Anda di halaman 1dari 114

1

HASIL PENELITIAN
Judul

: Uji efektivitas ekstrak etanol daun gedi merah


(Abelmoschus manihot (L.) Medik) terhadap penurunan
kadar glukosa darah dan histopatologi pankreas tikus
putih jantan (Rattus novergicus) diabetes induksi
streptozotocin.

Nama mahasiswa

: Melky Batara

No.stambuk

: 10 12 128

Koordinator

: Drs.Joni Tandi,M.Kes., Apt

Pembimbing utama

: Yusriadi, S.Si.,M.Si.,Apt

Pembimbing pertama : Yuliet, S.Si.,M.Si.,Apt


BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia kaya akan sumber daya alam dan memiliki ratusan bahkan ribuan
tanaman yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat, oleh karena itu masyarakat
cenderung untuk menggunakan tanaman obat sebagai upaya pemanfaatan sumber
daya alam dan juga sebagai obat karena selain aman, harganya pun terjangkau
serta mudah didapat dibanding pengobatan medis yang memiliki efek samping
terutama terhadap hati dan ginjal. Tanaman obat yang merupakan warisan nenek
moyang

kita

harus

dijaga

kelestariannya,

diteliti

dan

dikembangkan

penggunaannya pada masyarakat sehingga mempermudah masyarakat untuk


mengetahui khasiat tanaman tersebut mengingat masih banyak masyarakat yang
belum mengetahui tanaman yang dapat bermanfaat sebagai obat yang dapat
menyembuhkan.(1)
1

Diabetes melitus merupakan salah satu dari sepuluh penyebab kematian


terbanyak di dunia yang sebagian besar kasus adalah diabetes melitus tipe 2. (2)
Diabetes melitus menduduki peringkat keenam sebagai penyebab kematian pada
kategori penyakit tidak menular. Berdasarkan Badan Organisasi Kesehatan Dunia
World Health Organization (WHO) penderita diabetes melitus di Indonesia
sebesar 8,5 juta jiwa,(3) dan menurut hasil riset International Diabetes Federation
(IDF) 2013 prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia sebesar 8,5 juta
jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. (4) Hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukkan prevalensi diabetes
melitus di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar
1,5%. Prevalensi diabetes melitus tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi
Sulawesi Tengah sebesar (3,7%).(5)
Upaya untuk mengatasi pengendalian diabetes melitus atau kadar glukosa
darah pada penderita diabetes melitus perlu adanya terapi alternatif dengan
menggali potensi lokal yaitu tanaman obat.(6) Salah satu tanaman yang dipercaya
oleh masyarakat dapat menurunkan kadar glukosa darah adalah tanaman Gedi
merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik). Berdasarkan penelitian sebelumnya
daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik) mengandung beberapa
kandungan kimia seperti flavonoid, saponin dan fenolik, yang diantaranya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mampu meregenerasi sel pankreas.
Masyarakat seringkali meyakini bahwa air rebusan daun gedi merah sangat
berkhasiat mampu menurunkan kadar glukosa darah, dan dapat memelihara
kesehatan ginjal, kolesterol, hipertensi dan sebagai anti oksidan.(7)

Menurut literatur pendukung sebuah penelitian yang dilakukan oleh V.


Sabitha (2011) menyatakan efek hipoglikemia ekstrak daun gedi merah pada 100
dan 200 mg/kg BB pada hewan uji menunjukkan signifikan (p < 0,001) terhadap
penurunan kadar glukosa darah dan penggunaan sampai dosis 2000 mg/kg BB
tidak menunjukan toksisitas.(8) Beberapa penelitian telah menegaskan peran dari
stres oksidatif terhadap perkembangan gangguan yang dimediasi diabetes melitus,
kemungkinan karena formasi dari radikal bebas. Pada diabetes melitus mudah
sekali terjadi pembentukan radikal bebas yang berlebih yang menyebabkan
kerusakan pada pankreas & dapat memperburuk kondisi diabetes melitus. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian tentang efek pemberian ekstrak etanol daun
gedi merah terhadap kerusakan pankreas pada kondisi diabetes melitus.(9)
Pengujian terhadap tanaman obat yang mempunyai potensi menurunkan
kadar glukosa darah belum banyak dilakukan, sehubungan dengan hal tersebut
maka permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak daun gedi merah
efektfif terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan dan
bagaimana gambaran histopatologi pankreas tikus putih jantan yang diinduksi
streptozotocin setelah pemberian ekstrak etanol daun gedi merah. Dan berapa
dosis efektif ekstrak daun gedi merah yang dapat menurunkan kadar glukosa
darah dan mampu meregenerasi sel pankreas yang mengalami kerusakan.
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak etanol
daun gedi merah terhadap tikus putih jantan yang diinduksi streptozotocin dan
menentukan dosis ekstrak etanol daun gedi merah yang efektif untuk dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan meregenerasi sel-sel pankreas.

Penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat untuk memberikan informasi


tentang kegunaan daun gedi merah dalam menurunkan kadar glukosa darah, dan
memberikan alternatif pengobatan penurun kadar glukosa darah yang berasal dari
alam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
laboratorium dengan membandingkan kadar glukosa darah tikus putih jantan
(Rattus novergicus) sebelum dan sesudah pemberian ektrak etanol daun gedi
merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik) pada variasi dosis 150 mg/kg BB, 300
mg/kg BB dan 450 mg/kg BB.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini untuk mengetahui gambaran
histopatologi pankreas tikus putih jantan setelah pemberian ekstrak etanol daun
gedi merah. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan uji statistik analisis One
Way ANOVA pada taraf kepercayaan 95%. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
apakah antara dosis ekstrak etanol yang digunakan terdapat perbedaan yang
signifikan. Dilakukan uji lanjut post hoc untuk mengetahui dosis ekstrak etanol
daun gedi merah yang efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah dan
meregenerasi kerusakan sel pankreas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Uraian Umum Tumbuhan


Gedi merupakan tumbuhan tropis famili malvaceae. Tumbuhan genus

Abelmoschus hanya dapat ditemui di daerah beriklim tropika, terutama di Afrika


dan Asia. Abelmoschus terdiri dari 15 spesies dan hanya dikenal 3 spesies yaitu
Abelmoschus moschatus, Abelmoschus esculentus, Abelmoschus manihot.(10)
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Gedi
Kingdom

Plantae

Sub Kingdom :

Tracheobionta

Divisi

Magnoliophyta

Clasis

Magnoliopsida

Ordo

Malvales

Famili

Malvaceae

Genus

Abelmoschus

Spesies

Abelmoschus manihot. (L) Medik

2.1.2 Morfologi Tumbuhan


Tanaman gedi merah merupakan perdu berkayu yang dapat tumbuh di
dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian sampai 1000 meter di
atas permukaan laut. Batang tanaman berkayu, namun berlubang di bagian
tengahnya, dengan ketinggian sekitar 3 sampai 4 meter. Daun gedi bertangkai dan
berbentuk menjari seperti daun singkong dan pepaya. Bunga gedi berwarna
kuning cerah dengan bagian tengah bergradisi ungu, berbentuk seperti bunga
sepatu dan bermahkota lima. Gedi sering disamakan sebagai genus Hibiscus

karena bunganya sepintas mirip seperti bunga sepatu. Literatur lain banyak
menyebutkan bahwa nama latin gedi merah adalah Hibiscus manihot bukan
(Abelmoschus manihot. (L.) Medik) Gedi bukan satu genus dengan bunga sepatu,
melainkan dengan sayuran okra. Perbanyakan tanaman ini dengan stek batang
sama seperti singkong. Pertumbuhan tanaman gedi merah sangat pesat dalam
beberapa waktu jika tanpa pemangkasan atau pemetikan tajuknya akan menjadi
rimbun.(11)
Tanaman gedi merah dapat5 dilihat pada Gambar 2.1a

1
2
3

1. Daun 2. Tangkai 3. Batang

Gambar 2.1b Tanaman Gedi Merah (Abelmoschus manihot. (L.) Medik). 1.


Daun,2. Tangkai, 3. Batang.8
2.1.3 Kandungan Kimia
Daun gedi kaya akan vitamin A, B1, B2, B3, Fe dan Kolagen sedangkan pada
penelitian sebelumnya

gedi merah mengandung senyawa metabolit sekunder

sepert flavonoid, saponin, dan senyawa fenolik Salah satu senyawa tersebut
diduga sebagai kelompok flavon dan flavonol 3 OH tersubsitusi. Daun gedi
juga megandung asam kafeatasain P hidroksin benzoat dan empat asam fenolat
lain, dari empat fenolat itu tiga di antaranya diduga sebagai asam ferural, asam
siringat dan asam klorogenat.(11).
1. Flavonoid
Flavonoid memiliki ikatan difenilpropana (C6-C3-C6) yang diketahui sebagai
antimutagenik dan antikarsinogenik. Senyawa ini juga memiliki sifat sebagai
antioksidan, antiperadangan, anti-alergi, dan dapat menghambat oksidasi dari
LDL (Low Density Lipoprotein). Flavonoid juga diketahui bertindak sebagai
penangkal radikal hidroksi dan superhidroksi dengan demikian melindungi lipid
membran sel pankreas terhadap reaksi yang merusak. Selain itu flavonoid juga
diketahui dapat mengurangi peroksidasi lipid tidak hanya dengan mencegah atau
memperlambat timbulnya sel nekrosis tetapi juga dengan meningkatkan
vaskularisasi. Dengan meningkatnya vaskularisasi maka kerusakan sel bisa
dicegah dan regenerasi sel dapat ditingkatkan(12).

Flavonoid merupakan senyawa yang umumnya terdapat pada tumbuhan


berpembuluh. Berdasarkan strukturnya, flavonoid adalah turunan senyawa induk
falvon yang mempunyai sejumlah sifat yang sama. Flavonoid terdapat dalam
tumbuhan sebagai glikosida dan aglikon flavonoid. Kebanyakan senyawa
flavonoid berada dalam bentuk glikosida. Biasanya dalam menganalisis flavonoid,
yang diperiksa ialah aglikon dalam ekstrak tumbuhan yang sudah dihidrolisis.
Proses ekstraksi flavonoid dilakukan dengan etanol mendidih untuk menghindar
ioksidasi enzim. Pendeteksian adanya senyawa ini dapat dilakukan dengan
menambahkan larutanFeCl31% dalam air atau etanol yang menimbulkan warna
hijau atau hitam kuat.
Flavonoid turunan 1,3-difenilpropan merupakan sekelompok produk alami
yang luas dan tersebar dalam tanaman tingkat tinggi. Beberapa flavonoid
mempunyai sifat antiinflamasi, antihepatotoksik, antitumor, antimikroba, dan
antivirus. Beberapa obat tradisional dan tanaman obat mengandung flavonoid
sebagai senyawa bioaktif. Sifat antioksidan flavonoid yang ada pada buah-buahan
dan sayuran segar diduga berkontribusi pada kemampuannya untuk melindungi
tubuh terhadap penyakit jantung dan penyakit kanker.(12)Adapun struktur flavonoid
dapat dilihat pada Gambar 2.2.(13)

Gambar 2.2Struktur Flavonoid(13)


2. Alkaloid
Alkaloid adalah golongan senyawa yang bersifat basa, mengandung satu
atau lebih atomnitrogen biasanya dalam gabungan berbentuk siklik, serta dapat
dideteksi dengan cara pengendapan menggunakan pereaksi Mayer, Dragendorf,
dan Bouchardat. Alkaloid sebagian besar berbentuk Kristal padat dan sebagian
kecil berupa cairan pada suhu kamar, memutar bidang polarisasi dan terasa pahit.
Alkaloid merupakan sekelompok metabolit sekunder alami yang mengandung
nitrogen yang berasal dari tanaman, mikroba, atau hewan. Sejumlah alkaloid
alami dan turunannya telah dikembangkan sebagai obat untuk mengobati berbagai
macam penyakit seperti morfin, reserpine, dan taxol. Kegunaan alkaloid dalam
bidang kesehatan adalah untuk memacu sistem saraf, menarik atau menurunkan
tekanan darah, untuk mengurangi rasa sakit dan bertindak melawan infeksi
mikroba (antibiotik). Alkaloid terbukti mempunyai kemampuan meregenerasi sel
pankreas yang rusak. Adanya perbaikan pada jaringan pankreas, maka akan
terjadi peningkatan jumlah insulin didalam tubuh sehingga glukosa darah akan
masuk ke dalam sel dan terjadi penurunan kadar glukosa darah dalam tubuh.
(14)

Adapun struktur alkloid dapat dilihat pada Gambar 2.3.(15)

10

Gambar 2.3Struktur Alkaloid (15)


3. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen yang merupakan senyawa aktif
permukaan dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Pada
konsentrasi yang rendah dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah pada
tikus. Identifikasi saponin dapat dilakukan dengan mengocok ekstrak bersama air
hangat didalam tabung reaksi dan akan timbul busa yang dapat bertahan lama,
setelah penambahan HCl2N busa tidak hilang.(14)
Senyawa saponin dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan
menghambat aktivitas enzim alfa glukosidase, yaitu enzim dalam pencernaan
yang bertanggung jawab terhadap pengubahan karbohidrat menjadi glukosa. (14)
Adapun struktur saponin dapat dilihat pada Gambar 2.4.(16)

Gambar 2.4 Struktur Saponin (16)


2.1.4 Manfaat Tanaman
Daun gedi merah, selain digunakan sebagai penambah rasa gurih dan
mengentalkan makanan, juga berguna untuk kesehatan karena mengandung
vitamin, mineral dan serat yang baik untuk pencernaan karena dapat menyerap
kolesterol dan lemak. Kandungan senyawa golongan metabolic sekunder yaitu

11

flavonoid dan saponin yang berfungsi sebagai antioksidan dipercaya dapat


mengatasi penyakit diabetes melitus dan gagal ginjal.(11)
2.2 Defenisi Simplisia
Simplisia merupakan bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat atau
bahan obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan
lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dikelompokkan menjadi 3
macam yaitu simplisia nabati, hewani, dan mineral. Simplisia nabati merupakan
simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman.
Eksudat tanaman adalah isi yang spontan keluar dari tanaman atau yang dengan
cara tertentu dikeluarkan dari selnya. Simplisia hewani adalah zat-zat yang
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia
mineral merupakan simplisia yang berasal dari bumi, baik yang telah diolah atau
belum, tidak berupa zat kimia murni.(17)
2.2.1 Uraian Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengestraksi
senyawa aktif dari simplisia baik simplisia nabati maupun hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa dipelakukan sedemikian sehingga memenuhi
standar baku yang telah ditetapkan.(17)
2.2.2 Definisi Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan masa zat aktif yang semula berada di
dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam
cairan penyari tersebut.(18)

12

Ekstraksi bisa dilakukan dengan berbagai metode yang sesuai dengan sifat
dan tujuan ekstraksi. Ekstraksi dapat digolongkan menjadi ekstraksi dingin dan
ekstraksi panas.
2.2.3 Metode Ekstraksi
a.

Metode Secara Dingin

1.

Maserasi
Proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali

pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan disebut maserasi. Secara


teknologi, maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan
yang kontinu. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.(19)
2.

Perkolasi
Ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna umumnya

dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan


bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya penetesan/penampungan
ekstrak terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5
kali bahan.(19)
b.

Metode Secara Panas

1.

Refluks
Ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu

tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendinginan balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama
3-5 kali sehingga didapat proses ekstraksi sempurna.(19)

13

2.

Soxhlet
Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan

dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.(19)
3.

Digesti
Maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih

tinggi dari temperatur ruangan, sekitar 40-50oC.(19)


4.

Infus
Ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus

tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama 15-20
menit.(19)
5.

Dekok
Infus yang dilakukan pada waktu yang lebih lama yaitu 30 menit dengan

temperatur sampai titik didih air.(19)


Selain menggunakan pelarut, metode ekstraksi dapat dilakukan dengan
destilasi uap yang merupakan ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak
atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air. Ekstraksi ini berdasarkan
pada peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air
dari kental secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase
uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air
bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.
Pada destilasi uap, bahan simplisia tidak tercelup ke air yang mendidih namun
dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi.(19)
2.3

Uraian Umum Diabetes Melitus

14

Diabetes melitus (DM) sering disebut sebagai The Great Imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai
macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul
secara perlahan-lahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan
seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun
berat badan yang menurun.(20)
2.3.1 Definisi
Diabetes

melitus

merupakan

suatu

sindrom

dengan

terganggunya

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya


sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin.(21)Diabetes
melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya.(22)
Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) diakibatkan oleh
penurunan produksi insulin di dalam tubuh oleh sel- pankreas akibat adanya
kerusakan pada pankreas.(23)Hiperglikemia akan menginduksi respon imun
inflamasi dan stress oksidatif, serta kenaikan jumlah radikal bebas. Stress
oksidatif terjadi akibat ketidakseimbangan antara radikalbebas dengan antioksidan
yang dihasilkan dalam tubuh.(24) Glukosa darah yang tinggi dapat menurunkan
fungsi kekebalan tubuh dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga
penderita DM mudah terkena infeksi.(25)Hiperglikemik kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.
(22)

15

2.3.2 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
defisiensi insulin. Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa
sesudah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang
ginjal, maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuria) dan timbul rasa haus
(polidipsia). Karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami
keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang begitu
besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori.(26)
Dari sudut penderita diabetes melitus sendiri, hal yang sering menyebabkan
penderita datang berobat ke dokter dan kemudian didiagnosa sebagai diabetes
melitus ialah keluhan:(20)
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kelainan kulit: gatal dan bisul-bisul


Kelainan ginekologis: keputihan
Kesemutan, rasa baal
Kelemahan tubuh
Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
Infeksi saluran kemih

2.3.3 Etiologi
DM Tipe 1 dicirikan oleh defisiensi absolut fungsi sel pankreas. Sebagian
besar hal ini disebabkan oleh destruksi sel pankreas yang dimediasi oleh sistem
imun. Di samping itu, kerusakan pankreas oleh sebab yang tidak diketahui atau
proses idiopatik juga dapat terjadi, namun lebih jarang. Proses autoimun
diperantarai oleh makrofag dan sel limfosit T dengan autoantibodi yang
bersirkulasi terhadap antigen sel . Pengukuran autoantibodi yang lain adalah

16

insulin autoantibodi, antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase, insulin


antibodi terhadap islet tyrosin phosphate dan lain-lain. Lebih dari 90% pasien
yang terdiagnosa DM Tipe 1 mempunyai satu dari beberapa antibodi tersebut.(27)
DM Tipe 2 dicirikan oleh resistensi insulin dan berkurangnya sekresi insulin
oleh sel pankreas, yang akan menjadi semakin berkurang sekresinya dari waktu
ke waktu. Sebagian besar pasien DM Tipe 2 menunjukkan obesitas abdomen,
yang mana obesitas abdomen itu sendiri menyebabkan resistensi insulin. Sebagai
tambahan, hipertensi, dislipidemia, peningkatan plasminogen activator inhibitor
type 1 (PAI-1) sering menyertai pasien DM Tipe 2. Peningkatan berat badan
menyebabkan resistensi insulin dan individu obesitas tanpa DM mempunyai
derajat resistensi insulin yang sama dengan pasien DM Tipe 2 yang tidak gemuk.
(28)

2.3.4 Klasifikasi
Terdapat dua tipe utama diabetes melitus, diabetes gestasional, dan diabetes tipe
lain :
1.

Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 yang juga disebut diabetes melitus tergantung insulin atau

Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) adalah diabetes yang biasanya


terjadi pada anak-anak dan dewasa muda.Penyebab hiperglikemia yang utama
pada DM tipe 1 adalah kerusakan sel betapankreas akibat autoimun, yang
mengakibatkan ketergantungan mutlak padapengobatan dengan insulin dan
komplikasi biasanya terjadi pada usia yang relatifmuda.(29)
2.

Diabetes tipe 2

17

Diabetes tipe 2 yang juga disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin
atau Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) adalah diabetes yang
ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Faktor risikio
terjadinya DM tipe 2 seperti obesitas, usia tua, dan kurang aktivitas fisik. Diabetes

tipe 2 lebih sering dijumpai dari tipe 1, dan kira-kira ditemukan sebanyak 90%
dari seluruh kasus diabetes melitus. Pada kebanyakan kasus, onset diabetes
melitus tipe 2 terjadi di atas umur 30, sering kali di antara usia 50 dan 60 tahun,
dan penyakit ini timbul secara perlahan-lahan. Oleh karena itu, sindrom ini sering
disebut sebagai diabetes onset-dewasa. Akan tetapi, akhir-akhir ini dijumpai
peningkatan kasus yang terjadi pada individu yang berusia lebih muda, sebagian
berusia kurang dari 20 tahun dengan diabetes melitus tipe 2.(21)
3.

Diabetes Melitus Gestasional (DMG)


Diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagai suatu intoleransi glukosa

yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat hamil. Pada kehamilan terjadi
resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-hormon kehamilan (HPL,
progesteron, kortisol, prolaktin) yang mencapai puncaknya pada trimester ketiga
kehamilan. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon disertai pengaruh
metaboliknya terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan memang merupakan
keadaan diabetogenik.Patofisiologipada DMG juga terjadi karena gangguan
sekresi sel beta pankreas. Kegagalan sel beta ini dipikirkan karena beberapa hal
diantaranya autoimun, kelainan genetik, dan resistensi insulin kronik. Resitensi
insulin selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif tubuh untuk menjaga
asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi sebelum kehamilan
pada ibu-ibu dengan obesitas. Kebanyakan wanita dengan DMG memiliki kedua

18

jenis resistensi insulin ini yaitu kronik dan fisiologis sehingga resistensi
insulinnya biasanya lebih berat dibandingkan kehamilan normal. Kondisi ini akan
membaik segera setelah partus dan akan kembali ke kondisi awal setelah selesai
masa nifas, dimana konsentrasi HPL sudah kembali seperti awal.(21)
4.

Diabetes Tipe Lain


Diabetes tipe spesifik lain, yaitu disebabkan etiologi yang bervariasi di

mana etiologi tersebut telah diketahui meliputi : (a) defek genetik fungsi sel beta,
(b) defek genetik kerja insulin, (c) penyakit eksokrin pankreas, (d) endokrinopati,
(e) karena obat/zat kimia menyebabkan perubahan pankreas, (f) infeksi, (g) sebab
imunologi yang jarang, dan (h) sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.
Terjadi hampir 1-2% dari kasus sindroma diabetes.(30)
2.3.5 Diagnosa Diabetes
Seseorang didiagnosa menderita diabetes melitus bila memenuhi sekurangkurangnya salah satu dari kriteria diagnostik berikut:(30)
1. Glukosa darah acak 200 mg/dL disertai dengan gejala diabetes yang
meliputi poliuria, polidipsi, dan penurunan berat badan tanpa sebab yang
jelas. Acak didefinisikan sebagai waktu kapan pun tanpa memperhatikan
jangka waktu sejak terakhir makan.
2. Glukosa darah puasa 126 mg/dL. Puasa didefinisikan sebagai tidak adanya
asupan kalori selama minimal 8 jam.
3. Glukosa darah 2 jam 200 mg/dL selama Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO). Asupan glukosa yang direkomendasikan pada tes ini adalah 75
gram atau yang sebanding.
4. HbA1C 6,5%. Tes tersebut harus dilakukan di laboratorium yang
menggunakan

metode

yang

disertifikasi

oleh

NGSP

(National

19

Glycohemoglobin Standardization Program) dan distandarisasi oleh DCCT


(Diabetes Control and Complications Trial)(28,31)
2.3.6 Komplikasi DM
Komplikasi DM terbagi menjadi 2, yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik:
1.

Komplikasi Akut
Komplikasi akut pada pasien DM terbagi atas Diabetik Ketoasidosis,

HHNK (Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik), dan Hipoglikemia.


a.

Diabetik Ketoasidosis (DKA)


Ketoasidosis

diabetik

merupakan

keadaan

kegawatan

medis

yang

disebabkan karena meningkatnya keasaman tubuh oleh bahan-bahan keton


akibatdefisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM.
Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata. Komplikasi akut ini memerlukan penanganan yang
cepat dan tepat karena angka kematiannya tinggi.(20,32)
b.

Hiperglikemik, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)


HHNK adalah komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering

terjadi pada DM tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut,
namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan
kadar glukosa serum lebih besar dari 600 mg/dL. Hiperglikemia menyebabkan
hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak
sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani.(33)
c.

Hipoglikemia

20

Hipoglikemia terjadi jika kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60
mg/dL. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral
berlebihan dan konsumsi makanan yang terlalu sedikit. Gejala hipoglikemia
disebabkan oleh pelepasan epinefrin seperti berkeringat, gemetar, sakit kepala dan
palpitasi.(33)
2.

Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik pada pasien DM dibagi atas komplikasi mikrovaskular

dan komplikasi makrovaskular. Komplikasi kronik terjadi ketika kondisi gula


darah tetap tinggi dalam jangka waktu tertentu.
a.

Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita DM tipe 1, antara

lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Kondisi ini disebabkan hiperglikemia


yang persistendan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c)
menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan
terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil.(34)
b.
Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular yang terjadi yaitu penyakit jantung koroner,
penyakit pembuluh darah otak dan penyakit pembuluh darah perifer. Komplikasi
ini lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 2. Komplikasi makrovaskular
merupakan faktor yang memperburuk prognosis pasien DM dan penyebab
kematian tersering.(32,34)
Risiko komplikasi akan meningkat sejalan dengan lamanya keadaan
hiperglikemia yang diderita, pada umumnya komplikasi diketahui saat diagnosis
DM tipe 2 ditegakkan.(35)Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada menyatakan
bahwa komplikasi vaskular yang terjadi pada pasien DM berkorelasi dengan
meningkatnya radikal bebas.(36)

21

2.3.7 Pengobatan Diabetes Melitus


Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi,
yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medik,
kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau
obesitas. Bila dengan langkah-langkah pendekatan farmakologi tersebut belum
mampu mencapai sasaran pengendalian DM, maka dilanjutkan dengan
penggunaan terapi medikamentosa atau intervensi farmakologi disamping tetap
melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai. Dalam melakukan
pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai
dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia.(22)Terapi farmakologis
terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.(37)
A. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan(37):
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : Sulfonilurea dan glinid.
a. Sulfonilurea (SU)
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan
beratbadan lebih.Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjaldan hati, kurang nutrisi serta
penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
(37)

Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes

dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada
sekresi insulin. Sulfonilurea sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena
kemampuannya untuk meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin.
Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk

22

melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang
masih mampu mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada
diabetes tipe 1. Berdasarkan lama kerjanya, SU dibagi menjadi 3 golongan yaitu
SU generasi pertama adalah acetohexamide, tolbutamide, dan chlorpropamide.
SU generasi kedua adalah glibenclamide, glipizide, dan gliclazide. SU generasi
ketiga adalah glimepiride.(22)
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial.(37)
2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin : Metformin dan tiazolidindion
a. Biguanid
Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin
pada tingkat selular, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati.
Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan
glukosa darah dan juga diduga menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah
asupan makanan. Metformin juga dapat menstimulasi produksi Glucagon like
peptide-1 (GLP-1) dari gastrointestinal yang dapat menekan fungsi sel alfa
pankreas sehingga menurunkan glukagon serum dan mengurangi hiperglikemia
saat puasa.(22)
b. Glitazon (Thiazolidinediones)
Tiazolidindion berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor
Gamma (PPAR-g), suatu reseptorinti di sel otot dan sel lemak.Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah

23

protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.


Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV
karena dapat memperberat edema/retensicairan dan juga pada gangguan faal hati.
Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal
hati secara berkala.(37)Sama seperti metformin, glitazon tidak menstimulasi
produksi insulin oleh sel beta pankreas bahkan menurunkan konsentrasi insulin
lebih besar daripada metformin. Contoh obat golongan ini yaitu Rosiglitazon dan
Pioglitazon.(22)
*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karenaefek sampingnya.
3. Penghambat glukoneogenesis : Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama

dipakai

pada

penyandang

diabetes

gemuk.

Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin


>1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin
dapat memberikan efek samping mual, oleh karena itu dapat diberikan pada saat
atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin
secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau
efek samping obat tersebut.(37)
4. Penghambat absorpsi

glukosa

Penghambat

glukosidase

alfa

(Acarbose).
Acarbose memperlambat pemecahan dan penyerapan karbohidrat kompleks
dengan menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding enterosit
yang terletak pada bagian proksimal usus halus.(22)Obat ini bekerja dengan

24

mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek


menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan
efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah
kembung dan flatulens.(37)
5. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus
bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan
perangsang kuat pelepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi
glukagon.(21) GLP-1 endogen memiliki waktu paruh yang sangat pendek (< 1
menit) akibat proses inaktivasi oleh enzim DPP-IV. Penghambatan enzim DPP-IV
diharapkan dapat memperpanjang masa kerja GLP-1 sehingga membantu
menurunkan hiperglikemia. Terdapat dua macam penghambat DPP-IV yang ada
saat ini yaitu sitagliptin dan vildagliptin.(22)
2.4 Insulin
Insulin merupakan hormon peptide yang disekresikan oleh sel pankreas.
Fungsi insulin adalah untuk mengatur kadar normal glukosa darah. Insulin bekerja
melalui memperantarai uptake glukosa seluler, regulasi metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein, serta mendorong pemisahan dan pertumbuhan sel melalui efek
motigenik pada insulin. Insulin memiliki struktur dipeptida, yang terdri dari rantai
A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan dengan jembatan sulfide yang
menghubungkan struktur helix terminal N-C dari rantai A dengan struktur central
helix dari rantai B. Insulin mengandung 51 asam amino, dengan berat molekul
5802. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dai 30 asam amino.

25

Insulin dikenal sebagai hormon yang berperan penting untuk mengatur


keseimbangan glukosa darah dalam sirkulasi.(38)
Insulin merupakan protein dengan berat molekul 6000D, terdiri atas dua
rantai yang dihubungkan oleh ikatan disulfide, disintesis dalam jumlah signifikan
hanya pada sel pankreas. mRNA insulin ditranslasi sebagai prekursor rantai
tunggal preproinsulin, perpindahan sinyal peptida selama proses insersi ke dalam
retikulum endoplasma menghasilkan proinsulin yang terdiri atas 3 rantai yaitu
satu rantai B terminal amino, satu rantai A terminal Carboxy dan peptida
penghubung yang dikenal sebagai C peptida. Di dalam retikulum endoplasma,
dihasilkan insulin matur disebabkan karena terpaparnya proinsulin oleh beberapa
endopeptida spesifik yang menyebabkan C peptida terlepas. Dalam badan golgi,
insulin dan C peptida bebas dikemas ke dalam granula-granula sekretorik yang
terakumulasi di dalam sitoplasma yang akan terpulas coklat pada pengecatan
immunohistokimia.(38)
2.4. Pankreas
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya dibelakang lambung. Di
dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena
itu disebut pulau-pulau Langerhans yanng berisi sel yang mengeluarkan hormon
insulin, yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa darah. Tiap pankreas
mengandung lebih kurang 100.000 pulau Langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel
.(39)
Sedikitnya ada 4 jenis tipe yang telah dikenali pada pulau Langerhans, yang
tersebar tidak seragam yaitu :

26

1.

Sel penghasil insulin yang paling banyak sekitar 68% dan cenderung

terpusat pada bagian tengah pulau. Granul intrasel yang mengandung insulin
berisi suatu matriks kristalin.
2.

Sel penghasil glukagon skitar 20%, biasanya ditemukan di perifer,

memicu hiperglikemia melalui efek glikogenolitiknya pada sel hati. Granula sel
berbentuk bulat dengan membran yang rapat dan bagian tengan yang padat.
3.

Sel penghasil somastatin sekitar 10%, yang menekan pelepasan insulin

dan glukagon. Sel ini memiliki granula pucat terbungkus membran.


4.

Sel penghasil polipeptida pankreas sekitar 2%, memiliki sejumlah efek pada

saluran cerna, misalnya stimulasi sekresi enzim lambung dan serta inhibisi
motilitas usus. Sel-sel ini memiliki granula kecil gelap dan tidak hanya terdapat di
islet, tetapi juga tersebar di pankreas eksokrin.(40)
2.4.1 Kematian Sel Pankreas
Neogenosis merupakan proliferasi dan diferensiasi sel progenitor pankreas,
proses yang menentukan jumlah sel pada saat kelahiran. Neogenesis sel
berhenti segera setelah lahir dan hanya sejumlah kecil siklus sel yang masih
dapat terus berkembang bila dibutuhkan sebagai mekanisme kompensasi terhadap
peningkatan kebutuhan akan insulin.(41)Terdapat penurunan yang signifikan
jumlah sel pankreas tikus perkilogram berat badan dengan pertambahan usia.
Kemampuan regenerasi sel pada usia dewasa terbatas disebabkan karena
kapasitas replikasi yang rendah.(42)
Insufisiensi insulin pada penderita diabetes terutama disebabkan tidak
terjadinya mitogenesis yang memadai setelah kematian sel pankreas. Apoptosis
merupakan bentuk utama kematian sel pankreas pada DM tipe 1. Dimana pada

27

mekanisme kematian sel ini melibatkan IL-1, nuklear faktor (NF)-Kb, dan Fas.
Respon imun yang terjadi pada lesiinsulitis DM tipe 1 menyebabkan
dilepaskannnya sitokin-sitokin seperti IL-1, TNF, IFN-, IFN-, IFN- dan
diinduksinya faktor-faktor transkripsi seperti; nuklear faktor (NF)-KB memicu
produksi nitric oxide (NO),

chemokin dan deplesi calcium pada retikulum

endoplasma (stres retikulum). Selanjutnya stres retikulum akan mengaktivasi


mitogen activated protein kinase (MAPK) dan pelepasan sinyal apoptosis oleh
mitokondria yang menyebabkan kematian sel .(43) Paparan kronik diet dengan
kadar glukosa tinggi dan lemak bebas menyebabkan glukotoksik dan lipotoksik
yang mengakibatkan disfungsi sel dan memicu apoptosis pada DM tipe 1
melalui stres retikulum endoplasma tanpa melibatkan jalur NO dan NF-KB.(44)
Ryanodine receptor 2 (RYR2), suatu calsium channel pada sel memiliki
peran penting dalam pengaturan keberadaan sel dengan menekan apoptosis yang
dimediasi oleh aktivitas calfain-10 gen pemicu DM tipe 2. Apoptosis sel melalui
jalur-10 in vitro dapat diinduksi oleh diet asam palmitat dan keadaan hipoglikemia
yang lama, tidak mempengaruhi aktivitas calfain-10, hal ini menunjukan
mekanisme apoptosis sel pada DM tipe 2 belum sepenuhnya diketahui secara
past, kemungkinan adanya mekanisme lain yang menyebabkan apoptosis sel
pada keadaan hiperglikemia.(45)
2.4.2 Regenerasi Sel Pankreas
Kemampuan tubuh untuk mengganti sel yang mengalami cedera atau mati
serta untuk memperbaiki jaringan setelah peradangan sangat penting bagi
kelangsungan hidup. Ketika sel dan jaringan mengalami kerusakan karena sesuatu
hal, tubuh akan merespon dengan mengaktifkan penyebab, membatasi kerusakan

28

dan mempersiapkan sel-sel yang tersisa untuk bereplikasi. Perbaikan sel dari
jaringan yang rusak akibat reseksi bedah, luka atau berbagai jenis cedera kronik
lainnya secara umum dibagi menjadi 2 proses yaitu :
a.

Regenerasi adalah pertumbuhan sel atau jaringan untuk menggantikan sel

atau jaringan yang hilang.


b.

Penyembuhan adalah suatu proses sel atau jaringan terhadap luka, proses

peradangan di organ internal dan nekrosis sel diorgan yang tidak mampu
melakukan regenerasi.(39)
Jaringan eksokrin pankreas terdiri dari asinar dan sel duktus, yang terdiri
dari sekitar 95% pankreas dewasa dan beberapa sel endokrin, yaitu pankreas dan
duodenum homeoboks 1 (Pdx1) yang mengekspresi sel pankreas. Melton dan
kawan-kawan dalam hasil penelitiannya menunjukan bahwa kombinasi spesifik
faktor transkripsi neeurogenin 3 (Ngn3), pankreas dan duodenum (Pdx1) dan
MafA dapat berpengaruh terhadap ukuran, bentuk dan ultrastruktur sel pankreas
tikus dewasa. Tiga faktor transkripsi tersebut sangan penting dalam regenerasi sel
pankreas.(46)
Regenerasi sel pankreas pada tikus dari jaringan asinar (lobus asinus) oleh
transduksi tiga gen, yaitu Pdx1, Ngn3, MafA dan dari sel oleh ekspresi gen Pax4
terbukti dapat meningkatkan jumlah sel pankreas secara in vivo.(47)
Hasil-hasil penelitian telah membuktikan adanya berbagai kemungkinan
mekanisme regenerasi sel pankreas dengan pemberian stimulus-stimulus
eksternal antara lain berupa obat-obatan, preparat hormonal, growth factor.(48)
2.4.3 Pulau-pulau pankreas

29

Bagian endokrin dari pankreas adalah pulau-pulau Langerhans, terdiri atas


satu atau dua pulau sel-sel tersebar diantara bagian eksokrin. Disekitar pulaupulau Langerhans terdapat bantalan pembuluh darah kapiler. Setiap pulau terdiri
dari

kumpulan

mengsekresikan

bermacam-macam
hormon

pankreas

jenis

sel

dengan

yang
metode

berbeda.

Setiap

pengecatan

sel

khusus

imunocythochemical dikenal dengan tiga jenis sel-sel yaitu selA, sel B dan sel D
(alfa, beta, dan delta). Sel A jumlahnya lebih kecil terletak ditepi menghasilkan
hormon glucagon. Sel B terletak ditengah, jumlah selnya lebih banyak dan
menghasilkan hormon insulin, sel D tersebar menghasilkan hormon somatostatin.
Pankreas seringkali terjadi infeksi atau radang dari parenkim pankreas yang
disebabkan oleh aktivasi dari enzim tripsinogen menjadi tripsin, tripsin
mengadakan self digestion (mencerna kelenjar sendiri), hal ini terjadi oleh karena
inflamasi yang terjadi akibat dari lolosnya enzim-enzim pankreas yang aktif
masuk ke jaringan interstitiel.

Gambar 2.2 Gambaran histologi jaringan pankreas tikus hasil pewarnaan HE,
perbesaran 400x.
Keterangan :

30

rongga intraseluler pada pulau langerhans


sel pada pulau langerhans jaringan pankreas
2.4.4

Histopatologi
Histopatologi merupakan cabang biologi yang mempelajari kondisi dan

fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Teknik pemeriksaaan


histopatologi berguna untuk mendeteksi adanya komponen patogen yang bersifat
infektif melalui pengamatan secara mikroanatomi. Histopatologi sangat penting
dalam kaitan dengan diagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam
penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang
diduga terganggu. Oleh karena itu, dengan proses diagnosis yang benar akan
dapat ditentukan jenis penyakitnya sehingga dapat dipilih tindakan preventif dan
kuratif.(49)
Pemeriksaan histopatologi dilakukan melalui pemeriksaan terhadap
perubahan-perubahan abnormal pada tingkat jaringan. Histopatologi dapat
dilakukan dengan mengambil sampel jaringan (misalnya seperti dalam penentuan
kanker payudara) atau dengan mengamati jaringan setelah kematian terjadi
Pemeriksaan histopatologi bertujuan untuk memeriksa penyakit berdasarkan pada
reaksi perubahan jaringan. Pemeriksaan ini hendaknya disertai dengan
pengetahuan tentang gambaran histologi normal jaringan sehingga dapat
dilakukan perbandingan antara kondisi jaringan normal terhadap jaringan sampel
(abnormal). Dengan membandingkan kondisi jaringan tersebut maka dapat
diketahui apakah suatu penyakit yang diduga benar-benar menyerang atau tidak.

31

Teknik histopatologi merupakan suatu cara yang dilakukan untuk melihat


perubahan metobolisme dari perubahan jaringan yang terjadi. Aplikasinya diawali
dengan pembuatan preparat dengan menipiskan sel jaringan dari organ-organ
tubuh. Untuk itu jaringan halus dapat ditanam pada parafin dengan pembekuan,
selanjutnya jaringan dipotong. Prasyarat untuk mendapatkan histopatologi dan
histokimia yang tepat dapat diperoleh dengan mengamati preparat dibawah
mikroskop elektron. Preparat dari histopatologi mempunyai tanda spesifik yang
terlihat dari jaringan sel dan struktur jaringan akibat serangan patogenisitas.(49)
2.4.5 Mekanisme Molecular Uptake Glukosa
GLUT-4 adalah transporter glukosa utama dan terletak terutama pada sel
otot dan sel lemak. Konsentrasi glukosa fisiologis adalah 36-179 mg per desiliter
(2 sampai 10 mmol per liter). Pentingnya GLUT-4 dalam homeostasis glukosa
ditunjukkan melalui penelitian pada tikus di mana satu alel dari GLUT-4 gen
diganggu. Tikus-tikus ini mengalami pengurangan 50 persen konsentrasi GLUT-4
pada otot rangka, jantung, dan sel lemak, dan mereka mengalami resistensi insulin
berat; diabetes berkembang pada setidaknya setengah tikus jantan.
Pada sel otot dan sel lemak normal, GLUT-4 didaur ulang antara membran
plasma dan vesikel penyimpanan intraseluler. GLUT-4 berbeda dari transporter
glukosa lain, yaitu sekitar 90 persen terletak di intrasel saat kondisi tidak ada
rangsang insulin atau rangsangan lain seperti olahraga. Dengan adanya insulin
atau stimulus lain, keseimbangan dari proses daur ulang ini diubah untuk
mendukung translokasi GLUT-4 dari vesikel penyimpanan intraseluler ke arah
membran plasma, dan juga ke tubulus transversa pada sel otot,. Efek bersihnya
adalah peningkatan kecepatan maksimal transpor glukosa ke dalam sel.

32

Gerakan intraselular GLUT-4 dimulai dengan pengikatan insulin pada


bagian ekstraseluler dari reseptor insulin transmembran. Ikatan ini mengaktifkan
fosforilasi tirosin kinase pada bagian intraseluler dari reseptor. Substrat utama
untuk tirosin kinase ini termasuk insulin reseptor-substrat molekul (IRS-1, IRS-2,
IRS-3, dan IRS-4), Gab-1 (Grb2 [faktor pertumbuhan reseptor yang terikat protein
2] terkait pengikat 1), dan SHC (Src dan kolagen-homolog protein). Dalam sel
lemak dan otot rangka, aktivasi selanjutnya dari phosphoinositol-3 kinase
diperlukan untuk stimulasi transpor glukosa oleh insulin dan sudah cukup untuk
menimbulkan setidaknya translokasi sebagian GLUT-4 ke membran plasma.
Aktivasi protein kinase serin-treonin juga terlibat. Phosphoinositol-3 kinase
juga

mengaktifkan

kinase

lain

dengan

menghasilkan

produk

lipid

phosphatidylinositol dalam bilayer lipid membran sel. Lipid ini, pada gilirannya,
akan mengaktifkan molekul signaling kunci. Dengan cara ini, serin-treonin kinase
yang, disebut protein kinase B (atau Akt), dan phosphoinositide-dependent kinase
1 dibawa bersama-sama, hingga memungkinkan molekul kedua untuk
memfosforilasi dan mengaktifkan protein kinase B. Beberapa isoform protein
kinase C juga diaktifkan oleh insulin , dan phosphoinositide-dependent protein
kinase 1 dapat menyebabkan aktivasi protein kinase C karena molekul ini
memfosforilasi loop aktivasi protein kinase C.
Translokasi intraselular GLUT-4 ke membran plasma dirangsang oleh
ekspresi bentuk aktif protein kinase B atau isoform atipikal protein kinase C pada
percobaan kultur sel. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu atau kedua kinase
tersebut adalah mediator kimia dalam proses insulin merangsang translokasi
GLUT-4 in vivo. Isoform atipikal protein kinase C adalah kandidat yang baik:

33

telah dibuktikan bahwa menghalangi kerja mereka akan melemahkan pergerakan


GLUT-4, sedangkan penelitian di mana aktivasi protein kinase B diblok memiliki
hasil yang bertentangan. Selanjutnya, pada sel otot dari subyek diabetes, pada
konsentrasi insulin fisiologis, stimulasi transpor glukosa terbukti terganggu,
sedangkan aktivasi protein kinase B normal.(50)

Gambar 2.3 Mekanisme Translokasi GLUT-4 di sel otot dan adipose

34

Gambar 2.4 Jalur sinyal insulin dalam metabolism glukosa di sel otot dan
adipose
2.5

Uraian tentang Streptozotocin


Streptozotocin dengan nama IUPAC 2-deoxy-2[(methylnitrosoamino)-

carbony-L-amino)-D-glukopyranose] memiliki rumus molekul C8H15N3O7dengan


berat molekul 265,22.

Gambar 2.5 Struktur Kimia Streptozotocin (C8H15N3O7).(51)


Streptozotocin adalah senyawa yang dihasilkan dari Streptomyces
acromogenes yang merupakan suatu senyawa nitroso urea analog glukosa.
Streptozotocin mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan keton.
Dalam penelitian digunakan sebagai penginduksi diabetes pada hewan coba. Obat
ini mempunyai spesifitas yang tinggi terhadap sel-. Penyuntikan secara
intraperitonial dosis

55

mg/kgBB,

dosis

tunggal

akan

menyebabkan

hiperglikemia secara cepat. Streptozotocin mempunyai aktivitas anti-neoplasma


dan antibiotik spektrum luas. Streptozotocin dapat secara langsung merusak masa
kritis sel--Langerhans atau menimbulkan proses autoimun terhadap sel-.
Streptozotocin menginduksi diabetes pada berbagai spesies hewan sehingga
menyerupai adanya hiperglikemik pada manusia. Efek ini secara ekstensif sudah
kelihatan dengan adanya penurunan sel nicotinamide adenine dinucleotide dan
menghasilkan perubahan histopatologi sel pankreas. Streptozotocin secara

35

efektif dapat menginduksi hewan uji yang ditandai dengan polidipsia, poliuria,
polipagia dan hiperglikemia.
Streptozotocin menghasilkan efek sitotoksiknya melalui pemutusan spontan
menjadi gugus pengalkilasi dan pengkarbonilasi. Obat ini khususnya bermanfaat
pada pengobatan tumor sel pankreas fungsional yang ganas. Obat ini
mempengaruhi sel-sel pada semua tahap dalam siklus sel mamalia. Absorpsi dan
sekresi streptozotocin diberikan secara parenteral setelah pemberian infus
intraperitonial 200-1600 mg/hari, konsentrasi puncak dalam plasma adalah 30-40
g/ml. Waktu paruh obat tersebut mendekati 15 menit. Hanya 10-20% dosis yang
ditemukan kembali dalam urin.(51)
2.5.1 Uraian Hewan Uji
Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Myers dan Armitage
adalah sebagai berikut (52)
1.Kingdom : Animalia
2.Filum

: Chordata

3.Classis

: Mamali

4.Ordo

: Rodentia

5.Familia

:Muridae

6.Genus

: Rathus

7.Spesies

: Rattus norvegicus

Tikus putih (Gambar 2.6) atau yang lebih dikenal dengan tikus albino ini
lebih banyak dipilih karena tikus yang dilahirkan dari perkawinan antara tikus
albino jantan dan betina mempunyai tingkat kemiripan genetis yang besar, yaitu
98%, meskipun sudah lebih dari 20 generasi. Bahkan setelah terjadi perkawinan

36

tertutup di antara tikus albino ini, mereka masih mempunyai kemiripan genetis
yang sangat besar yaitu 99,5%. Lebih dari 90% hewan uji yang digunakan di
dalam berbagai penelitian adalah binatang pengerat, terutama mencit (Mus
Musculus L) dan tikus (Rattus norvegicus L.). Hal ini disebabkan karena secara
genetik, manusia dan kedua hewan uji tersebut mempunyai banyak sekali
kemiripan. Dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain adalah
tikus tidak mudah muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat
esophagus bermuara ke dalam lambung dan tidak memiliki kantung empedu.(53)
Penggunaan hewan coba tikus galur Wistar dikarenakan tikus telah
diketahui sifat-sifatnya dengan baik, mudah dipelihara, merupakan hewan yang
relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian. Terdapat beberapa galur
tikus antara lain galur Sprague-dawley yang berwarna albino berkepala kecil
dengan ekor lebih panjang daripada badannya dan galur Wistar yang ditandai
dengan kepala yang besar dan dengan ekor yang lebih pendek. Tikus galur Wistar
lebih besar daripada famili tikus umumnya, dimana tikus galur Wistar ini dapat
mencapai ukuran 40 cm, yang diukur dari hidung sampai ujung ekor dan berat
berkisar antara 140-500 gram. Tikus betina biasanya memiliki ukuran lebih kecil
dari tikus jantan dan memiliki kematangan seksual pada umur 4 bulan dan tikus
ini dapat hidup selama 4 tahun.(53)

37

Gambar 2.6 Tikus Putih Jantan


Tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil
karena tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus
putih betina. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat
yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus
betina.(53)
Gambaran histologi pankreas tikus putih jantan digunakan untuk
mengetahui perbedaan gambaran struktur jaringan pankreas pada masing-masing
perlakuan. Gambaran histologi jaringan pankreas menggunakan metode
pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE). Pewarnaan pada preparat diawali dengan
tahap deparafinisasi, kemudian rehidrasi, pewarnaan dalam hematoxylin,
pewarnaan dalam eosin, dehidrasi, clearing (penjernihan), dan mounting
(perekatan). Gambaran histologisel pankreas diamati menggunakan mikroskop
Olympus BX51 dengan perbesaran 400x.(54)

38

BAB III
METODE PENELITIAN
3.I

Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai

berikut :
3.1.1 Alat yang digunakan
1

Alat-alat gelas laboratorium

Batang pengaduk

Blender

Glukometer (Accu Chek Active)

Inkubator

Kandang Hewan Uji

Rak Tabung

Rotavapor

Sendok Tanduk

10 Sentrifuge
11 Spoit Injeksi
12 Spoit Oral
13 Stopwatch
14 Tabung Reaksi
15 Timbangan Analitik
16 Timbangan Digital

39

17 Wadah Maserasi
18 Water Bath
3.1.2 Bahan yang digunakan

39

19 Aluminium Foil
20 Aqua Destillata
21 Aqua Pro Injeksi
22 Daun Gedi Merah (Abelmoschus manihot(L.) Medik)
23 Etanol 96%
24 Eter
25 Glibenklamid
26 HCl
27 Kertas saring
28 Na-CMC
29 Pereaksi Dragendorf
30 Pereaksi FeCl3
31 Plate Sealer
32 Stik Glukometer
33 Streptozotocin
3.1.3 Skema Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pre and post test only
design dimana pembagian kelompok terbagi menjadi 6 kelompok yaitu, kelompok
I sebagai kontrol sehat, kelompok II sebagai kontrol sakit, kelompok III sebagai
kontrol positif (glibenklamid), dan kelompok IV, V, dan VI sebagai kelompok

40

perlakuan ekstrak gedi merah dengan dosis 150 mg/kg BB, 300 mg/kg BB, da 450
mg/kg BB.

T
E
R
M
I
N
A
S
I

Kelompok I

Kriteria inklusi dan eksklusi


Tikus
Randomisasi

Kelompok II
Kelompok III
Kelompok IV
Kelompok V
Kelompok VI

0 1 7 14 21 28 Hari

-14

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Keterangan :
A

= Tikus diadaptasikan selama 14 hari di laboratorium

= Memilih tikus yang memenuhi kriteria inklusi

= Pada hari ke-0 tikus diambil secara acak dan dibagi ke dalam 6 kelompok,
diukur kadar glukosa darah awal, kemudian hewan uji diinduksi dengan
STZ kecuali kelompok I (kontrol normal/sehat). Pada hari ke-7 diukur
kadar glukosa darah setelah induksi.

= Pembagian kelompok, setiap kelompok diberikan perlakuan sebagai


berikut :

41

1. Kelompok I, pada hari ke-1 mulai diberikan suspensi Na-CMC 0,5%


sebagai kontrol sehat selama 28 hari. Kemudian dilakukan pengukuran
kadar glukosa darah dan pemeriksaan histopatologi pankreas pada hari ke14, ke-21, dan ke-28. Dipuasakan terlebih dahulu, kemudian diobservasi
sebanyak 4 ekor.
2. Kelompok II, pada hari ke-7 mulai diberikan suspensi Na-CMC 0,5%
sebagai kontrol sakit selama 21 hari. Kemudian dilakukan pengukuran kadar
glukosa darah dan histopatologi pankreas pada hari ke-14, ke-21, dan ke-28.
Dipuasakan terlebih dahulu, kemudian diobservasi sebanyak 4 ekor.
3. Kelompok III, pada hari ke-7 mulai diberikan suspensi Glibenklamid
sebagai kontrol positif selama 21 hari. Kemudian dilakukan pengukuran
kadar glukosa darah dan histopatologi pankreas pada hari ke-14, ke-21, dan
ke-28. Dipuasakan terlebih dahulu, kemudian diobservasi sebanyak 4 ekor.
4. Kelompok IV, pada hari ke-7 mulai diberikan ekstrak daun gedi merah
dengan dosis 150 mg/kgBB selama 21 hari. Kemudian dilakukan
pengukuran kadar glukosa darah dan histopatologi pankreas pada hari ke14, ke-21, dan ke-28. Dipuasakan terlebih dahulu, kemudian diobservasi
sebanyak 4 ekor.
5. Kelompok V, pada hari ke-7 mulai diberikan ekstrak daun gedi merah
dengan dosis 300 mg/kgBB selama 21 hari. Kemudian dilakukan
pengukuran kadar glukosa darah dan histopatologi pankreas pada hari ke14, ke-21, dan ke-28. Dipuasakan terlebih dahulu, kemudian diobservasi
sebanyak 4 ekor.
6. Kelompok VI, pada hari ke-7 mulai diberikan ekstrak daun gedi merah
dengan dosis 450 mg/kgBB selama 21 hari. Kemudian dilakukan
pengukuran kadar glukosa darah dan histopatologi pankreas pada hari ke-

42

14, ke-21, dan ke-28. Dipuasakan terlebih dahulu, kemudian diobservasi


sebanyak 4 ekor.
E

= Terminasi (Pengumpulan dan pengolahan data)

3.1.4 Penyiapan Hewan Uji


Hewan uji yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan
berjumlah 120 ekor. Sebelum perlakuan, tikus diadaptasikan selama 2 minggu di
laboratorium dan diberi pakan standar. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa
darah, histopatologi pankreas awal tikus yang sebelumnya telah dipuasakan
selama 16 jam. Pada hari ke-1 tikus diinduksi streptozotocin dengan dosis 40
mg/kgBB secara intraperitoneal kecuali kelompok normal/sehat. Selanjutnya
mengukur kadar glukosa darah dan histopatologi pankreas pada hari ke-7 setelah
induksi yang sebelumnya telah dipuaskan selama 16 jam. Setelah tikus mencapai
kadar glukosa darah hiperglikemia (>200 mg/dL), tikus dibagi ke dalam 6
kelompok secara random. Setelah dilakukan pengelompokkan, tikus diberi
perlakuan per oral selama 21 hari sesuai dengan kelompok.
3.1.5 Perlakuan Terhadap Hewan Uji
Langkah I
Setelah diadaptasikan, pada hari ke-0 tikus diambil secara acak dan dibagi
ke dalam 6 kelompok. Kemudian pada hari ke-1, tikus dipuasakan selama 16 jam,
dilanjutkan pengambilan darah tikus melalui vena mata untuk mengetahui kadar
glukosa darah sebelum diinduksi streptozotocin.
Langkah II
Tikus diinduksi streptozotocin (STZ) dengan dosis 40 mg/kg BB secara
intraperitonial kecuali pada kelompok kontrol normal/sehat.

43

Langkah III
Hari ke-7 setelah induksi, tikus dipuasakan selama 16 jam kemudian
dilanjutkan pengambilan darah tikus melalui vena mata untuk mengetahui kadar
glukosa darah setelah induksi streptozotocin.
Langkah IV
Setelah mencapai kadar hiperglikemia di atas 200 mg/dL untuk kadar
glukosa darah, tikus diberikan perlakuan berdasarkan masing-masing kelompok
sebagai berikut :
Kelompok 1 : Diberikan larutan koloid Na-CMC 0,5% secara per oral sebagai
kontrol sehat.
Kelompok 2 : Diberikan larutan koloid Na-CMC 0,5% secara per oral sebagai
kontrol sakit.
Kelompok 3 : Diberikan glibenklamid secara per oral sebagai kontrol positif.
Kelompok 4 : Diberikan ekstrak daun gedi merah secara per oral dengan dosis
150 mg/kg BB.
Kelompok 5 : Diberikan ekstrak daun gedi merah secara per oral dengan dosis
300 mg/kg BB.
Kelompok 6 : Diberikan ekstrak daun gedi merah secara per oral dengan dosis
450 mg/kg BB.
Langkah V
Kemudian pada hari ke-14, ke-21, dan ke-28, tikus dipuasakan selama 16
jam (tetap diberi minum) kemudian mengukur kembali kadar glukosa darah,
setelah perlakuan pada tikus dan mencatat semua data yang diperoleh.

44

3.2

Bahan Uji Penelitian


Bahan uji yang digunakan adalah daun gedi merah (Abelmoschus manihot.

(L.) Medik) yang diperoleh dari Kota Palu, Sulawesi Tengah.


3.3

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Makassar dan di Laboratorium Patologi Faculty of


Veterinary Medicine Universitas Gadjah Mada pada bulan April 2015 sampai
dengan November 2015.
3.4

Pengambilan dan Pengolahan Bahan Uji


Bahan yang digunakan yaitu daun gedi merah (Abelmoschus manihot. (L.)

Medik) yangdiambil pada pagi hari kemudian dilakukan sortasi basah, pencucian
dengan air bersih, selanjutnya dilakukan perajangan kemudian dikeringanginkan
tanpa terkena sinar matahari langsung hingga bahan tersebut mengering, lalu
dilakukan sortasi kering untuk memisahkan benda asing seperti tanaman yang
tidak diinginkan yang masih tertinggal pada simplisia kering. Simplisia kering
diblender dan diayak hingga menjadi serbuk.(55)
3.5

Pembuatan Ekstrak Daun Gedi Merah(Abelmoschus manihot. (L.)

Medik)
Sebanyak 500 mg serbukdaun gedi merah (Abelmoschus manihot. (L.)
Medik) diekstraksi dengan metode maserasi, yaitu merendam serbuk daun gedi
merah kering dalam etanol (96%) dalam suatu bejana maserasi. Cairan penyari
ditambahkan hingga mencapai leher bejana, kemudian bejana ditutup rapat
danbiarkan selama 3 hari dan sesekali diaduk-aduk.

45

Maserat yang diperoleh dipisahkan dengan menggunakan kertas saring dan


proses pengulangan maserasi dilakukan sebanyak 1 kali dengan menggunakan
pelarut yang sama. Maserat yang dihasilkan dikumpulkan dan diuapkan dengan
menggunakan rotavapor pada suhu 60oC. Kemudian dilanjutkan dengan
pengentalan yang dilakukan dengan menggunakan waterbath dengan suhu 60oC
sampai menjadi ekstrak kental.
3.6

Uji Penapisan Fitokimia


Penapisan fitokimia digunakan untuk mendeteksi adanya metabolit

sekunder berdasarkan golongannya dan juga sebagai informasi awal untuk


mengetahui golongan senyawa kimia yang mempunyai aktivitas biologis dari
suatu tanaman dalam bentuk simplisia atau ekstrak. Pengujian dilakukan terhadap
golongan senyawa alkaloid, flavonoid, polifenol, saponin, dan tanin yang
dilakukan secara kualitatif dengan reaksi warna atau pengendapan.
1.

Uji Alkaloid
Ekstrak kental ditimbang sebanyak 0,5 gram, kemudian dimasukkan dalam

tabung reaksi. Ditambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml air. Dipanaskan di


atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring. Diambil 1 ml filtrat, lalu
ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff.Adanya alkaloid ditandai dengan
adanya endapan merah-jingga oleh pereaksi Dragendorff.(56)
2.

Uji Flavonoid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak kental dilarutkan dalam 1 ml etanol (95%)P, lalu

ditambahkan 0,1 gram serbuk magnesium P dan 10 tetes asam klorida pekat. Jika
terjadi warna merah jingga menunjukkan adanya flavonoid dan jika terjadi warna
kuning jingga menunjukkan adanya flavon, kalkon, dan auron.(56)

46

3.

Uji Polifenol
Sebanyak 0,5 gramekstrak kental dipanaskan dengan 10 ml air selama 10

menit di atas penangas air. Disaring lalu dinginkan. Ditambahkan 3 tetes feri
klorida (FeCl3). Jika terbentuk warna hijau biru menunjukkan adanya polifenol.(56)
4.

Uji Saponin
Sebanyak 0,5 gramekstrak kental dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu

ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian kocok dengan kuat selama 10


detik. Jika terbentuk buih yang menetap selama tidak kurang dari 1 menit setinggi
10 cm atau pada penambahan 1 tetes asam klorida 2N buih tidak hilang maka
menunjukkan adanya saponin.(56)
5.

Uji Tanin
Sebanyak 0,5 gram ekstrak kental dipanaskan dalam 10 ml air selama 5

menit. Lalu saring dan diambil 1 ml filtrat, ditambahkan FeCl33-4 tetes. Jika
terbentuk warna biru hitam menandakan adanya tanin.(56)
3.8

Pembuatan Larutan Koloid Na-CMC 0,5%

Larutan koloid Na-CMC 0,5% dibuat dengan melarutkan 0,5 gram Na-CMC
sedikit demi sedikit ke dalam 10 ml air panas sambil diaduk hingga terbentuk
larutan koloid. Volume dicukupkan hingga 100 ml dengan air suling.
3.7

Pembuatan Suspensi Glibenklamid


Glibenklamid diberikan dalam bentuk suspensi dengan Na-CMC sesuai

dosis penggunaan pada manusia, yaitu 5 mg yang dikonversikan berdasarkan


Rumus Laurence dan Bacharach, yaitu dosis untuk setiap 200 g BB tikus setara
dengan 0,018 kali dosis manusia, sehingga dosis yang digunakan adalah 5 mg
glibenklamid x 0,018 = 0,09 mg/200 g bobot tikus.Jadi 20 tablet glibenklamid

47

digerus lalu ditimbang sebanyak 115,2 mg kemudian dilarutkan dengan suspensi


Na CMC 0,5% hingga 100 ml.
3.8

Pembuatan Suspensi Streptozotocin (STZ)


Diambil dan ditimbang 1,44 gram streptozotocin kemudian dilarutkan

dalam buffer asam sitrat 10% hingga 120 ml, diaduk hingga homogen.
3.9

Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Sebelum diukur kadar glukosa darah, tikus dipuasakan 16 jam, kemudian diambil
darah melalui vena ekor dan diteteskan pada stik glukometer. Dalam waktu 10
detik kadar glukosa darah akan terukur secara otomatis dan hasilnya dapat dibaca
pada monitor glukometer.
3.10 Pengujian histopatologi sel pankreas
Pengujian histopatologi sel pankreas dilakukan 3 kali, yaitu 1 kali sebelum
diinduksi streptozotocin dan 4 kali setelah diinduksi streptozotocin, yaitu hari ke7, ke-14, ke-21, dan ke-28. Pengujian dilakukan dengan cara dislokasi cervical
dimana sebelumnya dilakukan anastesi dengan dietil eter menurut kelompoknya.
Jaringan sel pankreas diambil dan dibuat preparat kemudian dilakukan
pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin.(56)
3.11 Analisis Data
Data hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus putih jantan, jumlah sel
pankreas dan diameter sel pulau Langerhans dirata-ratakan untuk tiap perlakuan.
Data hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik analisis One
Way ANOVA pada taraf kepercayaan 95%. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
apakah antara dosis ekstrak etanol yang digunakan terdapat perbedaan yang
signifikan.

48

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Hasil Penelitian

Uji Efektivitas ekstrak etanol daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.)
Medik) terhadap kadar glukas darah dan histopatologi pankreas tikus putih jantan
(Rattus novergicus) diabetes induksi streptozotocin.
4.1.1 Hasil Determinasi
Hasil determinasi yang dilakukan di Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor
menunjukkan bahwa daun gedi yang digunakan dalam penelitian adalah benar
spesies (Abelmoschus manihot (L.) Medik). Hasil determinasi dapat dilihat pada
Lampiran 5.
4.1.2 Hasil Ekstraksi
Pembuatan ekstrak etanol daun gedi merah dilakukan dengan cara maserasi
menggunakan pelarut etanol 96%. Hasil ekstraksi dengan menggunakan serbuk
simplisia kering daun gedi merah sebanyak 500 gram dengan etanol 96%
sebanyak 3 liter. Ekstrak kental yang diperoleh dari hasil maserasi simplisia daun
gedi merah yaitu 52 gram dengan nilai rendemen yaitu 10,4%.
4.1.3 Hasil Uji Penapisan Fitokimia
Uji penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa
metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak etanol daun gedi merah. Pengujian
dilakukan untuk mengetahui adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid,
saponin, tanin, dan polifenol. Hasil uji penapisan fitokimia dapat dilihat pada
Tabel 4.1 dibawah ini:

49
52

49

Tabel 4.1 Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak etanol daun gedi merah
(Abelmoschus manihot (L.) Medik)
Pengujian

Pereaksi

Pengamatan

0,5 gram ekstrak kental + 1


ml asam klorida 2N + 9 ml
air, panaskan selama 2
Terbentuk warna
Uji Alkaloid
menit,
dinginkan,
lalu
merah jingga
saring, ambil 1 ml filtrat + 2
tetes pereaksi dragendorf.
0,5 gram ekstrak kental
larutkan dalam 1 ml etanol
Terbentuk warna
Uji Flavonoid (95%)P + 0,1 gram serbuk
kuning jingga
magnesium P + 10 tetes
asam klorida pekat.
0,5 gram ekstrak kental + 10
Terbentuk busa dan
ml air panas, dinginkan, lalu
tidak hilang ketika
Uji Saponin
kocok kuat-kuat selama 10
ditetesi asam klorida
detik dengan kekuatan
2N.
konstan + 1 tetes HCl 2N.
0,5 gram ekstrak kental + 10
ml air panas, didihkan
Terbentuk warna
Uji Tanin
selama 5 menit, lalu saring,
biru hitam
ambil filtrat 1 ml + 3-4 tetes
FeCl3.
0,5 gram ekstrak kental
dipanaskan dalam 10 ml air
Terbentuk warna
Uji Polifenol
selama 10 menit, saring lalu
biru
dinginkan + 3 tetes FeCl3.
Keterangan : (+) = Mengandung senyawa yang diuji

Hasil

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

4.1.4 Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah


Hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus putih (Rattus norvegicus)
setelah diinduksi dengan streptozotocin dan setelah pemberian ekstrak etanol daun
gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik)selama 28 hari dapat dilihat pada
Tabel 4.2 berikut ini:

50

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran kadar glukosa darah setiap kelompok sebelum
perlakuan, setelah induksi, dan selama perlakuan

Kelompok
Hewan Uji

Nomor

Kontrol Sehat

1
2
3
4

Kadar glukosa
darah awal
hari ke-1
(mg/dL)

Kadar glukosa
darah setelah
induksi hari ke-7
(mg/dL)

99
87
87
89
90,50
5,,74
75
76
89
77
79,25
6,55
77
77
81
78
78,25
1,89
89
82
94
90
88,75
4,99
94
90
90
84
89,50
4,12
98
97
97
90
95,50
3,70

83
98
86
85
88,00
6,78
420
424
435
467
436,50
21,30
387
402
364
352
376,25
22,49
427
407
406
451
422,75
21,17
552
506
494
436
497,00
47,74
433
447
370
383
408,25
37,48

Rerata
SD
Kontrol Sakit

1
2
3
4

Rerata
SD
Kontrol Positif
Rerata
SD
Ekstrak Daun
Gedi Merah
Dosis
150 mg/kgBB
Rerata
SD
Ekstrak Daun
Gedi Merah
Dosis
300 mg/kgBB
Rerata
SD
Ekstrak Daun
Gedi Merah
Dosis
450 mg/kgBB
Rerata
SD

1
2
3
4

1
2
3
4

1
2
3
4

1
2
3
4

Kadar
glukosa
darah hari
ke-14
(mg/dL)
95
89
84
94
90,50
5,07
398
409
423
453
420,75
23,81
314
315
268
255
288,00
31,06
301
290
298
347
309
25,76
371
368
369
331
359,75
19,21
242
265
223
238
242,00
17,38

Kadar
glukosa
darah hari
ke-21
(mg/dL)
92
89
90
97
92,00
3,56
345
335
325
397
357,25
27,40
270
228
251
239
247,00
17,98
237
238
277
257
252,25
18,89
221
248
232
258
239,75
16,46
141
136
144
166
146,75
13,25

Profil kadar glukosa darah pada tikus putih jantan sebelum perlakuan,
setelah induksi, dan selama perlakuan (hari ke-14, ke-21, dan ke-28) pemberian
ekstrak etanol daun gedi merah dengan variasi dosis dan glibenklamid adalah
sebagai berikut (Gambar 4.1):

Kadar
glukosa
darah hari
ke-28
(mg/dL)
88
98
97
98
95,25
4,86
329
316
308
379
333,00
31,86
155
150
156
134
148,75
10,18
145
147
141
118
137,75
13,40
104
102
105
102
103,25
1,50
98
84
98
87
91,75
7,32

51

Grafik 4.3Grafik Pengukuran kadar glukosa darah setiap kelompok


sebelum perlakuan, setelah induksi, dan selama perlakuan
500
400

Hari ke-1

300

Hari ke-7

200

Hari ke-14

100

Hari ke-21

Hari ke-28
0
Kontrol sehat,Kontrol sakit,Kontrol positif,Dosis 150 mg/kg BB,Dosis 300 mg/kg BB,Dosis 450 mg/kg BB

4.1.5 Hasil Analisis Uji One Way Anova


Hasil analisis penurunan kadar glukosa darah tikus pada hari ke-14, ke-21,
dan ke-28 secara statistik dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel selisih penurunan
kadar glukosa darah tikus putih pada hari ke-14, ke-21, dan ke-28 dapat dilihat
pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Selisish penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan
Selisih Penurunan Kadar Glukosa Darah (mg/dL )
Kelompok

Kontrol Sakit
Rerata
SD
Kontrol Positif
Rerata
SD
Ekstrak Daun
Gedi Merah
Dosis
150 mg/kg BB
Rerata
SD

Hari Ke-14
22
15
12
14
15,75a
4,35
73
87
96
97
88,25b
11,12
126
117
108
104
113,75b
9,81

Hari Ke-21
75
89
83
70
79,25a
8,42
117
174
113
113
129,25b
29,89
190
169
129
194
170,5b
29,76

Hari Ke-28
91
108
127
88
103,5a
17,97
232
252
208
218
227,5b
19,07
282
260
265
333
285
33,36b

52

Ekstrak Daun
Gedi Merah
Dosis
300 mg/kg BB
Rerata
SD
Ekstrak Daun
Gedi Merah
Dosis
450 mg/kg BB
Rerata
SD

181
138
125
105
137,25b
32,17
191
182
147
145
166,25bc
23,68

331
258
262
178
257,25b
62,56
292
311
226
217
261,5b
46,98

448
404
389
334
393,75bc
47,05
335
363
272
296
316,5b
40,44

Tabel 4.5 Volume pemberian streptozotocin 40 mg/kg BB berdasarkan berat


badan
Kelompok

Kontrol Sakit

Kontrol Positif

Dosis 150 mg/kg BB

Dosis300 mg/kg BB

Dosis450 mg/kg BB

No

Berat Badan

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4

242,1 gram
303,0 gram
268,1 gram
287,6 gram
254,8 gram
271,0 gram
264,9 gram
258,6 gram
278,1 gram
229,0 gram
251,1 gram
248,3 gram
264,1 gram
270,8 gram
259,1 gram
277,3 gram
247,0 gram
258,0 gram
222,1 gram
264,0 gram
280,9 gram
264,5 gram
231,5 gram
232,4 gram

Volume
Pemberian
1,29 ml
1,61 ml
1,42 ml
1,53 ml
1,35 ml
1,44 ml
1,41 ml
1,37 ml
1,48 ml
1,22 ml
1,33 ml
1,32 ml
1,40 ml
1,44 ml
1,38 ml
1,47 ml
1,31 ml
1,37 ml
1,18 ml
1,40 ml
1,49 ml
1,41 ml
1,25 ml
1,23 ml

53

5
4.2

256,8 gram

1,36 ml

Pembahasan
Penelitian ini menggunakan daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.)

Medik) yang diperoleh dari Kota Palu Sulawesi Tengah. Sebelumnya dilakukan
determinasi tanaman di Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor untuk memastikan
jenis gedi yang digunakan. Hasilnya menunjukkan bahwa gedi yang digunakan
dalam penelitian iniadalah benar spesies Abelmoschus manihot (L.) Medik.
Ekstrak kental daun gedi merah diperoleh dari proses ekstraksi yang merupakan
penarikan kandungan kimia yang terdapat dalam simplisia. Maserasi adalah
proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan
pada temperatur ruangan.(19)Metode maserasi dipilih sebagai metode dalam
mengekstraksi karena adanya sifat daun yang lunak dan mudah mengembang
dalam cairan pengekstraksi. Selain itu, maserasi merupakan cara penyarian yang
sederhana karena cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif ini akan larut dan adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dengan di luar sel
menyebabkan larutan yang terpekat keluar hingga terjadi keseimbangan
konsentrasi antara larutan di dalam dengan di luar sel. Cairan penyari yang
digunakan dalam proses maserasi ini adalah etanol 96%. Etanol dipertimbangkan
sebagai cairan penyari karena lebih selektif, kapang sulit tumbuh dalam etanol
20% ke atas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur
dengan air dalam segala perbandingan, memerlukan panas yang lebih sedikit
untuk proses pemekatan, dan zat pengganggu yang larut terbatas. Pelarut etanol
dipilih sebagai cairan penyari karena senyawa yang akan diekstraksi adalah

54

senyawa fenolik.(57,58)Ekstrak kental yang diperoleh dari hasil maserasi simplisia


daun gedi merah yaitu 52 gram dengan nilai rendemen yang diperoleh adalah
10,4%.
Berdasarkan hasil uji fitokimia pada Tabel 4.2, dapat dikatakan bahwa
ekstrak daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik) mengandung
senyawa-senyawa kimia yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan polifenol.
Hal ini sesuai dengan penelitian Mandey, 2013 yang menyatakan bahwa gedi
merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik) mengandung flavonoid, alkaloid,
saponin.(59)
Penelitian ini menggunakan hewan uji berupa tikus putih jantan (Rattus
norvegicus) sebanyak 120 ekor. Penggunaan tikus putih jantan sebagai hewan uji
karena dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak
dipengaruhi oleh siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina.
Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat
dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina. (60) Sebelum
digunakan, tikus terlebih dahulu diadaptasikan kurang lebih 2 minggu dengan
tujuan agar tikus dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya seperti kandang,
makanan, minuman, suhu, dan kondisi sekitarnya. Setelah diadaptasikan tikus
dikelompokkan menjadi 6 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol sehat
(tanpa induksi streptozotocin maupun pemberian ekstrak gedi merah), kelompok
kontrol sakit yang diinduksi streptozotocin tanpa pemberian ekstrak gedi merah,
kelompok kontrol positif yang diberikan suspensi glibenklamid, kelompok
perlakuan ekstrak gedi merah dosis 150 mg/kg BB, kelompok perlakuan ekstrak
gedi merah dosis 300 mg/kg BB, dan kelompok perlakuan ekstrak gedi merah

55

dosis 450 mg/kg BB. Selanjutnya tikus dipuasakan selama 16 jam untuk
menentukan kadar glukosa darah, awal. Setelah itu, semua kelompok tikus
diinduksi streptozotocin dengan dosis 40 mg/kg BB secara intraperitoneal kecuali
kelompok sehat. Streptozotocin (STZ) sering digunakan sebagai induksi insulindependent dan non-insulin-dependent diabetes melitus pada hewan uji karena
selektif merusak sel beta pankreas. STZ bekerja langsung pada sel beta pankreas
dengan aksi sitotoksiknya dimediatori oleh reactive oxygen species (ROS)
sehingga dapat digunakan sebagai induksi diabetes melitus. STZ sebagai agen
diabetonik dapat memicu peningkatan produksi radikal bebas berlebih dan
menyebabkan stress oksidatif.(61) Kemudian mengukur kadar glukosa darah,
setelah induksi untuk melihat kenaikannya. Setelah itu, tikus diberi perlakuan
sesuai kelompok yang telah ditentukan.
Hasil pengukuran kadar glukosa darah awal yaitu berkisar antara 78,25
95,50 mg/dL, kadar glukosa darah setelah induksi STZ yaitu 78,25 497,00
mg/dL, kemudian kadar glukosa darah setelah perlakuan hari ke-14 yaitu 90,50
420,75 mg/dL, kadar glukosa darah setelah perlakuan hari ke-21 yaitu 92,00
357,25 mg/dL, serta kadar glukosa darah setelah perlakuan hari ke-28 yaitu 95,25
333,00 mg/dL.
Berdasarkan hasil selisih penurunan kadar glukosa darah tikus putih dapat
dilihat pada Tabel 4.4 yang menunjukkan bahwa penurunan kadar glukosa darah
pada hari ke-14 pada pemberian suspensi glibenklamid sebagai kontrol (+) adalah
88,25 mg/dl sedangkan pada pemberian ekstrak daun gedi merah (Abelmoschus
manihot (L.) Medik) pada dosis 150 mg/kg BB, 300 mg/kg BB, dan 450 mg/kg
BB secara berturut-turut adalah 113,75 mg/dl, 137,25 mg/dl, dan 166,25 mg/dl

56

serta pada pemberian Na-CMC sebagai kontrol (-) adalah 15,75 mg/dl. Hasil
selisih penurunan kadar glukosa darah pada hari ke-21 (Tabel 4.4) pada pemberian
glibenklamid sebagai kontrol (+) sebesar 192,25 mg/dl sedangkan pada pemberian
ekstrak daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik) pada dosis 150
mg/kg BB, 300 mg/kg BB, dan 450 mg/kg BB secara berturut-turut adalah 170,5
mg/dl, 257,25 mg/dl, dan 261,5 mg/dl serta pada pemberian Na-CMC sebagai
kontrol (-) sebesar 79,25 mg/dl. Hasil selisih penurunan kadar glukosa darah pada
hari ke-28 (Tabel 4.4) pada pemberian glibenklamid sebagai kontrol (+) sebesar
227,5 mg/dl sedangkan pada pemberian ekstrak daun gedi merah (Abelmoschus
manihot (L.) Medik) pada dosis 150 mg/kg BB, 300 mg/kg BB, dan 450 mg/kg
BB secara berturut-turut adalah 285 mg/dl, 393,75 mg/dl, dan 316,5 mg/dl serta
pada pemberian Na-CMC sebagai kontrol (-) sebesar 103,5 mg/dl.
Penentuan adanya perbedaan yang signifikan antara dosis ekstrak daun gedi
merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik) dilakukan dengan uji One Way Anova
pada taraf signifikan 95%. Jika analisis uji One Way Anova diperoleh nilai p<0,05,
maka menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara masingmasing perlakuan. Dosis yang paling efektif diantara ketiga dosis ekstrak daun
gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik) dapat diketahui dengan melakukan
uji lanjut yaitu menggunakan uji lanjut Duncan.
Berdasarkan hasil uji One Way Anova yang dilanjutkan dengan uji lanjut
Duncan (Lampiran 3), pada hari ke-14, ke-21, dan ke-28 diperoleh hasil terdapat
perbedaan yang signifikan antara kontrol negatif dengan kontrol positif dan ketiga
variasi dosis ekstrak daun gedi merah. Hal ini dikarenakan kontrol negatif hanya
diberikan suspensi Na-CMC 0,5% yang tidak memiliki kandungan zat aktif dalam

57

menurunkan kadar glukosa darah. Tetapi terdapat perbedaan yang tidak signifikan
antara kontrol positif dengan ketiga variasi dosis ekstrak daun gedi merah. Hal ini
menunjukkan bahwa ketiga variasi dosis ekstrak daun gedi merah (Abelmoschus
manihot (L.) Medik) mampu menurunkan kadar glukosa darah yang sebanding
dengan kontrol positif.
Efek penurunan kadar glukosa darah disebabkan adanya senyawa bioaktif
yang terkandung dalam ekstrak daun gedi merah seperti alkaloid, flavonoid,
saponin, polifenol, dan tanin. Alkaloid terbukti mempunyai kemampuan
meregenerasi sel pankreas yang rusak. Adanya perbaikan pada jaringan
pankreas, maka akan terjadi peningkatan jumlah insulin di dalam tubuh sehingga
glukosa darah akan masuk ke dalam sel sehingga terjadi penurunan kadar glukosa
darah dalam tubuh.(62) Flavonoid pada esktrak daun gedi merah dapat bersifat
antioksidan. Flavonoid diketahui bertindak sebagai penangkal radikal hidroksi dan
superhidroksi dengan demikian melindungi lipid membrane sel pankreas
terhadap reaksi yang merusak. Selain itu flavonoid juga diketahui dapat
mengurangi peroksidasi lipid. Dan mengembalikan sensitivitas reseptor insulin
pada sel. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan kadar glukosa darah. (63)
Antioksidan pada polifenol mampu mengurangi stress oksidatif dengan cara
mencegah

terjadinya

rantai

pengubahan

superoksida

menjadi

hidrogen

superoksida dengan mendonorkan atom hidrogen dari kelompok aromatik


hidkrosil (-OH) polifenol untuk mengikat radikal bebas dan membuangnya dari
dalam tubuh melalui sistem ekskresi.(64) Saponin bersifat adstringent yaitu
menciutkan selaput lendir mukosa lambung sehingga menghambat penyerapan
senyawa lainnya yang juga ikut berperan terhadap penurunan kadar glukosa darah

58

yaitu alkaloid dan flavonoid.(65) Selain itu senyawa saponin yang terdapat di dalam
ekstrak daun gedi merah dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan
menghambat aktivitas enzim alfa glukosidase, yaitu enzim dalam pencernaan
yang bertanggung jawab terhadap pengubahan karbohidrat menjadi glukosa. (66)
Tanin diketahui dapat memacu metabolisme glukosa dan lemak sehingga
timbunan kedua sumber kalori ini dalam darah dapat dihindar. Selain itu, tanin
juga berfungsi sebagai astringent atau pengkhelat yang dapat mengerutkan
membran epitel usus halus sehingga mengurangi penyerapan sari makanan dan
sebagai akibatnya menghambat asupan glukosa dan laju peningkatan glukosa
darah tidak terlalu tinggi.(66)

DAFTAR PUSTAKA
1. Manurung, Sondang. 2010. Efek Antihiperglikemia Dari Ekstrak Kulit Manggis
(Garcinia Mangostana L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus
Norvegicus L.) Yang Diinduksi Sukrosa. FMIPA UNSRAT
2. Mustika Sari Kamilia, Ariayani Dahlena. 2008. The Study Potency Of Bijai
(Mangifera Caesia) And Kasturi (Mangifera Kasturi) As Antidiabetic By
Phytochemistry Screening On Roots And Stem. Sains dan terapan Kimia, Volume.
2 No. 2, Hal 64
3. WHO.2000. Prevalence Of Diabetes In The Who South-East Asian Region.
http://www.who.int/diabetes/fact/world-figures/en/indexs5.html
4. IDF.2013. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition. International Diabetes Federation.
Hal 13
5. Anonim.2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Jakarta
6. Evacuasiany Endang, DarsonoLusiana,Rosnaeni.2005. Studi Efektivitas
Antidiabetik Ekstrak Airdan Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica Charantia

59

L.)pada MencitDiabet Aloksan. Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen


Maranatha. Diakses 11 september 2013.
7. Prapti,U.2003.Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes Melitus.Agomedia
Pustaka.Jakarta
8. V. Sabitha, S. Ramachandran, K. R Naveen, K Panncerselvam 2011 Antidiabetic
and antihyperlipedemia potential of (Abelmoschus esculentus. (L.) Moench) in
streptozotocin induced diabetic rats. J. Pharm Bioallied see. Sep 397-402
9. Manna, Sinha dan Sill. 2009. Sarang semut terhadap gambaran histopatologi
pankreas tikus diabetes.
10. Tampubolon, R. 2010. Rahasia sehat dengan memanfaatkan Daun gedi merah.
Jakarta 15.
11. Amin, MI 2011. Hypoglychemic effects in response to (Abelmoschus esculentus.
(L.) Moench) treatment resource framerwork using STZ-Induced Diabetec Rattus
international Journal of Biochemistry Biopharmacy. Vol 11 No 1, 63-67 Malaysia
12.

Mamahit L. P dan Soekamto N. H. 2010. Satu Senyawa Asam Organik Yang


Diiolasi Dari Daun gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) Asal Sulawesi Utara.
Juruan Teknologi Pertanian. Fakulta Pertanian. Universitas Sam Ratulangi,
Manado. J. Chem Prog, Vol 3 No.1.

13.

Shao-Yu Z., Nai-Ning S., Wen-Yuan G., Wei J., Hong-Quan D., Pei-Gen X., 2006,
60
Progress in the treatment of chronic glomerulonephritis
with traditional Chinese
medicine, AsianJournal of Pharmacodynamic andPharmacokinetics 6 (4): 317
325.

14.

Nahar, Satyajit D, Saker Lutfun. 2009. Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi.


Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal. 86

15.

Ikewuchi , Jude C. et al. 2012. Alteration of Blood Pressure Indices and Pulse
Rates by an Aqueous Extract of the Leaves of Chromolaena odorata (L) King and
Robinson (Asteraceae). Department of Biochemistry, Faculty of Science,
University of Port Harcourt, P.M.B. 5323, Port Harcourt, Nigeria.

16.

Chapagain, B.P., dan Wiesman, Z. 2005. Larvicidal Activity of the Fruit Mesocarp
Extract of Balanites aegyptiaca and its Saponin Fractions against Aedes aegypti.
Dengue Bulletin, 29.

17.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia.


Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

18.

Direktorat jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia.


Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

60

19.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia & Direktorat Jenderal Pengawasan


Obat dan Makanan. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Bakti Husada. Jakarta.

20.

Waspadji, Sarwono dkk. 1994. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kedua. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. Hal 375, 423.

21.

Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penerbit EGC.
Jakarta. Hal 1022 1024.

22.

Sudoyo, Aru., Bambang S., Idrus A., Marcellus S., Siti S.Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi V. Hal 1874, 1880.

23.

Karen, G.B. dan Iris R., Imunologi Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.

24.

Brennan, F.M. dan B. McInnes. 2008. Evidence that Cytokine Play a Role in
Rheumatoid Arthritis. Vol. 118(11):3537-3545. The Journal of Clinical
Investigation.

25.

Tandra, H. 2008. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 66-67.

26.

Anderson, P Sylvia dan Lorraine. 1995. Patofisiologi. Edisi 4. Buku Kedokteran.


Jakarta. Hal 1114.

27.

Power, C.A. 2007. Chapter 338: Diabetes Melitus. In: (Fauci A.S., Kasper D.L.,
Long D.L., Loscalzo J., Braunwauld E.,Hauser SL., and Jameson J.L eds).
Harrisons Internal Medicine. 17th Ed. New York: The McGraw-Hill Comp, p.
2277-2285.

28.

Triplitt C.L., Reasner C.A. and Isley W.C. 2008. Chapter 77: Diabetes Mellitus. In
(Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Wells BG and Posey LM Eds). Pharmacotherapy
A Pathophysiologic Approach. 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.,
p. 1205-1223.

29.

Doshi, S. and Harvey, B. 2008. Eye Essential: Diabetes and the Eye. 2nd Ed.
Philadelphia: Buttenworth Heinemann Elsevier. p. 1-170.

30.

Suprapti, Budi dan Wenny Putri N. 2013. Farmakoterapi Diabetes Mellitus. Pusat
Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP). Surabaya.

31.

American Diabetes Association. 2012. Standar of Medical Care in Diabetes 2012.


Diabetes Care 35:11-35.

32.

Pusat Diabetes dan Lipid RSCM/FK UI. 2007. Hidup Sehat dengan Diabetes.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 176-178.

61

33.

Price, Sylvia dan Wilson, L. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Brahm U. Pendit, et al., Penerjemah. Jakarta: EGC, 1259-1273.

34.

Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical care untuk


penyakit diabetes melitus. Jakarta: Departemen Kesehatan, Republik Indonesia, 9,
29-32.

35.

Suyono, S. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit


FKUI. Jakarta. Hal 19-27.

36.

Yamada, H., et al. 2004. Lymphocyte and plasma vitamin C levels in type 2
diabetic patients within and without diabetes complication. Diabetes Care, 27,
2491-2492.

37.

PERKENI. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus


Tipe 2 di Indonesia. Hal. 21-23.

38.

Eliasson L,Abdulkader F,Braun M, Galvanovskis J,hoppa MB, Rorsman P. 2008,


Novel aspects of the molecular mechanism controlling insulin
secretion.J.Physiol;586(14): 33 13-24

39.

Kumar, V., Abbas, A.K. and Fauto, N. 2010. Robbyn & Cotran Dasar Patologis
Penyakit. Edisi 7, Diterjemahkan oleh Brahm, U.P. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. 1213-1231.

40.

Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell, V.W.2009. Biokimia Harper.
Edisi 27, (Harpers llustradet Biochemistry) Diterjemahkan oleh Brahm, U.P.,
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 166-174.

41.

Cnop, M., Nils, W., Jean, C.J., Anne, J., Sigurd, L., and Decio, L. E. 2005.
Mechanism of Pancreatic Cell Death in Type 1 and Type 2 Diabetes, Many
Differences, Few Similarities. J. Diab. 54:97-107

42.

Bouwen, L., Iise, R. 2005. Regulation of Pancreatic Beta Cell Mass. J. Physiol.
85:65-70

43.

Maedler, K., Spinas, G. A., Lehmann, R., Sergeev, P., Weber, M. And Fontana, A.
2001. Glucose Induced Beta Cell Apoptosis Via Up Regulation of the Fas
Receptor in Human Islets. J. Diab. 50:83-90

44.

Clare-Salzler, M. J., Crawford, J.M., Kumar, V. 2003. The Pancreas in Basic


Pathology 7th ed. Philadelphia: Elsevier Inc. 635-655

45.

Johnson, J. D., Zhiqiang, H., Kenichi, O., Honggang, Y., Yang , Z, and Hong, W.
2004. RyR2 and Calfain-10 Deliniate a Novel Apoptosis Pathway in Pancreatic
Islets. The J. Biol. Chem. 279(23):498-502.

62

46.

Ersin Akinci, Anannya Banga, Katie Tungatt, Joanna Segal, Daniel Eberhard,
James R. Dutton, and Jonathan M. W. Slack, 2013. Reprogramming of Varios
Cell Types to a Beta-Like State by Pdx1,Ngn3 and MafA, Plos One, Vol. 8.
November 2013, 1-10.

47.

Bridget, K. W. 2010. Chemical Transdifferentiation and Regenerative Medicine,


Nature Chemical Biology, Vol. 6 Des. 2010. 877-879.

48.

Guz, Y., Nasir, I., Teitelman, G. 2001. Regeneration of Pancreatic Cells from
Intraislet Precursor Cell in al Experimental Model of Diabetes. J. Endocrinol ;
142(11):56-58

49.

Anonim. 2014. Patologi dan Anatomi STIFA Pelita Mas. Palu,

50.

Wilcox, Gisela. 2005. Insulin And Insulin Resistance. Clin Biochem Rev Volume
26. Hal 24.

51.

Nabi Shaik Abdul, KasettiRamesh Babu, SirasanagandlaSwapna, TilakThandaiah


Krishna, dkk.2013. Antidiabetic and antihyperlipidemic activity of Piper longum
root aqueous extract in STZ induced diabetic rats. India

52.

Catharina. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Merah (Allium


Sativum)Terhadap Penurunan Glukosa Darah Pada Tikus Wistar Dengan
Hipeglikemia. PDF.Universitas Diponegoro Fakultas Kedokteran

53.

Lenzen S. 2008. The Mechanism of Alloxan- and streptozotocin induced


diabetes. Diabetologia 51:216-26.

54.

http://kimia.student journal.ub.ac.id/index.php/jikub/article/viewFile/2682

55.

Anonim. User Manual For ELISA kit. Elabscience.

56.

Markham. K.R. 1988. Cara Mengindentifikasi Flavonoid , terjemahan K.


Radmawinata. Penerbit ITB. Bandung. 1-117.

57.

Agung, Nugroho. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Melitus : Patologi dan


Mekanisme Aksi Diabetagonik. Jurnal Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.

58.

Thongsom, M., Chunglok, W., Kuanchuea, R., Tongpong, J. 2013. Antioxidant


and Hypoglycemic Effects of Tithonia diversifolia aqueous Leaves Extract Ind
Alloxan-Induced Diabetic Mice. Advences In Environmental Biology Journal Vol.
7. No. 9. Hal 5, 9.

59.

Mandey JS. 2013. Genetic characterization, nutritional and phytochemicals


potential of gedi leaves (Abelmoschus manihot L. Medik) growing in the North

63

Sulawesi of Indonesia as a candidate of poultry feed. Research Report. Animal


Husbandry Faculty, Sam Ratulangi University. Manado
60.

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Gajah mada University


pers. Yogyakarta.

61.

Agung, Nugroho. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Melitus : Patologi dan


Mekanisme Aksi Diabetagonik. Jurnal Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.

62.

Thongsom, M., Chunglok, W., Kuanchuea, R., Tongpong, J. 2013. Antioxidant


and Hypoglycemic Effects of Tithonia diversifolia aqueous Leaves Extract Ind
Alloxan-Induced Diabetic Mice. Advences In Environmental Biology Journal Vol.
7. No. 9. Hal 5, 9.

63.

Widhafni, Septya. Bodhi, Widdhi, Suadewi, Sri. 2014. Uji Efektivitas Ekstrak
Etanol Tunas Pisang Goroho (Musa acuminate L.) Terhadap Penurunan Kadar
Gula Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi
Sukrosa. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 3 no. 2. Hal. 62-66

64.

Lugasi, A., J. Hovari, K.V. Sagi and L. Biro. The Role of Antioxidant
Phytonutrients In The Prevention of Disease. Acta Biologica Szegediensis. 2003;
47: Hal. 119-125

65.

Ngozi, Igboh M., Ikewuchi, J.C., Ikewuchi C. C. 2009. Chemical Profile of


Chromolaena odorata L. (King and Robinson) Leaves. Pakistan Journal of
Nutrition 8 (5): 2009. Hal. 521-524.

66.

Malanggi, L., Sangi, M dan Pacdonk, J. 2012. Penuntun kandungan Tanin dan Uji
Aktivitas Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea Americana Mill. Journal MIPA
UNSTRAT. Hal 22-23.

64

LAMPIRAN 1

Skema Kerja Pembuatan Ekstrak Daun Gedi Merah


Sampel Daun Gedi Merah
Uji Penapisan Fitokimia
Disortasi basah, dicuci, dirajang, dikeringanginkan,
disortasi kering, dan diserbuk
Serbuk Simplisia Daun Gedi Merah

Maserasi dengan etanol 96% selama 3 hari.

Filtrat

Ampas

Diuapkan dengan rotary vacum


evaporator
Dipekatkan di atas water bath

Ekstrak Kental Daun Gedi Merah

Uji Alkaloid
Uji Flavonoid
Uji Polifenol
Uji Saponin
- Uji Tanin

Kelompok 3
Diberikan suspensi glibenklamid sebagai kontrol
positif
65

LAMPIRAN 2
Skema Kerja Efektivitas Ekstrak Daun Gedi Merah (Abelmoschus manihot
(L.) Medik) Terhadap Kadar Glukosa, 8-Hidroksideoksiguanosin,
Malondialdehid, dan Insulin Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Diabetes
Yang Diinduksi Streptozotocin
Pengolahan data, pembahasan, dan kesimpulan.

Ekstrak Daun Gedi Merah

120 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus) kriteria


66

Tikus diadaptasikan selama 2 minggu dengan pemberian maka

LAMPIRAN 3

Dipuasakan selama 16 jam (tetap diberi m

PERHITUNGAN

Pemeriksaan awal kadar glukosa tik


1. Perhitungan Na CMC 0,5%
Larutan Na CMC 0,5% dibuat dengan melarutkan 0,5 gram Na CMC sedikit

demi sedikit ke dalam 10 ml air suling panas sambil diaduk hingga

Induksi Streptozotocin 40 mg/kg BB secara intraperitoneal kec

terbentuk larutan koloid, kemudian volume dicukupkan hingga 100 ml


Tikus dibagi menjadi 6 kelompok

dengan air suling.


2. Perhitungan Glibenklamid
Konversi
glibenklamid
5 mg16
kejam
tikus(tetap
(200 gram)
dengan
kali kadar glukosa, K
Tikus
dipuasakan
selama
di berisetara
minum)
dan0,018
mengukur
dosis manusia (70 kg). Sehingga dosis yang digunakan adalah 5 mg x 0,018
= 0,09 mg/200 g BB tikus.

Kelompok 1 Kelompok
Kelompok 4
Ke
dosis x BB2maks tikus
Diberikan larutan
koloid Na-CMC
0,5% sebagai
kontrol
sehat
Diberikan
larutan koloid
Na-CMC
0,5%
sebagai
kontrol
sakitDiberi
ekstrak
daun
Diberi
gedi
ekstrak
merah
daun
dengan
gedi
ekstra
me
do
1 Diberi

Pembuatan larutan stok glibenklamid =

volume oral maks

0,09mg /200 g BB x 200 g


1
x 5 ml
2

0,09mg
2,5 ml

Pengukuran kadar glukosa dan dan gambaran histopato

0,036 mg
ml

Jadi untuk larutan stok 100 ml = 0,036 mg/ ml x 100 ml=3,6 mg /100 ml

Pembuatan larutan stok menggunakan tablet glibenklamid


Bobot 20 tablet = 3,2 g = 3200 mg
Bobot rata-rata/tab = 3,2/20 = 0,16 g = 160 mg untuk dosis 5 mg
stok
Bobot yang ditimbang = etiket x bobot ratarata/tab
=

3,6 mg
x 160 mg=115,2 mg
5 mg

67

Jadi 20 tablet glibenklamid digerus lalu ditimbang sebanyak 115,2 mg

kemudian larutkan dalam 100 ml suspensi Na CMC 0,5%.


dosis x BB
Volume Pemberian =
stok
=

0,09mg /200 g x 200 g


0,036 mg/ml

= 2,5 ml untuk 200 g BB tikus


Jika berat badan 180 g maka volume pemberiannya yaitu,
2,5 180
=2,25 ml
Vol. Pemberian =
200
3. Perhitungan Streptozotocin (STZ)
Dosis STZ 40 mg/kg BB terhadap tikus putih dengan BB 200 g yaitu :
Ditimbang 4,08 Buffer Na-Citrate dilarutkan dalam aqua pro injeksi ad 120
ml Ph 4,5. Jadi volume pemberian = 40 mg/kg BB x 0,2
7,5 mg/ml
= 1 ml
4. Perhitungan Dosis Pemberian Ekstrak Daun Gedi Merah (Abelmoschus
manihot (L.) Medik)
1) Pembuatan Larutan Stok Dosis 150 mg/kg BB
Dosis BBTikus

1
Volume maksimal
2
150

mg
BB 0,2 kg
kg
1
5 ml
2

30 mg
2,5 ml

= 12 mg/ml
= 1200 mg/100 ml
Ditimbang ekstrak sebanyak 1,2 gram disuspensikan dalam Na CMC
0,5% hingga 100 ml.
Volume pemberian untuk 200 g BB tikus
mg
150
BB 0,2 kg
kg
=
12 mg/ml
=

2,5 ml

68

Jika Jika berat badan 180 g maka volume pemberiannya yaitu,


mg
150
BB 0,18 kg
kg
Vol. Pemberian =
12 mg/ml
= 2,25 ml
2) Pembuatan Larutan Stok Dosis 300 mg/kg BB
Dosis BBTikus
1
=
Volume maksimal
2
300
=

mg
BB 0,2 kg
kg
1
5 ml
2

= 24 mg/ml
= 2400 mg/100 ml
Ditimbang ekstrak sebanyak 2,4 gram disuspensikan dalam Na CMC
0,5% hingga 100 ml.
Volume pemberian untuk 200 g BB tikus
mg
300
BB 0,2 kg
kg
=
24 mg/ml
= 2,5 ml
3) Pembuatan larutan Stok Dosis 450 mg/kg BB
Dosis BBTi kus
= 1 Volume maksimal
2
450
=

mg
BB 0,2 kg
kg
1
5 ml
2

= 36 mg/ml
= 3600 mg/100 ml
Ditimbang ekstrak sebanyak 3,6 gram disuspensikan dalam Na CMC
0,5% hingga 100 ml.
Volume pemberian untuk 200 g BB tikus
mg
450
BB 0,2 kg
kg
=
36 mg/ml
= 2,5 ml

69

Lampiran 3
ANOVA
Selisih_Penurunan_Kadar_Glukosa_Darah_14
Sum of Squares

df

Mean Square

Sig.

Between Groups

52446.000

13111.500

35.734

.000

Within Groups

5503.750

15

366.917

Total

57949.750

19

Test of Homogeneity of Variances


Selisih_Penurunan_Kadar_Glukosa_Darah_14
Levene Statistic

df1

df2

Sig.

3.193

15

.044

70

Descriptives
Selisih_Penurunan_Kadar_Glukosa_Darah_14
95% Confidence Interval
for Mean
Std.

Kontrol
Sakit
Kontrol
Positif
Dosis
150
Dosis
300
Dosis
450
Total

Lower

Mean

Deviation

Std. Error

Bound

Upper Bound Minimum Maximum

15.7500

4.34933

2.17466

8.8292

22.6708

12.00

22.00

88.2500

11.11680

5.55840

70.5607

105.9393

73.00

97.00

1.1375E2

9.81071

4.90535

98.1390

129.3610

104.00

126.00

1.3725E2

32.17012

16.08506

86.0602

188.4398

105.00

181.00

1.6625E2

23.68368

11.84184 128.5640

203.9360

145.00

191.00

20

1.0425E2

55.22669

12.34906

130.0969

12.00

191.00

78.4031

Post Hoc Tests


Homogeneous Subsets
Selisih_Penurunan_Kadar_Glukosa_Darah_14
Duncan
Subset for alpha = 0.05

Kelompok_Perla
kuan

Kontrol Sakit

15.7500

Kontrol Positif

88.2500

Dosis 150

1.1375E2

Dosis 300

Dosis 450

Sig.

1.1375E2
1.3725E2
1.6625E2

1.000

.079

.103

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

1.000

71

Oneway

Descriptives
Selisih_Penurunan_Kadar_Glukosa_Darah_21
95% Confidence
Interval for Mean
Lower

Upper

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Bound

Bound

Kontrol Sakit

79.2500

8.42120

4.21060

65.8500

92.6500

70.00

89.00

Kontrol Positif

1.2925E2

29.89286

14.94643

81.6838

176.8162

113.00

174.00

Dosis 150

1.7050E2

29.76015

14.88008 123.1450 217.8550

129.00

194.00

Dosis 300

2.5725E2

62.56397

31.28198 157.6968 356.8032

178.00

331.00

Dosis 450

2.6150E2

46.97872

23.48936 186.7464 336.2536

217.00

311.00

20 1.7955E2

81.30998

18.18146 141.4958 217.6042

70.00

331.00

Total

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances


Selisih_Penurunan_Kadar_Glukosa_Darah_21
Levene Statistic

df1

df2

Sig.

1.637

15

.217

ANOVA
Selisih_Penurunan_Kadar_Glukosa_Darah_21
Sum of Squares

df

Mean Square

Sig.

Between Groups

101700.700

25425.175

15.948

.000

Within Groups

23914.250

15

1594.283

Total

125614.950

19

72

Post Hoc Tests


Homogeneous Subsets
Selisih_Penurunan_Kadar_Glukosa_Darah_21
Duncan
Subset for alpha = 0.05

Kelompok_P
erlakuan

Kontrol Sakit

79.2500

1.2925E2

Kontrol
Positif

1.2925E2

Dosis 150

Dosis 300

2.5725E2

Dosis 450

2.6150E2

Sig.

1.7050E2

.097

.165

.882

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Oneway

73

Descriptives
Selisih_Penurunan_Kadar_Glukosa_Darah_28
95% Confidence Interval
for Mean

Kontrol
Sakit
Kontrol
Positif
Dosis 150
Dosis 300

Dosis 450
Total

Mean

Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum

1.0350E2

17.97220

8.98610

74.9022

132.0978

88.00

127.00

2.2750E2

19.07005

9.53502

197.1553

257.8447

208.00

252.00

2.8500E2

33.35666

16.67833

231.9221

338.0779

260.00

333.00

3.9375E2

47.04873

23.52437

318.8850

468.6150

334.00

448.00

3.1650E2

40.43513

20.21757

252.1587

380.8413

272.00

363.00

20 2.6525E2

103.97665

23.24989

216.5874

313.9126

88.00

448.00

Test of Homogeneity of Variances


Selisih_Penurunan_Kadar_Glukosa_Darah_28
Levene Statistic

df1

df2

Sig.

1.066

15

.407

ANOVA
Selisih_Penurunan_Kadar_Glukosa_Darah_28
Sum of Squares

df

Mean Square

Sig.

Between Groups

188468.000

47117.000

41.712

.000

Within Groups

16943.750

15

1129.583

Total

205411.750

19

Post Hoc Tests


Homogeneous Subsets

Maximum

74

Selisih_Penurunan_Kadar_Glukosa_Darah_28
Duncan
Subset for alpha = 0.05

Kelompok_Per
lakuan

Kontrol Sakit

4 1.0350E2

Kontrol Positif

Dosis 150

2.8500E2

Dosis 450

3.1650E2

Dosis 300

Sig.

2.2750E2

3.9375E2
1.000

1.000

.205

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

LAMPIRAN 5
DOKUMENTASI PENELITIAN

1.000

75

Bejana Maserasi dan Hasil Maserasi

Alat Rotavapor dan Hasil Ekstrak Kental

76

LANJUTAN LAMPIRAN 6
Uji Penapisan Fitokimia

Pemberian Induksi Streptozotocin, Perlakuan kontrol (+) dan Ekstrak Gedi


Merah

Alat Glukometer dan Pengukuran Kadar Glukosa Darah


Pengambilan Sampel Darah Melalui Jantung

77

LANJUTAN LAMPIRAN 6
Pengambilan Sampel Darah, Pengumpulan Sampel, dan Proses Sentrifuge

78

BAB V
PENUTUP

5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian efektivitas ekstrak daun gedi merah

(Abelmoschus

manihot

(L.)

Medik)

terhadap

kadar

glukosa

darah,

malondialdehid, 8-Hidroksideoksiguanosin, dan insulin pada tikus putih (Rattus


norvegicus) yang diinduksi streptozotocin dapat disimpulkan sebagai berikut :
1 Ekstrak daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik) dapat menurunkan
kadar glukosa darah, 8-Hidroksideoksiguanosin, dan malondialdehid serta
meningkatkan

kadar

insulin

tikus

putih

diabetes

yang

diinduksi

streptozotocin.
2 Dosis ekstrak daun gedi merah yang efektif dalam menurunkan kadar glukosa
darah, 8-Hidroksideoksiguanosin, dan malondialdehid serta meningkatkan
5.2

kadar insulin yaitu dosis 150 mg/kg BB.


Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan melakukan pemeriksaan

histopatologi terhadap jaringan pankreas untuk mengetahui perbaikan dalam


meregenerasi sel beta pankreas.

117

79

DAFTAR PUSTAKA

1.

Auroma. 2006. Free Radicals, Antioxidants and Diabetes : Embryopathy,


Retynopsthy, Neuropathy, Nepropathy and Cardiovascular Complication. N
aging. 4:117-137

2.

OBrien, J. A., Patrick, A.R. and Caro, J.J. 2003. Cost Of Managing
Complication Resulting from Type 2 Diabetes Melitus in Canada. BMC
Healh Serv Res. 3:7

3.

American Diabetes Association (ADA). 2012. Diagnosis and


Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, Vol.35, Supplement 1:
S64

4.

World Health Organization (WHO). 2012. Diabetes Fact Sheet.


Department of Sustainable Development and Healthy Environments.

5.

Anonim. 2013. Diabetes Atlas. 6th Ed. International Diabetes Federation.

6.

Anonim. 2014. Diabetes Atlas. 6th Ed. International Diabetes Federation.

7.

Wild S, Gojka R, Anders G, Richard S, and Hilary K. 2004. Global


Prevalence of Diabetes. Diabetes Care, Vol.27, No.5: 1051

8.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. 2013. Situasi dan Analisis
Diabetes. Riset Kesehatan Dasar. Hal.3

9.

Ueno Y, Kizaki M, Nakagiri R, Kamiya T, Sumi H, and Osawa T. 2002.


Dietary gluthatione protects rats from diabetic nephropathy and neuropathy. J
Nutr 32:897-900.

10.

Mahreen R, Mohsin M and Nasreen Z. 2010. Significantly Increased Levels


of Serum Malondialdehyde in Type 2 Diabetic with Myocardial Infarction. Int J
Diab Ctries 30(1):49-51.

11.

Utami, Vina. 2012. Studi Deteksi Senyawa 8-Hidroksi-2-Deoksiguanosin


(8-OHdG) Sebagai Biomarker Genotoksisitas. [Skripsi]. Fakultas MIPA.
Universitas Indonesia. Depok. Hal 6

12.

Donne et al. 2006. Biomarker of Oxidative damage in human disease.


Clinc Chem, 1-23.

13.

Suryawanshi NP, Bhutey AK, Nagdeote, Jadhav AA, Manoorkar GS.


2006. Study of Lipid Peroxide and Lipid Profile in Diabetes Mellitus. Ind J.
Clinic. Biochem 21 (1): 126-130

118

80

14.

Gupta S, Pandey R, Katyai R, Anggarwal HK, Aggrawal RP, Aggrawal


SK. 2005. Lipid Peroxide Levels and Antioxidant Status in Alcoholic Liver
Disease. Ind J. Clinic. Biochem 20 (1) : 67-71

15.

Zarghami N & Khosrowbetgi A. 2005. Seminal Plasma Levels pf 15-F2Isoprostane,


Malondialdehyde
and
Total
Homocysteine
in
Normozoospermic and Asthenozoospermic Males. Ind J. Clinic. Biochem 20
(2) : 86-91

16.

Klauning, J.E., Z. Wang. 2011. Oxidative stress and Oxidative Damage in


Chemical Carcinogenesis. Toxicology and Applied Pharmacology. 254: 8699.

17.

Utami, T.S., Arbianti, R., Hermansyah, H., Reza, A., Rini. 2009.
Perbandingan Aktifitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Simpur (Dillenia
indica) dari Berbagai Metode Ekstraksi dengan Uji ANOVA. Seminar
Nasional Teknik Kimia Indonesia-SNTKI 2009. pp:1-4.

18.

Bambang Setiawan dan Eko Suhartono, 2005. Stres Oksidatif dan Peran
Antioksidan pada Diabetes Melitus. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 55,
No 2, hal 87-90.

19.

Battacharya, S.K., Satyan, K.S., Ghosal, S., 1997. Antioxidant activity of


glycowithanolides from Withania somnifera. Indian Journal of Experimental
Biology 35: 236239.

20.

Sarastani Dewi, Suwarna T. Soekarto, Tien R. Muchtadi, Dedi Fardiaz dan


Anton Apriyanto. 2002. Aktivitas Antioksidan Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Biji
Atung. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 13:149-156.

21.

Hodgson, J.M and Kevin D.C. 2006. Review Dietary flavonoids:effects on


endothelial function and blood pressure. J Sci Food Agric 86:2492-2498.

22.

Ciz M, Hana , Petko D, Maria K, Anton S, Antonin L. 2010. Different


methods for control and comparison of the antioxidant properties of
vegetables. Food Control 21: 518 523 (2010).

23.

Liu, Y., Xianyin L., Xiaomei L., Yuying Z., Jingrong C. 2006. Interactions
Between Thrombin with Flavonoids from Abelmoschus manihot (L.)
Medicus by CZE. Chromatographia2006 (64): 45.

24.

Lin-lin W., Xin-bo Y., Zheng-ming H., He-zhi L., Guang-xia W. 2007. In
vivo and in vitro antiviral activity of hyperoside extracted from
Abelmoschus manihot (L) medic. Acta Pharmacol Sin28 (3):404-409.

25.

V. Sabitha, S. Ramachandra, K. R Naveen, K Panncerselvam. 2011.


Antidiabetic and antihyperlipidemia potential of (Abelmoschus esculentus

81

(L.) Moench) in streptozotocin induced diabetic rats. J. Pharm Bioallied


see. Hal 397-402.
26.

Morris, R. 2006. Plants For A Future. Edible, Medicinal and Useful Plants
or A Heathier Word. (Online).

27.

Zaven and Zhukovsky. 1980. Dictionary of Cultivared Plants and Their


Centres of Diversity. Unipub. New York.

28.

Kayadu, Yustin. 2013. Karatkterisasi Agroekologi Dan Analisis Nutrisi


Tanaman Gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) Asal Distrik Sentani Dan
Distrik Kemtuk, Kabupaten Jayapura. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Dan
Teknologi Pertanian. Universitas Negeri Papua. Manokwari.

29.

IPGRI. 1998. Aibika/Bele. International Plants Genetic Resources


Institute. ISBN 92-9043-381-7.

30.

Ochse, J.J and R.C. 1980. Vegetable of the Dutch East Indies. Asher &
CO.B.V. Bakhuizen van den Brink Amsterdam, 464-473 PP.

31.

Patil MV, Patil DA. 2003. Etnobotany of Nasik District Maharashtra.


Daya Publishing house, Delhi, India. 2003:22-24.

32.

Tampubolon, R. 2010. Rahasia Sehat dengan Memanfaatkan Daun Gedi


Merah. Jakarta. Hal 15.

33.

Mandey JS. 2013. Genetic characterization, nutritional and


phytochemicals potential of gedi leaves (Abelmoschus manihot L. Medik)
growing in the North Sulawesi of Indonesia as a candidate of poultry feed.
Research Report. Animal Husbandry Faculty, Sam Ratulangi University.
Manado.

34.

Mamahit L. P dan Soekamto N. H. 2010. Satu Senyawa Asam Organik


Yang Diiolasi Dari Daun gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) Asal
Sulawesi Utara. Juruan Teknologi Pertanian. Fakulta Pertanian. Universitas
Sam Ratulangi, Manado. J. Chem Prog, Vol 3 No.1.

35.

Nugrahaningtyas, Khoirina D., Sabirin M., Tutik Dwi W. 2005. Isolasi


dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Rimpang Temu Ireng (Curcuma
aeruginosa Roxb.). Jurnal Biofarmasi. Jurusan Biologi FMIPA. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.

36.

Nahar, Satyajit D, Saker Lutfun. 2009. Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi.


Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal. 86

37.

Ikewuchi , Jude C. et al. 2012. Alteration of Blood Pressure Indices and


Pulse Rates by an Aqueous Extract of the Leaves of Chromolaena odorata

82

(L) King and Robinson (Asteraceae). Department of Biochemistry, Faculty


of Science, University of Port Harcourt, P.M.B. 5323, Port Harcourt,
Nigeria.
38.

Chapagain, B.P., dan Wiesman, Z. 2005. Larvicidal Activity of the Fruit


Mesocarp Extract of Balanites aegyptiaca and its Saponin Fractions against
Aedes aegypti. Dengue Bulletin, 29.

39.

Shao-Yu Z., Nai-Ning S., Wen-Yuan G., Wei J., Hong-Quan D., Pei-Gen
X., 2006, Progress in the treatment of chronic glomerulonephritis with
traditional Chinese medicine, Asian Journal of Pharmacodynamic and
Pharmacokinetics 6 (4): 317 325.

40.

Sarwar M, Attitalia IH, Abdollahi M . 2011. A review on the recent


advances in pharmacological studies on medicinal plants; animal studies
are done but clinical studies needs completing. Asian Journal of Animal and
Veterinary Advances 6, 867-883.

41.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope


Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

42.

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi V. Gajah Mada


University Press. Yogyakarta.

43.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia & Direktorat Jenderal


Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat. Bakti Husada. Jakarta.

44.

Tjay, Tan Hoan.,Raharja K. 2007. Obat-Obat Penting. Edisi VI. PT Elex


Media Komputindo. Jakarta. 738-743

45.

Arisandi, R. 2004. Anatomi dan Fisiologi Pankreas. Bogor: Institut


Pertanian Bogor.

46.

Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Penerbit EGC. Jakarta. Hal 1022 1024.

47.

Eliasson L, Abdulkader F, Braun M, Galvanovskis J, Hoppa MB, Rorsman


P. 2008. Novel aspects of the moleculer mechanism controling insulin
secretion. J. Physiol. 586 (14) : 3313-24

48.

Guyton, A. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III.


Jakarta: Penerbit EGC. Hal. 699, 705-706

49.

Handoko, T., dan Suharto B. 1995. Insulin Glukagon dan Antidiabetik


dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 469, 471472.

83

50.

Wilcox, Gisela. Insulin and Insulin Resistance. 2005. Clin Biochem Rev.
2005 May; 26(2): 1939.

51.

Shepherd, Peter R.,Kahn B. 1999. Glukosa Transporters and Insulin


Action-Implication For Insulin Resistance and DM. New England Journal
Medicine. 341 : 248-257

52.

Waspadji, Sarwono dkk. 1994. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kedua. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 375, 423.

53.

Sudoyo, Aru., Bambang S., Idrus A., Marcellus S., Siti S.Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V. Hal 1874, 1880.

54.

Karen, G.B. dan Iris R., Imunologi Dasar. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. Jakarta.

55.

Brennan, F.M. dan B. McInnes. 2008. Evidence that Cytokine Play a Role
in Rheumatoid Arthritis. Vol. 118(11):3537-3545. The Journal of Clinical
Investigation.

56.

Tandra, H. 2008. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui tentang


Diabetes. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 66-67.

57.

Anderson, P Sylvia dan Lorraine. 1995. Patofisiologi. Edisi 4. Buku


Kedokteran. Jakarta. Hal 1114.

58.

Power, C.A. 2007. Chapter 338: Diabetes Melitus. In: (Fauci A.S., Kasper
D.L., Long D.L., Loscalzo J., Braunwauld E.,Hauser SL., and Jameson J.L
eds). Harrisons Internal Medicine. 17th Ed. New York: The McGraw-Hill
Comp, p. 2277-2285.

59.

Triplitt C.L., Reasner C.A. and Isley W.C. 2008. Chapter 77: Diabetes
Mellitus. In (Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Wells BG and Posey LM Eds).
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. 7th ed. New York:
McGraw-Hill Companies, Inc., p. 1205-1223.

60.

Doshi, S. and Harvey, B. 2008. Eye Essential: Diabetes and the Eye. 2nd
Ed. Philadelphia: Buttenworth Heinemann Elsevier. p. 1-170.

61.

American Diabetes Association (ADA). 2007. Diagnosis and


Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes care, Vol.30, Supplement 1:
S42-S46

62.

Suprapti, Budi dan Wenny Putri N. 2013. Farmakoterapi Diabetes


Mellitus. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP). Surabaya.

84

63.

American Diabetes Association. 2012. Standar of Medical Care in


Diabetes 2012. Diabetes Care 35:11-35.

64.

Price, Sylvia dan Wilson, L. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Brahm U. Pendit, et al., Penerjemah. Jakarta: EGC, 12591273.

65.

Pusat Diabetes dan Lipid RSCM/FK UI. 2007. Hidup Sehat dengan
Diabetes. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 176-178

66.

Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical care


untuk penyakit diabetes melitus. Jakarta: Departemen Kesehatan, Republik
Indonesia, 9, 29-32.

67.

Suyono, S. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai


Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 19-27.

68.

PERKENI. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes


Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Hal. 21-23.

69.

Funk, J.L. and Feingold, K.R. 1995. Disorder of the Endocrine Pancrease.
In: McPee, S.J., (Ed), A Lange Medical Book Pathophysiology of Disease
An Introduction to Clinical Medicine, 1st ed. Stamford: Appleton & Lange,
p.367-392.

70.

Ganong, W.F. 1997. Review of Medical Physiology. 18th ed. San


Fransisco: Prentice Hall International, Inc., p. 320-329.

71.

Katzung B.G., Masters S.B., and Trevor A.J., (Eds). 2009. Chapter 41:
Pancreatic Hormon and Antidiabetic Drugs In: Basic & Clinical
Pharmacology. 11th ed. China: The McGraw-Hill Companies.

72.

Moussa, S.A. 2008. Oxidative Stress in Diabetes Mellitus. Romanian J.


Biophys, 18(3): 225-36.

73.

Setiawan, B. dan Suhartono, E. 2005. Stres Oksidatif dan Peran


Antioksidan pada Diabetes Melitus. Majalah Kedokteran Indonesia, 55(2):
86-90.

74.

Soesilowati, S. 2003. Diabetic Retinopathy: Pathogenesis and Treatment.


Acta Medica Indonesiana, 35(1): 27-34.

75.

Widijanti,A. dan Ratulangi, B.T. 2003. Pemeriksaan Laboratorium


Penderita Diabetes Melitus. Medika, 3(1): 166-9.

85

76.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Cetakan ke 2 ,


Kanisnus Yogyakarta. p. 50-5.

77.

Marjani, A. 2010. Lipid Peroxidation Alterations in Type 2 Diabetic


Patients. Pakistan Journal of Biological Sciences, 13(15): 723-30

78.

Anonim. 2010. Pengaruh Radikal Bebas Terhadap Mata Ditinjau Dari


Biomolekuler.
Available
at:
http://www.scribd.com/doc/94801859/
Pengaruh-Radikal-Bebas-Terhadap-Mata-Ditinjau-Dari-Biomolekuler. Last
update: Januari 2010.

79.

Nielsen F and Andersen HR. 1997.Plasma malondialdehyde as biomarker


for oxidative stress: reference interval and effects of life-style factors.
Clinical Chemistry 43(7):1209 1214.

80.

Borchman, D. dan Yappert, M.C. 2011. Lipid and the Ocular Lens.
Journal of Lipid Research, 20: 1-55

81.

Janero, D.R. 2001. Malondialdehyde and Thiobarbituric Acid Activity as


Diagnosis Indices of Lipid Peroxidation and Peroxidative Tissue Injury.
Free Radical Biology and Medicine, 9: 515-40.

82.

Kasai, H. 1997. Analysis of a form of oxidative DNA damage, 8-hydroxy2deoxyguanosine, as a marker of cellular oxidative stress during
carcinogenesis. Mutation Research. 387 : 147-163

83.

Jasin, M. 1984. Sistematika Hewan Avertebrata dan Vertebrata. Sinar


Wijaya. Surabaya.

84.

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Gajahmada


University pers. Yogyakarta.

85.

Szkudelski T. 2001.The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action


in B Cells of the Rat Pancreas.Physiol Res 50: 536-546.

86.

Lenzen S. 2008.The mechanisms of alloxan- and streptozotocin-induced


diabetes.Diabetologia 51:216-26.

87.

Elsner M, Guldbakke B, Tiedge M, Munday R and Lenzen S. 2000


Relative importance of transport and alkylation for pancreatic beta-cell
toxicity of streptozotocin.Diabetologia 43:152833.

88.

Hardjosaputra S.L.P, Listyawati P, Tresni K, Loecke K, Indriyantoro, dan


Nawanti I. 2008. Data Obat Di Indonesia. PT. Muliapurna Jayaterbit.
Jakarta

86

89.

Bambang, S. 1995. Materi Medika Indonesia. Jilid VI. Departemen


Kesehatan RI. Jakarta.

90.
91.

Anonim. User Manual For ELISA kit. Elabscience.


Andersen, .M. and Markham K.R. 2006. Flavonoids: Chemistry,
Biochemistry, and Applications. Taylor & Francis Group. USA. 2

92.

Markham. K.R. 1988. Cara Mengindentifikasi Flavonoid , terjemahan K.


Radmawinata. Penerbit ITB. Bandung. 1-117.

93.

Agung, Nugroho. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Melitus : Patologi


dan Mekanisme Aksi Diabetagonik. Jurnal Fakultas Farmasi Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta.

94.

Thongsom, M., Chunglok, W., Kuanchuea, R., Tongpong, J. 2013.


Antioxidant and Hypoglycemic Effects of Tithonia diversifolia aqueous
Leaves Extract Ind Alloxan-Induced Diabetic Mice. Advences In
Environmental Biology Journal Vol. 7. No. 9. Hal 5, 9.

95.

Wollenweber E, Dorr M, Muniappan R. Exudate Flavonoids in a Tropical


Weed, Chromolaena odorata (L.) R. M. King et H. Robinson. Biochemical
Sptematics and Ecology Vol. 23, 1995, 7 (8). Hal. 873-874

96.

Widhafni, Septya. Bodhi, Widdhi, Suadewi, Sri. 2014. Uji Efektivitas


Ekstrak Etanol Tunas Pisang Goroho (Musa acuminate L.) Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus
norvegicus) Yang Diinduksi Sukrosa. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT
Vol. 3 no. 2. Hal. 62-66

97.

Lugasi, A., J. Hovari, K.V. Sagi and L. Biro. The Role of Antioxidant
Phytonutrients In The Prevention of Disease. Acta Biologica Szegediensis.
2003; 47: Hal. 119-125

98.

Ngozi, Igboh M., Ikewuchi, J.C., Ikewuchi C. C. 2009. Chemical Profile


of Chromolaena odorata L. (King and Robinson) Leaves. Pakistan Journal
of Nutrition 8 (5): 2009. Hal. 521-524

99.

Malanggi, L., Sangi, M dan Pacdonk, J. 2012. Penuntun kandungan Tanin


dan Uji Aktivitas Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea Americana Mill.
Journal MIPA UNSTRAT. Hal 22-23.

87

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI


Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama

: Muthiah Hanifah Zaenong

Nomor sambuk

: 10 12 126

Program studi

: Farmasi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benarbenar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pemikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya
sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau
keseluruhan skripsi ini hasil ciplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.

Palu, November 2015


Yang menyatakan

Muthiah Hanifah Zaenong

88

DAFTAR BIAYA PENELITIAN


No
1.
2.
3.
4.
5
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

Pengeluaran
Daun Gedi Merah
Etanol 96%
Eter
Na-CMC
Glibenklamid
Streptozotocin
Aluminium foil
Aquades
Aqua pro injeksi
Kertas label
Kertas perkamen
Kertas saring
Tissue
Benang godam
Sendok tanduk
Batang pengaduk
Masker
Spoit oral
Spoit injeksi
Glukometer (Nesco)
Stik Glukosa
Vacum tube
Elisa kit MDA
Elisa kit 8-OHdG
Elisa kit Insulin
Pemeriksaan kadar MDA, 8-OHdG,

27.

dan Insulin
Biaya pemeliharaan hewan uji
Total

Biaya (Rp)

20.000
10.000
15.000
50.000

400.000
98.000
300.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
120 x @10.000 x 3 = 3.600.000

89

LAMPIRAN 1

Skema Kerja Pembuatan Ekstrak Daun Gedi Merah


Sampel Daun Gedi Merah
Uji Penapisan Fitokimia
Disortasi basah, dicuci, dirajang, dikeringanginkan,
disortasi kering, dan diserbuk
Serbuk Simplisia Daun Gedi Merah

Maserasi dengan etanol 96% selama 3 hari.

Filtrat

Ampas

Diuapkan dengan rotary vacum


evaporator
Dipekatkan di atas water bath

Ekstrak Kental Daun Gedi Merah

Uji Alkaloid
Uji Flavonoid
Uji Polifenol
Uji Saponin
- Uji Tanin

Kelompok 3
Diberikan suspensi glibenklamid sebagai kontrol
positif
90

LAMPIRAN 2
Skema Kerja Efektivitas Ekstrak Daun Gedi Merah (Abelmoschus manihot
(L.) Medik) Terhadap Kadar Glukosa, 8-Hidroksideoksiguanosin,
Malondialdehid, dan Insulin Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Diabetes
Yang Diinduksi Streptozotocin
Pengolahan data, pembahasan, dan kesimpulan.

Ekstrak Daun Gedi Merah

120 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus) kriteria


91

Tikus diadaptasikan selama 2 minggu dengan pemberian maka

LAMPIRAN 3

Dipuasakan selama 16 jam (tetap diberi m

PERHITUNGAN

Pemeriksaan awal kadar glukosa, MDA, 8OHdG d


5. Perhitungan Na CMC 0,5%
Larutan Na CMC 0,5% dibuat dengan melarutkan 0,5 gram Na CMC sedikit

demi sedikit ke dalam 10 ml air suling panas sambil diaduk hingga

Induksi Streptozotocin 40 mg/kg BB secara intraperitoneal kec

terbentuk larutan koloid, kemudian volume dicukupkan hingga 100 ml


Tikus dibagi menjadi 6 kelompok

dengan air suling.


6. Perhitungan Glibenklamid
Konversi
glibenklamid
5 mg di
ke beri
tikusminum)
(200 gram)
dengankadar
0,018 glukosa,
kali
Tikus dipuasakan
selama
16 jam (tetap
dansetara
mengukur
MDA, 8OHdG d
dosis manusia (70 kg). Sehingga dosis yang digunakan adalah 5 mg x 0,018
= 0,09 mg/200 g BB tikus.

Kelompok 1 Kelompok
Kelompok 4
Ke
dosis x BB2maks tikus
Diberikan larutan
koloid Na-CMC
0,5% sebagai
kontrol
sehat
Diberikan
larutan koloid
Na-CMC
0,5%
sebagai
kontrol
sakitDiberi
ekstrak
daun
Diberi
gedi
ekstrak
merah
daun
dengan
gedi
ekstra
me
do
1 Diberi

Pembuatan larutan stok glibenklamid =

volume oral maks

0,09mg /200 g BB x 200 g


1
x 5 ml
2

0,09mg
2,5 ml

Pengukuran kadar glukosa, MDA, 8OHdG dan insulin pada tik

0,036 mg
ml

Jadi untuk larutan stok 100 ml = 0,036 mg/ ml x 100 ml=3,6 mg /100 ml

Pembuatan larutan stok menggunakan tablet glibenklamid


Bobot 20 tablet = 3,2 g = 3200 mg
Bobot rata-rata/tab = 3,2/20 = 0,16 g = 160 mg untuk dosis 5 mg
stok
Bobot yang ditimbang = etiket x bobot ratarata/tab
=

3,6 mg
x 160 mg=115,2 mg
5 mg

92

Jadi 20 tablet glibenklamid digerus lalu ditimbang sebanyak 115,2 mg

kemudian larutkan dalam 100 ml suspensi Na CMC 0,5%.


dosis x BB
Volume Pemberian =
stok
=

0,09mg /200 g x 200 g


0,036 mg/ml

= 2,5 ml untuk 200 g BB tikus


Jika berat badan 180 g maka volume pemberiannya yaitu,
2,5 180
=2,25 ml
Vol. Pemberian =
200
7. Perhitungan Streptozotocin (STZ)
Dosis STZ 40 mg/kg BB terhadap tikus putih dengan BB 200 g yaitu :
BB
Dosis STZ untuk tikus 200 g = 1000 g x Dosis STZ

200 g
x 40 mg
1000 g

1
x 40 mg
5

= 8 mg / 200 g BB tikus
Jadi untuk membuat dosis STZ 8 mg pada tikus dengan BB 200 g
dengan volume maksimal 3 ml secara intraperitoneal dalam 100 ml Na
CMC yaitu dengan menimbang STZ sebanyak :
8 mg x 100 ml
Bobot yang ditimbang =
3 ml
=

800 mg
3

= 266,6 mg / 100 ml
= 0,266 g / 100 ml
Jadi STZ ditimbang sebanyak 0,266 gram dan dilarutkan dalam aqua
pro injeksi hingga 100 ml.

93

Volume pemberian =
=

dosis x BB
stok
8 mg/200 g x 200 g
2,66 mg/ml

= 3 ml
8. Perhitungan Dosis Pemberian Ekstrak Daun Gedi Merah (Abelmoschus
manihot (L.) Medik)
1) Pembuatan Larutan Stok Dosis 150 mg/kg BB
Dosis BBTikus

1
Volume maksimal
2
150

mg
BB 0,2 kg
kg
1
5 ml
2

30 mg
2,5 ml

= 12 mg/ml
= 1200 mg/100 ml
Ditimbang ekstrak sebanyak 1,2 gram disuspensikan dalam Na CMC
0,5% hingga 100 ml.
Volume pemberian untuk 200 g BB tikus
mg
150
BB 0,2 kg
kg
=
12 mg/ml
= 2,5 ml
Jika Jika berat badan 180 g maka volume pemberiannya yaitu,
mg
150
BB 0,18 kg
kg
Vol. Pemberian =
12 mg/ml
= 2,25 ml
2) Pembuatan Larutan Stok Dosis 300 mg/kg BB
Dosis BBTikus
= 1 Volume maksimal
2

94

300
=

mg
BB 0,2 kg
kg
1
5 ml
2

= 24 mg/ml
= 2400 mg/100 ml
Ditimbang ekstrak sebanyak 2,4 gram disuspensikan dalam Na CMC
0,5% hingga 100 ml.
Volume pemberian untuk 200 g BB tikus
mg
300
BB 0,2 kg
kg
=
24 mg/ml
= 2,5 ml
3) Pembuatan larutan Stok Dosis 450 mg/kg BB
Dosis BBTikus
= 1 Volume maksimal
2
450
=

mg
BB 0,2 kg
kg
1
5 ml
2

= 36 mg/ml
= 3600 mg/100 ml
Ditimbang ekstrak sebanyak 3,6 gram disuspensikan dalam Na CMC
0,5% hingga 100 ml.
Volume pemberian untuk 200 g BB tikus
mg
450
BB 0,2 kg
kg
=
36 mg/ml
= 2,5 ml

LAMPIRAN 4
HASIL STATISTIK ONEWAY ANOVA
SELISIH PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH HARI KE-14
SECARA STATISTIK
Oneway

95

Descriptives
selisih_penurunan_kadar_glukosa_darah
95% Confidence Interval for
Mean

Std.
N

Mean

Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum

kontrol negatif

2.5000

60.00833

30.00417

-92.9866

97.9866

-62.00

78.00

kontrol positif

257.0000

62.52999

31.26500

157.5008

356.4992

173.00

324.00

dosis 1

209.5000

43.64631

21.82315

140.0490

278.9510

166.00

268.00

dosis 2

218.0000

54.10484

27.05242

131.9071

304.0929

162.00

292.00

dosis 3

276.2500

45.48535

22.74267

203.8727

348.6273

218.00

325.00

20

192.6500

111.47116

24.92571

140.4799

244.8201

-62.00

325.00

Total

ANOVA
selisih_penurunan_kadar_glukosa_darah
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total

df

Mean Square

192853.800

48213.450

43236.750

15

2882.450

236090.550

19

Sig.

16.727 .000

Post Hoc Tests


selisih_penurunan_kadar_glukosa_darah
Duncan
Subset for alpha = 0.05
kelompok_perlakuan

kontrol negatif

dosis 1

209.5000

dosis 2

218.0000

kontrol positif

257.0000

dosis 3

276.2500

Sig.

2.5000

1.000 .125

LANJUTAN LAMPIRAN 4
SELISIH PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH HARI KE-21
SECARA STATISTIK
Oneway

96

Descriptives
selisih_penurunan_kadar_glukosa_darah
95% Confidence Interval for
Mean

Std.
N

Mean

Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum

kontrol negatif

105.5000

51.60426

25.80213

23.3861

187.6139

45.00

168.00

kontrol positif

247.7500

28.53507

14.26753

202.3443

293.1557

207.00

268.00

dosis 1

214.0000

45.26220

22.63110

141.9777

286.0223

174.00

278.00

dosis 2

227.0000

50.60303

25.30152

146.4793

307.5207

193.00

302.00

dosis 3

287.2500

52.99292

26.49646

202.9264

371.5736

227.00

344.00

20

216.3000

74.81985

16.73023

181.2832

251.3168

45.00

344.00

Total

ANOVA
selisih_penurunan_kadar_glukosa_darah
Sum of Squares

df

Mean Square

Between Groups

73677.700

18419.425

Within Groups

32684.500

15

2178.967

106362.200

19

Total

Sig.
8.453 .001

Post Hoc Tests


selisih_penurunan_kadar_glukosa_darah
Duncan
Subset for alpha = 0.05
kelompok_perlakuan

kontrol negatif

dosis 1

214.0000

dosis 2

227.0000

kontrol positif

247.7500

dosis 3

287.2500

Sig.

105.5000

1.000 .058

LANJUTAN LAMPIRAN 4
SELISIH PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH HARI KE-28
SECARA STATISTIK
Oneway

97

Descriptives
selisih_penurunan_kadar_glukosa_darah
95% Confidence Interval for
Mean

Std.
N

Mean

Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum

kontrol negatif

117.0000

100.25634

50.12817

-42.5302

276.5302

7.00

218.00

kontrol positif

261.5000

41.62131

20.81065

195.2712

327.7288

204.00

303.00

dosis 1

238.2500

24.93157

12.46579

198.5783

277.9217

210.00

268.00

dosis 2

250.2500

56.84115

28.42058

159.8030

340.6970

212.00

334.00

dosis 3

301.2500

43.02228

21.51114

232.7920

369.7080

257.00

357.00

20

233.6500

82.54458

18.45753

195.0179

272.2821

7.00

357.00

Total

ANOVA
selisih_penurunan_kadar_glukosa_darah
Sum of Squares

Df

Mean Square

Between Groups

76997.300

19249.325

Within Groups

52461.250

15

3497.417

129458.550

19

Total

Sig.
5.504 .006

Post Hoc Tests


selisih_penurunan_kadar_glukosa_darah
Duncan
Subset for alpha = 0.05
kelompok_perlakuan

kontrol negatif

dosis 1

238.2500

dosis 2

250.2500

kontrol positif

261.5000

dosis 3

301.2500

Sig.

117.0000

1.000 .185

LANJUTAN LAMPIRAN 4
SELISIH PENURUNAN KADAR MDA HARI KE-14 SECARA STATISTIK
Oneway

98

Descriptives
selisih_penurunan_kadar_MDA
95% Confidence Interval for
Mean
N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum

kontrol negatif

-88.2700

113.78549

56.89275

-269.3281

92.7881

-235.38

12.42

kontrol positif

1.3458E2

87.11467

43.55734

-4.0339

273.2039

42.29

248.68

dosis 1

2.7452E2

40.83009

20.41505

209.5552

339.4948

250.58

335.63

dosis 2

3.9231E2

109.17181

54.58590

218.5908

566.0242

242.98

475.38

dosis 3

2.6951E2

220.22819

1.10114E2

-80.9197

619.9447

69.29

564.75

20

1.9653E2

203.47162

45.49764

101.3044

291.7596

-235.38

564.75

Total

ANOVA
selisih_penurunan_kadar_MDA
Sum of Squares

Df

Mean Square

Between Groups

538746.871

134686.718

Within Groups

247866.427

15

16524.428

Total

786613.299

19

Sig.
8.151

.001

Post Hoc Tests


selisih_penurunan_kadar_MDA
Duncan
Subset for alpha = 0.05
kelompok_perlakuan

kontrol negatif

kontrol positif

1.3458E2

dosis 3

2.6951E2

2.6951E2

dosis 1

2.7452E2

2.7452E2

dosis 2

Sig.

-88.2700

3.9231E2
1.000

.164

.219

LANJUTAN LAMPIRAN 4
SELISIH PENURUNAN KADAR MDA HARI KE-21 SECARA STATISTIK

99

Oneway
Descriptives
selisih_penurunan_kadar_MDA
95% Confidence Interval for
Mean
N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum

kontrol negatif

45.2850

117.91881

58.95941

-142.3501

232.9201

-79.69

200.51

kontrol positif

4 1.8332E2

84.85388

42.42694

48.3035

318.3465

123.46

308.59

dosis 1

4 3.8733E2

26.68243

13.34122

344.8723

429.7877

360.00

419.67

dosis 2

4 5.2891E2

58.02272

29.01136

436.5804

621.2346

473.30

600.48

dosis 3

4 4.1476E2

177.13203

88.56601

132.9009

696.6141

269.47

665.08

20 3.1192E2

201.77957

45.11928

217.4853

406.3567

-79.69

665.08

Total

ANOVA
selisih_penurunan_kadar_MDA
Sum of Squares

df

Mean Square

Between Groups

603906.768

150976.692

Within Groups

169678.116

15

11311.874

Total

773584.883

19

F
13.347

Sig.
.000

Post Hoc Tests


selisih_penurunan_kadar_MDA
Duncan
Subset for alpha = 0.05

kelompok_perlaku
an

kontrol negatif

45.2850

kontrol positif

183.3250

dosis 1

387.3300

dosis 3

414.7575

dosis 2

528.9075

Sig.

.086

.093

LANJUTAN LAMPIRAN 4
SELISIH PENURUNAN KADAR MDA HARI KE-28 SECARA STATISTIK

100

Oneway
Descriptives
selisih_penurunan_kadar_MDA
95% Confidence Interval for Mean
N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum

kontrol negatif

2.1903E2

168.36120

84.18060

-48.8677

486.9327

-8.97

375.08

kontrol positif

2.2301E2

79.21857

39.60928

96.9581

349.0669

170.34

339.13

dosis 1

4.5262E2

23.22821

11.61410

415.6562

489.5788

431.63

485.83

dosis 2

5.1165E2

64.91484

32.45742

408.3535

614.9415

442.29

596.39

dosis 3

4.6116E2

154.25366

77.12683

215.7130

706.6170

305.62

662.54

20

3.7350E2

163.45785

36.55029

296.9944

449.9956

-8.97

662.54

Total

ANOVA
selisih_penurunan_kadar_MDA
Sum of Squares

df

Mean Square

Between Groups

318144.636

79536.159

Within Groups

189506.260

15

12633.751

Total

507650.896

19

Post Hoc Tests


selisih_penurunan_kadar_MDA
Duncan
Subset for alpha = 0.05

kelompok_perlaku
an

kontrol negatif

219.0325

kontrol positif

223.0125

dosis 1

452.6175

dosis 3

461.1650

dosis 2

511.6475

Sig.

.961

.493

LANJUTAN LAMPIRAN 4

Sig.
6.296

.004

101

SELISIH PENURUNAN KADAR 8-OHDG HARI KE-14 SECARA


STATISTIK
Oneway
Descriptives
selisih_penurunan_kadar_8OHdG
95% Confidence Interval for Mean
N

Mean

Std. Deviation Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum

kontrol negatif

-1.8250

.37749

.18875

-2.4257

-1.2243

-2.30

-1.40

kontrol positif

.8925

.71383

.35692

-.2434

2.0284

-.10

1.60

dosis 1

.6375

.59634

.29817

-.3114

1.5864

.05

1.40

dosis 2

1.4750

.65000

.32500

.4407

2.5093

.60

2.10

dosis 3

.2125

.21360

.10680

-.1274

.5524

-.05

.45

20

.2785

1.25433

.28048

-.3085

.8655

-2.30

2.10

Total

ANOVA
selisih_penurunan_kadar_8OHdG
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total

df

Mean Square

25.466

6.367

4.427

15

.295

29.894

19

21.570

Post Hoc Tests


selisih_penurunan_kadar_8OHdG
Duncan
Subset for alpha = 0.05

kelompok_perlaku
an

kontrol negatif

dosis 3

.2125

dosis 1

.6375

.6375

kontrol positif

.8925

.8925

dosis 2

Sig.

-1.8250

1.4750
1.000

.113

.055

LANJUTAN LAMPIRAN 4

Sig.
.000

102

SELISIH PENURUNAN KADAR 8-OHDG HARI KE-21 SECARA


STATISTIK
Oneway
Descriptives
selisih_penurunan_kadar_8OHdG
95% Confidence Interval for
Mean

Std.
N

Mean

Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum

kontrol negatif

-3.7950

1.35707

.67853

-5.9544

-1.6356

-5.83

-3.07

kontrol positif

1.0125

.42146

.21073

.3419

1.6831

.58

1.59

dosis 1

.6625

.76190

.38095

-.5499

1.8749

.11

1.75

dosis 2

1.1825

.93543

.46771

-.3060

2.6710

.19

2.03

dosis 3

1.4425

.63179

.31589

.4372

2.4478

.95

2.37

20

.1010

2.16185

.48341

-.9108

1.1128

-5.83

2.37

Sig.

Total

ANOVA
selisih_penurunan_kadar_8OHdG
Sum of Squares

df

Mean Square

Between Groups

77.177

19.294

Within Groups

11.622

15

.775

Total

88.799

19

Post Hoc Tests


selisih_penurunan_kadar_8OHdG
Duncan
Subset for alpha = 0.05

kelompok_perlaku
an

kontrol negatif

dosis 1

.6625

kontrol positif

1.0125

dosis 2

1.1825

dosis 3

1.4425

Sig.

-3.7950

1.000

.266

LANJUTAN LAMPIRAN 4

24.903

.000

103

SELISIH PENURUNAN KADAR 8-OHDG HARI KE-28 SECARA


STATISTIK
Oneway
Descriptives
selisih_penurunan_kadar_8OHdG
95% Confidence Interval for Mean
N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum

kontrol negatif

-1.2800

.80519

.40260

-2.5612

.0012

-1.89

-.10

kontrol positif

1.1300

.74936

.37468

-.0624

2.3224

.01

1.59

dosis 1

1.0875

.58648

.29324

.1543

2.0207

.50

1.75

dosis 2

1.6475

.86739

.43369

.2673

3.0277

.60

2.50

dosis 3

1.3500

.70062

.35031

.2352

2.4648

.78

2.37

20

.7870

1.26787

.28351

.1936

1.3804

-1.89

2.50

Total

ANOVA
selisih_penurunan_kadar_8OHdG
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total

df

Mean Square

22.151

5.538

8.391

15

.559

30.543

19

Post Hoc Tests


selisih_penurunan_kadar_8OHdG
Duncan
Subset for alpha = 0.05

kelompok_perlaku
an

kontrol negatif

dosis 1

1.0875

kontrol positif

1.1300

dosis 3

1.3500

dosis 2

1.6475

Sig.

-1.2800

1.000

.345

LANJUTAN LAMPIRAN 4

Sig.
9.899

.000

104

PENINGKATAN KADAR INSULIN HARI KE-14 SECARA STATISTIK


Oneway
Descriptives
peningkatan_kadar_insulin
95% Confidence Interval for Mean
N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum

kontrol negatif

-.6825

.46707

.23354

-1.4257

.0607

-1.28

-.25

kontrol positif

2.1450

.72689

.36344

.9884

3.3016

1.25

3.03

dosis 1

2.1675

2.62919

1.31459

-2.0161

6.3511

-.91

5.42

dosis 2

2.1725

.48424

.24212

1.4020

2.9430

1.45

2.48

dosis 3

3.3850

.75531

.37766

2.1831

4.5869

2.73

4.47

20

1.8375

1.80111

.40274

.9946

2.6804

-1.28

5.42

Total

ANOVA
peningkatan_kadar_insulin
Sum of Squares

df

Mean Square

Between Groups

36.243

9.061

Within Groups

25.392

15

1.693

Total

61.636

19

Post Hoc Test


peningkatan_kadar_insulin
Duncan
Subset for alpha = 0.05

kelompok_perlaku
an

kontrol negatif

kontrol positif

2.1450

dosis 1

2.1675

dosis 2

2.1725

dosis 3

3.3850

Sig.

-.6825

1.000

.233

LANJUTAN LAMPIRAN 4

Sig.
5.352

.007

105

PENINGKATAN KADAR INSULIN HARI KE-21 SECARA STATISTIK


Descriptives
peningkatan_kadar_insulin
95% Confidence Interval for Mean

Std.
N

Mean

Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum

kontrol negatif

-.5475

.40861

.20430

-1.1977

.1027

-1.09

-.10

kontrol positif

2.3125

.43138

.21569

1.6261

2.9989

1.81

2.86

dosis 1

1.5625

.92439

.46219

.0916

3.0334

.45

2.41

dosis 2

2.6450

.97845

.48923

1.0881

4.2019

1.47

3.86

dosis 3

1.7400

.83263

.41631

.4151

3.0649

.84

2.66

20

1.5425

1.32661

.29664

.9216

2.1634

-1.09

3.86

Total

ANOVA
peningkatan_kadar_insulin
Sum of Squares
Between Groups

Mean Square

24.864

6.216

8.575

15

.572

33.438

19

Within Groups
Total

df

F
10.874

Post Hoc Tests


peningkatan_kadar_insulin
Duncan
Subset for alpha = 0.05

kelompok_perlaku
an

kontrol negatif

dosis 1

1.5625

dosis 3

1.7400

kontrol positif

2.3125

dosis 2

2.6450

Sig.

-.5475

1.000

.081

LANJUTAN LAMPIRAN 4

Sig.
.000

106

PENINGKATAN KADAR INSULIN HARI KE-28 SECARA STATISTIK


Oneway
Descriptives
peningkatan_kadar_insulin
95% Confidence Interval for Mean
N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum

kontrol negatif

-.4350

.61071

.30535

-1.4068

.5368

-1.19

.30

kontrol positif

2.5175

.21407

.10703

2.1769

2.8581

2.29

2.71

dosis 1

2.0025

2.00643

1.00321

-1.1902

5.1952

-.92

3.35

dosis 2

2.5300

1.49155

.74578

.1566

4.9034

1.19

4.64

dosis 3

4.1125

1.00357

.50179

2.5156

5.7094

3.14

5.52

20

2.1455

1.86898

.41792

1.2708

3.0202

-1.19

5.52

Total

ANOVA
peningkatan_kadar_insulin
Sum of Squares

df

Mean Square

Between Groups

43.339

10.835

Within Groups

23.029

15

1.535

Total

66.368

19

7.057

Post Hoc Tests


peningkatan_kadar_insulin
Duncan
Subset for alpha = 0.05

kelompok_perlaku
an

kontrol negatif

dosis 1

2.0025

kontrol positif

2.5175

2.5175

dosis 2

2.5300

2.5300

dosis 3

Sig.

-.4350

4.1125
1.000

.577

Sig.

.104

.002

107

LAMPIRAN 5
DOKUMENTASI PENELITIAN
Pengambilan Sampel Tanaman Gedi Merah

Bejana Maserasi dan Hasil Maserasi

Alat Rotavapor dan Hasil Ekstrak Kental

108

LANJUTAN LAMPIRAN 6
Uji Penapisan Fitokimia

Pemberian Induksi Streptozotocin, Perlakuan kontrol (+) dan Ekstrak Gedi


Merah

Alat Glukometer dan Pengukuran Kadar Glukosa Darah


Pengambilan Sampel Darah Melalui Jantung

109

LANJUTAN LAMPIRAN 6
Pengambilan Sampel Darah, Pengumpulan Sampel, dan Proses Sentrifuge

Pengukuran Kadar MDA, 8-OHdG, dan Insulin

110

LAMPIRAN 6
SURAT-SURAT PENELITIAN
1.

Surat Hasil Determinasi

111

2.

Surat Keterangan Penelitian Di Laboratorium FitokimiaFarmakognosi

112

3.

Surat Keterangan Penelitian Di Laboratorium Farmasi

113

4.

Surat Keterangan Penelitian Di Laboraotium EntomologiParasitologi

114

5.

Surat Keterangan Penelitian Di Laboratorium Unit Penelitian

Anda mungkin juga menyukai