Anda di halaman 1dari 39

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati yang dapat

dijadikan sebagai sumber energi. Keanekaragaman hayati tersebut dapat dikonsumsi

oleh makhluk hidup untuk dijadikan sebagai sumber makanan dalam kehidupan sehari-

hari. Salah satu sumber makanan yang dapat dikonsumsi adalah lipid. Kolesterol

merupakan salah satu jenis lipid yang banyak berpengaruh terhadap tubuh. Kolesterol

digolongkan ke dalam golongan lipid (lemak) yang mengandung komponen alkohol

steroid (Kusmiati & Dhewantara, 2016). Kolestrol tersebut disentesis di hati dan

menjadi penting dalam pembentukan garam empedu dan hormon steroid seperti

testosteron pada pria dan progesteron serta estrogen pada wanita. Pada kadar normal

kolesterol berfungsi untuk menjaga kesehatan tubuh. Akan tetapi kadar kolesterol yang

berlebihan akan menimbulkan penyakit dalam kehidupan sehari-hari.

Kolesterol yang berlebihan atau tidak seimbang dapat menyebabkan

terbentuknya plak aterosklerosis yang berbahaya bagi kesehatan. Penyebab utama

aterosklerosis adalah hiperlipidemia, kejadian tersebut berkaitan dengan terjadinya

penyakit jantung koroner yang terjadi pada manusia (Mazroatul et al., 2016). Penyakit

ini menjadi salah satu penyakit yang banyak menyababkan kematian di negara-negara

berkembang (Km et al., 2016).

Pada umumnya pengobatan yang dilakukan untuk menurunkan kadar kolesterol

pada seseorang adalah dengan menggunakan obat-obatan yang diberikan oleh seorang

dokter. Selain itu untuk menurunkan kolesterol seseorang juga dapat menggunakan

obat-obatan tradisional seperti ekstrak daun gedi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

1
ekstrak daun Gedi memiliki kandungan total flavonoid dan total fenol tertinggi,

sehingga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (Taroreh et al., 2016b).

Gedi (Abelmoschus manihot L.) merupakan salah satu tumbuhan dari famili

Malvaceae yang telah diteliti untuk berbagai aktivitas farmakologis seperti antiradang,

larvasida, antivirus dan penyembuhan luka. Di Indonesia, Gedi tidak hanya digunakan

sebagai makanan tetapi juga digunakan sebagai pengobatan rumahan untuk anti-

inflamasi topical (Indradai et al., 2018).

Gedi (Abelmoschus manihot) merupakan tumbuhan yang banyak tumbuh di

Sulawesi Utara yang biasa dikonsumsi sebagai daun segar dan dilaporkan merupakan

salah satu sumber antioksidan. Dilaporkan mengandung senyawa fenolik dengan efek

terapeutik seperti antibakteri, antikoagulan, dan antioksidan (Mandey et al., 2015).

Daun Gedi diekstraksi dengan hexane, aseton dan metanol, secara berurutan, memiliki

aktivitas pembersihan radikal dengan IC 50 nilai 42,83 ± 0,48 µg / mL, tingkat aktivitas

pengkelat logam 48,07%, serta penghambatan oksidasi asam linoleat 38,66% ((Taroreh

et al., 2016c)

Mengingat Khasiat Gedi (Abelmoschus manihot) memiliki sangat banyak

potensi dan masih perlu dilakukan pembuktian secara ilmiah. Oleh karena itu peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang uji aktivitas antikolesterol ekstrak dari

tanaman abelmoschus manihot terhadap mencit jantan putih hiperkolesterol. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kandungan yang terdapat pada daun gedi

dengan parameter adalah uji kolesterol total, trigliserida, HDL terhadap mencit jantan

putih hiperkolesterol setelah di lakukan penelitian ini.

2
I.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pemberian ekstrak etanol daun gedi (abelmoschus manihot) dapat

menurunkan kadar kolesterol total pada mencit putih jantan hiperkolesterol ?

2. Apakah pemberian ekstrak daun etanol daun gedi (abelmoschus manihot) dapat

menurunkan kadar trigliserida pada mencit putih jantan hiperkolesterol ?

3. Apakah pemberian ekstrak etanol daun gedi (abelmoschus manihot) dapat

meningkatkan kadar HDL (high density lipoprotein) pada mencit putih jantan

hiperkolesterol ?

4. Apakah ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) dapat

mempengaruhi kadar LDLpada mencit putih jantan hiperkolesterol ?

5. Apakah ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) dapat

mempengeruhi kadar VLDL pada mencit putih jantan hiperkolesterol ?

I.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik)

terhadap penurunan kadar kolesterol total pada mencit putih jantan

hiperkolesterol.

2. Untuk mengetahui ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik)

terhadap penurunan kadar trigliserida pada mencit putih jantan hiperkolesterol.

3. Untuk mengetahui ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik)

terhadap peningkatan kadar HDL (high density lipoprotein) pada mencit putih

jantan hiperkolesterol.

4. Untuk mengetahui ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik)

dapat mempengaruhi kadar LDL pada mencit putih jantan hiperkolesterol ?

3
5. Untuk mengetahui ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik)

dapat mempengeruhi kadar VLDL pada mencit putih jantan hiperkolesterol ?

I.4 Hipotesis Penelitian

1. Pemberian ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) dapat

menurunkan kadar kolesterol total pada mencit putih jantan hiperkolesterol.

2. Pemberian ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) dapat

menurunkan kadar trigliserida pada mencit putih jantan hiperkolesterol.

3. Pemberian ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) dapat

meningkatkan kadar HDL (high density lipoprotein) pada mencit putih jantan

hiperkolesterol.

4. Pemberian ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) dapat

mempengaruhi kadar LDL pada mencit putih jantan hiperkolesterol ?

5. Pemberian ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) dapat

mempengeruhi kadar VLDL pada mencit putih jantan hiperkolesterol ?

I.5 Manfaat Penelitian

a. Untuk Masyarakat

Memberikan informasi bahwa ekstrak daun gedi (Abelmoschus manihot (L)

Medik) dapat menurunkan kadar kolesterol total, LDL, VLDL, trigliserida, dan obat

untuk meningkatkan kadar HDL. Memberikan motivasi pada masyarakat untuk

menggunakan pengobatan dari bahan alam.

b. Untuk Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan

pemberian dosis ekstrak daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) dapat

4
mempengaruhi kadar kolesterol total, LDL, VLDL, trigliserida, HDL, pada darah

mencit putih jantan.

c. Untuk Peneliti

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang penelitian

mengenai pengaruh pemberian ekstrak daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik)

sebagai obat penurun kadar kolesterol total, LDL, VLDL, trigliserida, dan peningkat

kadar HDL, sehingga dapat dianjurkan pemakaiannya pada masyarakat.

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Daun Gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Berdasarkan ilmu taksonomi, tumbuhan daun Gedi dikenal dengan nama ilmiah

(Abelmoschus manihot (L) Medik). Klasifikasi tanaman tersebut adalah sebagai berikut

(Kb et al., n.d.) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Eudicots

Ordo : malvales

Family : Malvaceae

Genus : Abelmoschus

Spesies : Manihot Linn.

2.1.2 Nama Asing

Di Indonesia sendiri banyak terdapat daun gedi. Istilah daun gedi pada setiap

daerah tentunya berbeda-beda. Di daerah Sulawesi daun gedi dikenal dengan sebutan

gedi, Minahasa (Gidi), Sulawesi Utara (Nanting, Iyondong, Kuei, Maree), Ternate

(Degi), Jawa (Ki Dedi, Edi) serta sunda menyebut daun gedi dengan sebutan (Singa

Depa), di inggris disebut Sweet hibiscus, Edible hibiscus, Manihot-mallow, sunset

hibiscus,yellow hibiscus, hindi disebut jungle bhindi,india disebut raan bhendi, Fillipina

Castuli, Barakue, Thailand Pan, Paw fai (Kb et al., n.d.)

6
II.1.3 Morfologi Tumbuhan

Semak, tinggi mencapai 3m, akar serabut,berwarna kecoklatan, batang muda

berwarna hijau, batang tua berwarna hijau hingga coklat pada bagian ujung hingga

tengah atas, tekstur batang kasar, terdapat bintil-bintil berwarna kecoklatan pada seluruh

batang, ruas ditumbuhi oleh satu percabangan yang dapat melakukan percabangan lagi.

Setiap percabangan atau tangkai ditumbuhi daun penumpu (stipula) bertipe bebas

(liberae). Duduk daun tersebar (sparsa), tangkai daun berwarna hijau hingga hijau

keputihan, panjang tangkai mencapai ± 42cm, keliling tangkai ± 1,5cm,helaian daun

bulat (orbeicularis), panjang helaian ±45cm, lebar helaian ± 30cm, pangkal daun

berbentuk tombak, tepi daun berbagi menjari (palmatipartitus), ujung daun berbentuk

runcing (acute), pertulangan daun menonjol, bentuk pertulangan daun menjari

(palminerve), tulang daun berwarna hijau.Bentuk tepi daun mengalami perubahan, pada

daun muda tepi daun lebar dan pada daun tua menjadi memanjang. Warna permukaan

atas daun hijau tua, warna permukaan bawah daun hijau muda, tekstur permukaan daun

halus.(Lunga, 2016)

Gambar 1. Tanaman Gedi

7
2.2 Kandungan Kimia Daun Gedi (Abelmoschus manihot (L) Medi k)

Tanaman ini mengandung flavonoid,pigmen,resin dan polisakarida. Sedangkan

bunganya mengandung hyperoside,rutin,kuersetin,isoquersetin,hibifolin,myricetin dan

quercetin-3-oglikosida. (Guo et al., 2011). Selain itu seluruh bagian tanaman daun gedi

mengandung lendir dalam jumlah yang cukup banyak. Komponen lender yang

dimaksudkan adalah arabinose, ramnosa, gulaktosa, glukosa, laktosa dan asam

galakturonat. Daun gedi juga mengandung asam lemak seperti malvalat, asam sterkuliat

dan asam epoksial. Selanjutnya daun gedi juga terdapat kandungan senyawa flavonoid

yaitu kelompok flavon atau 3-OH yang tersubtitusi serta kerabatnya seperti glikosida

rutin, isokuersetin, glikosida kaemperin, glikosida ramnetin, kanabestin dan

kuersimeritin (“The Effects of Native Gedi Leaves (Abelmoschus Manihot L. Medik.)

of Northern Sulawesi-Indonesia as a Source of Feedstuff on the Performance of

Broilers,” 2013)

2.3 Tinjauan Farmakologi

2.3.1 Penggunaan Secara Tradisional

Godi (Abelmoschus manihot L.Medik) adalah jenis tanaman yang dikategorikan

dalam kelompok tanaman obat atau tanaman herbal. Tanaman gedi sudah digunakan

oleh masyarakat Sunda sebagai obat sakit perut, dan tanaman gedi bagi masyarakat

Manado digunakan sebagai pangan sayuran. Sedangkan bagi orang Filiphina, Taiwan,

Cina, Kora, India dan Jepang, tanaman gedi bukan hanya dimanfaatkan sebagai sayuran

melainkan sebagai bahan obat tradisional. Tanaman ini ternyata memiliki potensi anti-

inflamatori, anti bakteri, antiviral, anti oksidan, serta dapat mengeliminasi radikal bebas.

8
Potensi tanaman gedi sebagai obat adalah karena tanaman ini disamping mengandung

zat-zat makanan seperti protein dan asam lemak omega-6 dan omega9 dan polisakarida

yang ada dalam serat larut (musilasi), juga mengandung senyawa bioaktif seperti

flavonoid, fitosterol dan klorofil.

Tanaman gedi mengandung senyawabioaktif. Senyawa bioaktif adalah senyawa

kimiayang dihasilkan tanaman melalui reaksi biokimia jalur sekunder yang merupakan

hasil samping dari jalur primer metabolism karbohidrat, asam amino, dan lipid.

Senyawa bioaktif pada tanaman memiliki potensi farmakologi atau toksikologi pada

manusia dan hewan. Senyawa bioaktif tersebut antara lain adalah: glukosa, flavonoid,

tannin, resin, lignin dan alkaloid.

2.3.2 Aktivitas Farmakologi

Hasil penelitian menunjukkan bagaimana pengaruh daun gedi terhadap aktivitas

tubuh. Su Liu (2018) menjelaskan bahwa total flavones yang diekstrak dari daun gedi

(Abelmoschus manihot (L) Medik telah terbukti efektif secara klinis dalam memperbaiki

peradangan ginjal dan cedera glomerulus pada penyakit ginjal kronis (Liu et al., 2018).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TFA dapat digunakan untuk memperbaiki

peradangan ginjal dengan menghambat aktivasi pensinyalan iRhom2/TACE dan

melemahkan tekanan ER. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TFA memiliki nilai

terapeutik potensial untuk pengobatan DN pada manusia.

Teroreh (2016) Juga menunjukkan bahwa fraksi keempat memiliki kandungan

total fenolat dan flavonoid tertinggi berturut-turut sebesar 297,43 ± 0,48 mg GEA/g

9
ekstrak dan 117,31 ± 0,38 mg ekstrak kuersetin quivalen/g, dan menunjukkan aktivitas

antioksidan tertinggi (Taroreh dkk., 2016b).

2.4 Tinjauan Lipid Anti-kolesterol

2.4.1 Defenisi

Lemak (Lipid) adalah substansi yang tampak seperti lilin serta tidak larut dalam

air. Lemak yang terdapat dalam zat makanan kita umumnya terdiri dari gabungan dari

tiga gugus asam lemak dengan gliserol dan dikenal sebagai trigliserida. Lipid adalah

suatu senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak atau sukar larut dalam air,

hal ini karena kekurangan atim-atom yang berpolarisasi (O, N, S, P). Lipid juga dapat

dikatakan suatu kelompok besar subtansi biologi yang dapat larut dengan baik dalam zat

pelarut organik seperti methanol, aseton, kloroform dan benzene/benzol. Jenis lipid

yang paling banyak ditemukan adalah lemak atau triasilgliserol, yang merupakan bahan

bakar utama bagi hampir semua organisme. (Lehninger,1982 ; soeharto, 2001)

2.4.2 Lipid Plasma

Lipid plasma yang utama yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam

lemak bebas berasal dari makanan (eksogen) dan dari sintesis lemak (endogen), tidak

larut dalam cairan plasma. Agar lipid plasma dapat diangkut dalam sirkulasi, maka

susunan molekul lipid tersebut harus dimodifikasi, yaitu dalam bentuk lipoprotein yang

bersifat larut air. Lipoprotein bertugas mengangkut lipid dari tempat sintesis menuju

tempat penggunaannya. Diagnosis kadar lemak darah yang meningkat (hyperlipidemia)

yang tepat, membutuhkan penentuan abnormalitas lipoprotein spesifik dan pengobatan

10
diarahkan untuk memperbaiki kelainan lipoprotein, bukan hanya menurunkan kadar

kolesterol total dan trigliserida saja (Anies, 2015).

2.4.3 Kolesterol

Kolesterol merupakan salah satu komponen lemak atau lipid, berwarna

kekuningan menyerupai lilin, yang penting sekali sekali bagi tubuh asalkan tidak

berlebihan. Karena lemak merupakan salah satu gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh

selain karbohidrat, protein dan mineral. Lemak merupakan salah satu sumbr energi yang

memberikan kalori paling tinggi. Kolesterol secara terus-menerus dibentuk atau

disintesis di dalam hati (liver). Bahkan, sekitar 70% kolesterol dalam darah merupakan

hasil sintesis di dalam hati sedangkan sisanya berasal dari asupan makanan. Kolesterol

merupakan bahan dasar pembentukan hormone-hormon steroid. Kolesterol secara

normal diproduksi sendiri oleh tubuh dalam jumlah yang tepat. Nmaun, kolesterol bisa

meningkat jumlahnya karena asupan makanan yang berasal dari lemak hewani, telur,

dan junk food. Tubuh mengemas kolesterol dan lipid lainnya menjadi suatu partikel-

partikel kecil yang disebut lipoprotein (Anies, 2015).

2.4.3.1 Sintesa Kolesterol

Kolesterol diabsorsi setiap hari dari saluran pencernaan, yang disebut kolesterol

eksogen, suatu jumlah yang bahkan lebih besar dibentuk dalam sel tubuh disebut

kolesterol endogen. Pada dasarnya semua kolesterol endogen yang beredar dalam

lipoprotein plasma dibentuk oleh hati, tetapi semua sel tubuh lain setidaknya

membentuk sedikit kolesterol yang sesuai dengan kenyataan bahwa banyak struktur

11
membrane dari seluruh sel sebagian disusun dari zat yang berstruktur dasar inti sterol ini

(Guyton, 1987).

Kadar kolesterol di dalam darah dapat dilihat pada berikut:

Tabel I. Kadar kolesterol dalam darah menurut sukandar et al (2008).

Kadar (mg/dL) Keterangan


Kolesterol total
 < 200 Optimal
 200 – 239 Cukup Tinggi
 ≥ 240 Tinggi
LDL
 < 100 Optimal
 100 – 129 Jauh atau di atas optimal
 130 – 159 Cukup tinggi
 160 – 189 Tinggi
 ≥ 190 Tinggi
HDL
 45 Optimal
 ≥ 60 Tinggi
Trigliserida
 < 150 Optimal
 150 – 199 Cukup tinggi
 200 – 499 Tinggi
 ≥ 500 Sangat tinggi
VLDL
 ≤ 30 Diinginkan

Menurut Anies (2015), beberapa manfaat kolesterol antara lain:

a. Membentuk asam empedu di dalam jaringan hati

b. Membentuk hormone kortisol oleh kelenjar adrenal

c. Pembentukan horman esterogen dan progesterone oleh indung telur

d. Membentuk hormone testosterone pada testis

12
e. Membentuk struktur membrane sel

f. Membentuk vitamin D

2.4.3.2 Transpor Kolesterol

Lemak (fat) yang diserap dari makanan dan lipid yang disintesis oleh hati dan

jaringan adipose harus diangkut ke berbagai jaringan dan organ untuk digunakan dan

disimpan. Lipid plasma terdiri dari triasilgliserol (16%), fosfolipid (30%). Kolesterol

(14%), ester kolesterol (36%) dan asam lemak bebas (4%). Lipid diangkut di dalam

plasma sebagai lipoprotein. Empat kelompok utama lipoprotein penting yaitu:

kilomikron, VLDL, LDL dan HDL. Kilomikron mengangkut lipid yang dihasilkan dari

pencernaan dan penyerapan: VLDL mengankut triasilgliserol dari hati: LDL

menyalurkan kolesterol ke jaringan dan HDL membawa kolesterol ke jaringan dan

mengembalikannya ke hati untuk diekskresikan dalm proses yang dikenal sebagai

transpor kolesterol terbalik (reverse cholesterol transport) (Guyton, 1987).

2.4.4 Lipoprotein

Lipoprotein adalah lipid yang dibawa dalam kompleks makromolekul khusus

yang terbentuk dari lipid darah (kolestrol dan trigliserida), fosfolipid dan apoprotein.

Lipoprotein-lipoprotein utama plasma merupakan partikel dengan daerah inti yang

bersifat hidrofobik yang mengandung ester kolesteril dan trigliserida (katzung et al.,

2002)

Lipoprotein hamper seluruhnya di bentuk dalam hati, yang sesuai dengan buku

bahwa Sebagian besar fosfolipid, kolesterol, trigliserida plasma (kecuali yang terdapat

13
dalam kilomikron) disintesis dalam hati/ lipoprotein dalam plasma disebut sebagai cara

zat lipid dapat ditranpor ke seluruh tubuh,terutama di hati ke bagian tubuh lainnya.

Khususnya lipid yang disintesis dari karbohidrat dalam hati di transport ke jaringan

adiposa dalam lipoprotein. Transport kolestrol dan fosfolipid dilakukan oleh lipoprotein

(Guyton, 1987). dengan elektroforesis lipoprotein dibedakan menjadi 5 golongan

yaitu :

1. Kilomikron

Kilomikron adalah lipoprotein yang terbesar, dibentuk di dalam usus dan

membawa trigliserida yang berasal dari makanan. Beberapa ester kolesteril

terdapat pada inti kilomikron. Fosfolipid dan kolesterol bebas Bersama dengan

apo B48,A-1,ALL serta dengan protein lainnya yang baru disintesis membentuk

suatu permukaan satu lapis (monolayer), trigliserida dikeluarkan dari kilomikron

pada jaringan ekstra hepatis melalui jalur yang berhubungan dengan VLDL. Sisa

kilomikron berikutnya diambil dengan endositosis (Katzung et al., 2002).

2. Very low density lipoprotein (VLDL)

VLDL adalah lipoprotein berdensitas sangat rendah, VLDL disekresi dihati dan

menyediakan suatu sarana untuk mengekspor trigliserida ke jaringan perifer.

VLDL mengandung apo B100 dan beberapa apo C. Trigliserida VLDL

dihidrolisis oleh lipase lipoprotein yang mengasilkan asam lemak bebas untuk

disimpan di dalam jaringan dan otot rangka. Hasil dari deplesi trigliserida

menghasilkan sisa yang disebut lipoprotein berdensitas menengah (IDL)

(Katzung et al., 2002).

3. Low density lipoprotein (LDL)

14
LDL merupakan lipoprotein pengangkut kolestrol terbesar pada manusia (70%
total). Ester kolesteril dari inti LDL kemudian dihidrolisis, yang menghasilkan
kolestrol bebas untuk sintesis membran sel dengan suatu jalur yang melibatkan
pembentukan mevalonic acid oleh reductase HMG CoA. LDL diatur pada
tingkat transkripsional oleh kandungan kolesterol dalam sel. Produksi enzim
tersebut diatur pada tingkat transkripsional oleh kandungan dalam sel dan dapat
lebih banyak lagi kolesterol yang dikirim kehati dari VLDL sisa dan kilomikron
(katzung et al,. 2002)
4. High density lipoprotein (HDL)
HDL disekresikan oleh hati dan usus. Sebagian besar lipid di dalam HDL
berasal dari permukaan satu lapis kilomikron dan VLDL selama lipolisis. Pada
proses tersebut, kolesterol bebas dipindahkan dari sitosol ke membran sel oleh
suatu protein transporter, ABC1. Kolesterol tersebut kemudian disterifikasi oleh
lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT), yang menyebabkan pembentukan
spesies HDL yang lebih besar. HDL dapat juga membawa ester kolesteril
langsung ke hati suatu reseptor pengait/ docking (katzung et al, 2002).
5. Trigliserida
Trigliserida terjadi bila karbohidrat yang masuk ke tubuh lebih banyak dari pada
yang dapat digunakan dengan segera atau disimpan dalam bentuk glokogen
maka kelebihannya dengan cepat diubah menjadi trigliserida dan kemudian di
simpan dalam jaringan adiposa (Guyton, 1989). Hanya Sebagian kecil
trigliserida yang ada dalam aliran darah (Anies, 2015). Peningkatan kadar
trigliserida secara epidemiologi sering dikaitkan dengan peningkatan terjadinya
penyakit coroner. Pasien tersebut cenderung mempunyai kolestrol yang kaya
dengan partikel VLDL yang berdiameter kecil (katzung et al., 2002).
2.4.5 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia adalah kelainan metabolism lemak yang ditandai dengan
terjadinya peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida di atas batas normal.
Factor terjadinya hiperkolesterolemia yang paling umum dan sering terjadi
penyakit jantung coroner, obesitas, minuman berakohol tinggi serta tekanan
darah tinggi dan merokok.

15
2.5 Ekstraksi

Ekstraksi adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa


aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai,kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk
yang tersisa dilakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Departemen Kesehatan republic Indonesia, 1995), ada beberapa metode ekstraksi
yang sering digunakan antara lain :

A. Ekstraksi Secara Dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan

(kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian

konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetic berarti dilakukan pengadukan

yang dilakukan secara terus-menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan

penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan

seterusnya (Departemen Kesehatan republik Indonesia, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, terhadap

perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak ) terus menerus sampai

diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Departemen

Kesehatan republic Indonesia, 2000).

16
B. Ekstraksi Secara Panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama

waktu tertentu dan jumlah terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga

dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Departemen Kesehatan republic

Indonesia, 2000).

2. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi secara erus-menerus dengan

jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendinginan balik (Departemen

Kesehatan republik Indonesia, 2000)

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinue) pada temperature

yang lebih tinggi dari temperature ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40-50 ⁰C (Departemen Kesehatan republik Indonesia, 2000)

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana

infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperature terukur 96-98 ⁰C ) selama

waktu tertentu (15-20 menit) (Departemen Kesehatan republik Indonesia, 2000)

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ( ˃‌ 30 ⁰C ) dan temperature

sampai titik didih air ( Departemen Kesehatan republik Indonesia,2000).

17
6. Destilasi uap

Denstilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dan

bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial

senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai

sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan

menguap ikut terdestilasi ) menjadi senyawa kandungan yang memisahkan sempurna

atau memisah Sebagian. Density uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelup ke

dalam air yang mendidih, namun melewati uap air sehingga senyawa kandungan

menguap ikut terdestilasi.destilasi uap air, dan bahan (simplisia) bercampur sempurna

atau sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap berlanjut ikut

terdestilasi.(Departemen Kesehatan republik Indonesia, 2000)

18
III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan November sampai bulan Januari

2022. Penelitian ini akan dilaksanakan bertempat di Laboratorium Farmakologi Sekolah

Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan adalah botol gelap maserasi, corong (Iwaki), Erlenmeyer

(Pyrex), gelas ukur (Iwaki), blender (Philips), krus porselen (Iwaki), lumpang dan

stamfer (Pyrex), microtube, tabung reaksi (Iwaki), rak tabung reaksi, erlemeyer (Iwaki),

sudip, gelas piala (Iwaki), batang pengaduk (Iwaki), kandang hewan, timbangan hewan

triple balance (OHAUS®), timbangan analitik (Precisa®), rotary evaporator (IKA®),

fotometer 5010 v5+ (riele), plat KLT Sillika Gel 60 F254 (Merek), sentrifus (NF 200),

lampu UV254 (Camag), spuit (Terumo®), waterbath (Memmert), pipet

mikrohematokrit (Marienfeld).

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik.

Makanan ternak (PT. Central Proteina Prima Tbk), kuning telur ayam 0,5 kg,

Propylthiourasil (PTU), etanol 70% (PT. Bratacem), air suling (PT. Bratachem), reagen

19
pereaksi kolesterol (PT Rajawali Nusindo), reagen pereaksi trigliserida (PT Rajawali

Nusindo) dan reagen pereaksi HDL (PT. Rajawali Nusindo).

 Larutan pereaksi kolesterol yang terdiri dari:

Phosphate buffer (pH 6,5) : 100 mmol/L

4-Aminophenazone : 0,25 mmol/L

Phenol : 5 mmol/L

Peroxidase : >5kU/L

Cholesterol esterase : >150 U/L

Cholesterol oxidase : >100 U/L

Sodium azide : 0,05%

Standar : 200 mg/dl (5,17 mmol/L)

 Larutan pereaksi trigliserida yang terdiri dari:

PIPES buffer (pH 7,5) : 50 mmol/L

4-Chlorophenol : 5 mmol/L

4-Aminoantipyrine : ≥ 0,25 mmol/L

Magnesium ins : 4,5 mmol/L

ATP : 2 mmol/L

Lipases : ≥ 1,3 U/mL

Peroksidase : ≥ 0,5 U/mL

Glycerol kinase : ≥ 0,4 U/mL

Glycerol-3-phosphate-oxidase : ≥ 1,5 U/mL

Standar : 200 mg/dl (2,28 mmol/L)

20
 Larutan Pereaksi HDL

Phosphotungstic acid : ≥ 0,55 mmol/L

Magnesium chloride : ≥ 25 mmol/L

Standar : 50 mg/dl (1,29 mmol/L)

3.2.3 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan yang berumur

lebih kurang 2 – 3 bulan, dengan berat 20 – 30 gram dan belum pernah mengalami

perlakuan terhadap obat dengan jumlah sebanyak 30 ekor.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pengambilan Sampel

Tumbuhan yang digunakan adalah daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik)

segar yang sudah masak berwarna hitam lebih kurang 2 kg. Diperoleh di jalan raya

siteba no.34 komplek kodam H3, kec.nanggalo,kel.surau gadang.

3.3.2 Identifikasi Tanaman

Tumbuhan daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) yang terdiri dari akar,

batang, daun, diidentifikasi di Herbarium Universitas Andalas (Anda), Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas Padang.

3.3.3 Proses pembuatan Simplisia

Pada umunya proses pembuatan simplisia melalui beberapa tahap, antara lain

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985) :

21
a. Pengumpulan Tumbuhan

Bagian yang dipetik adalah daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) yang

segar yang di ambil langsung dari pohonnya di pagi hari.

b. Sortasi Basah

Pisahkan daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) secara manual dari

kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya seperti tanah, kerikil, rumput, batang,

daun, buah yang telah rusak serta pengotoran lainnya.

c. Pencucian

Cuci daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) menggunakan air bersih

seperti PAM (Perusahaan Air Minum), air sumur atau air mata dari pengotor lainnya

yang melekat pada bahan simplisia. Lakukan pencucian sesingkat mungkin agar tidak

menghilangkan zat berkhasiat dari daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik).

d. Pengeringan

Daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) yang telah bersih dan bebas dari

sisa-sisa air cucian kemudian dikeringkan disinar matahari langsung sambil di bolak –

balik hingga kering.

e. Sortasi Kering

Pisahkan secara manual benda – benda asing seperti bagian – bagian tanaman

yang tidak diinginkan dan pengotoran – pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal

pada simplisia.

22
f. Penyiapan Serbuk Simplisia

Daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik) yang sudah kering kemudian

dihaluskan dengan cara diblender sehingga diperoleh serbuk daun gedi (Abelmoschus

manihot (L) Medik) dan ditimbang sebanyak lebih kurang 200g.

3.3.4 Pembuatan Ekstrak

Maserasi 200 gram serbuk kering daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik)

di masukkan ke dalam botol maserator dan menambahkan 2 liter pelarut etanol 70% LP.

Kemudian direndam selama 6 jam pertama sambil sekali – kali diaduk, kemudian

didiamkan hingga 18 jam. Pisahkan maserat dengan cara filtrasi menggunakan kertas

saring. Proses penyarian diulangi sekurang – kurangnya dua kali dengan jenis dan

jumlah pelarut yang sama. Sumua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap

vakum atau penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental. Hitung rendemen

yang diperoleh yaitu presentase bobot (b/b) antara rendemen dengan bobot serbuk

simplisia yang digunakan dalam penimbangan (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2008).

Berat ekstrak kental


% Rendemen = x 100 %
Berat simplisia kering

3.3.5 Karakteristik Ekstrak

3.3.5.1 Karakteristik Non Spesifik Ekstrak Daun Gedi

a. Penetapan Susut Pengeringan Ekstrak

Ekstrak ditimbang sebanyak 2 gram dan masukkan ke dalam botol timbang

dangkal tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit

23
dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ratakan ekstrak di dalam botol timbang, dengan

menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 – 10 mm.

ratakan dengan batang pengaduk, kemudian masukkan ke dalam ruang pengering, buka

tutupnya, keringkan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kemudian didinginkan dalam

desikator ± 30 menit lalu ditimbang (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2000).

( w 1−w 0 )−(w 2−w 0)


Susut Pengeringan = x 100 %
w 1−w 0

Keterangan : W0 = Berat botol timbang kosong

W1 = Berat botol timbang + Ekstrak

W3 = Berat botol timbang + Hasil perhitungan

b. Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan alat moisture balance. Buka penutup alat

di moisture balance. Tempatkan pan kosong pada pan handler (Tanpa memiringkan

panel sampel). Tempatkan pan handler diruang sampel. Sampel ditimbang sebanyak

500 mg, kemudian letakkan pada pan handler yang sudah dialasi dengan kertas saring,

kemudian tepatkan spesiemen sampel di dalam panci sampel (glass fiber pad) dan tekan

tombol tare.

c. Kadar Abu Total

Ekstrak ditimbang sebnyak 2 gram, kemudian digerus dan ditimbang seksama,

selanjutnya dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan diratakan.

24
Perlahan-lahan arang dipijarkan hingga habis, lalu didinginkan dan di timbang hingga

bobot tetap. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah di keringkan di udara

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

w 2−w 0
Kadar abu total = x 100 %
w 1−w 0

Keterangan : W0 = Berat krus kosong

W1 = Berat krus + Ekstrak

W3 = Berat krus + Hasil pemijaran

d. Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, ditambah 25 ML asam sulfat

encer dan dididihkan selama 5 menit, kemudian bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan dan di saring menggunakan kertas saring bebas abu, dicuci dengan air

panas, kemudian dipijarkan hingga bobot tetap dan ditimbang. Dalam persen, lalu

dihitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan

diudara (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

w 2−w 0
Kadar abu tidak larut asam = x 100 %
w 1−w 0

Keterangan : W0 = Berat krus kosong

W1 = Berat krus + Ekstrak

W3 = Berat krus + Hasil pemijaran

25
3.3.5.2 Karakterisasi Spesifik Ekstrak Daun Gedi

a. Identitas

Ekstrak yang diperoleh memiliki identitas yang mendeskripsikan tata nama dan

senyawa identitas ekstrak. Deskripsi tata nama tumbuhan meliputi nama ekstrak, nama

latin tumbuhan (sistematika botani), bagian tumbuhan yang digunakan dan nama

tumbuhan Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

b. Uji Organoleptis

Ekstrak yang diperoleh diuji secara organoleptis digunakan pengamatan melalui

panca indera untuk mendeskripsikan ekstrak dalam bentuk, warna, bau dan rasa

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000)

c. Kadar Senyawa Larut Air

Ekstrak ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian dimaserasi selama 24 jam

dengan 100ml air kloroform LP menggunakan botol khusus (gelap) yang kedap udara

sambil sekali – kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian selama 18 jam. Maserat

disaring, kemudian 20 ml filtrate diuapkan hingga kring dalam cawan dangkal berdasar

rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Dalam

persen, kadar senyawa yang larut dalam air dihitung terhadap ekstrak awal

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

w 2−w 0 100
Kadar senyawa larut air = x x 100 %
w 1−w 0 20

Keterangan : W0 = Berat cawan kosong

26
W1 = Berat cawan + Ekstrak

W3 = Berat cawan + Hasil pengeringan

d. Kadar Senyawa Larut Etanol

Ekstrak ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian dimaserasi selama 24 jam

dengan 100 ml etanol (95%), menggunakan botol khusus (gelap) yang kedap udara

sambil sekali-kali dikocok selama dikocok selama 6 jam pertama kemudian selama 18

jam. Maserat disaring, kemudian 20 ml filtrate diuapkan hingga kring dalam cawan

dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105 oC hingga bobot

tetap. Dalam persen, kadar senyawa yang larut dalam etanol (95%) dihitung terhadap

ekstrak awal (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

w 2−w 0 100
Kadar senyawa larut air = x x 100 %
w 1−w 0 20

Keterangan : W0 = Berat cawan kosong

W1 = Berat cawan + Ekstrak

W3 = Berat cawan + Hasil pengeringan

3.3.6 Uji Kandungan Kimia Ekstrak Daun Gedi

A. Pola Kromatogram

1. Penyimpanan Larutan Uji

27
Ekstrak ditimbang dan diekstraksi berturut-turut dengan pelarut hexane, etil

asetat, etanol dan air. Cara ekstraksi dapat dilakukan dengan pengocokan selama 15

menit atau dengan getaran ultrasonic atau dengan pemanasan kemudian disaring untuk

mendapatkan larutan uji (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

2. Uji KLT

Umumnya dibuat kromatogram dengan fase diam silica gel GF 254, untuk uji

antrakinon, glikosa, saponin dan tannin menggunakan fase gerak etilasetat-metanol-air

(100 : 13,5 : 10), untuk uji antrakinon, senyawa fenolat, flavonoid kumarin dan steroid

menggunakan fase gerak etil asetat-kloroform (9 : 11). Sedangkan untuk uji

kardenolida, saponin dan glikosa antrakinon menggunakan fase gerak kloroform-

metanol-air (64 : 50 : 10). Evaluasi dapat dilakukan dengan dokumentasi foto hasil

pewarnaan lempeng kromatografi (Wagner & Bladt, 2001).

3. Penjenuhan Bejana

Kertas saring ditempatkan dalam bejana kromatografi. Tinggi kertas saring 7 cm

dan lebarnya sama dengan lebar bejana. Masukkan larutan pengembang ke dalam

bejana kromatografi, hingga tingginya 0,5 – 1 cm dari dasar bejana. Tutup kedap dan

biarkan hingga kertas saring basah seluruhnya. Kertas saring harus selalu tercelup ke

dalam larutan pengembang pda dasar bejana. Kecuali dinyatakan lain pada masing-

masing monografi, prosedur KLT dilakukan dalam bejana jenuh (Departemen

Keseharan Republik Indonesia, 2010)

4. Prosedur KLT

Totolkan larutan uji dan larutan pembanding menurut cara yang tertera pada

masing-masing monografi dengan jarak 1,5 – 2 cm dari tepi bawah lempeng dan biarkan

28
mongering. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak

di sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromografi. Larutan pengembang

dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penyerap, totolan jangan sampai

terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan sistem hingga fase gerak

merambat sampai batas jarak rambat. Keluarkan dan keringkan di udara, amati bercak

dengan sinar tampak ultraviolet gelombang pendek (254 nm).

B. Skrining Fitokimia

1. Alkaloid

Timbang 500 mg ekstrak, tambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air,

panaskan di atas pemanas air selama 2 menit, dinginkan dan saring. Pindahkan 3 tetes

filtrate pada kaca arloji, menambahkan 2 tetes Myaer LP dan terbentuk endapan

mengumpal bewarna putih yang larut dalam methanol P, maka ada kemungkinan

terdapat alkaloid (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

2. Fenol

Ekstrak ditambahkan dengan larutan garam besi (III) klorida dalam air atau

etanol akan memberikan warna hijau hingga biru hitam dengan penambahan larutan

brom (9,6 ml brom dan 30 ml kalium bromide dalam sejumlah air hingga 100 ml) akan

terbentuk endapan putih yang segera laut dan akan terjadi endapan kembali apabila

ditambahkan pereaksi lebih (Hanani, 2014)

3. Flavonoid (Tiwari at al., 2011)

a. Uji Alkalin

29
Ekstrak diuji dengan penambahan beberapa tetes larutan NaOH sehingga terjadi

perubahan warna menjadi kuning cerah, dimana warna tersebut akan berkurang

jika ditambahkan asam yang menunjukkan adanya flavonoid.

b. Uji Timbal Asetat

Ekstrak diuji dengan penambahan beberapa tetes larutan timbal asetat terbentuk

endapan kuning menunjukkan adanya flavonoid.

4. Saponin

Masukkan 0,5 g ekstrak yang diperiksa ke dalam tabung reaksi, tambahkan 10

ml air panas, dinginkan kemudian kocok kuat – kuat selama 10 detik. Hasil

positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil selama tidak kurang

dari 10 menit, setinggi 1 -10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N,

buih tidak hilang (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

5. Triterpenoid

Uji Salkowski: Ekstrak diuji dengan penambahan kloroform kemudian disaring.

Filtrat ditambahkan beberapa tetes asam sulfat lalu dikocok dan didiamkan,

terdapat perubahan warna menjadi kuning emas menunjukkan adanya triterpen

(Tiwari et al., 2011).

6. Fitosterol

Uji Libermann Buchard: Ekstrak diuji dengan penambahan kloroform kemudian

disaring. Filtrat ditambahkan beberapa tetes asam asetat anhidrat lalu dipanaskan

dan didinginkan, kemudian ditambahkan asam sulfat, terbentuk cincin coklat

menunjukkan adanya fitosterol (Tiwari et al., 2011).

3.3.7 Hewan Percobaan

30
Hewan yang digunakan adalah mencit putih jantan umur 2 – 3 bulan dengan

berat antara 20 – 3- g sebanak 30 ekor. Hewan dikelompokkan secara acak menjadi 6

kelompok, dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Sebelum diperlakukan

mencit diaklamasi selama 7 hari (sebelum dan sesudah aklimatisasi berat badan hewan

di timbang) dengan diberi makan dan minum yang cukup. Mencit yang akan digunakan

adalah mencit putih jantan yang sehat, pertumbuhannya normal, tidak menunjukkan

kelainan yang berarti, deviasi bobot selama pemeliharaan tidak lebih dari 10% berat

badan normal (Vogel, 2002).

3.3.8 Pengelompokan Hewan Percobaan

Hal yang pertama dilakukan sebelum pengelompokan adalah menandai masing –

masing hewan percobaan dan kemudian menimbang berat badan mencit. Selanjutnya

mencit dimasukkan dalam wadah yang cukup besar dan dilakukan aklimatisasi selama 7

hari untuk membiasakan hewan dengan lingkungan percobaannya. Selama aklimatisasi,

mencit diberi makanan dan minuman yang sama, serta diamati tingkah lakunya. Setelah

aklimatisasi selesai selama 7 hari kemudian mencit ditimbang kembali berat badannya

dan masing-masing mencit dikelompokkan. Mencit yang digunakan adalah mencit yang

sehat dan selama aklimatisasi tidak mengalami perubahan berat badan lebih dari 10%

dan secara visual menunjukkan perilaku yang normal. Masing-masing kelompok terdiri

dari 5 ekor mencit putih jantan dibagi menjadi 6 kelompok yang terdiri dari 3 kelompok

uji, 1 kelompok pembanding, 1 kelompok kontrol negative dan 1 kelompok kontrol

positif.

Tabel II. Pengelompokan Hewan Berdasarkan Perlakuan yang Diberikan

31
Kelompok Perlakuan

I Suspensi Na CMC 0,5% diberikan secara peroral


(Kontrol Negatif)
II MLT + PTU diberikan secara peroral
(Kontrol Positif)
III MLT + PTU + Ekstrak daun gedi dosis 100 mg/kg BB
(Dosis I) secara peroral
IV MLT + PTU + Ekstrak daun gedi dosis 200 mg/kg BB
(Dosis II) secara peroral
V MLT + PTU + Ekstrak daun gedi dosis 400 mg/kg BB
(Dosis III) secara peroral
VI MLT + PTU + Atorvastatin dosis 2,6 mg/kg BB diberikan
(Pembanding) secra peroral

Keterangan :

MLT : Makanan Lemak Tinggi

PTU : Suspensi Propiltiourasil

Na CMC\ : Suspensi Na CMC

Pada tabel II diatas menjelaskan tentang pengelompokan mencit berdasarkan

perlakuan uji farmakologi, dimana mencit di tingkatkan kadar kolesterolnya selama 14

hari, kecuali mencit pada kelompok kontrol negative yang hanya diberikan suspense Na

CMC. Pada hari ke-15 mencit diukur kadar kolesterol total dengan alat fotometer

klinikal 5010v5+, sebelumpengecekan hewan dipuaskan terlebih dahulu selama 8 –

12jam. Selanjutnya mencit kelompok III, IV, V dan VI (pembanding) diberi perlakuan

untuk melihat pengaruh ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik

selama 14 hari atau sampai hari ke-28 dengan jarak waktu pemberian selama 1 jam

setelah pemberian makanan lemak tinggi. Kemudian pada hari ke-29 mencit di ukur

32
kadar kolesterol total, trigliserida, VLDL, LDL dan HDL dengan alat fotometer klinikal

5010v5+.

3.3.9 Dosis

3.3.9.1 Dosis Ekstrak

Dosis ekstrak etanol daun gedi (Abelmoschus manihot (L) Medik diberikan pada

hewan percobaan adalah 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB yang diberikan

secara peroral.

3.3.9.2 Dosis Pembanding Atorvastatin

Berat 1 Tablet atorvastatin 20 mg adalah 200 mg

Dosis untuk mencit = 20 mg x 0,0026 = 0,052 mg/20 g BB = 2,6 mg/kg BB

= 0,052 mg /0,2 ml

= 0,26 mg / ml

Konsentrasi larutan yang dibuat = 2,6 mg/10 ml = 0,26%

Berat tablet atorvastatin yang telah digerus ditimbang sebnayak :

2,6 mg
x 520 mg=67,6 mg
20 mg

Dosis atorvastatin 0,052 mg/20 g BB atau 2,6 mg/kg BB dengan konsentrasi

sedian 0,26% untuk 1 ekor mencit ditimbang tablet atorvastatin yang telah digerus

33
sebanyak 67,6 mg dalam 10 ml air suling. Sediaan diberikan sebnayak 1% dari berat

badan.

3.3.10 Pembuatan Sediaan Uji

a. Pembuatan Makanan Lemak Tinggi (MLT)

MLT ini menginduksi kolesterol pada mencit diberikan setiap hari. Pembuatan

MLT dengan mencampurkan 100 g lemak kambing (10%) dan 50 g kuning telur (5%)

dalam 1000 g pakan standar. Sebelum dicampurkan dengan pakan stantdar, lemak

kambing dipanaskan terlebih dahulu hingga mencair dan kuning telur diambil dari

kuning telur yang telah direbus (Gani et al., 2013).

b. Pembuatan Suspensi Propylthiourasil (PTU)

Tujuan pemberian suspense PTU adalah untuk menurunkan fungsi metabolisme

pada mencit, sehingga dapat membantu peningkatan kolesterol. Dosis PTU untuk

manusia dewasa 1 x 100 mg, dikonversikan pada mencit (0,0026) dengan dosis 0,26

mg/20 g BB atau 13 mg/kg BB. Suspensi PTU dibuat dengan konsentrasi 0,13 %

dengan volume pemberian 0,2 cc/20 g BB atau 13 mg/kg BB. Suspensi PTU dibuat

dengan konsentrasi 0,13 % dengan volume pemberian 0,2 cc/20 g BB. Diberikan setiap

hari secara peroral. Suspensi PTU dibuat dengan cara menggerus PTU, kemudian

tambahkan Na CMC 0,5 % (Na CMC ditaburkan ke dalam air panas sebanyak 20x

beratnya di dalam lumpang gerus sampai homogen), digerus hingga terbentuk suspense

kemudian tambahkan air sesuai jumlah suspense yang dibuat.

c. Pembuatan Suspensi Na CMC 0,5%

34
Serbuk Na CMC ditimbang sebanyak 50 mg ditaburkan di atas air panas

sebanyak 20 kalinya (1 ml) dalam lumpang panas dan dibiarkan selama 15 menit.

Kemudian digerus sampai homogen, lalu tambahkan sampai volume 10 ml.

d. Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Gedi

Serbuk Na CMC ditimbang sebanyak 50 mg ditaburkan di atas air panas

sebanyak 20 kalinya (1 ml) dalam lumpang panas dan dibiarkan selama 15 menit.

Kemudian gerus sampai homogen, tambahkan ekstrak daun gedi yang sudah ditimbang

sesuai dengan dosis (100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB) gerus homogen

lalu tambahkan aquadest sampai volume 10 ml.

3.3.11 Pengukuran Kadar Kolesterol Total, Trigliserida, HDL, LDL dan VLDL

Darah Mencit Putih Jantan

Hewan dianestesi terlebih dahulu secara inhalasi dengan menggunakan eter.

Darah diambil dari pleksus retroorbitalis pada mata dengan pipet mikrohematokrit.

Darah ditampung di dalam microtube dan didiamkan selama 15 menit dan disentrifus

selama 20 menit dengan kecepatan 3000 rpm hingga diperoleh serum.

a. Pengukuran Kada Kolesterol

Serum darah dipepet dengan pipet mikro sebanyak 10 µL dimasukkan dalam

tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan pereaksi kolesterol sebanyak 1000 µL lalu

dicampur dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu 37oC. Serapan diukur pada panjang

gelombang 500 nm terhadap blangko menggunakan alat photometer 5010 v5+. Sebagai

blangko digunakan pereaksi kolesterol 1000 µL dan air suling. Pengukuran serapan

35
standar sama dengan pengukuran serapan kolesterol total, tetapi serum darah diganti

dengan standar kolesterol.

b. Pengukuran Kadar HDL

Serum darah dipepet dengan pipet mikro sebanyak 100 µL dimasukkan dalam

tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan pereaksi HDL sebanyak 1000 µL lalu

dicampur dan dibiarkan selama 5 menit pada suhu 37oC. Serapan diukur pada panjang

gelombang 500 nm terhadap blangko menggunakan alat photometer 5010 v5+. Sebagai

blangko digunakan pereaksi kolesterol 1000 µL dan air suling. Pengukuran serapan

standar sama dengan pengukuran serapan kolesterol total, tetapi serum darah diganti

dengan standar kolesterol.

c. Pengukuran Kadar Trigliserida

Serum darah dipepet dengan pipet mikro sebanyak 10 µL dimasukkan dalam

tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan pereaksi tridliserida sebanyak 1000 µL

lalu dicampur dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu 37 oC. Serapan diukur pada

panjang gelombang 500 nm terhadap blangko menggunakan alat photometer 5010 v5+.

Sebagai blangko digunakan pereaksi kolesterol 1000 µL dan air suling. Pengukuran

serapan standar sama dengan pengukuran serapan kolesterol total, tetapi serum darah

diganti dengan standar kolesterol.

d. Pengukuran Kadar LDL

Menuru t Marks et al., (2000) untuk mengukur kadar LDL dihitung dengan

rumus:

36
LDL (mg/dl) = Kolesterol Total – HDL + Trigliserida

e. Pengukuran Kadar VLDL

Menurut Warrick et al., (1990) untuk mengukur kadar VLDL dihitung dengan

Trigliserida
rumus: VLDL =
5

3.3.12 Analisis Data

Data kadar kolesterol yang diperoleh dioalah secar statistic dengan

menggunakan uji analisis varian (ANOVA) satu arah dengan faktor independent (dosis)

dan faktor dependent (kadar kolesterol) kemudian diuji dengan uji lanjut Ducan. Data

ini dianalisa dengan perangkat lunak statistic SPSS 21.

37
DAFTAR PUSTAKA

Guo, J., Xue, C., Duan, J. A., Qian, D., Tang, Y., & You, Y. (2011). Anticonvulsant,
antidepressant-like activity of Abelmoschus manihot ethanol extract and its potential
active components in vivo. Phytomedicine, 18(14), 1250–1254.
https://doi.org/10.1016/j.phymed.2011.06.012

Indradai, R. B., Moektiwardojo, M., & Hendriani, R. (2018). Aktivitas Anti-inflamasi


Topikal Gel Ekstrak Daun Gedi ( Abelm manihot L .) pada Karagenan diinduksi Edema
Kaki pada Tikus Wistar Albino Laki-laki. Jurnal Penelitian Kimia Dan Lingkungan,
22(9), 60–62.

Kb, A., Ak, D., Rn, S., & Ub, A. (n.d.). International Journal of Botany Studies International
Journal of Botany Studies Ethanobotanical Uses and Phytochemical analysis of
Abelmoschus manihot (L.) Medik. www.botanyjournals.com

Km, E., Cn, S., & Es, E. (2016). Evaluasi Aktivitas Anti Kolesterol Ekstrak Etil Asetat dan
N- Heksana Tetracarpidium conophorum ( Memikirkan . Arg .) Hutch dan Dalziel
( African Walnut ) Terhadap Tikus Hiperkolesterolemia. Jurnal Internasional
Penelitian Farmakognosi Dan Fitokimia, 8(8), 1372–1376.

Kusmiati, & Dhewantara, F. X. R. (2016). Cholesterol-lowering effect of beta glucan


extracted from saccharomyces cerevisiae in rats. Scientia Pharmaceutica, 84(1), 153–
165. https://doi.org/10.3797/scipharm.ISP.2015.07

Liu, S., Ye, L., Tao, J., Ge, C., Huang, L., & Yu, J. (2018). Total flavones of Abelmoschus
manihot improve diabetic nephropathy by inhibiting the iRhom2 / TACE signalling
pathway activity in rats. Pharmaceutical Biology, 0(0), 1–11.
https://doi.org/10.1080/13880209.2017.1412467

Lunga, N. (2016). KARAKTERISASI MORFOLOGIS BEBERAPA VARIETAS


Abelmoschus manihot L. DI JAYAPURA. SAINS, 16(2), 49–53.

38
Mazroatul, C., Deni, G. D., Habibi, N. A., & Saputri, G. F. (2016). AKTIVITAS ANTI-
HIPERKOLESTEROLEMIA EKSTRAK ETANOL Peperomia pellucid. ALCHEMY
Jurnal Penelitian Kimia, 12, 88–94.

Taroreh, M., Raharjo, S., Hastuti, P., & Murdiati, A. (2016a). Antioxidative Activities of
Various Fractions of Gedi ’ s Leaf Extracts ( Abelmoschus manihot L . Medik ). Italian
Oral Surgery, 9, 271–278. https://doi.org/10.1016/j.aaspro.2016.02.112

Taroreh, M., Raharjo, S., Hastuti, P., & Murdiati, A. (2016b). Antioxidative Activities of
Various Fractions of Gedi’s Leaf Extracts (Abelmoschus Manihot L. Medik).
Agriculture and Agricultural Science Procedia, 9, 271–278.
https://doi.org/10.1016/j.aaspro.2016.02.112

Taroreh, M., Raharjo, S., Hastuti, P., & Murdiati, A. (2016c). Antioxidative Activities of
Various Fractions of Gedi’s Leaf Extracts (Abelmoschus Manihot L. Medik).
Agriculture and Agricultural Science Procedia, 9, 271–278.
https://doi.org/10.1016/j.aaspro.2016.02.112

The effects of native gedi leaves (Abelmoschus manihot L. Medik.) of Northern Sulawesi-
Indonesia as a Source of Feedstuff on the Performance of Broilers. (2013). International
Journal of Biosciences (IJB), 3(10), 82–91. https://doi.org/10.12692/ijb/3.10.82-91

39

Anda mungkin juga menyukai