingga menunjukkan adanya flavonoid (Djamal, 2012).

2. Identifikasi senyawa terpenoid/steroid

Uji terpenoid dilakukan dengan reaksi Lieberman-Buchard.

Sebanyak 1 gram ekstrak dilakukan dengan etanol, kemudian

ditambahkan 0,5 ml asam asetat anhidrat, selanjutnya ditambahkan 2 ml

asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Terbentuknya warna merah

menunjukkan adanya terpenoid (Djamal, 2012).

3. Identifikasi senyawa saponin

Sebanyak 1 gram ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan air lalu dikocok vertikal selama 10 detik.

Kemudian dibiarkan selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi 1-10

cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit, menunjukkan adanya

saponin (Djamal, 2012).

4. Identifikasi senyawa fenol

Ekstrak ditambahkan 3-4 tetes larutan FeCl3 akan terbentuknya

warna kebiruan yang mengindikasikan senyawa fenol (Tiwari dkk.,

2011).
d. Uji Efek Hemolisis Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah

1. Pembuatan larutan uji yang dibutuhkan

a) Pembuatan larutan alselver steril

2 gram dexstrosa, 0,8 g natrium sitrat, 0,005 g asam sitrat

dan 0,42 g NaCl dilarutkan dalam aquadest sampai 100 mL pada

suhu ruang. Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada

suhu 115oC selama 30 menit. (Kumar dkk., 2012).

b) Pembuatan dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M)

Sebanyak 4,005 g dinatrium hydrogen fosfat

(Na2HPO4.2H2O) dilarutkan dalam aquades sampai 150 mL (0,15

M). 3,015 g natrium dihidrogen fosfat (Na2HPO4.2H2O)

dilarutkan dalam aquadest sampai 150 mL (0,15 M). kemudian

121,5 mL larutan Na2HPO4.2H2O (0,15 M) dicapurkan dengan

28,5 mL larutan Na2HPO4.2H2O 0,15 M) pada suhu ruang.

Diukur pH nya menggunakan pH meter, kemudian disterilisasi

dengan autoklaf pada suhu 115oC selama 30 menit.

c) Pembuatan isosalin

0,85 gram NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH 7,4

(0,15 M) sampai volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo dkk,

2010). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu

115 oC selama 30 menit.


d) Pembuatan hiposalin

0,25 gram NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH 7,4

(0,15 M) sampai volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo dkk,

2010). Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 115oC

selama 30 menit.

e) Penyiapan konsentrasi ekstrak dan Natrium diklofenak

Ekstrak dilarutkan dalam isosalin sampai 100 ml (2000

ppm) pada suhu ruang. Begitu juga dengan Na diklofenak,

sebanyak 200 mg Na diklofenak dilarutkan dalam 100 ml isosalin

(2000 ppm) pada suhu ruang, kemudian kedua larutan tersebut

diencerkan menjadi beberapa seri konsentrasi (10, 100, 500, 1000

(µg/mL))

e. Penyiapan suspensi sel darah merah

Preparasi suspensi (10% v/v) sel darah merah. Sampel darah di

masukkan ke dalam tabung sentrifugasi yang telah berisi larutan alsever

dengan perbandingan yang sama, kemudian di sentrifugasi dengan

kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit pada suhu ruang. Supernatan yang

terbentuk dipisahkan dengan hati-hati dari sel darah merah menggunakan

pipet tetes steril. Endapan sel-sel darah dicuci dengan larutan isosaline dan

disentrifugasi kembali. Proses pencucian dan sentrifugasi dilakukan

pengulangan sebanyak 5 kali sampai supernatan jernih. Volume sel darah

merah diukur dan diresuspensi dengan larutan isosaline sehingga diperoleh


konsentrasi suspensi sel darah merah 10% v/v (Manivannana dan

Sukumar, 2007).

f. Pengujian aktivitas ekstrak terhadap sel darah merah

Untuk menentukan kativitas ekstrak terhadap sel darah merah,

larutan yang digunakan sebagai berikut:

a. Pembuatan larutan uji

Larutan uji terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 2 mL

hiposalin, 0,5 mL suspensi sel darah merah dan 1 mL larutan sampel.

b. Pembuatan larutan kontrol positif

Larutan kontrol positif terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4

(0,15 M), 2 mL hiposalin, 0,5 mL suspensi sel darah merah dan 1 mL

larutan Na diklofenak.

c. Pembuatan larutan kontrol negatif

Larutan blanko terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 2

mL hiposalin, 1 mL larutan isosalin dan 0,5 mL suspensi sel darah

merah.

d. Pengukuran sel darah merah

Setiap larutan diatas kemudian diinkubasi pada 56oC selama 30

menit dan disentrifuge pada 5000 rpm selama 10 menit. Cairan

supernatan yang didapat diambil dan kandungan hemoglobinnya

diperhitungkan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 546 nm. Persen hemolisis dan persen proteksi membran


sel darah merah dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut

(Chippada dkk., 2011).

kadar larutan uji


% ℎ𝑒𝑚𝑜𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠 = ⦋ ⦌ × 100%
kadar kontrol negatif

kadar larutan uji


% 𝑠𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 100 − ⦋ × 100%⦌
kadar kontrol negatif

e. Uji Aktivitas Antiinflamasi

Stabilisasi dari membran Uji Sampel uji yang memiliki

aktivitas antiinflamasi dilihat dari penurunan absorbansi hemoglobin

yang terdeteksi pada campuran larutan uji, yaitu semakin kecilnya

serapan yang terdeteksi pada campuran larutan uji berarti membran sel

darah merah semakin stabil dan sedikit mengalami lisis (Lutfiana,

2013). Setelah pengukuran dan diperoleh data absorbansi kemudian

dihitung persen inhibisinya. Persen inhibisi adalah kemampuan suatu

sampel untuk menstabilisasi sel darah merah yang didapat dari

perbandingan serapan antara serapan (absorbansi kontrol dikurangi

absorbansi larutan uji) dengan absorbansi control.


3. Analisis Data

a. Data

1) Sifat data

Data kuantitatif yaitu data yang dinyataka dalam bentuk angka-

angka yang dapat dihitung.

2) Jenis data

Data nominal adalah ukuran yang paling sederhana, dimana

angka yangdiberikan kepada objek mempunyai arti sebagai label saja,

dan tidak menunjukkan tingkatan dan peringkat apapun. Data nominal

merupakan data kontinum dan tidak memiliki urutan. Ciri-ciri lain data

nominal adalah ia hanya memiliki atribut, atau nama, atau diskrit saja.

Data nominal ini diperoleh dari hasil pengukuran dengan skala nominal

(Nazir, 2003).

3) Sumber data

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian di

Laboratorium Farmakologi Politeknik Bina Husada Kendari.

Data sekunder adalah data yang bersumber dari literatur yang

digunakan dalam penyusunan proposal penelitia.

b. Tehnik pengumpulan data

Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari

waktu yang dibutuhkan ekstrak untuk dapat mempertahankan kestabilan

dari kualitasnya.
c. Pengolahan data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov

untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji levene untuk melihat

homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogenitas maka

dilanjutkan dengan uji Analisis of Varians (ANOVA) satu arah dengan taraf

keercayaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh

bermakna atau tidak (Santoso., 2008).

d. Penyajian data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel yang diperoleh

dari hasil pengamatan.


4. Skema jalannya penelitian

Daun kenikir (cosmos caudatus Kunth)

Daun Kenikir (Cosmos


caudatus kunth)
1. Disortasi basah
2. Dibersihkan
3. Dimaserasi dengan etanol
4. Ekstrak cair
5. Evaporator

Ekstrak kental daun kenikir (Cosmos


Caudatus Kunth)

10 µg/mL 100 µg/mL 500 µg/mL 1000 µg/mL

Analisis fitokimia

Pengujian efek Antiinflamasi Ekstrak


daun kenikir (Cosmos caudatus
Kunth) secara in vitro

Data

Analisis data

pembahasan

kesimpulan

Gambar 5. Skema jalannya penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Bunawan, H., N.B. Syarul, S.N. Bunawan, N.M. Amin dan N.M. Noor. 2014,
Cosmos caudatus Kunth : A Traditional Medicinal Herb, Global
Journal of Pharmacology.

Erlina, R., A. Indah dan Yanwirasti. 2007, Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Kunyit (Curcuma domestica Val.) pada Tikus Putih Jantan Galur
Wista, J. Sains dan Teknologi Farmasi.

Giresse, A.C. 1979, Cell Physiology, Edisi 5, W.B. Saunders Company,


Philadelphia.

Harborne, J. B. 1998, Phytochemical Methods A Guide to Modern Techniques of


Plant Analysis, Chapman & Hall, London.

Katzung, B.G. 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba, Jakarta.

Katzung, B.G. 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8,


Penerjemahdan editor: Bagian Farmakologi FK UNAIR, Salemba
Medika, Surabaya.

Kumar, V., Zulfiqar, A.B., Dinesh, K., Khan N.A. dan Chashoo, I.A. 2012.
Evaluation of Anti-Inflamatory Potensial of Leaf Extracs of Skimmia
anquetilia, Asian Pasific Journal of Tropical Biomidicine.

Kumar, V., Zulfiqar, A. B., Dinesh, K., Khan, N.A., Chashoo, I.A. dan M Y Shah.
2012, Evaluation of Anti-Inflamatory Potensial of Petal Extracs of
Crocus sativus “Cashmerianus”, International Journal of
Phytopharmacology.

Lelo, A. dan D.S. Hidayat. 2004, Penggunaan Antiinflamasi Non Steroid yang
Rrasional pada Penanggulangan Nyeri Reumatik,
http://library.usu.ac.id/download/fk/farmakol.

Martijo. 1992, Kesehatan dan Kemampuan Adaptasi Hewan, Universitas Gadjah


Mada, Yogyakarta.
Pebriana, R.B., Wardhani, B.W.K., Widayanti, E., Wijayanti, N.L.S., Wijayanti,
T.R., Riyanto, S. dan Meiyanto E. 2008, Pengaruh Ekstrak Metanolik
Daun Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) terhadap Pemacuan Apoptosis
Sel Kanker Payudara, Pharmacon.

Pramono dan Malole.1998, Pengantar Hewa-Hewan Percobaan di Laboratorium,


Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor.

Rasdi, N.H.M., dkk. 2010, Antimicrobial Studies of Cosmos caudatus Kunth,


Compositae, Vol 4.

R. Ilakkiya, Neelvizhi, K., Tamil, S.S., Bharathidasan, R. dan Rekha D. 2013, A


Comparative Study of Antiinflamatory Activities of Certain Herbal Leaf
Extracs, International Journal of Pharmacy and Integrated Life
Sciences.

Sarmoko, E. dan Sulistyorini. 2010, Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.), Diakses


pada tanggal 30 Oktober 2016.
http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=101.

Simpson, M.G. 2006, Plant Systematics, Elsevier Academic Press, USA.

Shui, G.L.P., S.P. Leong dan Wong. 2005, Rapid Screening and Characterization
of Antioxidant of Cosmos caudatus Using Liquid Chromatography
Coupled With Mass Spectrometry.

Steenis V. 2005, Flora untuk Sekolah di Indonesia, PT Pradya Paramita, Jakarta.

Van den Bergh, M.H. 1994, Cosmos caudatus Kunth. Di dalam: Siemonsma J.S,
K Piluek, editor, Plant Resources of South-East Asia, PROSEA (8):
Vegetables, Bogor.

Watson, G.D. 2007. ANALISIS FARMASI, EDISI 2, Buku Kedokteran EGC,


Yogyakarta.

Yuwono. 2009, Mencit strain CBR Swiss Derived, Pusat Penelitian Penyakit
Menular Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai